Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

FILSAFAT ISLAM DAN MASALAH KEMUNDURAN

PERADABAN ISLAM

Oleh:
Ibnu Rusyd*

Program Magister Ilmu Agama Islam, Fakultas Falsafah dan Peradaban


Universitas Paramadina
ibnu.rusyd@students.paramadina.ac.id

Abstract

Reading Islamic history and civilization and contemporary


conditions affected by irrational religious narratives, the decline of
Muslim society, conflicts, and violence prove that the decline and
backwardness of civilization are still continuing in Islamic world.
Various formula are offered to revive Islamic civilization. However,
instead of compiling a formula with a strong scientific foundation,
the response has been increasingly ideological and political from
time to time. At the same time, unfortunately, the Muslim
community used heretics and prohibitions to purge Islam’s only
scientific and rational heritage, philosophy, from the stage of
civilization. Through an interdisciplinary approach and critical
discourse analysis methods utilizing empirical and literature to
reveal the urgency of philosophy as an important tradition related
to advance quality of civilization, this research findings important
results are; First, Islamic philosophy deals with the creation of
scientific and humanist culture which becomes basis progress of
civilization. Second, after forbidden by Sunni orthodox which made
political alliences with rulers, Islamic philosophy lost its influence,
and gradually Islamic civilization declined. Third, decline that
continue to this day is the result of the position of Islamic
philosophy which has not been sufficiently revitalized in Muslim
societies.

Keywords: Islamic Philosophy, Islamic civilization, decline, fall behind

A. PENDAHULUAN penduduk Muslim terbesar di dunia


seperti Indonesia. Ada dua hal yang
Sebuah pertanyaan klise menguatkan pendapat kita bahwa
berbunyi ―Apakah ada masalah peradaban Islam sedang mengalami
dengan peradaban kaum Muslim hari kemunduran. Pertama adalah
ini?‖ seharusnya dijawab dengan pengamatan atas kasus dan fenomena
tindakan nyata yang dilakukan setiap sosial, politik, dan ekonomi hari ini.
Muslim untuk menyelesaikannya. Peningkatan kasus intoleransi,
Terutama bagi sebuah negara dengan kekerasan atas nama agama,
117
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 118

pemaksaan keyakinan, dan terorisme modern yang juga mantan pejabat


terjadi hampir di seluruh dunia Islam, menteri di Irak, Ali Allawi, dalam
tidak hanya Indonesia. Selain itu, The Crisis of Islamic Civilization
terdapat pula tren politisasi agama (2010):
yang berujung pada disintegrasi
sosial dan matinya kepercayaan ―… ini semua saya alami
publik terhadap institusi demokrasi langsung dalam rangkaian konflik
(Denny, 2019). Di lain tempat, narasi dan peperangan yang melanda kaum
religius dijadikan basis untuk sebuah Muslim serta dunia Muslim
irasionalitas modern. Contohnya, sepanjang tiga puluh tahun terakhir.
sejak pemerintah Indonesia Perpecahan umat Muslim meledak
mengumumkan secara resmi wabah dalam letupan-letupan kekerasan
virus Covid-19 sebagai pandemi yang tak terbayangkan. Pelbagai
bencana alam tahun 2020, dapat kita kebencian sektarian, etnis, dan rasial
lihat lingkungan sosial yang terpecah mencampakkan idealitas persatuan
akibat narasi-narasi religius tidak Islam.‖
rasional dan berita bohong yang
menolak fakta pandemi dan Tidak berhenti di sana, laporan
keharusan menjaga protokol Freedom House menunjukkan
kesehatan. rendahnya tingkat demokratisasi
negara Muslim. Di bidang lainnya,
Kedua adalah data empiris yang pada 2010 rata-rata Pendapatan
menunjukkan keadaan sosial Nasional Bruto per kapita, tingkat
masyarakat Muslim. Berdasarkan melek huruf, budaya literasi, lama
catatan Ahmet T. Kuru (2020), masa sekolah, dan angka harapan
selama satu dasawarsa terakhir hidup di semua negara mayoritas
banyak media melaporkan Muslim berada di bawah rata-rata
peningkatan signifikan fenomena dunia (Kuru, 2020). Berbagai bukti di
kekerasan, konflik, dan peperangan di atas sebenarnya menyatakan terdapat
negara-negara seperti Irak, Nigeria, masalah pada cara hidup dan cara
Afghanistan, dan Suriah. Sejak berpikir masyarakat Muslim dalam
peristiwa 9/11, media dunia tidak bisa mengisi peradabannya.
lepas untuk melaporkan keterlibatan
pelaku Muslim dalam pusaran Masalah mundurnya kualitas
terorisme, konflik, dan peperangan peradaban Islam tentu tidak bersifat
yang terus berlanjut. Menurut Kuru, tunggal melainkan dipengaruhi oleh
menonjolnya Islam dan dunia Islam berbagai faktor. Adapun human
dalam data dan pemberitaan bukan capital adalah salah satu faktor yang
lagi sekadar sensasionalisme seharusnya menjadi perhatian para
jurnalistik dan bias belaka, karena ahli mengingat kualitas suatu
sorotan tersebut didukung oleh data peradaban sangat bergantung pada
ilmiah. Sepanjang tahun 2009 dua kualitas sumber daya manusia. Dalam
pertiga dari semua perang dan konflik studi tentang masalah peradaban
terjadi di negara mayoritas Muslim. Islam, (Allawi, 2010) sampai pada
Kondisi serupa juga disampaikan kesimpulan bahwa masyarakat
oleh salah satu intelektual Muslim Muslim telah kehilangan elan vital
119 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

peradabannya yang ia sebut dengan sosial dan politik umat Islam


spiritualisme Islam. Dia melihat dipengaruhi oleh keberadaan dan
bahwa dunia Islam hari ini ketiadaan epistemologi filsafat Islam?
mengalami overdosis politisasi Adakah hubungan antara
agama yang hanya menciptakan kemunduran peradaban Islam dengan
tersingkirnya spiritualisme sebagai tersingkirnya epistemologi filsafat
akar kreativitas dunia Islam. Sejalan Islam? Dengan menjawab
dengan itu, Dawam Rahardjo (2012) pertanyaan-pertanyaan di atas,
mengatakan bahwa masalah penelitian ini berusaha memenuhi
epistemologi yang diderita umat satu kepentingan atau urgensi studi di
Islam akan terus berlangsung selama dunia Islam, yaitu menegaskan
rasionalisme dan pemikiran ilmiah perlunya merevitalisasi filsafat Islam
tidak bisa tumbuh, dan corak Islam untuk perbaikan kondisi peradaban
yang sektarian dan politis terus aktif Islam modern.
mengisi panggung. Pendapat yang
sama juga dipertahankan oleh B. METODE PENELITIAN
(Maarif, 2018) yang melihat dunia
Islam belum bisa lepas dari belenggu Saya menggunakan pendekatan
masa lalu yang terlalu sektarian dan kualitatif dengan paradigma filosofis
tekstualis dalam memahami agama dan kritis dalam pengamatan,
dan kehidupan. Dia bahkan elaborasi, dan eksplanasi guna
mengkritik sangat tajam dengan memahami hakikat epistemologi
mengatakan bahwa Sunnisme dan filsafat Islam dan perannya dalam
Syi’isme yang dibela mati-matian peradaban. Pengertian paradigma
oleh mayoritas umat Islam adalah filosofis di sini adalah paradigma
warisan belenggu tersebut. yang memandang adanya nilai dan
sistem filosofis tertentu dalam
Berbagai pendapat dan studi pembentukan dan jalannya sebuah
mendalam yang dilakukan para ahli peradaban. Adapun paradigma kritis
seperti (Jabiri 2014), (Zaid 2003) adalah pandangan bahwa sistem
(Allawi 2010), (Akyol 2013), (Maarif filosofis yang hidup di suatu
2018), (Kuru 2020), mengindikasikan masyarakat tidak lepas dari
dengan kuat adanya ketersingkiran kepentingan-kepentingan aktor dan
epistemologi filsafat Islam yang kelas sosial tertentu untuk
rasional, empiris, dan humanis, melestarikan nilai dan sistem yang
sebagai salah satu faktor terkuat yang mereka yakini (Creswell 2012)
menyebabkan terjadinya kemunduran (Eriyanto 2011) (Zaid 2003).
peradaban Islam. Atas dasar itu, Pemilihan kedua paradigma tersebut
penelitian ini ingin menjawab dilandasi pertimbangan bahwa
permasalahan bagaimana sebenarnya munculnya budaya ilmiah dan
bentuk dari epistemologi filsafat kosmopolitan dari peradaban dunia
Islam tersebut? Benarkah ia Islam yang dimulai pada abad ke-8
merupakan epistemologi yang mencerminkan nilai dan sistem
mampu menopang sebuah peradaban keyakinan serta pengetahuan
rasional, ilmiah, humanis, dan masyarakat. Hal ini juga
demokratis? Bagaimana sejarah menunjukkan kelas-kelas sosial yang
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 120

berkepentingan terhadap budaya disusun secara induktif untuk melihat


ilmiah saat itu; termasuk secara jelas kasus-kasus apa saja
memudarnya budaya ilmiah dan yang menandai kemunduran
menguatnya ortodoksi yang peradaban Islam, serta untuk melihat
mencerminkan kepentingan kelas secara jelas elemen-elemen positif
ulama dan penguasa, dalam menjaga apa saja yang dimiliki filsafat Islam
otoritas dan hegemoninya atas dalam mendukung kemajuan
masyarakat secara umum. peradaban. Dengan metode analisis
kritis yang demikian, saya berharap
Sumber data yang digunakan dapat menemukan narasi yang jelas
peneliti adalah data pustaka dengan dan logis dari kemunduran peradaban
pendekatan interdisipliner terhadap Islam; alih-alih hanya sekadar
buku-buku yang berkaitan dengan menyampaikan klaim dan pernyataan
masalah penelitian. Pemilihan normatif yang tidak kritis dan tidak
pendekatan interdisipliner logis.
dikarenakan filsafat Islam tidak
dipandang secara tradisional sebagai C. HASIL DAN PEMBAHASAN
disiplin ilmu klasik yang berdiri
sendiri, tetapi seperti yang dikatakan 1. Hakikat Filsafat Islam
(Abdullah 2020) pendekatan
interdisipliner berarti memandang Salah satu masalah yang
filsafat Islam menggunakan dihadapi masyarakat Muslim sejak
perspektif-perspektif historis, lama hingga hari ini adalah
psikologis, dan sosiologis, dalam mempertanyakan keabsahan filsafat
rangka menemukan fungsi dan peran menurut Allah dan Rasul-Nya. Cara
yang pernah ia mainkan di tengah normatif seperti ini merupakan
masyarakat manusia. Oleh karena itu, serangan terbesar yang digunakan
kolaborasi ketiga pendekatan ortodoksi Sunni terhadap para filsuf
filosofis, kritis, dan interdisipliner Muslim. Namun, cara serupa juga
dalam penelitian ini bertujuan untuk bisa dilakukan untuk membela
menjelaskan hubungan-hubungan filsafat seperti yang dilakukan oleh
antarvariabel dalam kemajuan dan (Rusyd 1983) dalam Fashlul Maqal
kemunduran peradaban Islam, serta (1983) dan (Nasution 1986) dalam
menjelaskan bagaimana aktor-aktor Akal dan Wahyu (1986) serta banyak
sosial seperti filsuf, ilmuwan, ulama, karya lainnya.
penguasa, bahkan pedagang,
memainkan peran-peran signifikan Untuk mengerti epistemologi
dalam kemajuan maupun filsafat Islam, terlebih dahulu kita
kemunduran peradaban Islam. perlu mengetahui sifat atau
karakteristik dari tradisi pengetahuan
Setelah kasus dan data yang filsafat. Sebab sifat inilah yang
tersedia ditelaah dan dipelajari secara membedakan ia dari tradisi
seksama menggunakan metode- pengetahuan lainnya, seperti fikih
metode di atas, selanjutnya saya dan kalam. Filsafat adalah sebuah
melakukan analisis kritis terhadap ilmu yang mengintegrasikan ilmu-
semua hasil yang ditemukan. Analisis ilmu lainnya sehingga menjadi
121 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

sebuah ilmu yang holistik (Nasr (2) Ilmu alam, (3) Ilmu metafisika,
1986) (Nasution 2010). Sifat holistik (4) Ilmu politik, dan (5)
filsafat berkaitan dengan tujuan dan yurisprudensi, yaitu fikih dan ushul
fungsi eksistensialnya dalam diri dan fikih, serta teologi dialektis atau ilmu
kebudayaan manusia. Artinya filsafat kalam.
membantu manusia memperoleh
pemahaman yang utuh akan sistem Hal senada juga dilakukan Ibnu
realitas sekaligus membantunya agar Sina (980-1037) yang membagi
mampu berperilaku sebagaimana filsafat menjadi dua: filsafat teoretis
mestinya dalam interaksi sosial . dan filsafat praktis. (Bagir 2020)
Itulah sebabnya klasifikasi ilmu menjelaskan filsafat teoretis yang
pengetahuan (selanjutnya disebut diklasifikasikan Ibnu Sina mencakup
klasifikasi ilmu saja) menempati logika (manthiq), matematika
posisi penting dalam filsafat Islam (riyadhiyyat), fisika (filsafat alam
(Madjid 2019) Nasr 1986). atau thabi’iyyat), dan metafisika (ma
Klasifikasi ilmu sebenarnya berusaha ba’da al-thabi’ah atau disebut juga
menggambarkan ―jaring laba-laba‖ ilahiyyat). Pengertian fisika di atas
antarilmu yang diakui berperan adalah ilmu tentang kelahiran dan
penting bagi pembentukan pribadi kehancuran alam semesta (generation
manusia yang utuh. Menurut Madjid and corruption) atau kosmologi,
(2019), semangat dari klasifikasi ilmu gerak, kausalitas, juga ilmu-ilmu
adalah integrasi, yang karenanya mineralogi, botani, zoologi,
filsafat Islam justru membangun meteorologi, dan astronomi, bahkan
jembatan yang menyambungkan doktrin tentang jiwa (nafs) juga
antardisiplin ilmu, dan menciptakan masuk ke dalam kategori fisika.
kesatupaduan dalam proyek Sedangkan, yang termasuk filsafat
klasifikasi ilmu. Hal ini tentu berbeda praktis adalah etika, politik, dan
dengan unsur-unsur dikotomis, ekonomi (Nasution 2010).
fragmentatif, dan diskriminatif
terhadap beberapa bentuk dan cabang Penelitian sejarah atas evolusi
ilmu yang dimiliki oleh tradisi pemikiran para filsuf Muslim
dogmatisme sains sekuler dan mengenai epistemologi mereka
ortodoksi Islam. Klasifikasi ilmu seperti yang tertuang dalam
dalam epistemologi filsafat Islam klasifikasi ilmu, menunjukkan adanya
mulai digarap secara serius oleh al- hubungan antara itu semua dengan
Farabi (872-950). Seperti yang riwayat pendidikan para filsuf, serta
dipaparkan oleh Bagir (2020) dan usaha keras mereka menerjemahkan
Madjid (2019) bahwa filsuf Muslim dan membahasakan kembali tradisi
yang digelari julukan ―Guru Kedua‖ pengetahuan Yunani. Hal ini
setelah Aristoteles ini, ditanggapi oleh sebagian sarjana
mengungkapkan cakupan filsafat sebagai bukti bahwa epistemologi
Islam meliputi: (1) Ilmu-ilmu para filsuf Muslim tidak orisinal
matematis, yaitu aritmatika, geometri, (Kuru 2020). Tanggapan umat Islam
astronomi, dan musik; juga termasuk sendiri setidaknya terbagi dua yaitu
optika, ilmu tentang berat, dan ilmu kalangan Islamis dan kalangan
tentang alat-alat mekanik dan robotik, konservatif. Menurut kalangan
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 122

Islamis dan ideolog-ideolog Islam para filsuf Muslim dengan melakukan


politik yang sering mencatut dan reproduksi dari tradisi ilmiah Yunani.
mengklaim begitu saja prestasi para Menurut Jabiri (2014) setelah ditata
filsuf, termasuk dalam klasifikasi ulang oleh filsuf Muslimlah baru
ilmu, prestasi ilmiah Islam itu kemudian filsafat sampai ke dunia
merupakan akibat dari berpegangnya Barat. Selama berabad-abad Barat
para ilmuwan pada ajaran ortodoksi bergantung pada naskah-naskah
para ulama. Padahal kenyataannya logika, penelitian empiris dan
para filsuf adalah golongan paling kedokteran al-Razi (854-925) dan
liberal dalam bentuk pemikiran Ibnu Sina. Begitu juga Thomas
termasuk pemikiran keagamaan. Di Aquinas memperoleh ajaran
lain tempat kalangan konservatif Aristotelian setelah ia disusun
justru menganggap seluruh bangunan kembali oleh Ibnu Rusyd. Menurut
pengetahuan filsafat Islam adalah Majid Fakhry hanya setelah teori
virus dari luar yang tidak ada integrasi kebenaran wahyu dan akal
hubungannya sama sekali dengan yang disusun Ibnu Rusyd-lah,
Islam dan harus disingkirkan (Iqbal Aristoteles bisa dengan mudah
2008). diterima oleh intelektual-intelektual
Barat yang Kristen. Tanpa itu semua,
Sementara sarjana lain seperti tidak mungkin filsafat Yunani bisa
Muhammad Abid Jabiri dan Nasr sampai ke pangkuan dunia Barat.
Hamid Abu Zaid justru mengatakan
bahwa para filsuf ini bukan sekadar Saya justru melihat semangat
melakukan copy-paste terhadap kosmopolitanisme dan pluralisme
filsafat Yunani, melainkan yang digarap oleh para filsuf Muslim
melakukan pengolahan kembali sebagai pokok penting dari sikap
sehingga bisa menjadi bangunan ilmiah mereka. Itulah yang membuat
epistemologi khas yang berkembang mereka tidak kesulitan dalam
secara baik di dunia Islam Abad menerima dan melakukan studi
Pertengahan (Akyol 2013). Jabiri terhadap tradisi ilmiah lain dan
juga menekankan bahwa tuduhan dengan begitu bisa
tentang epistemologi filsafat Islam mengembangkannya. Dalam
sebagai tidak orisinal juga salah kenyataannya, al-Farabi, Ibnu Sina,
kaprah karena dalam evolusi sosial dan Ibnu Rusyd justru berperan
dan pemikiran kaum Muslim di Abad sebagai master-master filsafat hingga
Pertengahan, baik yang muncul, lahir, di dunia Barat, bukan sekadar
dan berkembang bukan hanya penerjemah filsafat Yunani kepada
epistemologi filosofis, tapi juga Barat. Bukti historis ini menunjukkan
epistemologi tekstualis dan mistis. orisinalitas mereka. Dan semangat
kosmopolitanisme serta pluralisme
Artinya, semua bentuk para filsuf tersebut disebabkan oleh,
epistemologi itu berkembang dalam serta mendorong, tumbuhnya
ruang dan waktu, di mana yang satu klasifikasi ilmu pengetahuan, yang
tidak bisa mengklaim paling secara langsung turut menciptakan
mewakili Allah dan Rasul-Nya. kerja sama antar pemikiran dan
Epistemologi filosofis dikembangkan kebudayaan umat manusia.
123 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

Pertanyaan penting selanjutnya posisi mereka dalam lingkungan


adalah bagaimana meletakkan pemikiran Islam. Manusia, bagi para
khazanah filsafat Islam tersebut filsuf, memiliki kemuliaan bukan
dalam konteks kita hari ini? Berkaca karena afiliasi golongan, melainkan
pada konteks saat ini tentu saja pada esensialitasnya sebagai binatang
sebagian besar dari individu Muslim yang mampu berpikir. Posisi para
tidak cukup akrab dengan tradisi filsuf ini kemudian memisahkan
pengetahuan filsafat Islam. Dengan mereka dari para fuqaha dan
kata lain, tidak seperti fikih dan mutakallimun yang tidak bisa lepas
kalam, filsafat Islam sejak dari konflik identitas antargolongan.
kemundurannya di abad ke-11 hingga Dan nathiq berkaitan langsung
hari ini, tidak berhasil membumi dan dengan akal sebagai kata ganti
menguasai hati umat Islam. Beberapa kesadaran.
pengecualian bisa kita sebut dari
kalangan akademisi dan terpelajar Seperti yang dijelaskan oleh
baik di dunia Islam maupun Barat. Bagir (2020), dalam filsafat Islam
Akan tetapi, benteng-benteng tingkatan terendah akal atau
ortodoksi dalam disiplin fikih dan kesadaran manusia adalah akal
kalam tetap saja berusaha potensial (aql bil malakah). Setelah
membendung penetrasi kembali mendapatkan stimulasi dari persepsi
filsafat di dunia Islam. Artinya seperti indrawi dan pengamatan empiris,
yang dibahas oleh banyak peneliti yang kemudian diolah di bagian-
(Akyol 2013) (Allawi 2010) (Kuru bagian akal yang lebih rendah, akal
2020) (Nasr 1986) bahwa diseminasi potensial bertransformasi menjadi
filsafat Islam selalu terhambat oleh akal aktual (aql bil fa’al). Dengan
ortodoksi yang menganggap filsafat begitu manusia sebagai subjek yang
sebagai bentuk penyimpangan. berpikir menjadi sadar tentang
pengetahuan tertentu. Akan tetapi,
Setelah klasifikasi ilmu di atas, jika dalam akal potensial
dalam filsafat Islam, struktur akal pengetahuan tersebut masih
atau kesadaran manusia juga relevan bergantung pada persepsi indrawi
untuk diketengahkan di sini. Sebab ia yang bersifat empiris dan material,
berkaitan langsung dengan bentuk maka pada derajat akal aktual
tradisi intelektual yang dihasilkannya pengetahuan tersebut telah dilepaskan
(yang akan dibahas pada bagian dari struktur empiris dan materialnya
selanjutnya). Para filsuf selalu dan dengan demikian menjadi forma,
menekankan bahwa karakter yakni bentuk abstraksi immaterial
―berpikir‖ adalah yang paling utama sepenuhnya (Nasution 2010).
bagi manusia (Sina 2013). Berpikir
(nathiq) adalah pemisah Ketika akal manusia telah
(fashl/diferensia) manusia dari mencapai tingkat capaian (aql
spesies lain dalam genus binatang mustafad) dan bersifat sepenuhnya
(haywan/animalia). Penekanan ini forma, maka mulai terbuka peluang
bukan tanpa alasan psikologis dan untuk berhubungan dengan akal aktif
sosiologis. Keberpihakan para filsuf yang sepenuhnya bersifat forma dan
pada aspek nathiq ini menunjukkan ruhani atau spiritual (Bagir 2020)..
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 124

Akal aktif adalah media spiritual realisasi, dan verifikasi terhadap


antara akal manusia dan dunia realitas yang dipersepsi.
pengetahuan yang spiritual (Madjid
1988) (Nasution 2010). Melalui akal Mungkin cara terbaik untuk
aktif inilah manusia mengalami memahami perbedaan antara
pencerahan yang ditandai dengan pengetahuan tekstual dengan
dirinya yang menjadi ―tahu‖ akan pengetahuan intelektual adalah
hakikat sesuatu. Pada saat inilah dengan merenungkan perbedaan
pencerahan akal manusia oleh akal antara ―meniru‖ atau ―mengikuti
aktif ini – yang biasa diasosiasikan orang lain‖ (taqlid) dan ―realisasi‖
dengan Malaikat Jibril – atau ―verifikasi‖ (tahqiq). Dua istilah
mengaktualisasikan ilmu ini sebenarnya merujuk pada dua
pengetahuan dan, dengan demikian, epistemologi yang sah dalam
kita menjadi tahu akan hal-hal yang memperoleh pengetahuan. Untuk
belum diketahui pada tingkatan akal menjadi anggota dari salah satu
kita yang lebih rendah tadi. Demikian agama, budaya, masyarakat, atau
itulah aspek-aspek penting dalam kelompok, seseorang perlu untuk
bangunan epistemologi filsafat Islam. belajar dari mereka yang sudah
menjadi anggota sebelumnya. Proses
2. Tradisi Intelektual Filsafat belajar ini berlangsung dengan cara
―meniru‖. Ini adalah proses di mana
Menurut Chittick (2007) tradisi kita mempelajari bahasa, budaya, dan
intelektual filsafat Islam membidik hukum-hukum kitab suci. Ini pula
empat tema pokok untuk dipahami yang disebut oleh Jabiri (2014)
dan diketahui oleh akal aktual sebagai epistemologi bayani atau
manusia. Tema tersebut yaitu Tuhan, epistemologi tekstualis.
alam, jiwa manusia, dan hubungan
antarpribadi. Tiga tema pertama Pengetahuan intelektual sama
adalah unsur-unsur yang membentuk sekali berbeda. Jika orang menerima
realitas kita, sedangkan tema keempat sesuatu atas dasar kabar atau apa kata
adalah penerapan dan pengaplikasian orang, maka itu berarti ia tidak
wawasan-wawasan yang diperoleh memahaminya. Masalah hari ini
dari mempelajari tiga tema pertama. adalah kita beragama tanpa
Penerapan ini dilakukan dalam ranah pemahaman intelektual, melainkan
aktivitas manusia. Bagi Chittick sekadar ikut-ikutan semata (Allawi
seorang Muslim bisa saja 2010). Logika dan matematika adalah
menemukan semua tema itu tertulis contoh bagaimana filsafat tidak
dalam Al-Quran dan hadits Nabi. menggantungkan kebenaran pada
Akan tetapi, yang diperhatikan dalam orang lain atau otoritas. Sebaliknya,
tradisi intelektual bukan sekadar kebenaran itu perlu dibangunkan
kemampuan kita untuk membaca dalam kesadaran setiap orang. Dalam
tema-tema tersebut, melainkan mempelajari sesuatu siswa harus
bagaimana manusia bisa memahami mengerti mengapa, atau kalau tidak,
itu semua dengan dirinya sendiri dan mereka hanya akan meniru orang
dari dalam dirinya sendiri, yang lain. Tidaklah masuk akal
disebut dengan istilah aktualisasi, mengatakan bahwa ―dua tambah dua
125 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

sama dengan empat‖ karena ―guru membangun pangkalan data.


saya bilang begitu‖. Kebenaran dari Sebaliknya, tujuan pengetahuan
pengetahuan, sebenarnya, harus intelektual adalah memperbaiki
ditemukan dalam diri kita sendiri dan pemahaman manusia. Dengan kata
itulah yang dijalankan para filsuf lain, para pencari pengetahuan
dalam epistemologinya. berusaha melatih pikiran mereka dan
menjernihkan hati mereka melalui
Penting untuk ditekankan di sini disiplin-disiplin ilmiah filsafat
bahwa tidak ada peradaban yang sehingga mereka bisa memahami
dapat hidup dan berkembang tanpa segala sesuatu yang dapat dipahami
tradisi intelektual yang hidup (Nasr oleh pikiran manusia secara pasti,
1986) Ini menjadi jelas begitu kita meyakinkan, dan dapat diverifikasi.
bertanya pada diri kita sendiri Setiap pencari pengetahuan berusaha
pertanyaan-pertanyaan berikut: Untuk merealisasikan pengetahuan bagi
apakah tradisi intelektual itu? Apa dirinya sendiri. Dalam sejarahnya,
fungsi yang dimainkannya dalam inilah yang dilakukan al-Farabi, Ibnu
masyarakat? Apakah tujuannya? Sina, al-Ghazali, dan Rumi. Mereka
Menurut Chittick, mengapa manusia mengajarkan bahwa pengetahuan
harus berpikir? Mengapa mereka hakiki hanya bisa dicapai dengan
tidak begitu saja menerima apa pun usaha realisasinya di dalam diri
yang dikatakan orang kepada sendiri.
mereka? Jawaban para filsuf adalah
bahwa orang harus berpikir karena Lalu pengetahuan apa saja yang
mereka pasti berpikir, karena mereka perlu direalisasikan itu? Secara
adalah makhluk berpikir. Mereka umum ada empat bidang utama yang
tidak punya pilihan lain kecuali merupakan ranah-ranah bagi realisasi
berpikir, karena Allah telah memberi ini: metafisika, kosmologi, psikologi
mereka akal dan pikiran. Bukan spiritual, dan etika. Elaborasi Chittick
hanya itu, dalam Al-Quran, Allah ini adalah bentuk kontemporer
telah memerintahkan kita untuk klasifikasi ilmu yang sudah
berpikir dan menggunakan akal kita. disinggung sebelumnya. Ini sekali
Untuk berpikir dengan benar, lagi menunjukkan perhatian utama
seseorang harus benar-benar berpikir, filsafat dalam masalah integrasi ilmu
yakni bahwa kesimpulan-kesimpulan dan dalam sifatnya yang holistik.
harus dicapai dengan perjuangan Menurutnya metafisika adalah telaah
intelektualnya sendiri, bukan melalui tentang realitas pertama dan terakhir
orang lain (Akyol 2013) (Aslan yang mendasari semua fenomena.
2018). Topik pembahasannya adalah Tuhan,
meskipun Tuhan sering disebut
Yang juga penting adalah tujuan dengan nama-nama impersonal
dari pencarian intelektual. Ia bukan seperti ―Wujud‖ atau ―Niscaya-Ada‖,
untuk mengumpulkan informasi atau atau ―Yang Maha Sejati‖ (Haqq).
apa yang hari ini kita sebut ―fakta- Kosmologi adalah ranah pengetahuan
fakta‖. Ia juga bukan untuk tentang kemunculan dan kehancuran
memberikan kontribusi pada alam semesta. Kosmologi berusaha
kemajuan dalam bentuk sekadar mencari jawaban tentang dari
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 126

manakah alam semesta berasal dan ke adalah nafs – diri atau jiwa manusia.
mana ia pergi. Tentu saja ia berasal Diri manusia merupakan tema
dari Allah dan kembali kepada Allah. penting karena hanya ia sendiri yang
Namun bagaimana persisnya ia bisa mengenal Tuhan dan kosmos.
sampai di sini dan bagaimana Cara melakukannya adalah dengan
tepatnya ia akan kembali? Tradisi mengembangkan dan memperbaiki
intelektual filsafat mengatakan bahwa kekuatan batinnya sendiri, yang
adalah mungkin untuk memverifikasi disebut dengan ―akal‖ (aql) atau
rute sebenarnya kemunculan dan ―hati‖ (qalb). Menurut Chittick
kemusnahan alam semesta (2007) apabila orang ingin
(generation and corruption of mengembangkan dan memperbaiki
universe) (Al-Attas 1981). fakultas ini, dia perlu mengetahui
seperti apakah ―diri‖ yang mereka
Psikologi spiritual adalah ranah hadapi itu. Jiwa yang sepenuhnya
pengetahuan tentang jiwa, atau diri menyadari dirinya adalah jiwa yang
manusia. Apakah manusia itu? Dari telah menyempurnakan
mana manusia berasal dan ke potensialitasnya sebagai subjek yang
manakah mereka akan pergi? mengetahui. Dengan kata lain,
Mengapa manusia begitu berbeda melalui kesadaran totalnya atas
satu sama lain? Bagaimana manusia realitasnya sendiri, jiwa tersebut telah
dapat mengembangkan potensi- menyadari sepenuhnya apa yang
potensi mereka? Bagaimana mereka Allah ciptakan. Para filsuf Muslim
bisa menjadi segala sesuatu yang menyebutnya akal aktual, intelek
seharusnya dan semestinya menjadi aktual, atau intelek yang sudah
jika mereka sepenuhnya dalam wujud teraktualisasikan seutuhnya.
manusia? (Chittick, 2007). Dan
akhirnya, etika adalah domain 3. Filsafat Sebagai Elan Vital
kebijaksanaan praktis dan hubungan Peradaban
interpersonal. Bagaimana cara
seseorang mendidik jiwanya untuk Pada dua bagian di atas saya
mematuhi perintah-perintah akal, telah mengetengahkan prinsip-prinsip
mengikuti petunjuk Tuhan, dan dan tema-tema utama dalam
melaksanakan aktivitasnya selaras epistemologi dan tradisi intelektual
dengan Allah, kosmos, dan manusia filsafat Islam. Sekarang kita akan
lainnya? Apa saja kemuliaan yang melihat letak penting filsafat dalam
harus dicapai oleh jiwa yang sehat kehidupan dan dalam berkembangnya
dan waras? Bagaimana kemuliaan- peradaban Islam. Sebelum itu, di sini
kemuliaan itu dapat menjadi watak kita perlu meluruskan satu anggapan
kedua jiwa manusia? Sama seperti al- yang menyatakan bahwa tanpa
Farabi dan Ibnu Sina, etika yang filsafat sekalipun peradaban Islam
dijelaskan oleh Chittick juga ternyata baik-baik saja. Mereka
mengarah kepada ilmu-ilmu ekonomi menunjukkan bahwa pasca-era Ibnu
dan politik. Rusyd, yakni sejak abad ke-12 hingga
ke-16 Masehi, negara-negara Islam
Penting dicatat di sini bahwa masih mampu memunculkan capaian
pusat perhatian semua ranah di atas ilmu pengetahuan yang baik. Daftar
127 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

ilmuwan-ilmuwan Muslim klasik sampai menghalalkan pembunuhan


tidak berhenti pada masa ketika dan peperangan.
filsafat mulai memudar. Anggapan
ini benar dalam hal berlanjutnya Dengan mengetahui latar
aktivitas ilmiah meski ortodoksi belakang dan konteks yang saya
Sunni menguat dan filsafat diserang utarakan di atas, sekarang mari kita
oleh al-Ghazali. Tapi anggapan ini menelaah nilai-nilai penting dalam
kurang tepat dalam hal klaimnya tradisi filsafat Islam yang pernah
bahwa tidak terjadi penurunan menjadi elan vital atau sumber hidup
kualitas, dan dalam klaimnya bahwa dari peradaban kita (Allawi 2010)
tanpa filsafat pun peradaban kaum (Madjid 2019).
Muslim adalah baik-baik saja (Akyol
2013) (Kuru 2020). Pertama adalah pluralisme. Para
filsuf Muslim adalah orang-orang
Apa yang menjadi barometer yang dikenal sebagai penyokong
peradaban Islam seharusnya bukanlah paham kesatuan antarmanusia (Akyol
produksi material ilmu pengetahuan 2013) (Kuru 2020). Untuk
dan teknologi yang dihasilkan suatu memahaminya, kita bisa melakukan
negara atau bangsa. Jika begitu ilustrasi sebagai berikut: Islam
adanya, maka negara-negara menerangi kesadaran seseorang akan
petrodollar semacam Arab Saudi, Uni pentingnya hidup mulia dengan ilmu
Emirat Arab, dan Qatar, adalah pengetahuan dan akhlak terpuji.
terhitung peradaban yang maju berkat Orang itu kemudian terdorong dan
gedung-gedung pencakar langit dan terpanggil untuk mengkaji dan
teknologi mutakhir yang dimilikinya. menyaksikan langsung apa yang para
Padahal tidak demikian. Bukan ilmuwan ―asing‖ katakan tentang
produksi material berupa teknologi realitas yang bisa diteliti dan diamati
atau uang yang menjadi ukuran maju- dengan ilmu. Dia kemudian
tidaknya sebuah peradaban. mempelajari kitab-kitab Yunani yang
Melainkan kehidupan harmonis diterjemahkan ke bahasa Arab oleh
antarmanusia, alam demokratis, orang-orang Kristen. Apakah ada
keadilan sosial, keadaban publik, dan ketakutan akan akidah yang rusak
kebebasan berpikir ilmiah adalah atau akan dilempar ke neraka? Sama
barometer sekaligus prasyarat bagi sekali tidak. Dengan tekun orang itu
sebuah peradaban maju (Maarif, mempelajari filsafat Yunani,
2018). Menurut Allawi (2010) dan menemukan bahwa Allah adalah
Rahardjo (2012) itulah yang terkikis wajibul wujud, dan segenap manusia
dari peradaban Islam, sehingga habis tercipta melalui mekanisme emanasi
energi kita untuk urusan khilafiyah dari-Nya, yang artinya kita semua
fikih dan teologi, dan tak lagi tersisa bersumber dari asal yang sama.
tenaga untuk memikirkan kreativitas Aristoteles, Plato, dan Socrates
dalam memajukan dunia. Lebih adalah pembawa kebenaran baginya.
menyita perhatian kita lagi adalah Sehingga tidak mungkin
ketika Muslim berubah menjadi menghukumi orang-orang mulia
intoleran, radikal, dan terobsesi pada tersebut dengan sebutan kafir. Kira-
pemberontakan politik, sampai- kira begitulah, sehingga ketika orang
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 128

itu beranjak dewasa dia menjadi al- pengetahuan apa pun (Fakhry, 2018).
Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina. Pentingnya kausalitas diketahui
terutama apabila kausalitas itu
Kedua adalah kebebasan ditolak. Penolakan terhadapnya
berpikir. Tumbuh kembangnya menyebabkan orang mengingkari dan
semangat hibrida kebudayaan melecehkan sebab-sebab alami
antaragama dan antarperadaban yang maupun adialami terhadap sebuah
berbeda membutuhkan prasyarat peristiwa. Dengan menolak adanya
kebebasan dalam berpikir (freedom hukum kausalitas, orang meletakkan
of thought) (Qadir 1989). Secara absolutisme tertentu yang tidak
historis Islam adalah agama yang rasional untuk menjelaskan suatu
menyediakan kebebasan seluas- kejadian. Penyangkalan sebab-sebab
luasnya dalam menuntut ilmu efisien yang diamati dalam objek-
pengetahuan dan objek indrawi dan empiris adalah
mengembangkannya. Nabi sebentuk sesat-pikir (sophistry)
Muhammad menyuruh orang-orang (Fakhry 2018).
di sekitarnya untuk menuntut ilmu
pengetahuan dari negeri China – dan Secara rasional tidak bisa
tentu dari orang-orang China. Beliau disangkal bahwa setiap tindakan atau
juga memerintahkan untuk kejadian memiliki suatu sebab yang
mengambil hikmah pengetahuan dari mendasari, apakah itu natural
mana saja datangnya ia, tanpa maupun supernatural. Kapan pun
diskriminasi agama, budaya, dan sebab suatu tindakan atau fenomena
bangsa; karena selama itu adalah tidak dapat ditentukan, maka dapat
hikmah – yang notabene pasti dianggap ia belum diketahui. Para
mengandung kebenaran – maka filsuf menyatakan bahwa
orang-orang yang bersama Nabi penyangkalan terhadap kausalitas
adalah yang paling berhak atasnya. sama saja dengan penyangkalan
Tidak ada diskriminasi dan larangan terhadap pengetahuan sekaligus, dan
oleh Allah dalam Al-Quran karenanya, juga penyangkalan
berkenaan dengan kebebasan dalam terhadap seluruh diskursus ilmiah,
berpikir. Justru Allah mencela seperti halnya yang dilakukan orang-
perbuatan zalim dan otoriter yang orang skeptis dan agnostis (Fakhry
mencoba memaksakan pendapat 2018).
kepada pihak lain (Maarif 2018).
Kebebasan berpikir yang diinspirasi Demikian itulah tiga prinsip
oleh wahyu ini kemudian mendorong utama dalam tradisi filsafat Islam
para filsuf untuk semaksimal yang menciptakan iklim kondusif
mungkin mempelajari warisan bagi berkembang biaknya sebuah
peradaban Yunani, Persia, India, dan peradaban yang adil, terbuka, dan
China. berorientasi pada kemajuan. Di
bagian ini saya telah ketengahkan
Ketiga adalah prinsip kausalitas. alasan mengapa filsafat Islam pernah
Apa pentingnya kausalitas? Menurut menjadi elan vital dari peradaban
Ibnu Rusyd, prinsip kausalitas adalah Islam yang maju dan kosmopolit.
prinsip utama dalam ilmu Sederhana sebenarnya, bahwa dengan
129 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

mengakui keterbukaan pikiran, penting. Akan tetapi, peran dan


pluralisme, dan prinsip ilmiah pengaruh mereka tidak sebanding
kausalitas, maka hal-hal tersebut dengan kualitas peradaban yang
mendorong kiprah Muslim di tengah- melahirkan al-Farabi, al-Biruni, dan
tengah manusia menjadi lebih Ibnu Sina (Kuru 2020) (Qadir 1989).
produktif dan menyuburkan ilmu
pengetahuan. Tapi kemudian filsafat Pertama-tama kita harus
Islam tenggelam dan disingkirkan berangkat dari data empiris perihal
perannya dari kehidupan kaum kondisi dunia di mana kaum Muslim
Muslim. Di bagian selanjutnya saya hidup. Data-data empiris hasil
hendak melakukan elaborasi pengamatan sosiologis dan historis
mengenai mengapa filsafat Islam diperlukan untuk menjadi bukti
kehilangan pesonanya di mata kita mundurnya kualitas peradaban kita,
dan mengapa kebangkitannya juga rendahnya keadaban publik kita, dan
masih jauh dari sekarang. meningkatnya eskalasi kekerasan
kita. Sebelum kita menyelami data-
4. Kemunduran Filsafat dan data tersebut dan melihat
Peradaban hubungannya dengan kualitas
peradaban kita, di sini perlu disebut
Bagian ini berusaha menjelaskan nama beberapa sarjana dalam dua
kepada mereka yang masih dekade terakhir yang sudah
beranggapan bahwa tidak ada menyadari lebih dulu
masalah dengan peradaban Islam hari keterbelakangan di dunia Islam ini.
ini. Juga kepada mereka yang Mereka adalah Dawam Rahardjo
menganggap bahwa filsafat adalah dengan karyanya Kritik Nalar
aspek kecil saja dari peradaban Islam Islamisme dan Kebangkitan Islam
secara keseluruhan, dan tidak (2012), Ali Allawi dengan karyanya
berdampak apa pun baik bagi The Crisis of Islamic Civilization
kemajuan maupun kemunduran kita. (2010), dan Ahmad Syafii Maarif
Saya akan menyusun argumentasi dengan karyanya Krisis Arab dan
berbasiskan temuan para ahli Masa Depan Dunia Islam, (2018).
kontemporer tentang tesis Tentu bukan mereka saja, akan tetapi
kemunduran peradaban kaum Muslim kritik yang mereka sampaikan cukup
sejak diharamkannya filsafat pada menyentuh inti permasalahan. Sejauh
abad ke-12 hingga hari ini. Data-data ini, saya juga mendapati, karya
sosiologis, antropologis, dan Mustafa Akyol, Islam Without
pembacaan filosofis akan diolah Extremist: A Muslim Case for
sedemikian rupa hingga memperjelas Liberty (2013), dan Ahmet T. Kuru,
duduk perkara kita bahwa fenomena Islam, Authoritarianism, and
memudarnya filsafat Islam sama Underdevelopment (2020)
dengan fenomena surutnya kontribusi menyajikan temuan-temuan yang
Muslim dalam kancah dunia. Sebagai mencengangkan.
catatan, setelah diharamkan oleh al-
Ghazali pada abad ke-12, tradisi Misalnya, Kuru (2020)
pemikiran filsafat memang berlanjut menemukan bahwa sejak November
dan melahirkan beberapa tokoh 2014, banyak media melaporkan
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 130

bahwa dalam kurun waktu satu bulan Sekarang kita bertanya, mengapa
saja, serangan-serangan yang negara-negara Muslim tersebut
dilakukan enam belas kelompok jihad menjadi kurang damai, kurang
yang berbeda membunuh lebih dari demokratis, dan kurang berkembang?
5000 orang di Irak, Nigeria, Mengapa perhatian kaum Muslim, di
Afghanistan, dan Suriah. Setidaknya Indonesia misalnya, harus terbuang
setelah 11 September 2001, media percuma untuk pertikaian sektarian,
dunia kerap melaporkan para pelaku dalam bentuk kekerasan verbal dan
Muslim dalam terorisme, konflik tindakan? Mengapa organisasi
kecil, dan peperangan. Kuru (2020) keagamaan terang-terangan dan
melihat, menonjolnya Muslim dalam berani bertindak intoleran? Mengapa
pemberitaan semacam itu tidak dapat masih banyak yang membela mereka
dianggap hanya sebatas dan ikut larut dalam sentimen
sensasionalisme jurnalistik atau keagamaan? Mengapa Islam
sekadar bias. Data ilmiah mendukung dijadikan ideologi politik dan
sorotan yang tidak proporsional kekuasaan, dan dipertandingkan
terhadap Muslim dalam laporan secara kasar dalam kampanye-
kekerasan. Dua pertiga dari semua kampanye pemilu? Mengapa
perang dan sekitar sepertiga dari mimbar-mimbar Jumat dipakai untuk
semua konflik militer kecil pada 2009 memprovokasi massa untuk
terjadi di negara mayoritas Muslim membenci golongan yang berbeda?
(Kuru 2020). Mengapa mimbar Jumat dipakai
untuk meraup suara partai politik?
Di saat yang sama, negara Mengapa di mimbar dakwah pelaku
berpenduduk mayoritas Muslim juga terorisme dan kekerasan disanjung
mengalami tingkat otoritarianisme sebagai mujahid dan syahid?
yang tidak proporsional, yang (Burhani 2020).
menjadi faktor utama penyebab
kekerasan. Pada 2013, Freedom Masalah-masalah negara
House menggolongkan tak sampai mayoritas Muslim masa kini sungguh
seperlima dari empat puluh sembilan membingungkan, terutama mengingat
negara mayoritas Muslim merupakan pencapaian keilmuan dan sosio-
negara demokrasi elektoral, dan ekonomi negara-negara Muslim
menggolongkan tiga perlima dari 195 antara abad ke-8 dan ke-11 (Allawi,
negara di dunia sebagai negara 2010; Kuru, 2020; Rahardjo, 2012).
demokrasi elektoral. Otoritarianisme Pada rentang waktu tersebut, dunia
juga merupakan fenomena berwajah Muslim menghasilkan ahli-ahli
banyak, yang dikaitkan dengan berbagai bidang yang kreatif,
beberapa faktor, terutama misalnya al-Farabi, al-Biruni, dan
ketertinggalan sosio-ekonomi. Pada Ibnu Sina, dan berperan penting
2010, rata-rata Pendapatan Nasional dalam perdagangan antarbenua;
Bruto per kapita (GNIpc), tingkat sementara Eropa Barat waktu itu
melek huruf, lama masa sekolah, dan merupakan ―pinggiran marginal‖ saja
harapan hidup semua negara dari Dunia Lama. Pengalaman
mayoritas Muslim berada di bawah sejarah itu menunjukkan bahwa Islam
rata-rata dunia (Kuru, 2020). sebenarnya (pernah) sangat sesuai
131 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

dengan perkembangan keilmuan dan orang Eropa Barat menderita


kemajuan sosio-ekonomi (Akyol kemunduran. Eropa Barat tidak
2013) (Kuru 2020). memiliki filsuf seperti Ibnu Sina
maupun kota seperti Baghdad kala itu
Antara abad ke-8 dan ke-9, para (Kuru 2020).
pedagang (merchant) dan sarjana
(intellectual) menghasilkan Secara umum, para sarjana Islam
pencapaian-pencapaian besar di dunia menikmati kebebasan, dan menuntut
Muslim. Islamis dan ideolog-ideolog kebebasan lebih banyak dari otoritas
Islam kontemporer keliru melihat negara pada abad ke-8 hingga
perkembangan itu sebagai hasil pertengahan abad ke-11,
gagasan ortodoksi Islam (Allawi dibandingkan dengan abad-abad
2010). Justru, pencapaian Muslim, berikutnya. Pada periode abad ke-8
sebagaimana banyak contoh lain di hingga abad ke-11 ini hal sebaliknya
sepanjang sejarah manusia, adalah terjadi di Eropa Barat. Namun,
produk beragam kelompok orang menurut Kuru (2020) pada abad ke-
dengan berbagai identitas (Allawi, 11 dan ke-12, proses pembalikan
2010; Kuru, 2020). Pada awal sejarah bertahap dalam hal perbandingan
Islam, kemerdekaan para sarjana tingkat perkembangan keilmuan dan
Islam dari negara dan pengaruh sosio-ekonomi mulai terjadi antara
ekonomi para pedagang dunia Muslim dan Eropa Barat.
memungkinkan kemerdekaan berpikir Terutama antara abad ke-16 dan ke-
dapat dinikmati para filsuf, suatu 18, Eropa Barat mengalami banyak
kelompok multikultural yang bukan kemajuan, sementara dunia Muslim
hanya meliputi Muslim Sunni dan menjadi mandek dan tertinggal di
Syiah, melainkan juga orang Kristen, belakang. Ketika penjajahan Barat
Yahudi, bahkan agnostik (Akyol, yang meluas di wilayah Muslim
2013; Kuru, 2020; Nasution, 2010). mulai datang pada pertengahan abad
ke-19, kaum Muslim sebenarnya
Mereka yang melebih-lebihkan telah menghadapi banyak masalah
pinjam-meminjam antarperadaban intelektual, sosio-ekonomi dan politik
dan keragaman dalam populasi (Akyol, 2013; Kuru, 2020).
Muslim, untuk merendahkan
kontribusi asli Muslim, juga salah Masalah sosio-ekonomi dan
dan keliru (Allawi, 2010; Kuru, politik di negara Muslim
2020). Kaum Muslim menciptakan kontemporer memiliki asal-usul
peradaban maju dengan sejarah yang panjang seperti
menggabungkan kontribusi dijelaskan di atas, dan bukan
pendahulu mereka dan orang-orang disebabkan oleh agama Islam an sich,
sezamannya yang non-Muslim, serta atau oleh penjajahan Barat; dua tesis
dengan mencapai pembaruan mereka yang paling banyak dipertahankan
sendiri (Kuru, 2020; Nasr, 1986). orang. Kuru (2020) justru
Dari sudut pandang komparatif, dunia menemukan bahwa ada faktor historis
Muslim antara abad ke-8 hingga abad lain yang menyebabkannya.
ke-11 mengalami kemajuan Persekutuan ulama dan negara dalam
intelektual dan ekonomi, sedangkan menciptakan ortodoksi Islam (Sunni)
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 132

menjadi sebab utama terpukulnya Islam sebagaimana ditafsirkan oleh


kelas-kelas intelektual dan pedagang- ortodoksi Sunni.
mandiri dari tengah-tengah
masyarakat. Mulai saat itu terjadi Menurut Kuru (2020) pada titik
delegitimasi terhadap para filsuf dan ini juga al-Ghazali berperan penting
filsafat Islam. Data antropologis dengan menyatakan bahwa Muslim
menunjukkan capaian dan kondisi tertentu yang berkeyakinan
dunia Islam periode abad ke-8 hingga ―heterodoks‖ (yakni yang tidak sesuai
ke-12 adalah yang terbaik. Setelah itu dengan kalam Asy’ari dan fikih
filsafat diharamkan oleh ortodoksi Syafi’i) dianggap murtad dan dapat
Sunni. Pada abad ke-13 hingga abad dihukum mati. Al-Ghazali bukan
ke-16 kegiatan ilmiah tidak berhenti. pendiri ortodoksi Sunni; dia hanya
Tapi, capaian dan kondisi peradaban mengikuti jalan yang sudah dibuat
yang ada saat itu tidak sebanding para pendahulunya seperti al-Syafi’i,
dengan periode sebelum filsafat Ahmad bin Hanbal, al-Asy’ari, al-
dipukul mundur (Akyol, 2013; Kuru, Mawardi, dan Khalifah al-Qadir.
2020). Gagasan al-Ghazali menjadi
berpengaruh karena sesuai dengan
Kuru (2020) dan Rahardjo pandangan dan kepentingan
(2012) juga menemukan bahwa relasi persekutuan ulama-negara (ortodoksi
antara agama dengan negara telah dan otoritarianisme) (Kuru, 2020;
mencapai tingkatan tertentu dalam Rahardjo, 2012).
konteks Muslim dan lainnya, dan
selalu menyertakan pengecualian, Transformasi multidimensional
kompleksitas, dan transformasi. pada abad ke-10 dan ke-11 ini, yang
Persepsi masa kini tentang Islam dan meliputi monopoli negara dan militer
negara sebagai entitas yang tidak atas pajak tanah yang disebut ―iqta‖,
terpisahkan adalah suatu hasil yang berdampak pada melemahnya
konstruksi sejarah, ketimbang kekuatan ekonomi pasar, dan
merupakan bagian esensial Islam menurunnya pengaruh para pedagang
(Maarif, 2018; Rahardjo, 2012; Zaid, di masyarakat, membuat kelas
2003). Relasi antara ulama dan pedagang termarginalisasi, dan tidak
negara yang menciptakan ortodoksi bisa memberikan dorongan finansial
dan otoritarianisme di dunia Islam berarti kepada para sarjana.
pasca pengharaman filsafat Akibatnya para ulama terdorong
memuncak pada diri al-Ghazali, yang untuk menerima perlindungan negara,
menyatakan dalam Ihya Ulumiddin: dengan bayaran harus mendukung
―Negara dan agama adalah saudara dan melegitimasi kekuasaan otoriter
kembar. Agama adalah fondasi mereka. Transformasi ini juga
sementara negara itu penjaganya. berdampak negatif terhadap
Sesuatu yang tidak memiliki fondasi kehidupan intelektual Muslim pada
pasti akan ambruk, dan yang tidak abad-abad selanjutnya. Meskipun
memiliki penjaga akan hilang.‖ Muslim terus menghasilkan karya-
(Kuru, 2020). Tentu agama yang karya ilmiah dan filsafat, kuantitas
dimaksud oleh al-Ghazali adalah dan kualitasnya jelas menurun dan
133 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

akhirnya mengalami kemandekan metafisika sangat tidak didukung,


(Akyol, 2013; Kuru, 2020). sehingga peradaban Islam jarang
menghasilkan para sarjana dan filsuf
Apa yang ditemukan Kuru yang setara al-Ghazali sendiri dan
(2020), Rahardjo (2012), dan Akyol Ibnu Sina lagi. Peran al-Ghazali
(2013) sulit untuk dibantah. Mereka dalam konsolidasi ortodoksi yang anti
juga menunjukkan bahwa pandangan terhadap filsafat, bukan sekadar
al-Ghazali tentang kemurtadan tuduhan sepihak, tapi diperkuat oleh
memiliki konsekuensi praktis. Omid data historis dan sosiologis (Zaid
Safi menganggap warisan intelektual 2003).
al-Ghazali bertanggung jawab atas
eksekusi Aynul Qudat (1098-1131), Salah satu contonya adalah
seorang sarjana dan penyair sufi. pandangan Asy’ariyah al-Ghazali
Aynul Qudat didakwa membela yang berpendapat bahwa Allah
ajaran Isma’iliyah dan dua pandangan menciptakan segala sesuatu setiap
filsafat yang dinilai heterodoks, yang saat. Ini pun sudah memiliki banyak
semuanya ditetapkan al-Ghazali implikasi bermasalah. Dalam
sebagai kemurtadan dan dapat Tahafutul Falasifah, al-Ghazali
menyebabkan pembelanya dihukum membahas pembakaran kapas yang
mati. Aynul Qudat membantah bersentuhan dengan api. Dia
dakwaan itu tapi tetap saja menerima adanya dua kemungkinan:
dieksekusi. Episode tersebut, menurut (1) kapas menyentuh api tanpa
Kuru (2020) adalah contoh terbakar, (2) kapas terbakar tanpa
―semangat persekusi yang dibuat al- menyentuh api. Dia menyimpulkan:
Ghazali dengan menambahkan ―Yang melakukan pembakaran
pertimbangan hukum fikih ke diskusi dengan menciptakan bekas hitam di
epistemologisnya.‖ kapas … adalah Allah, baik melalui
perantara malaikat maupun tanpa
Ringkasnya, peran negatif utama perantara.‖ (Kuru, 2020). Secara
al-Ghazali dalam kehidupan ontologis, menerima atau menolak
intelektual Muslim bukan dalam hal pendekatan itu adalah pilihan pribadi.
rincian pandangannya – yang sering Namun secara epistemologis, jika
tidak konsisten – melainkan menjadi dominan, pendekatan itu
kontribusinya bagi konsolidasi pasti akan menghambat
persekutuan ulama-negara. perkembangan ilmu pengetahuan
Khususnya penegakan gagasan (Kuru, 2020; Rahardjo, 2012).
bahwa mereka yang memiliki
pandangan heterodoks dianggap Menurut Kuru (2020) apabila
murtad menjadi pilar penting pendekatan antikausalitas al-Ghazali
persekutuan tersebut dalam menekan menjadi perspektif keagamaan yang
lawan keagamaan dan politik. Faktor dominan, pendekatan itu juga dapat
itu memperburuk kondisi kreativitas mengubah orang menjadi fatalistik
intelektual. Meski begitu, al-Ghazali dan tidak mampu memahami
sendiri adalah produk era dinamisme hubungan sebab-akibat (kasualitas)
intelektual Muslim. Sesudahnya, dalam kehidupan sehari-hari. Hari ini,
pemikiran kritis atas isu agama dan ketika wabah Covid-19 sedang
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah… 134

melanda seluruh dunia, banyak D. KESIMPULAN


Muslim yang menolak adanya virus
yang menyebabkan wabah, bahkan Filsafat Islam adalah sebuah ilmu
apatis dan tidak peduli dengan upaya- yang bersifat holistik menghimpun
upaya pencegahan, karena ilmu-ilmu lain dan mendorong
beranggapan bahwa hidup dan mati lahirnya klasifikasi ilmu dalam
terserah Allah saja. Menurut Kuru epistemologi filsafat Islam. Melalui
(2020) selain penolakannya terhadap klasifikasi tersebut para filsuf
sebab-akibat, al-Ghazali juga melakukan integrasi antardisiplin dan
menganggap ilmu-ilmu antarkebudayaan yang akhirnya
nonkeagamaan sebagai ancaman kemudian mendorong munculnya
potensial bagi keimanan, dan para kosmopolitanisme peradaban Islam.
filsuf hampir pasti adalah orang- Hal ini tidak terlepas dari nilai-nilai
orang tidak beragama: ―Setiap siswa humanis, pluralis, dan kebebasan
matematika mengagumi keakuratan berpikir yang dimiliki kalangan filsuf
matematika … itu membuat dia sehingga terjadi penyelidikan ilmiah
percaya kepada para filsuf … dan dia terhadap empat tema pokok; Tuhan,
menjadi orang yang tidak beriman alam, jiwa manusia, dan hubungan
karena mengakui otoritas mereka.‖ antarpribadi. Di sisi lain, tekanan dari
(Nasution 1986). Gagasan demikian ortodoks Sunni beserta penguasa
mematahkan semangat mereka yang negara yang otoriter pada abad ke-11
tertarik dan serius mempelajari hingga 12 menyebabkan kemunduran
cabang-cabang ilmu yang tidak peradaban Islam karena pengharaman
termasuk ilmu keagamaan ortodoks filsafat Islam dan pengkafiran para
seperti yang disusun al-Ghazali. tokohnya. Akibatnya, upaya
Akhirnya, kontribusi utama al- revitalisasi filsafat di dunia Islam
Ghazali bagi persekutuan ulama- sampai saat ini masih terhambat dan
negara adalah peran teoretisnya terus-menerus mempersekusi kaum
dalam pembentukan ortodoksi Sunni. intelektual Muslim yang dianggap
Dengan mendeklarasikan bahwa para berpikir secara heterodoks. Padahal
filsuf berpandangan tertentu adalah keterbukaan pola pikir dan interaksi
orang murtad yang boleh dibunuh, al- ilmiah yang bersahabat dari para
Ghazali membuat ―pandangan filsuf membawa spirit keilmuan
ortodoks‖ hampir tidak bisa sekaligus kemajuan peradaban hingga
dipertanyakan lagi (Akyol 2013) ke Eropa Barat.
(Kuru 2020)
Akyol, M. 2013. Islam Without
Daftar Kepustakaan Extremes : a Muslim Case for
Liberty. London: W.W. Norton
Abdullah. 2020. Multidisiplin,
& Company.
Interdisiplin, dan Transdisiplin:
Metode Studi Agama dan Studi Al-Attas. 1981. Islam dan
Islam di Era Kontemporer. Sekularisme. Bandung: Pustaka
Yogyakarta: IB Pustaka. Salman ITB.
Allawi, A. A. 2010. The Crisis of
135 Jurnal Al-Aqidah:, Volume 13, Edisi 2, Desember 2021

Islamic Civilization. London: Ketertinggalan. Jakarta:


Yale University Press. Kepustakaan Populer Gramedia.
Aslan, R. 2018. God : A Human Maarif, A. S. 2018. Krisis Arab dan
History. New York: Random Masa Depan Dunia Islam.
House. Jakarta: Bentang Pustaka.
Bagir, H. 2020. Mengenal Filsafat Madjid, N. 1988. Islam Doktrin dan
Islam. Bandung: Mizan. Peradaban: Sebuah Telaah
Kritis Tentang Masalah
Burhani, A. N. 2020. Agama, Kultur Keimanan, Kemanusiaan, dan
Intoleransi, dan Dilema Kemoderenan. Jakarta: Yayasan
Minoritas di Indonesia (M. Wakaf Paramadina.
Helmiawan Ed.). Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan ———. 2019. Khazanah Intelektual
Indonesia (LIPI). Islam. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, Nurcholish
Creswell, J. W. 2012. Research Madjid Society.
Design: Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed (A. Nasr, S. H. 1986. Sains dan
Fawaid, Trans. S. Z. Qudsi Ed.). Peradaban di dalam Islam (J.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mahyudin Ed.). Bandung:
Pustaka.
Denny. 2019. NKRI Bersyariah atau
Ruang Publik yang Manusiawi? Nasution, H. 1986. Akal dan wahyu
Tanggapan 21 Pakar Terhadap dalam Islam. Jakarta: Penerbit
Gagasan Denny J A (S. Universitas Indonesia.
Arismunandar Ed.). Jakarta:
Cerah Budaya Indonesia. ———. 2010. Filsafat dan
Mistisisme dalam Islam. Jakarta:
Eriyanto. 2011. Analisis Wacana Bulan Bintang.
Pengantar Analisis Teks Media.
Yogyakarta: LKiS. Qadir, C. A. 1989. Filsafat dan Ilmu
Pengetahuan dalam Islam (H.
Fakhry, M. 2018. Ibn Rusyd: Lentera Basari, Trans.). Jakarta:
Dua Peradaban. Jakarta: Sadra Yayasan Obor Indonesia.
Press.
Rusyd, I. 1983. Fasl al-maqal fi-ma
Iqbal, M. 2008. Rekonstruksi bayn al-hikma wa-l-sari’a min
Pemikiran Agama dalam Islam. al-ittisal (M. Imara, Trans.). Al-
Yogyakarta: Jalasautra. Qahira: Dar al-Ma’arif.
Jabiri, M. A. 2014. Formasi Nalar Sina, I. 2013. Danisname-i Alai : Alai
Arab (I. Khoiri Ed.). hikmet kitabi (M. Demirkol & G.
Yogyakarta: IRCISOD. Deniz Eds.). Istanbul: Türkiye
Yazma Eserler Kurumu
Kuru, A. T. 2020. Islam, Baskanligi.
Otoritarianisme, dan
Ibn Rusyd, Filsafat Islam dan Masalah…

136

Zaid, N. H. A. 2003. Kritik Wacana


Agama (K. Nahdiyyin, Trans.).
Yogyakarta: LKiS.

You might also like