Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

TA’LIM : Jurnal Studi Pendidikan Islam Vol.6 No.

1 Januari 2023

EKSISTENSI GERAKAN ISLAM WAHABI DI INDONESIA

Received: Revised: Accepted:

Muhamad Riki1, Nur Fatah2, Deni Iftikhar Ibnu Eldar3


UIN SAIZU
muhamadriki925@gmail.com, nurfatah177@gmail.com, deniift08@gmail.com

Abstract
The widespread of Islam in the present era is inseparable from threats that
want to degrade world peace, especially Indonesia. This is proved by the emergence
of radical Islamic movements. One of these movements is the Wahhabi Islamic
movement. This study aims to clearly reveal the existence of the Wahhabi Islamic
movement in Indonesia. This research is a qualitative research using literature study
method. The results of this study indicate that the Wahhabi Islamic movement in
Indonesia is still developing, although in a closed manner. In fact, missionaries from
this sect are aggressive in carrying out their actions in preaching in several regions
in Indonesia. Moreover, at this time the phenomenon of hijrah was emerging which
was carried out by a number of Indonesian celebrities who were allegedly part of the
campaign action of the Wahhabi Islamic Movement. As Indonesian citizens who
uphold the value of pluralism, it is our duty to maintain harmony both within same
groups or another groups of religion. One way is to have a deeper understanding of
the existence of radical Islamic movements in Indonesia. Therefore, it can be
concluded that Wahhabism in Indonesia still exists today with its extreme ideas. By
writing this article, it is hoped that it can become a source of knowledge to add insight
into radicalism movements, one of which is Wahhabism.

Keywords: Wahhabism, Radical Islam, Existence of Wahhabism

Abstrak
Penyebaran agama Islam yang semakin luas di era sekarang tidaklah lepas
dari adanya ancaman-ancaman yang ingin mendegradasi perdamaian dunia
khususnya Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya gerakan Islam
radikalisme. Salah satu dari gerakan tersebut adalah gerakan Islam Wahabi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap keberadaan gerakan Islam Wahabi di
Indonesia secara gamblang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
gerakan Islam Wahabi di Indonesia masih berkembang walaupun secara tertutup.
Bahkan misionaris dari aliran ini gencar dalam melakukan aksinya dalam berdakwah
di beberapa wilayah di Indonesia. Terlebih lagi saat ini muncul fenomena hijrah yang
dilakukan oleh sederet selebritas tanah air yang disinyalir merupakan bagian dari aksi
kampanye Gerakan Islam Wahabi. Sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung

1
UIN SAIZU
2
UIN SAIZU
3
UIN SAIZU
nilai pluralisme, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk menjaga kerukunan baik
dalam golongan maupun antar golongan. Salah satu caranya adalah dengan
memahami lebih dalam mengenai keberadaan gerakan-gerakan radikal Islam di
Indonesia. Maka dapat disimpulkan bahwa aliran Wahabisme di Indonesia masih
eksis sampai sekarang dengan pokok pemikirannya yang ekstrem. Dengan ditulisnya
artikel ini, diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan untuk menambah wawasan
tentang gerakan radikalisme yang salah satunya adalah Wahabi.

Kata Kunci: Wahabisme, Islam Radikal, Eksistensi Wahabi


PENDAHULUAN
Penyebaran agama Islam yang semakin luas di era sekarang tidaklah lepas dari
adanya ancaman-ancaman yang ingin mendegradasi perdamaian dunia. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya gerakan-gerakan Islam radikalisme yang semakin hari
semakin bermunculan. Radikalisme di dunia Islam bukanlah sebuah fenomena yang
tidak terduga. Fenomena ini lahir dari situasi politik, ekonomi dan sosial budaya yang
mana pendukung gerakan tersebut memiliki tujuan untuk meminggirkan umat Islam
yang sesungguhnya.4 Dalam dimensi politik misalnya, gerakan-gerakan militan yang
ada cenderung menekankan penerapan syariat Islam karena ingin menegakan daulah
Islamiyah khususnya di Indonesia.5
Munculnya kelompok-kelompok keras atau radikal tersebut tidak lepas dari
dua sebab utama, yaitu: Pertama, orang-orang yang menghina Islam ini mengalami
semacam kekecewaan dan keterasingan karena umat Islam tertinggal jauh “di
belakang” kemajuan peradaban Barat dan infiltrasi budayanya dengan segala
dampaknya. Tidak dapat mengimbangi pengaruh materialistis dari budaya Barat,
mereka kemudian menggunakan kekerasan untuk menghentikan serangan
materialistis dan intervensi Barat.6 Selain itu, dalam konteks agama Islam salah satu
penyebab munculnya gerakan radikalisme adalah karena adanya kesalahpahaman
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dan hadist.
Gerakan-gerakan yang memiliki penafsiran keliru tersebut amatlah banyak
salah satunya adalah Gerakan Wahabi. Wahabi merupakan sebuah paham atau aliran
yang tidak setuju dengan seluruh amalan dan ajaran yang berbau bid’ah.7 Adapun
yang dimaksud dengan bid’ah dalam sudut pandang paham ini diartikan sebagai
praktik-praktik keagamaan yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam Al-
Qur’an dan Hadist. Aliran ini didirikan oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab pada

4
Muhammad Harfin Zuhdi, “Radikalisme Agama dan Upaya Deradikalisasi Pemahaman
Keagamaan” dalam Jurnal AKADEMIKA, Vol. 22, No.1 (Mataram: AKADEMIKA, 2017), hlm. 206.
5
Priyantoro Widodo dan Karnawati, “Moderasi Agama dan Pemahaman Radikalisme di
Indonesia”, dalam Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, Vol. 15, No.2 (Semarang: PASCA,
2019), hlm. 12.
6
Zuhdi, loc. cit. hlm. 207.
7
Baiq Pransiska Ayu Julian Tari Dewi, Abdurrahman, dan M. Zainul Asror, “Jamaah Wahabi dan
Kohesi Sosial Masyrakat”, dalam Jurnal SOLIDARITY, Vol. 9, No. 1 (Semarang: SOLIDARITY, 2020),
hlm. 800.
tahun 1703-1791. Gerakan Wahabi dikenal sebagai sekte ekstrem yang tidak segan
dalam bertindak keras terhadap hal-hal yang dianggapa tidak sesuai dengan ajaran
Al-Quran dan Hadist.8
Di Indonesia, aliran Wahabi mulai berkembang sejak akhir abad ke-18. Adapun
aliran ini pertama kali mempengaruhi kaum Paderi di Sumatera.9 Hal tersebut
berawal ketika ada 3 orang kaum paderi yang bernama Hadji Miskin, Hadji Sumanik
dan Hadji Piabang. Ketiga orang tersebut berangkat ke Makkah guna menunaikan
ibadah Haji dan disanalah mereka mendapatkan sebuah pencerahan diskursif saat
kota tersebut mengalami perubahan politik dikarenakan adanya serangan Wahabi.
Dengan kembalinya mereka dari Makkah, mereka mulai mempraktikan ajaran
Wahabi di Indonesia. Para mengikut wahabisme sangatlah keras dan intoleran
dengan hal-hal yang berbau bid’ah dan sesuatu yang tidak murni.10
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap keberadaan Gerakan Islam Wahabi
serta ajarannya yang dianggap sebagai praktik radikalisme di Indonesia. Hal ini
dikarenakan dalam praktiknya, Gerakan Wahabi amatlah keras dan kaku sehingga
menimbulkan pertentangan dan konflik baik antar sesama golongan di dalam agama
Islam maupun dengan golongan agama lain. Maka dari itu, dalam penilitian ini akan
dijelaskan secara kompleks dan komprehensif tentang sejarah Gerakan Islam Wahabi
dan eksistensinya di Indonesia.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini metode kajian pustaka. Data di dalam penelitian ini dikumpulkan
dari beberapa artikel jurnal dan e-book yang diperoleh melalui website google
scholar dan ProQuest. Pencarian sumber pustaka dilakukan dengan mencantumkan
kata kunci “Gerakan Wahabi”, “Radikalisme Islam”, dan “Popularitas Wahabi”.
Setelah mengumpulkan sumber yang relevan, abstrak dari sumber tersebut diulas dan
dikaji kesesuaiannya dengan topik yang akan dibahas pada penelitian ini. Sumber
dengan topik yang relevan kemudian diseleksi dan dijadikan acuan dalam penulisan
artikel ini.

8
Arthur Aritonang, “Bangkitnya Islam Radikal dan Nasionalisme: Studi Tentang Gerakan Islam
Wahabi”, dalam Jurnal EFATA, Vo. 6, No. 2 (Jakarta: EFATA, 2020), hlm. 50.
9
Ibid.,
10
Dewi, Abdurrahman dan Asror, loc.cit, hlm. 800
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Wahabisme: Latar Belakang Kemunculannya
Aliran Wahabi pertama kali didirikan oleh Muhammad ibn Abdul Wahab
(1803-1791) yang merupakan seorang pengikut dari Ahmad Ibn Hanbal. Wahab
kecil lahir di daerah Najd, sebuah daerah yang terletak di bagian Timur Saudi
Arabia.11 Dia lahir ditengah-tengah keluarga yang memiliki latar belakang
religious yang kental. Kakeknya merupakan seorang ulam Najed yang ternama,
yakni Sulaiman bin ‘Ali yang mana memiliki jabatan sebagai seorang Qadhi di
sebuah daerah yang Bernama Raudhah Sudair. Dari segi ekonomi, keluarga
Muhammad Ibn Abdul Wahab dianggap sangatlah mapan dan terpandang karena
ayah dan kakeknya merupakan seorang Qadhi atau yang bias kita sebut sebagai
hakim agama.12 Setelah beranjak dewasa, Muhammad Ibn Abdul Wahab diajak
oleh ayahnya untuk pergi menunaikan Haji di kota Makkah dan melanjutkan
menimba ilmu disana. Setelah selesai menuntut ilmu, Muhammad Ibn Abdul
Wahab mulai melakukan dakwah dengan membawa pemikiran-pemikiran yang
dianggap sebagai madzhab baru oleh beberapa kelompok. Akan tetapi,
pemikiran-pemikirannya mendapat kecaman keras dari Ayah dan guru-gurunya,
sehingga madzhab barunya tidak terlalu menyebar luas sampai ayahnya wafat
dan barulah aliran ini semakin menyebar luas.13
Pada awal munculnya, aliran ini memang sudah dikenal sebagai sekte atau
golongan yang ekstrem dan keras. Hal tersebut terus diperlihatkan oleh para
pengikutnya yang setia. Mereka tidak segan melanggar norma kemanusiaan
untuk menegakan panji ajaran yang mereka percayai. Adapun, aliran ini selalu
melancarkan jihad keagamaan dengan siapa saja yang tidak setuju dengan
pemahaman tauhid mereka. Mereka kemudian menganggap orang-orang yang
tidak memahami ajaran mereka sebagai orang yang murtad atau orang yang
keluar dari agama Islam. Sejarah aliran ini sangat kental dengan kekerasan,
penganiayaan dan pembunuhan yang terjadi di wilayah-wilayah yang mereka
datangi. Bahkan mereka dengan tega berani menghancurkan makam-makam

11
Aritonang., loc. cit, hlm. 50
12
Abdullah ash-Shalih al-Utsaimin, Tarikh al-Mamlakah al-Arabiyah as-Su’udiyah, (Saudi
Arabia: Attiba’ah Assuudiyah, 2011), hlm. 65.
13
Shaib Abdul Hamid, Al Wahhabiyah Fi Surotihal Haqiqiyah, (Beirut: Al Gadir Liddirosat Wan
Nasyr, 1995), hlm. 12-13.
yang kerap kali dikunjungi oleh orang-orang untuk berziarah. Pemurnian ajaran
yang dilakukan oleh aliran ini amatlah sangat menyiksa karena dilakukan dengan
cara-cara yang keliru. Peristiwa penghancuran makam dan pembunuhan tersebut
dilakukan setelah aliran ini menaklukan kota Makkah dan Madinah. Akan tetapi,
aliran ini pada akhirnya berhasil memberantas hal-hal yang dianggap haram oleh
ajarannya walaupun dengan kekerasan yang amat sangat kejam. Orang-orang
yang wilayahnya dimasuki oleh aliran ini kerap kali merasa tidak terima dengan
perlakuaan yang ditujukan kepada mereka oleh aliran Wahabi. Namun demikian,
mereka tidak sanggup untuk mengalahkan aliran ini, sehingga paham Wahabi
semakin hari semakin menyebar luas ke berbagai daerah di wilyah Arab. Mereka
mahkan menguasai dunia perpolitikan dan pemerintahan.14
Paham Wahabi muncul ke permukaan tidaklah terlepas dari pemikiran
Syekh Ibnu Taimiyah dan muridnya yaitu Ibnu Qayyim. Hal tersebut dibuktikan
dengan ajaran yang ada di paham Wahabi. Pendiri Wahabi sangatlah terpengaruh
dengan pemikiran kedua tokoh tersebut. Terlebih lagi dakwah yang dilakukan
oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab pada kisaran abad ke-12 Hijriah merupakan
keberlanjutan dari dakwah syekh Ibnu Taimiyah yang sudah ada sejak abad 7 dan
8 Hijriyah. Hal tersebut divalidasi dengan adanya penuturan secara langsung oleh
para ulama-ulama Najd dan salah satu anak keturunannya yaitu Abdurrahman bin
Abdul Latif al-syekh. Walaupun demikian, Syekh Ibnu Taimiyah tidak seutuhnya
ditafsirkan identik sama dengan kaum Wahabi. Hal tersebut karena gerakan
Wahabi sendiri bukanlah gerakan yang benar-benar sepenuhnya sama persis
dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Syekh Ibnu Taimiyah.15
Ada beberapa dasar pemikiran Syekh Ibnu Taimiyah yang memiliki
pengaruh terhadap pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab, pemikiran-
pemikiran yang mirip diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Berpedoman kepada Al-Quran dan Hadist sebagai satu-satunya
sumber pertama dalam syariat

14
Einar M. Sitompul, “Dinamika Islam Indonesia: Model Perjumpaan dengan Umat Islam”, dalam
Misi Baru dalam Kemajemukan Teologi Lintas-Iman dan Lintas-Budaya Buku Penghormatan 80 Tahun
Prof. Dr. Olaf Schumann, (Tomohon: UKIT, 2018), hlm. 12-13.
15
Abdul Basit, “Muhammad bin Abdul Wahhab: Pemikiran Teologi Dan Tanggapan Ulama
Mengenai Pemikirannya”, dalam Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan,(Banten: TAZKIYA,
2018), Vol. 19 No. 2, hlm. 52-67.
b. Mengingkan pemurnian tauhid dengan cara mengajak semua orang
muslim untuk kembali kepada ajaran-ajaran Islam di awal agama
tersebut berdiri.
c. Bersikukuh memegang apa yang dilakukan oleh para imam mujtahid
dan salaf as-shalih.
d. Membasmi bid’ah atau hal yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran
Islam yang murni yang tersebar [ada waltu itu karena ketidaktahuan
dan ketertinggalan, misalnya seperti: Menziarahi makam-makam
yang dianggap keramat dan meminta hajat mereka untuk dikabulkan.
e. Meninggalkan dakwah untuk mengikuti kebenaran yang dianggap
paling adil.
Tidak hanya itu, aliran Wahabi juga tidak setuju dengan ulama-ulama
yang mempercayai perantara (tawassul). Dalam aliran ini, yang dinamakan
ibadah adalah segala hal yang berikatan erat dengan segala tindak dan tutur kata
secara lahir maupun batin yang diperintahkan oleh Tuhan. Pendiri aliran ini
sendiri juga menuliskan dan menjelaskan bahwa meminta pertolongan kepada
hal-hal yang dikeramatkan merupakan sebuah Tindakan syirik atau
menyekutakan Tuhan. Hal ini secara tidak langsung menegaskan bahwa tidak ada
pertolongan atau tempat untuk berlindung kecuali kepada Tuhan.16 Kegiatan-
kegiatan bertawasul kepada orang-orang suci yang sudah meninggal dunia adalah
hal yang dilarang oleh ajaran Islam. Bahkan menjadikan nabi sebagai
perantarapun juga tidak dapat dilakukan karena nabi sendiri dianggap tidak bisa
memberi petunjuk kepada orang-orang yang beliau kehendaki untuk masuk ke
dalam agama Islam tanpa adanya kehendak Tuhan.17
Beberapa hal lain juga menjadi sesuatu yang dianggap menjadi masalah
salah satunya yaitu “bid’ah”. Menurut aliran Wahabi, bid’ah merupakan
kegiatan-kegiatan atau perilaku yang tidak memiliki dasar pada Al-Qur’an
maupun hadist Nabi. Kemudian, doktrin yang dibawa salah satunya juga adalah
masalah taklid dan ijtihad. Kelompok ini memandang bahwa Tuhan

16
J. Esposito, Wahabiyyah, terj. Ayman Ay-Yassini (Bandung: Mizan, Jilid 6, 2001), hlm. 143-
144
17
Imam Hendriyadi Syarqawi, “Wahabisme: Gerakan Revivalist Islam”, dalam Jurnal Pendidikan
dan Pemikiran Islam (Sumenep: TAFHIM ‘ILMI, 2020), hlm. 329.
memerintahkan manusia hanya untuk beribadah dan mematuhi-Nya serta juga
untuk mengikuti ajaran-ajaran yang telah diperbuat oleh Rasulullah.18
Kaum Wahabi beranggapan bahwa, kaum muslimim diharuskan kembali
kepada ajaran Islam yang dianggap murni, simpel dan lurus yang mana dipercaya
dapat secara menyeluruh mengimplementasikan praktik ritual keagamaan yang
benar. Ajaran-ajaran keagamaan dipandang dan didefinsikan secara sempit oleh
kaum Wahabi ini. Pemimpin golongan ini yaitu Muhammad Ibn Abdul Wahhab
menyatakan dan menekankan bahwa tidak ada jalan yang berada di tengah-
tengah bagi seorang muslim untuk dikatakan sebagai orang yang beriman atau
tidak. Kemudian, apabila ada salah satu orang Islam yang tidak beriman maka
secara terang-terangan dianggap kafir oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab ini.
Golongan Wahabi ini menghalalkan berbagai cara supaya orang-orang muslim
kembali memeluk ajaran-ajaran Islam yang murni seperti ajaran Islam pada masa
Nabi. Dengan demikian, mereka melakukan gerakan permunian Ajaran Islam
secara berkala dan terus menerus.19
B. Pemurnian Ajaran Islam oleh Aliran Wahabisme
Aliran Wahabisme menyatakan bahwa mereka merupakan bagian dari
golongan Salafi yang mengikuti ajaran Islam yang murni dan secara menyeluruh
dengan mengaju kepada Al-Quran dan Sunah sebagai dalil yang mereka gunakan
ketika melaksanakan perbuatannya. Paraa ulama dari golongan ini secara
konsisten terus melakukan beberapa pembaharuan keagamaan dengan cara
pembersihan ajaran yang ada di dalam Islam. Mereka khusunya berfokus pada
pembaharuan ajaran pada bidang tauhid. Kemudian, aliran ini juga berusaha
untuk menyingkirkan kepercayaan-kepercayaan lokal yang ada di dalam suatu
masyarakat.20
Gerakan pembersihan yang dilakukan oleh alirah Wahabi sangatlah ketat,
kaku, dan kasar. Mereka tidak mau menerima sesuatu yang haq dari sumber lain
di luar Islam bahkan termasuk sumber dari adat dan budaya setempat atau
kearifan lokal. Segala sumber yang dianggap tidak sesuai dengan kriteria mereka

18
Ibid.,
19
Ayu Juniarti, H. Abubakar dan HM Suryanti, “Menelisik Isu Wahabi di Muhammadiyah Tahun
2012-2018”, dalam Jurnal Studi Keislaman, (Palangkaraya: Syams, 2021), hlm. 1-16.
20
Saipul Hamdi, “De-Kulturalisasi Islam dan Konflik Sosial Dalam Dakwah Wahabi di
Indonesia”, dalam Jurnal Kawistara, (Yogyakarta: KAWISTARA, 2019), hlm. 164-163
tidak dimasukan kedalam sumber-sumber yang shahih. Hal tersebut mereka
lakukan karena mereka percaya bahwa sumber yang tidak sesuai tersebut dapat
berpotensi menimbulkan hal-hal sesat dan menuju pada kekafiran. Aliran ini
hanya berpegang teguh pada naskah-naskah Islam saja yaitu Al-Quran dan
Hadist. Secara tidak langsung kitab suci umat Islam dijadikan sebagai “Tuhan”
yang tidak tergantikan oleh apapun bahkan ketika sumber-sumber tersebut
memberikan sumbangsih yang baik. Pemikiran-pemikran pemurnian yang
digaungkan ini kemudian dijadikan sebagai dasar dan prinsip dalam
menyebarkan ajaran-ajaran Wahabi yang nantinya harus disebarkan kepada
masyarakat luas. Paham ini tidak sedikitpun melihat adat lokal yang terus tumbuh
dan berkembang di masyarakat. Apabila adat lokal tersebut bertolak belakang
dengan ajaran Wahabi maka harus diberantas, didakwahi dan dipaksa untuk
kembali kepada ajaran yang Islam yang lurus seperti sedia kala ketika pada masa-
masa awal ke-Islaman.21
Muhammad Ibn Abdul Wahab sendiri memimpin orang-orang yang
mengikutinya untuk menjalankan amalan-amalan yang ada di dalam ayat-ayat
Al-Quran berdasarkan pemahaman mereka sendiri. Bahkan para pengikutnya
diberi keyakinan untuk harus lebih mempercayai pengetahuan dan penafsiran
ayat-ayat di dalam kitab suci Al-Quran yang mereka pahami sendiri daripada
pemahaman dan penafsiran yang sudah diajarkan oleh para ulama yang sudah
termasyhur dan karyanya sudah tercantum di dalam kitab-kitab yang terkenal.
Bahkan dia menjelaskan di dalam beberapa surat yang dia tuliskan untuk
pengikutnya, yang mana dia mengucapkan “Berijtihadlah menurut pemahaman
dan pendapat kalian. Lalu berhukumlah dengan apa saja yang kalian anggap
sesuai dengan agama ini!”. Para pengikut Muhammad Ibn Abdul Wahab
menerjemahkan dan memahami ayat-ayat yang ada semau mereka sendiri dan
lebih cenderung mengikuti nafsunya dan sama sekali tidak berdasarkan
penafsiran yang sudah dijelaskan oleh Nabi, Sahabat maupun ulama salaf dan
tafsir.22

21
Ibid.,
22
Muhammad Faqih Ibn Abdul Jabbar Maskumambang, an Nushush al Islamiyah fi Raddi ala
Madzhab al Wahabiyah, (Bogor: Sahifah li ath Thiba’ah wa an Nasyr, 2016), hlm. 35-36.
Para pengikut aliran ini berani berbuat kekerasan dalam menanamkan dan
menyebarkan paham yang ada. Bahkan pada tahun 1924 golongan ini memasuki
kota Tha’if dan melakukan perampasan dan membunuh para hakim agama (Qadi)
yang menentang ajaran di dalam aliran tersebut. Tidak hanya itu, mereka juga
memiliki niat untuk meluluh lantahkan makam Rasulullah SAW dan meratakan
makam para sahabat Nabi serta beberapa makam orang orang sufi yang kerap kali
diziarahi oleh Masyarakat.23 Perbuatan yang mereka lakukan ini terjadi ketika
mereka sudah memiliki kekuasaan. Mereka bahkan menjadikan paham
Wahabiyah sebagai mazhab resmi Negara. Orang-orang yang mengikuti faham
ini bahkan menolak dan menentang segala praktik dan hal-hal yang diajarkan
oleh para sufi.
Seruan yang terus mereka lakukan tidaklah hanya sebatas mengajak kaum
muslimin untuk mempercayai hal-hal yang ada di ajaran Wahabi, namun mereka
juga memperluas kekuasaan mereka dengan menginvasi beberapa wilayah yang
berada disekitar Nejed. Misi penyebaran ajaran yang digaungkan oleh
Muhammad Ibn Abdul Wahab membawa banyak pertikaian dan pembunuhan
antara sesame umat Islam. Bahkan pengikut aliran ini juga menghancurkan Kota
Uyainah yang mana merupakan kota kelahiran Muhammad Ibn Abdul Wahab.
Di kota tersebut, dia dan pengikutnya menangkap pemimpinnnya dan kemudian
dibunuh.24 Setelah mereka melakukan perbuatan-perbuatan keji tersebut mereka
tidak berhenti dan tetap menyebarkan ajaran-ajarannya.
Golongan ini sangat anti terhadap logika atau nalar. Mereka benar-benar
menerima secara mentah-mentah terhadap naskah-naskah agama. Hal tersebut
yang menjadikan golongan ini tidak bisa berkompromi dengan pendapat yang
dianggap tidak sama. Perilaku tersebutlah yang menjadikan adanya kekauan
dalam beragama. Terlebih lagi, mereka sulit dalam menerima keberagaman.
Bahkan mereka juga menjadi intoleran terhadap sesama manusia. Namun, disisi
lain gerakan ini sangat terbuka terhadap modernitas. Hal tersebut dibuktikan
dengan adanya kasus dimana penganut aliran ini merasa nyaman dengan budaya

23
Muhammad Abror Rosyidin, Nilai-Nilai Keaswajaan Dalam Kritik KH. M. Hasyim Asy’ari
Terhadap Pemikiran Wahabi, dalam Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, (Indramayu: Risalah. 2021),
hlm.209.
24
Ibid.,
kebarat-baratan dan tetap menolak tradisi lokal karena dianggap bid’ah. Arah
pemikiran mereka kerap kali terasa aneh dengan kekakuannya.25
Adapun pemikiran yang paling menonjol di aliran ini adalah pada bidang
Tauhid dan bidang ibadah. Beberapa pemikirannya adalah yang pertama,
penyembahan kepada selain Tuhan merupakan perbuatan yang dilarang dan
apabila ada orang yang melakukan hal tersebut maka dia akan dibunuh.
Kemudian yang kedua yaitu orang-orang yang meminta sesuatu kepada Tuhan
melalui kunjungan ke makam-makam orang alim maka dianggap sebagai orang-
orang yang menyekutukan Tuhan. Selanjutnya, yang ketiga adalah dianggap
sebagai perbuatan yang musyrik jika bertawasul dalam ibadah sholat kepada para
nabi atau waliyullah serta para malaikat. Pemikiran yang keeempat adalah
termasuk ke dalam kategori orang-orang yang kufur apabila mereka mengajarkan
ilmu yang tidak didasar
Selain pada bidang Tauhid dan Ibadah, ada juga beberapa ajaran pada
bidang ijtihad yang dilakukan oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab. Diantara
ajarannya adalah sebagai berikut:
a. Aliran Wahabi membagi tauhid menjadi dua yaitu tauhid Rububiyyah
dan Tauhid Uluhiyyah.26
b. Orang yang sudah besryahadat maka darahnya sudah halal beserta
dengan harta bendanya sampai orang tersebut murtad dari agama
Islam.27
c. Kemudian, ajaran ini juga membagi tawasul atau perantara menjadi
dua bagian sesuai dengan dalil syariat. Yang pertama adalah tawasul
yang dianggap boleh yaitu sebuah tawasul kepada Allah dengan
membaca asma-asma Allah yang baik serta ajaran-ajaran yang saleh
atau doa yang ditujukan oleh orang-orang Islam.

25
Muhammad Zainal Abidin, “Dinamika Gerakan Salafi dan Paradoks Kosmopolitanisme Islam:
Problema Terminologis, Sejarah dan Ajaran”, dalam Jurnal Penelitian Agama dan Sosial Budaya,
(Banjarmasin: Tashwir, 2022), hlm. 11-35.
26
Muhammad Bin Abdul Wahhab, Ar rosail syahksiyyah, (Jakarta Selatan: Addarul Alamiyah,
2022.) hlm. 64.65.
27
Muhammad Bin Abdul Wahhab, Kitab tauhid, (Mesir: Maktabah Ibadurrahman/Maktabah
Ulum Wal Hikam, 2008), hlm. 27.
d. Pendiri aliran Wahabi ini selalu menganggap kafir orang-orang
muslim yang telah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam
C. Keberadaan Gerakan Islam Wahabi di Indonesia
Di Indonesia, aliran Wahabi mulai muncul pada akhir abad ke-18. Hal
tersebut bermula ketika ada beberapa orang dari kaum Paderi yang pergi
menunaikan Haji di Tanah Suci Makkah. Ketiga orang tersebut adalah Hadji
Piabang, Hadji Miskin yang berasal dari Luhak Agam dan Hadji Sumanik yang
berasal dari Tanah Datar. Pada saat mereka melakukan ibadah Haji, mereka
mendapatkan beberapa pencerahan tentang ajaran Islam yang ada di dalam aliran
Wahabi. Adapun setelah ketiga orang tersebut pulang ke Indonesia, mereka
membawa ajaran-ajaran Wahabi yang mana sangat menjanjikan sebuah
kemurnian yang mutlak dalam beragama Islam. Atas dasar itulah mereka
dianggap sebagai perwakilan-perwakilan Wahabi yang akan menyebarkan
ajaran-ajarannya di Indonesia.28 Bahkan salah satu dari ketiga orang tersebut
yaitu Hadji Miskin ketika dia pulang ke Minangkabau, dia memberikan tekanan
yang terus menerus untuk melakukan pembaharuan ajaran Islam di Indonesia.
Dia juga kemudian mendirikan sebuah institusi berupa perguruan di Bonjol dan
ditunjuk sebagai ketuanya.29
Gerakan Wahabi masuk ke Indonesia bukanlah tanpa sebab melainkan
untuk melakukan ekspansi dalam menyebarkan dan mempraktikkan ajarannya.
Mereka menginginkan umat Islam di Indonesia untuk menjalankan ajaran Islam
yang murni, yaitu Islam Salafi. Islam salafi sendiri merupakan Islam yang sudah
dipraktikkan sejak zaman Rasulullah oleh para sahabat-Nya sebelum adanya
madzhab. Aliran ini menganggap bahwa Islam yang telah tercampur dengan adat
budaya lokal sangatlah tidak baik untuk diikuti ajarannya.30 Islam salafi yang
diakui oleh Wahabi memiliki komunitas khusus di Indonesia. Orang-orang yang
berada di dalam komunitas tersebut memiliki ciri fisik tertentu. Salah satu ciri
laki-laki dari golongan ini adalah merapikan kumis dan memanjangkan

28
Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Tradisional di Indonesia,
(Jakarta: The Wahid Institute, 2009).
29
Zainal Abidin, “Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-Gerakan Radikal Islam di
Indonsia", (Mataram: TASAMUH, 2018), hlm. 138.
30
Aritonang, Loc. Cit, hlm. 57.
jenggotnya. Sedangkan, bagia kaum hawa dari golongan ini cenderung
menggunakan hijab besar serta mengenakan cadar untuk menutupi sebagaian
wajahnya. Penampilan mereka yang nyentrik tersebut kerap kali dianggap aneh
oleh sebagian besar orang Indonesia yang tidak terbiasa melihat hal-hal
tersebut.31
Dalam perkembangannya, keberadaan Wahabi mulai mencuat pesat
setelah lengesernya Orde Baru pada masa awal Indonesia merdeka. Golongan ini
sangat dikenal luas karena gerakan dakwahnya yang juga didukung dengan
adanya beberapa lembaga dakwah yang didirikan.32 Namun walaupun demikian,
hubungan antara aliran Wahabi dengan golongan yang memiliki latar belakang
keras di Indonesia tidak ditunjukkan secara terstruktur di dalam sebuah
organisasi. Hal tersebut dikarenakan para pengikut golongan ini merasa malu
untuk disebut sebagai tangan kanan Wahabi. Walaupun mereka memiliki relasi
dengan tokoh-tokoh dari golongan yang bergaris keras, hubungan yang mereka
bangun juga berdasarkan kesamaan tujuan dan dasar pemikiran. Golongan-
golongan tersebut memiliki hubungan dengan organisasi yang bersifat
transnasional yang mana dianggap berbahaya serta dapat memberikan ancaman
kepada Undang-Undang Dasar, Pancasila serta Negara Kesatuan Republik
Indonesia.33
Aliran Wahabi ini bergabung dengan gerakan transnasionalisme dan
memiliki cara serta strategi untuk menjadikan radikal umat Islam Indonesia.
Mereka dengan sengaja membentuk kelompok-kelompok yang bersasal dari
masyarakat lokal untuk menjadi bagian dari kelompok ini yang dapat dipercaya
kedepannya. Tidak hanya itu, mereka juga berusaha untuk menyingkirkan segala
bentuk amalan-amalan agama Islam yang lebih toleran dan diakui oleh sebagian
besar masyarakat dunia.34
Pada saat ini, misionaris-misionaris pembawa ajaran Wahabi di Indonesia
terus menyebar ke berbagai penjuru daerah. Jika dilihat dengan seksama, para dai

31
Darwin Agung Septian Miolo dan Muhammad Arid, “Aliran Kalam Salafiyah: Studi Atas
Perkembangan Pemikirannya”, dalam Jurnal FARABI, (Gorontalo: FARABI, 2021), hlm. 85-98.
32
Erman Adia Kusumah, “Wahabi: Politik Agama dan Hasrat Kekuasaan di Indonesia”, dalam
Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya, (Bandung: 2019), hlm.58-63
33
Abidin, Op. Cit, hlm. 140
34
Wahid, Op. Cit, hlm. 44
atau pendakwah dari golongan ini kerap kali mendakwahkan hal-hal yang
berhubungan dengan keutamaan sunnah Nabi. Mereka akan membahas hal-hal
yang berkaitan dengan hukum syariat dalam beribadah maupun dalam hal lain.
Misalnya saja, mereka juga akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan
bid’ah, tahayul dan khurafat. Dengan pendirian yang teguh, mereka selalu
mengolok-olok hal tersebut. Tidak hanya itu, para pendakwah dari golongan
Wahabi juga turut serta mengajak jamaahnya untuk berpakaian sesuai dengan apa
yang ada di dalam sunnah Rasul yang mana semua laki-laki dari golongan umat
muslim dianjurkan untuk menumbuhkan jenggot, memakai celana yang tinggi di
atas mata kaki serta menghilangkan kumis yang ada. Anjuran-anjuran yang terus
dicanangkan oleh para misionaris Wahabi dapat digunakan untuk membedakan
mana orang yang menjadi golongan dari kaum Wahabi dan mana orang islam
yang pada umumnya. Tentunya, anjuran tersebut juga dapat menjadi tolak ukur
keberhasilan atau kegagalan aliran ini dalam menyebarkan ajarannya. Apabila
banyak orang yang mulai mengikuti anjurannya, maka dapat dikatakan bahwa
dakwah mereka berhasil. Namun, sebaliknya apabila tidak banyak orang yang
tertarik untuk mengikuti anjuran golongan ini, maka dakwah mereka dianggap
gagal dan tidak bisa memperluas pengaruhnya.35
Pendakwah dari golongan ini juga kerap kali mengampanyekan beberapa
hal di Indonesia. Salah satu trend kampanye yang sedang ramai diperbincangkan
di Indonesia adalah kegiatan untuk berhijrah. Fenomena ini naik dan ramai
diperbincangkan setelah ada beberapa selebritas yang secara terang-terangan
mengungkapkan dirinya berhijrah dalam berpakaian. Akan tetapi, terkadang
fenomena hijrah tersebut tidak dibersamai dengan pemikiran hijrah yang
sesungguhnya juga. Kerap kali bahkan ada yang berani menyebut golongan atau
orang lain yang tidak sama dengan dirinya sebagai orang kafir. Cara mereka
memandang sangtlah menimbulkan banyak pertentangan khususnya oleh orang-
orang Indonesia yang di komunitas majemuk baik dari para kalangan pemikir
muslim maupun orang-orang awam.36

35
Kusumah, Op. Cit, hlm. 62
36
Kusumah, Op. Cit, 62
PENUTUP
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa eksistensi gerakan
Islam Wahabi di Indonesia ternyata masih ada dan semakin hari semakin menyebar
walaupun tidak secara terang-terangan. Bahkan hal tersebut didukung dengan
munculnya fenomena hijrah yang dilakukan oleh sederet selebritas tanah air yang
mana sudah barang tentu menjadi topik pembahasan hangat oleh masyarakat muslim
Indonesia. Fenomena tersebut disinyalir merupakan bagian dari kampanye yang
dicanangkan oleh gerakan Islam Wahabi di Indonesia.
Penelitian ini telah mengungkap eksistensi Gerakan Islam Wahabi di Indonesia
dengan meninjau sumber-sumber kepustakaan yang telah ada sebelumnya. Namun,
diharapkan penelitian mengenai eksistensi Gerakan Islam Wahabi di Indonesia tidak
berhenti sampai sini dan terus dilakukan baik dalam penelitian lapangan (field
research) maupun dalam studi kepustakaan (library research) atau penelitian
lainnya. Hal tersebut dilakukan supaya pengetahuan mengenai aliran Islam garis
keras khususnya Wahabisme dapat diketahui oleh masyarakat Indonesia secara
gamblang dan menyeluruh.
DAFTAR RUJUKAN

Abidin, M. Z. (2022). Dinamika Gerakan Salafi dan Paradoks Kosmopolitanisme Islam:


Problema Terminologis, Sejarah dan Ajaran. Jurnal Penelitian Agama dan Sosial
Budaya, 11-35.
Abidin, Z. (2018). Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-Gerakan Radikal Islam
di Indonesia. Jurnal TASAMUH, 138.
Al-Utsaimin, A. A.-S. (2011). Tarikh al-Mamlakah al-Arabiyah as-Su'udiyah. Saudi
Arabia: Attiba'ah Assuudiyah.
Aritonang, A. (2020). Bangkitnya Islam Radikal dan Nasionalisme: Studi Tentang
Gerakan Islam Wahabi. Jurnal EFATA, Vol. 6 No. 2, 46-67.
Ayu Juniarti, H., Abubakar, H., & Suryanti, H. (2021). Menelisik Isu Wahabi di
Muhammadiyah Tahun 2012-2018. Jurnal Studi Keislaman, 1-16.
Basit, A. (2018). Muhammad Bin Abdul Wahhab: Pemikiran Teologi dan Tanggapan
Ulama Mengenai Pemikirannya. Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan dan
Kebudayaan, 52-67.
Dewi, B., Abdurrohman, & Asror, M. Z. (2020). Jamaah Wahabi dan Kohesi Sosial
Masyarakat. Jurnal SOLIDARITY, 799-810.
Esposito, J. (2001). Wahabiyyah. (Ayman Ay-Yassini, Terjemahan). Bandung: Mizan.
Hamdi, S. (2019). De-Kulturalisasi Islam dan Konflik Sosial Dalam Dakwah Wahabi di
Indonesia. Jurnal Kawistara, 164-163.
Hamid, S. A. (1995). Al Wahhabiyah Fi Surotihal Haqiqiyah. Beirut: Al Gadir Liddirosat
Wan Nasyr.
Kusumah, E. A. (2019). Wahabi: Politik Agama dan Hasrat Kekuasaan di Indonesia.
Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya, 58-63.
Maskumambang, M. F. (2016). an Nushush al Islamiyah Fi Raddi ala Madzhab al
Wahabiyah. Bogor: 35-36.
Miolo, D. A., & Arid, M. (2021). 2021. Jurnal FARABI, 85-98.
Rosyidin, M. A. (2021). Nilai-nilai Keaswajaan Dalam Kritik KH. M. Hasyim Asy'ari
Terhadap Pemikiran Wahabi. Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 209.
Sitompul, E. M. (2018). Misi Baru dalam Kemajemukan Teologi Lintas-Iman dan Lintas-
Budaya Buku Penghormatan 80 Tahun Prof. Dr. Olaf Schumann. Tomohon :
UKIT Press.
Syarqawi, I. H. (2020). Wahabisme: Gerakan Revivalist Islam. Jurnal Pendidikan dan
Pemikiran Islam, 329.
Wahhab, M. B. (2008). Kitab Tauhid. Mesir: Maktabah Ibadurrahman.
Wahhab, M. B. (2022). Ar rosail Syahksiyyah. Jakarta Selatan: Addarul Alamiyah.
Wahid, A. (2009). Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Tradisional di Indonesia.
Jakarta: The Wahid Institute.
Widodo, P., & Karnawati. (2019). Moderasi Agama dan Pemahaman Radikalisme di
Indonesia. Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, 12.
Zuhdi, M. H. (2017). Radikalisme Agama dan Upaya Deradikalisasi Pemahaman
Keagamaan . AKADEMIKA, Vol. 22. No.1, 199-224.

You might also like