Professional Documents
Culture Documents
Uploadddd
Uploadddd
HENNY APRIANTY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Henny Aprianty
NRP 995233
ABSTRACT
HENNY APRIANTY. Degradation Control of Coastal Resources through the
Empowerment of the Coastal Community (A Case Study of Fishermen and pond
owners in Bengkulu City). Under the guidance of HADI S. ALIKODRA,
KOOSWARDHONO,M., ENDRIATMO SOETARTO and LALA M.
KOLOPAKING.
There are two phenomena regarding the coastal areas of Bengkulu City.
First, in general coastal resources have not been optimally managed. Second,
partially the condition of the coastal areas in Bengkulu City has been marked by
abrasion, destruction of mangrove trees, destruction of coral riffs, and high
volume of sedimentation, unorganized and poor dwelling areas on the coast, not to
mention the socio-economic condition of the people which is still below the
poverty line.
This research was aimed at studying the condition of natural resources on
the coastal area, community structure and institutional structure that marginalize
fishing community with the destruction of coastal resources and formulating a
strategy to control the degradation of coastal resources through the empowerment
of coastal community.
The study used qualitative approach, quantitative approach and Multi-
criteria Decision Analysis (MCDA) approach. Qualitative approach primarily
used emik approach through a case study. Quantitative approach used a survey
method and Multi-criteria Decision Analysis (MCDA) approach with A’WOT
technique. The condition of coastal resources was analyzed by analytical method
of production surplus for the potential fishery resources, ecological analysis, and
correlation analysis of spatial data for the condition of mangrove resources.
Community structure of fishermen used the framework of sustainable livelihood.
Community institution of fishermen was analyzed with descriptive analysis. The
strategy for community empowerment used the analysis of integrated concept,
SWOT and AHP.
The research result showed that the condition of coastal resources in
Bengkulu City, especially marine fishery resources to have been “over-fishing”,
where the actual potential had exceeded conservation potential. It was caused by
the increase in production input; at the same time, the catch effort was going
down. The mangrove forest in the research area had been degradated while had
decreased in size from 2002 until 2007 by 174.94 ha or on the average of 35
ha/year. The destruction of mangrove forest in Teluk Sepang village was due to
the change of function from mangrove forest to palm oil plantation, holticulture
plantation and the collection area of coal. In the meantime, in Sumberjaya village
and Kandang village, the destruction was caused by the opening of coastal ponds
and dwelling areas.
In the structure of fishing community, it was revealed that physical capital,
human capital, financial capital, natural capital and social capital of the fishermen
in Teluk Sepang, Kandang and Sumberjaya were considered low. Social structure
was stratified based on the difference in economic condition and kinds of job
which places an employer (toke) on the highest social stratification. Employers
control production asset and capital. The second layer was occupied by tekong,
pond owners and cingkau. The lowest layer was occupied by pelacak fishermen
and pond labourer. The domination of the upper layer on production asset and
capital had brought about the dependence on them, creating a patron-client
structure and influencing the production method of coastal community towards
natural resources.
The institutional structure of work relationship, institution of result
sharing, institution of marketing and capitalization in the research area showed
different patterns. Fishermen in Teluk Sepang and Kandang with traditional catch
patterns, patron-client structure in the work relationship did not exit. Meanwhile
Sumberjaya fishermen with modern fishing patterns (having more variations in
catching equipment and catching fleet), the institution of work relationship
showed the existence of patron-client relationship. The institution of profit loss
sharing among fishermen in Teluk Sepang consisted of divided-into-two and
divided-into-three patterns, in Kandang consisted of divided-into-two and
divided-into-six pattern, while Sumberjaya fishermen divided the result based on
catching tools used. Long fishing net, floating net, fishing tool, and fish trap used
divided-into-two pattern. Purse seine used divided-into-four pattern. The
marketing system and capitalization of coastal community in the reseach area
were controlled by toke,juragan and fish seller (cingkau) as owner capital and
production asset. With this description, each structure was controlled by the power
which owned the production asset and capital that made it asymmetrical between
those who played a role and who didn’t in the production process, which finally
created an income gap. The income gap between potential fishermen acted as a
trigger for the destruction of coastal resources.
Controlling strategy of coastal resource degradation through the
empowerment of coastal community in Bengkulu City is supporting program of
the lowest layer coastal community with done communities intervention with step
as (a) by creating of institution economic (a family cooperation) based on of
relationship social; (b) by activity of conservation and rehabilitation of mangrove
forest with developing partisipative community; (c) by the improvement in
catching technology based on environmental-friendly principle through a
profesion grouping and (d) by improvement silvofishery system in management of
pond with developing butoum up.
HENNY APRIANTY
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi pada :
Ujian Tertutup : DR. IR. Etty Riani, MS
Ujian Terbuka : 1. Prof. DR. IR. Cecep Kusmana, MS
2. Prof. DR. IR. Abdullah Syarief M., MS
Judul Disertasi : Pengendalian Degradasi Sumberdaya Pesisir
melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Studi
kasus di komunitas nelayan dan petambak Kota
Bengkulu)
Nama : Henny Aprianty
NRP : 995233
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra,MS Prof. Dr. Ir. Kooswardhono M, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui,
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahirrabil’aalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat yang telah dilimpahkan sehingga
penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penulisan disertasi dengan judul:
Pengendalian Degradasi Sumberdaya Alam Pesisir melalui Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir (Studi kasus di komunitas nelayan dan petambak Kota
Bengkulu). Pengendalian degradasi sumberdaya alam pesisir Kota Bengkulu
dalam bentuk kelembagaan partisipatif yang mengintegrasikan kepentingan
ekonomi dan kepentingan lingkungan yang berbasiskan kekerabatan.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada Prof. DR.
Ir. Hadi S. Alikodra, MS selaku ketua komisi pembimbing, Prof. DR. Ir.
Kooswardhono M, MSc, Prof. DR. Endriatmo Soetarto, MA dan DR. Ir. Lala M.
Kolopaking, MS selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, dorongan
semangat dan moril serta nasehat, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi
ini.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada :
1. Rektor Universitas Prof. DR. Hazairin, SH Bengkulu yang telah memberikan
izin tugas belajar di sekolah pascasarjana IPB.
2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Sekolah Pascasarjana IPB yang telah mengarahkan dan memfasilitasi penulis
selama mengikuti pendidikan.
3. Penguji luar komisi pada ujian tertutup DR. IR. Etty Riany, MS. Prof. DR.
IR. Cecep Kusmana, MS (Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas
kehutanan IPB) dan Prof. DR. IR. Abdulllah Syarief.M, MS. (Peneliti Utama
Biologi Satwa Liar pada Puslitbang Hutan dan Konservasi, Departemen
Kehutanan) sebagai penguji luas komisi pada ujian terbuka serta seluruh
rekan-rekan yang secara langsung maupun tidak langsung telah memotivasi
dalam penyelesaian disertasi.
Do’a yang tulus dan ucapan terima kasih penulis sampaikan, khusus untuk
suamiku tercinta Zurqani Ridwan, S.Sos, ananda Aurora Hega Ramadhanty,
Muhammad Adha Ridwan, Ayahnda Drs. Nurdin Kulana, Ibunda Halimah
Djapiloes, Kakanda Win Heryati, adinda Nopetri Elmanto dan Ahmad Yani serta
keluarga besar yang senantiasa telah memberikan do’a, kesabaran, dorongan,
harapan, pengertian dan bantuan yang diberikan selama menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak terlepas dari kelemahan dan
kekurangan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Semoga disertasi ini
dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang bermanfaat.
Henny Aprianty
RIWAYAT HIDUP
I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Penelitian 3
1.3. Kerangka Pemikiran 3
1.4. Perumusan Masalah Penelitian 5
1.5. Novelty 6
II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1. Kerusakan Sumberdaya Alam Wilayah Pesisir 7
2.2. Sumberdaya Perikanan Laut 7
2.3. Hutan Mangrove 8
2.4. Struktur Masyarakat Pesisir 16
2.41. Masyarakat nelayan 16
2.4.2. Petambak 19
2.5. Kelembagaan Masyarakat Pesisir 20
2.5.1. Konsep Kelembagaan 20
2.5.2. Sistem Kelembagaan Masyarakat Pesisir 21
2.4. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir 27
i
4.3. Struktur Masyarakat Pesisir Kota Bengkulu 74
4.3.1. Keragaan Modal Struktur Masyarakat Pesisir 77
4.3.2. Pelapisan Sosial 98
4.4. Kelembagaan Masyarakat Pesisir Kota Bengkulu 103
4.4.1. Kelembagaan Perikanan Tangkap 103
4.4.2. Kelembagaan Budidaya Tambak 123
4.5. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir 129
4.5.1. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Kota Bengkulu 129
4.5.2. Perencanaan Pengendalian Degradasi Sumberdaya 139
Alam Pesisir melalui Intervensi Komunitas
Masyarakat Pesisir Lapisan Bawah
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
iii
32. Penguasaan armada penangkapan berdasarkan etnis di Kandang 89
33. Kondisi sanitasi lingkungan masyarakat pesisir di daerah penelitian 90
34. Dua pilihan masyarakat pesisir Teluk Sepang menghadapi
musim paceklik 92
35. Dua pilihan masyarakat pesisir Sumberjaya menghadapi
musim paceklik 93
36. Dua pilihan masyarakat pesisir Kandang menghadapi musim paceklik 93
37. Perbandingan tingkat kepercayaan dalam komunitas 94
38. Perbandingan tingkat kepercayaan dengan komunitas lain 94
39. Pendapat masyarakat pesisir berdasarkan prinsip kerjasama 96
40. Stratifikasi sosial masyarakat pesisir Kota Bengkulu dalam
pandangan nelayan dan petambak 102
41. Pola hubungan kerja nelayan di daerah penelitian 104
42. Pola bagi hasil Nelayan Teluk Sepang 113
43. Pola bagi hasil Nelayan Kandang 114
44. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada jaring pukat cincin 115
45. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada jaring insang hanyut/udang 115
46. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada jaring payang 116
47. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada bagan perahu 116
48. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada kapal pancing 116
49. Pola hubungan kerja petambak di daerah penelitian 124
50. Pola bagi hasil petambak di daerah penelitian 125
51. Tempat pemasaran hasil panen tambak di daerah penelitian 126
52. Sumber pinjaman modal bagi petambak di daerah penelitian 128
53. Hasil analisis dan akumulasi pendapat responden untuk komponen
internal SWOT 130
54. Hasil analisis dan akumulasi pendapat responden untuk komponen
eksternal SWOT 131
55. Matriks SWOT untuk penentuan strategi pemberdayaan masyarakat
pesisir dalam pengendalian degradasi sumberdaya Pesisir
Kota Bengkulu 133
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
v
28. Distribusi pemasaran udang pada komunitas Nelayan Teluk Sepang 118
29. Distribusi pemasaran hasil tangkapan Nelayan Kandang 119
30. Distribusi pemasaran ikan nelayan jaring payang/bagan perahu/pancing 120
31. Distribusi pemasaran ikan nelayan jaring hanyut/udang 120
32. Distribusi pemasaran ikan nelayan pikat cincin 121
33. Pola hubungan kerja kegiatan pertambakan di daerah penelitian 124
34. Rantai perdagangan hasil panen tambak di daerah penelitian 127
35. Hasil analisis matrik SWOT dengan kombinasi faktor internal dan
eksternal 132
36. Strategi pemberdayaan masyarakat pesisir dengan komponen
prioritas SWOT 135
37. Prioritas komponen kekuatan (Strength) 135
38. Prioritas komponen kelemahan (Weaknesses) 136
39. Prioritas komponen peluang (Opportunity) 137
40. Prioritas komponen ancaman (Treaths) 138
41. Prioritas kriteria pemberdayaan masyarakat pesisir Kota Bengkulu 139
42. Prioritas strategi pemberdayaan masyarakat pesisir Kota Bengkulu 139
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran hal
Vii
I. PENDAHULUAN
rusak
Tindakan merusak Degradasi
Sumberdaya
Pesisir
SWOT
Alternatif Strategi
MAHP
Prioritas Pemberdayaan
Gambar 1. Kerangka pikir pengendalian degradasi sumberdaya pesisir Kota Bengkulu melalui
pemberdayaan masyarakat pesisir (Sumber: dimodifikasi dari Masyhudzulhak, 2004
dan M. Karim, 2005)
1.5. Novelty
Penelitian-penelitian mengenai masyarakat pesisir di Propinsi Bengkulu
selama ini masih bersifat sporadik dan bersifat parsial, sedangkan dalam
penelitian ini sifat dasarnya adalah bersandarkan pada pendekatan secara holistik
dan mendalam dengan memfokuskan apa yang dimiliki oleh masyarakat pesisir.
Konsep ini digunakan sebagai tolak ukur dalam pemberdayaan masyarakat pesisir
yang karakteristiknya berbeda secara sosiologis dan ekologis karena
penyeragaman cara pemberdayaan akan menimbulkan kegagalan dalam
implementasi program, seperti yang sering terjadi sampai saat ini. Output dari
penelitian ini adalah pembentukan kelembagaan ekonomi partisipatif berbasiskan
kekerabatan dalam pelestarian sumberdaya pesisir Kota Bengkulu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.4.2. Petambak
Petambak adalah masyarakat yang kegiatan utamanya membudidayakan
ikan atau sumberdaya laut lainnya yang berbasis pada daratan dan perairan
dangkal di wilayah pantai. Pollnac (1988) mengemukakan bahwa nelayan
membentuk masyarakatnya sendiri dengan karakter sosio-budaya yang khas,
sebagai hasil adaptasi mereka pada habitat pantai dan laut dimana pemenuhan
kebutuhan hidup diperoleh. Nelayan tergantung pada kemudahan bersama dan
memiliki hak yang sama terhadap sumberdaya dan hanya perlu menangkap apa
yang berkembang secara alamiah. Berbeda dengan petambak yang dalam pola
kerjanya lebih menyerupai pertanian atau peternakan.
Aksesibilitas petambak terhadap sumberdaya alam relatif lebih baik
dibanding nelayan penangkap ikan. Ketergantungan mereka tidak terbatas pada
sektor kegiatan yang berbasis pada laut tetapi juga pada daratan. Kondisi ini selain
memberikan alternatif lebih banyak bagi pengembangan ekonomi masyarakat.
Petambak umumnya membudidayakan tambak, mengusahakan kerang-kerangan,
rumput laut, dan ikan di perairan dangkal. Selain itu, petambak juga mempuyai
akses terhadap lahan yang dapat mereka manfaatkan untuk sumber penghasilan
alternatif.
Petambak memiliki kegiatan produksi agak berbeda dengan nelayan
tangkap. Jika nelayan tangkap menggantungkan nasibnya sepenuhnya pada hasil
laut yang sifatnya open access (setiap individu/kelompok nelayan mempuyai hak
yang sama untuk memanfaatkan sumberdaya laut), maka petambak
menggantungkan usahanya dengan mengelola lahan tambak. Oleh karena itu
lahan tambak menjadi salah satu faktor produksi pembatas disertai teknik
pemeliharaan yang spesifik (tradisional, semi intensif atau intensif) agar dapat
menghasilkan komoditi perikanan yang diharapkan.
Dalam struktur masyarakat petambak ditemui berbagai status, fungsi dan
peran dari individu-individu yang saling berinteraksi, membentuk suatu jaringan
sosial dalam melaksanakan kegiatan pertambakan. Kegiatan tersebut meliputi
hubungan kerja dan pemasaran hasil produksi. Status, fungsi dan peran dari
masing-masing individu menjadi dasar terbentuknya pelapisan sosial, yaitu
kelompok pemilik modal yang mengumpulkan dan membeli hasil produksi
perikanan dan petambak yang melakukan usaha budidaya tambak terdiri dari
petambak pemilik, buruh tambak, para eksportir perusahaan perikanan dan
seterusnya (Purnamasari, 2002).
Lokasi Penelitian
Wawancara
Wawancara individual secara mendalam dilakukan terhadap 20
stakeholder menggunakan pedoman wawancara mendalam (in-depth interview)
untuk menggali data tentang (1) aktivitas-aktivitas apa saja yang berpengaruh
terhadap kondisi sumberdaya alam pesisir dan sosial ekonomi budaya masyarakat
pesisir Kota Bengkulu; (2) struktur kelembagaan bagi hasil, kelembagaan
hubungan kerja dan kelembagaan pemasaran serta permodalan masyarakat pesisir
Kota Bengkulu. Stakeholder dalam penelitian dipilih dengan persyaratan tertentu
yakni orang-orang yang terkait langsung dan memahami secara mendalam dengan
kegiatan penangkapan ikan sebanyak 20 stakeholder yang terdiri dari nelayan
lancang, nelayan kapal cincin, nelayan kapal pancing, nelayan kapal bagan,
nelayan kapal jaring hijau, petambak, pemilik kapal/toke/juragan, pedagang
pengumpul, pedagang eceran, tokoh masyarakat nelayan, ketua kelompok
nelayan, LSM, pemerintah daerah dan dinas terkait (lihat Tabel 3).
Disamping wawancara mendalam, juga dilakukan wawancara
menggunakan kuesioner dengan 85 responden ditiga kelurahan studi untuk
mendapatkan data meliputi variabel modal fisikal, modal sosial, modal finansial,
modal alamiah dan modal manusia.
Kajian Literatur
Unit dalam penelitian ini adalah nelayan tangkap dan petambak di daerah
studi yaitu Kelurahan Teluk Sepang, Kelurahan Sumberjaya dan Kelurahan
Kandang. Jenis usaha masyarakat di daerah kelurahan studi merupakan kerangka
sampel, guna memudahkan penentuan sampel sasaran yang akan dijadikan
responden penelitian. Jumlah sampel 85, yaitu 29 di kelurahan Teluk Sepang, 41
di Kelurahan Sumberjaya dan 15 di Kelurahan Kandang. Pengambilan sampel di
Kelurahan Teluk Sepang dan Kandang kemudian ditetapkan dengan
menggunakan metode purposive sampling, yaitu dengan memilih atau
menentukan dengan sengaja contoh yang akan diteliti. Responden yang akan
dipilih dalam penelitian ini, terdiri dari nelayan lancang yaitu perahu motor
tempel berkekuatan < 5- 10 GT dan petambak.
Nelayan lancang 24 2
Nelayan pancing 32 3
Petambak 15 2
ln U t +1 =
2r
ln (qK ) +
(2 − r ) ln(U ) − q (E + E ) ......... (5)
(2 + r ) (2 + r ) t
(2 + r ) t t +1
Untuk menganalisis nilai degradasi sumberdaya perikanan
mengunakan pendekatan analisis model Amman dan Durraipah (Fauzi, 2000).
1
Nilai degradasi: = ha .......................................................... (6)
1+ e hs
No Variabel Indikator Pa
• Pembuangan drainase
• Pembuangan Kotoran
b. Sumber Modal • Berasal dari milik sendiri atau berasal dari Lembaga keuangan non
b. Struktur kelembagaan masyarakat dianalisis menggunakan metode analisis
deskriptif yang menggunakan data-data primer maupun sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara, dan pengamatan lapangan. Data
sekunder diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang relevan dan statistik
potensi desa tahun 2006. Dalam analisis ini kerangka yang digunakakan
adalah kerangka analisis Schmid (Pakpahan,1989), yang mencirikan suatu
kelembagaan :
Matrik SWOT
Level 2
Komponen SWOT STRENGTHS WEAKNESSES OPPORTUNITIES TRHEATS
Level 3
Faktor SWOT a b c d e f g h j j k l m n o p q
Level 4
Program Pembentukan Peningkatan peran Rehabilitasi
Kriteria pendampingan kelembagaan serta nelayan dalam ekosistem
dengan melakukan
ekonomi dan memanfaatkan pesisir yang
intervensi
pelestarian sumberdaya pesisir telah
Bobot * komunitas sumberdaya dan laut secara mengalami
(0,3864)
pesisir lestari degradasi
(0,1946) (0,0638) (0,3552)
16
14
Jumlaharmada/unit
12
10
8
6
0
Je nis m e s in PTM <5 GT 5-10 GT 10-20 GT 20-30 GT >30 GT
2004 0 12 3 0 0 0
2006 0 8 14 0 0 0
50
45
40
Jumlah armada/unit
35
30
25
20
15
10
5
0
Je nis m e s in PTM <5 GT 5-10 GT 10-20 GT 20-30 GT >30 GT
2004 0 30 35 15 10 10
2006 0 16 47 21 18 15
35
Jumlah armada/unit
30
25
20
15
10
0
Je nis m e s in PTM <5 GT 5-10 GT 10-20 GT 20-30 GT >30 GT
2004 37 15 0 0 0 0
2006 27 28 6 0 0 0
Tabel 9. Jumlah dan jenis produksi perikanan laut di daerah penelitian tahun 2004
dan tahun 2006
Lokasi Penelitian
Kelompok spesies
Tahun 2004 Tahun 2006
Produksi (ton/thn) Produksi (ton/thn)
Pelagis Besar 1.043,33 1.565,00
Pelagis Kecil 3.546,13 5.319,20
Demersal 769,27 1.153,90
Ikan Karang 1.007,97 1.511,95
Udang 681,87 1.022,80
Cumi-cumi 347,67 521,50
Total 7.396,24 11.094,35
Sumber : Di hitung dari laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu, 2004 dan
data primer, 2006
6.000,00
5.000,00
Nilai produksi (ton)
4.000,00
3.000,00
2.000,00
1.000,00
0,00
Spesies ikan Pelagis besar Pelagis kecil Demersal Ikan karang Udang Cumi-cumi
40
35
Jumlahalat tangkap
30
25
20
15
10
5
0
Bagan jaring jaring payan pukat m ini Bagan Pancin
Bubu
tancap lobs ter ins ang g cincin trawl perahu g
Teluk Sepang 0 3 16 24 3 0 0 0 0
Sum berjaya 0 0 28 35 22 15 4 6 8
Kandang 7 3 14 11 0 0 0 0 0
180
160
Luaslahan (ha)
140
120
100
80
60
40
20
0
Tahun 2004 2006
Gambar 10. Perkembangan luas tambak di daerah penelitian tahun 2002 dan
tahun 2006
Total 7 9 15 31 (100%)
Sumber : Diolah dari data primer, 2006
350
300
250
200
Nilai
150
100
50
0
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Nilai
25
20
15
10
5
0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Produksi Lestari 9,746 8,25 10,57 10,88 9,164 10,98 10,7 10,9 10,56 9,826 9,302 8,466 7,842 9,035 9,729 9,843 9,787
Produksi Aktual 6,578 4,499 7,088 7,465 6,622 8,463 7,377 7,766 8,622 11,2 11,44 14,89 15,18 15,23 16,20 25,98 27,12
Trip 13,43 9,630 17,12 19,88 11,72 22,04 18,02 20,39 29,99 35,48 38,77 43,63 47,17 31,93 33,17 35,06 36,90
Gambar 12. Produksi Aktual, potensi lestari dan upaya tangkap Kota Bengkulu
Tahun 1990-2006
300
Jumlah armada
250
200
150
100
50
0
Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
PTM 178 184 184 175 166 158 150 148 144 144 139 136 132 108 107 102 85
< 5 GT 190 194 194 202 201 207 207 215 221 221 223 227 231 271 301 295 119
5-10 GT 47 49 49 51 50 53 55 59 63 64 66 69 71 79 89 133 102
10-20 GT 26 28 28 28 29 31 33 36 38 38 39 39 40 39 42 44 62
20-30 GT 20 20 20 20 21 21 20 24 24 24 25 25 29 26 36 36 25
> 30 GT 7 7 7 7 12 12 13 14 14 15 15 17 20 20 40 36 35
Tabel 19. Penurunan luas hutan mangrove di daerah penelitian pada tahun 2002
dan tahun 2007
Luas mangrove (ha)
No KECAMATAN Kelurahan 2002 2007
Sumberjaya 171,88 92,5
1 Kampung Melayu Teluk Sepang 529,70 367,70
Kandang 298,68 74,82
T o t a l 999,63 578,77
Sumber : Atlas sumberdaya pesisir dan laut Kota Bengkulu (2002) dan data primer, (2007)
600
Luas lahan (ha)
500
400
300
200
100
0
Tahun 2004 2006
Sumberj 200 166, 142,17 0 73,24 9,75 22,98 0 37,7 17,33 303,2
aya 2 89 5 2
200 166, 92,25 0 73,24 9,75 22,98 5,82 37,7 52,45 461,1
7 89 5 3
Persentase (%) 43,6 30,67 0 19,16 2,55 6,01 0,76 9,88 9,13 100
7
Teluk 200 94,0 496,17 0,04 46,71 291,26 619,89 382,7 19,7 9,75 1960,
Sepang 2 9 9 4 44
200 73,3 367,10 12,68 46,71 710,23 350,16 346,2 19,7 9,75 1935,
7 6 2 4 95
Persentase (%) 4,30 22,16 0,37 2,40 25,70 24,90 18,71 1,01 0,50 100
Kandan 200 94,0 99,08 0 59,45 7,22 39,43 44,14 0 51,49 335,4
g 2 9 6
Persentase (%) 20,7 21,49 0 16,36 1,76 9,76 10,92 0 26,29 100
2
Sumber : Data spatial penggunaan lahan Kota Bengkulu, 2002 dan data primer,
2007
Berdasarkan luasan penutupan lahan (landcover) pada Tabel 20
menunjukkan bahwa keberadaan ekosistem hutan mangrove di Kota Bengkulu
yang letaknya terpencar-pencar dan tidak begitu luas, secara keseluruhan, ternyata
mangrove sangat penting untuk stabilitas ekosistem wilayah pesisir terutama
sumberdaya perikanan laut. Hal ini sesuai dengan gambaran Sugandy (1993)
bahwa ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara daratan
dan lautan yang menjadi mata rantai yang sangat penting dalam pemeliharaan
keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindung dan memijah
berbagai jenis udang, ikan, dan berbagai biota laut lainnya, dan selain itu sesuai
dengan penjelasan Alikodra (2005) bahwa ekosistem mangrove juga tempat
habitat satwa seperti burung, primata, reptilia, insekta, sehingga secara ekologis
maupun ekonomis dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan manusia,
dengan berkurangnya hutan mangrove akan mempengaruhi sumberdaya alam
pesisir.
Modal Manusia
Modal manusia yang dimiliki masyarakat pesisir di Teluk Sepang,
Kandang dan Sumberjaya dikaji dari tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan.
a. Tingkat pendidikan
Masalah pendidikan dikalangan masyarakat pesisir kurang mendapat
perhatian, hal ini menyebabkan masyarakat pesisir di Teluk Sepang memiliki
tingkat pendidikan yang relatif rendah, yaitu sebagian besar (58,62%) hanya
tamatan SD. Nelayan yang berpendidikan tamat SMP sebesar 6 orang (20,67%),
tamat SMA berjumlah 5 orang (17,24%) dan bahkan ada 1 orang (3,45%) buta
huruf, seperti pada Tabel 23 berikut.
Tabel 23. Kelompok usia di Teluk Sepang berdasarkan tingkat pendidikan
Kelompok Usia (tahun)
Tingkat Pendidikan 20-30 31-40 41-50 51-60 61-70 Total
Buta huruf 1 0 0 0 0 1
Baca tulis tidak sekolah 0 0 0 0 0 0
SD tidak tamat 0 0 0 0 0 0
Tamat SD 2 7 7 0 1 17
SMP tidak tamat 0 0 0 0 0 0
Tamat SMP 2 3 1 0 0 6
SMA tidak tamat 0 0 0 0 0 0
Tamat SMA 1 2 1 1 0 5
Tamat Diploma 0 0 0 0 0 0
PT 0 0 0 0 0 0
Total 6 12 9 1 1 29
Total 7 7 1 0 0 15 (100%)
b. Tingkat Kesehatan
Keterbatasan sarana kesehatan di daerah penelitian menyebabkan kondisi
kesehatan masyarakat pesisir di Teluk Sepang juga kurang. Masalah kesehatan
yang relatif sering diderita adalah gangguan penyakit malaria (507%) yang
diderita hampir semua nelayan responden di Teluk Sepang, dikarenakan kondisi
lingkungan yang selalu tergenang air, masih banyak terdapat rawa-rawa serta
kurang memperhatikan kebersihan. Penyakit batuk pilek (12,86%) menjadi
keluhan kedua penyakit yang sering diderita nelayan responden. Hal ini
dikarenakan kondis cuaca yang tidak menentu dan pola hidup yang tidak teratur.
Tekanan darah tinggi (10%) yang diderita karena pola konsumsi makanan laut
yang berlebihan. Rematik (10%) dikarenakan pola kerja yang banyak di air,
bahkan pada malam hari. Penyakit diare (10%), penyakit kulit (4,28%) dan
penyakit asma (1,43%0, penyakit cacingan (1,43%). Kondisi ini dikarenakan
cuaca dan lingkungan tidak menentu, seperti disajikan dalam Tabel 26 dibawah.
Total 29 41 15 85 (100%)
Modal Finansial
Kriteria dari modal finansial di daerah penelitian dikaji dari tingkat
pendapatan dan sumber modal usaha.
a. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan nelayan Teluk Sepang, Kandang dan Sumberjaya
tidak menentu, tergantung dengan hasil tangkapan dan musim. Tingkat
pendapatan nelayan di daearah penelitian cukup tinggi ketika musim ikan, jika
dihitung perhari rata-rata pendapatan mereka Rp 30.000,- hingga Rp. 50.000,-
atau ± Rp. 1.000.000,- dalam satu bulan. Pendapatan tersebut adalah pendapatan
para suami sebagai nelayan, belum kalau anaknya membantu sebagai nelayan dan
istrinya bekerja mengolah hasil tangkapan ikan, tentu pendapatan nelayan bisa
bertambah banyak. Jika ditotal dalam satu keluarga bisa mencapai Rp. 1.500.000,-
dalam satu bulannya. Pendapatan waktu tidak musim ikan per hari rata-rata Rp.
5000,- atau Rp. 10.000,-, bahkan untuk mencari uang Rp. 20.000 sehari saja sulit.
Bahkan ada yang tidak membawa hasil sama sekali karena hanya dapat menutup
biaya perbekalan. Pendapatan nelayan dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Pendapatan nelayan di daerah penelitian
Pendapatan nelayan/hari Jumlah nelayan Prosentase (%)
Modal Alamiah
Modal alamiah dikelurahan Teluk Sepang, Kelurahan Kandang dan
Kelurahan Sumberjaya adalah kepemilikan aset, dan tingkat sanitasi lingkungan.
a. Kepemilikan Aset
Kepemilikan kapal armada penangkapan di Kelurahan Teluk Sepang dan
Kelurahan Sumberjaya di dasarkan pada etnis. Nelayan Teluk Sepang yang
memiliki armada penangkapan 66,66 % didominasi oleh nelayan etnis Minang,
etnis Bugis (15,97%), etnis Batak (9,03%) dari keseluruhan jumlah nelayan Teluk
Sepang. Di Kelurahan Sumberjaya, kepemilikan armada di dominasi etnis Batak
(29,72%), etnis Bugis (25,24%), etnis Minang (16,04%), etnis Bengkulu Asli
(14,62%), etnis Madura (11,04%). Di Kelurahan Kandang, kepemilikan armada di
dominasi etnis seperti terlihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 30. Penguasaan armada penangkapan berdasarkan etnis di Teluk Sepang
Kelurahan Teluk Sepang Jumlah
Etnis
Lancang Kapal ABK
Bugis 10 4 9 23
Minang 16 1 79 96
Serawai 0 0 12 12
Batak 10 0 3 13
Madura 0 0 0 0
Lahat 0 0 0 0
Bengkulu Asli 0 0 0 0
Total 36 5 103 144
Sumber : Diolah dari data primer, 2006
a. Solidaritas
Penggambaran solidaritas sesama pada masyarakat pesisir di Teluk Sepang
dikaji dari dua pilihan jawaban yang diberikan 29 responden, terlihat bahwa
sebagian besar nelayan (62,07%) mengaku meminta bantuan keluarga atau
saudara bila menghadapi kegagalan penangkapan ikan atau musim paceklik
sebagai pilihan pertama. Meski ada sejumlah nelayan meminta bantuan pada
patronnya (20,69%), tetangga atau teman (13,79%) dan tokoh formal (3,45%)
sebagai pilihan pertama bila mereka menghadapi musim paceklik. Selanjutnya
untuk pilihan kedua, sebanyak 41,38 % mengaku meminta bantuan kepada
patronnya, tetangga atau teman (34,45%) dan saudara atau teman (24,14%)
sebagai pilihan kedua yang dapat membantu mengatasi kesulitan tersebut, seperti
pada Tabel 34 berikut.
Tabel 34. Dua pilihan masyarakat Teluk Sepang menghadapi musim paceklik
Bila musim paceklik, siapa Dua Pilihan Nelayan
yang membantu anda ? Pertama Kedua
Tidak Seorangpun 0 0
Keluarga/Saudara 18 (62,07%) 7 (24,14%)
Tetangga/Teman 4 (13,79%) 10 (34,48%)
Patronnya 6 (20,69%) 12 (41,38%)
Tokoh Formal 1 (3,45%) 0
Total 29 (100%) 29 (100%)
Sumber : Diolah dari data primer, 2006
Tabel 36. Dua pilihan masyarakat pesisir Kandang menghadapi musim paceklik
Bila musim paceklik, siapa Dua Pilihan Nelayan
yang membantu anda ? Pertama Kedua
Tidak Seorangpun 0 1 (6,67%)
Keluarga/Saudara 4 (26,66%) 7 (46,67%)
Tetangga/Teman 1 (6,67%) 3 (20%)
Patronnya 9 (60%) 2 (13,33%)
Tokoh Formal 1 (6,67) 2 (13,33%)
Total 15 (100%) 15(100%)
Sumber : Diolah dari data primer, 2006
c. Kerjasama
Gambaran kerjasama di daerah penelitian dikaji melalui pendapat
masyarakat berdasarkan prinsip kerjasama. Sebanyak 55,71% setuju bila warga
di daerah penelitian dikatakan memiliki sifat jujur dan dapat dipercaya dalam
melakukan kerjasama, hanya 20% masyarakat yang tidak setuju dengan pendapat
tersebut. Namun sebanyak 50% masyarakat mengaku setuju bila warga di daerah
penelitian dikatakan hanya mementingkan diri sendiri dan tidak perduli dengan
kesejahteraan bersama, bahkan 12,86% masyarakat sangat setuju dengan pendapat
tersebut. Selanjutnya sebanyak 64,27% masyarakat juga merasa setuju bila
mereka harus selalu waspada bila tidak ingin dimanfaatkan oleh orang lain dalam
bekerjasama, bahkan 17,15% masyarakat mengaku sangat setuju dengan pendapat
tersebut. Pernyataan tersebut mencerminkan kecenderungan sikap pesimis dan
apatisme masyarakat pesisir yang semakin menguat dalam melihat realitas
kerjasama yang dilakukan oleh warga, seperti tersaji pada Tabel 39 berikut ini.
Tabel 39. Pendapat masyarakat pesisir berdasarkan prinsip kerjasama
Prinsip Kerjasama Pendapat Warga
Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak
Setuju Setuju Setuju
Warga Disini Jujur dan Dapat 16 39 14 1
Dipercaya (22,86%) (55,71%) (20%) (1,43%)
Warga Hanya Mementingkan Diri 9 35 18 8
Sendiri, Tidak Perduli Dengan (12,86%) (50%) (25,71%) (11,43%)
Kesejahteraan Bersama
Harus Selalu Waspada Atau Seseorang 12 45 7 6
Mengambil Keuntungan Dari Kita (17,15%) (64,27%) (10%) (8,58%)
Bila Punya Masalah Selalu Ada Yang 19 42 8 1
Menolong Saya (27,14%) (60%) (11,43%) (1,43%)
Saya Tidak Menaruh Perhatian Pada 5 14 43 8
Pendapat Orang Lain (7,14%) (20%) (61,43%) (11,43%)
Komunitas Relatif Lebih Sejahtera 2 10 35 23
Dalam Tiga Tahun Terakhir (2,87%) (14,26%) (50%) (32,87%)
Saya Diterima Sebagai Warga 31 30 8 1
Komunitas (44,26%) (42,76%) (11,44%) (1,43%)
Warga Tidak Perduli Dengan 3 24 33 10
Kerusakan Lingkungan Yang Terus (4,29%) (34,28%) (47,14%) (14,29%)
Berlangsung
Sumber : Diolah dari data primer, 2006.
Tabel 40. Stratifikasi sosial masyarakat pesisir Kota Bengkulu dalam pandangan
nelayan dan petambak
Sumberjaya Juragan/toke dan nelayan Tekong dan anak buah kapal (ABK)
• Struktur atas : • Struktur atas : tekong
Di darat yaitu juragan/toke • Struktur bawah : pelacak
Di laut yaitu tekong
• Struktur menengah :
Lapisan pertama yaitu apit, kuanca
Lapisan kedua yaitu pejabat lampu,
pejabat jaring, pejabat dapur, pejabat
selam
Lapisan ketiga : pelacak
• Modal dipenuhi oleh juragan/toke
• Ada pembagian kerja :
Juragan/toke bertanggung jawab
penuh dengan urusan di darat
Tekong bertanggung jawab penuh
dengan urusan di laut
Apit dan kuanca bertanggung jawab
dengan mesin dan pembagian kerja
terhadap pejabat lampu, pejabat
selam, pejabat dapur, pejabat jaring
dan pelacak
Tekong
Nelayan Pemilik (juragan/toke) tidak memposisikan sebagai patron bagi ABK dikarenakan
Modal yang dikeluarkan oleh juragan/toke hanya bahan bakar sedangkan bekal makanan di
bawa oleh masing-masing ABK dan ABK tidak terikat penuh dengan satu tekong.
Sumber : Diolah dari data primer dan data pengamatan, 2006
Gambar 21. Pola I hubungan kerja Nelayan Teluk Sepang
Nelayan “menumpang” pun bebas menentukan kemana mereka akan menumpang, dan tidak
ada keterikatan yang mengikat sama sekali. Disini kepercayaan dan kerjasama yang dipakai,
dan biasanya yang menumpang masih punya ikatan kekerabatan.
Sumber : Diolah dari data primer dan pengamatan lapangan, 2006
Nelayan 2 Nelayan 3
Nelayan 1, 2 dan 3 menumpang dengan pemilik sampan dengan menggunakan alat tangkap
masing-masing. Sedangkan pemilik sampan juga mempuyai alat tangkap sendiri, modal tidak
ada karena menggunakan dayung.
Sumber : Diolah dari data primer dan pengamatan lapangan, 2006
ABK bebas menentukan kepada siapa mereka bekerja, tetapi pemilik lancang berhak menentukan
siapa yang bekerja padanya karena modal sepenuhnya ditanggung pemilik kapal.
Sumber : Diolah dari data primer dan pengamatan lapangan, 2006
Para
pelacak
Keterangan :
Para pelacak ini tidak harus tergantung pada patron (tekong) meskipun patron telah banyak memberi pekerjaan, klien
masih mempuyai keleluasaan sewaktu-waktu untuk tidak terikat dengan patron. Klien juga dapat memilih kapan benrhenti
dan bekerja tidak hanya satu tekong. Pola hubungan dengan adanya banyak pilihan dan jaringan sesama nelayan pelacak
untuk melakukan pekerjaan bersama membuat longgarnya hubungan patron client tersebut.
Sumber: di olah dari pengamatan lapangan, 2006
Gambar 25. Pola hubungan kerja tekong dan pelacak di Sumberjaya
Dari Gambar 25, terlihat bahwa hubungan kerja tekong dan pelacak
ternyata lebih mengarah pada pola hubungan patron client yang longgar, dimana
kedua belah pihak saling membutuhkan, dan keleluasan bagi klien untuk tetap
atau lepas hubungan dengan patron. Apabila salah satu merasa dirugikan, salah
satu pihak akan mundur atau keluar. Kendati seorang pelacak dalam struktur bagi
hasil yang berlaku, secara sepintas menunjukkan ketimpangan dan ketidakadilan.
Mengacu pada investasi masing-masing pihak, sebenarnya menunjukkan pola bagi
hasil yang seimbang. Setidaknya beberapa faktor yang mempengaruhi longgarnya
hubungan patron client nelayan Sumberjaya, adalah :
a) Tidak adanya jaminan subsisten secara tegas dari sang patron, kendati
diberi kesempatan terlibat dalam kelompok kerja patron;
b) Ada banyak instrumen ekonomi yang mau membantu, bila terjadi
kesulitan ekonomi (paceklik), seperti koperasi keliling (rentenir), koperasi
kelompok nelayan dan sebagainya;
c) Tidak ada perlindungan secara pribadi, bila ada ancaman dari musuh, baik
ancaman secara pribadi maupun secara umum;
d) Struktur bagi hasil yang dinilai paling rendah bagi mereka, sehingga
nelayan pelacak merasa tidak terikat secara ketat kepada salah satu tekong
atau pihak-pihak tertentu;
e) Banyaknya kelompok kerja nelayan yang akan bersedia menerima mereka,
bila sewaktu-waktu mereka menginginkan; dan
f) Sumberdaya laut bersifat open accses, tidak dikuasai oleh seseorang atau
kelompok tertentu, sehingga selalu memberi peluang kepada siapapun
untuk memanfaatkan secara bersama. Hal ini tentunya sangat berbeda
dengan masyarakat petani yang terikat dengan lahan, yang sifatnya
dikuasai dan dimiliki oleh seseorang atau kelompok tertentu
Beberapa faktor di atas menjadi faktor penting longgarnya hubungan
tekong dan pelacak, hal ini sesuai pendapat Scott (1993), setidaknya ada empat
faktor terjadinya hubungan patron client secara ketat, yaitu bila arus dari patron
ke client berupa; a) jaminan subsisten, b) jaminan ketentraman, berupa
perlindungan dari berbagai ancaman dan gangguan, c) jaminan dari paceklik,
berupa pinjaman uang atau barang, dan d) jaminan sosial seperti membantu sarana
ibadah, sekolah dan sebagainya. Beberapa fasilitas sebagaimana yang
direkomendasikan Scott tersebut, sulit dipenuhi oleh patron, terlebih lagi
produktivitas ikan dilaut belakangan ini mengalami penurunan.
Sistem pasar yang berlaku di wilayah setempat, dengan
mengikuti mekanisme yang ada, terkait dengan koordinasi
dengan pihak darat.
Toke/juragan
Tekong
Apit Kuanca
Para pelacak
Dari Tabel 42 terlihat ada beberapa pola bagi hasil dalam nelayan Teluk
Sepang. Pola I, yaitu juragan sebagai pemilik kapal yang mempuyai alat produksi
(lancang dan jaring) yaitu dari total penghasilan dikurangi dengan bekal
melaut/bahan bakar adalah penghasilan kotor. Selanjutnya dari penghasilan kotor
tersebut, sistem bagi hasilnya dibagi dua yaitu satu bagian untuk pemilik kapal
dan satu bagian lagi untuk seluruh anak buah kapal (ABK) yang dibagikan secara
proporsional sesuai dengan berat ringannya pekerjaan. Khusus untuk tekong akan
mendapatkan tambahan komisi dari toke diluar sistem bagi hasil tersebut.
Besarnya komisi tergantung dari kemurahan hati toke, biasanya dilihat dari
pendapatan hari itu, semakin besar pendapatan, komisi yang terima juga besar,
atau sebaliknya.
Selain pola bagi hasil diatas, karena keterbatasan akan perahu (lancang),
alat tangkap (jaring) dan modal (biaya solar) telah menciptakan pola hubungan
kerja lain pada komunitas nelayan Teluk Sepang. Bagi nelayan dengan
keterbatasan tersebut menjadikan posisi mereka sebagai pengikut yang mempuyai
perahu (lancang), istilah mereka menumpang, dengan kesepakatan diantara
mereka hasil tangkapan tersebut berdasarkan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil
dalam hubungan kerja tersebut biasanya perbekalan mereka bawa masing-masing,
setelah dikeluarkan untuk modal operasional melaut (solar), sisanya dibagi dengan
ketentuan, yaitu satu per tiga bagian untuk pemilik lancang, satu per tiga bagian
lagi dibagi sama rata dengan anggota perahu yang punya jaring dan satu pertiga
sisanya dibagi rata keseluruhan anggota lancang. Sebagai contoh, sistem bagi
hasil pola I, sebuah lancang (berpenumpang 3-4 orang) berpenghasilan Rp.
400.000. Hasil tersebut terlebih dahulu dikurangi biaya perbekalan sebesar Rp.
70.000,-. Sisanya Rp.330.000,- dibagi dua; satu bagian untuk pemilik lancang
dan satu bagian untuk ABK. Hasilnya pemilik lancang mendapatkan Rp.
165.000,- dan setiap ABK mendapat Rp.41.250.
Berdasarkan pasal 3 undang-undang bagi hasil perikanan (UUBHP) yang
mengelompokkan persentase bagi hasil perikanan laut berdasarkan jenis perahu
layar atau kapal motor, untuk nelayan pandega perahu layar memberikan
persentase pembagian minimum sebesar 75% dan perahu motor minimum 40%
dari hasil bersih. Maka sistem bagi hasil nelayan Teluk Sepang pola semi patron
klien jika dibandingkan dengan UUBHP sudah di atas standar yaitu nelayan buruh
menerima sebesar 50%-50% dari keuntungan. Sementara, sistem bagi hasil yang
berlaku untuk nelayan non patron klien menunjukkan tidak sesuai dengan
UUBHP, yaitu nelayan buruh masih menerima pembagian dibawah 40%. Hal ini
sesuai dengan pendapat Taryoto et al. (1993) bahwa umumnya sistem bagi hasil
yang berlaku adalah pembagian hasil antara pemilik modal dengan nelayan yang
kelaut selalu menguntungkan pemilik modal.
Tabel 44. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada jaring pukat cincin
Perhitunngan Pola Status Bagian Keterangan
hasil bersih
Hasil penjualan Bagi Pemilik kapal Dua bagian dari Memberikan
dikurangi biaya empat hasil bersih premi asuransi
perbekalan = sebesar 100/kg
penghasilan
bersih Biaya perawatan Satu bagian dari
hasil bersih
ABK Tekong Satu bagian dari - Untuk tekong
(15-25 Apit/kuanca hasil bersih diberi gaji
orang) Pelacak bulanan
- bonus :
>10 ton = Rp. 1
juta
>5 ton = Rp.
200/kg, dibagi
sesuai dengan
jumlah pelacak
Sumber : Diolah dari wawancara, 2006
Tabel 45. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada jaring insang hanyut/udang
Perhitunngan hasil bersih Pola Status Bagian Keterangan
Hasil penjualan dikurangi Bagi dua Pemilik Dua bagian
biaya perawatan, dikurangi kapal dari hasil
biaya es balok, dikurangi bersih
biaya angsuran kredit jaring
= penghasilan bersih
Tekong Satu bagian Dibagi dua : satu
ABK dari hasil bagian untuk
(4-7 orang) bersih tekong dan satu
bagian untuk
semua pelacak
Sumber : Diolah dari wawancara, 2006
Tabel 46. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada jaring payang
Perhitunngan hasil Pola Status Bagian Keterangan
bersih
Tabel 47. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada bagan perahu
Perhitunngan hasil Pola Status Bagian Keterangan
bersih
Hasil penjualan Bagi dua Pemilik kapal Dua bagian dari
dikurangi biaya hasil bersih
perbekalan =
penghasilan bersih
Tekong Satu bagian dari Dibagi dua : satu
ABK hasil bersih bagian untuk
(7-15 orang) tekong dan satu
bagian untuk
semua pelacak
Sumber : Diolah dari wawancara, 2006
Tabel 48. Pola bagi hasil Nelayan Sumberjaya pada kapal pancing
Perhitunngan hasil Pola Status Bagian Keterangan
bersih
Pedagang pengumpul
(Toke)
Gambar 27. Distribusi pemasaran ikan pada komunitas Nelayan Teluk Sepang
Pedagang pengumpul
(juragan jaring) Pedagang pengumpul
lokal (toke)
Anggota kelompok
Pedagang pengumpul
regional (Gudang Ikan)
Nelayan Udang
Pedagang besar
non anggota kelompok Nasional (Perusahaan
eksport)
Pedagang pengumpul lokal
(Perusahaan Perikanan)
Konsumen lokal,
regional, nasional,
internasional
Gambar 28. Distribusi pemasaran udang pada komunitas Nelayan Teluk Sepang
ikan
keluarga
Pedagan pengecer
Nelayan tingkat regional
(Cingkau)
Pedagang pengumpul
(toke)
Konsumen regional
Konsumen lokal
Pedagang pengecer tingkat lokal
(Cingkau)
Ikan ekspor
Ikan-ikan kecil
Konsumen nasional
Konsumen regional
Industri pengolaha ikan Konsumen lokal
(istri nelayan)
Toke besar mempuyai Toke besar mempuyai hubungan kerja Perusahaan ekspor mempuyai hubungan
hubungan kerja dengan toke. langsung dengan petambak. Seorang kerja seorang toke. Toke ini memiliki 1-
Seorang toke mempuyai petambak memiliki 2-4 penjaga 2 orang petambak. Setiap petambak ada
hubungan kerja dengan 1-2 tambak yang memperkerjakan 2 penjaga empang,
petambak, dimana setiap ada yang memperkerjakan 3 penjaga
petambak memiliki penjaga tambak
tambak 1-2 orang
Toke
Toke
petambak
petambak petambak petambak petambak
I I I I I I I I I I I I I
Petambak
Pedagang penyambut/cingkau
Toke
Pedagang Besar
Gudang ikan
Toke Terikat dan harus menjual Fluktuasi harga udang Pemberian pinjaman yang
hasil tambak pada toke dikendalikan oleh toke tidak berbelit-belit dengan
yang bersangkutan pola pengembalian yang
tidak mengikat membuat
para petambak lebih
meilih sistem ini
Koperasi keliling Bunga tinggi Pengemballian bisa berlipat- Pemberian tidak berbelit-
lipat bila tidak tepat batas belit dengan pola
pengembalian (ada pengembalian yang
penyitaan) mengikat
Perusahaan Eksportir Terikat dan harus menjual Kualitas dan kuantitas udang Dapat menikmati selisih
hasil tambak pada yang dijual relatif tinggi harga penjualan udang,
eksportir bersangkutan namun hanya bisa
dimanfaatkan petambak
yang tidak terikat hutang
pada toke
Tabel 53. Hasil analisis dan akumulasi pendapat responden untuk komponen
internal SWOT
Faktor- Faktor Strategi Internal Bobot Rating BbtX rating
Kekuatan :
• Panjang garis pantai ± 63 km dengan potensi 0,155 3 0,465
perikanan 49.195 ton/tahun dengan tingkat
pemanfaatan 67%.
• Jumlah nelayan 4.065 orang dengan produktivitas 0,197 4 0,788
25 kg/orang/hari
Kelemahan :
• Sistem patron klien 0,198 -4 -0,748
• Rendahnya modal sosial dalam struktur 0,087 -2 -0,174
masyarakat
• Rendahnya tingkat pendapatan nelayan kecil 0,179 -3 -0,537
/petambak buruh 0,098 -2 -0,291
• Kesenjangan teknologi dan modal usaha 0,097 -3 -0,196
• Kultur masyarakat pesisir yang plural
T o t a l 1 -0,693
T o t a l 1 1,242
Kelemahan Kekuatan
Ancaman
Gambar 35. Hasil analisis matriks SWOT dengan kombinasi faktor internal dan
faktor eksternal
Analisis AHP
Untuk mengaktualisasikan kegiatan-kegiatan dari kriteria strategi
pemberdayaan tersebut diatas, maka diperlukan suatu bentuk analisis prioritas
alternatif strategi sehingga tidak terjadi konflik kepentingan antar sektor baik
swasata maupun pihak pemerintah. Analisis prioritas alternatif strategi untuk
menentukan pemberdayaan masyarakat pesisir dalam pengendalian degradasi
sumberdaya pesisir ini menggunakan software MAHP. Hasil analisis prioritas
komponen SWOT menunjukkan bahwa komponen peluang (opportunity) dengan
nilai prioritas 0,3112 (31,12%) merupakan prioritas utama dalam mendukung
kebijakan pemberdayaan nelayan, kemudian komponen pada prioritas kedua
kelemahan (weakneses) dengan nilai prioritas 0,2973 (29,73%), lihat gambar 36.
Komponen peluang dan kelemahan dalam analisis prioritas memberikan
gambaran dan prediksi pengembangan pemberdayaan masyarakat pesisir dalam
pengendalian degradasi sumberdaya alam pesisir di Kota Bengkulu karena
ketersediaan potensi sumberdaya alam wilayah pesisir dan daya dukung
lingkungan mengindikasikan adanya peluang pemberdayaan sesuai dengan skala
prioritas kegiatan yang direncanakan. Komponen berikutnya adalah kekuatan dan
ancaman, komponen kekuatan (strength) menunjukkan skala prioritas ketiga
dengan nilai prioritas 0,2362 (23,62%), sedangkan komponen terakhir yaitu
ancaman (treaths) dengan nilai prioritas 0,1553 (15,53%) menunjukkan bahwa
komponen tersebut cukup rendah, artinya bahwa ancaman terhadap pemberdayaan
masyarakat pesisir tidak signifikan jika komponen-komponen lainnya
dioptimalkan untuk menekan semua bentuk ancamanan yang berdampak negatif
terhadap pengembangan pemberdayaan. Dalam analisis SWOT menggambarkan
bahwa untuk mengembangkan suatu usaha diperlukan kontribusi komponen
peluang pada tatanan skala prioritas untuk mengurangi pengaruh dari komponen
kelemahan, komponen ancaman harus ditekan dan dibenahi semaksimal mungkin,
atau dengan kata lain memanfaatkan peluang untuk menutupi kelemahan dan
mengoptimalkan peluang untuk menghindari segala macam ancaman yang dapat
menghambat atau menggagalkan program yang telah direncanakan.
35
31,12
29,73
30
25 23,63
e(%)
20
tas
15,33
n
e
15
e
Prs
10
70
58,8
60
Persentase (%)
50 41,2
40
30
20
10
0
Panjang garis pantai ± 63 km mempuyai potensi sumberdaya perikanan 49,195 ton/tahun dengan tingkat pemanf aatan
67% 0,5880 P1
40 37,93
35
Persentase (%)
30
24,69
25
20 15,98
15 10,86 10,54
10
5
0
ersentase(%)
35
30
27,37
25
20
15 10,87 11,03 10,98
P
10
5
0
1 0,1087 P5
Kebijkan pembangunan perikanan dan kelautan
Perda tentang zonasi pesisir dan laut Kota Bengkulu 0,1103 P3
Peningkatan skala usaha masyarakat pesisir 0,2737 P2
Program reboisasi 0,3975 P1
Sarana transportasi dari dan ke Kota Bengkulu yang membaik 0,1098 P4
40 36,03
35 32,01
30
Persentase(%)
25
20
15 10,75 10,59 10,62
10
5
0
50
38,64
35,52
Persentase (%)
40
30
19,46
20
6,38
10
0
Peningkatan peran serta masayarakat pesisir dalam memanf aatkan sumberdaya pesisir secara lestari 0,1946 P3"
35
30,17
30 27,02
25 21,57
Persentase (%)
21,25
20
15
10
Kegiatan konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove dengan pendekatan partisipatif 0,2702 P2
Pengembangan sistem silvofishery dalam pengelolaan tambak dengan pendekatan buttom up 0,2125 P4
Peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan melalui kelompok-kelompok profesi 0,2157 P3
Pembentukan kelembagaan ekonomi (koperasi keluarga) berbasiskan kekerabatan 0,3017 P1
5.1. Simpulan
1. Kondisi sumberdaya perikanan laut di Kota Bengkulu telah mengalami
tangkap lebih (overfishing). Kondisi ini akibat adanya penambahan
input produksi, sedangkan upaya tangkap yang dilakukan nelayan
semakin menurun sehingga produksi aktual telah melampaui kapasitas
produksi lestari.
2. Kondisi hutan mangrove di daerah penelitian teridentifikasi dalam
keadaan rusak. Penyebab kerusakan hutan mangrove di daerah
penelitian dikarenakan adanya perubahan fungsi hutan mangrove
menjadi permukiman, perkebunan sawit, perkebunan campuran,
pertambakan dan penampungan batu bara.
3. Struktur masyarakat pesisir di daerah penelitian memiliki modal fisik,
modal manusia, modal finansial, modal alamiah dan modal sosial yang
relatif rendah sehingga menciptakan hubungan ketergantungan yang
relatif tinggi antara juragan/toke sebagai lapisan atas dengan
nelayan/petambak sebagai lapisan bawah dalam cara produksi (made
of production) yang memungkinkan nelayan/petambak kecil/buruh
melakukan kegiatan penangkapan dengan berbagai cara yang bisa
menghasilkan hasil tangkapan secara maksimal, bahkan mendorong
beberapa orang untuk mengeksploitasi sumberdaya meskipun dengan
cara-cara yang merusak (eksploitatif).
4. Kelembagaan hubungan kerja, kelembagaan bagi hasil, kelembagaan
pemasaran dan permodalan masyarakat pesisir di daerah penelitian
digerakkan oleh kekuatan toke/juragan yang menguasai asset produksi
dan modal sehingga menimbulkan hubungan yang asimetris.
Hubungan yang asimetris ini menciptakan stratifikasi yang didasarkan
ketidaksetaraan ekonomi antar lapisan (hubungan dikotomis) dalam
proses produksi sehingga cenderung mengarah kepada ketimpangan
tingkat produksi yang semakin menguatkan posisi sistem patron client.
Keberadaan sistem patron klien erat kaitannya dengan tindakan
kerusakan sumberdaya alam di wilayah pesisir.
5. Strategi pemberdayaan masyarakat pesisir Kota Bengkulu dalam
pengendalian degradasi sumberdaya pesisir melalui program
pendampingan dengan melakukan intervensi komunitas pada
masyarakat pesisir lapisan bawah bertujuan untuk mengembangkan
strategi swadaya masyarakat dengan (1) pembentukan kelembagaan
ekonomi (koperasi keluarga) berbasiskan kekerabatan; (2) kegiatan
konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove dengan pendekatan
partisipatif; (3) pengembangan teknologi yang ramah lingkungan
melalui kelompok-kelompok profesi; dan (4) pengembangan sistem
silvofishery dalam pengelolaan tambak dengan pendekatan buttom up.
5.2. Saran
1. Melaksanakan penyuluhan konservasi hutan mangrove secara
berkelanjutan oleh setiap stakeholder.
2. Memberikan penyuluhan tentang perlindungan mangrove dan
teknologi budidaya tambak ramah lingkungan.
3. Pengembangan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan semua
sumberdaya perikanan dan pemberian permodalan yang memberikan
jaminan sosial atau ansuransi sosial.
4. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang usaha perikanan
tangkap.
5. Pendidikan lingkungan bagi individu, keluarga, kelompok, komunitas,
masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya
pesisir secara berkelanjutan.
6. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penerapan tahap
stabilitasi dan tahap evaluasi dalam pengendalian degradasi
sumberdaya alam pesisir melalui pemberdayaan masyarakat pesisir .
7. Diperlukan kolaboratif antara lembaga-lembaga yang terkait dengan
pengendalian degradasi hutan mangrove melalui pemberdayaan
masyarakat lapisan bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Acciaioli GL, 1989. Searching for Good Fortune : The Making of Bugis Shore
Community at Lake Lindu. Central Sulawesi. Unpublished Ph.D.
Dissertation, Australian National University.
Bappeda Kota Bengkulu, 2002. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
Kota Bengkulu.
Bappeda Kota Bengkulu, 2005. Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Propinsi
Bengkulu.
Baskoro M.S., Sudirman, Ari Purbayanto. 2004. Analisis Hasil Yangkap Dan
Keragaman Spesies Setiap Waktu Hauling Pada Bagan Rambo di
Perairan Selat Makasar. Bulletin PSP Vol. XIII No. 1 April.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instutut Pertanian Bogor.
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
serta Prinsip-prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Laut. IPB.
Black, J.A, D.J. Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. PT.
Eresco. Bandung.
BPS Kota Bengkulu, 2005. Kota Bengkulu dalam Angka 2006. Bengkulu.
Chadwick, BA, Conyers D, dan Brown K., 1991. Metode Penelitian Ilmu
Pengetahuan Sosial. Sulistia et.al. penerjemah. IKIP Semarang
Press. Terjemahan dari Social Sciences Research Methods.
Chambers, R., 1988. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. LP3ES. Jakarta.
Clark, J.R. 1998. Coastal Zone Management For New Century. Ocean & Coastal
Management 37(2):191.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradriya
Paramita. Jakarta.
Dinas Perikanan dan Kelautan. 2000. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan
Kelautan Kota Bengkulu.
FAO, 2004. Integrated Coastal Area Management and Agricultural, Forestry and
Fisheries. FAO Guidlines. Roma.
Food ang Agricultural Organization (FAO). 2004. The State of World Fisheries
ang Aquaculture.
Freiler, C. 2001. Closing The Distance : Social Inclusion, Vulnerability and The
Wellbeing of Children and Families in Plenary IV :
Marginalization : Inclusion/Exclusion. Conference on Canadian
Welfare.
Hayami, Y. dan Kukuchi M., 1987. Dilema Ekonomi Desa : Suatu Pendekatan
Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Hikmat, Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama
Press. Bandung.
Kusnadi, A., 2000. Nelayan, Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora
Utama Press. Bandung.
Legg, KR. 1983. Tuan, Hamba dan Politisi. Sinar Harapan dan Lembaga Studi
Pembangunan. Jakarta.
Mappawata, T., 1986. Hubungan Patron Klien di Kalangan Nelayan : Studi Kasus
Desa Tamalate Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan. Tesis Fakultas Pascasarjana UI. Jakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Grasindo. Jakarta.
Mastaller, M., 1997. Mangrove : The Forgotten Forest Between Land and Sea.
Kuala Lumpur. Malaysia.
Mintoro. L, Darmajanti L., dan Afrianto E., 1993. Keragaan Beberapa Pola
Usaha Penangkapan Ikan di Laut oleh Rakyat Indonesia. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
Nirarita, CH.E., 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia. Buku Panduan Untuk
Guru dan Praktisi Pendidikan. IPB Press, Bogor.
Nybakken JW. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis (Terjemahan). PT.
Gramedia. Jakarta.
Perum Pelindo II Pulau Baai. 1993. Laporan Tahunan Perum Pelindo II Pulau
Baai .
Pollnac, RB., 1988. Karakter Sosial dan Budaya dalam Pengembangan Perikanan
Berskala Kecil dalam Michael M. Cernea. Editor. Menggutamakan
Manusia dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta.
Poloma, M.M. 2000. Sosiologi Kotemporer. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Rangkuti, Freddy., 2001. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Saaty, Thomas L., 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT.
Pustaka Binamen Pressindo. Jakarta.
Salman D dan Taryoto AH, 1992. Pertukaran Sosial pada Masyarakat Petambak :
Kajian Struktur Sosial Sebuah Desa Kawasan Pertambakan di
Sulawesi Selatan. Jurnal Agro Ekonomi II.
Satria, A., 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas
Nelayan. Humaniora Utama Press. Bandung.
Scott, J.C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Setyohadi, T., 1997. Pemberdayaan Nelayan dan Petani Ikan Dalam Rangka
Konsepsi Benua Maritim. Makalah. Disampaikan pada
Simposium Perikanan II. Hotel Sahid Makasar, Ujung Pandang, 2-
3 Desember 1997. Hal. 38.
Schwab, William,. 1992. The Sosiology of Cities, Prentice Hall, New Jersey.
Scott, JC dan Kerkvliet, BJ. 1977. How Traditional Rural Patron Lose Legimacy
: A Theory with Special Reference to Southeast Asia. In : SW
Schmidt, L Guasti, C Londe, JC. Scoot eds., Friends, Followers
and Faction : A Reader in Political Clientism. University of
California Press. Berkeley.
Sitorus, MTF., 1994. Peranan Ekonomi dalam Rumah Tangga Nelayan Miskin di
Pedesaan Indonesia. Mimbar Sosek No.8.
Slamet, M., 2003. dalam Yustina, I., Adjad Sudrajat (ed.). Membentuk Pola
Prilaku Manusia Pembangunan. IPB Press. Bogor.
Sulistiyo dan Ninik SR., 1994. Potensi dan Prospek Pengembangan Keswadayaan
Masyarakat Desa Jatisari, Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang.
Dalam Mubyarto, dkk. 1994. Prospek Pedesaan Edisi ke sembilan
: Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal. Aditya Media.
Yogyakarta.
Taryoto, Andin H., Hermanto, Mat Syukur, Abunawan Mintoro, Tri Pranadji,
Kurnia Suci Indraningsih, Sahyuti. 1993. Analisis Kelembagaan
Bagi Hasil di Perikanan Laut. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian Balitbang Departemen Pertanian. Jakarta.
Vadya, Andrew P dan Sahur Ahmad. 1996. Pemukim Suku Bugis di Taman
Nasional Kutai, Kalimantan Timur : Dahulu, Sekarang dan
Beberapa Kemungkinan untuk Masa Depan Mereka. CIFOR
Bogor, Rutgers University (New Brunswick, NJ) dan Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang.
Yin, K. R. 2002. Studi Kasus: Desain dan Metode. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARAPOKOK PENELITIAN STRUKTUR MASYARAKAT
A. Karakteristik Pribadi :
1. Nama : ........................................
2. Umur : ..........Tahun
3. Jenis Kelamin : (pria/wanita)
4. Pendidikan : Tidak sekolah ( )1
Tidak Tamat SD ( )2
SD ( )3
SLTP ( )4
SLTA ( )5
PT ( )6
A. Karakteristik Komunitas
1. Berapa tahun komunitas nelayan disini telah ada :
Lebih dari 20 tahun ( )1
antara 10 dan 20 tahun ( )2
kurang dari 10 tahun ( )3
2. Berapa banyak rumah tangga komunitas nelayan disini :
Kurang dari 25 ( )1
antara 25 dan 49 ( )2
antara 50 dan 99 ( )3
antara 100 dan 249 ( )4
Lebih dari 250 ( )5
3. Pada tiga tahun terakhir, jumlah nelayan yang tinggal di komunitas ini : naik ( )1
Turun ( )2
Tetap ( )3
Jika naik, kenapa .........................
Jika turun, kenapa ..........................
4. Apa aktivitas ekonomi utama yang dilakukan laki-laki pada komunitas nelayan disini
.............................................................
5. Apa aktivitas ekonomi utama yang dilakukan perempuan pada komunitas nelayan disini
..............................................................
6. Tiga tahun terakhir, ketersediaan lapangan kerja dibidang perikanan tangkap :
Meningkat ( )1
Berkurang ( )2
tetap sama ( )3
7. Jalan utam yang digunakan komunitas nelayan disini
a. musim hujan :
jalan aspal ( )1
jalan tanah ( )2
campuran aspal dan tanah ( )3
jalan setapak ( )4
jalan kayu titian ( )5
sungai dan laut ( )6
lainnya ....... ( )7
b. musim kemarau :
jalan aspal ( )1
jalan tanah ( )2
campuran aspal dan tanah ( ) 3
jalan setapak ( )4
jalan kayu titian ( )5
sungai dan laut ( )6
lainnya ....... ( )7
8. Tiga tahun terakhir, jalanan menuju komunitas nelayan disini :
Menjadi lebih baik ( )1
menjadi kurang baik ( )2
tetap sama ( )3
9. Ketersediaan rumah pada komunitas nelayan : cukup ( )1
Kurang ( )2
10. Tiga tahun terakhir, kualitas rumah pada komunitas nelayan :
Menjadi lebih baik ( )1
menjadi kurang baik ( )2
tetap sama ( )3
11. Dua alasan utama mengapa kualitas perumahan menjadi seperti itu ?
a. .......................................................
b. ............................................................
12. Tiga tahun terakhir, kualitas hidup dari kehidupan warga komunitas nelayan ?
Menjadi lebih baik ( )1
menjadi kurang baik ( )2
tetap sama ( )3
13. Dua alasan utama mengapa kualitas kehidupan nelayan seperti itu
a. ........................................................
b. ........................................................
14. Secara umum, bagaimana tingkat kehidupan komunitas nelayan disini :
Kaya ( )1
cukup kaya ( )2
sederhana ( )3
miskin ( )4
sangat miskin ( )5
15. Warga nelayan disini percaya pada warga lainnya dalam hal meminjamkan atau meminjam :
Ya ( )1
Tidak ( )2
16. Pada tiga tahun terakhir, apakah level kepercayaan itu : meningkat ( )1
Berkurang ( )2
Tetap ( )3
17. Dibandingkan dengan komunitas lain, berapa banyak warga dalam komunitas ini percaya
dalam hal meminjam atau meminjamkan : lebih ( )1
Sama ( )2
Kurang ( )3
18. Orang mencari kesejahteraan untuk keluarganya sendiri dan tidak memperdulikan
kesejahteraan bersama : setuju sekali ( )1
Setuju ( )2
tidak setuju ( )3
sangat tidak setuju ( )4
B. Pelayan Umum
Listrik
1. Warga komunitas nelayan yang mempuyai instalasi listrik ?
Seluruh warga ( )1
sebagian besar warga ( )2
setengah dari warga ( )3
sedikit dari warga ( )4
tidak ada ( )5
2. Pada tiga tahun terakhir, layanan listrik : meningkat ( )1
Berkurang ( )2
Tetap ( )3
3. Sekarang kualitas listrik perumahan warga komunitas nelayan :
Sangat bagus ( )1
Bagus ( )2
rata-rata ( )3
kurang ( )4
sangat kurang ( )5
4. Sebutkan dua masalah uatam dari pelayananan kelistrikan :
a. ...........................................................
b. ...........................................................
Penerangan Umum
1. Apakah komunitas nelayan disini punya fasilitas penerang jalan : ya ( )1
Tidak ( )2
2. Pada tiga tahun terakhir, pelayanan penerangan umum :
Meningkat ( )1
Berkurang ( )2
Tetap ( )3
3. Sekarang kualitas penerangan umum : sangat bagus ( )1
Bagus ( )2
rata-rata ( )3
kurang ( )4
sangat kurang ( )5
4. Dua masalah utama dari penerangan umum di komunitas ini :
a. ...................................................................
b. ...................................................................
Air minum
1. Warga komunitas nelayan yang bisa mengakses saluran air PDAM :
Seluruh warga ( )1
sebagian besar warga ( )2
setengah dari warga ( )3
sedikit dari warga ( )4
tidak satupun ( )5
2. Tiga tahun terakhir, pelayanan air minum : meningkat ( )1
Berkurang ( )2
Tetap ( )3
3. Pelayanan air minum sekarang : Sangat bagus ( )1
Bagus ( )2
rata-rata ( )3
kurang ( )4
sangat kurang ( ) 5
4. Sebutkan dua masalah utama dari pelayanan air minum :
a. ..........................................................
b. ..........................................................
Pasar umum
1. Komunitas nelayan disini mempuyai pasar umum : ya ( )1
Tidak ( ) 2
2. Jarak dari komunitas ke pasar terdekat : .................................. (dalam menit jalan kaki)
3. Aktivitas pasar umum :
setiap hari ( )1
beberapa hari dlm seminggu ( )2
satu hari dalam seminggu ( )3
lainnya ( )4
4. Pada tiga tahun terakhir, kualitas dan pelayang pasar tersebut : meningkat ( ) 1
Berkurang ( )2
Tetap ( )3
5. Berapa banyak warga komunitas nelayan yang menngunakan pasar :
Seluruh warga ( )1
sebagian besar warga ( )2
setengah dari warga ( )3
sedikit dari warga ( )4
Tidak satupun ( )5
Sistem transportasi
1. Komunitas dilayani dengan sistem transportasi umum : ya ( )1
Tidak ( ) 2
2. Jarak perjalanan ke kelurahan terdekat yang mempuyai transportasi umum :
(dalam menit jalan kai) ..............................................
3. Transportasi umum tersedia :
setiap hari ( )1
beberapa hari dalam seminggu ( )2
satu hari dalam seminggu ( )3
lain-lain ......... ( )4
4. Tiga tahun terakhir, kualitas pelayanan transportasi umum : meningkat ( )1
Berkurang ( )2
Tetap ( )3
5. Berapa banyak komunitas nelayan yang menggunakan transportasi umum :
Seluruh warga ( )1
sebagian besar warga ( )2
sedikit dari warga ( )3
tidak satupun ( )4
6. Transportasi yang biasa digunakan warga komunitas nelayan untuk pergi ke tempat lain :
Jalan kaki ( )1
sepeda motor ( )2
mobil ( )3
sampan/perahu ( )4
kapal motor/speed boat ( )5
Migrasi
1. Warga komunitas nelayan disini ada yang bekerja ke tempat lain selama periode tertentu :
Ya ( )1
tidak ( )2
2. Lebih banyak wanita atau pria yang bekerja ketempat lain tersebut :
Lebih banyak wanita ( )1
lebih banyak pria ( )2
sama jumlahnya ( )3
3. Kemana biasanya mereka pergi mencari pekerjaan :
Kekota di daerah ini ( )1
Kekota di tempat lain ( )2
ke kota negara lain ( )3
ke kampung lain di daerah ini ( )4
Ke kampung lain di tempat lain ( )5
ke kampung lain di negara lain ( )6
4. Dua pekerjaan utama wanita yang pergi bekerja ke tempat lain :
a. .................................................
b. .................................................
5. Dua pekerjaan utama pria yang pergi bekerja ke tempat lain :
a. .....................................................
b. .....................................................
6. Ada orang dari daeah lain yang datang bekerja pada komunitas nelayan disini : ya ( )
Tidak ( )
7. Dua pekerjaan utama mereka yang bekerja pada komunitas nelayan disini
a. .........................................................
b. ........................................................
Pendidikan
TK (Taman Kanak-Kanak)
1. Komunitas disini mempuyai taman kanak-kanak : ya ( )1
tidak ( )2
2. Berapa jauh TK paling dekat dari komunitas : ( dalam menit jalan kaki) ..........................
3. Jumlah TK mencukupi jumlah anak-anak usia TK yang ada : ya ( )1
Tidak ( ) 2
4. Jumlah pengajar TK tersebut mencukupi jumlah anak :
Ya ( )1
Tidak ( )2
5. Kondisi fisik TK : sangat baik ( )1
Baik ( )2
cukup baik ( )3
kurang baik ( )4
sangat tidak baik ( )5
6. Persentase anak usia TK yang belajar di Taman kank-kanak :
Semua anak ( )1
sebagian besar anak ( )2
setengah dari jumlah anak ( )3
kurang dari setengah ( )4
tidak ada ( )5
C. ISU LINGKUNGAN
1. Apakah warga komunitas :
Membuang sampah ke sungai : ya ( )1
Tidak ( )2
Membuang sampah kelaut : ya ( )1
Tidak ( )2
Menumpuk sampah di halaman : ya ( )1
Tidak ( )2
Membuat air/kolam mampet : ya ( )1
Tidak ( )2
Membuang sisa hasil perikanan sembarangan : ya ( )1
Tidak ( )2
Membuang sisa minyak kapal kesungai/laut/lahan terbuka : ya ( )1
Tidak ( )2
Membakar/membabat mangrove : ya ( )1
Tidak ( )2
Lainnya .................... ya ( )1
Tidak ( )2
3. Secara keseluruhan, kondisi lingkungan komunitas saat ini :
Sangat baik ( )1
Baik ( )2
cukup baik ( )3
tidak baik ( )4
sangat tidak baik ( )5
4. Tiga tahun terakhir, kualitas lingkungan di dalam komunitas : meningkat ( ) 1
Berkurang ( ) 2
Tetap ( )3
5. Dua masalah utama yang mempengaruhi kualitas lingkungan dalam komunitas :
a. ................................................
b. ................................................
6. Dua tindakan utama yang bisa diambil untuk meningkatkan kualitas lingkungan :
a. .......................................................
b. .......................................................
D. PERIKANAN TANGKAP
1. Prinsip aktifitas perikanan tangkap yang dilakukan di dalam komunitas disini :
............................................................................................................
............................................................................................................
2. Dimana masyarakat menjual hasil tangkapan : (tiga tempat terpenting)
Pasar kampung terdekat ( )1
Pasar di kota ( )2
Pengumpul ( )3
Eksportir ( )4
Tengkulak/toke ( )5
Koperasi ( )6
Konsumsi sendiri/tidak untuk dijual ( )7
Lainnya ................................ ( )8
3. Permasalahan utama yang dihadapi warga komunitas dalam memasarkan produksi dan
mendapatkan hasil yang memadai :
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
4. Komunitas nelayan disini pernah menerima bantuan teknis : ya ( )1
Tidak ( ) 2
5. Siapa penyedia bantuan teknis tersebut :
............................................................................................................................................
6. Komunitas nelayan disini memiliki koperasi : ya ( )1
Tidak ( ) 2
7. Di dalam komunitas nelayan disini, terdapat orang atau lembaga yang menyedia kredit dan
meminjamkan modal pada nelayan : ya ( )1
Tidak ( ) 2
8. Lembaga-lemabaga utama yang menyediakan kredit atau pinjaman pada nelayan :
Bank Nasional ( )1
Bank Pembangunan Daerah ( )2
Bank Swasta ( )3
Kelompok Kreditur Nelayan ( )4
Tengkulak/toke ( )5
Eksportir ( )6
Koperasi ( )7
Asosiasi nelayan ( )8
Pedagang lokal ( )9
Lainnya ..................................... ( ) 10
9. Komunitas nelayan disini, menerima kredit atau pinjaman dari lembaga atau individu yang
berasal dari daerah/kota lain : ya ( )1
Tidak ( ) 2
10. Berapa prosentase bantuan kredit yang menggunakan komunitas nelayan disini dalam
mendukung aktivitas ?
.........................................................................................................................................
11. Permasalahan yang dihadapi nelayan berkaitan dengan pinjaman dan kredit tersebut :
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
12. Tiga tahun terakhir, penjualan produk hasil tangkapan : meningkat ( )1
Berkurang ( )2
Tetap ( )3
E. KONDISI UMUM
1. Organisasi yang bertahan di dalam komunitas nelayan
Kelompok nelayan : ya ( )1
Tidak ( ) 2
Koperasi : ya ( )1
Tidak ( ) 2
Asosiasi guru dan orang tua : ya ( )1
Tidak ( ) 2
Lembaga kesehatan : ya ( )1
Tidak ( ) 2
Kelompok kepemudaan : ya ( )1
Tidak ( )2
Kelompok olah raga : ya ( )1
Tidak ( )2
Kelompok budaya/seni : ya ( )1
Tidak ( )2
Kelompok sosial : ya ( )1
Tidak ( )2
Lainnya .......................
2. Lembaga mana yang aktif mendukung organisasi mendasar dalam komunitas nelayan ?
Pemerintah lokal : ya ( )1
Tidak ( )2
Pemerintah pusat : ya ( )1
Tidak ( )2
Politisi : ya ( )1
Tidak ( )2
Organisasi keagamaan : ya ( )1
Tidak ( )2
Sekolah/guru : ya ( )1
Tidak ( )2
LSM : ya ( )1
Tidak ( )2
Perusahaan Swasta : ya ( )1
Tidak ( )2
Kelompok pelayanan sosial : ya ( )1
Tidak ( )2
Warga yang berkecukupan : ya ( )1
Tidak ( )2
Lainnya .........................
3. Bangunan yang digunakan untuk mengumpulkan warga komunitas dalam pertemuan :
Pusat kegiatan masyarakat : ya ( )1
Tidak ( ) 2
Rumah pribadi : ya ( )1
Tidak ( )2
Rumah pemimpin politik : ya ( )1
Tidak ( )2
Rumah tokoh komunitas : ya ( )1
Tidak ( )2
Bangunan masjid : ya ( )1
Tidak ( )2
Pusat kesehatan/pendidikan : ya ( )1
Tidak ( )2
Gedung pemerintahan : ya ( )1
Tidak ( )2
Lainnya ........................
4. Warga komunitas yang emngambil bagian dominan dalam memecahkan isu yang dihadapi
:
a. Jenis kelamin
Laki-laki ( )1
perempuan ( )2
laki-laki dan perempuan secara seimbang ( )3
tdk ada yg ambil bagian ( )4
b. Usia
Kaum muda ( )1
orang dewasa ( )2
orang yg lebih tua ( )3
tua,muda dan orang dewasa secara seimbang ( )4
tidak ada yg ambil bagian ( )5
c. Status pekerjaan
Bekerja ( )1
Menganggur ( )2
bekerja dan menganggur secara seimbang ( )3
tidak ada yg ambil bagian ( )4
5. Tiga tahun terakhir, apakah masyarakat mampu mengorganisir permasalahan yang
dihadapi :
Ya ( )1
Tidak ( )2
6. Permasalahan apa yang dapat diorganisir masyarakat :
..................................................................................................................................................
.
..................................................................................................................................................
7. Sukseskah prakarsa tersebut : ya ( )1
Tidak ( )2
sedang berjalan ( )3
8. Permasalahan utama yang dirasakan warga komunitas dan harus secepatnya dipecahkan :
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
9. Ada program bantuan khusus bagi momunitas nelayan : ya ( )1
Tidak ( ) 2
10. Program apa saja yang sedang berjalan dan lembaga mendukungnya :
................................................................................................................................................
...................................................................................................................................
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
KRITERIA
Pembentukan kelembagaan Rehabilitasi ekosistem Program pendampingan dengan Peningkatan peran
ekonomi dan pelestarian pesisir yang telah melakukan intervensi dalam memanfaatk
sumberdaya pesisir mengalami degradasi. komunitas secara lestari
Intensitas Keterangan
Penjelasan
Kepentingan
pentingnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Nilai ini
diberikan bila ada dua kompromi di antara
dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapatkan satu angka bila dibandingkan dengan
aktifitas j, maka j mempuyai nilai
kebalikannya bila dibandingkan dengan i
FOKUS Prioritas Strategi Pengendalian Degradasi Sumberdaya Pesisir Melalui Pemberdayaan Nelayan K
Pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir Kota Bengkulu dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu kekuatan (Strength), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan Ancaman
(Threats).
Pertanyaan :
Bagaimana perbandingan tingkat kepentingan antar faktor-faktor tersebut terhadap pendekatan
pemberdayaan masyarakat pesisir Kota Bengkulu
Kekuatan
Kelemahan
Peluang
Ancaman
Hierarki 2. Perbandingan kriteria terhadap Faktor
Pembentukan kelembagaan
ekonomi (koperasi keluarga)
berbasiskan kekerabatan
Pengembangan teknologi
penangkapan yang ramah
lingkungan melalui kelompok-
kelompok profesi
Pengembangan system
silvofishery dalam pengelolaan
tambak dengan pendekatan
buttom up