Professional Documents
Culture Documents
4900 17489 1 PB
4900 17489 1 PB
Abstract
This study aims to determine the process of collaborative governance in managing green open spaces in North
Luwu Regency. The research method used is a qualitative method with a phenomenological type. The data
sources of this study were primary data sources obtained through interviews with informants, while secondary
data were obtained from documents related to the research topic. The technique of determining informants
using purposive technique. The results of the study found that the supporting factors in the collaboration
process are: (a) social structure factors, the existence of a trusting relationship, mutual awareness of each of
the duties and functions of each stakeholder in managing open space, b) government interests, that the
government has an interest in managing the environment living by providing green open space, which is then
described in the policy on green open space management regulated in Law Number 26 of 2007 concerning
Spatial Planning. The factors inhibiting the collaboration process are cultural factors, that people around green
open spaces have a habit or culture of breeding, where these livestock are allowed to roam so that they damage
green open space facilities and the community still has a habit of assuming that the government is fully
responsible green open space so that the role and participation of the community is still low.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses collaborative governance dalam pengelolaan ruang terbuka
hijau di Kabupaten Luwu Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tipe
fenomenologi. Adapun sumber data dari penelitian ini yakni sumber dta primer yang diperoleh melalui
interview dengan informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen yang terkait dengan topic
penelitian. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive. Hasil penelitian menemukan bahwa
faktor pendukung dalam proses kolaborasi yakni: (a) faktor struktur sosial, adanya hubungan saling percaya,
saling menyadari akansetiap tugas dan fungsi masing-masing stakeholder dalam mengelola ruang terbuka, b)
kepentingan pemerintah, bahwa pemerintah memiliki kepentingan dalam mengelola lingkungan hidup dengan
menyediakan ruang terbuka hijau, yang kemudian kepentingan tersebut dijabarkan dalam kebijakan tentang
pengelolaan ruang terbuka hijau diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Adapun
fakto penghambat proses kolaborasi yakni faktor kultural, bahwa masyarakat disekitar ruang terbuka hijau
memiliki kebiasaan atau budaya beternak, yang mana hewan ternak ini dibiarkan berkeliaran sehingga merusak
fasilitas ruang terbuka hijau dan masyarakat pun masih memiliki kebiasaan yang menganggap bahwa
pemerintah yang sepenuhnya yang bertanggung jawab terhadap ruang terbuka hijau sehingga peran dan
partisipasi masyarakat masih rendah.
1
JPPM: Journal of Public Policy and Management
p-ISSN : 2723-6633 | e-ISSN: 2715-2952
Volume 3 Nomor 1 | May, 2021 | page: 1-6 DOI: https://doi.org/10.26618/jppm.v2i2.3858
2
JPPM: Journal of Public Policy and Management
p-ISSN : 2723-6633 | e-ISSN: 2715-2952
Volume 3 Nomor 1 | May, 2021 | page: 1-6 DOI: https://doi.org/10.26618/jppm.v2i2.3858
3
JPPM: Journal of Public Policy and Management
p-ISSN : 2723-6633 | e-ISSN: 2715-2952
Volume 3 Nomor 1 | May, 2021 | page: 1-6 DOI: https://doi.org/10.26618/jppm.v2i2.3858
Yang mana hewan ternak ini masih sulit hidup dengan menyediakan ruang terbuka
untuk ditertibkan. Berbagai upaya pun telah hijau, yang kemudian kepentingan tersebut
dilakukan untuk mengatasi hewan ternak dijabarkan dalam kebijakan tentang
termasuk dengan memberi surat peringatan pengelolaan ruang terbuka hijau diatur dalam
dan denda, namun tetap saja hewan ternaknya UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
berkeliaran bebas disekitar ruang terbuka hijau Ruang. Adapun faktor penghambat proses
taman dan merusak fasilitas taman dan kolaborasi yakni faktor kultural, bahwa
tanaman yang ada di ruang terbuka hijau. masyarakat disekitar ruang terbuka hijau
Faktor kultural lainnya adalah kebiasaan memiliki kebiasaan atau budaya beternak,
atau budaya pemahaman masyarakat yang yang mana hewan ternak ini dibiarkan
menganggap bahwa hanya pemerintah yang berkeliaran sehingga merusak fasilitas ruang
memiliki peran dan tanggung jawab terhadap terbuka hijau dan masyarakat pun masih
pengelolaan ruang terbuka hijau. Dalam proses memiliki kebiasaan yang menganggap bahwa
kolaborasi peran serta masyarakat diperlukan, pemerintah yang sepenuhnya yang
hal ini yang membuat kurangnya peran bertanggung jawab terhadap ruang terbuka
masyarakat dan masih rendahnya partisipasi hijau sehingga peran dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka masyarakat masih rendah.
hijau.
Berdasarkan Permen PU No 4. DAFTAR PUSTAKA
5/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan
ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Abdurrahim, A.Y, 2015. Skema Hutan
bahwa masyarakat dapat berperan secara Kemasyarakatan (HKM) Kolaboratif
individual atau kelompok dalam penyediaan Sebagai Solusi Penyelesaian Konflik
dan pemanfaatan ruang terbuka hijau. Pengelolaan SDADI Hutan Sesaot
Namun dari hasil penelitian di lapangan Lombok Barat. Jurnal Sosiologi
menunjukkan masyarakat di sekitar ruang Pedesaan Vol 3 No 3
terbuka hijau banyak yang membuang
sampahnya disembarang tempat di sekitar Arianti, Iin, 2010. Ruang Terbuka Hijau.
ruang terbuka hijau. Fasilitas yang ada di Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa
ruang terbuka hijau digunakan untuk Vol 3 No 1
menjemur.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Arifiyanti, H N, 2014. Analisis Ruang Terbuka
kesadaran masyarakat masih lemah untuk turut Hijau Kota Semarang Dengan
berpartisipasi dalam mengelola dan Menggunakan Sistem Informasi
memelihara ruang terbuka hijau. Sekalipun Geografis. Jurnal GeodsiUndip Vol 3
respon masyarakat terhadap ruang terbuka No 1
hijau baik namun masih diperlukan usaha
untuk mampu meningkatkan kesadaran dan Batara, AS, 2018. Pentingnya Kolaborasi
pertisipasi masyarakat dalam mengelola ruang Stakeholder Dalam Mewujudkan
terbuka hijau sebagai wujud dari Terminal Sehat di Sulawesi Selatan. The
pembangunan lingkungan hidup. Indonesian Journal Of Health
Promotion Vol 1 No 1
3. KESIMPULAN
Emerson K, Nabatchi T, Balogh S, 2011. An
Berdasarkan hasil observasi, wawancara Integrative Framework For
dan analisis maka kesimpulan dari faktor Collaborative Governance. Journal Of
pendukung proses kolaborasi dalam Public Administration Reseach and
pengelolaan ruang terbuka yakni : (a) faktor Theory 22:1-29
struktur sosial, adanya hubungan saling
percaya, saling menyadari akansetiap tugas Falah, Faiqotul, 2013. Kajian Efektivitas
dan fungsi masing-masing stakeholder dalam Pengelolaan Kolaboratif Taman
mengelola ruang terbuka, b) kepentingan Nasional Kutai. Jurnal Analis
pemerintah, bahwa pemerintah memiliki Kebijakan Kehutanan Vol.10 No. 1
kepentingan dalam mengelola lingkungan
4
JPPM: Journal of Public Policy and Management
p-ISSN : 2723-6633 | e-ISSN: 2715-2952
Volume 3 Nomor 1 | May, 2021 | page: 1-6 DOI: https://doi.org/10.26618/jppm.v2i2.3858
5
JPPM: Journal of Public Policy and Management
p-ISSN : 2723-6633 | e-ISSN: 2715-2952
Volume 3 Nomor 1 | May, 2021 | page: 1-6 DOI: https://doi.org/10.26618/jppm.v2i2.3858