Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 4

Renungan untuk Tim Praise and Worship

Ditulis dengan anugerah Tuhan oleh Grace Sumilat, S.MG


Seri 35
SEMBOYAN NAFIRI
DUA NAFIRI DARI PERAK
PEMIMPIN SUKU YEHUDA
YANG TERDEPAN DALAM MEMBERIKAN PERSEMBAHAN

Bilangan 10:11-14
Bilangan pasal 10 ayat 1-10 telah habis-habisan di bahas di materi Renungan untuk Tim Praise
and Worship berseri-seri yang lalu. Namun bila kita melanjutkan pada Bilangan pasal 10: 1-20
termuat nama-nama pemimpin pada 3 laskar yang harus berangkat dari perkemahan sebelah
Timur, dengan peniupan tanda semboyan nafiri yang pertama, yaitu laskar Yehuda, laskar
Isakhar dan laskar Zebulon. Lantas juga ada nama-nama pemimpin pada 3 laskar berikutnya
yang harus berangkat dari sebelah Selatan, dengan peniupoan tanda semboyan nafiri yang ke
dua, yaitu laskar Ruben, laskar Simeon dan laskar Gad.
Saya sungguh penasaran dengan nama-nama dari kepala-kepala dari enam laskar tersebut.
Pastinya bila Alkitab mencatat dengan detail tentu memiliki suatu arti mendalam. Apalagi bila
dituliskan secara berurutan dari selesainya Bilangan pasal 190 ayat 1-10 dilanjutkan kemudian
dengan ayat 11-28, dengan urutan yang sama persis dari laskar yang satu kepada laskar yang
berikutnya.
Baiklah marilah kita bahas pemimpin dari laskar Yehuda.
Siapakah kepala daripada laskar Yehuda?
Nahason bin Aminadab.
Dari kitab Rut 4:18-22 kita bisa tahu siapakah Nahason bin Aminadab ini.
Mari kita lihat silsilahnya:

Yehuda
Peres
Hezron
Ram
Aminadab
Nahason
Salmon
Boaz
Obed
Isai
Daud

TERDEPAN DALAM MEMBERIKAN PERSEMBAHAN

Setelah kita membahas apa 3 arti nama Nahason, saatnya kita melihat kepemimpinan daripada
Nahason bin Aminadab atas laskar Yehuda.

(Diambil dari buku Pelita Perjanjian yang tak Terpadamkan, Silsilah Yesus Kristus (1), Abraham-
Daud oleh Pdt. Abraham Park, D.Min., D.D. halaman 131)

Setelah umat Israel keluar dari Mesir, Kemah Suci diselesaikan pada tanggal 1 bulan
pertama tahun ke dua setelah eksodus. Segera setelah Kemah Suci selesai, Musa
mengadakan upacara pengudusan dengan cara mengurapi Kemah Suci dan segala
perabotannya. Pada waktu itu peimpin dari tiap-tiap suku memberikan persembahan
kepada Allah, yaitu 1 kereta dari setiap 2 iorang pemimpin dan 1 ekor lembu dari setiap
pemimpin (Bilangan 17:1-3).
Selanjutnya, pemimpin tiap-tiap suku memberikan lagi persembahan syukur. Secara
berurutan, setiap pemimpin memberikan persebahan syukur setiap hari selama 12 hari.
Akan tetapi, orang yang memberikan persebahan terlebih dahulu pada hari pertama
dari antara 12 suku ialah Nahason bin Aminadab, dari suku Yehuda.” Nahason sebagai
pemimpin suku Yuhuda telah menerima berkat untuk memberikan pesembahan
terlebih dahulu mewakili sukunya.

Demikian juga sebagai orang-orang yang duduk di pelayanan tim praise and worship , kita
seharusnyalah menjadi Nahason-Nahason akhir zaman, yang dapat mengambil kesempatan
sebagai orang terdepan yang memberikan persembahan kepada Tuhan.
Memang kalau kita baca di Bilangan pasal 7, urut-urutan suku-suku yang memberi
persembahan dari suku mereka dan dari pemimpin mereka, adalah urut-urutan yang sama
seperti aturan yang Tuhan tetapkan untuk menjadi urutan keberangkatan laskar Israel, mulai
dari suku Yehuda, lalu diikuti Isakhar, Zebulon, Ruben, Simon, Gad, dan seterusnya.Sama persis.
Namun kita dapat menarik suatu perenungan dari hal ini adalah, orang yang terdepan dalam
memimpin peperangan seharusnyalah menjadi orang yang terdepan dalam memberikan
persembahan kepada Tuhan.
Nama-nama tiap pemimpin yang memberikan persemahan ini adalah nama-nama yang sama
yang adalah pemimpin atas laskar-laskar Israel suku demi suku.
Nahason sebagai orang terdepan, orang pertama, yang tidak melewatkan kesempatan berharga
ini, sebagai orang yang terdepan dalam mempersembahkan persembahan kepada Tuhan.

Nah di sinilah kita harus bertobat. Tidak sedikit dari para pelayan praise and worship
melewatkan kesempatan berharga untuk mempersembahkan persembahannya kepada Tuhan,
dengan berbagai alasan. “Lho saya kan sudah mempersembahkan talenta saya, jadi buat apa
lagi saya memberikan persembahan. Datang ke sini saja saya sudah buang waktu, buang
transport, buang keringat, belum latihannya, belum ini dan itunya.”
Pandangan semacam itu sungguh suatu pandangan yang keliru. Persembahan kepada Tuhan
adalah dengan sukacita, bukan dengan gerutuan, bukan dengan terpaksa, bukan dengan berat
hati, apalagi disertai persungutan.
Berapa pun persembahan kita tidak akan bisa sanggup membayar darah-Nya yang mahal yang
telah dicurahkan bagi pengampunan dosa kita. Persembahan kita hanyalah sebentuk ucapan
syukur kepada Tuhan. Nah, bilamana kita bisa melayani Tuhan melalui talenta kita, itupun
adalah anugerah, kita bisa diberi talenta, diberi kesehatan, diberi kesempatan, itu semua
adalah anugerah Tuhan dalam hidup kita.
Pelayanan kita kepada Tuhan juga adalah bentuk ucapan syukur kita.

Contoh; ada seorang ahli soundsystem yang baru saja pindah dari kota besar metropolitan ke
sebuah kota kecil. Saat gereja tempatnya beribadah membutuhkan soundman dan pelayanan
itu ditawarkan kepadanya, apa yang menjadi jawaban orang ini?

“Wani piro?” itu adalah ungkapan dalam bahawa Jawa yang artinya “Mereka berani membayar
saya berapa?”
Lebih kurang satu bulan kemudian dia meninggal dunia. Pada saat dia meninggal dunia, tidak
ada lagi kesempatan bisa melayani Tuhan bukan? Ke mana semua ilmu soundsystemnya yang
begitu berharga? Mati bersama dengan dia.

Bila ada di antara kita yang punya sikap hati seperti ini haruslah bertobat. Bukan berarti saat
kita sudah mempersembahkan talenta kita kepada Tuhan, itu artinya kita melepaskan
kesempatan berharga untuk mengungkapkan syukur kepada Tuhan dengan cara menjadi yang
terdepan di dalam memberikan persembahan kepada Tuhan.

Nahason bin Aminadab menjadi pemimpin dari laskar Yehuda, sebagai orang pertama yang
berdiri di barisan paling depan dari semua barisan yang ada, tidak berkeberatan menjadi juga
orang yang terdepan di dalam memberikan persembahan kepada Tuhan, bagi pekerjaan Tuhan.

Apakah Tuhan itu miskin sehingga harus kita beri? Ohw tidak sama sekali. Namun saat Tuhan
berkata kepada Musa “Terimalah semuanya itu dari mereka, supaya dipergunakan untuk
pekerjaan pada Kemah Pertemuan; berikanlah semuanya itu kepada orang Lewi, sesuai dengan
keperluan pekerjaan masing-masing.” (Bilangan 7: 5) Kata-kata Tuhan itu mengandung maksud
bahwa Tuhan mau menerima, Tuhan mau umatnya terlibat, Tuhan mau menerima ungkapan
syukur berupa persembahan dari umat-umat-Nya, Tuhan tidak jaim dan mendanai semuanya
sendirian, tetapi Tuhan menerapkan sense of belonging/ rasa ikut memiliki karena bisa
dilibatkan, diberi kesempatan untuk terlibat, diberi kesempatan ikut memiliki karena ada
keterlibatan diri di dalamnya. Sedemikianlah hasil perenungan saya akan yang namanya
persembahan syukur dari tiap pemimpin laskar ini.
Apakah kita mengomel kalau mendapatkan tantangan penaburan pembangunan gereja, karena
merasa kita sudah terlibat di pelayanan praise and worship? Apakah kita kesal bila kita tidak
diperlakukan istimewa karena kita adalah orang langka, karena sedikit saja orang yang bisa
terlibat di pelayanan ini? Apakah kita menolak membayar uang seragam yang sebenarnya
seragam itu adalah untuk kita sendiri, padahal kita mampu membayarnya? Apakah kita
menghindari kantong kolekte, ketika kita mempunyai alasan untuk terus berkutat di belakang
instrument ataupun microphone?

Saya sangat senang pada salah satu gereja di Madiun, yang mana petugas kolekte pertama-
tama adalah datang ke pelayan mimbar, singer, WL dan musisi untuk mereka menjadi yang
terdepan memberikan persembahan kepada Tuhan. Dan di kantong mereka memang telah
dipersiapkan sebelumnya. Dan jemaat melihat teladan mereka.

Ayo jadi Nahason akhir zaman yang menjadi pemimpin peperangan yang sekaligus menjadi
yang terdepan dalam memberikan persembahan ucapan syukur kepada Tuhan.

You might also like