Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Program

Pengendalian Filariasis.......... (Made Agus Nurjana, et.al)

Program Pengendalian Filariasis di Kabupaten Donggala,


Sulawesi Tengah
Lymphatic Filariasis Control Programme in Donggala District,
Central Sulawesi
Made Agus Nurjana*a, Hayani Anastasiaa, Junus Widjajaa, Yuyun Srikandia,
a a a
Anis Nur Widayati , Murni , Phetisya Pamela Frederika Sumolang ,
a b c
Ade Kurniawan , Mujiyanto , Resmiwaty
a
Balai Litbang Kesehatan Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Jl. Masitudju No.58 Labuan Panimba, Kec. Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia
b
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga
Jl. Hasanudin No.123, Mangunsari, Kec. Sidomukti, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
c
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako
Jl. Soekarno Hatta No.KM. 9, Tondo, Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia

INFO ARTIKEL A B S T R A C T / A B S T R A K
Article History: Donggala district had successfully conducted Transmission Assesment Survey–1 despite
Received: 3 Dec. 2019 two children found positive for Brugia malayi. This study aimed to determine the progress
Revised: 31 March 2020 of the filariasis program in Donggala District, Central Sulawesi. It was conducted in
Accepted: 20 July 2020 Kabonga Kecil, Banawa Sub-District and Sabang, Dampelas Sub-District from February to
November 2017. Data collection included finger blood surveys, detection of Brugia malayi
DNA, mosquito surveys, and in-depth interviews. From 638 people tested for finger blood
Kontribusi: survey, none of them were positive for microfilaria. Twenty children were tested for Brugia
Seluruh penulis merupakan malayi DNA and the results were negative. A total of 2.978 mosquitoes were caught from
kontributor utama mosquito surveys which identified as Aedes, Anopheles, Armigeres, Culex, Mansonia,
Aedomyia, Uranotaenia, and Coquillettidia. PCR examination results showed all
mosquito negative for Brugia malayi. A comprehensive and integrated surveillance
strategy with other programs that are cost-effective and sustainable must continue to be
carried out therefore the elimination of filariasis in the Donggala district can be achieved.

Keywords: Kabupaten Donggala lulus Transmission Assesment Survey-1 meskipun masih


Transmission Assesment ditemukan dua anak positif antibodi Brugia malayi. Penelitian ini bertujuan untuk
Survey (TAS) mengetahui capain program filariasis di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi
Filariasis Tengah. Dilaksanakan di Kelurahan Kabonga Kecil, Kecamatan Banawa dan Desa
Brugia malayi Sabang, Kecamatan Dampelas pada bulan Februari – November 2017. Kegiatan
Donggala District meliputi survei darah jari, deteksi DNA Brugia malayi, survei nyamuk dan wawancara
mendalam. Sebanyak 638 masyarakat diperiksa darahnya hasilnya seluruhnya negatif
Kata kunci: microfilaria. Sebanyak 20 anak diambil sampel darah untuk diperiksa deteksi DNA
Transmission Assesment Brugia malayi hasilnya negatif. Nyamuk tertangkap sebanyak 2.978 nyamuk dari genus
Survey (TAS) Aedes, Anopheles, Armigeres, Culex, Mansonia, Aedomyia, Uranotaenia, dan
Filariasis Coquillettidia. Hasil pemeriksaan PCR menunjukkan seluruh nyamuk negatif Brugia
Brugia malayi malayi. Strategi surveilans yang komprehensif dan terintegrasi dengan program lain
Kabupaten Donggala yang cost-effective dan berkesinambungan harus terus dilakukan agar eliminasi
filariasis di Kabupaten Donggala dapat tercapai.

© 2020 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved


*Alamat Korespondensi : email : agusmd81@gmail.com

PENDAHULUAN bancrofti), Brugia malayi (B. malayi) dan


Indonesia adalah salah satu dari 53 Brugia timori (B. timori). Tahun 2000 WHO
negara di dunia yang merupakan negara mendeklarasikan global eliminasi filariasis
endemis filariasis, dan satu-satunya negara pada tahun 2020 dan Indonesia telah
ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada
1
manusia yaitu: Wuchereria bancrofti (B. tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan.

https://doi.org/10.22435/vektorp.v14i2.2512
103
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 14 No. 2, 2020 : 103 - 112

Pada akhir tahun 2016 terdapat 236 Disamping itu kebijakan program, SDM,
kabupaten/kota endemis filariasis dari 514 sarana prasarana, anggaran serta peran serta
kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Dari masyarakat yang mendukung capaian
236 kabupaten/kota yang endemis filariasis program filariasis perlu dikaji lebih lanjut.
tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
Pemberian Obat Pencegahan Massal filariasis program pengendalian filariasis di wilayah
(POPM) selama lima tahun berturut-turut Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi
(lima putaran). Sisanya sebanyak 181 Tengah pada tahun 2017.
kabupaten/kota akan melaksanakan POPM
sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah BAHAN DAN METODE
2
penduduk sebesar 76 juta jiwa.
Kegiatan dilaksanakan di Kelurahan
Kabupaten/kota yang telah Kabonga Kecil, Kecamatan Banawa dan Desa
melaksanakan POPM selama lima tahun Sabang, Kecamatan Dampelas pada Bulan
berturut-turut dilakukan evaluasi dengan Februari – November 2017.
survei kajian penularan atau Transmission
Assesment Survey-1 (TAS-1) dengan
3
menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT).
Parasit B. malayi dan/atau B. timori dideteksi
dengan menggunakan RDT Brugia rapid
TM 1, 3, 4
test , dan immunochromatographic test
(ICT) untuk parasit W. bancrofti. Brugia rapid
test digunakan untuk mendiagnosis ada
tidaknya antibodi B. malayi/B. timori,
sedangkan ICT untuk mendiagnosis ada
tidaknya antigen W. bancrofti. Dari hasil TAS-1
t e r s e b u t a k a n d i ke t a h u i a p a k a h d i
kabupaten/kota tersebut masih terjadi
penularan filariasis atau masih dikategorikan
sebagai daerah endemis.
Kabupaten Donggala merupakan salah
satu daerah endemis B. malayi yang telah
melaksanakan pengobatan massal sejak tahun
2011 – 2015. Pada tahun 2017 Kabupaten Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian, Kelurahan Kabonga Kecil,
Donggala melaksanakan TAS-1 dengan Kecamatan Banawa dan Desa Sabang, Kecamatan
menggunakan RDT (brugia rapid testTM) pada Dampelas
anak Sekolah Dasar (SD) kelas 1 dan 2 yang
tersebar di 55 sekolah. Hasil evaluasi Lokasi dipilih karena anak SD yang
menunjukkan bahwa masih ditemukan dua ditemukan positif DNA B. malayi pada evaluasi
anak SD positif antibodi B. malayi, namun TAS-1 tinggal di daerah tersebut. Kegiatan
angka ini masih dibawah cut-off sehingga meliputi survei darah jari, deteksi DNA B.
Kabupaten Donggala dinyatakan lulus TAS malayi, survei nyamuk, dan wawancara
tahap pertama. Meskipun hasil evaluasi TAS-1 mendalam (indepth interview).
dinyatakan lulus, tetapi fakta masih Survei darah jari dilakukan terhadap
ditemukannya dua anak positif antibodi B. seluruh masyarakat usia diatas lima tahun
malayi pada survei evalusi TAS-1 yang hanya dengan sampel minimal 620 orang.
dilakukan pada anak SD (bukan komunitas) Perhitungan sampel menggunakan rumus
mengindikasikan kemungkinan masih ada 5
estimasi satu proporsi Lemeshow, dengan
potensi terjadi penularan di Kabupaten tingkat kepercayaan 95%, P=0,28 dan presisi
Donggala. 5% sehingga menghasilkan 309,78 dibulatan
Berdasarkan hal tersebut, sebagai upaya 310 per lokasi. Pengambilan darah dilakukan
untuk memastikan tidak terjadi penularan, mulai pukul 20.00 waktu setempat. Sebelum
maka survei lanjutan perlu dilakukan. dilakukan pengambilan darah, setiap sampel

104
Program Pengendalian Filariasis.......... (Made Agus Nurjana, et.al)

terlebih dahulu diperiksa kondisi klinis oleh tematik berdasarkan point-point pendukung
dokter/tenaga kesehatan terlatih. dalam penyelenggaraan program
Pemeriksaan secara molekuler dengan pengendalian filariasis di Kabupaten
Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan Donggala yang meliputi kebijakan program,
untuk melihat apakah terdapat fragmen dari SDM, anggaran, sarana prasarana,
B. malayi pada anak SD yang merupakan pemberdayaan masyarakat hingga
sampel pada TAS-1. Sebanyak 20 anak SD pemahaman penderita tentang filariasis.
dipilih dengan metode purposive sampling.
Khusus anak yang positif pada TAS-1 wajib HASIL
diambil sebagai sampel. Subyek diambil darah Hasil pemeriksaan sediaan darah jari di
jari sebanyak 150—200 µl, dimasukkan ke Kelurahan Kabonga Kecil (322 orang) dan di
tabung microtainer dan sebagian diteteskan Desa Sabang (316 orang) tidak ditemukan
ke kertas Whattman filter. Darah selanjutnya microfilaria (mf-rate 0%). Demikian juga hasil
diperiksa menggunakan metode PCR di pemeriksaan klinis dari 638 orang tidak ada
Laboratorium Nasional Badan Litbangkes di yang menunjukkan gejala klinis filariasis baik
Jakarta. demam filaria, kasus kronis elefantiasis,
Penangkapan nyamuk dilakukan dengan Retrograde Limphangitis, Lymphadenitis, Early
metode human landing collection dalam Lymphodema, Filarial Abscess, Elefantiasis,
kelambu sebanyak dua kali dengan selang ataupun Hydro-cele.
waktu satu bulan. Setiap lokasi dipilih enam Hasil TAS-1 yang sasarannnya adalah
titik penangkapan nyamuk di dalam dan luar anak sekolah menunjukkan hasil mf-rate 0%,
rumah selama dua malam berturut-turut h a s i l t e r s e b u t d i d u ku n g o l e h h a s i l
mulai pukul 18.00 - 06.00 waktu setempat. 6 pemeriksaan darah penelitian ini, yaitu tidak
Seluruh nyamuk yang tertangkap ditemukan microfilaria pada masyarakat usia
diidentifikasi dan dibedah untuk mengetahui lebih dari lima tahun. Hal ini menunjukkan
umur nyamuk dengan bantuan mikroskop. bahwa saat ini belum ditemukan penularan
Spesies nyamuk yang diperkirakan sebagai sampai kembali di daerah tersebut paska
vektor potensial dikirim ke Laboratorium POPM dan akan dibuktikan kembali dengan
Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan evaluasi tahap berikutnya (TAS-2 dan TAS-3)
Masyarakat untuk diperiksa dengan teknik hingga memperoleh sertifikat eliminasi dari
PCR guna menentukan besarnya infectivity World Health Organization (WHO).
rate vector.
Pemeriksaan secara molekuler dengan
Indepth interview dilakukan dengan PCR terhadap sampel darah siswa SD
menggunakan pedoman wawancara menunjukkan bahwa 10 siswa SDN 28
mendalam yang telah dikembangkan oleh Dampelas dan 10 siswa SDN 24 Banawa tidak
Badan Litbang Kesehatan. Sampel dipilih ditemukan fragmen DNA B. malayi. Dua anak
secara purposive sampling yang masing- yang dinyatakan positif pada pelaksanaan
masing mewakili stakeholder tingkat propinsi, TAS-1 menggunakan RDT (brugia rapid testTM)
kabupaten, puskesmas hingga tidak ditemukan lagi fragmen DNA B. malayi
kelurahan/desa. Total sampel indept interview dalam darahnya.
sebanyak 30 orang terdiri dari Dinas
Total nyamuk yang tertangkap yaitu
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah (empat
2.989 nyamuk dan yang paling banyak
orang), Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala
tertangkap adalah dari genus Culex. Spesies
(empat orang), Puskesmas Donggala dan
yang dominan tertangkap di Kelurahan
Sabang (tujuh orang), Bappeda Provinsi
Kabonga Kecil adalah Cx. quinquefasciatus,
Sulawesi Tengah dan Kabupaten Donggala
sedangkan di Desa Sabang adalah Cx. vishnui.
(dua orang), Badan Lingkungan Hidup Daerah
Selama periode penangkapan di kelurahan
(satu orang), Pembinaan Kesejahteraan
Kabonga Kecil ditemukan empat genus yaitu:
Keluarga (PKK) (satu orang), Dinas
Aedes, Culex, Armigeres, dan Mansonia
Pendidikan (satu orang), tokoh masyarakat
sedangkan di Desa Sabang lebih bervariasi
(enam orang) serta penderita filariasis (empat
yaitu: Aedes, Anopheles, Armigeres, Culex,
orang). Data yang terkumpul dianalisis secara

105
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 14 No. 2, 2020 : 103 - 112

Mansonia, Aedomyia, Uranotaenia, dan Wawancara terhadap stakeholder, tokoh


Coquillettidia. masyarakat hingga penderita diperoleh
Hasil pemeriksaan PCR pada nyamuk informasi sebagai berikut:
yang tertangkap menunjukkan bahwa dari a. Implementasi Kebijakan
seluruh nyamuk yang berpotensi sebagai Kebijakan eliminasi filariasis merupakan
vektor tidak ditemukan nyamuk yang kebijakan yang berasal dari pusat. Selama
mengandung larva filariasis. ini pemerintah daerah Kabupaten

Tabel 1. Jumlah Nyamuk yang Berhasil Ditangkap dalam Dua Periode Penangkapan
di Kabupaten Donggala Tahun 2017

Jumlah
Kel/Desa Genus Spesies dominan
(nyamuk)
Mansonia 1 Ma. Uniformis
Culex 831 Cx. quinquefasciatus
Kel. Kabonga Kecil
Aedes 74 Ae. aegypti
Armigeres 2 Ar. subalbatus
Mansonia 69 Ma. dives
Culex 1.965 Cx. vishnui
Anopheles 27 An. barbirostris
Aedes 9 Ae. albopictus
Desa Sabang
Armigeres 7 Ar. subalbatus
Uranotaenia 2 Ur. lateralis, Ur. rampae
Coquilettidia 1 Cq. crassipes
Aedomyia 1 Ad. catasticta
Total 2.989

Donggala sangat mendukung eliminasi semua langsung ke kabupaten/kota dan


filariasis terutama pada kegiatan POPM, bukan di provinsi. Anggaran tersebut
akan tetapi belum ada kebijakan daerah umumnya untuk program pembinaan,
terkait penyelenggaran POPM filariasis p e n g a d a a n a l a t d a n b a h a n ya n g
yang dituangkan ke dalam peraturan peruntukan untuk mendukung program
daerah (PERDA) di Kabupaten Donggala. filariasis di kabupaten.
b. Sumber Daya Manusia Untuk eliminasi filariasis sumber dana
Sumber Daya Manusia untuk program diperoleh dari pusat, daerah, serta
eliminasi filariasis cukup dan terdapat sumber lain dari Non Goverment
berkompeten, namun jumlah SDM Organization (NGO) luar negeri seperti dari
khususnya saat pelaksanaan POPM Research Triangle Institute (RTI) tapi tidak
dianggap masih kurang. Permasalahan merata di semua daerah. Di Kabupaten
lainnya yaitu terjadinya rolling jabatan Donggala terdapat bantuan dari RTI untuk
atau perpindahan tenaga yang sebelumnya kegiatan filariasis.
sudah dilatih. d. Sarana Prasarana (termasuk obat)
c. Anggaran Saat pelaksanaan POPM semua obat dapat
Anggaran untuk kegiatan eliminasi terdistribusi ke daerah-daerah berkat
filariasis tidak menjadi masalah. Anggaran k e r j a s a m a d e n g a n p a r a k a d e r.

106
Program Pengendalian Filariasis.......... (Made Agus Nurjana, et.al)

Ketersediaan sarana dan prasarana dalam Cakupan pengobatan massal merupakan


menunjang pelaksanaan eliminasi salah satu indikator pelaksanaan evaluasi
filariasis seperti kendaraan operasional, filariasis di daerah endemis. Angka partisipasi
mikroskop masih dirasa belum cukup. masyarakat minum obat > 65% setiap
Keterbatasan serta ketersediaan alat tahunnya selama lima tahun berturut-turut
belum memenuhi standard WHO. diindikasi cukup untuk memutuskan rantai
e. Pemberdayaan Masyarakat penularan filariasis di daerah endemis
Kegiatan pemberdayaan masyarakat di filariasis. Hasil pemeriksaan darah pada
Kabupaten Donggala sudah berjalan komunitas turut memperkuat indikasi bahwa
dengan baik dengan memberdayakan transmisi penularan filaria limfatik di
kader untuk membawahi 20 sampai Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang
dengan 30 KK sesuai dengan pedoman tidak terjadi.
Filariasis. Hasil ini sama dengan penelitian pada
Keterlibatan lintas sektor adalah untuk beberapa daerah dengan lama pengobatan
mendapatkan dukungan antara lain dari massal berbeda menunjukkan bahwa seluruh
Pemda, Camat, Kepala Desa, Dinas Agama, desa sentinel dari empat kabupaten angka mf-
Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan rate 0%. 8 Demikian halnya dengan survei
Bappeda sesuai tupoksinya memberikan darah jari yang dilakukan di Desa Sababilah
dukungan anggaran, tapi dukungan Kab. Barito Selatan, Kalimantan Tengah juga
anggaran tersebut dibuat sesuai dengan menunjukkan hasil yang sama mf-rate 0%. 9
usulan-usulan dari SKPD. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
single dosis dengan kombinasi dua macam
f. Pemahaman Penderita obat yaitu Albendazole dengan DEC atau
Informan terdiri dari dua orang siswa SD Albendazole dengan invermetrin masih
yang positif pemeriksaan TAS-1 dan dua efektif mengeliminasi filariasis dalam darah
orang penderita kronis masing-masing selama pengobatan. Terbukti dengan tidak
diperkirakan berusia 60 tahun. Istilah ditemukannya lagi kasus positif mikrofilaria di
lokal untuk penyakit filariasis ini adalah Kabupaten Donggala.
“tiba” atau “natiba”. Penerjemahan
Namun hasil ini berbeda dengan
penyakit ini oleh masing-masing informan
penelitian di Kabupaten Mamuju Utara, Muara
berbeda. Ada yang mengatakan penyakit
Enim dan Batanghari yang telah melakukan
ini karena keteguran ada pula yang
pengobatan selama tiga tahun berturut-turut,
mengatakan bahwa penyakit ini adalah
masih ditemukan penderita positif
penyakit biasa. Pemahaman terhadap
microfilaria (mf-rate>1%).10,11,12 Demikian pula
gejala dan pencarian pengobatan juga
penelitian lainnya yang dilakukan di
berbeda-beda. Salah satu orang tua
Kabupaten Sumba Barat Daya menunjukkan
penderita bahkan menganggap penyakit
hasil positif dengan mf-rate 4,2% dan di Kota
ini sebagai penyakit “keteguran”, karena
Pekalongan mf-rate 1,35%.131,4
itu sang anak dibawa “ditiup” (berobat) ke
dukun di seberang kampung. Deteksi serologi menggunakan rapid test
yaitu diagnosis cepat untuk filariasis limfatik
dengan mendeteksi antibodi melalui IgG telah
PEMBAHASAN lama digunakan. Namun deteksi IgG anti
Hasil pemeriksaan darah jari masyarakat filaria mempunyai spesifisitas rendah karena
tidak ditemukan sampel darah yang adanya reaksi silang dengan parasit nematoda
mengandung mikrofilaria. Hal ini disebabkan lain, sehingga dikembangkan antigen
karena di Kabupaten Donggala telah 14
rekombinan B. malayi Bm yang dilaporkan
dilakukan pengobatan massal (POPM memiliki sensitivitas tinggi untuk mendeteksi
filariasis) selama lima tahun berturut-turut W. bancrofti, dan B. malayi.
15

sejak tahun 2011-2015. Cakupan pengobatan


massal di Kabupaten Donggala selama lima Hasil pemeriksaan gen B. malayi (Gen BM)
tahun berturut-turut > 65% (tabel 2).7 dinyatakan bahwa semua sampel darah tidak
mengandung DNA B. malayi. Dua anak yang

107
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 14 No. 2, 2020 : 103 - 112

sebelumnya dinyatakan positif TAS-1 dengan rendah diwilayah dimana transmisi filariasis
Brugia rapid juga tidak ditemukan lagi jejak sedang berlangsung. Hasil CFA (circulating
cacing filaria. Ditemukan perbedaan hasil ini filarial antigenemia) pada anak sekolah sangat
dikarenakan pada Brugia rapid yang dideteksi jauh di bawah orang dewasa. Oleh karena itu
adalah antibodi yang terbentuk karena adanya sensitivitas TAS akan meningkat dengan
16
cacing filaria. Antibodi tersebut bertahan menggunakan metode klaster yang sama pada
lama meskipun telah minum obat dan cacing orang dewasa. Penelitian ini
17
dalam tubuh telah mati. merekomendasikan penggunaan testing
Pemeriksaan gen BM mendeteksi adanya antibodi pada anak dengan metode sampling
antigen (protein dari cacing) yang dihasilkan TAS dan/atau MX (molecular xenomonitoring)
18
oleh cacing selama masih hidup. Anak SD untuk post-POPM surveilans.24
yang sebelumnya positif telah mendapatkan Brugia malayi ditularkan oleh spesies
obat saat POPM sehingga bisa dipastikan yang bervariasi dari Mansonia, Anopheles dan
25
antibodi yang sebelumnya terdeteksi saat Aedes. B. malayi ditemukan tersebar di
pemeriksaan TAS-1 tidak ditemukan lagi saat berbagai wilayah di Indonesia, umumnya di
penelitian ini. daerah pantai dan dataran rendah. Vektornya
Berdasarkan hal tersebut, maka di lokasi adalah Ma. uniformis, Ma. bonneae, Ma. dives,
penelitian tidak ditemukan lagi penularan Ma. annulata, Ma. annhulifera, dan Ma.
filariasis. Demikian juga sebaliknya, apabila indiana, sedangkan di Indonesia bagian timur
26
di suatu daerah masih ditemukan DNA B. ditambah An. barbirostris.
malayi pada manusia atau vektornya, maka di Hasil survey nyamuk menunjukkan
wilayah tersebut masih memiliki risiko untuk bahwa An. barbirostris merupakan spesies
19
terjadinya penularan filariasis. Anopheles yang dominan ditemukan di Desa
Hasil penelitian yang dilakukan di Sabang. Spesies ini juga merupakan vektor
Kabupaten Jabung Timur Provinsi Jambi, filariasis penular B. malayi di Sulawesi Tengah
menunjukkan bahwa seluruh penderita yang dan beberapa wilayah di provinsi lainnya di
dinyatakan positif mikrofilaria secara Sulawesi.26 Selain An. barbirostris, spesies yang
mikroskopis juga positif dengan PCR, artinya sebelumnya dikonfirmasi sebagai vektor
dalam darahnya mengandung gen B. malayi filariasis yang banyak ditemukan di Desa
20
ataupun B. timori. Namun berbeda dengan Sabang adalah Ma. dives. Salah satu spesies
penelitian Pratiwi, dkk ditemukan satu positif dari genus Mansonia ini merupakan vektor di
mikrofilaria pada pemeriksaan giemsa wilayah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian
sedangkan pada waktu pemeriksaan gen Sulawesi. Empat nyamuk vektor utama B.
menggunakan metode PCR ditemukan empat Malayi di Sulawesi yaitu An. Barbirostris, Ma.
27
positif. 21 Hal ini terjadi karena metode PCR uniformis, M. dives, dan Ma. indiana.
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang Nyamuk dari genus Culex paling
tinggi untuk mendiagnosis filariasis secara melimpah ditemukan di Desa Sabang, yaitu Cx.
dini karena mendeteksi gen dari Brugia, 4 Vishnui akan tetapi spesies ini belum pernah
sedangkan dalam pemeriksaan giemsa hanya terkonfirmasi sebagai vektor filariasis di
bisa mendeteksi jika ada mikrofilaria dalam Indonesia. Genus Anopheles hanya ditemukan
darah.22 Sebuah penelitian juga menunjukkan di Desa Sabang, sedangkan Culex ditemukan
bahwa dari sediaan pulasan giemsa masih bisa pada kedua lokasi survey. Selain Culex, genus
dilakukan pemeriksaan mikrofilaria secara Armigeres juga ditemukan pada kedua lokasi
molekuler dengan PCR.23 survei. Salah satu spesies Armigeres yaitu Ar.
Hasil penelitian yang dilakukan di Subalbatus telah dikonfirmasi sebagai
Srilanka menemukan bahwa TAS sesuai pembawa W. bancrofti di Papua.28
panduan WHO tidak sensitif dalam Culex quinquefasciatus merupakan
mendeteksi transmisi limfatik filariasis yang spesies dominan ditemukan di Kelurahan
sedang berjalan. Hal ini disebabkan karena 1) Kabonga Kecil. Cx. quinquefasciatus
EU (evaluation unit) terlalu besar, 2) Filarial merupakan vektor filariasis di Kota
antigenemia rate pada anak terkadang sangat Pekalongan.29 Selain dominansi spesies, umur

108
Program Pengendalian Filariasis.......... (Made Agus Nurjana, et.al)

relatif nyamuk juga merupakan salah satu penularan di darah tersebut. Berbeda dengan
penentu suatu spesies nyamuk menjadi hasil penelitian di Kalimantan Selatan yang
30
vektor. Nyamuk dapat menjadi vektor masih ditemukan gen B. malayi pada nyamuk
filariasis, jika umur nyamuk cukup lama Mansonia yang diperiksa dengan PCR. Hal
sehingga parasit dapat menyelesaikan siklus tersebut menunjukkkan masih adanya potensi
hidupnya di dalam tubuh nyamuk. Semakin terjadinya penularan filariasis di daerah
panjang umur nyamuk semakin besar tersebut.19
kemungkinan untuk menjadi penular atau Tidak ditemukannya larva microfilaria
vektor. Waktu untuk perkembangan filaria W. dalam tubuh nyamuk dipengaruhi oleh
bancrofti stadium L1 menjadi L3 berkisar beberapa faktor, diantaranya kemampuan
antara 10 sampai 14 hari. Pada nyamuk An. nyamuk untuk menghisap darah terbatas,
vagus, prakiraan lamanya pertumbuhan W. sehingga peluang larva mikrofilaria yang ikut
bancrofti adalah 12 hari. terhisap kecil.
31
Fa k to r l a i n ya n g
Selain itu nyamuk harus mempunyai mempengaruhi tidak ditemukannya larva
umur relatif lebih panjang dari masa inkubasi microfilaria dalam tubuh nyamuk yaitu
ekstrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik filariasis kepadatan larva mikrofilaria dalam tubuh
W. bancrofti adalah 6–12 hari sedangkan manusia rendah sehingga transmisi
filariasis B. malayi paling cepat 6–6,5 hari, dan mikrofilaria ke tubuh nyamuk tidak terjadi. 31
filariasis B. timori 7–10 hari. 3 0 Hasil Peraturan daerah secara khusus untuk
pembedahan dilatasi nyamuk selama mendukung eliminasi filariasis di Kabupaten
penelitian didapatkan nyamuk dengan Donggala belum ada, tetapi berdasarkan
dilatasi lima, namun jumlahnya sangat sedikit. informasi dari Kepala Dinas Kesehatan
Nyamuk yang dibedah rata-rata masih Kabupaten Donggala menyampaikan bahwa
nulliparous (belum pernah bertelur). Semakin pemerintah daerah sedang memproses
tinggi parousitas nyamuk, maka semakin pembentukan peraturan tentang kesehatan
tinggi pula potensi penularan.31 d a e ra h ya n g d i d a l a m nya m e n c a ku p
Sebuah metode untuk monitoring TAS kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh
dari segi vektor adalah xenomonitoring, yaitu pemerintah daerah, termasuk kebijakan
deteksi larva filaria atau DNAnya di dalam beberapa sub-program termasuk filariasis.
tubuh nyamuk dengan PCR. Metode tersebut Kebijakan penganggaran dan ketersediaan
merupakan marker yang sensitif untuk sarana dan prasarana perbekalan kesehatan
menentukan endemisitas filariasis yang lebih lainnya juga akan diatur dalam peraturan
efektif daripada metode pembedahan kelenjar tersebut.
saliva nyamuk. 32,33 Namun demikian, hasil tes Daerah lain yang telah mengeluarkan
DNA parasit positif pada nyamuk belum tentu p e ra t u ra n d a e ra h u n t u k m e n u k u n g
membuktikan penularan yang signifikan pelaksanaan POPM filariasis yaitu Kabupaten
sedang berlangsung di wilayah studi.32 Mamuju Utara (saat ini bernama Kabupaten
Xenomonitoring adalah strategi yang Pasangkayu). 10 Meskipun dengan adanya
sangat berguna untuk melengkapi surveilans peraturan tersebut belum cukup untuk
post-POPM karena kemampuannya untuk menekan kejadian filariasis di Kabupaten
mengidentifikasi infeksi filaria rendah pada Mamuju Utara, tetapi dapat meningkatkan
nyamuk vektor dan tidak bersifat invasif pada cakupan minum obat filariasis dari tahun ke
populasi. Hal ini terutama pada wilayah kasus tahun.
filariasis yang ditularkan oleh nyamuk Culex. SDM sudah cukup, namun masih perlu
Hasil analisis di American Samoa dan Srilanka refreshing secara berkala kepada tenaga
menunjukkan xenomonitoring dapat menjadi maupun kader kesehatan yang membantu
marker transmisi yang sebandinng dan cost- dalam program filariasis khususnya POPM.
34
effective untuk survei periodik paska POPM. Bahkan kegiatan refreshing tersebut wajib
Hasil pemeriksaan PCR menunjukkan dilakukan sebelum pengobatan massal di
bahwa tidak ditemukan nyamuk yang Kabupaten Bandung, Jawa Barat.35
mengandung DNA B. malayi, hal ini Umumnya penderita mengetahui istilah
menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi lokal penyakit filariasis ini, yaitu “tiba” atau

109
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 14 No. 2, 2020 : 103 - 112

“na tiba”. Istilah penyakit ini sama dengan di UCAPAN TERIMA KASIH
Kabupaten Parigi Moutong, 3 6 karena Penulis mengucapkan terimakasih
penduduk asli Kabupaten Donggala dan Parigi kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Moutong hampir sama yaitu Suku Kaili. Donggala, Kepala Dinas Lintas Sektor terkait,
Namun berbeda dengan di Kabupaten Kepala Puskesmas Sabang, Kepala Puskesmas
Morowali, masyarakat setempat Donggala, Kepala Desa Sabang, Kepala
menyebutnya “kambang karu”. 37 Perbedaan Kelurahan Kabonga Kecil serta masyarakat
nama tersebut disesuaikan dengan istilah atas kerjasamanya selama proses
pada daerah masing-masing. pengumpulan data.
Masih ada penderita/keluarga penderita
yang menganggap penyakit ini merupakan DAFTAR PUSTAKA
penyakit keteguran, hal ini diakibatkan
kurangnya pemahaman masyarakat tentang 1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Program
f i l a r i a s i s . M a s ya r a k a t ya n g k u r a n g Eliminasi Filariasis Di Indonesia. Jakarta: Sub
Direktorat Filariasis dan Schistosomiasis,
pengetahuan menghambat pelaksanaan
Direktorat P2B2, Ditjen PPM & PLP; 2012.
program eliminasi filariasis.
2. Direktorat P2PTVZ Kemenkes RI. Review
Dalam jangka panjang, sangat penting
Kemajuan Program Eliminasi Filariasis dan
untuk program filariasis untuk terus Pelaksanaan Belkaga 2016 di Indonesia. 2017.
mengembangkan dan melakukan strategi
3. World Health Organization. Global Programme
s u r v e i l a n s ya n g c o m p r e h e n s i f a t a u
to Eliminate Lymphatic Filariasis (A Manual for
menyeluruh yang terintegrasi dengan Elimination Programmes). Prancis; 2011.
program lain untuk memastikan kontrol yang
4. Kumalasari TN. Sensitivitas dan Spesifisitas
cost-effective dan berkesinambungan.
Metode Brugia Rapid Test pada Pemeriksaan
Surveilans post-TAS dapat dilakukan dengan Brugia Malayi. Biomed J Indones.
strategi surveilans pasif menggunakan grup 2019;5(2):62-71.
sentinel yang mewakili untuk monitoring
5. Lemeshow S, Hosmer Jr DW, Klar J, Lwanga SK.
darah rutin atau melalui program surveilans
34,38 Adequacy of Sample Size in Health Studies.
rutin malaria atau penyakit lainnnya. England: John Wiley & Sons Ltd.; 1993.
6. Tangena JA, Thammavong P, Hiscox A, Lindsay
KESIMPULAN SW, Brey PT. The Human-Baited Double Net
Program pengendalian filariasis di Trap: An Alternative to Human Landing
Kabupaten Donggala melibatkan sektor Catches for Collecting Outdoor Biting
kesehatan, pendidikan, Bappeda, lembaga Mosquitoes in Lao PDR. PLoS One. 2015:1-8.
kemasyarakatan hingga tokoh-tokoh doi:https://doi.org/10.1371/journal.pone.01
38735
masyarakat. Pemeriksaan darah masyarakat
didapatkan mf-rate 0%, deteksi Brugia malayi 7. Dinkes Kabupaten Donggala. Laporan
negatif, dan nyamuk yang tertangkap tidak Pelaksanaan POPM Filariasis 2012-2015
ada yang mengandung larva filariasis Kabupaten Donggala. Donggala; 2016.
memperkuat status lulus TAS-1 di Kabupaten 8. Ompusunggu SM, Tuti S, Hasugian AR.
Donggala. Endemisitas Filariasis dengan Lama
Pegobatan Massal Berbeda. Maj Kedokt
Indones. 2008;58(11):413-420.
SARAN
Perlu dilakukan pengembangan strategi 9. Dewi S, Saraswati LD, Adi MS, Ginandjar P.
s u r v e i l a n s ya n g c o m p r e h e n s i f a t a u Gambaran Pengobatan Massal Filariasis (Studi
menyeluruh yang terintegrasi dengan di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan
Kalimantan Tengah). J Kesehat Masy.
program lain untuk memastikan kontrol yang
2 0 1 7 ; 5 ( 4 ) : 4 8 3 - 4 9 1 .
cost-effective dan berkesinambungan. Peran doi:10.1017/CBO9781107415324.004
sektor terkait juga perlu ditingkatkan agar
10. Nurjana MA, Chadijah S, Veridiana NN,
eliminasi filariasis di Kab. Donggala dapat
Anastasia H. Situasi Filariasis Setelah
terwujud. Hal ini dapat didukung dengan Pengobatan Massal Tahun Ketiga di Kabupaten
Peraturan Bupati, sehingga program filariasis Mamuju Utara. J Ekol Kesehat. 2017;16(2):93-
segera direalisasikan. 103.

110
Program Pengendalian Filariasis.......... (Made Agus Nurjana, et.al)

11. Oktarina R. Studi Filariasis Pasca-Pemberian Polymerase Chain Reaction Pada Pemeriksaan
Obat Pencegahan Massal ( POPM ) Filariasis Brugia Malayi Di Desa Sungai Rengit Murni
Tahap III Kabupaten Muara Enim Provinsi Kabupaten Banyuasin. Maj Kedokt Sriwij.
Sumatera Selatan Tahun 2016. J Vektor 2013;1:41-51.
Penyakit. 2018;12(2):93-102. 22. Rahmah N, Taniawati S, Shenoy RK, et al.
12. Yahya, Santoso. Studi Endemisitas Filariasis di Specificity and sensitivity of a rapid dipstick
Wilayah Kecamatan Pemayung, Kabupaten test (Brugia Rapid) in the detection of Brugia
Batanghari Pasca Pengobatan Massal Tahap II. malayi infection. Trans R Soc Trop Med Hyg.
Bul Penelit Kesehat. 2013;41(1):18-25. 2001;95(6):601-604. doi:10.1016/S0035-
13. Yunarko R, Patanduk Y. Distribusi Filariasis 9203(01)90091-4
Brugia Timori dan Wuchereria Bancrofti di 23. Paisal, Erli Haryati, Dwi Candra Arianti, M.
Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, Rasyid Ridha A. Microfilarial Detection on
Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Giemsa Blood Smears using Real-Time PCR.
T i m u r. B a l a b a . 2 0 1 6 ; 1 2 ( 2 ) : 8 9 - 9 8 . Med Lab Technol J. 2019;5(1):24-31.
doi:10.22435/blb.v12i2.4760.89-98 doi:10.31964/mltj.v
14. Wahyudi BF, Pramestuti N. Kondisi Filariasis 24. Rao RU, Nagodavithana KC, Samarasekera SD,
Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean et al. A Comprehensive Assessment of
Kecamatan Pekalongan Utara Kota Lymphatic Filariasis in Sri Lanka Six Years
Pekalongan. Balaba. 2016;12(1):55-60. after Cessation of Mass Drug Administration.
doi:10.22435/blb.v12i1.4635.55-60 PLoS Negl Trop Dis. 2014;8(11):1-13.
15. Putri DF. Deteksi IgG4 Antifilaria Menggunakan doi:10.1371/journal.pntd.0003281
Antigen Rekombinan Bm14 untuk Diagnosis 25. Arsin AA. Epidemiologi Filariasis Di Indonesia.
Filariasis di Indonesia. J Ilmu Kedokt dan (Duhri AP, ed.). Makassar: Masagena Press;
Kesehat. 2018;5(4):294-304. 2016. doi:10.1002/dc.21698
16. Yulidar Y, Wilya V, Rosdiana R, Yasir Y. Deteksi 26. Nurjana MA. Aspek Epidemiologi dalam
Antibodi dan Antigen Cacing Filaria dan Penanggulangan Filariasis di Indonesia. J
Indeks Entomologi Vektor Potensial Filariasis Vektor Penyakit. 2009;3(1):33-40.
di Kota Langsa Provinsi Aceh. Biot J Ilm Biol 27. Sudomo M, Izhar A, Oemijati S. Lymphatic
Teknol dan Kependidikan. 2019;7(1):57-63. Filariasis In Indonesia. J Ekol Kesehat.
doi:10.22373/biotik.v7i1.5473 2002;1(1):37-43.
17. Dewi RM, Tuti S, Ganefa S, et al. Brugia Rapid TM 28. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri
antibody responses in communities of Ke s e h a t a n R I N o . 9 4 / 2 0 1 4 Te n t a n g
Indonesia in relation to the results of ' Penanggulangan Filariasis. Jakarta; 2015.
transmission assessment surveys ' ( TAS ) for
the lymphatic filariasis elimination program. 29.Ramadhani T, Soeyoko, Sumarni S. Culex
P a r a s i t Ve c t o r s . 2 0 1 5 ; 8 ( 4 9 9 ) : 1 - 6 . Quinquifasciatus Sebagai Vektor Utama
doi:10.1186/s13071-015-1093-x Filariasis Limfatik yang Disebabkan
Wuchereria Bancrofti di Kelurahan Pabean
18. Elytha F. Transmission Assessment Survey Ko t a Pe ka l o n ga n . J E ko l Kes eh a t .
sebagai Salah Satu Langkah Penentuan 2010;9(3):1303-1311.
Eliminasi Filariasis. J Kesehat Masy Andalas.
2014;8(2):85-92. 30. Ramadhani T, Wahyudi BF. Keanekaragaman
dan Dominasi Nyamuk di Daerah Endemis
1 9 . Ra h ay u N, S u r ya t i n a h Y, R i d h a M R , Filariasis Limfatik , Kota Pekalongan. J Vektor
Kusumaningtyas H, Ipa M, Dhewantara PW. Penyakit. 2015;9(1):1-8.
Detecting Brugia Malayi in Lymphatic
Filariasis Mosquito Vector in North Hulu 31. Portunasari WD, Kusmintarsih ES, Riwidiharso
Sungai District , South Kalimantan , Indonesia. E. Survei Nyamuk Culex spp. sebagai Vektor
In: 4th International Symposium on Health Filariasis di Desa Cisayong, Kecamatan
Research (ISHR 2019). Vol 22. ; 2019:179-184. Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Biosfera.
2 0 1 7 ; 3 3 ( 3 ) : 1 4 2 .
2 0 . S a n to s o , S u r ya n i n g t ya s N H . S p e s i e s doi:10.20884/1.mib.2016.33.3.361
Mikrofilaria Pada penderita Kronis Filariasis
secara Mikroskopis dan Polymerace Chain 32. Fischer P, Erickson SM, Fischer K, et al.
Reaction (PCR) di Kabupaten Jabung Timur. Persistence of Brugia malayi DNA in vector and
Media Litbangkes. 2015;25(4):249-256. non-vector mosquitoes: Implications for
xenomonitoring and transmission monitoring
21. Pratiwi R, Chairul A, Mgs Irsan S, Theodorus. of lymphatic filariasis. Am J Trop Med Hyg.
Sensitivitas dan Spesifisitas Metode 2 0 0 7 ; 7 6 ( 3 ) : 5 0 2 - 5 0 7 .

111
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 14 No. 2, 2020 : 103 - 112

doi:10.4269/ajtmh.2007.76.502 Penularannya di Desa Pangku-Tolole,


33. Chansiri K, Phantana S. A polymerase chain Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi-
reaction assay for the survey of bancroftian Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. J Vektora.
filariasis. Southeast Asian J Trop Med Public 2013;5(2):54-65.
Health. 2002;33(3):504-508. 37. Nurjana MA, Ningsi, Puryadi, et al. Prevalensi
34. Chu BK, Deming M, Biritwum NK, et al. dan Pengetahuan, Sikap, Perilaku Masyarakat
Transmission Assessment Surveys (TAS) to terhadap Filariasis di Wilayah Kabupaten
Define Endpoints for Lymphatic Filariasis Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah tahun
Mass Drug Administration: A Multicenter 2009. J Vektor Penyakit. 2010;4(1):30-44.
Evaluation. PLoS Negl Trop Dis. 2013;7(12):1- 38. Shamsuzzaman AKM, Haq R, Karim MJ, et al.
12. doi:10.1371/journal.pntd.0002584 The significant scale up and success of
35. Ipa M, Astuti EP, Ruliansyah A, Wahono T, Transmission Assessment Surveys “TAS” for
Hakim L. Gambaran Surveilans Filariasis di endgame surveillance of lymphatic filariasis in
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. J Bangladesh: One step closer to the elimination
Ekol Kesehat. 2014;13(2):153-164. g o a l o f 2 0 2 0 . P L o S N e g l Tr o p D i s .
2 0 1 7 ; 1 1 ( 1 ) : 1 - 1 9 .
36. Garjito TA, Jastal, Rosmini, Anastasia H, doi:10.1371/journal.pntd.0005340
Srikandi Y, Labatjo Y. Filariasis dan Beberapa
Fa k to r ya n g B e rh u b u n ga n d e n ga n

112

You might also like