Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

PERAN LSM DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(STUDI KASUS PERAN LSM KOMPLEET DALAM PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT DI DESA MELUNG KABUPATEN BANYUMAS)

Taufik Nurohman

1. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya
2. Alumni Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Tahun 2007

Abstract

Returned development of life which we see in the capital we cannot deny


that simply we still see life phenomenon of public living in rural areas which still
draping the life at vicinity nature. And there then emerges a problems one of
them is phenomenon’s exploitative at nature because lack of knowledge of public
for the importance of preserving nature beside using it as life boom. The Institute
of Self-supporting of Public/ non-government organitation (NGO) be party(side is
following share in doing public enable ness. Intervention LSM besides doing
enable ness also able to do monitoring to government activities, so that between
government, NGO and public happened relationship that is in character
accommodative. On the basis of that is research of mi tries to know role of LSM
related to participation of public in the effort enable ness. Objective of this
Research is to know role of NGO and participation of public in the effort enable
ness in Melung village. Besides also is expected able to give contribution to
development of politics especially related to enableness of countryside public.
Method applied in this research is qualitative descriptive. This research
executed in Desa Melung, District Kedung Banteng, Sub-Province Banyumas.
Sampling method using purposive sampling and data collecting technique is done
by through interview at the informers, observation and secondary data exploiting.
Data validity used is triangulation of data with analytical technique applies
analysis model interactive.
Result of research in general indicates that the NGO Kompleet to stand
more to bridge between publics, government of countryside and Perhutani in
finalizing the problems. For example, by doing discussion either in character
formal and also informal. But in execution of program still many constraints faced
especially related to participation of public. While constraint faced by NGO is lack
of energy which move its(the programs. But can be told that participation of public
Desa Melung have been good enough though has not optimal.

Kata Kunci : Empowerment, NGO’s role

Abstrak
Dibalik perkembangan kehidupan yang kita lihat di Ibu kota tidak bisa kita
pungkiri bahwa ternyata masih kita lihat fenomena kehidupan masyarakat yang
hidup di daerah pedesaan yang masih menggantungkan hidupnya pada alam
sekitarnya. Dari sana kemudian muncul suatu permasalahan salah satunya
adalah fenomena-fenomena eksploitatif pada alam karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan pentingnya melestarikan alam disamping
menggunakannya sebagai penopang kehidupan. Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) merupakan pihak yang ikut andil dalam melakukan pemberdayaan
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

masyarakat. Intervensi LSM selain melakukan pemberdayaan juga bisa


melakukan monitoring atas kerja-kerja pemerintah, sehingga antara pemerintah,
LSM dan masyarakat terjadi hubungan yang sifatnya akomodatif. Atas dasar
itulah penelitian ini berusaha untuk mengetahui peranan LSM terkait dengan
partisipasi masyarakat dalam upaya pemberdayaan. Penelitian ini bertujuan
mengetahui peranan LSM dan partisipasi masyarakat dalam upaya
pemberdayaan di Desa Melung. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu politik terutama yang berkaitan dengan
pemberdayaan masyarakat desa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskiptif-kualitatif.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Melung, Kecamatan Kedung Banteng,
Kabupaten Banyumas. Metode pengambilan sampel yang menggunakan
purposive sampling dan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
pada para informan, pengamatan dan pemanfaatan data sekunder. Validitas data
yang dipakai adalah trianggulasi data dengan teknik analisis menggunakan
model analisis interaktif.
Hasil penelitian secara umum menunjukan bahwa LSM Kompleet berperan
lebih kepada penjembatan antara masyarakat, pemerintah desa dan Perhutani
dalam menyelesaikan masalah-masalahnya. Misalnya, dengan melakukan
diskusi-diskusi baik yang sifatnya formal maupun informal. Tetapi dalam
pelaksanakan program masih banyak kendala yang dihadapi terutama terkait
dengan partisipasi masyarakat. Sedangkan kendala yang dihadapi oleh LSM
ialah kurangnya tenaga yang ikut menggerakan program-programnya. Namun
bisa dikatakan bahwa partisipasi masyarakat Desa Melung sudah cukup baik
meskipun belum optimal.

Kata Kunci : Pemberdayaan, Peran LSM

A. PENDAHULUAN
Pemberdayaan merupakan sarana yang digunakan untuk melihat potensi di
dalam masyarakat. Pemberdayaan dilakukan oleh sekelompok orang dengan
motif yang berbeda. Dalam proses pemberdayaan yang sering menjadi objek
pemberdayaan adalah masyarakat pedesaan. Pasalnya masyarakat desa
cenderung dianggap sekelompok orang yang masih tradisional, primitif,
pendidikan rendah, dan minim kesejahteraan. Kemudian masyarakat desa masih
mengandalkan alam untuk menghidupi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Pemberdayaan di tingkat desa merupakan proses dan aktifitas menuju
sebuah kemandirian masyarakat desa, yang di dalamnya terdapat unsur-unsur,
atau komponen-komponen pembentuk desa sebagai satuan ketatanegaraan
yang menghasilkan swakarsa, swakarya, dan swadaya masyarakat desa.
Berbicara konsep pemberdayaan secara langsung membuka wacana
tentang partisipasi masyarakat. Apapun program yang berupa pemberdayaan
tidak dapat terlaksana dengan baik, apabila tidak ada partisipasi masyarakat di

82
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

dalamnya. Peran partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara telah


begitu sering didengungkan baik oleh pemerintah maupun kelompok lainnnya.
Akan tetapi, selama ini makna partisipasi lebih banyak dimaknai sebagai berapa
besar swadaya masyarakat yang diberikan dalam kegiatan pembangunan.
Mendiskusikan konsep partisipasi akan lebih mudah jika melihat dari sudut
pandang kepentingan. Artinya, semakin besar kepentingan masyarakat terhadap
suatu program pembangunan, maka secara otomatis pula tingkat partisipasi yang
akan muncul. Tingkat partisipasi masyarakat akan sangat menentukan
keberhasilan suatu pembangunan. Semakin tinggi partisipasi masyarakat,
keberhasilan pembangunan juga akan lebih optimal. Sebaliknya, jika tidak ada
partisipasi dari masyarakat, maka tingkat keberhasilan pembangunan pun akan
rendah.
Salah satu aktor yang turut terlibat dalam proses pemberdayaan
masyarakat desa yakni Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Intervensi LSM
selain melakukan pemberdayaan juga bisa melakukan monitoring atas kerja-
kerja pemerintah. Sehingga peran pemerintah, LSM, maupun masyarakat akan
terjadi suatu hubungan yang akomodatif.
Hadirnya pergolakan wacana globalisasi telah membawa implikasi terhadap
masyarakat desa. Posisi masyarakat yang belum begitu siap untuk menerima
konsep globalisasi ekonomi dan politik, telah memaksakan posisi masyarakat
untuk terlibat secara aktif dalam berpartisipasi melakukan proses pembangunan
di wilayahnya. Partisipasi masyarakat tersebut secara positif mendorong
masyarakat agar lebih percaya diri dalam memberikan perannya dalam
pembangunan. Peran tersebut dapat diartikan mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, serta evaluasi kinerja.
Menanggapi konsep pemberdayaan diatas, penulis akan mengkaitkan
wacana tersebut di salah satu desa di Purwokerto Banyumas Jawa Tengah,
yakni Desa Melung sebagai desa yang yang dijadikan percontohan program
pemberdayaan yang dilakukan LSM. Mayoritas masyarakat di desa ini bermata
pencaharian sebagai petani. Meskipun jumlah petani cukup dominan secara
sosial dan politik, namun posisi tawar mereka masih tergolong lemah. Sehingga
dibutuhkan lembaga atau organisasi yang mampu mengerakan dan
mengakomodasi kepentingan masyarakat desa. LSM salah satu wadah yang
mampu menggerakan masyarakat dalam mengakomodasi kepentingan dan
kebutuhannya melalui program-program pemberdayaan.

83
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

LSM yang melaksanakan program tersebut di Desa Melung adalah LSM


Kompleet. LSM yang bergerak di bidang konservasi hutan, dan melaksanakan
program-program pemberdayaan lainnya bagi masyarakat hutan di desa-desa
yang berada di kaki Gunung Slamet. LSM Komplet ini berperan sebagai fasilitator
dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat di desa
tersebut. Program-program LSM Kompleet di Desa Melung lebih terfokus pada
pengelolaan SDA hutan. Program itu bertujuan agar masyarakat tidak hanya
dapat mengelola SDA, namun lebih ditujukan agar masyarakat di desa tersebut
mendapatkan kesejahteraan secara adil dan berkelanjutan.
Sementara itu, di dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang
bagaimanakah peranan LSM Kompleet dan partisipasi masyarakat dalam usaha
pemberdayaan di Desa Melung Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten
Banyumas.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Desa sebagai Masyarakat Hukum
Dalam pengertian ekonomi, desa diartikan sebagai tempat hidup dalam
ikatan keluarga di suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan
yang besar di bidang sosial dan ekonomi. Desa terdiri dari rumah tangga petani
dengan kegiatan produksi, konsumsi, dan investasi sebagai hasil keputusan
keluarga secara bersama.1
Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang di revisi ke dalam UU No. 32 tahun 2004, merupakan pengganti UU
No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dan UU No. 5
tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dalam UU No. 22 tahun 1999 dan UU
No. 32 tahun 2004 dijelaskan pengertian desa merupakan kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dalam sistem nasional yang berada di daerah kabupaten.
Munculnya otoritas politik di dalam suatu komunitas yang disebut desa,
secara internal mudah dipahami dengan melihat sejarah perkembangannya.
Secara faktual jumlah penduduk bertambah dan masalah-masalah terkait dengan

1
Hayami Yujiro dan Masao Kikuchi, Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi
Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia, (Yogyakarta: YOI, 1987), hal. 11

84
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

kepentingan masyarakat juga bertambah.2 Kenyataan tersebut sudah barang


tentu mendorong munculnya suatu otoritas yang diharapkan dapat mengatasi
berbagai persoalan, dan merealisasi aspirasi yang berkembang. Dari konsep
itulah lahir kesatuan masyarakat hukum yang mandiri, dan pemimpin mereka
biasanya yang sudah dianggap tertua, atau yang memiliki kemampuan paling
tinggi diantara mereka (Maschab, 1992).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik beberapa ciri umum desa:
a. Desa umumnya terletak di, atau sangat dekat dengan pusat wilayah
usaha tani.
b. Dalam wilayah itu pertanian merupakan kegiatan ekonomi dominan.
c. Faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan
masyarakatnya.
d. Tidak seperti di kota ataupun kota besar yang penduduknya sebagian
besar merupakan pendatang, populasi penduduk desa lebih bersifat
“terganti dari dirinya sendiri”.
e. Kontrol sosial lebih bersifat informal, dan interaksi antara warga desa
lebih bersifat personal dalam bentuk tatap muka.
f. Mempunyai tingkat heterogenitas yang relatif tinggi dan ikatan sosial
yang relatif lebih ketat daripada kota. (Wiradi, 1988)

2. NGO/LSM (Lembaga Sosial Masyarakat)


LSM atau yang umum dikenal dengan organisasi non pemerintah nirlaba
(non government organizational), merupakan organisasi yang dibentuk oleh
kalangan yang bersifat mandiri. Organisasi seperti ini tidak menggantungkan
pada pemerintah atau negara, terutama mencari dukungan finansial atau sarana
prasarana sebagai fasilitas bagi LSM tersebut. NGO dibentuk sebagai
perwujudan dari komitmen sejumlah warga negara yang mempunyai kepedulian
terhadap persoalan-persoalan yang muncul, baik di bidang ekonomi, sosial
maupun politik.
Kehadiran NGO dalam sebuah masyarakat merupakan kenyataan yang
tidak dapat dinafikan. Hal itu akibat kapasitas dan pelayanan pemerintah
terhadap warganya masih sangat terbatas. Tidak semua kebutuhan warga dapat

2
Suhartono, Politik Lokal Parlemen Desa: Awal kemerdekaan Sampai jaman Otonomi
Daerah, (Lapera Pustaka Utama: Yogyakarta, 2001), hal 14.

85
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

dipenuhi oleh pemerintah, apalagi di negara-negara yang sedang membangun


seperti Indonesia.
NGO memainkan peranan dalam proses pembangunan sebuah negara.
Noeleen Heyzer (dalam Heyzer, Ryker and Quizon, 1995: 8) mengidentifikasikan
tiga jenis peranan NGO, yaitu:
(1) Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat grassroot
(akar rumput), yang sangat esensial dalam menciptakan pembangunan yang
berkelanjutan, (2) Meningkatkan pengaruh politik secara meluas, melalui jaringan
kerjasama, baik dalam negara ataupun dalam lembaga-lembaga internasional
lainnya (3) Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda
pembangunan.
Mengacu pendapat Heyzer, maka dapat digolongkan peranan NGO ke
dalam dua kelompok besar: pertama, peranan dalam bidang non politik, yaitu
memberdayakan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi, dan kedua dalam
bidang politik yaitu sebagai wahana untuk menjembatani warga masyarakat
dengan negara atau pemerintah.
Mengingat peranan NGO sangat besar dalam kehidupan masyarakat,
tidak jarang kalangan elit politik dan akademik melihat NGO sebagai alternatif
untuk mewujudkan civil society (masyarakat sipil), yang akhirnya akan menjadi
lokomotif demokratisasi di negara-negara dunia ketiga..3
Menurut James Ryker, ada lima hubungan antara NGO dengan
pemerintah:
1. Autonomus/Benign Neglect. Dalam konteks hubungan seperti ini
pemerintah tidak menganggap NGO sebagai ancaman, karena itu
membiarkan NGO bekerja secara independen atau mandiri.
2. Facilitation/Promotion. Pemerintah menganggap kegiatan NGO
sebagai sesuatu yang bersifat komplementer. Pemerintahlah yang
menyiapkan suasana yang mendukung NGO untuk beroperasi.
3. Colaboration/Cooperation. Pemerintah menganggap, bahwa bekerja
sama dengan kalangan NGO merupakan sesuatu yang
menguntungkan. Karena dengan bekerjasama semua potensi dapat
disatukan guna mencapai suatu tujuan bersama.

3
Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, (Pustaka Pelajar:
Yogyakarta, 2002), hal. 205.

86
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

4. Cooptation/Absorption. Pemerintah mencoba menjaring dan


mengarahkan kegiatan NGO dengan mengatur segala aktivitas mereka.
Untuk itu NGO harus memenuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh
pemerintah.
5. Containment/Sabotage/Disolution. Pemerintah melihat NGO sebagai
tantangan bahkan ancaman. Pemerintah pun mengambil langkah untuk
membatasi ruang gerak NGO.

3. Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Konsep pemberdayaan (empowerment) menurut Merriam Webster dan
Oxford English Dictionary, mempunyai pengertian to give power or authority
(memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan kepihak lain)
dan to give ability to or enable (upaya untuk memberi kemampuan atau
keberdayaan).4 Pemberdayaan merupakan wujud dari pengembangan kapasitas
(capacity building). Inti dari pemberdayaan masyarakat adalah membangkitkan
dan memusatkan daya masyarakat. Pemberdayaan tidak berarti memberikan
kekuatan kepada masyarakat, melainkan mengelola potensi yang sudah dimiliki
tetapi belum diberdayakan untuk menjadi suatu kekuatan sehingga dapat
tercapai hasil yang dapat dicapai.
Jadi pemberdayaan masyarakat desa mempunyai pengertian diantaranya: 5
1. Proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan
atau kemampuan pemerintah kepada masyarakat desa agar lebih
berdaya dengan memberikan bantuan teknis dan material guna
mendukung kemampuan melalui organisasi.
2. Proses menstimulasi atau mendorong atau memotivasi agar individu
(personal), komunitas dan institusi desa mempunyai kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan pilihan kebutuhannya melalui proses
dialog dan pendampingan.
Alasan-alasan perlu dilakukan pemberdayaan pertama, karena wilayah
negara Indonesia sebagian besar terdiri dari wilayah pedesaan dimana
masyarakat masih bersifat tradisional. Untuk itu harus disesuaikan dengan sifat
dan arah perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga

4
Bambang Kuncoro, Diktat Kuliah Pemberdayaan Masyarakat Desa, (Purwokerto: Fisipol
Unsoed, 2004)
6
Bambang Kuncoro, Ibid.

87
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

masyarakat desa mengenal proses industrialisasi yang berada di wilayah


perkotaan. Kedua, kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan yang masih
memprihatinkan. Kesenjangan dan kemiskinan serta ketimpangan-ketimpangan
sosial masih banyak terjadi di desa, hal ini karena sumber daya manusia di desa
relatif masih rendah.
Kondisi-kondisi di atas merupakan alasan yang memicu alasan adanya
pemberdayaan terhadap masyarakat desa. Keterbelakangan
(underdevelopment) yang terjadi di desa menyebabkan kesenjangan dan
kemiskinan antar masyarakat. Kemudian ada budaya di masyarakat desa bahwa
kekayaan cenderung lebih dihormati dan dihargai, selain itu mempunyai
kekuasaan besar yang dapat memainkan kehidupan di desa tersebut. Selain itu
adanya kecenderungan adanya monopoli terhadap penguasa.
Adapun tujuan dari pemberdayaan masyarakat desa adalah:6
1. Mengembangkan dan memperkokoh proses pelaksanaan desentralisasi
pemerintahan serta membantu percepatan pemulihan dampak krisis.
2. Memberdayakan masyarakat desa untuk dapat berperan aktif dalam
pembangunan daerah.
3. Meningkatkan prosedur-prosedur transparasi, ketataprajaan,
pengawasan, akuntansi dan pelaporan pada tingkat kabupaten.
4. Mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan akses masyarakat
miskin terhadap layanan umum dasar.
5. Menciptakan lapangan kerja dan mendorong aktivitas ekonomi pada
tingkat lokal.
6. Meningkatkan fungsi sarana dan prasarana dasar.
Dari definisi pemberdayaan tersebut maka mengnadung dua elemen yaitu
pemberdaya (pemerintah atau LSM) dan yang diberdayakan (masyarakat).
Pemberdayaan masyarakat akan terjadi bila kedua elemen tersebut mempunyai
potensi atau kapasitas (capacity). Pemberdaya harus mempunyai kapasitas dan
mengetahui cara memberdayakan potensi yang ada pada masyarakat,
sebaliknya masyarakat harus mempunyai cukup pengetahuan, pengalaman dan
motivasi yang dapat dibebaskan, disatukan dan diarahkan bagi kepentingan
pembangunan.

6
Bambang Kuncoro, Ibid,

88
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Dimensi pemberdayaan yang harus ada dalam upaya untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat desa adalah :7
1. Kekuasaan sosial (sosial power), akses yang ada dalam dimensi adalah
kelompok-kelompok atau perkumpulan-perkumpulan yang ada di desa,
misalnya rumah tangga, serikat buruh ataupun koperasi rakyat. Jika
dalam desa tersebut kelompok basis meningkat aksesnya, maka
kemampuan untuk merancang dan mencapai tujuan dari
pemberdayaan itu meningkat.
2. Kekuasaan politik (political power), akses dari kekuasaan politik ini
merupakan akses kelompok basis dan anggota-anggota individu desa
ke proses pengambilan keputusan masa depan, mereka sendiri.
3. Kekuasaan psikologis (Psychological power), adanya kesadaran dari
dalam individu itu sendiri untuk berpikir lebih maju terhadap masa
depan dan mampu menguak kekuatan hegemoni negara yang
menjadikan percaya diri.

8
Strategi-strategi pemberdayaan itu dapat melalui:
1. Pembangunan pertanian (agricultural development), memperbaiki
kondisi kehidupan masyarakat desa dengan cara meningkatkan output,
dan pendapatan masyarakat desa yang difokuskan pada peningkatan
produksi pangan dan hasil pertanian.
2. Industrialisasi pedesaan (rural industrialitation), mengembangkan
industri kecil dan kerajinan yang ada pada masyarakat desa.
Peningkatan usaha rumah tangga ini diberdayakan dengan
meningkatkan keterampilan tenaga kerja yang ada di desa, berusaha
untuk menggunakan bahan baku yang mudah didapatkan untuk bahan
industri. Kemudian industri ini sebagai mata pencaharian yang bersifat
komplementer di samping mata pencaharian utamanya bertani. Industri
ini dijadikan alternatif bagi masyarakat yang tidak mempunyai lahan
untuk pertanian.
3. Pembangunan masyarakat desa terpadu (intergrated rural
development), strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan

7
Bambang Kuncoro, Ibid
8
dalam Onny S. Priyono, Pemberdayaan Konsep Kebijakan Dan Implementasi,
(Jakarta:1996).

89
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

produktivitas, meningkatkan kualitas hidup penduduk pedesaan serta


memperkuat kemandirian masyarakat desa. Upaya untuk meningkatkan
pertanian subsisten menjadi pertanian komersil.

4. Konsep Partisipasi Masyarakat


a. Partisipasi dan Partisipatoris
Lund menjabarkan logika dan strateginya, sedangkan Pretty dan Gujjit
menjelaskan implikasi praktis dari pendekatan parsipatoris:
Pendekatan pembangunan parsipatoris harus mulai dengan orang-orang
yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Pendekatan
ini harus menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka,
dan memberikan sarana yang perlu bagi mereka supaya dapat mengembangkan
diri. Ini memerlukan perombakan dalam seluruh praktik dan pemikiran, di
samping bantuan pembangunana. Ringkasnya, diperlukan suatu paradigma baru
(J. Pretty dan Gujjit, 1992: 23 dalam Britha Mikkelsen, 2001: 63).

Munculnya paradigma pembangunan partisipatoris mengindikasikan


adanya dua perspektif. Pertama, keterlibatan masyarakat setempat dalam
pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan program, atau proyek
yang akan mewarnai hidup mereka. Dengan demikian dapat dijamin bahwa
persepsi setempat, pola sikap dan pola berpikir, serta nilai-nilai dan
pengetahuannnya ikut dipertimbangkan secara penuh. Kedua, adalah membuat
umpan balik (feedback) yang pada hakikatnya merupakan bagian tak terlepaskan
dari kegiatan pembangunan (Jamieson,1989 dalam Britha Mikkelsen, 2001: 63).
Partisipasi dan partisipatoris merupakan dua kata yang sangat sering
digunakan dalam pembangunan. Keduanya memiliki banyak makna yang
berbeda. Pelbagai kajian, dokumen, dan buku panduan menunjukan tafsiran
beragam mengenai arti kata partisipatoris. Dimaksud partisipasi adalah kontribusi
sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengembilan
keputusan. Partisipasi disebut pula proses ‘pemekaan’ (membuat peka)
masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima, dan kemampuan untuk
menanggapi proyek pembangunan. Atau partisipasi merupakan proses aktif yang
mengandung arti adanya individu atau kelompok mengambil inisiatif dan
menggunakan kebebasannya untuk melakukan sesuatu. (menurut FAO, 1989b
dalam Britha Mikkelsen, 2001: 64).

90
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

b. Metode-Model Pendekatan Partisipatoris


Konsep partisipasi bisa saja menjadi sebuah kata slogan tanpa makna
yang nyata. Partisipasi ‘yang asli’ datang dari inisiatif masyarakat sendiri,
merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namun sedikit saja masyarakat yang
mau memakai pendekatan sukarela untuk mengajak anggota-anggotanya agar
aktif dalam kegiatan pembangunan. Motivasi yang bersifat memaksa dan yang
positif merupakan dua pendekatan yang sangat berbeda, akan tetapi dalam
literatur keduanya digunakan untuk menunjukan metode-metode partisipatoris.
Dua model logika yang mendasari strategi partisipatoris itu adalah strategi
efisiensi dan strategi pemberdayaan. Dalam strategi efisiensi pembangunan
melalui kemitraan top down dengan masyarakat (jangkauan ke bawah yang
inklusif). Asumsi normatif dari dalam strategi efisiensi ini masyarakat miskin
harus dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti yang ditentukan oleh
negara. Sedangkan asumsi deduktif dari strategi efisiensi ini mensyaratkan
sebelumnya partisipasi dalam program pembangunan.
Karena itu mereka harus dibuat mampu untuk lebih berpartisipasi lagi.
Asumsi teoritis sebab akibat dari strategi ini; (1) tujuan pembangunan dapat
dicapai secara harmonis dan konflik diantara kelompok-kelompok sosial dapat
diredam melalui pola demokrasi setempat. Karena itu partisipasi masyarakat
setempat adalah mungkin, (2) partisipasi masyarakat berdampak positif terhadap
pembangunan, (3) partisipasi masyarakat merupakan alat efektif untuk
memoblitasi sumber-sumber setempat (manusia dan alam) dengan tujuan
melaksanakan program pembangunan tertentu, (4) kurangnya partisipasi
merupakan suatu ekspresi dari ketidakmampuan untuk berpartisipasi akibat
kurangnya dana, pendidikan, dan sumber-sumber lain, serta tingkat
organisasinya rendah, atau bisa juga berarti bahwa rancangan program kurang
disesuaikan pada kebutuhan kelompok sasaran.
Dalam strategi pemberdayaan pembangunan alternatif yang dirumuskan
oleh masyarakat dan organisasi setempat, (jangkauan ke atas yang integratif ).
Asumsi normatif pada strategi ini adalah masyarakat miskin harus memperoleh
proyek pembangunan yang mereka sendiri tentukan. Asumsi deduktifnya, ini
mengandung arti bahwa masyarakat memiliki kemampuan dan hak untuk
menyatakan pikiran serta kehendak mereka. Asumsi teoritik sebab akibatnya
adalah (1) tujuan pembangunan dapat dicapai secara harmonis dan konflik antar
kelompok-kelompok masyarakat diredam melalui pola demokrasi setempat.

91
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Karena itu partisipasi masyarakat adalah mungkin, (2) pembangunan menjadi


positif bila ada partisipasi masyarakat, (3) pemberdayaan masyarakat merupakan
hal yang mutlak perlu untuk mendapatkan partisipasinya karena pemerintah tidak
akan mengeluarkan biaya untuk pembangunan kesejahteraan yang ditetapkan
oleh masyarakat, kecuali masyarakat itu sendiri memiliki kemampuan untuk
memaksa pemerintahnya.
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti
penolakan (secara internal di kalangan anggota masyarakat itu dan secara
eksternal terhadap pemerintah atau pelaksana proyek). Hal ini menunjukan
adanya struktur sosial yang tidak memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi
(hambatan struktural untuk berpartisipasi) jadi hal ini merupakan konflik sosial
yang harus diatasi melalui musyawarah mufakat atau kompromi atas kebijakan
yang bertentangan itu (menurut Lund, S, 1990: 178-179 dalam Britha Mikkelsen,
2001: 66-68

C. METODE PENELITIAN DAN ALAT ANALISIS


Sasaran utama dari penelitan ini adalah LSM Kompleet, Aparat
pemerintahan desa dan masyarakat Desa Melung. Lokasi penelitian ini adalah
Desa Melung Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan menggunakan teknik pengambilan sample purposive sampling
dan snowball sampling. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini
menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode analisis yang
digunakan adalah menggunakan metode analisis interaktif dan validitas data
dengan menggunakan teknik trianggulasi.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


D.1. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Desa Melung terletak di sebelah barat lereng selatan Gunung Slamet.
Dengan topografi berbukit dengan ketinggian rata-rata 600 m dpl, dan curah
hujan yang cukup besar berkisar antara 2500 – 3000 mm per tahun. Secara
administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten
Banyumas. Desa Melung memiliki 4 (empat) grumbul, yakni Depok, Selarendeng,

92
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Kaliputra, dan Melung. Dari empat grumbul masuk dalam wilayah yang berbatas
langsung dengan hutan damar milik Perum Perhutani.
Desa Melung merupakan desa tepi hutan yang berbasis pertanian. Dengan
luas lahan pertanian (sawah dan perkebunan) hanya 86,525 hektar (ha) atau
34,61%, sumber daya lahan ini harus menghidupi 751 orang pekerja tani
(58,04%) dari total tenaga kerja di Desa Melung. Ini berarti tingkat kepemilikan
lahan atau luas lahan garapan per tenaga kerja pertanian rata-rata sangat
rendah hanya sekitar 0,15 ha.
Dengan beban tenaga kerja yang bergantung pada lahan pertanian yang
sempit ini, wajar jika tingkat ekonomi warga rendah. Terbukti dengan jumlah
keluarga pra sejahtera di Desa Melung mencapai 68,89%. Kondisi demikian
salah satu penyebab sebagian warga menggantungkan hidupnya kepada hutan.
Luas wilayah Desa Melung seluas 250 hektar (ha) terdiri dari sebagian besar
tanah pemukiman seluas 157,29 ha, tanah sawah 61,25 ha. Sisanya difungsikan
untuk perkantoran, sekolah, tempat peribadatan, perkebunan dan sebagainya.
Jumlah penduduk di Desa Melung sebanyak 2041 orang yang terdiri dari
laki-laki sebanyak 1054 jiwa dan perempuan sebanyak 987 jiwa. Sementara dari
segi mata pencaharian masyarakatnya terbanyak adalah buruh tani sebanyak
511 orang, kemudian disusul petani 240 orang, sisanya bermata pencaharian
sebagai pedagang, dan buruh. Sementara PNS hanya sebanyak 5 orang, dan
TNI/Polri sebanyak 2 orang. Sedangkan untuk jumlah penduduk menurut
pendidikan masyarakat Desa Melung memang cukup rendah, karena yang tidak
tamat SD paling besar jumlahnya sekitar 644 jiwa, disusul pendidikan yang
hanya tamat SD sebanyak 615 jiwa, tamat SLTP sebanyak 178 jiwa, sementara
sisanya lulus SMU/SMK dan perguruan tinggi masing-masing sebanyak 50 dan 1
jiwa saja.

2. Profil LSM Kompleet


Sementara itu, LSM yang melakukan pemberdayaan di Desa Melung
merupakan Komunitas Peduli Slamet yang didirikan tahun 2001 sebagai bentuk
konsorsium, sebagai tindak lanjut dari Studi Biodiversity dan Sosial Masyarakat
yang dilaksanakan oleh tiga lembaga yaitu Kappala Indonesia, Kutilang
Indonesian Bird Club, serta Forum Dinamika Kepencintaalaman Purwokerto
(FORDIK) pada tahun 2000.

93
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Komunitas Peduli Slamet (Kompleet) berkedudukan di Kabupaten


Banyumas sudah melakukan program-program seperti studi potensi
keanekaragaman hayati kawasan Gunung Slamet di Tahun 2000 di Dukuh
Kalipagu Desa Ketenger Baturaden Kabupaten Banyumas; Dukuh Kaligua Desa
Pandansari Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes, serta Dukuh Liwung
Desa Kedawung Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal. Yang bekerjasama
dengan Fordik, Kappala Indonesia, Kutilang IBC (anggota konsorsium Kompleet)
didukung oleh Birdlife International.
Kemudian melakukan pameran foto dan diskusi publik keragaman hayati
gunung slamet pada tahun 2001, untuk melakukan kampanye penyelamatan
keragaman hayati di sekitar gunung slamet. Serta presentasi rencana strategis
pengelolaan kawasan gunung slamet untuk menyosialisasikan rencana strategis
dalam upaya perwujudan pengelolaan kawasan gunung slamet yang
berkelanjutan dan berbasis masyarakat kepada pemerintah kabupaten.
Selanjutnya LSM Kompleet juga melakukan pelatihan pertanian organik
untuk mengaplikasikan pola pertanian tradisional untuk pelestarian lingkungan.
Sehingga petani mampu melakukan pengurangan biaya produksi untuk
meningkatkan laba. Serta program konservasi tanaman umbi-umbian untuk
pelestarian keragaman hayati khususnya umbi-umbian, agar penggalian usaha
produktif masyarakat melalui pemanfaatan potensi lokal.

B.2. PEMBAHASAN
Wilayah ini masuk secara administratif terletak di lima kabupaten yaitu
Banyumas, Brebes, Tegal, Purbalingga dan Pemalang. Secara umum, hutan di
sekitar gunung Slamet lebih mirip tipe hutan di jawa bagian barat. Keragaman
habitat yang tinggi mempengaruhi satwa yang ada di kawasan hutan tersebut.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan ekosistem khas langka. Masyarakat desa
yang tinggal di sekitar gunung slamet memiliki pola interaksi yang khas karena
cenderung mengelompok dan ada hal-hal yang dianggap tabu, ketika hutan
dibuka untuk daerah pemukiman. Adapun pemanfaatan sumber daya alam
terutama kayu digunakan hanya untuk memenuhi kepentingannya sendiri dan
pantang untuk memperjual-belikannya.
Pentingnya perawatan dan pengelolaan hutan sebagai tujuan untuk
menjaga kelestarian serta upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

94
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Beberapa desa yang terletak di daerah atau kawasan gunung slamet adalah
Desa Guci, Pandansari, Kalikidang, Binangun, Sunyalangu, Melung.

1. Hubungan Perhutani, Masyarakat dan Pemerintah Desa Melung


Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani yang bekerja di
sawah, dan menggarap lahan yang dikelola oleh Perhutani. Desa Melung
berbatasan dengan hutan namun keberadaan hutan kurang begitu dirasakan
manfaatnya karena pemanfaatannya terbatas pada hutan damar yang dikelola
Perhutani. Sedangkan untuk hutan-hutan yang tidak ditanami pohon damar
kurang begitu diperhatikan. Perhutani lebih memperhatikan tanaman ini untuk
kepentingan bisnisnya. Namun masyarakat menganggap tanaman damar terlalu
menyerap banyak air. Masyarakat berharap ada tanaman buah atau tanaman
lain yang juga dikelola dengan baik.
Manfaat hutan yang begitu luas kurang begitu dirasakan oleh warga
masyarakat desa terutama dalam peningkatan kesejahteraan. Karena tanaman
damar yang diperintahkan Perhutani biaya penanamannya ditanggung warga,
namun keuntungannya tidak dibagikan Perhutani kepada masyarakat.
Permasalahan tersebut Perhutani hanya memanfatkan warga Desa Melung
tanpa diberi hak dan keuntungan dari bisnisnya tersebut sebagai pihak Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
Padahal jika dikelola dengan baik desa yang kaya dengan sumber daya
alam dan dikenal sebagai kawasan argowisata, mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sehingga diperlukan hubungan yang akomodatif
antara ketiganya dalam upaya pemanfaatan dan pelestarian hutan.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan tidak begitu bermasalah
karena sampai sekarang adanya kerusakan hutan bukan disebabkan oleh
masyarakat tapi lebih didominasi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Desa Melung mengalami beberapa permasalahan diantaranya
terjadinya perubahan sistem tanam tradisional ke arah yang lebih modern.
pemanfaatan hutan hanya pada hutan produksi.
Ada beberapa hal yang sifatnya kontradiktif, hutan damar yang tersisa
hanya di daerah Cendana dan sekitar pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Hutan
produksi keadaannya memprihatinkan karena sering ditebang sehingga terjadi
penggundulan hutan.

95
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Situasi yang kontradiktif dianggap sebagai “permainan” yang dilakukan


pihak yang berkepentingan, karena pengelolaan hutan damar yang dilakukan
oleh masyarakat dianggap tidak menguntungkan. Sehingga masyarakat
berinisiatif untuk mengganti tanaman damar tersebut dengan tanaman lain yang
tidak mengurangi debit air tanah.
Penggantian tanaman sudah dilakukan bersama pihak Perhutani pada awal
Agustus 2004. Dalam dialog tersebut diperoleh beberapa kesepakatan namun
ada yang belum disepakati yaitu tentang peraturan jarak tanam. Ada keinginan
dari masyarakat terutama tentang hak waris pengelolaan lahan kontrakan. Hal
tersebut dilakukan agar menghindari terjadinya pola jual beli hak garap secara
illegal oleh beberapa oknum petani hutan dan bisa untuk segera ditindaklanjuti.
Adapun usulan jarak taman yang diinginkan oleh petani adalah 6 x 12 meter
namun usulan ini ditolak oleh perhutani. Pihak Perhutani pernah mengajak
masyarakat Desa Melung unutk menyepakati program PSHD, akan tetapi
program tersebut hanya disinyalir sebagai formalitas atau kewajiban administratif
Perhutani yang merupakan penawaran proyek saja.
Selain permasalahan diatas, di Desa Melung terdapat areal persawahan
yang luasnya sekitar 5 ha adalah tanah yang terletak di sekitar PLTA namun
tanah ini tidak dimanfaatkan. Sebagian masyarakat ada yang dirugikan dengan
adanya perubahan fungsi dari lahan basah ke lahan kering. Adanya penggunaan
areal sawah yang dijadikan PLTA mengakibatkan daerah tersebut mengering.
Adanya PLTA telah mengurangi pendapatan petani karena selain lahannya
mengering sebagian masyarakat belum bisa menikmati jaringan listrik.
Selain terganggu oleh PLTA, masyarakat terganggu oleh pembangunan
bendungan Watupala. Bendungan ini terletak di sungai Banjaran, Grumbul
Selarendeng, Melung. Adanya manfaat dari bendungan bukan dinikmati oleh
warga Melung tetapi daerah di bawahnya seperti Desa Kutaliman, Keniten, Beji,
Kebeseran, dan Kedung Banteng. Warga Melung sangat membutuhkan
bendungan terkait dengan kondisi pertanian desa mengandalkan sawah tadah
hujan.

2. Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Di Desa Melung


LSM Kompleet aktif dalam kegiatan pemberdayaan terutama pada
masyarakat yang berada di sekitar gunung slamet. Pemberdayaan masyarakat
oleh LSM ini merupakan cara untuk membangkitkan dan memusatkan daya

96
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

masyarakat. Pemberdayaan tidak berarti memberikan kekuatan kepada


masyarakat, melainkan mengelola potensi yang sudah dimiliki tetapi belum
diberdayakan menjadi kekuatan sehingga dapat tercapainya hasil yang
diinginkan. LSM Kompleet aktif berdikusi dengan masyarakat terutama dengan
melakukan program-program pendampingan bersama masyarakat karena LSM
ini sifatnya menjembatani hubungan antara masyarakat, Perhutani, dan
pemerintah desa.
Sebelum turun ke masyarakat, LSM berdiskusi untuk proses awal dalam
perencanaan. Karena dalam pemberdayaan yang terkadang identik dengan
pembangunan akan melalui tahap-tahap perencanaan, implementasi, monitoring,
serta sasaran yang menjadi objek pemberdayaan dengan melakukan analisa-
analisa terutama metode yang akan digunakan dalam proses pemberdayaan.
Metode itu sering kali dengan melakukan metode SWOT.
Dengan metode ini akan terlihat upaya yang dilakukan untuk merubah
kelemahan menjadi kekuatan :
(1) mengubah pemahaman perspektif kultural (senioritas), melalui capacity
building, (2) ada mekanisme yang jelas, melalui penjadwalan dan komunikasi, (3)
renstra diperjelas dan dipersempit, dengan menyesuaikan kondisi objektif, (4)
membuat fund raising (usaha-usaha mandiri) dengan menciptakan usaha-usaha
mandiri, (5) menyusun pola relasi dengan FORDIK yang jelas dengan turut
mendinamiskan kegiatan-kegiatan FORDIK, melalui konsolisasi, (6) menyusun
mekanisme yang jelas, melalui konsolidasi, (7) Membuka akses melalui
konsolidasi, (8) membuat sebuah sistem kaderisasi dan regenerasi yang jelas,
dengan diawali melakukan upaya konsolidasi, (9) menambah SDM melalui pola-
pola kaderisasi, (10) membuat sistem dokumentasi, dengan membuat sistem
dokumentasi yang jelas, capacity building, (11) pembuatan sistem monitoring dan
evaluasi melalui konsolidasi, (12) menyusun Renstra lembaga,(13) peningkatan
kapasitas SDM secara rutin, melalui pelatihan
Upaya yang dilakukan untuk merubah ancaman menjadi peluang seperti
memperjelas status lembaga dengan menyusun mekanisme dan status
kelembagaan yang jelas, dan menjaga hubungan dengan tetap menegakan
posisi, melalui komunikasi
Ternyata yang tertarik dengan program pemberdayaan oleh Kompleet
hanya sebagian kecil masyarakat, karena masyarakat lebih menyukai hiburan di
rumah, sementara budaya bermusyarawah di kalangan masyarakat sudah luntur.

97
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Dalam tataran implementasi program, Kompleet sering mengadakan


diskusi secara kultural. Program tersebut, merupakan program yang tertulis dan
berhasil diimplementasikan. Program Kompleet hampir sebagian besar
bentuknya diskusi bukan penyuluhan, untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat. Namun upaya ini dirasakan lebih efektif dibandingkan penyuluhan.
Bahkan Kompleet memfasilitasi diskusi publik antara masyarakat yang
berada di sekitar gunung slamet Stakeholder (pemegang kebijakan). Diskusi ini
dilakukan untuk melihat posisi tawar masyarakat desa dalam pembangunan
daerah menuju kemandirian desa. Upaya semacam ini mampu memberikan
pendidikan kepada masyarakat serta mencoba melakukan komunikasi dengan
pemerintah karena diskusi tersebut, setidaknya dihadiri oleh para anggota DPRD
dan LSM-LSM lainnya sehingga aspirasi masyarakat bisa terrealisasikan karena
ada komunikasi dengan pemerintah. Dalam implementasi program-program yang
sudah ada, maka diperlukan partisipasi masyarakat. Menyangkut partisipasi akan
berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat terhadap suatu program
pembangunan, maka akan semakin besar pula tingkat partisipasi yang muncul.
Sebagai salah satu perwujudan untuk mengakomodasi kepentingan para
petani maka dibuatlah semacam kelompok paguyuban. Paguyuban di Desa
Melung tersebut bernama Pager Gunung. Ruang geraknya berkecimpung di
sekitar pertanian khususnya hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan hutan.
Munculnya kata Pager Gunung merupakan semangat dari warga masyarakat
Melung yang ingin melestarikan sumber daya hutan sebagai sumber
penghidupan dan menjaga dari gangguan dari oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. LSM Kompleet perannya sangat besar dengan membangun
paguyuban tersebut, agar masyarakat diberi penyadaran untuk melestarikan
hutan. Tujuan atau hasil akhir (output) pemberdayaan adalah kemandirian
masyarakat. kemudian proses pemberdayaan berakar pada individu yang
kemudian meluas ke keluarga, kelompok masyarakat, baik di tingkat lokal
maupun nasional.
Seperti halnya LSM-LSM lainnya yang melakukan pemberdayaan di dalam
masyarakat sering menghadapi kesulitan. Kurangnya SDM Kompleet yang
terlibat menjadi keterbatasan untuk melakukan pemberdayaan secara penuh,
kemudian keterbatasan dana menjadi masalah utama yang dihadapi LSM ini.
Rendahnya imbalan yang diterima dan sedikitnya tenaga sukarela dapat

98
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

mengakibatkan lemahnya kontrol dan berkurangnya disiplin dan etos kerja. Hal
ini menjadi masalah intern organisasi.

3. Partisipasi Masyarakat Desa Melung Dalam Program Pemberdayaan


Partisipasi masyarakat Desa Melung dalam pembangunan telah dijamin
melalui ketetapan UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal 8 disebutkan peran
masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab
masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih.
Partisipasi biasanya diidentikkan dengan kepentingan. Artinya, semakin tinggi
atau besar kepentingan masyarakat terhadap suatu program maka akan semakin
tinggi pula partisipasi masyarakat.
Hingga saat ini partisipasi hanya dimaknai sebatas seberapa besar
masyarakat ikut andil dalam hal pembiayaan pembangunan tanpa adanya
pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pengawasan, serta evaluasi
pembangunan. Meski adanya anggapan bahwa warga desa memiliki
pengetahuan dan pendidikan rendah, namun bukan berarti tidak adanya
partisipasi masyarakat. Swadaya dari masyarakat sangat penting, karena
pemerintah daerah tidak terlalu memperhatikan kondisi ekonomi desa dan selalu
menyamaratakan seluruh desa di Banyumas, ketika akan mendapatkan bantuan
pembangunan desa. Sebaiknya pemerintah harus melalui pertimbangan dan
perencanaan yang jelas terhadap desa-desa yang perekonomian masyarakatnya
lemah.
Padahal aturan ini sudah diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68
Tahun 1999 yang menjamin masyarakat akan akses informasi apapun seringkali
membuat perencanaan pemerintah dalam penyerapan partisipasi masyarakat
gagal diwujudkan. Untuk melihat sejauh mana masyarakat desa yang berada di
kawasan sekitar gunung slamet.,
Dengan adanya LSM Kompleet dengan mengadakan pelatihan PRA
(Partisipatory Rural Approach). Setidaknya kegiatan tersebut bisa menyerap
aspirasi masyarakat, karena secara tidak langsung masyarakatlah yang menjadi
pelaku dalam menggali potensi yang ada pada diri mereka.
Rembugan, rerasan atau gendhu-gendhu rasa adalah salah satu contoh
perwujudan yang membudaya di Banyumas, bagaimana masyarakat desa
menyampaikan aspirasinya. Budaya-budaya seperti ini perlu terus ditingkatkan

99
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

melalui forum-forum kultural. Apalagi budaya masyarakat desa masih terkenal


dengan guyub rukun maka akan semakin memudahkan pihak-pihak yang akan
melakukan pemberdayaan.
Adapun pihak dari masyarakat sendiri masih ada beberapa hambatan
dalam keikutsertaannya dalam kegiatan. Hal inilah yang menjadi evaluasi dari
program-program yang implementasinya tidak bisa berjalan. Adapun hambatan
hambatan tersebut antara lain :
1. Kurangnya wawasan dan pendidikan masyarakat akibat minimnya akses
informasi serta kebiasaan pembangunan daerah yang tidak melibatkan
warga masyarakat.
2. Kelembagaan masyarakat yang masih lemah seperti organisasi
kepemimpinan meskipun organisasi-organisasi kelembagaan sudah ada,
namun keberadaannya belum mampu menyentuh peran partisipasi pada
level masyarakat yang paling bawah.

E. PENUTUP
Desa Melung yang secara geografis terletak di dekat hutan sehingga
masyarakat desa tersebut disebut sebagai masyarakat desa hutan. Desa Melung
sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani khususnya
petani hutan. Dalam melakukan pemberdayaan selain dilakukan oleh pemerintah
desa juga dilakukan oleh LSM Kompleet ( Komunitas Peduli Slamet). Kompleet
sendiri berperan lebih kepada penjembatan antara masyarakat, pemerintah desa
dan Perhutani dalam menyelesaikan masalah-masalahnya misalnya dengan
melakukan diskusi-diskusi baik yang sifatnya formal maupun informal yang lebih
lepada forum-forum kultural.
Namun dalam pelaksanaan program masih banyak kendala yang dihadapi
terutama terkait dengan partisipasi masyarakat. Memang banyak masyarakat
Desa Melung yang hadir sering hadir dalam forum-forum diskusi atau pada saat
pelaksanaan program namun kecenderungan dari mereka sedikit yang
mengemukakan aspirasinya, kebanyakan mereka hanya datang sebagai
pendengar. Hal inilah yang sangat perlu dioptomalkan agar pendidikan yang
sifatnya partisipatoris bisa terwujud dan diharapkan diawali dari masyarakat
bawah. Antara pemerintah desa dan warga Desa Melung sudah ada hubungan
yang akomodatif sehingga ini menjadi nilai lebih dan kemudahan dalam
mewujudkan hubungan yang sinergis dalam pemberdayaan.

100
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Kendala yang dihadapi oleh LSM karena kurangnya tenaga yang ikut
menggerakkan program-programnya. Namun partisipasi masyarakat Desa
Melung sudah bisa dikatakan cukup baik meskipun belum optimal.

101
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.
Clark, John. 1995. NGO Dan Pembangunan Demokrasi. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Gaffar, Affan. 2002. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokratisasi.
Yogyakarta: Pustaka Utama.
Heyzeert Noeleen, James Ryker and Antonio B. Quizon. Ed. 1995. Government-
NGO Relations in Asia, Prospects and Challenges For People Centered
Development. Kuala Lumpur: Asian Pasific Development Center.
Maschab, Mashuri. 1992. Pemerintahan Desa Di Indonesia. PAU Studi Sosial.
Yogyakarta: UGM Press.
Mikkelsen, Britha. 2001. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
Milles, Matthew dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI-Press.
Moleong, Lexi J. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Rosda
Karya.
Prijono, Onny S. dan Pranarka, A.M.W. 1996. Pemberdayaan Konsep, Kebijakan
Dan Implementasi. Jakarta.
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian. Yogyakarta: UGM
Press.
James, Ryker V. 1995. “Contending Perspectives for Interpreting Government-
NGO Relations in South and Southeast Asia: Constraint, Challenges
and the Search for Common Ground in Rural Development”, In Noleen
Heyzer, James V. Ryker and Antonio B. Quizon, Government-NGO
Relations in Asia (Kuala Lumpur, Malaysia APDC)
Surianingrat, Bayu. 1976. Tata Pemerintahan Desa Dan Kelurahan. Bandung:
Aksara Baru.
Surbakti, A. Ramlan. Himpunan Teori-Teori Politik. Untuk Kalangan sendiri (FISIP
Unair: Surabaya).
Widjaja, HAW. 2003. Pemerintahan Desa / Marga Berdasarkan UU No. 22 Tahun
1999. Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

102
Peran LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus Peran LSM Kompleet Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Melung Kabupaten Banyumas)(Taufik Nurohman)

Wiradi, Gunawan. 1988. “Mengenal Desa Dan Perkembangannya Secara


Selayang Pandang”. Makalah Pada Seminar Desa Dalam Perspektif
Sejarah-Diselenggarakan oleh PAU Studi Sosial UGM. 10-11 Februari
1988. Yogyakarta.
Yujiro, Hayami Dan Masao Kihuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa : Suatu
Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan Di Asia.
Yogyakarta: YOI
Sumber Lain:
Kuncoro, Bambang. 2004. Diktat Kuliah Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Purwokerto.Fisip UNSOED
_______. 2005. Catatan Proses : Penyusunan Rencana Strategis Program
Pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Slamet. Kompleet. Purwokerto
Pinggir Alas. Edisi ketiga Tahun 2005.

103

You might also like