Ihdad Bagi Perempuan Dalam Khi Kel 2

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

IHDAD BAGI PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM

IHDAD FOR WOMEN IN THE COMPILATION OF ISLAMIC LAW

Annisa Dwi Lestari1, Wardani2, Muhammad Joserizal Jurnalis3

Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas
Islam Negeri Raden Fatah Palembang

NIM : 20201010311 20201010302 20201010293

ABSTRACT

The woman (wife) has the obligation to carry out an ihdad (period of mourning) for a period
of four months and ten days due to her husband's death. The wife should show her grief by
not making fun of herself, not leaving the house and not turning a blind eye, which is meant
as a tribute to the death of her husband. If the mourning period is over, then there will be no
more barriers to mocking themselves, making invitations, and even carrying out a marriage
contract for women. Ihdad for women in the Compilation of Islamic Law (KHI) was studied
using gender analysis. This study also intends to find out ihdad in terms of the Qur'an and
Hadith, which is whether ihdad is one of the rules of Islamic or customary law in Arab
society, because when the Qur'an and al-Sunnah came down as sources of law The highest
community activities are different from the 'URF or customary communities. Library
research is a suitable method to be used in this research, because it is aimed at and
emphasized on library-based research, with the problem of ihdad as a relation. The results of
this study show that the provisions for ihdad are included in Article 170, CHAPTER XIX,
regarding the period of iddah in the Qur'an and Hadith according to its provisions. This is in
accordance with the provisions of ihdad (a period of mourning), which applies not only to
women but also to men, although the methods and forms are different. Talaq (divorce) is also
discussed in this study, because it is a shari'a stipulation that determines various expectations
for women and men, there are legal norms and etiquette values that distinguish the roles of
men and women, meaning Talaq (divorced) in the future. mourning in the Compilation of
Islamic Law applies to anyone, be it male or female.
Keywords : KHI, ihdah, gender

ABSTRAK

Perempuan (istri ) mempunyai kewajiban melaksanakan sebuah ihdad ( Masa Berkabung )


terhitung selama masa empat bulan sepuluh hari karena ditinggal mati oleh suaminya. Istri
sepatutnya menunjukkan dukanya dengan tidak memperelok diri, tidak keluar rumah dan
tidak menghitamkan mata dimaksudkan sebagai penghormatan kematian suami. Andaikan
masa berkabung sudah habis, maka tak ada lagi hambatan memperelok diri, melakukan
ajakan, bahkan melakukan sebuah akad nikah bagi perempuan. Ihdad bagi perempuan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dipelajari menggunakan analisis gender. Penelitian ini juga
bermaksud untuk mengetahui ihdad dari segi al-Qur‟an dan Hadits, yang mana apakah ihdad
itu merupakan salah satu aturan hukum islam atau Adat dalam masyarakat Arab, karena di
saat al-Qur‟an dan juga al-Sunnah turun sebagai sumber hukum tertinggi, kegiatan
masyarakat berbeda dengan „urf atau adat masyarakat. Library research adalah metode yang
cocok digunakan di dalam penelitian ini , sebab ditujukan dan ditekankan terhadap penelitian
yang berbahan pustaka, dengan masalah ihdad sebagai kaitannya. Hasil penelitian ini
melihatkan bahwa ketentuan ihdad masuk ke dalam pasal 170, BAB XIX, mengenai masa
iddah dalam al-Qur‟an dan Hadits sesuai ketentuannya. Hal ini sesuai ketentuan ihdad ( masa
berkabung ), yang berlaku tak hanya diperuntukkan bagi perempuan tetapi juga bagi laki-laki,
walaupun cara dan bentuknya yang berbeda. Talaq (bercerai) juga ikut dibahas di dalam
penelitian ini, karena merupakan ketentuan syari‟ yang menentukan berbagai harapan kepada
perempuan dan juga laki-laki, terdapat norma hukum dan nilai tata krama yang membedakan
suatu peran laki-laki dan juga perempuan, artinya Talaq (bercerai) masa berkabung dalam
Kompilasi Hukum Islam berlaku bagi siapapun, tidak memandang baik itu laki-laki ataupun
perempuan.

Kata Kunci : KHI, ihdad, Gender


PENDAHULUAN permasalahan dalam penerapan warisan
kolonial. Kondisi ini ditandai juga oleh
Ilmu modern di era kekinian sudah
sebagian adat timur, di mana apapun
menyatakan bahwa tempat paling baik
aturan atau larangan yang dibuat oleh
untuk menempatkan keahlian dan
suami maka perempuan ( istri ) harus
kreativitas termasuk spesialisasi dalam
selalu tunduk. Di dalam lingkup
dunia kerja.1 Bekerja juga sudah
pesantren3, kitab kuning (kajian kitab-kitab
dianjurkan di dalam Agama Islam, apalagi
klasik) diatur sedemikian rupa, perempuan
pahalanya bisa lebih besar dari pada jihad
wajib melaksanakan iddah dan juga
di jalan Allah SWT. Perempuan islam di
konsekuensinya, yakni ihdad, iddah
indonesia perlu mempersiapkan diri untuk
merupakan masa penantian seorang
menghadapi berbagai tantangan zaman,
perempuan sebelum ia menikah lagi
dimana perempuan perlu memilih
setelah bercerai dari suaminya ataupun
preferensi serta serangkaian kewajiban
setelah suaminya meninggal dunia4,
dalam islam, kondisi sosial ekonomi dan
Misalnya eksistensi perempuan-perempuan
kondisi intelektual yang perlu menerima
pekerja yang ditinggal mati oleh
preferensi utama dimana seseorang nanti
suaminya,5 maka dia ( kata Para ulama )
akan dapat mencapai kualitas standar yang
sepakat bahwa wajib hukumnya
terjamin, serta terpenuhinya hak-haknya
melaksanakan iddah, tujuannya agar
dengan baik.2 Dalam rangka pengabdian
melihat keadaan perempuan tersebut apa
kepada Allah SWT perempuan islam
sedang hamil atau tidak.
indonesia juga harus dapat beperan penting
pada masa kini dan masa mendatang dalam Dalam Q.S Al- Baqarah Ayat 234,
kultur dunia modern, untuk ikut mengisi dijelaskan bahwa Perempuan yang
pembangunan nasional, tanpa mengurangi ditinggal oleh suaminya yang meninggal
keberadaannya. Laki-laki ditempatkan
3
sebagai di atas segalanya dalam setiap Pesantren ialah suatu lembaga yang memiliki
tradisi-tradisi yang sulit untuk dirubah, sehingga
ada sebagian masyarakat yang memandang bahwa
1
Syaikh Fuad Shalih, Menjadi Pengantin Sepanjang pesantren hampir sebagai lembaga
Masa, (Solo: Aqwam Media Profetika, 2008), hal keterbelakangan dan ketertutupan.
4
373 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah VIII, Terj. Moh. Talib,
2
Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, (Bandung: (Bandung: al-Ma’arif, 1990), hal 140
5
Mizan, 1995), hal 19 Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat II,
(Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal 121
dunia, maka iddahnya berlangsung selama termasuk kajian terhadap Kompilasi
empat bulan sepuluh hari.6 Kemudian Q.S Hukum Islam ( KHI ) dan berupa bentuk
Al-Ahzab Ayat 49 menyatakan Di teks-teks hukum terkhusus yang selalu
samping perempuan yang ber-iddah, membahas tentang takrif ihdad bagi
seorang perempuan yang ditinggal seorang perempuan yang ditinggal mati
suaminya juga harus melaksanakan ihdad. oleh suaminya dan juga secara khusus
Ihdad merupakan suatu kondisi dimana membahas tentang ihdad bagi perempuan
seorang isteri harus bisa menahan diri atau dalam perspektif KHI ( Kompilasi Hukum
berkabung selama empat bulan sepuluh Islam ).
hari lamanya. Dalam masa itu, isteri
Dalam penyusunan pendekatan
hendaknya menyatakan dukanya dengan
atau sifat penelitian dalam masalah ini,
tidak mempercantik diri atau berhias, tidak
menggunakan pendekatan kualitatif.
memakai parfum, tidak bercelak mata dan
Karena terdapat suatu konsep teks dalam
juga tidak boleh keluar rumah. Mengapa ?
hal Kompilasi Hukum Islam ( KHI ).
Karena, Cara ini ditentukan untuk
Berbagai pemikiran menjadi satu kesatuan
menghormati kematian suami. Apabila
bangunan konsep menggunakan beberapa
masa iddah telah habis, maka tak ada lagi
pendapat ulama, dan juga penelitian ini
larangan untuk memperelok diri,
bersifat comparative yang artinya
melakukan pinangan, bahkan
deskriptif analisis, yaitu berupa penelitian
melangsungkan akad nikah ( menikah lagi
yang berusaha untuk membandingkan
).
ketentuan umum dalam hukum islam dan
METODE PENELITIAN juga menguraikan dari segi esensi
Kompilasi Hukum Islam ( KHI ).
Di dalam penulisan ini, digunakan
sebuah Metode Library Research atau PEMBAHASAN
biasa yang disebut Penelitian Pustaka,
1. Iddah dan Ihdad
yang berarti penelitian ini ditujukan dan
ditekankan terhadap penelitian yang Sebelum memasuki penjelasan
berbasis pencarian dan juga analisis pada lebih jauh apa itu Ihdad, maka wajib
berbagai bahan pustaka, yang erat mengenali dulu apa itu iddah. Karena
hubungannya dengan berbagai keduanya saling berkaitan satu sama lain.
permasalahan yang dikaji dalam hal ini Berdasarkan beberapa ketentuan di atas,
bagi seorang perempuan yang ditinggal
6
Op.Cit, Sayyid Sabiq, hal 144
mati oleh suaminya, wajib melakukan
iddah serta ihdad, iddah ialah masa belum di dukhul. Dan mengenai
penantian bagi seorang perempuan setelah pernyataan tersebut di dasari oleh Hadits
bercerai dari suaminya, sebelum menikah Nabi Muhammad S.A.W8.: “ Hadist ini
lagi, atau setelah suaminya meninggal bercerita tentang Menceritakan padaku
dunia.7 Prinsip dari iddah tersebut sebagai Muhammad bin al-Mutsanna menceritakan
berikut: “masa yang harus ditunggu oleh padaku Ja‟far, menceritakan padaku
seorang perempuan yang telah bercerai Syu‟bah dari Humaid bin Nafi‟ berkata
dari suaminya agar dapat kawin lagi aku mendengarkan Zainab binti Umm
untuk mengetahui bersih atau tidaknya Salamah berkata Hamim (saudara laki-
rahim serta untuk menjalankan perintah lakinya) meninggalkan Ummi Habibah,
Allah”. Dan dimaksud dengan ihdad (masa kemudian Umi Habibah memakai
berkabung) adalah suatu keadaan di mana wewangian berwarna kuning, kemudian
seseorang tersebut harus mempunyai rasa, menyekanya dengan dua tangan, dan
yaitu; Ummi Habibah berkata sesungguhnya aku
memakai wewangian ini karena aku
1) menyiapkan.
mendengarkan Rasulullah S.A.W bersabda
2) mengatur mental.
“ Tidak boleh seorang perempuan yang
3) memperbanyak kesabaran bagi
beriman kepada Allah dan hari akhir
orang yang ditinggal.
berkabung untuk orang mati kecuali untuk
Dan tiga poin di atas adalah suatu suaminya selama empat bulan sepuluh
ketentuan hukum agar seseorang bisa hari. Dan Ummi Habibah mengabarkan
melakukan hal-hal yang sinkron dengan tentang ibunya dan tentang Zainab isteri
(dasar syari‟at) dan dari dasar syari‟at Rasulullah, tentang seorang perempuan
tersebut nantinya akan timbul sebuah yang menjadi bagian isteri Rasul.” (HR.
kesepakatan, kecocokan dan kesamarataan. Muslim), Sebagaimana yang telah
disepakati oleh para Ulama, atas dasar
2. Pandangan Ulama tentang Ihdad
hadits tersebut tidak terdapat masa ihdad
Ulama sepakat dengan keharusan bagi laki-laki. Dan ini menunjukkan
ihdad bagi seorang perempuan pada masa bahwasanya atas dasar hadits tersebut,
kematian seorang suami, yaitu dari sah nya maka bagi seorang perempuan, tidak
pernikahan. Walaupun seorang perempuan terdapat ihdad yang tertalak raj’iy. Akan
7 tetapi, Imam Syafi‟y berpendapat bahwa
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, ( Jakarta; Kencana, 2007), hal
8
303 Op.Cit, Muslim bin Hajjaj, hal 202-203
ihdad dilakukan bagi perempuan yang Menurut Fuqaha bahwa perempuan
tertalak raj”iy jika tidak terdapat harapan yang sedang ber-ihdad dilarang memakai
antara suami isteri untuk rujuk kembali.9 berbagai perhiasan yang nantinya dapat
Pendapat Imam Malik pun juga bahwa mengundang perhatian seorang laki-laki
ihdad itu diwajibkan atas perempuan yang kepadanya, seperti halnya perhiasan intan
muslimah dan ahli kitab, baik yang masih ataupun menggunakan celak ( penghitam
kecil maupun yang sudah dewasa. Menurut mata ) kecuali hal yang dianggap bukan
Imam Malik, tidak wajib ihdad diatasnya sebuah perhiasan. Dan juga dilarang
apabila perempuan yang ditinggal mati memakai pakaian yang berwarna terang
oleh orang tuanya, baik sebagai ummul kecuali warna Hitam dan Imam malik
walad10 (hamba perempuan yang telah tidak memakruhkan memakai celak karena
11
memperoleh anak dari tuannya) ataupun terpaksa misalnya ketika sakit dsb, Dan
bukan, dan pendapat ini juga dikemukakan yang paling terpenting para fuqaha
oleh para Fuqaha Amshar (fuqaha negeri- berpendapat bahwa perempuan yang ber-
negeri besar). Pendapat Imam Malik yang ihdad harus menjauhi hal-hal yang
terkenal mengenai ahli kitab tersebut membuat saling berdekatan. Karena semua
ditolak oleh Ibnu Nafi‟ dan Asyhab (dua perkara pada prinsipnya selalu dapat
orang di antara pengikut Imam Malik). menarik perhatian bagi laki-laki
Tetapi, pendapat keduanya ini pun juga kepadanya.12
diriwayatkan oleh keduanya dari Imam
Pada in tinya hal-hal yang harus
Malik, dan orang-orang pengikut Imam
dijauhi oleh wanita yang sedang
Malik juga menyampaikan oleh Imam
berkabung ( ber-ihdad ) ialah ;
Syafi‟i, yaitu bahwasanya tak ada
kewajiban ihdad diatasnya untuk 1. Memakai wewangian, kecuali
perempuan ahli kitab. hanya untuk menghilangkan badan
yang bau, seperti menggunakan
3. Hal-hal yang Dilarang bagi orang
peralatan mandi atau parfum yang
yang Ber-ihdad
wangi nya tidak terlalu menyengat .
Seperti sabda Nabi yang mutaffaq
13
alaih yang artinya : “
9
Al-Maktabah al-Syamilah, Mausu’ah al-Fiqhiyyah, Menceritakan padaku Hasan bin
Juz II, ( Maktabah Dar al-Tsaqafah, 2002), hal 97
10
Seorang budak yang di beli oleh Sayyid dan
11
kemudian di nikahi, adapun budak ini bisa saja Op.Cit, Tihami dan Sohari Sahrani, hal 345
12
merdeka jika Sayyid meninggal dan keterangan ini Op.Cit, Muslim bin Hajjaj, hal 202
13
ada pada kaidah, hal 25 Op.Cit, Muslim bin Hajjaj, hal 204-205
Rabi‟ menceritakan padaku Ibnu Sebaliknya bagi perempuan yang
Idris dari Hisyam dari Hafshah dari tak ada suami kewajiban ihdad diatasnya
Ummi Athiyyah sesungguhnya pun tidak ada. Sedangkan perempuan yang
Rasulullah S.A.W bersabda; kematian suaminya bukanlah perempuan
“Janganlah dia menyentuh wangi- yang ditalak, maka mereka ( kata fuqaha )
wangian kecuali di waktu bersuci berpandangan menurut makna lahiriyah
/mandi dari haid seukuran kecil yang ditalak yakni yang disebutkan di
atau seujung kuku.” (HR. Muslim). dalam hadist tersebut.
2. Memakai perhiasan, kecuali dalam
4. Ihdad bagi perempuan menurut
batas yang ditentukan
Kompilasi Hukum Islam ( KHI )
3. Memperelok diri, baik dari badan,
muka maupun pakaian yang Ihdad ( Masa berkabung )
berwarna terang perempuan yang ditinggal mati oleh
4. Bermalam diluar rumah. suaminya sebagaimana diatur di dalam
Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) tentang
Nabi Muhammad S.A.W bersabda
masa berkabung seorang perempuan ( istri
yang artinya : “ Dari Abu Rabi‟ al-Zuhry
) yang ditinggal mati suaminya, telah
sesungguhnya aku dari Hammad dari
diterangkan dalam pasal 170, Bab XIX,
Ayyub dari Hafshah dari Ummi Athiyyah
Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) tentang “
ia berkata sesungguhnya Rasulullah
MASA BERKABUNG “,14 sebagai berikut
S.A.W bersabda; tidak boleh berkabung
:
bagi seorang perempuan atas satu mayit
yang mana lebih dari tiga malam kecuali a. Istri yang ditinggal mati oleh suaminya,
atas suami (boleh) empat bulan sepuluh wajib melakukan masa berkabung
hari dan janganlah juga ia memakai sebagaimana menjaga agar tidak timbulnya
pakaian (yang dimaksudkan untuk fitnah masa iddah sebagai tanda turut
perhiasan, sekalipun pencelupan itu berduka cita.
dilakukan sebelum kain tersebut ditenun,
b. Suami yang telah ditinggal mati oleh
atau kain itu menjadi kasar/kesat (setelah
isterinya juga melakukan masa berkabung
dicelup).” dan janganlah juga bercelak
ataupun memakai wewangian kecuali ia
14
“Intruksi Presiden R.I. No. 1 Tahun 1991 tentang
bersih dari qusth dan adzfar.” (HR. Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) di Indonesia,
Muslim) direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama,
direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama R.I ( Jakarta 2000
), hal 78
tetapi menurut kepatutan ( batas-batas menetapkan berapa lama suami ini
dalam masyarakat ). menjalani iddah serta ihdadnya, tetapi
paling tidak dengan bertumpunya pada
Dari sini sudah bisa kita simpulkan
asas kepatutan (batas-batas dalam
bahwasanya perempuan ( istri ) itu
masyarakat ), seorang suami pun harus
mempunyai kewajiban melaksanakan
menahan diri untuk tak langsung menikah
suatu iddah serta ihdad, karena ditinggal
ketika istrinya baru saja meninggal.
mati oleh suaminya terhitung selama
Hikmahnya agar terlihat adanya rasa
empat bulan sepuluh hari. Hal ini
berkabung atau rasa berduka sekaligus
menjadikan suatu kondisi, dimana istri
menjaga timbulnya suatu fitnah.
hendaknya menyatakan dukanya dengan
tidak memperhias diri, tidak keluar rumah Hal yang menyangkut tentang
dan tidak bercelak mata. Tujuannya agar larangan perempuan yang sedang dalam
menghormati kematian suami. Jikalau masa iddah serta ihdad pun masih menjadi
masa iddahnya sudah habis, maka tak ada masalah lain yang sering di kritik.
larangan lagi baginya untuk melakukan Beberapa hal yang tidak diperbolehkan
hal-hal itu, termasuk melangsungkan akad ialah larangan keluar rumah menurut
nikah. jumhur ulama fiqih selain Madzhab Syafi‟i
apabila tidak adanya keperluan yang
Dalam situasi istri yang ditinggal
mendesak seperti untuk membeli
mati oleh suaminya, masa iddah serta
kebutuhan sehari-hari. Larangan ini
ihdad ( masa berkabung ) itu penting
melihatkan bahwasanya iddah merupakan
dilakukan agar tidak terjadinya fitmah di
bentuk domestifikasi terhadap kaum
masyarakat. Ini adalah bentuk wujud dari
perempuan dengan dalih dalil keagamaan
kesedihan si istri atas musibah yang
bagi Syafiq Hasyim, dan juga ia pun
menimpa dirinya.15
memahami ayat tersebut bukan dalam
Meskipun masa iddah serta ihdad konteks pembatasan gerak perempuan,
ini dikenakan kepada perempuan, tidak tetapi lebih mengacu pada etika, dimana
berarti suami yang ditinggal mati oleh seorang suami dilarang mengusir istrinya
istrinya bebas melakukan pernikahan yang sedang dalam masa iddah, karena hal
setelah itu, memang tak ada Hukum yang itu lebih menumbuhkan kemudharatan
15
“ Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, kepada istrinya.16
Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No
1/1974 Sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), hal
16
251” Ibid, hal 260-261
5. Hikmah adanya Ihdad suaminya, ialah karena sebagai konsep
paling dasar dalam logika (
Adapun hikmah Iddah dalam
konsekuensi logis ) terhadap ikatan
kompilasi hukum Islam sebagai berikut:
suami isteri, yang telah dengan sengaja
1. Untuk mengetahui tidak dibentuk dan untuk beribadah dalam
tercampurnya keturunan seseorang rangka melaksanakan legislasi hukum
dengan yang lain seperti yang ditetapkan oleh Allah dengan
mengetahui bersih atau tidaknya demikian, karena ikatan suami isteri
rahim seorang perempuan. adalah sangat suci, maka tidak sah
2. Memberi suatu kesempatan kepada secara syara‟, merusak janji tersebut
suami dan juga isteri yang berpisah dengan melakukan hal-hal yang
untuk kembali ke kehidupan menimbulkan fitnah dan seorang
semula jikalau mereka perempuan ditinggal mati suaminya
menganggap hal tersebut baik yang kemudian berlebihan dalam
dilakukan. berdandan dan mengenakan pakaian
3. Mengerahkan orang-orang yang mewah, sekaligus memakai wewangian
arif untuk mempelajari masalahnya disebut menujukkan sikap tidak baik,
serta memberikan tempo berpikir yang sama saja disebut sebagai tidak
panjang. Seperti halnya sepasang mengikuti ketentuan syari‟at yang ada
suami istri ini diberi kesempatan di dalam Kompilasi Hukum Islam hal
untuk menjunjung tinggi masalah tersebut dituturkan Menurut Imam
perkawinan, dan Jika tidak Taqiyyuddin bin Abi Bakar,17
diberikan kesempatan demikian, ia
KESIMPULAN
sama saja seperti anak-anak kecil
bermain, yang mana sebentar lagi Di dalam lingkup pesantren , kajian
dirusaknya. kitab-kitab klasik (kitab kuning) diatur
4. Tidak terwujud nya kedua suami sedemikian rupa, perempuan wajib
isteri akan sama sama hidup lama melaksanakan suatu iddah dan juga
dalam ikatan akadnya, kecuali konsekuensinya, yakni ihdad, iddah
terwujudnya sebuah kebaikan ialah seorang perempuan yang
perkawinan. melakukan masa penantian sebelum

Ihdad terhadap seseorang 17


Imam Taiqyy Al-din Abi bakar, Kifayah al-Akhyar,
perempuan yang ditinggal mati (Beirut, Lebanon; Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2005),
hal 567-568
menikah lagi setelah suaminya ditinggal mati oleh suaminya, wajib
meninggal dunia ataupun setelah melakukan masa berkabung
bercerai dari suaminya, Misalnya sebagaimana menjaga agar tidak
adanya perempuan perempuan pekerja timbulnya fitnah masa iddah sebagai
yang ditinggal mati oleh suaminya, tanda menunjukkan dukanya.
maka dia kata Para ulama sepakat
Walaupun perempuan yang
bahwa wajib hukumnya melaksanakan
dikenakan masa iddah serta ihdad, tak
iddah, yang bertujuan agar melihat
berarti seorang suami yang ditinggal
kondisi perempuan tersebut apa sedang
mati oleh istrinya bebas melakukan
dalam kondisi hamil atau tidak.
pernikahan setelah itu, meski tak ada
Hal-hal yang Dilarang bagi orang Hukum yang menetapkan berapa lama
yang Ber-ihdad Menurut Fuqaha seorang suami menjalani iddah serta
bahwa perempuan yang sedang ber- ihdad, tapi paling tidak dengan
ihdad dilarang memakai berbagai bertopangnya pada asas kepatutan,
macam perhiasan, karena ditakutkan seorang suami pun harus menahan diri
nantinya dapat mengundang perhatian untuk tidak langsung melskuksn
laki-laki kepadanya, seperti halnya pernikahan ketika istrinya baru saja
perhiasan intan ataupun menggunakan meninggal.
celak ( penghitam mata ) kecuali hal
DAFTAR PUSTAKA
yang dianggap bukan sebuah
perhiasan. Fuad Shalih, Syaikh. (2008). Menjadi
Pengantin Sepanjang Masa. Solor:
Ihdad bagi perempuan menurut
Aqwam Media Profetika.
Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) Ihdad
( Masa berkabung ) ialah perempuan Yafie, Ali. (1995). Menggagas Fiqh
yang ditinggal mati oleh suaminya Sosial. Bandung: Mizan.
sebagaimana diatur di dalam
Sayyid. (2006). Fiqih Sunnah Jilid 3.
Kompilasi Hukum Islam ( KHI ), dan
Jakarta: Pena Pundi Aksara.
tentang masa berkabung seorang
perempuan ( istri ) yang ditinggal mati Abidin, Slamet, Aminuddin. (1991).
suaminya juga diterangkan di dalam Fiqih Munakahat II, Bandung:
pasal 170, Bab XIX, Kompilasi Pustaka Setia.
Hukum Islam ( KHI ) tentang “ MASA
BERKABUNG “, yaitu Istri yang
Syarifuddin, Amir. (2007). Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia
Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan.
Jakarta: Kencana.

Al-Hajjaj, Muslim bin. Tt. Fath al-


Wahhab. Juz III. Beirut, Lebanon:
Dar al-Fikr.

Al-Maktabah al-Syamilah, Mausu‟ah


al-Fiqhiyyah. (2002). Juz II.
Maktabah Dar al-Tsaqafah.

Sahrani, Sohari & Tihami. (2009).


Fikih Munakahat: Kajian Fikih
Nikah Lengkap. Jakarta: Rajawali
Press.

Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,


Amiur. (2004). Hukum Perdata
Islam di Indonesia Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam Dari
Fikih, UU No1/1974 Sampai KHI.
Jakarta: Kencana.

You might also like