Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

PRODUKSI UBI BANGGAI (Dioscorea alata)DENGAN VARIASI BERAT

BENIH PADA BENTUK PENGGUNAAN LAHAN

Iswanto G. Dailang 1, Wardah dan Bau Toknok 2


Email : antoputra141091@gmail.com
1
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako
2
Dosen Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako

Abstract
Iswanto G. Dailang. The Production Of “UbiBanggai”(Dioscoreaalata) With The Variety Of The
Seeds Weight In The Land Use Form (Supervised by : Wardah and Bau Toknok).

This research aimed to assess the production of ubi banggai (Dioscorea alata) in agroforestry
systems. This research was conducted in November 2017 until July 2018. This research included
experimental designed by using Randomized Group Design (RAK) which consisting of two factors.
The first factor is the land use pattern (N) consisting of three levels of treatment namely (N1): open
space, (N2): simple agroforestry and (N3): complex agroforestry. The second factor is the weight of
tuber weight (U) consisting of three treatment levels, namely (U1): 50g, (U2): 100g and U3: 150g,
in which ubi banggai was used as the test plant. The results showed that there was no interaction
between the land use pattern and the variety of seed weight on tuber production, but independently
the land use pattern and the variety of seed weight had a significant influence on the production of
ubi banggai. Observations were applied to tuber weight, number of tubers and number of stems in
each clump. The land use pattern and the variety of tuber weight affect the production of ubi
banggai, but it did not affect the number of stems and the number of tubers. The weight of tuber
seeds influence the production of ubibanggai, the used of 100gtuber seeds produces a good growth,
better than 50g and does not differ from the 150g seed weight. The treatment of 100g seeds weight
can be recommended for the multiplication of ubi banggai, because this treatment can still save the
use of tubers for seeds. The land use form of open land pattern was not significantly different from
simple agroforestry, but both differed very significantly from the complex agroforestry. This showed
that ubi banggai could still produce on simple agroforestry land up to complex agroforestry,
although complex agroforestry must be pruned first.

Keyword : Influence, Tuber seeds weight, land use, production, ubi banggai (Dioscorea alata).

1
PENDAHULUAN
Agroforestri telah dikenal sejak tahun dan air.
700 SM diawali dengan sistem pertanian tebas Lahan yang digunakan oleh masyarakat
bakar atau perladangan yang berkembang di Banggai Kepulauan adalah lahan miring dan
daerah Eropa dan di daerah tropis. Sistem ini berjenis tanah lempung sampai lempung
terus berkembang dari masa kemasa. pasiran. Hutan yang ada di tebang dan dibakar,
Agroforestri sebenarnya adalah nama kolektif lalu ditanami ubi banggai. Ukuran benih yang
untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan digunakan tidak menentu sehingga
dimana tumbuhan berkayu (pohon, semak mengakibatkan pemborosan benih. Benih
belukar dan sebagainya). Secara sengaja ditanam pada lubang yang dibuat dengan
digunakan pada unit pengelolaan lahan yang menggunakan tongkat yang ujungnya
sama tanaman pertanian atau hewan-hewan diruncingkan (secara tugal). Tanaman diberi
dalam beberapa bentuk susunan ruang atau media pembelit (lanjaran) dari cabang kayu
urutan waktu (Nair, 1993). hutan.
Agroforestri adalah solusi atas berbagai Berdasarkan hal tersebut diatas maka
permasalahan produktivitas lahan yang rendah, perlu dilakukan penelitian tentang produksi ubi
karena keberadaan tanaman kayu justru dapat banggai (Dioscorea alata) dengan variasi berat
mendukung kelestarian lahan (kesuburan tanah) benih pada bentuk penggunaan lahan.
melalui berbagai mekanisme alami (Nair,1993). METODE
Akan tetapi keberadaan kayu dengan tajuk yang Penelitian telah dilaksanakan pada bulan
dominan seperti pada agroforestri november 2017 sampai dengan juli 2018 atau
mengakibatkan jenis-jenis tanaman pangan selama +7 bulan, di kebun percobaan
yang tidak tahan naungan jenisnya sangat masyarakat Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara
terbatas (De Foresta dkk, 2000). Oleh sebab itu Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.
jika prioritas utama hutan rakyat adalah produk Alat yang yang digunakan dalam
kayu, maka interaksi jenis-jenis tanaman penelitian ini adalah menggunakan sekop,
pangan yang bersifat toleran terhadap cahaya cangkul, sabit, parang, ember, mistar/meter, alat
dibawah tegakan merupakan solusi yang paling tulis menulis, kertas tabel pengamatan, dan alat
baik. Salah satu jenis tanaman pangan yang dokumentasi. Bahan tanaman yang digunakan
dapat dibudidayakan pada lahan agroforestri adalah benih ubi banggai jenis Baku Tu’u
adalah Dioscorea spp. Dimana terdapat (Dioscorea alata) yang di datangkan langsung
beberapa Dioscorea yang bisa dibudidayakan dari Banggai dan lanjaran yang merupakan
dibawah naungan salah satunya adalah pendukung bagi tanaman untuk meninggikan
Dioscorea alata. cabang-cabang yang lemah.
Ubi banggai (Dioscorea alata) merupakan Penelitian ini termasuk eksperimen yang
tanaman pangan yang dikonsumsi sebagai didesain dengan menggunakan Rancangan
makanan pokok penduduk asli masyarakat Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial terdiri
Banggai, karena tanaman yang lain seperti padi dari dua faktor. Faktor pertama adalah bentuk
sangat sulit untuk dikembangkan di daerah penggunaan lahan (N) terdiri atas tiga Taraf
tersebut, Hal ini berhubungan dengan tidak perlakuan yaitu: N1 : monokultur, N2 :
adanya fasilitas pengairan dan topografi daerah agroforestri sederhana, N3: agroforestri
yang bergunung. Tanaman ubi banggai kompleks. Faktor kedua adalah variasi berat
dibudidayakan secara tradisional yaitu benih umbi yang terdiri dari tiga taraf perlakuan
monokultur dengan sistem pertanian berpindah yaitu : U1 : 50 g, U3:100 g dan U4:150 g.
pindah (Yalindau, 2014). Sehingga dapat Berdasarkan kedua faktor diatas, maka di
memiliki dampak negatif terhadap konservasi peroleh 3 x 3 = 9 kombinasi perlakuan. Setiap
keanekaragaman hayati dan konservasi tanah kombinasi perlakuan diulang tiga kali 9 x 3 =

2
27 plot perlakuan. secara tunggal berpengaruh nyata terhadap
Pengamatan terhadap berbagai komponen jumlah batang.
sebagai berikut : jumlah batang, jumlah umbi Tabel 2. Pengaruh tunggal vareasi berat benih
dan berat umbi yang terdapat pada setiap terhadap jumlah batang perplot.
rumpun tanaman pada setiap plot perlakuan, Perlakuan Berat
tanah yang melekat pada bulu akar umbi akan Jumlah Batang
Benih
di bersikan, kemudian umbi ditimbang. U1 13,33a
Data-data hasil pengamatan dianalisis U2 13,55a
dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA)
U3 21,56b
untuk mengetahui adanya perlakuan berbeda
Keterangan : Rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang
nyata atau tidak. Apabila hasil sidik ragam sama pada kolom yang sama, berbeda
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata nyata pada taraf uji DMRT taraf 5%.
maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Hasil pengamatan jumlah rata-rata batang
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada perplot tanaman pada berat benih umbi pada
taraf kesalahan 5%. berbagai ukuran memberikan hasil yang
HASIL DAN PEMBAHASAN berbeda nyata pada saat 24 minggu setelah
Faktor Lingkungan. tanam. Dilihat dari hasil yang diperoleh pada
Pada lahan monokultur rata-rata intensitas jumlah batang, perlakuan berat ukuran umbi
cahaya yang diterima tanaman yaitu 249,68 lux, 150g lebih dominan menghasilkan jumlah
pada lahan agroforestri sederhana menyebabkan batang yang lebih banyak, dibanding dengan
intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman berat umbi 100g dan 50g . Tingginya jumlah
108,47 lux dan rata-rata pada perlakuan batang perumpun pada ukuran berat umbi bibit
agroforestri kompleks cahaya yang diterima yang berukuran 150g disebabkan karena umbi
tanaman adalah 45,22 lux. dengan ukuran 150g memiliki permukaan benih
Tabel 1. Kondisi cuaca mikro pada tiga penggunaan umbi yang lebih luas, sehingga mempengaruhi
lahan tumbuhnya mata tunas yang lebih banyak. Pada
Bentuk Intensita
Penggunaan s Cahaya
Suhu Kelembapan ubi banggai, setiap “mata” adalah tunas dan
(0C) (%) setiap tunas mampu tumbuh menjadi batang
Lahan (%)
25. tanaman (Rubatzky dan Yamaghuci 1998).
Monokultur 100 73
31 Menurut Permadi et al. (1989) Jumlah mata
Agroforestri tunas pada umbi kentang bibit tergantung pada
44 23.59 81
sederhana ukuran berat umbi. Penggunaan umbi kentang
Agroforestri
kompleks
18 22.94 82 bibit dengan berat yang besar akan
Suhu rata–rata tertinggi berada pada menghasilkan jumlah mata tunas yang lebih
lahan monokultur yaitu 25,310C, agroforestri banyak sehingga akan menghasilkan batang
sederhana 23,590C dan agroforestri kompleks perumpun dengan jumlah yang banyak.
22,940C, sedangkan untuk kelembapan rata-rata Pada tabel sidik ragam, terlihat secara
yang tertinggi terdapat pada agroforestri tunggal bentuk penggunaan lahan tidak
kompleks yaitu 82% kemudian diikuti memberikan pengaruh nyata pada jumlah
agroforestri sederhana 81% dan monokultur batang ubi banggai perplot, tetapi jumlah
73%. batang pada lahan monokultur dan agroforestri
Jumlah Batang Perplot sederhana relatif sama jika dibandingkan
Hasil analisis statistik menunjukkan dengan jumlah batang pada agroforestri
bahwa tidak terjadi interaksi antara variasi kompleks, yang jumlah batangnya lebih sedikit.
berat benih dan bentuk penggunaan lahan, tetapi Lebih jelasnya dapat dilihat rata-rata jumlah
batang dari bentuk penggunaan lahan pada
Tabel 3.

3
Tabel 3. Jumlah batang perplot. akan menghasilkan umbi dengan jumlah yang
Bentuk Penggunaan banyak dan ukuran yang besar sehingga akan
Jumlah Batang menghasilkan bobot total umbi pertanaman
Lahan
yang besar. Menurut Heryana et al. (2008),
N1 17,78
dengan percobaan pada bibit makadamia
N2 17,33 diperoleh bahwa jumlah daun ukuran benih
N3 13,33 besar akan menunjukkan jumlah daun yang
Keterangan : Rata-rata jumlah batang pada setiap lebih banyak dibandingkan benih kecil dan
penggunaan lahan
sedang. Benih yang besar mempunyai cadangan
Berat Umbi Perplot makanan yang lebih banyak sehingga lebih
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak optimal dalam melakukan reaksi enzimatik
terjadi interaksi antara variasi berat benih dalam benih dimana reaksi enzimatik tersebut
dengan bentuk penggunaan lahan, tetapi secara juga berhubungan dengan pertumbuhan.
tunggal berpengaruh nyata terhadap hasil berat Hasil penelitian menunjukan rata-rata
benih ubi banggai. berat ubi banggai perplot pada bentuk
Tabel 4. Pengaruh variasi berat benih terhadap penggunaan lahan monokultur tidak berbeda
berat umbi perplot. nyata dengan bentuk penggunaan pada lahan
Perlakuan Berat Benih Berat Umbi agroforestri sederhana tetapi keduanya berbeda
sangat nyata dengan penggunaan lahan
U1 2,44a agroforestri kompleks, untuk lebih jelasnya
U2 dapat dilihat pada Tabel 5.
3,23b
Tabel 5. Pengaruh tunggal bentuk penggunaan
U3 4,29c lahan terhadap berat umbi perplot.
Keterangan : Rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil
yang sama pada kolom yang sama, berbeda Perlakuan Bentuk
Berat Umbi
nyata pada taraf uji DMRT taraf 5%. Penggunaan Lahan
Secara tunggal pengaruh variasi berat N1 4,59b
benih meningkatkan berat tanaman ubi banggai.
Peningkatan berat umbi pertanaman akibat N2 4,10b
ukuran berat benih yang berbeda-beda, semakin N3 1,56a
besar ukuran benih yang ditanam maka semakin Keterangan : Rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil
besar peluang produksi umbi yang dihasilkan. pada kolom yang sama, berbeda nyata
pada taraf uji DMRT taraf 5%.
Hal tersebut terlihat pada setiap perlakuan pada
Berdasarkan hasil uji DMRT taraf 5%
ukuran berat benih, berbada nyata anatara 50 g,
diatas menunjukan bahwa produksi ubi banggai
100 g dan 150 g, ini disebabkan adanya ukuran
masih dapat berproduksi pada lahan agroforestri
berat benih tanaman ubi banggai yang secara
sederhana hingga pada lahan agroforestri
tidak lansung mempengaruhi pertumbuhan
kompleks dengan ketentuan bahwa pada lahan
tanaman. Menurut Rukmaeti (1989) semakin
agroforestri kompleks pertama-tama harus
besar ukuran berat umbi yang digunakan akan
dilakuakan pemangkasan terlebih dahulu
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah batang,
karena dalam penelitian ini tidak adanaya
jumlah umbi, dan bobot basah umbi tiap
pemangkasan pada lahan agroforestri kompleks
rumpun. Menurut Susanto (1999) indikasi
maupun agroforestri sederhana, sehingga
pertumbuhan tanaman adalah tinggi tanaman,
cahaya yang masuk relatif kurang. Intensitas
semakin tinggi tanaman maka akan
cahaya yang diterima pada lahan agroforestri
menghasilkan fotosintat yang lebih banyak
sederhana dan agroforestri kompleks yaitu 44%
sehingga pembentukan dan pengisian umbi
dan 18%, pemangkasan perlu dilakukan
akan menjadi lebih banyak. Peningkatan
mengingat cahaya merupakan salah satu faktor
pembentukan dan pengisian umbi yang banyak

4
penting yang memengaruhi proses banyak pula jumlah tanaman yang dipanen, hal
berlangsungnya fotosintesis pada tumbuhan. ini diduga besarnya cadangan makanan yang
Banyaknya intensitas cahaya matahari oleh terdapat dalam umbi, dan juga banyaknya
daun menyebabkan kapasitas fotosíntesis lebih jumlah tanaman yang menghasilkan umbi,
besar. Asimilat yang terbentuk bermanfaat berkaitan dengan jumlah batang perumpun yang
untuk inisiasi bakal daun baru. Maghfiroh, 2017 dihasilkan. Menurut Sutapardja (2008), umbi
menyatakan bahwa Proses pertumbuhan dengan ukuran berat yang besar akan
kacang hijau dan kacang merah tidak terlepas menghasilkan batang perumpun dengan jumlah
dari berbagai macam faktor yang yang banyak. Batang perumpun dengan jumlah
mempengaruhi salah satu faktor yang sangat yang banyak akan menghasilkan stolon yang
berpengaruh adalah cahaya. Cahaya merupakan lebih banyak sehingga hasil umbi berukuran
faktor mutlak yang diperlukan tumbuhan untuk keci-kecil akan lebih banyak. Hal ini karena
melakukan proses fotosintesis. Pada tanaman pada saat pengisian umbi fotosintat yang
yang banyak memiliki cahaya yang di peroleh dihasilkan akan terbagi– bagi sehingga umbi
dari lingkungan akan menyebabkan yang dihasilkan mempunyai ukuran berat yang
terhambatnya pertumbuhan dari tanaman itu kecil. Sedangkan menurut Suryadi dan Sahat
sendiri karena cahaya akan merusak kerja dari (1992) bahwa bibit yang berukuran besar (>30
hormon pertumbuhan sehingga tanaman yang g) memberikan hasil umbi bibit lebih banyak,
memperoleh cahaya yang baik memiliki batang pada dasarnya ukuran semua umbi untuk bibit
yang lebih pendek dari pada tanaman yang tidak baik.
memperoleh cahaya. Bentuk penggunaan lahan memberikan
Jumlah Umbi Perplot pengaruh yang nyata pada jumlah umbi perplot
Hasil analisis statistik menunjukkan pada tanaman ubi banggai, tetapi jumlah umbi
bahwa tidak terjadi interaksi antara vareisi pada lahan monokultur dan agroforestri
berat benih dan bentuk penggunaan lahan, akan sederhana relatif sama jika dibandingkan
tetapi secara tunggal berpengaruh nyata dengan jumlah umbi pada agroforestri
terhadap jumlah umbi. (lampiran 3), Rata-rata kompleks yang lebih memiliki jumlah umbi
jumlah umbi perplot pada tanaman disajikan paling rendah jika dibandingkan dengan lahan
pada tabel 6. agroforestri sederhana dan lahan monokultur.
Tabel 6. Pengaruh tunggal variasi berat benih Rata-rata jumlah umbi perplot pada tanaman
terhadap jumlah umbi perplot. disajikan pada tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh tunggal bentuk penggunaan
Perlakuan Berat Benih Jumlah Umbi lahan terhadap jumlah umbi perplot
Perlakuan Bentuk
U1 13,78a Jumlah Umbi
Penggunaan Lahan
U2 13,56a
N1 18,11b
U3 21,67b N2 18,45b
Keterangan : Rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil
yang sama pada kolom yang sama, N3 12,44a
berbeda nyata pada taraf uji DMRT taraf Keterangan : Rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang
5%. sama pada kolom yang sama, berbeda
Berdasarakan tabel 6 menunjukkan bahwa nyata pada taraf uji DMRT taraf 5%.
ukuran berat benih memberikan pengaruh yang Kondisi ini diduga ada kaitannya dengan
nyata, variasi berat benih 150 g dapat gangguan dari serangga penggerek batang dan
meningkatkan jumlah umbi yang lebih banyak daun yang menyebabkan tanaman ubi banggai
jika dibandingkan dengan berat benih 100 g dan terjadi kekeringan pucuk dan daun akibat
50 g. Pada ukuran benih 150 g tergolong besar penggerekan pada batang yang disebabkan oleh
untuk ukuran benih umbi, maka semakin

5
belalang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada ton/ha) dan berat benih 50 g, yang hanya
gabar 3. menghasikan produksi rata-rata paling rendah
yaitu (1: 0,41 kg atau setara dengan 16,40
ton/ha).
Tabel 8. Hasil produksi rata-rata ubi banggai
pada tiga variasi berat benih diuji
DMRT 5% yang dikonfersi (ton/ha)
Hasil
Perlakuan Hasil Rata-
Gambar 3. Pertumbuhan umbi yang mendapat Perhektar
Berat Benih Produksi rata
gangguan dari belalang pada (ton)
sistem agroforestri kompleks. U1 24,1 0,41a 16,4
Belalang yang merusak, berupa gerekan U2 35,1 0,58b 23,2
pada daun dan batang yang tidak beraturan
terutama pada lahan agroforestri kompleks U3 40,1 0,67b 26,8
sehingga membuat tanaman ubi banggai Keterangan : Rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil
yang sama pada kolom yang sama,
kehilangan banyak daun dan kekeringan pada
berbeda nyata pada taraf uji DMRT
pucuk tanaman ubi banggai, bahkan pada taraf 5%
kondisis tertentu serangga ini dapat memakan Secara umum perlakuan berat benih
tulang daun dan batang, jika dipresentasikan berpengaruh sangat nyata pada semua
spesies ini dapat merusak tanaman hingga 90% parameter pengamatan, yaitu jumlah batang,
(Roe 2000). Hal disebabkan oleh penyemprotan jumlah umbi, berat umbi dan produksi umbi.
pada rumput yang berada disekitar lahan Vareasi berat benih berpengaruh terhadap
agroforestri kompleks dan lahan agroforestri produksi ubi banggai. Pemakaian benih umbi
sederhana. dengan berat 100 g, menghasilkan produksi ubi
Sedangkan untuk semut tanah yang banggai yang cukup baik, lebih baik dari 50 g
menyerang umbi agak sulit diketahui pada taraf dan tidak berbeda dengan berat benih 150 g.
dini karena tertimbun oleh tanah, hanya akan Dalam banyak penelitian ukuran berat umbi
diketahui apabila tanaman sudah mulai sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
menguning atau mati sebelum waktunya akibat produksi umbi (Sukarman, dkk., 2011).
serangan hebat dari hama tersebut. Pencegahan Melihat hasil produksi ubi banggai
tersebarnya hama ke lokasi lain yaitu tanaman (Dioscorea alata) dari berbagai vareasi berat
dibongkar dan dibuang jauh-jauh dari kebun benih dengan ukuran 50 g :16,40, ton/ha, 100
atau dibakar, sedangkan lubang bekas g : 23,20 ton/ha dan 150 g menghasilkan
bongkaran tadi diberi insektisida dan dibiarkan produksi lebih tinggi yaitu 26,80 ton/ha. Hal ini
terbuka (Lingga, 1989). sejalan dengan produksi umbi Dioscorea pada
Produksi Ubi Banggai Pada Variasi Berat umumnya, dimana per hektarnya berkisar antara
Benih 8‒30 ton/ha, dilaporkan juga di Malaysia
Hasil produksi dipengaruhi oleh produksi umbinya mencapai 42 ton/ha
komponen hasil jumlah umbi dan berat umbi , Onwueme, (1992). Tetapi tidak sejalan dengan
hasil ubi banggai yang diperoleh dari berbagai berat umbi berkisar 5‒10 kg, bahkan pernah
variasi berat benih yang digunakan disajikan dilaporkan sampai mencapai 60 kg. Hal ini
pada Tabel 9. Potensi hasil produksi tertinggi diduga erat kaitannya dengan sifat genetik
diperoleh dari perlakuan berat benih 150 g yaitu masing-masing jenis tanaman. Sehingga
1: 0,67 (artinya satu rumpun panen mampu perlakuan berat benih 100 g dapat dianjurkan
menghasilkan rata-rata 0,67 kg umbi atau setara untuk perbanyakan ubi banggai, karena
dengan 26,80 ton/ha), kemudian diikuti berat perlakuan ini dapat menghemat pemakaian
benih 100 g (1 : 0,58 atau setara dengan 23,20 benih umbi.

6
Produksi Ubi Banggai Pada Berbagai
Penggunaan Lahan
Panen dilakukan setelah seluruh batang
tanaman mati. Menurut Dumet dan Ogunsola
(2008), fase dorman pada ubi ditandai oleh
pelayuan dan pengeringan batang dan daun
hingga tanaman mati. Panen pada ubi banggai
biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 8- Gamabar 3. Hasil produksi ubi banggai pada
9 bulan. Pada umur tersebut pembentukan ubi berbagai bentuk penggunaan
sudah mencapai tahap maksimal. Pada lahan.
percobaan ini panen dilakukan + 7 bulan karena Hasil rata-rata produksi ubi banggai
hampir seluruh tanaman sudah kering dan mati, (Dioscorea alata) yang di uji DMRT taraf 5%
terutama pada lahan monokultur. Tanaman dan gambar 3 diatas menunjukan bahwa
mati sebelum 9 bulan diduga akibat faktor pengaruh bentuk pengunaan lahan terhadap
lingkungan, karena kondisi lingkungan dapat produksi ubi banggai, secara monokultur dan
mempercepat proses pengisian umbi dan agroforestri sederhanan tidak berbeda nyata,
mempersingkat massa pertumbuhan yang tetapi keduanya berbeda nyata terhadap
ditandai oleh matinya tanaman (asiedu et al. produksi pada lahan agroforestri kompleks. Hal
1997). ini dikarenakan pertumbuhan vegetatif tanaman
Produksi ubi banggai yang diperoleh dari yang baik dari bentuk penggunaan lahan secara
berbagai bentuk penggunaan lahan disajikan monokultur, karena tidak adanya tanaman lain
pada Tabel 10. Hasil tertinggi diperoleh dari yang menaungi, sehingga mendapatkan
lahan monokultur yaitu 1: 0,74 (artinya satu intensitas cahaya 100% dari matahari dan suhu
rumpun panen mampu menghasilkan rata-rata 25,310C serta kelembaban 73% kondisi tersebut
0,74 kg umbi atau setara 29,60 ton/ha), membuat tajuk berkembang lebih sempurna
kemudian diikuti oleh agroforestri sederhana dibanding perlakuan pada agroforestri
(1 : 0,65 atau setara dengan 8,58 ton/ha) dan sederhana yang hanya menerima intensitas
hasil produksi umbi terendah pada agroforestri cahaya 44%, suhu 23,590C dan kelembaban
kompleks dengan hasil (1: 0,27 kg atau setara 81%, tetapi keadaaan tersebut tidak membuat
dengan 3,56 ton/ha). perbedaan yang nyata terhadap hasil rata-rata
Tabel 9. Hasil produksi rata-rata ubi banggai produksi ubi banggai, lain halnya pada
pada tiga vareasi berat benih diuji agroforestri kompleks yang hanya menerima
DMRT 5% yang dikonversi intensitas cahaya 18%, suhu 22,940C dan
(ton/ha). kelembaban 82%, sehingga membuat hasil rata-rata
Perlakuan Hasil produksi ubi banggai berbeda nyata terhadap bentuk
Hasil Rata-
Pengunaan Perhektar penggunaan lahan secara monokultur dan agroforestri
produksi rata
Lahan (ton) sederhana. Kelembaban udara dapat
N1 44,1 0,74b 29,6 mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena
N2 38,8 0,65b 8,58 dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Laju
N3 16,4 0,27a 3,56 fotosintesis meningkat dengan meningkatnya
Keterangan : Rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil kelembaban udara sekitar tanaman (Kramer dan
yang sama pada kolom yang sama, Kozlowski 1999).
berbeda nyata pada taraf uji DMRT taraf Kesimpulan
5%.
Variasi berat benih berpengaruh terhadap
produksi ubi banggai, pemakaian benih umbi
dengan berat 100 g menghasilkan pertumbuhan
yang cukup baik, lebih baik dari 50 g dan tidak

7
berbeda nyata dengan berat benih 150 g. Central For Research In Agroforestry.
Perlakuan berat benih 100 g dapat dianjur-kan Bogor. Indonesia.
untuk perbanyakan ubi banggai, karena Diantina, S., S. Hutami. 2014. Perbanyakan
perlakuan ini masih dapat menghemat Gembili (Dioscorea esculenta) dan Ubi
pemakaian umbi untuk benih. Kelapa (Dioscorea alata) Menggunakan
Bentuk penggunaan lahan monokultur Bibit Set Mini. Penelitian Pertanian
tidak berbeda nyata dengan bentuk penggunaan Tanaman Pangan. 33(3): 197-201.
lahan pada lahan agroforestri sederhana tetapi Kramer PJ, Kozlowski TT (1999) Physiology of
keduanya berbeda sangat nyata dengan bentuk woody plant. Academic Press, New York
penggunaan lahan agroforestri kompleks, hal Lingga, P. 1989. Bertanam Ubi-ubian. P.T.
tersebut menunjukan bahwa produksi ubi Penebar Swadaya. Jakarta. 285 hal.
banggai masi bisa berproduksi pada lahan Maghfiroh,J. 2017. Pengaruh intensitas cahaya
agroforestri sederhana hingga pada lahan terhadap Pertumbuhan tanaman. Prosiding
agroforestri kompleks dengan ketentuan bahwa Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan
pada lahan agroforestri kompleks pertama-tama Biologi. Universitas Negeri Yogyakarta.
harus dilakuakan pemangkasan terlebi dahulu. Maharani D, 2016. Adaptasi morfosiologi dan
Saran produktivitas tanaman gembili (dioscorea
Perlu dilakukan penelitian lanjut dengan esculenta (lour.) Burk.) di bawah jenis
ukuran berat benih yang lebih bervariasi, tegakan berbeda di wanagama i. (Tesis).
dengan ketentuan benih yang dipakai harus Kehutanan, Universitas Gadjah Mada
berasal dari pangkal ujung atau tengah secara Yogyakarta.
keseluruhan. Selain itu, perlu dicoba bentuk Nair PKR (1993) Introduction to Agroforestry.
penggunaan lahan pada lahan agroforestri Kluwer Academic Publishers, the
sederhana dan agroforestri kompleks dengan Netherland.
adanya pemangkasan terlebih dahulu dan Onwueme, I. C. 1992. The Tropical Tuber
pemupukan. Crops. John Wiley & Sons Ltd. Nigeria.
Ucapan Terimah Kasih 234 p.
Penulis akui bahwa dalam pelaksanaan Permadi, A.H. 1989. Asal Usul Penyebaran
penelitian ini, penulis telah banyak mendapat Kentang. Balai Penelitia Hortikultura :
bantuan, petunjuk dan arahan dari berbagai Lembang
pihak terutama kepada Ketua Tim Pembimbing Rubatzky VE, Mas Yamaghuci. 1998. Sayuran
bapak Dr. Ir. HJ. Wardah, MF. Sc. dan Anggota dunia 1: Prinsip Produksi dan
Tim Pembimbing Dr. Bau Toknok, S.P., M.P, Gizi. Edisi kedua. Bandung (ID): ITB
semoga penelitian ini dapat menjadi sumbangan Roe, A. H. 2000. Grasshopper and Their
yang bermanfaat dan mendorong lahirnya karya Control. Extension Entomology.
ilmiah yang lebih baik dimasa depan. Department of Biology. University of
Daftar Pustaka Texas. Austin.1–5 hlm.
Asiedu, R., N.M. Wanyera, S.Y.C. Ng, and Sukarman, M Rahardjo, D Rusmin, Melati.
N.Q. Ng. 1997. Yams. In: D. Fuccil lo et 2011. Pengaruh Ukuran Benih Rimpang
al.(Eds.). Biodiversity in trust: terhadap Pertumbuhan dan Produksi
conservation and use of plant genetic Temulawak. Buletin Littro. 22(2):127–
resources in CGIAR centers. p:57-66. 135.
Cambridge Univ. Press, Cambridge, UK. Susanto, A. 1999 . Pengaruh Umur Simpan dan
De Forestra H, A Kusworo, G Michon dan WA Ukuran Umbi terhadap Produksi Kentang
Djatmiko. 2000. Ketika Kebun berupa (Solanum tuberosum). Jurusan Budidaya
Hutan. Agroforest Khas Indonesia Sebuah Pertanian. IPB. Bogor.
Sumbangan Masyarakat. Internasional

8
Sutapradja H. 2008. Pengaruh Jarak Tanam dan pupuk fosfor), 150 kg ha-1 setara dengan
Ukuran Umbi Bibit terhadap (120 g petak-1), 300 kg ha-1 setara dengan
Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas (240 g petak-1), dan 450 kg ha-1 setara dengan
Granola untuk Bibit. Jurnal Hortikultura (360 g petak-1). Kombinasi kedua faktor
18(2):155–159. tersebut menghasilkan 16 kombinasi perlakuan.
Yalindua, A. 2014. Potensi genetik klon Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali
tanaman uwi (Dioscorea Alata L.) Asal sehingga terdapat 48 petak percobaan.
banggai kepulauan sebagai sumber Pengolahan tanah dilakukan satu minggu
pangan dalam menunjang ketahanan sebelum tanam. Kemudian dibuatkan bedengan
pangan nasional. (Tesis) Bogor (ID): dengan ukuran 4 m x 2 m. Jarak antara ulangan
Institut Pertanian Bogor. 50 cm, jarak antara bedengan 30 cm, masing-
masing bedengan dipisahkan dengan parit yang
METODE berfungsi sebagai saluran drainase. Kemudian
Penelitian ini dilakukan pada 15 Juli benih tersebut ditanam dengan cara tugal
2017 sampai 22 Oktober 2017, dengan lokasi dengan kedalaman kurang lebih 3 cm. Tiap
pengambilan sampel tanah di Desa Trans lubang tanam diisi dengan 2 biji benih jagung
Sidera, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten manis lalu ditutup dengan tanah. Jarak tanam
Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Pelaksanaan yang digunakan 50 cm x 70 cm. Pemberian
penelitian ini dilaksanakan di Lahan Pupuk bokashi Tithonia diberikan ke dalam
Persawahan Sidera, analisis tanah dan tanaman larikan secara merata pada petak percobaan
dilakukan di Laboratorium Analisis Sumber sesuai dosis perlakuan. Pupuk bokashi tersebut
Daya Alam dan Lingkungan, Fakultas dicampurkan kedalam tanah sedalam 30 cm lalu
Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. dibiarkan selama 7 hari. Sedangkan pupuk
Alat yang digunakan dalam penelitian ini Fosfor diberikan sesuai dosis perlakuan,
meliputi cangkul, skop, karung, meter, label, diberikan 1/2 pada saat tanaman berumur 1
spidol, kamera dan alat tulis menulis serta minggu dan 1/2 bagian setelah tanaman
seperangkat alat-alat laboratorium. Adapun berumur 21 hari. Dengan cara melarutkan
bahan yang digunakan adalah bibit tanaman kedalam air dengan aplikasi 240 ml petak -1.
jagung manis bonanza F1, cap panah merah atau 10 ml tanaman -1 diberikan dengan cara
berasal dari PT EAST WEST SEED Indonsia injeksi dengan jarak 7 cm dari tanaman.
dengan daya kecambah 85%., pupuk bokasi Penyulaman dilakukan apabila benih yang tidak
Tithonia dan pupuk anorganik Fosfor (28% P), tumbuh atau tidak normal, disulam 7 hari
serta alat dan bahan kimia di laboratorium. setelah tanam. Penjarangan dilakukan 7 hari
Penelitian ini termasuk jenis penelitian setelah tanam dengan menyisakan satu tanaman
eksperimen yang didesain dengan yang tumbuh baik, sedangkan tanaman yang
menggunakan Rancangan Acak Kelompok lainnya dicabut dan dambil Bahan untuk
(RAK) pola Faktorial terdiri dari dua faktor. penyulaman. Penyiraman dilakukan sesuai
Faktor pertama adalah dosis penggunaan pupuk dengan kondisi setempat, agar tanaman
bokasi tithonia (T) terdiri atas empat aras terhindar dari kekeringan, penyiraman
perlakuan Faktor pertama penggunaan pupuk dilakukan cara disemprot menggunakan selang.
bokashi Tithonia diversifolia terdiri atas empat Pengendalian hama dan penyakit dilakukan
aras perlakuan yaitu : kontrol (tanpa bokasi), dengan cara mengambil atau mengumpulkan
5 t ha-1 setara dengan (4 kg petak-1), 10 t ha-1 dan mencabut tanaman yang terserang penyakit
setara dengan (8 kg petak-1), dan 15 t ha-1 setara yang sudah parah. Panen dilakukan dua tahap,
dengan (12 kg petak-1). Faktor kedua tahap pertama dilakukan ketika tanaman telah
penggunaan pupuk Fosfor (SP 28) terdiri atas mencapai masa vegetatif maksimum, empat
empat aras perlakuan yaitu : kontrol (tanpa tanaman perpetak yang diambil pada bagi

9
PADA JURNAL ELEKTRONIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO

Artikel tesis mahasiswa,

Nama : Iswanto G. Dailang


No. Stambuk : E 202 16 002

Produksi Ubi Banggai (Dioscorea alata) dengan Variasi Berat


Judul Artikel :
Benih pada Bentuk Penggunaan Lahan

Program
: Ilmu-Ilmu Pertanian
Studi
1. Dr. Ir. HJ. Wardah, MF. Sc.
Pembimbing :
2. Dr. Bau Toknok, S.P., M.P.
E-mail antoputra141091@gmail.com

Telah diperiksa dan layak untuk dimuat dalam Jurnal Elektronik (Katalogis, Mitra Sains, Bahasa
Ntodea)* Program Pascasarjana Universitas Tadulako.
Palu, Desember 2018
Disetujui oleh:

(Dr. Ir. HJ. Wardah, MF. Sc.) (Dr. Bau Toknok, S.P., M.P.)
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Pengelola Jurnal Elektronik PPs Untad

10
(Dr. Ir. HJ. Wardah, MF. Sc.) (Dr. Ir.Hafsah, M. Sc.) (Prof. Dr. Ir. Saiful Darman, M.P)
Penyunting Penyunting Ahli Ketua/Wakil Penyunting

11

You might also like