Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 90

xiii

ANALYSIS OF THE IMPACT OF ANNUAL MEETINGS


INTERNATIONAL MONETARY FUND-WORLD BANK 2018
BALI ON THE REGIONAL ECONOMY USING THE
INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) MODEL

Tommy Avif Setiawan


Department of Accounting
Polytechnic of State Finance STAN
Bintaro Main Street 5th Sector, Bintaro Jaya
South Tangerang, Banten, Indonesia, 15222
Email: 1401190233_tommy@pknstan.ac.id
ABSTRACT
I Gede Agus Ariutama
Department of Accounting
Polytechnic of State Finance STAN
Bintaro Main Street 5th Sector, Bintaro Jaya
South Tangerang, Banten, Indonesia, 15222
Email: igedeagus@pknstan.ac.id

Abstract

This study aims to estimate economic impact Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali
at the national and regional levels as well as to analyze the estimated VAT that can
be realized. This research uses secondary data in the form of reports on the
implementation of monetary activities and surveys of visitor spending during the
activity. The IRIO model is used to determine the value of the impact of 17
classifications of business sectors included in 34 provincial areas in Indonesia.
IRIO table based on official data published by the Central Bureau of Statistics.
Calculation of the estimated economic impact based on the IRIO model Miller &
Blair (2009) Leontief's theory produces sector, region, multiplier effects, direct and
indirect economic impacts. live. The conclusion of this study is that the government
of Indonesia and the Bali region as the host has implemented the 2018 IMF-WB
Annual Meetings with positive economic results. The implementation is considered
successful with a total government and organizer spending of 1.1 trillion rupiah in
2018 resulting in a total direct impact of 2.9 trillion rupiah and an indirect impact
of 7.8 trillion rupiah, including an estimated VAT revenue of 347 billion rupiah.

Keywords: regional economic impact, IRIO, VAT.


xiv

ANALISIS DAMPAK PENYELENGGARAAN ANNUAL


MEETINGS INTERNATIONAL MONETARY FUND-WORLD
BANK 2018 BALI TERHADAP PEREKONOMIAN REGIONAL
DENGAN MODEL INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

Tommy Avif Setiawan


Jurusan Akuntansi
Politeknik Keuangan Negara STAN
Jalan Bintaro Utama Sektor V, Bintaro Jaya
Tangerang Selatan, Banten, Indonesia, 15222
Email: 1401190233_tommy@pknstan.ac.id

ABSTRAK
I Gede Agus Ariutama
Jurusan Akuntansi
Politeknik Keuangan Negara STAN
Jalan Bintaro Utama Sektor V, Bintaro Jaya
Tangerang Selatan, Banten, Indonesia, 15222
Email: igedeagus@pknstan.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dampak ekonomi penyelenggaran


kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali pada level nasional dan regional serta
analisis estimasi PPN yang dapat terealisasi. Peneltian ini menggunakan data sekunder
berupa laporan penyelenggaraan kegiatan bersifat moneter dan survei pengeluaran
pengunjung selama kegiatan berlangsung. Model IRIO digunakan untuk mengetahui
nilai dari dampak 17 klaisifikasi sektor lapangan usaha yang termasuk dalam 34
wilayah provinsi di Indonesia. Tabel IRIO berdasarkan data resmi yang diterbitkan oleh
Badan Pusat Statistik update 3 Juni 2021. Perhitungan estimasi dampak ekonomi
berdasarkan model IRIO dari Miller & Blair (2009) menggunakan teori Leontief yang
menghasilkan nilai sektor, wilayah, multiplier effect, hasil dampak ekonomi langsung,
dan tidak langsung. Simpulan penelitian ini adalah pemerintah Indonesia dan wilayah
Bali sebagai tuan rumah telah melaksanakan penyelenggaraan Annual Meetings IMF-
WB 2018 dengan hasil yang positif secara ekonomi. Penyelenggaraan dianggap berhasil
dengan total belanja pemerintah dan penyelenggara senilai 1,1 triliun rupiah pada tahun
2018 menghasilkan total dampak langsung 2,9 triliun rupiah dan dampak tidak
langsung senilai 7,8 triliun rupiah, termasuk di dalamnya estimasi penerimaan PPN
senilai 347 miliar rupiah.

Kata Kunci: Dampak ekonomi regional, IRIO, PPN.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan Rapat, Insentif, Konvensi, dan Pameran (MICE) merupakan

kegiatan yang telah lama menjadi target pertumbuhan penyelenggaraan oleh

pemerintah, industri, dan lembaga lain untuk mendorong investasi dan ekonomi

wilayah penyelenggara (Jones & Li, 2015). Berdasarkan data Union of

International Associatons (2019) terdapat 494.711 international association

meetings di lebih dari 250 negara dan 12.682 kota dalam periode tahun 1850 sampai

dengan 2018. Dengan meetings baru pada tahun 2018 mencapai 11.240 meetings

pada 167 negara dan 1.197 kota. Setiap tahun jutaan orang di seluruh dunia

menghadiri konvensi dan pameran, menyampaikan materi sosial, budaya, dan

manfaat ekonomi untuk tujuan tuan rumah (Barbieri, Mahoney, & Palmer, 2008;

Dwyer, Mellor, Mistilis, & Mules, 2000; Kotler, 2002; Mistilis & Dwyer, 1999)

Dilihat dari tren pertumbuhan dan persebaran penyelenggaraan pertemuan

menunjukkan peningkatan dari sisi jumlah kegiatan dan peserta pertemuan. Data

tren international association mettings periode tahun 1999 sampai dengan 2018

disajikan pada gambar I.1.

1
2

Gambar I.1 Tren Dua Puluh tahun International Association Meetings

Sumber: (UIA Statistics Report, 2019)

Dari gambar I.1 dapat disimpulkan bahwa setiap tahun rata-rata jumlah pertemuan

relatif stabil 12.000 pertemuan setiap tahunnya. Benua Eropa menjadi destinasi

pertemuan favorit yang tidak tergantikan dalam periode yang lama dan Asia

menjadi pasar yang tumbuh signifikan. Terdapat juga pertumbuhan yang signifikan

dalam jumlah pertemuan dengan jumlah kurang dari 500 peserta. Pada tahun 2009,

2010, 2014 lebih dari dua pertemuan asosiasi per juta penduduk global.

Fokus penelitian pada penyelenggaraan pertemuan ini dapat dilihat pada

level nasional maupun level regional kota. Menurut Jones & Li (2015), terdapat 3

alasan MICE penting untuk dilakukan penelitian. Pertama, ada asumsi dan beberapa

bukti bahwa pengunjung bisnis memiliki pengeluaran yang lebih tinggi, setidaknya
3

per hari dan/atau per perjalanan dari pengunjung rekreasi. Kedua, mungkin ada

potensi untuk memanfaatkan relevansi pengunjung dengan fasilitas selama periode

yang lebih lama dari periode liburan. Ketiga, pengembangan fasilitas pameran dan

konferensi yang dimiliki sebuah kota atau negara dapat menawarkan daya tarik

pengunjung dalam memperpanjang kunjungan melalui dukungan sektor

penyelenggaraan MICE yang kuat, dengan tambahan manfaat bagi penduduk, dan

memungkinkan untuk tujuan daya tarik yang lebih luas.

Beberapa negara dan kota sebagai tuan rumah penyelenggara kegiatan

termasuk MICE memperhatikan pengembalian investasi dalam mengambil

keputusan (McCartney et al., 2010). Penelitian Baade, Baumann, & Matheson

(2008) menyebutkan bahwa tidak dapat diperdebatkan lagi jika tujuan

penyelenggaraan MICE adalah untuk menarik lalu lintas pengunjung MICE, dan

potensi untuk mendapat investasi dalam mendukung fasilitas MICE yang mahal.

Negara dan kota sebagai penyelenggara MICE terbukti juga merupakan negara dan

kota maju dengan dukungan fasilitas MICE yang baik dan lengkap. Pada tahun

2018 dari total 11.240 pertemuan, Singapura menjadi negara penyelenggara

terbanyak dengan 1.177 pertemuan, diikuti oleh Korea Selatan dengan 854

pertemuan dan Belgia dengan 849 pertemuan. Pada tahun yang sama, kota

Singapura menjadi kota penyelenggara terbanyak dengan 1.177 pertemuan,

Brussels menjadi kota kedua dengan 733 pertemuan, Seoul menjadi kota ketiga

terbanyak dengan 431 pertemuan. Data 10 besar negara dan kota penyelenggara

MICE terbanyak dapat dilihat pada Tabel I.1 berikut.


4

Tabel I.1 Data international association meetings tahun 2018


Jumlah Jumlah
No. Negara Meetings Kota Meetings
1 Singapura 1.177 Singapura, Singapura 1.177
2 Korea Selatan 854 Brussels, Belgia 733
3 Belgia 849 Seoul, Korea Selatan 431
4 Amerika Serikat 592 Vienna, Austria 401
5 Jepang 579 Tokyo, Jepang 313
6 Austria 472 Paris, Perancis 259
7 Perancis 455 Madrid, Spanyol 190
8 Spanyol 441 London, Inggris 183
9 Inggris 329 Barcelona, Spanyol 148
10 Jerman 296 Geneva, Swiss 145
Sumber: (UIA Statistics Report, 2019) diolah oleh penulis

Dapat dilihat pada tabel I.1, 3 besar negara dengan jumlah pertemuan

terbanyak memiliki kota yang terpusat Singapura negara dengan 100% di wilayah

kota yang sama, Belgia dengan 86,34% diselenggarakan di Brussels, sedangkan

Korea Selatan dengan 50,47% diselenggarakan di Seoul dengan persebaran

penyelenggaraan di wilayah kota lain di Korea Selatan. Oleh karena itu, Korea

Selatan memiliki cukup banyak penelitian mengenai dampak ekonomi

penyelenggaraan MICE di level regional kota. Salah satu penelitian dampak

ekonomi MICE dilakukan di Korea yaitu penelitian Lee, Lee, & Yoon (2013) yang

mengestimasi dampak ekonomi menggunakan Regional Input-Output Model

dengan studi kasus Daejeon Convention Center menghasilkan analisis dampak

ekonomi di level regional kota. Penelitian Lee, Mjelde, & Kwon (2015)

menggunakan model yang sama pada BIE International Expo 2012 di Yeosu juga
5

menghasilkan estimasi dampak ekonomi pada wilayah tuan rumah sekitar 80% dan

20% pada wilayah tetangga.

Pentingnya penelitian mengenai dampak ekonomi penyelenggaraan MICE di

level negara dan level regional kota juga didukung dengan penelitian terdahulu

lainnya. Penelitian Mistilis & Dwyer (1999) menyatakan bahwa seluruh dampak

positif yang dihasilkan, manfaat ekonomi regional dan nasional merupakan hal

yang terpenting karena peserta konvensi dan pameran adalah pengunjung

berpenghasilan tinggi yang membelanjakan lebih dari dua kali lipat dan tinggal 50%

lebih lama dari pengunjung rata-rata. Potensi memperpanjang masa tinggal dan

memperbesar pengeluaran dapat menciptakan pendapatan daerah, pajak, dan

pekerjaan dalam jangka pendek dan menghasilkan peningkatan kunjungan dan

investasi terkait dalam jangka panjang. Hubungan dari pengambilan keputusan

dalam mendapatkan pengembalian investasi dari manfaat ekonomi menjadi hal

yang relevan karena kegiatan MICE membutuhkan fasilitas dan dukungan publik

yang berkelanjutan (Coates & Humphreys, 2000; Jones, 2002). Penelitian Hanly

(2012) menyatakan penting bagi negara untuk mengidentifikasi pengeluaran jumlah

pengunjung internasional sebagai sumber stimulus ekonomi dan kontribusi sektor

industri MICE. Transparansi dan konsistensi dalam mengukur dampak atau

manfaat ekonomi penyelenggaraan MICE menjadi hal yang krusial untuk dilakukan

karena informasi tersebut diperlukan untuk membuat dan mengevaluasi kebijakan

(Sanders, 2002)

Pada penelitian Flyvbjerg (2008) menyatakan bahwa pentingnya penilaian

dampak ekonomi penyelenggaraan MICE karena fasilitas konferensi dan


6

infrastruktur terkait sering kali menelan biaya yang sangat besar, ketidaksesuaian

pengambilan kebijakan, dan implementasi yang mahal. Penelitian Martins & Aardt

(2004) menggunakan model input output dalam mengestimasi hasil dampak

ekonomi positif atas penyelenggaraan World Summit on Sustainable Development

(WSSD) di kota Johannesburg Afrika Selatan dalam bentuk moneter. Pengembalian

investasi dari penyelenggaraan kegiatan tersebut memiliki nilai besar dibandingkan

dengan pengeluaran yang dialokasikan pemerintah Afrika Selatan. Dari penelitian

tersebut masih diperlukan pelengkap seperti yang dinyatakan Stynes (2004) yaitu

indikasi istilah “dampak ekonomi” dalam konteks kegiatan MICE merujuk pada

level nasional dan level regional kota.

MICE dengan potensi peningkatan efek ekonomi berantai yang dinilai

menjadi kesempatan sekaligus tantangan untuk Indonesia adalah menjadi tuan

rumah Annual Meetings International Monetary Fund-World Bank 2018 di Bali.

Sebelum ditetapkan sebagai tuan rumah, Indonesia melakukan pengajuan minat,

proposal, bidding, penilaian, dan sidang penetapan oleh IMF dan Bank Dunia mulai

bulan September 2014 hingga bulan Oktober 2015. Annual Meetings IMF-WB ini

merupakan kegiatan yang mempertemukan para gubernur bank sentral, menteri

keuangan dan pembangunan, anggota parlemen, eksekutif sektor swasta,

perwakilan dari organisasi masyarakat sipil dan akademisi untuk berdiskusi

masalah yang menjadi perhatian global, termasuk prospek ekonomi dunia,

pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan efektivitas bantuan (IMF,

2018). Pertemuan berisi program utama dan program pendamping dengan tema

“Voyage to Indonesia” bertujuan mempromosikan pencapaian Indonesia dalam


7

menerapkan reformasi dan demokrasi, mempromosikan ketahanan nasional dan

kemajuan ekonomi Indonesia pascakrisis Asia, mempromosikan kepemimpinan

dan komitmen Indonesia dalam pembahasan isu global, mempromosikan budaya,

pariwisata, dan industri kreatif, dan mengoptimalkan kepentingan nasional

(Keppres RI 11, 2017).

Peserta pertemuan yang merupakan pengunjung berpenghasilan tinggi

menghasilkan tambahan pengunjung dari keluarga, staf, asisten delegasi, dan

memperpanjang atau menambah masa tinggal serta destinasi selain wilayah kota

Bali dan atau daerah lain. Berdasarkan data, tercatat melalui Meeting Team

Secretariat terdaftar sejumlah 13.664 peserta, melalui Indonesia Planning Team

terdaftar sejumlah 20.556 peserta, dan jumlah total 34.220 peserta dari 189 negara.

Agenda dalam pertemuan ini berupa seminar, workshop, dan focus group

discussion, pameran, gelar budaya, forum investasi, forum kerja sama ekonomi,

forum industri keuangan dan perbankan, promosi dagang, dan kegiatan terkait

dalam menyukseskan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali. Delegasi domestik dan

mancanegara yang hadir dalam seluruh rangkaian kegiatan melakukan pengeluaran

terkait pertemuan, contohnya biaya registrasi dan akomodasi yang mencakup sektor

pendukung kegiatan (restoran, hotel, dan gerai toko) (Martins & Aardt, 2004).

Dengan daya tarik kegiatan bagi peserta dan seluruh rangkain kegiatan sebagai

program pertemuan akan menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan pada

negara tuan rumah (MacKinlay, 1997).

Pemerintah Indonesia mempersiapkan pertemuan ini dengan membentuk

panitia nasional penyelenggaraan rangkaian kegiatan Annual Meetings


8

International Monetary Fund-World Bank 2018. Presiden langsung menjadi

pengarah kegiatan dan Menteri di bidang strategis terkait menjadi panitia inti.

Kegiatan ini juga didukung dengan anggaran operasional sekitar 810 miliar rupiah

tahun 2018. Anggaran tersebut berasal dari APBN dan kontribusi Bank Indonesia.

Selain dana operasional tersebut juga terdapat alokasi anggaran di kementerian dan

instansi terkait pendukung penyelenggaran. Penting untuk mampu memperkirakan

dampak ekonomi dari penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018 dalam

memahami komponen yang menciptakan dampak ekonomi yang secara luas dapat

diidentifikasi terhadap pengeluaran atau belanja yang dilakukan langsung oleh

negara untuk penyelenggaraan kegiatan tersebut serta pengeluaran yang dilakukan

langsung oleh mereka yang mengambil bagian dalam acara tersebut di wilayah

tempat kegiatan berlangsung (Gratton, Shibli, & Coleman, 2005).

Alasan evaluasi perlu dilakukan untuk meneliti dampak ekonomi

penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali juga dikarenakan belum ada

penelitian komprehensif yang membahas mengenai dampak dari pertemuan ini,

padahal pertemuan telah dilaksanakan dengan jumlah delegasi terbanyak sepanjang

sejarah penyelenggaraan pertemuan (Bappenas, 2019). Penelitian mengenai

dampak ekonomi penyelenggaraan kegiatan menggunakan model input output

memiliki keunggulan dalam menghasilkan evaluasi ex-post dalam periode tertentu

karena bersifat statis dan terstruktur. Model input output direkomendasikan untuk

analisis dampak ekonomi regional penyelenggaraan kegiatan yang telah digunakan

oleh penelitian lainnya karena dianggap cocok yang tidak dimungkinkan perubahan

struktural jangka panjang dalam lingkup penyelenggaraan kegiatan di periode


9

tertentu dalam suatu ekonomi regional (Fletcher, 1989; Burgan & Mules, 1992;

Johnson, 1999, Jackson, Houghton, Russel, &Triandos, 2005).

Menurut Badan Pusat Statistik (2016), model input output memiliki

keunggulan dalam menghasilkan analisis. Pertama, dapat memperkirakan dampak

permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, penerimaan pajak, impor dan

penyerapan tenaga kerja dalam berbagai sektor produksi. Kedua, melihat komposisi

penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap

kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. Ketiga, perhitungan matriks

sektor_wilayah dapat menghasilkan analisis pengaruh pertumbuhan ekonomi

hubungan tiap sektor dan wilayah. Keempat, keterkaitan ke depan dan ke belakang

menjadi analisis dalam evaluasi pengembangan sektor dan wilayah secara optimal.

Kelima, ruang lingkup sektor dan wilayah dapat menjelaskan sensitivitas perubahan

dan karakteristik struktural yang dapat terjadi jika terdapat perubahan atau syok

ekonomi dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, penelitian ini menggunakan model Interregional Input

Output (IRIO) untuk memberikan hasil yang komprehensif dan lebih akurat dalam

analisis dampak ekonomi regional.

Model Interregional Input Output (IRIO) pada penelitian ini dapat

mengestimasi dampak ekonomi dalam level nasional dan level regional kota dengan

keterkaitan input output antarwilayah sejumlah 34 provinsi serta antarsektor

sejumlah 17 klasifikasi sektor di Indonesia. Model input output telah digunakan

banyak penelitian lainnya yaitu penelitian Braun (1992), Randall & Warf (1996),

dan Kim, Chon, & Chung (2003) mengestimasi dampak ekonomi pada level
10

nasional. Sedangkan, estimasi penilaian dampak ekonomi pada level regional

diperlukan untuk mampu mengatasi kelemahan dalam kelengkapan hasil analisis

wilayah maupun analisis sektor industri karena dapat mencakup keterkaitan

antarwilayah dan antarsektor (Lee, 2006). Pada penelitian Frechtling & Endre

(1999), Martins & Aardt (2004), Lee, Lee, & Yoon (2013), Lee, Mjelde, & Kwon

(2015) telah menggunakan Interregional Input Output (IRIO) dengan hasil

komprehensif menyajikan dampak ekonomi pada level regional dengan analisis

antarsektor dan antarwilayah pada daerah tuan rumah dan sekitarnya.

Penelitian ini juga menghitung salah satu dampak tidak langsung dari

pelaksanaan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali, yaitu estimasi Pajak

Pertambahan Nilai pada wilayah penyelenggara yang dapat terealisasi. Perhitungan

estimasi dampak ekonomi regional yang terklasifikasi dalam sektor tertentu mampu

memberikan estimasi Pajak Pertambahan Nilai dengan analisis peraturan

perpajakan terkait kegiatan ini. Hasil perhitungan tersebut diharapkan dapat

bermanfaat dalam menggali potensi Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan

pajak atas rantai konsumsi sebagai representasi kenaikan konsumsi penjualan

barang/jasa kena pajak oleh peserta dan pengunjung. Estimasi Pajak Pertambahan

Nilai juga lebih sederhana dalam perhitungan Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak

terutangnya karena memiliki tarif tunggal, serta memiliki potensi yang tinggi dalam

setiap penambahan nilai atas penjualan barang/jasa kena pajak.


11

1.2 Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini penulis membatasi penelitian dengan ruang lingkup

sebagai berikut:

1. Dana Penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali yang digunakan

sebagai dasar penelitian adalah dana yang berasal dari Pemerintah dan

Penyelenggara terkait selama tahun 2018 serta pengeluaran pengunjung dan

partisipan selama pelaksanaan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali.

2. Pengeluaran Pengunjung Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali yang digunakan

sebagai dasar penelitian adalah estimasi pengeluaran pengunjung (ex-post) pada

penelitian Bappenas dan LPEM FEB UI. Analisis perserta dengan menggunakan

Mobile Positioning Data (MPD) yang dilakukan Bappenas bekerjasama dengan

Telkomsel, BPS, dan Positium.

3. Model penelitian yang digunakan adalah Interregional Input-Output Model

dengan menggunakan tabel Interregional Input-Output Indonesia Transaksi

Domestik Atas Dasar Harga Produsen Menurut 34 Provinsi dan 17 Lapangan

Usaha, 2016 yang dipublikasikan pada 3 Juni 2021 oleh Badan Pusat Statistik.

4. Realisasi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai tingkat wilayah kerja provinsi

Bali sebagai tuan rumah penyelenggara kegiatan.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan ruang lingkup permasalahan, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:


12

1. Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah pusat dalam rangka

penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali terhadap daerah

penyelenggara maupun daerah di sekitar penyelenggara?

2. Bagaimana dampak pengeluaran pengunjung Annual Meetings IMF-WB 2018

Bali terhadap daerah penyelenggara maupun daerah di sekitar penyelenggara?

3. Bagaimana dampak belanja pemerintah dan pengeluaran pengunjung terhadap

nilai penerimaan pajak pertambahan nilai yang seharusnya dapat terealisasi di

daerah penyelenggara?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui estimasi dampak ekonomi Annual Meetings IMF-WB 2018

pada level nasional Indonesia dan level regional daerah penyelenggara Bali.

2. Untuk mengetahui dampak estimasi ekonomi Annual Meetings IMF-WB 2018

terhadap daerah sekitar Penyelenggara atau sektor wilayah yang memiliki

hubungan dengan daerah penyelenggara.

3. Untuk mengetahui estimasi nilai penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yang

dapat terealisasi di daerah penyelenggara dari dampak ekonomi Annual

Meetings IMF-WB 2018 Bali.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan dan latar belakang, penulis mengharapkan peneletian

dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


13

1. Manfaat akademis untuk memberikan tambahan literatur atas penelitian

yang relevan yaitu dampak regional penyelenggaraan Rapat, Insentif,

Konvensi, dan Pameran (MICE) dan pemahaman pengaplikasian model

Interregional Input Ouput pada penelitian.

2. Manfaat praktis untuk mengetahui potensi dari penyelenggaraan Rapat,

Insentif, Konvensi, dan Pameran (MICE) dalam berkontribusi bagi

penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas pajak dapat

menjadikan pertimbangan untuk menentukan arah kebijakan di masa yang

akan datang dalam penyelenggaraan Rapat, Insentif, Konvensi, dan

Pameran (MICE) baik secara nasional maupun regional.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian mengenai pentingnya

mengukur dampak ekonomi penyelenggaraan Rapat, Insentif, Konvensi, dan

Pameran (MICE) sebagai pertimbangan dan evaluasi kebijakan yang melibatkan

pengeluaran pemerintah sehingga diperlukan kajian dampak ekonomi yang

komprehensif atas penyelenggaraan kegiatan tersebut pada level nasional maupun

regional. Bab ini juga membahas ruang lingkup penelitian, rumusan masalah

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan yang

merupakan pokok pembahasan secara garis besar.

BAB II LANDASAN TEORI


14

Bab ini berisi tentang kerangka teori umum mauapun khusus yang relevan

dan mendukung pelaksanaan penelitian, ikhtisar hasil peneitian sebelumnya. serta

alur kerangka pemikiran.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang objek penelitian, jenis dan sumber data, variabel

penelitian, definisi operasional variabel, cara pengukuran, dan model penelitian.

Untuk menguji kesahihan penelitian dilakukan pengolahan data, kemudian

dilakukan analisis data statistik dengan metode kuantitatif dengan menggunakan

aplikasi pendukung.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan deskripsi hasil data penelitian dengan, yang

meliputi analisis deskriptis mengenai dampak ekonomi pada level nasional,

regional, dan keterkaitan dampak, serta mengestimasi keterkaitan dengan

penerimaan pajak pertambahan nilai di wilayah penyelenggara (Bali). Pembahasan

terkait keterkaitan antarsektor dan antarwilayah, output multiplier, serta analisis

syok ekonomi, dan keterkaitan dengan penerimaan PPN.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang simpulan dan saran penelitian. simpulan dari hasil

pembahasan sebagai jawaban atas masalah penelitian yang telah dirumuskan.

Selain itu, bab ini juga menyajikan saran-saran yang dipandang perlu serta

keterbatasan penelitian yang dapat menjadi masukan untuk penelitian relevan

berikutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Ekonomi Pembangunan

Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari proses pembangunan dengan

tahapan multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan dalam sosial, sikap

mental, lembaga nasional, pertumbuhan ekonomi, dan penghapusan kesenjangan

kemiskinan (Todaro, 1997). Pemerintah memiliki peran penting dalam mewujudkan

pembangunan ekonomi. Menurut teori klasik Adam Smith, pemerintah memiliki 3

fungsi, yaitu memlihara keamanan dan pertahanan dalam negeri, menyelenggarakan

peradilan, menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta. Dalam

hal fungsi ekonomi pemerintah berperan mengatur agar kebutuhan warga negara agar

dapat terpenuhi. Peran pemerintah tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 peranan

ekonomi, yaitu peranan alokasi, peranan distribusi, dan peranan stabilitas. Untuk dapat

melaksanakan 3 peranan ekonomi tersebut, pemerintah harus mampu untuk

menciptakan nilai tambah maksimal dari setiap pengeluaran atau investasi yang

dilakukan.

Hubungan antara peran pemerintah melalui pengeluaran pemerintah terhadap

perekonomian dikemukakan oleh Keynes pada awal abad ke-20, yang umum disebut

15
16

sebagai teori Keynes. Teori tersebut menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah

memengaruhi perkembangan ekonomi. Keynes memandang pengeluaran pemerintah

merupakan variabel eksogen dari perkembangan ekonomi (Olomola, 2004). Hubungan

kausalitas ini yang mendasari teori Keynes bahwa pengeluaran pemerintah

menyebabkan perkembangan ekonomi (Solikin, 2018). Pengeluaran pemerintah

mencerminkan kebijakan pemerintah karena pengeluaran pemerintah merupakan biaya

yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan dalam

pengadaan barang dan jasa untuk tujuan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto, 2002).

Pengeluaran pemerintah memiliki dasar teori dari identitas keseimbangan pendapatan

nasional yaitu Y = C + I + G + (EX-IM) yang merupakan sumber legitimasi teori

Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Kenaikan

atau penurunan pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi kenaikan atau penurunan

pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan

pemerintah dalam mengatur pengeluarannya (Dumairy, 2006).

Pengeluaran pemerintah dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam

dilihat dari tinjauan ekonomi mikro dan ekonomi makro. Dalam tinjauan teori ekonomi

makro, pengeluaran pemerintah untuk analisis pada tiga pos utama yang dapat

digolongkan menjadi pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa, gaji

pegawai, dan pembayaran atau pemberian langsung kepada masyarakat seperti subsidi

atau bantuan langsung kepada masyarakat (Boediono, 1998). Sedangkan dalam

tinjauan mikro, pengeluaran pemerintah digunakan untuk analisis faktor-faktor yang

menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi

tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran akan barang
17

publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran

belanja. Kemudian, jumlah barang publik yang disediakan tersebut akan menimbulkan

permintaan akan barang lain (Basri, 2005).

Secara singkat, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan output

perkapita. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat meningkat

(Azwar, 2016). Dalam pandangan ekonomi makro, perkembangan kajian pertumbuhan

ekonomi merupakan kajian dalam jangka panjang dari satu periode ke periode lainnya.

Kemampuan suatu negara dalam menghasilkan barang dan jasa akan meningkat jika

faktor produksi yaitu jumlah dan kualitas, investasi barang odal, teknologi, dan tenaga

kerja dapat ditingkatkan (Sukirno, 2006). Dalam teori Keynes menyatakan bahwa

campur tangan pemerintah dalam ekonomi menentukan pertumbuhan pembangunan

ekonomi yang optimal. Implikasi teori Keynes adalah untuk menjamin pertumbuhan

yang stabil diperlukan peranan pemerintah dalam pengelolaan perekonomian baik

melalui kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar) maupun

kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah) (Sukirno, 2006).

Dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat

tiga tujuan kebijakan umum pengadaan barang/jasa pemerintah. Pertama, sinergi

kegiatan ekonomi dari pengadaan barang/jasa pemerintah untuk mendorong percepatan

tumbuhnya industri dan atau jasa domestik. Kedua, melaksanakan fungsi pemerintah

dalam menciptakan terjadinya pemerataan ekonomi. Ketiga, menciptakan output

multiplier yang lebih besar melalui keterkaitan seluruh industri dan atau jasa domestik

yang dari kegiatan pengadaan barang dan atau jasa pemerintah yang optimal. Kebijakan
18

umum pemerintah dalam pengadaan barang dan atau jasa yaitu meningkatkan

penggunaan produksi dalam negeri, menciptakan kemandirian industri alat utama

sistem pertahanan (alutsista) dan alat material khusus (almatsus) dalam negeri,

meningkatan peran UMKM dan kelompok masyarakat, memanfaatkan sumber daya

alam dan pelestariannya, meningkatkan penggunaan teknologi informasi,

menyederhanakan proses, serta menjamin profesionalisme para pihak terkait.

Pengeluaran yang dilakukan pemerintah akan mempengaruhi berbagai sektor

dalam perekonomian. Adanya pengeluaran pemerintah secara langsung terhadap

produksi barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah atau tidak langsung terhadap

salah satunya sektor pendidikan yang dapat menghasilkan SDM yang lebih berkualitas

sehingga meningkatkan produksi produksi barang dan jasa. Pengeluaran pemerintah

juga berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat atas barang dan jasa melalui stimulus

ekonomi seperti subsidi dan alokasi kegiatan untuk sektor-sektor tertentu (Azwar,

2016). Teori Keynesian juga menyatakan bahwa pendapatan nasional ditentukan oleh

besarnya pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan net ekspor

yang dapat dianalisis dari waktu ke waktu atau dengan perubahan-perubahan dari faktor

pembentukan pendapatan nasional.

2.1.2 Produk Domestik Bruto

Menurut Gregory Mankiw, Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai pasar

dari semua barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode.

Terdapat beberapa hal yang tidak disertakan dalam menghitung PDB seperti nilai dari

semua kegiatan yang terjadi di luar pasar, kualitas lingkungan dan distribusi
19

pendapatan. PDB berperan dalam menjadi ukuran 2 hal secara bersamaan yaitu total

pendapatan semua orang dan total belanja negara yang digunakan dalam pengadaan

barang dan jasa dalam perekonomian. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat 2

pendekatan perhitungan PDB, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan

pendapatan.

Pendekatan pengeluaran merupakan metode untuk menghitung Pendapatan

Domestik Bruto (PDB) dengan mengukur jumlah yang dikeluarkan pada semua barang

akhir selama satu periode tertentu. Komponen dari pendekatan pengeluaran ini

dirumuskan menjadi sebuah persamaan sebagai berikut:

PDB = C + I + G + (EX – IM) II-1


C = konsumsi

I = investasi

G = konsumsi dan investasi pemerintah

EX = ekspor

IM = impor

Konsumsi dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah bentuk

pengeluaran konsumsi pribadi dan rumah tangga. Investasi adalah jumlah yang

diinvestasikan oleh perusahaan atau tumah tangga digunakan sebagai modal baru

meliputi peralatan, persediaan, pabrik, dan struktur perumahan baru. Konsumsi dan

investasi pemerintah merupakan pengeluaran atau belanja pemerintah pusat dan

regional dalam pengadaan barang-barang akhir dan jasa. Ekspor netto merupakan

selisih antara ekspor dan impor hanya mencakup barang dan jasa domestik. Persamaan
20

ini sesuai dengan teori Keynes yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (G mempengaruhi Y)

Pendekatan pendapatan merupakan metode penghitungan Pendapatan Domestik

Bruto (PDB) dengan mengukur pendapatan seperti sewa, bunga, upah, dan laba yang

diterima oleh semua faktor produksi dalam memproduksi barang akhir. Pendekatan

pendapatan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dirumuskan dalam empat

komponen dengan suatu persamaan sebagai berikut:

PDB = pendapatan nasional + depresiasi + (pajak tidak langsung – subsidi) +

pembayaran faktor netto kepada luar negeri

Menurut Badan Pusat Statistik (2021), Pendapatan nasional merupakan

pendapatan total yang diterima oleh faktor-faktor produksi seluruh warga negara pada

suatu negara. Pendapatan nasional terdiri dari pendapatan perusahaan perorangan, laba

perusahaan, kompensasi karyawan, pendapatan bunga, dan pendapatan sewa.

Depresiasi merupakan penghitungan penurunan nilai aktiva modal. Kemudian terdapat

pajak tidak langsung yang dikurangi subsidi. Pajak tidak langsung meliputi pajak

pertambahan nilai, bea cukai, dan biaya lisensi. Sedangkan subsidi merupakan

pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk masyarakat tanpa mendapatkan imbalan

barang atau jasa. Pembayaran faktor neto untuk luar negeri adalah pembayaran

pendapatan atas faktor produksi untuk luar negeri dikurangi penerimaan pendapatan

faktor dari luar negeri.

Data pendapatan nasional menjadi salah satu indikator makro yang dapat

menunjukkan kondisi perekonomian nasional setiap tahun dengan berbagai manfaat

kegunaan sesuai jenisnya. PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan


21

sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara. Nilai PDB yang besar

menunjukkan sumber daya ekonomi yang besar, sedangkan PDB yang kecil

menunjukkan sumber daya yang kecil. PDB harga konstan (riil) menunjukkan laju

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dalam setiap sektor dari tahun ke tahun.

Distribusi PDB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau

peranan setiap sektor dalam suatu ekonomi negara. Sektor-sektor ekonomi yang

mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu negara.

PDB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan produk barang dan jasa

yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi, dan perdagangan dengan pihak luar

negeri. Distribusi PDB menurut penggunaan menunjukkan peranan Kementerian atau

Lembaga dalam memanfaatkan barang dan jasa dari hasil berbagai sektor ekonomi.

PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju

pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. PNB harga berlaku

menunjukkan pendapatan mungkin dapat terjangkau untuk dinikmati penduduk suatu

negara. PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDB dan

PNB per satu orang penduduk. PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan

menunjukkan pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.

2.1.3 Teori Pembangunan Ekonomi Regional

Pembangunan ekonomi regional merupakan penerapan proses ekonomi dari suatu

sumber daya yang tersedia dan dialokasikan pada suatu daerah atau regional yang

menciptakan pembangunan berkelanjutan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi

yang diharapkan bagi suatu daerah dengan memenui nilai tambah bagi pelaku bisnis,
22

masyarakat, dan pengunjung (Stimson et al, 2006). Dalam Ilmu Ekonomi Regional,

tidak dibahas mengenai kegiatan individual melainkan analisis suatu wilayah atau

bagian wilayah secara keseluruhan dengan keberagaman potensi di dalamnya serta

bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi

seluruh wilayah (Ridwan, 2016). Dengan dasar tersebut, penilaian dampak ekonomi

pada level regional diperlukan untuk melakukan evaluasi dan mempertimbangkan

kebijakan yang dapat diterapkan suatu wilayah regional tertentu. Pendekatan ekonomi

regional penelitian ini juga merujuk Ferreira (2000) dan Ramakrishnan & Cerisola

(2004) yang menjelaskan aplikasi teori pembangunan dalam konteks antarwilayah di

dalam suatu negara.

2.1.4 Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan

nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen

(Mardioasmo, 2011). Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

PPN memiliki karakteristik menurut Sukardji (2011) adalah sebagai berikut:

a. Pajak tidak langsung

Pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak adalah pihak yang

menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak adalah
23

pihak yang menerima atau memanfaatkan barang atau jasa kena pajak (penanggung

pajak)

b. Pajak objektif

Timbulnya kewajiban Pajak Pertambahan Nilai ditentukan oleh adanya objek

pajak dan tidak ditentukan kondisi subjektif subjek pajak yang tidak relevan

c. PPN bersifat Multi Stage Levy

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi,

distribusi, dan konsumsi barang atau jasa kena pajak. Dikenakan pada setiap transfer

barang atau jasa kena pajak saat diterima atau dimanfaatkan dengan nilai tambah dari

suatu barang atau jasa kena pajak tersebut.

d. Dibayarkan ke kas negara menggunakan Indirect Substraction Method

Metode ini berarti mengurangkan Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Masukan)

yang dipungut oleh pihak yang menyerahkan barang atau jasa kena pajak dengan Pajak

Pertambahan Nilai yang dibayar kepada pihak lain (Pajak Keluaran) yang menyerahkan

barang atau jasa kena pajak pada transaksi sebelumnya (saat pengusaha itu membeli).

e. Bersifat non kumulatif

Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar bukan merupakan unsur harga pokok

barang atau jasa kena pajak.

f. Tarif tunggal

Pajak Pertambahan Nilai dihitung menggunakan tarif tunggal sesuai Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai yaitu 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0%

untuk penyerahan atas ekspor barang atau jasa kena pajak.

g. Pajak atas konsumsi dalam negeri


24

Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang hanya dikenakan atas barang

atau jasa kena pajak yang dikonsumsi di dalam daerah pabean. Tipe konsumsi juga

dapat diartikan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal

(bukan untuk konsumsi) dapat dikurangkan dari dasar pengenaan pajak.

2.1.5 Model Keseimbangan Umum

Berbagai aspek ekonomi saling berinteraksi dan berhubungan satu sama lain

sehingga terbentu keseimbangan. Teori keseimbangan dinyatakan dalam partial

equilibrium dan general equilibrium. Keseimbangan yang terjadi secara terpisah tanpa

melibatkan keterkaitan antarunit ekonomi disebut partial equilibrium dan

keseimbangan dengan mempertimbangkan keterkaitan seluruh kegiatan ekonomi

dalam berbagai pasar dan sector secara simultan merupakan general equilibrium

(Sukirno, 2000). Teori terkait model keseimbangan dibuktikan melalui penelitian yang

dikenal dengan Hukum Walras bahwa terdapat titik keseimbangan umum dalam

perekonomian yang dinyatakan dalam permodelan matematika formal. Hukum Walras

menjelaskan bahwa nilai excess supply di suatu pasar harus diimbangi dengan excess

demand pada pasar lain agar kedua faktor tersebut seimbang. Menurut (Susilo, 1999),

model keseimbangan umum merupakan jembatan yang menghubungkan model

ekonomi mikro dan makro dan dapat dimanfaatkan secara serentak yang paling relevan

untuk menganalisis dampak ekonomi dari kebijakan pemerintah.

Model keseimbangan umum yang komprehensif dan aplikatif digunakan adalah

keseimbangan yang diperkenalkan oleh Leontief yang dikenal dengan model input

output (Rozani, 2007). Model input output oleh Leontief yang dijelaskan oleh Miller &
25

Blair (2009) memiliki konsep dasar dalam aplikasinya. Pertama, struktur perekonomian

terdiri atas beberapa sektor yang saling berinteraksi dalam transaksi jual beli. Kedua,

output yang dihasilkan suatu sektor dijual kepada sektor lainnya dan dikonsumsi untuk

memenuhi permintaan akhir. Ketiga, input suatu sektor diperoleh dari sektor lain seperti

rumah tangga (dalam bentuk tenaga kerja), pemerintah (pajak), penyusutan, surplus

usaha dan impor dari wilayah lain. Keempat, hubungan antara output dan input bersifat

linear dan jumlah total input dalam suatu periode analisis (satu tahun) sama dengan

total output. Kelima, suatu sektor tersusun dari satu atau beberapa perusahaan, di mana

setiap sektor hanya menghasilkan satu output dengan satu tingkatan teknologi.

2.1.6 Model Input Output

Model input-output diperkenalkan pertama kali oleh Profesor Wassily W. Leontif

digunakan untuk melakukan kajian keterkaitan antarsektor ekonomi yang berguna

dalam memahami kompleksitas perekonomian serta kondisi untuk mempertahankan

keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Interaksi antarsektor membentuk

tabel matrik yang disebut dengan tabel input output. Badan Pusat Statistik merilis

publikasi terkai input output dan database nasional terbaru yaitu tabel input output

Indonesia 2016. Tabel input output menggambarkan kontribusi sektor terhadapat

perekonomian dan keterkaitan suatu sektor dengan sektor lainnya (BPS, 2021). Tabel

input output menjadi alat ukur berupa uraian statistik dalam bentuk matriks yang

menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Permodelan
26

statistik dalam model input output merupakan informasi penting dalam perencanaan

dan pengambilan kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia.

Buku panduan dan katalog mengenai tabel input output Indonesia 2016 disusun

oleh BPS pada tahun 2021 memberikan gambaran dan penjelasan komprehensif tentang

model input output. Penyusunan tabel input output bersifat statis dan terbuka harus

memenuhi asumsi dasar yaitu:

1) Keseragaman (Homogenity)

Asumsi ini menunjukkan bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu

jenis output dengan struktur input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis

terhadap input dari output sektor yang berbeda.

2) Kesebandingan (Proportionality)

Asumsi ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan fungsi linier antara input dan

output setiap sektor yang berarti perubahan input yang digunakan suatu sektor akan

sebanding dengan perubahan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut.

3) Penjumlahan (Additivity)

Asumsi ini mengindikasikan bahwa total efek dari kegiatan produksi pada

berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek kegiatan masing-masing sektor

secara terpisah.

Berdasarkan asumsi tersebut dan sebagai model kuantitatif, tabel input output

memiliki keterbatasan koefisien input atau koefisien teknis selama periode analisis

yang diasumsikan tetap. Hal ini membuat teknologi dan sumber daya yang digunakan

dalam proses produksi pada sektor ekonomi dianggap konstan selama periode

penelitian. Pada penelitian ini keterbatasan tersebut tidak mengurangi keakuratan


27

karena objek penelitian berada pada tahun 2018 termasuk dalam periode pembuatan

tabel input output yaitu 2016-2020. Analisis ekonomi menggunakan tabel input output

dinilai sebagai salah satu alat analisis yang lengkap dan komprehensif dengan beberapa

hasil yang mampu dijelaskan (BPS, 2021). Pertama, Model ini mampu memperoleh

gambaran mengenai komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa, terutama

untuk analisis kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. Kedua, Model ini

dapat mengidentifikasi leading sector dalam pembangunan ekonomi, yaitu sektor-

sektor yang pengaruhnya paling dominan dan sektor-sektor yang peka terhadap

pertumbuhan perekonomian, baik regional maupun nasional. Ketiga, Ruang lingkup

dapat dikembangkan dalam estimasi dampak permintaan akhir terhadap output, nilai

tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor

produksi. Keempat, hasil analisis digunakan untuk menyusun proyeksi dan evaluasi

variabel-variabel ekonomi makro.

2.1.7 Model Interregional Input Output (IRIO)

Model Interregional Input Output memiliki keunggulan dari input-output

nasional karena dapat mengevaluasi dampak yang lebih akurat di masing-masing

wilayah dan sektor. Analisis regional dapat mengungkapkan kebijakan nasional dalam

konteks lingkungan regional (Miller, Blair, 2009). Output yang lebih terperinci

memungkinkan untuk dapat menghubungkan ke matriks dalam suatu lingkup wilayah

(Suttinon et al., 2013). Model Interregional Input Output didukung untuk digunakan

pada masing-masing negara bagian atau suatu wilayah (Timmer et al., 2015). Peran

utama IRIO, yaitu mampu mengklarifikasi proses dekomposisi dampak nasional pada
28

basis regional karena dampak antar suatu regional tidak sama dengan dampak

berdasarkan analisis nasional.

Model ini adalah pengembangan dari mode input output suatu wilayah sistem

perekonomian tertentu. Pengukuran dan permodelan dari keterkaitan kegiatan ekonomi

terbagi dalam berbagai sektor di suatu wilayah dengan wilayah lainnya menjadi aspek

utama dalam model IRIO. Data atau tabel IRIO pada wilayah nasional pada dasarnya

merupakan gaungan dari table input ouput di seluruh wilayah secara nasional. Seluruh

tabel input ouput tersebut terkoneksi satu sama lain oleh tabel transaksi antar daerah

dan sektor. Penelitian ini menggunakan model interregional dengan koefisiennya telah

disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi regional yang telah dipublikasikan oleh

Badan Pusat Statistik pada 3 Juni 2021. Untuk menjelaskan hubungan antar wilayah

menggunakan koefisien input regional berdasarkan komposisi input yang dibutuhkan

suatu sektor dari sektor-sektor lain untuk menghasilkan total output. Tabel IRIO terdiri

dari matriks permintaan akhir tiap-tiap daerah dan matriks input primer tiap-tiap daerah

(Lab. Ilmu Ekonomi FEUI, 2005).

IRIO dapat menganalisa sektor kunci dan transaksi antar daerah. Dampak antar

daerah merupakan dampak perubahan variabel eksogen di suatu sektor di suatu daerah

terhadap sektor-sektor lain di daerah tertentu lainnya yang menggambarkan keterkaitan

dan interaksi antar daerah. Model IRIO digunakan dalam penelitian dampak atas

kegiatan karena memiliki keunggulan dapat menangkap dampak dari perubahan

input/syok ekonomi suatu kegiatan tertentu, sehingga dampak atas kegiatan tersebut

dapat dianalisa secara akurat. Kerangka Tabel IRIO disajikan dalam tabel II.1 berikut.
29

Tabel II.1 Ilustrasi Tabel IRIO


Sektor Penjualan

Aceh *r ……….. Papua *s

Sektor 1 2 3 ……….. 1 2 3

Pembelian
𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑠 𝑟𝑠 𝑟𝑠
Aceh *r 1 𝑧11 𝑧12 𝑧13 𝑧11 𝑧12 𝑧13

𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑠 𝑟𝑠 𝑟𝑠
2 𝑧21 𝑧22 𝑧23 𝑧21 𝑧22 𝑧23

𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑠 𝑟𝑠 𝑟𝑠
3 𝑧31 𝑧32 𝑧33 𝑧31 𝑧32 𝑧33

…….
𝑠𝑟 𝑠𝑟 𝑠𝑟 𝑠𝑠 𝑠𝑠 𝑠𝑠
Papua *s 1 𝑧11 𝑧12 𝑧13 𝑧11 𝑧12 𝑧13

𝑠𝑟 𝑠𝑟 𝑠𝑟 𝑠𝑠 𝑠𝑠 𝑠𝑠
2 𝑧21 𝑧22 𝑧23 𝑧21 𝑧22 𝑧23

𝑠𝑟 𝑠𝑟 𝑠𝑟 𝑧ℎ𝑧ℎ 𝑧ℎ𝑧ℎ 𝑧ℎ𝑧ℎ


3 𝑧31 𝑧32 𝑧33 𝑧31 𝑧32 𝑧33

Sumber: Miller & Blair (2009) diolah oleh penulis


𝑟𝑟
Pada tabel matriks tersebut, 𝑧12 adalah transaksi penjualan output sektor 1 pada
𝑟𝑠
wilayah Aceh *r kepada sektor 2 pada wilayah Aceh *r. Untuk matriks 𝑧12 adalah

transaksi penjualan output sektor 1 pada wilayah Aceh *r kepada sektor 2 pada wilayah

Papua *s. Koefisien input regional dihitung menggunakan persamaan :


𝑟𝑟
𝑟𝑟 𝑧𝑖𝑗
𝑎𝑖𝑗 = II-2
𝑥𝑗𝑟

Sebagaimana pada model input-output nasional, matriks digunakan sebagai


𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟
permodelan matematika. Apabila 𝑧(𝑛𝑥𝑛) = [𝑧𝑖𝑗 ] dan 𝑥(𝑛𝑥1) = [𝑥𝑗𝑟 ] maka matriks

koefisien input regional adalah sebagai berikut:

𝑨𝑟𝑟 = 𝒁𝑟𝑟 (𝑥 𝑟 ) -1 II-3


30

Maka, dampak produksi regional dari perubahan permintaan akhir pada wilayah

r, dapat ditentukan dengan matriks

𝒙r = (𝑰 – 𝑨rr) −1𝒇r II-4


Keterangan:

𝒙a = koefisien input regional

(𝑰 − 𝑨aa) = Leontief matriks regional

𝒇a = konsumsi akhir region a

Model matematika ini dapat digunakan untuk menghitung dampak tidak

langsung dari perubahan terhadap konsumsi akhir. Penyebab perubahan konsumsi akhir

disebut dengan direct impact atau syok ekonomi, sedangkan dampak tidak langsung

atau indirect impact merupakan perubahan total output yang dibutuhkan pada sektor-

sektor seluruh struktur perekonomian (Susilo, 2021). Perubahan total output

disebabkan oleh kenaikan total input yang dibutuhkan dalam sektor yang memperoleh

dampak langsung (Isard, 1960).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak ekonomi kegiatan MICE telah banyak dilakukan

dengan beberapa model pendekatan yang berbeda. Penelitian terdahulu yang disajikan

merangkum 7 penelitian yang terklasifikasi ke dalam penelitian menggunakan model

input output dalam mengukur dampak ekonomi penyelenggaraan kegiatan MICE.pada

level nasional dan level regional serta ringkasan penggunaan model penelitian lainnya.
31

Nama, tahun, Uraian Hasil Persamaan Perbedaan

judul

Bradley M. Studi ini menguji dampak Menggunakan Dampak upah

Braun. (1992), ekonomi dari konvensi di model nasional dan tenaga

The Economic kota-kota, menggunakan dan regional kerja, tidak

Contribution of MSA dari Orlando, Florida, input output, melakukan

Conventions: sebagai studi kasus. Studi ini estimasi dampak estimasi

The Case of menggunakan karakteristik ekonomi keterkaitan

Orlando, konvensi lokal untuk langsung tidak dampak

Florida menyesuaikan data nasional langsung, dengan

dan negara bagian tentang dua multiplier effect. penerimaan

jenis pengeluaran: yang PPN

muncul dari kehadiran

pengunjung dan

penyelenggaraan kegiatan

konvensi serta yang dilakukan

oleh delegasi sebelum dan

atau sesudah konvensi.

Benturan dari kedua jenis

pengeluaran diperkirakan

menggunakan model input

output 494 sektor daerah


32

ekonomi Orlando. Dampak

langsung, multipliers, dan

dampak total diukur dalam

satuan upah, pekerjaan, dan

output, baik di dalam maupun

di luar industri konvensi.

James E. Studi ini memperkirakan Menggunakan Ruang

Randall & berbagai dampak ekonomi model input lingkup

Barney Warf, dari konferensi tahunan output, estimasi negara bagian

(2013), Association of American dampak (host) AAG

Economic Geographers (AAG) di negara ekonomi Conferences

Impacts of AAG bagian di mana mereka langsung tidak 11 tahun,

Conferences diadakan, dari tahun 1983 langsung, Dampak

hingga 1994. Data yang multiplier effect terbatas

digunakan berupa jumlah personal dan

pendaftar di konferensi- business

konferensi ini, pengeluaran income, tidak

rata-rata, durasi tinggal melakukan

peserta, dan distribusi sektoral estimasi

dari pengeluaran tersebut. keterkaitan

Analisis input-output dampak

digunakan untuk dengan


33

memperkirakan dampak tidak penerimaan

langsung dan induksi pada PPN

masing-masing Negara atau

Provinsi. Efeknya pada output

di seluruh negara bagian

berkisar dari $1,64 juta

hingga $4,67 juta (kota yang

sama). Rata-rata, output

negara atau provinsi

meningkat sebesar $2,86 juta,

90,9 pekerjaan diciptakan,

dan menghasilkan $717.000

pendapatan perorangan.

Dampak-dampak ini semakin

meningkat dari waktu ke

waktu.

Samuel Penelitian ini bertujuan untuk Menggunakan Terdapat

Seongseop Kim, menilai dampak ekonomi dari model input estimasi

Kaye Chon, Kyu industri konvensi di Korea. output nasional, dampak

Yoop Chung, Model input-output estimasi dampak lapangan

(2003), digunakan untuk menyelidiki ekonomi kerja, pajak,

Convention dampak ekonomi dari industri langsung tidak impor secara


34

Industry in konvensi dalam hal output, langsung, nasional, tidak

South Korea: an pekerjaan, pendapatan, nilai multiplier effect melakukan

Economic tambah, dan impor. estimasi

Impact Analysis Mempertimbangkan efek keterkaitan

pengganda, nilai tukar dampak

pendapatan, dan efek dengan

substitusi berdasarakan penerimaan

industri konvensi PPN.

dibandingkan dengan industri

produk dengan ekspor besar

lainnya. Menurut hasil

penelitian ini, perkiraan

dampak ekonomi dari industri

konvensi sangat signifikan

bagi perekonomian Korea.

Johan Martins & Hasil permodelan Menggunakan Ruang

Carel Van menunjukkan bahwa dampak model input lingkup

Aardt, (2004), ekonomi penyelenggaraan output nasional, dampak pada

Economic WSSD bernilai positif. estimasi dampak penjualan

Impact of the Temuan yang dihasilkan ekonomi bisnis baru,

World Summit berupa pengeluaran langsung tidak lapangan

pemerintah R239,7 juta untuk pekerjaan, dan


35

on Sustainable biaya tambahan modal lokal langsung, GDP di

Development dan pemberi dana multiplier effect Johanesburg,

internasional, sponsor, sektor tidak

privat senilai R156,9 juta melakukan

untuk WSSD dan aktivitas estimasi

terkait. Terdapat pengeluaran keterkaitan

dari delegasi terakreditasi dan dampak

non-akreditasi senilai R552,2 dengan

juta. Total injeksi langsung penerimaan

senilai R709,1 juta untuk PPN.

kegiatan utamanya.

Berdasarkan multiplying

effect, total dampak kegiatan

R9,4 miliar atau 383% dari

investasi pemerintah.

Paul A. Hanly, Studi ini menilai konstribusi Menggunakan Ruang

(2012), ekonomi pasar konferensi model input lingkup

Measuring the asosiasi internasional di output nasional, dampak pada

Economic Irlandia dan menyoroti estimasi dampak output, nilai

Contribution of sektor-sektor utama yang ekonomi tambah,

the International menunjukkan multiplier effect langsung tidak impor, dan tax

Association yang kuat. Estimasi


36

Conference pengeluaran konferensi langsung, product di

Market: An Irish primer merupakan hasil multiplier effect Irlandia.

Case Study kombinasi keterkaitan

antarsektor dalam

menentukan dampak

langsung, tidak langsung, dan

berbagai induksi agregat

moneter Irlandia tahun 2007.

Total pengeluaran konferensi

langsung sebesar V131,1 juta

menghasilkan output V235,8

juta, V45,4 juta dalam

pendapatan, V101,6 juta

dalam nilai tambah, V52,0

juta dalam impor dan V9,3

juta dalam pajak produk.

Sektor konferensi utama

adalah sektor terkait hotel dan

restoran, layanan persewaan

mesin dan peralatan,

transportasi udara, dan

belanja eceran. Temuan juga


37

menunjukkan sifat yang

bervariasi dari efek ekonomi

yang diturunkan selama

periode waktu yang berbeda,

terutama pada periode

pascakonferensi. Secara

keseluruhan, hasilnya

menunjukkan bahwa pasar

konferensi berkontribusi

besar terhadap agregat

ekonomi di Irlandia pada

tahun 2007.

Myong Jae Lee , Industri konvensi dan events Model input Kualitatif dan

(2006), pada level regional dan output cocok literature

Analytical nasional secara ekonomi digunakan untuk review

Reflections on berkembang dengan studi dampak mengenai

the Economic signifikan. Keputusan ekonomi events studi dampak

Impact pembangunan yang baik ekonomi

Assessment of berdasarkan konvensi dan events tahun

Conventions and events membutuhkan 1999-2005

Special Events informasi yang akurat. Model pada

input output memiliki


38

keunggulan utama yang penelitian

menjadikan model ini cocok terdahulu.

untuk menganalisis dampak

ekonomi sebenarnya dari

konvensi dan events pada

daerah tuan rumah. Sifat

model input output

memungkinkan untuk

menganalisis konvensi dan

industri acara sebagai sistem

yang saling berhubungan

subsektor yang secara

langsung dan tidak langsung

mempengaruhi satu sama lain.

Hal ini penting karena proses

produksi konvensi dan produk

events menjadi semakin

kompleks, membutuhkan

interaksi banyak bisnis yang

berbeda pada berbagai tahap

produksi.
39

Indra Bayu, Perlakuan perpajakan Hubungan Menggunalam

Trinandari P. terhadap Olympic Council of keterkaitan model

Nugrahanti, Asia (OCA) sebagai pemilik perpajakan dan penelitian

(2020), hak eksklusif Asian Games perlakuannya kualitatif

Penelitian 2018 (pajak tiket, pajak pada deskriptif

terhadap sponsor, cukai, dan hambatan penyelenggaraan (pajak tiket,

perpajakan dari atas pemenuhan kewajiban event pajak sponsor,

dampak perpajakan selama cukai, dan

ekonomi tuan pelaksanaan Asian Games hambatan atas

rumah kegiatan 2018. Hasil penelitian pemenuhan

besar dengan menunjukkan bahwa kewajiban

metode penerapan insentif perpajakan perpajakan)

kualitatif menguntungkan karena nilai

deskriptif total potensi penerimaan

perpajakan atas insentif pajak

yang diberikan lebih kecil

daripada total dampak

ekonomi langsung dan tidak

langsung yang dihasilkan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya evaluasi penyelenggaran MICE

dan pemanfaatan keadaan pascakegiatan MICE. Penyelenggaraan MICE dengan


40

agenda penting yang melibatkan tokoh penting berbagai negara di dunia seperti Annual

Meetings IMF-WB 2018 Bali. Untuk menjadi tuan rumah dalam kegiatan ini, Indonesia

telah ditetapkan pada Oktober 2015, sehingga kegiatan sudah direncakan sebelumnya.

Dalam tahap persiapan tersebut, anggaran belanja pemerintah dialokasikan dalam

rangka menyukseskan kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali. Belanja

pemerintah dilakukan untuk membangun sarana, prasarana, infrastruktur dan kontrak

kerja dengan pihak terkait kegiatan sudah dilakukan. Belanja pemerintah tersebut

menjadi dana investasi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Peserta dan pengunjung kegiatan yang berpenghasilan tinggi mengalokasikan

pengeluaran, sehingga mampu menciptakan pendapatan daerah, pajak, pekerjaan dalam

jangka pendek, dan menghasilkan peningkatan kunjungan dan investasi dalam jangka

panjang (Mistilis & Dwyer, 1999).

Dengan menggunakan model analisis IRIO akan menunjukkan dampak ekonomi

langsung dan tidak langsung secara regional dan nasional antarsektor antarwilayah

dengan menggunakan data input-output sesuai dengan kondisi regional suatu daerah

(Miller & Blair, 2009). Dampak ekonomi langsung dan tidak langsung ini terjadi di

regional Bali sebagai tuan rumah, maupun daerah sekitar dengan adanya spillover

effect. Dampak tidak langsung dari perubahan kenaikan total konsumsi akhir

berpengaruh terhadap penerimaan perpajakan, utamanya Pajak Pertambahan Nilai.

Penyebaran dari dampak ekonomi ini akan dianalasis menggunakan model IRIO

berdasarkan tabel Interregional Input Output Nasional Tahun 2016 yang

dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik pada 3 Juni 2021 dan referensi pengolaharan
41

data dari hasil penelitian Faturay, Manfred, Nugraha (2017). Untuk memudahkan

penjelasan, penulis membuat kerangka pemikiran yang dituangkan dalam Gambar II.1

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Flowchart dibuat oleh penulis


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Gambaran Umum Objek Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif

dengan permodelan matematikan sesuai teori keseimbangan umum. Metode penelitian

kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, bertujuan untuk menguji

dengan analisis data bersifat kuantitatif atau statistik (Sugiyono 2017). Penelitian

kuantitatif memiliki bentuk data berupa angka atau bilangan yang dapat diolah dan di

analisis dengan menggunakan perhitungan matematika atau statistika (Sekaran &

Bougy, 2017).

Objek Penelitian meliputi 34 wilayah provinsi di Indonesia dengan 17 klasifikasi

lapangan usaha. Cakupan objek tersebut sesuai dengan wilayah dan sektor dalam tabel

IRIO Indonesia 2016 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik pada 3 Juni 2021.

Pengeluaran pemerintah dan pengunjung dari kegiatan Annual Meetings IMF WB 2018

di Bali menjadi dasar moneter dalam melakukan estimasi dampak ekonomi langsung,

tidak langsung, sekaligus multiplier effect yang terjadi yang dihasilkan

penyelenggaraan kegiatan tersebut.

42
43

Pengolahan data model analisis Interregional Input Output (IRIO) ini memiliki

rujukan pengolahan data dari penelitian Faturay, Lenzen, & Nugraha (2017) yang

merupakan data tersedia, sesuai dengan analisis yang digunakan, dan terbaru. Data tabel

tersebut diolah dalam bentuk file .xls menggunakan microsoft excel menggunakan

rumus dan fitur aplikasi sesuai dengan perhitungan matematika dampak ekonomi model

input output. Penelitian ini juga menghubungkan dampak ekonomi yang dihasilkan

penyelenggaraan kegiatan dengan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang dapat

terealisasi. Perhitungan keterkaitan ini merupakan hasil perkalian tarif Pajak

Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak Barang dan Jasa Kena Pajak sesuai

hasil dampak ekonomi yang telah diklasifikasikan dengan wilayah dan sektor tertentu,

sehingga perhitungan ini dapat bermanfaat dalam mengestimasi potensi Pajak

Pertambahan Nilai dari dampak ekonomi tersebut.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul

data (Sugiyono, 2017). Sumber data sekunder merupakan sumber data yang telah

tersedia dan peneliti tidak harus mengumpulkan sendiri data tersebut (Sekaran &

Bougy, 2016). Data sekunder yang digunakan sebagai berikut :

a. tabel Interregional Input-Output Indonesia Transaksi Domestik Atas Dasar

Harga Produsen Menurut 34 Provinsi dan 17 Lapangan Usaha, 2016 (Juta

Rupiah) dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik pada 3 Juni 2021.


44

b. Data pengeluaran pemerintah dalam penyelenggaran Annual Meetings IMF-

WB 2018 dari LKPP, LPSE, dan Bappenas.

c. Data pengeluaran pengunjung selama penyelenggaran Annual Meetings IMF-

WB 2018 dari Hasil Survei Bappenas.

d. Data-data dari hasil literature review, yang bersumber dari buku, jurnal, artikel

dan sumber-sumber lainnya.

3.3 Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel, dan Cara Pengukurannya

Berikut merupakan variabel-variabel operasional yang digunakan dalam

penelitian ini:

a) Output

Output merupakan hasil atau produk dari proses pengolahan berbagai input yang

masuk ke dalam sektor atau industri tersebut.

b) Transaksi Intraindustri

Transaksi intraindustri merupakan output suatu sektor atau industri yang menjadi

input dari sektor atau industri lainnya untuk menghasilkan output baru.

c) Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran Pemerintah merupakan seluruh pengeluaran pemerintah dalam

penyelenggaran Annual Meetings IMF-WB 2018 dari mulai tahap perencanaan sampai

dengan pelaksanaan kegiatan.

d) Pengeluaran Pengunjung
45

Pengeluaran pengunjung merupakan jumlah yang dikeluarkan pengunjung

berupa konsumsi atas output sektor-sektor pada wilayah Bali selama penyelenggaran

Annual Meetings IMF-WB 2018.

e) Permintaan Akhir (Final Demand)

Permintaan akhir merupakan permintaan atas barang dan atau jasa sebagai

konsumsi akhir output dari suatu sektor atau industri oleh pihak yang terdiri dari

konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap, dan

perubahan persediaan dan ekspor.

f) Koefisien Input Regional

Koefisien Input Regional merupakan koefisien yang menginterpretasikan

komposisi input yang diproduksi oleh satu wilayah untuk menghasilkan output pada

wilayah yang sama.

3.4 Model Penelitian

Pada penelitian ini, model analisis yang digunakan adalah model Interregional

Input Output (IRIO). Penggunaan model IRIO pada penelitian ini mempertimbangkan

adanya fakta mengenai keterkaitan antarwilayah, di mana dalam suatu lingkup

perekonomian, dampak ekonomi di satu wilayah kemungkinan besar berpengaruh pada

wilayah lainnya. Model ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model Input

Output Nasional. Analisis ini dikembangkan pertama kali oleh Profesor Wassily W.

Leontief pada tahun 1930. Dalam bentuk dasar, model ini menggambarkan distribusi

produk dari berbagai industri dalam suatu ekonomi. Sektor-sektor dalam suatu ekonomi

melakukan aktivitas produksi barang atau jasa (output) maupun konsumsi barang atau
46

jasa dari sektor-sektor lain (input). Untuk memahami konsep model ini, disajikan

ilustrasi pada Gambar III.1 yang menunjukkan keterkaitan antarwilayah terhadap

struktur input dan output (transaksi antara) pada sektor-sektor produksi.

Gambar III.1 Transaksi Input-Output

Sumber: diambil dari Miller & Blair (2009)


Pada tabel III.1 digambarkan bahwa suatu industri (sektor) selain berperan

sebagai produsen, juga berperan sebagai konsumen bagi sektor lain. Kolom Final

Demand menggambarkan permintaan akhir pasar, yang terdiri dari berbagai pihak, di

antaranya konsumen akhir, baik personal maupun oleh pemerintah. Baris Value Added

menggambarkan input dari non-industri, contohnya tenaga kerja, depresiasi, dan pajak.

Persamaan dasar dari analisis input-output, adalah sebagai berikut:

𝑥𝑖 = 𝑧𝑖1 + ⋯ + 𝑧𝑖𝑗 + ⋯ + 𝑧𝑖𝑛 + 𝑓𝑖 = ∑𝑛𝑗=1 1zij+ 𝑓𝑖 III-1

Dimana xi merupakan total output dari sektor i, fi merupakan total permintaan

akhir dari sektor i, sementara zij merupakan penjualan output sektor i kepada sektor j,

atau disebut penjualan intraindustri (interindustry sales). Dalam suatu ekonomi,


47

terdapat banyak sektor, sehingga persamaan tersebut akan untuk masing-masing sektor,

sebagaimana persamaan dibawah ini.

𝑥1 = 𝑧11 + ⋯ + 𝑧1𝑗 + ⋯ + 𝑧1𝑛 + 𝑓1

𝑥𝑖 = 𝑧𝑖1 + ⋯ + 𝑧𝑖𝑗 + ⋯ + 𝑧𝑖𝑛 + 𝑓 𝑖 III-2

𝑥𝑛 = 𝑧𝑛1 + ⋯ + 𝑧𝑛𝑗 + ⋯ + 𝑧𝑛𝑛 + 𝑓𝑛

Analisis input-output menggunakan asumsi bahwa hubungan antar industri

bersifat konstan. Dalam fungsi III.2, 𝑧𝑖𝑗 merupakan output dari sektor i yang digunakan

sebagai output oleh sektor j. Apabila 𝑥𝑗 merupakan total output sektor j, maka

didapatlah fungsi sebagai berikut 𝑎𝑖𝑗 = zij / xj = output I yang digunakan sebagai input j

/ total output j. Dimana 𝑎𝑖𝑗 disebut koefisien teknis (technical coefficient). Dalam

bentuk lain, persamaan tersebut dapat menjadi 𝑧𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 × 𝑥𝑗 . Selain itu, proporsi dari

koefisien ini juga diasumsikan statis. Sebagai contoh, apabila selain input dari sektor i,

sektor j juga menggunakan input dari sektor h, maka 𝑧ℎ𝑗 = 𝑎ℎ𝑗 × 𝑥𝑗 . Proporsi antara

input dari sektor h dan i, digambarkan sebagai 𝑝ℎ𝑖, dengan persamaan sebagai berikut:

𝑝ℎ𝑖 = 𝑧𝑖𝑗 / 𝑧ℎ𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 .𝑥𝑗 / 𝑎ℎ𝑗.𝑥𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 / 𝑎ℎ𝑗 III-3

Ini menunjukkan bahwa proporsi antara koefisien dari kedua sektor tersebut

bersifat tetap. Berikutnya, berdasarkan pada persamaan di atas dan dengan

mengelompokkan variable x pada sisi kiri persamaan, persamaan tersebut dapat

berbentuk sebagai berikut:

𝑥1 − 𝑎11𝑥1 − ⋯ − 𝑎1𝑖𝑥𝑖 − ⋯ − 𝑎1𝑛𝑥𝑛 = 𝑓1 1111

𝑥𝑖 − 𝑎𝑖1𝑥1 − ⋯ − 𝑎𝑖𝑖𝑥𝑖 − ⋯ − 𝑎𝑖𝑛𝑥𝑛 = 𝑓𝑖 III-4

𝑥𝑛 − 𝑎𝑛1𝑥1 − ⋯ − 𝑎𝑛𝑖𝑥𝑖 − ⋯ − 𝑎𝑛𝑛𝑥𝑛 = 𝑓𝑛 1111


48

Pengelompokkan lebih lanjut, terhadap variabel x, menghasilkan persamaan:

(1 − 𝑎11)𝑥1 − ⋯ − 𝑎1𝑖𝑥𝑖 − ⋯ − 𝑎1𝑛𝑥𝑛 = 𝑓1 11111

𝑎𝑖1𝑥1 − ⋯ + (1 − 𝑎𝑖𝑖)𝑥𝑖 − ⋯ − 𝑎𝑖𝑛𝑥𝑛 = 𝑓𝑖 III-5

−𝑎𝑛1𝑥1 − ⋯ − 𝑎𝑛𝑖𝑥𝑖 − ⋯ + (1 − 𝑎𝑛𝑛)𝑥𝑛 = 𝑓𝑛 1111111

Dalam bentuk matriks, dengan I sebagai matriks identitas berikut

1 ⋯ 0
I = (⋮ ⋱ ⋮) III-6
0 ⋯ 1

Kemudian, matriks I dikurangi dengan matrik A berikut

(1 − 𝑎₁₁) −𝑎₁₂ ⋯ −𝑎₁ₙ


−𝑎₂₁ (1 − 𝑎₂₂) ⋯ −𝑎₂ₙ
I–A=[ ] III-7
⋮ ⋮ ⋱ ⁞
−𝑎ₙ₁ −𝑎ₙ₂ ⋯ (1 − 𝑎ₙₙ)

Dalam bentuk matriks, matriks koefisien teknis suatu sektor adalah sebagai

berikut:

(𝟏 − 𝑨)𝒙 = 𝒇 III-8

apabila diinvers, maka persamaan tersebut menjadi:

x= (𝟏 − 𝑨)−𝟏𝒇 = 𝑳𝒇 III-9

dimana (𝟏 − 𝑨)−𝟏 = 𝑳 = (𝑙𝑖𝑖) atau disebut sebagai Leontief inverse. Kita dapat

memperoleh output multiplier

m(o)j = ∑𝑛𝑗=1 1Iij III-10

Indikator ini menjelaskan dampak langsung dan tidak langsung dari variasi

permintaan final sektor tertentu dapat berdampak ekonomi secara keseluruhan. Model

berdasarkan data moneter (Miller & Blair, 2009) direpresentasikan dalam bentuk

matriks:
49

x´= i´Z + v´ III-11

dimana x´, i´, v´secara berurutan merupakan baris total output, baris satu sektor

output, baris nilai tambah dari pengeluaran per sektor. Jika kita nyatakan x´sebagai

matriks terdiagonalisasi dari total output dapat digantikan menjadi persamaan berikut:

i´= i´A + v´c III-12

Setelah mendapat perhitungan estimasi nilai dampak ekonomi langsung dan tidak

langsung per sektor melalui persamaan-persamaan di atas, hasil tersebut dianalisis

berdasarkan aturan perpajakan (Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan aturan turunannya) untuk

menentukan sektor yang dikenakan PPN. Dari 17 klasifikasi sektor pada tabel input

output terdapat 9 sektor yang dikenakan PPN. Kita dapat mengambil nilai dampak

ekonomi dari 9 sektor tersebut sebagai nilai yang sudah termasuk PPN di dalamnya.

Jadi untuk menghitung PPN dengan persamaan:


10%
Estimasi PPN = 110% x i´(dampak ekonomi per sektor) III-13

Hasil perhitungan estimasi PPN tersebut merepresentasikan estimasi nilai PPN yang

dapat terealisasi dari dampak ekonomi penyelenggaraan kegiatan ini.

3.5 Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan tabel input-output regional dengan aplikasi

Microsoft Excel. Data berupa input pada suatu sektor di suatu daerah tertentu

dipisahkan oleh sisi tabel vertikal dari suatu sektor di suatu daerah tersebut.

Pemeringkatan sektor didasarkan pada jumlah besaran dari yang tertinggi ke besaran
50

terendah dengan mengurutkan menggunakan fitur sort. Data berupa output antara

ditampilkan pada sisi horizontal dengan tata dan cara seperti pada data input tersebut.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan matriks invers:

1. Hitung koefisien input regional dan susun ke dalam matriks A

2. Matriks A-B, diperoleh dari pengurangan matriks A dengan matriks B

3. Gunakan matriks A-B untuk menghasilkan matriks invers

4. Hitung dengan perkalian matrisk invers dengan total dampak langsung

5. Lakukan langkah berikut untuk masing-masing sektor dan wilayah

Hasil perkalian tersebut merupakan estimasi dampak tidak langsung.

Selanjutnya, estimasi nilai Pajak Pertambahan Nilai yang dapat terealisasi

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan dasar pengenakan Pajak Pertambahan Nilai

2. Ambil data sektor yang dikenai PPN sesuai aturan perpajakan

3. Hitung nilai PPN dengan mengalikan tarif dengan DPP

4. Bandingkan persentase tarif pajak PPN terhadap total dampak

5. Cocokkan dengan data realisasi penerimaan PPN wilayah Bali

Hasil dari perbandingan tersebut merupakan nilai Pajak Pertambahan Nilai yang

dapat terealisasi dengan dasar yang pada umumnya merupakan pajak yang dibebankan

pada tingkat konsumsi akhir.

3.6 Sarana yang digunakan

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan aplikasi Microsoft Excel.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Struktur Input Antara dan Permintaan Antara

Dalam matriks tabel Interregional Input Output Indonesia Transaksi Domestik

Atas Dasar Harga Produsen Menurut 34 Provinsi dan 17 Lapangan Usaha yang

dipublikasikan Badan Pusat Statistik pada tahun 2021. Sisi vertikal matriks

menginterpretasikan struktur input yang digunakan proses produksi barang atau jasa

suatu sektor tertentu dari wilayah domestik atau wilayah lain. Pada sisi horizontal

menginterpretasikan distribusi output suatu sektor ke sektor lain pada wilayah domestik

atau wilayah lain. Dalam analisis pembahasan ini menggunakan penyederhanaan

wilayah_sektor untuk tiap matriksnya. Penamaan ini sesuai dengan tabel Interregional

Input Output Indonesia 2016 yang telah diklasifikasikan berdasarkan 34 wilayah

provinsi dan 17 jenis lapangan usaha sesuai standar Badan Pusat Statistik.

4.1.1 Struktur Input Antara

Struktur input antara suatu sektor menggambarkan komposisi output dari sektor-

sektor selain suatu sektor tersebut atau suatu yang dibutuhkan suatu sektor dalam

menghasilkan total output. Jika terdapat kenaikan atau penurunan total output suatu

sektor akan berpengaruh terhadap total permintaan atas output dari sektor-sektor lain

yang digunakan sebagai input sektor tersebut. Strutur input antara merupakan analisis

51
52

terhadap sisi permintaan, dan sering disebut sebagai keterkaitan ke belakang (Isard,

1960). Analisis struktur input antara digunakan untuk mengetahui sensivitas suatu

sektor terhadap perubahan nilai pada sektor-sektor lainnya. Perhitungan berdasarkan

total input sektor tertentu terhadap total input dari sektor yang dianalisis yang

dipersentasekan mampu menggambarkan dampak perubahan harga sektor input

tersebut dengan sektor yang dianalisis. Dengan matriks pada tabel IRIO, analisis

struktur input sektor juga dapat didasarkan dengan wilayah. Jadi analisis model IRIO

akan menginterpretasikan keterkaitan suatu sektor maupun ketergantungan suatu

wilayah dengan suatu sektor lain di wilayah lainnya.

Struktur input yang dilakukan berfokus pada 5 sektor yang paling terdampak pada

wilayah penyelenggaraan yaitu Bali. 5 sektor tersebut yaitu sektor penyediaan

akomodasi dan makan minum, sektor konstruksi, sektor administrasi pemerintah,

pertahanan dan jaminan sosial wajib, sektor jasa lainnya, dan sektor informasi dan

komunikasi. Kelima sektor tersebut merupakan sektor dengan alokasi belanja

pemerintah dan penyelenggara terbesar selama pelaksanaan kegiatan Annual Meetings

IMF-WB 2018 Bali. Struktur input antara juga akan disajikan pada lampiran penelitian

ini berdasarkan urutan dari nilai terbesar hingga terkecil.

4. 1. 1. 1 Bali_Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum menjadi sektor terbesar sesuai

dengan inti kegiatan pertemuan ini yang mebutuhkan banyak hal berkaitan dengan

sektor yang terdiri hotel atau penginapan, makan minum peserta kegiatan, dan serba

serbi kebutuhan peserta kegiatan selama pelaksanaan kegiatan. Dalam penyediaan

akomodasi dan makan minum di wilayah Bali lebih bergantung dengan wilayah
53

domestik dan terdekat dari segi geografisnya. Struktur input terbesarnya dari

Bali_Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan nilai input antara 5,3 triliun rupiah

atau sekitar 17% dari total input antara dari sektor ini. Input antara kedua terbesar yaitu

Jawa Timur_Industri Pengolahan dengan nilai 5 triliun rupiah atau sekitar 16%.

Selanjutnya struktur input antara terbesar didominasi wilayah Bali dan sektor lainnya

yang nilainya dominan sekitar 40% dan sisanya wilayah dan sektor lainnya yang

tersedia dalam lampiran penelitian ini.

4. 1. 1. 2 Bali_Sektor Konstruksi

Input antara terbesar sektor konstruksi berasal dari Bali_Industri Pengolahan

dengan nilai 3,2 triliun rupiah atau 12,71%. Terbesar kedua dan ketiga juga berasal dari

Bali_Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan nilai

2,5 triliun rupiah atau 10% dan Bali_Pertambangan dan Penggalian dengan nilai 1,9

triliun rupiah atau 7,5%. Nilai input antara terbesar keempat yaitu Sulawesi

Tengah_Industri Pengolahan dan kelima yaitu Sulawesi Selatan_Industri Pengolahan

dengan nilai yang berurutan 1,5 dan 1,2 triliun rupiah. Hasil analisis Bali_Sektor

Konstruksi bahwa struktur input antara cukup bervariasi dari berbagai wilayah lainnya.

4. 1. 1. 3 Bali_Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib lebih

homogen dan didominasi dengan input antara wilayah domestik Bali sendiri. Urutan

input 8 terbesar dari wilayah Bali dengan nilai sekitar 65% dari total seluruh input

wilayah sektor. Dengan 3 terbesar dari Bali_Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum, Bali_Transportasi dan Pergudangan, Bali_Jasa Perusahaan dengan urutan nilai

sekitar 1,48 triliun rupiah, 850 miliar rupiah, dan 380 miliar rupiah atau 28%, 16%, 7%
54

dari nilai total input antara. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor ini bergantung pada

input domestik dan sektor yang berkaitan erat sesuai dengan hubungannya. Jika sektor-

sektor di wilayah Bali mengalami perubahan akan berdampak besar pada sektor

administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib di wilayah Bali ini.

4. 1. 1. 4 Bali_Jasa Lainnya

Sektor jasa lainnya ini juga bersifat dominan domestik karena sebagian nilai

input antara terbesar merupakan wilayah sektor-sektor di wilayah Bali. Dari 10 terbesar

nilai input antara Bali_Jasa Lainnya ini merupakan sektor di wilayah Bali kecuali sektor

terbesar ke-7 yaitu DKI Jakarta_Industri Pengolahan. Nilai input antara terbesar yaitu

pada wilayah Bali yaitu Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Real Estate, Jasa

Perusahaan, Informasi dan Komunikasi, Pengadaan Listrik dan Gas dengan nilai secara

berurutan 610, 477, 407,263, 249 miliar rupiah. Dominasi pada wilayah domestik untuk

Bali_Jasa Lainnya sampai dengan sekitar 68% dan sisanya seluruh sektor pada wilayah

lainnya. 5 nilai sektor terbesar yang mempengaruhi Bali_Jasa Lainnya dapat

mengindikasikan bahwa sektor-sektor terkait memang berkaitan erat dengan kebutuhan

pada sektor jasa lainnya. Faktor geografis Bali berpengaruh terhadap ketergantungan

domestik karena terletak pada kepulauan tersendiri.

4. 1. 1. 5 Bali_Informasi dan Komunikasi

Sektor informasi dan komunikasi yang ada di Bali memiliki input yang memiliki

banyak kesamaan seperti struktur input antara Bali_Jasa Lainnya. Dengan komposisi 5

besar terdiri dari wilayah Bali dan sektor yang sama dengan perbedaan urutan. Nilai

terbesar dari Bali_Informasi dan Komunikasi sendiri dengan persentase jauh dari yang

lainnya dengan nilai 3,1 triliun rupiah atau 48% dari total input antara. Dilanjutkan
55

dengan Bali_Jasa Perusahaan, Jasa Lainnya, Pengadaan Listrik dan Gas, dan Real

Estate dengan urutan nilai 573, 376, 227, 226 miliar rupiah. Walaupun domestik Bali

masih menjadi struktur input yang dominan, namun terdapat kaitan terdekat dengan

DKI_Informasi dan Komunikasi, Banten_Industri Pengolahan, Jawa Timur_Informasi

dan Komunikasi, Jawa Timur_Industri Pengolahan yang juga masuk ke dalam 15

terbesar nilai input antara dengan nilai keempat input tersebut yaitu 203, 139, 63, 59

miliar rupiah atau sekitar 7% dari nilai total input antara Bali_Informasi dan

Komunikasi.

4.1.2 Struktur Output Antara

Struktur output antara menginterpretasikan output suatu sektor pada sektor

lainnya dalam nilai keseluruhan ekonomi. Perubahan total output pada suatu sektor

akan berdampak pada perubahan ketersediaan input yang dapat digunakan oleh sektor-

sektor lainnya yang menjadikan output sektor tersebut sebagai input untuk sektornya.

Maka dari itu, analisis output antara merupakan analisis atas sisi penawaran pada

anasisis input-output atau lebih dikenal dengan analisis keterkaitan kedepan (Isard,

1960). Pada analisis model IRIO akan mengidentifikasi hubungan matriks berdasarkan

sektor dan wilayah sesuai dengan tabel Interregional Input Output Indonesia Transaksi

Domestik Atas Dasar Harga Produsen Menurut 34 Provinsi dan 17 Lapangan Usaha,

2016 (Juta Rupiah) dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik pada 3 Juni 2021. Analisis

dilakukan terhadap 5 sektor di wilayah Bali yang mendapatkan syok ekonomi dari

belanja pemerintah dan penyelengara terbesar yaitu Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum, Konstruksi, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib,


56

Jasa Lainnya, Informasi dan Komunikasi. Data lengkap mengenai struktur output antara

terdapat pada lampiran 2 penelitian ini.

4. 1. 2. 1 Bali_Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

Sektor yang terdiri dari hotel atau penginapan, makan minum peserta kegiatan,

dan serba serbi kebutuhan peserta kegiatan selama pelaksanaan dalam struktur output

antara bergantung besar dalam juga pada sektor di wilayah domestik dengan persentase

60% lebih dari total output. 10 nilai output antara Bali__Sektor Penyediaan Akomodasi

dan Makan Minum ada pada wilayah Bali, kecuali peringkat 10 yaitu DKI

Jakarta_Konstruksi dengan nilai 226 miliar rupiah atau 1,57%. 2 nilai output antara

terbesar yaitu Bali_Transportasi dan Pergudangan, Bali_Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dengan urutan nilai 2,47 dan 1,48 triliun rupiah

atau sekitar 17% dan 10%. Hal ini menginterpretasikan bahwa out sektor penyediaan

akomodasi dan makan minum dialokasikan sebagian besar untuk sektor di wilayah

domestik Bali sendiri.

4. 1. 2. 2 Bali_Sektor Konstruksi

Struktur Output antara terbesar sektor konstruksi berasal dialokasikan ke

Bali_Real Estate, Bali_Konstruksi dengan nilai sangat dominan dari total output

antaranya. Bali_Real Estate dan Bali_Konstruksi mendapatkan alokasi output antara

dengan nilai 1,1 triliun rupiah dan 776 miliar rupiah atau 46% dan 31% dari total output.

Selain itu 17 sektor dengan alokasi output antara dari Bali_Sektor Konstruksi juga

berada pada wilayah Bali yang menjadi indikasi karena sektor ini sulit ditransfer atau

mobilisasi rendah membuat sektor ini dominan dengan 99% output antara digunakan di

wilayah Bali sendiri. Struktur output antara terbesar ketiga sampai dengan seterusnya
57

hanya sebagian kecil dan nilainya jauh lebih rendah dari kedua sektor terbesar. Struktur

output terbesar ketiga sampai dengan kelima yaitu Bali_Jasa Keuangan dan Asuransi,

Bali_Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib,

Bali_Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dengan nilai 117, 84, 54 miliar rupiah

atau 4,3,2% secara berurutan.

4. 1. 2. 3 Bali_Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib juga

dialokasikan sebagian besar di wilayah domestik Bali sendiri dengan nilai output antara

99% karena karakteristik sektor ini juga dipengaruhi faktor geografis. Nilai urutan 5

terbesar output untuk wilayah Bali yaitu Bali_Informasi dan Komunikasi, Bali_Real

Estate, Bali_Transportasi dan Pergudangan dengan nilai 126, 55, 37 miliar rupiah. Nilai

total output antara sektor ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai total output yang

mengalami syok ekonomi dari belanja pemerintah lainnya. Jadi perubahan output

antara sektor ini hanya sedikit mempengaruhi sektor lain di wilayah Bali karena nilai

output antara yang rendah.

4. 1. 2. 4 Bali_Jasa Lainnya

Sektor jasa lainnya ini juga dominan digunakan untuk sektor di wilayah

domestik Bali sekitar 90% dari nilai total output. 3 nilai output antara terbesar yaitu

pada wilayah Bali yaitu Transportasi dan Pergudangan, Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum, Informasi dan Komunikasi, Jasa Lainnya, Konstruksi dengan nilai

secara berurutan 699, 409, 376, 248, 113 miliar rupiah. Dominasi pada wilayah

domestik untuk Bali_Jasa Lainnya memiliki output antara yang dialokasikan ke

wilayah luar Bali sekitar 10% menjadi indikasi walaupun sektor ini berkaitan erat
58

dengan kebutuhan di wilayah domestik, namun karena karakteristik sektor jasa lainnya

bisa digunakan di wilayah lainnya.

4. 1. 2. 5 Bali_Informasi dan Komunikasi

Sektor informasi dan komunikasi yang ada di Bali memiliki struktur output antara

yang memiliki banyak kesamaan dengan struktur output sektor lainnya dengan

dominasi alokasi pada sektor di wilayah sekitar 98% dari total output antara. Nilai

output terbesar dialokasikan pada Bali_Informasi dan Komunikasi sendiri dengan

persentase jauh dari yang lainnya dengan nilai 3,1 triliun rupiah atau 35% dari total

output antara. Dilanjutkan dengan Bali_ Pengadaan Listrik dan Gas, Penyediaan

Akomodasi dan Makan Minum, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor, Jasa Perusahaan dengan urutan nilai 1,5 triliun rupiah, 891, 735, 551

miliar rupiah. Dari data sektor ini dapat indikasikan bahwa untuk sektor informasi dan

komunikasi memiliki kaitan erat dengan internal sektornya dan keterkaitan dengan

sektor lainnya memiliki nilai yang lebih kecil serta hamper merata ke seluruh sektor

lainnya.

4.1.3 Struktur Output Nasional

Struktur output nasional menunjukkan output terbesar yang dialokasikan di

semua sektor dan semua wilayah di Indonesia. Berdasarkan tabel IRIO, analisis

dilakukan untuk mengetahui wilayah_sektor yang dominan dan seberapa besar nilai

output yang ada di wilayah_sektor Bali. Berdasarkan sektor, struktur output nasional

terbesar adalah sektor industri pengolahan. 5 niali terbesar dari struktur output nasional

secara berurutan yaitu Jawa Barat_Industri Pengolahan, Jawa Timur_Industri


59

Pengolahan, Jawa Tengah_Industri Pengolahan, DKI Jakarta_Industri Pengolahan,

DKI Jakarta_Jasa Perusahaan. Struktur output nasional teralokasi sangat besar dari

wilayah_sektor di pulau Jawa. Hal ini dapat menjadi bahwa terdapat tujuan pemerintah

Indonesia memilih Bali sebagai tuan rumah untuk meningkatkan perekonomian

wilayah Bali dalam struktur ekonomi nasional.

Dalam struktur output nasional, Bali_Transportasi dan Pergudangan menjadi

struktur output terbesar dari output nasional dari wilayah Bali dengan nilai sekitar 15

triliun rupiah. Kedua, Bali_Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dengan nilai

sekitar 14 triliun rupiah. Dilanjutkan dengan Bali_Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

dan Bali_Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan

nilai yang tidak jauh berbeda di sekitar 13 triliun rupiah. Urutan kelima struktur output

nasional terbesar dari wilayah Bali yaitu Bali_Industri Pengolahan sebesar 10 triliun

rupiah. Bali_Informasi dan Komunikasi menjadi urutan keenam dari struktur output

nasional yang merupakan terbesar dari sektor yang diberikan syok ekonomi belanja

pemerintah. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyelenggaraan kegiatan Annual

Meetings IMF-WB 2018 Bali menjadi upaya pemerintah dalam meningkatkan

kontribusi ekonomi Bali dan memberikan stimulus sektor agar meningkatkan

pemerataan ekonomi berbasis wilayah maupun sektor.

4.1.4 Struktur Permintaan Antara dan Akhir

Struktur permintaan antara dan akhir pada wilayah_sektor yang paling terdampak

di wilayah penyelenggara yaitu Bali. Mengetahui komposisi struktur permintaan antara

dan akhir penting untuk analisis perputaran ekonomi sektor di wilayah Bali. Permintaan
60

antara digunakan untuk sektor lain dalam menghasilkan output, sedangkan permintaan

akhir digunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT, konsumsi

pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan inventori, dan ekspor.

Berdasarkan struktur komposisi pada wilayah_sektor di Bali, terdapat 6 sektor

dengan permintaan antara lebih besar dari permintaan akhir dan 11 sektor lain dengan

permintaan akhir lebih besar dari permintaan antara. Komposisi selisih permintaaan

antara dikurang akhir dengan persentase terbesar adalah sektor pertambangan dan

penggalian, pengadaan listrik dan gas, dan jasa perusahaan secara berurutan yaitu

sekitar 81%, 80%, dan 58%. Sektor-sektor tersebut memiliki indikasi bahwa output

lebih banyak dialokasikan ke dalam sektor produksi daripada sektor konsumsi.

Sedangkan 3 sektor terbesar yang permintaan akhir lebih besar daripada permintaan

antara adalah sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib,

sektor jasa pendidikan, dan sektor konstruksi dengan persentase 93%, 92%, 91%.

Keseluruhan sektor di wilayah Bali menggunakan output lebih besar untuk sektor

konsumsi daripada sektor produksi dengan perbandingan sekitar 1:2. Tabel mengenai

struktur permintaan antara dan permintaan disajikan dalam lampiran 4 penelitian ini.

4.2 Analisis Output Multiplier

Output Multiplier merupakan gambaran estimasi efek berantai dampak ekonomi

dari perubahan eksogen yaitu perubahan output sektor, pendapatan yang diperoleh oleh

rumah tangga karena perubahan output sektor, peluang kerja yang dihasilkan sebagai

dampak dari perubahan output, nilai tambah yang dihasilkan tiap-tiap sektor akibat

perubahan output (Isard, 1960). Dengan adanya syok ekonomi dari belanja pemerintah
61

dan penyelenggara serta pengeluaran pengunjung yang menghasilkan dampak

ekonomi, maka penting untuk melihat nilai dari output multiplier wilayah_sektor untuk

analisis dampak dengan model IRIO.

Hasil output multiplier akan disajikan lengkap pada lampiran 5 penelitian ini yang

ada pada 17 sektor di wilayah Bali. Output multiplier dengan nilai lebih dari 1

menunjukkan bahwa penambahan output pada sektor tersebut akan memberikan

pertumbuhan positif pada sektor tersebut. Tabel IV.1 menunjukan 5 besar nilai output

multiplier di wilayah Bali sebagai berikut.

Tabel IV.1 Output multiplier 5 sektor terbesar


Peringkat Sektor Output Multiplier
1 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,992
2 Pengadaan Listrik dan Gas 2,881
3 Konstruksi 2,849
4 Transportasi dan Pergudangan 2,294
5 Industri Pengolahan 2,012
Sumber: data diolah oleh penulis

Tabel IV.1 di atas menunjukkan besarnya dampak yang dapat dihasilkan dari perubahan

output pada sektor-sektor tersebut. Dengan adanya syok ekonomi berupa belanja

pemerintah dan penyelenggara serta pengeluaran pengunjung menghasilkan dampak

ekonomi dan pertumbuhan positif pada sektor-sektor tersebut. 2 di antara 3 sektor

terbesar juga masuk dalam 5 besar nilai output multiplier yang mengindikasikan bahwa

efek berantai dari input output syok ekonomi yang dihasilkan signifikan.
62

4.3 Analisis Struktur Syok Ekonomi

4.3.1 Struktur Belanja Pemerintah dan Penyelenggara

Struktur belanja pemerintah dan penyelenggara pada penelitian ini berfokus pada

persiapan dan pelaksanaan Anuual Meetings IMF-WB 2018 Bali selama tahun 2018.

Alokasi belanja pemeintah dan penyelenggara merupakan dana alokasi yang bersumber

dari pemerintah pada Kementerian dan Lembaga serta Bank Indonesia sebagai pihak

yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini. Data belanja pemerintah dan

penyelenggara didapatkan dari laporan keuangan pemerintah pusat, laporan keuangan

Kementerian dan Lembaga terkait, LPSE, dan informasi lainnya yang merujuk pada

kegiatan ini. Dari rincian yang didapatkan total anggaran belanja pemerintah dan

penyelenggara yaitu sekitar 855 miliar rupiah untuk dana operasional selama

pelaksanaan kegiatan, sekitar 295 miliar rupiah untuk fasilitas dan unsur pendukung

kegiatan.

Berdasarkan data yang diperoleh, pengeluaran pemerintah dan penyelenggara

dengan penjelasan alokasi dana memiliki perbedaan dengan klasifikasi sektor lapangan

usaha tabel input output. Tabel IV. 2 menunjukkan pemetaan dana alokasi belanja

pemerintah dan penyelenggara yang telah disesuaikan dengan klasifikasi sektor tabel

IRIO menggunakan asumsi penelitian berdasarkan penjelasan pada Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha Indonesia Badan Pusat Statistik (2020).


63

Tabel IV.2 Klasifikasi Syok Ekonomi Belanja Pemerintah dan Penyelenggara


Pengeluaran Pemerintah Nilai
No %
Sektor (Juta Rupiah)
1 Industri Pengolahan 29.296,62 2,54%
2 Konstruksi 276.710,00 24,03%
3 Transportasi dan Pergudangan 28.791,89 2,50%
Penyediaan Akomodasi dan Makan
4 457.391,57 39,72%
Minum
5 Informasi dan Komunikasi 65.066,47 5,65%
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
6 179.864,75 15,62%
dan Jaminan Sosial Wajib
7 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 15.246,00 1,32%
8 Jasa Lainnya 99.187,19 8,61%
TOTAL 1.151.554,50 100%
Sumber: data diolah oleh penulis

Belanja pemerintah dan penyelenggara tertinggi ada pada sektor penyediaan akomodasi

dan makan minum yang merupakan sektor yang paling erat kaitannya dengan kegiatan

Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali ini yaitu untuk keperluan hotel atau penginapan,

ruang pertemuan, restoran, dan pemenuhan kebutuhan sekitar 20.000 pengunjung

dalam 2.000 rangkaian kegiatan dengan nilai sekitar 457 miliar rupiah.

Alokasi dana tertinggi kedua belanja pemerintah dan penyelenggara pada sektor

konstruksi dengan nilai sekitar 276 miliar rupiah untuk perbaikan dan pengembangan

fasilitas pendukung yaitu rekonstruksi underpass simpang tugu Ngurah Rai,

rekonstruksi jalan Jimbaran-Uluwatu, rekonstruksi jalan Klungkung-Penelokan-

Ulundanu, dan rekonstruksi Kota Singaraja-Mengwitani. Nilai tertinggi ketiga

merupakan alokasi dana operasional yang dibebankan pada sektor administrasi

pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib untuk kebutuhan sekretariat senilai

sekitar 179 miliar rupiah. Sekretariat mendapatkan alokasi belanja cukup tinggi
64

dikarenakan inti kegiatan yang merupakan agenda seminar, workshop, dan focus group

discussion, dan pameran membutuhkan panitia acara dan administrasi yang baik.

4.3.2 Pengeluaran Pengunjung

Pengeluaran pengunjung sebagai salah satu struktur syok ekonomi diperoleh

berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian PPN (Bappenas) bekerja sama dengan

LPEM UI. Dari hasil hasil survei tersebut terdapat total syok ekonomi senilai 1,7 triliun

rupiah. Perhitungan tersebut didapatkan dari pengeluaran pengunjung yang bersifat

berulang dan tidak berulang dengan alokasi sebelum, ketika, setelah kegiatan

pertemuan berlangsung. Berdasarkan hasil survei diperoleh dari korespondensi dengan

peserta atau pengunjung Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali dengan kategori

registrasi yaitu delegasi, pengamat, peserta sektor swasta, akademisi, organisasi

masyarakat sipil, pers, dan jurnalis. Terdapat 2 pendekatan dalam klasifikasi sektor

pengeluaran pengunjung yaitu pengeluaran berulang dan pengeluaran tidak berulang.

Tabel IV. 3 menyajikan data pengeluaran dengan kategori registrasi yang merupakan

pengeluaran berulang sebagai berikut.

Tabel IV.3 Pengeluaran Berulang (Rp/orang/hari)


Kategori Registrasi Akomodasi Makan dan Transportasi Total
Minum
Delegasi 3.058.105 646.809 224.154 3.929.068
Pengamat 3.192.140 704.366 212.341 4.108.847
Peserta sektor swasta 3.227.995 617.008 262.789 4.107.792
Akademisi 979.992 245.832 169.894 1.395.718
Organisasi 1.747.157 438.868 221.848 2.407.873
masyarakat sipil
Pers/Jurnalis 3.889.136 472.221 230.256 4.591.613
Rata-rata 2.881.521 588.098 226.199 3.695.818
Sumber: Laporan survei Bappenas & LPEM FEB UI (diolah penulis)
65

Berdasarkan klasifikasi tersebut, pengeluaran pengunjung yang berulang akan

masuk ke dalam klasifikasi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, serta

sektor transportasi dan pergudangan di dalam tabel IRIO. Pengeluaran pengunjung

terbagi dalam 3 tahapan waktu yaitu sebelum, ketika, dan setelah kegiatan berlangsung.

Dalam laporan survei tersebut klasifikasi pengeluaran tidak berulang memiliki

klasifikasi yang berbeda dari pengeluaran berulang. Hal ini membuat klasifikasi

pengeluaran pengunjung tidak berulang ke dalam klasifikasi lapangan usaha tabel IRIO

berbeda dengan pengeluaran berulang. Berikut Tabel IV. 4 mengenai data pengeluaran

pengunjung tidak berulang.

Tabel IV.4 Pengeluaran Tidak Berulang (Rp/orang/hari)


Kategori Kriya Makan Pakaian Hiburan Kesehatan Barang Total
Registrasi Tangan Minum elektronik
Delegasi 1.674.808 425.043 1.067.471 467.651 314.135 165.689 4.14.797
Pengamat 1.402.894 369.368 1.779.632 685.289 661.971 128.331 5.027.485
Peserta 1.274.667 377.175 911.369 528.064 384.897 118.642 3.594.814
sektor
swasta
Akademisi 600.103 181.955 256.916 135.703 72.764 24.107 1.271.548
Organisasi 1.014.141 355.015 493.133 461.840 260.684 219.535 2.804.348
masyarakat
sipil
Pers/Jurnalis 617.237 233.071 463.749 160.244 54.523 295.913 1.824.737
Rata-rata 1.368.408 377.415 962.878 463.270 165.313 165.619 3.663.903
Sumber: Laporan survei Bappenas & LPEM FEB UI (diolah penulis)
Pengeluan pengunjung tidak berulang paling besar pada kriya tangan karena

peserta atau pengunjung kegiatan yang bukan penduduk Bali ingin mendapatkan barang

yang unik atau spesial dari kegiatan tersebut dengan khas wilayah Bali. Kemudian

pakaian juga menjadi pengeluaran dengan alokasi cukup besar karena ciri khas pakaian

Bali dari budaya yang unik dapat menarik sebagian besar pengunjung. Hasil survei juga
66

menunjukkan data pengeluaran pengunjung berulang dan tidak berulang dalam 3

pembagian waktu yaitu sebelum, ketika, dan setelah kegiatan berlangsung. Tabel IV. 5

menggambarkan total pengeluaran pengunjung.

Tabel IV.5 Klasifikasi Pengeluaran Pengunjung dalam Laporan Survei (Rp)


Klasifikasi Berulang Tidak berulang Total
Sebelum 311.274.316.393 30.226.453.740 341.500.770.133
Ketika 961.882.313.157 117.146.515.785 1.079.028.828.942
Setelah 285.686.714.035 82.187.620.512 367.874.334.547
Total 1.558.843.343.586 229.560.590.037 1.788.403.933.622
Sumber: Laporan survei Bappenas & LPEM FEB UI (diolah penulis)
Pengeluran pengunjung sebagian besar terjadi ketika kegiatan berlangsung

dengan pengeluaran berulang berupa makan minum, transportasi, hotel, dan akomodasi

lain selama 8 hari rangkaian kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali. Terdapat

pengeluaran pengunjung sebelum kegiatan berlangsung karena banyak pengunjung

yang merupakan pengunjung mancanegara yang melakukan kunjungan pariwisata

sebelum acara inti ketika pelaksanaan kegiatan. Pengeluaran pengunjung setelah

kegiatan berlangsung merupakan tambahan waktu kunjungan yang dimanfaatkan untuk

berwisata setelah kegiatan selesai. Pengeluaran pengunjung tersebut dari persepsi

bahwa kunjungan untuk kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali sekaligus

tambahan untuk melakukan rekreasi dan kunjungan wisata.

Dari data pengeluaran pengunjung total dan berdasarkan klasifikasi-klasifikasi

tersebut dibutuhkan penyesuaian untuk memasukkan pengeluaran pengunjung tersebut

ke dalam model IRIO. Pemetaan klasifikasi seluruh pengeluaran pengunjung telah

disesuaikan menggunakan klasifikasi sektor tabel IRIO dengan asumsi penelitian


67

berdasarkan penjelasan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Badan Pusat

Statistik (2020) yang disajikan pada tabel IV. 6.

Tabel IV.6 Klasifikasi Pengeluaran Pengunjung dengan Tabel IRIO


Pengeluaran Pengunjung Nilai
No. %
Sektor (Juta Rupiah)
1 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.496.300,04 83,67%
2 Industri Pengolahan 118.025,53 6,60%
3 Transportasi dan Pergudangan 113.673,64 6,36%
4 Jasa Lainnya 40.149,56 2,24%
5 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 20.255,17 1,13%
Total 1.788.403,93 100,00%
Sumber: Laporan survei Bappenas & LPEM FEB UI (diolah penulis)
Berdasarkan data pada tabel IV.6 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pengeluaran pengunjung adalah untuk akomodasi hotel atau penginapan, ruang

pertemuan, restoran senilai 83% dari total pengeluaran pengunjung selama pelaksanaan

kegiatan karena pengunjung bukan merupakan penduduk wilayah Bali. Sektor kedua

terbesar yaitu sektor industri pengolahan berupa kriya tangan, pakaian atau aksesori,

alat elektronik yang dibeli dan digunakan oleh pengunjung dengan nilai 118 miliar

rupiah. Kemudian sektor tranportasi dan pergudangan juga mendapatkan syok ekonomi

dari pengunjung dikarenakan adanya mobilitas pengunjung untuk transportasi selama

kegiatan berlangsung dan jasa pergudangan dalam menyimpan peralatan berkaitan

dengan kegiatan senilai 113 miliar rupiah.

4.4 Estimasi Dampak Ekonomi

Dengan adanya syok ekonomi penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018

Bali dari belanja pengeluaran pemerintah dan penyelenggara serta pengeluaran

pengunjung menghasilkan dampak ekonomi. Dampak ekonomi berupa dampak


68

langsung dan tidak langsung pada suatu wilayah_sektor. Syok ekonomi tersebut

mengakibatkan kenaikan total output yang dihasilkan oleh sektor-sektor yang

memperoleh dampak langsung yang merupakan alokasi belanja pemerintah dan

penyelenggara serta dampak pengeluaran pengunjung secara langsung. Kenaikan

output pada wilayah_sektor ini mengakibatkan efek berantai atau kenaikan pada input

dari wilayah_sektor lain yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan output yang

baru. Kemudian, kenaikan output-output sektor input tersebut juga mengakibatkan

kenaikan pada total output wilayah_sektor lainnya, sehingga terbentuk dampak

ekonomi tidak langsung. Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa dampak ekonomi

tidak langsung merupakan dampak ekonomi yang bersumber dari efek berantai syok

ekonomi langsung.

Perhitungan dampak ekonomi langsung merupakan klasifikasi belanja

pemerintah dan penyelenggara serta pengeluaran pengunjung yang bersifat langsung.

Dilanjutkan dengan perhitungan dampak ekonomi tidak langsung yaitu inverse matriks

Leontief dimatrikskan dengan dampak langsung, sehingga hasilnya merupakan dampak

perubahan yang terjadi ke seluruh wilayah_sektor yang tidak mengalami syok ekonomi

langsung. Dalam analisis pembahasan akan dijelaskan analisis dengan 3 klasifikasi

berdasarkan dengan syok ekonomi atau dampak langsung yang diterima. Pertama,

analisis dampak ekonomi belanja pemerintah dan penyelenggera yang bertujuan

menguji dampak ekonomi dari stimulus alokasi belanja yang dihabiskan pemerintah.

Kedua, analisis dampak ekonomi pengeluaran pengunjung untuk mengetahui dampak

ekonomi dari respon pengunjung atau peserta kegiatan dalam mengalokasikan

pengeluarannya selama pelaksanaan kegiatan. Ketiga, analisis dampak ekonomi total


69

dengan tujuan mengetahui dampak ekonomi secara keseluruhan berdasarkan seluruh

perubahan struktur ekonomi yang terjadi.

4.4.1 Dampak Ekonomi Belanja Pemerintah dan Penyelenggara

Dampak ekonomi belanja pemerintah dan penyelenggara dalam

penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali merupakan stimulus utama dan

pertama dalam menghasilkan dampak ekonomi lainnya. Melalui belanja pemerintah

memicu adanya syok ekonomi lainnya, yaitu pengeluaran pengunjung yang terjadi

selama kegiatan berlangsung. Dengan adanya syok-syok ekonomi tersebut juga

memberikan dampak ekonomi yang diakibatkan efek berantai yang terjadi dalam

lingkup wilayah_sektor. Dampak ekonomi dapat disajikan pada level nasional atau

regional wilayah provinsi sesuai tabel IRIO.

Hasil pengolahan data dan analisis dari perhitungan model IRIO secara lengkap

dijelaskan dalam lampiran 8 penelitian ini. Dampak ekonomi belanja pemerintah dan

penyelenggara total di wilayah Bali memiliki nilai sekitar 3,5 triliun rupiah berupa

dampak ekonomi langsung sekitar 1,1 triliun rupiah dan dampak ekonomi tidak

langsung sekitar 2,4 triliun rupiah. Analisis wilayah_sektor dalam tabel IV.7 yaitu 5

dampak ekonomi belanja pemerintah dan penyelenggara terbesar. Dari hasil pada tabel

IV.7 menunjukkan sektor-sektor utama dan pendukung yang berkaitan erat dengan

penyelenggaraan kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 di wilayah Bali.


70

Tabel IV.7 Dampak Ekonomi Belanja Pemerintah dan Penyelenggara dengan 5 Nilai
Terbesar di Wilayah Bali (Juta Rupiah)
Dampak Dampak Tidak Total
No. Wilayah
Langsung Langsung Dampak
Bali_Penyediaan Akomodasi
1
dan Makan Minum 457.391,57 473.677,27 931.068,84
2 Bali_Konstruksi
276.710,00 285.795,92 562.505,92
Bali_Administrasi
3 Pemerintahan, Pertahanan
179.864,75 183.878,68 363.743,43
dan Jaminan Sosial Wajib
4 Bali_Jasa Lainnya
114.433,19 147.474,43 261.907,62
Bali_Informasi dan
5
Komunikasi 65.066,47 150.169,27 215.235,75
Sumber: data diolah oleh penulis

Berdasarkan hasil olah data dari tabel IV.7, Bali_Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum menjadi sektor dengan alokasi dana terbesar dari belanja pemerintah

dan penyelenggara dan memiliki output multiplier yang tinggi, sehingga dampak tidak

langsung sektor ini juga menjadi nilai terbesar dari seluruh sektor. Kemudian terbesar

kedua yaitu Bali_Konstruksi sebagai sektor pendukung kegiatan yang utama

penyelenggaraa kegiatan ini karena adanya pembangunan dan rekonstruksi jalan serta

fasilitas yang digunakan. Nilai terbesar ketiga dan kelima merupakan sektor terkait

operasional dalam menjaga kelancaran kegiatan seperti hal-hal sekretariat, panitia

penyelenggara, dan administrasi, jasa lain-lain, serta informasi komunikasi. Dari hasil

ini dapat menginterpretasikan nilai sektor-sektor utama dan pendukung yang berkaitan

erat dengan kegiatan ini.

Selain data ekonomi regional wilayah Bali, terdapat hasil pengolahan data pada

level nasional. Total dampak ekonomi nasional yaitu sekitar 3,9 triliun rupiah yang

terdiri dari sekitar 1,1 triliun rupiah dampak ekonomi langsung dan 2,8 triliun rupiah.
71

Tabel IV.8 menjelaskan dampak ekonomi nasional dengan 5 nilai terbesar nasional

dengan klasifikasi provinsi.

Tabel IV.8 Dampak Ekonomi Belanja Pemerintah dan Penyelenggara 5 terbesar


Nasional dengan Klasifikasi Provinsi (Juta Rupiah)
Dampak Dampak Tidak
No. Wilayah Total Dampak
Langsung Langsung
1 Bali 1.151.554,50 2.420.678,48 3.572.232,98
2 Sulawesi Tengah 37.262,21 37.262,21
3 Nusa Tenggara Barat 33.675,67 33.675,67
4 Sulawesi Selatan 28.545,10 28.545,10
5 Nusa Tenggara Timur 27.197,15 27.197,15
Sumber: data diolah oleh penulis

Pada tabel IV.8 dapat diketahui bahwa dampak ekonomi terbesar nasional

berdasarkan klasifikasi provinsi yaitu Bali yang merupakan provinsi penyelenggara

dengan dampak total 3,5 triliun rupiah karena fokus kegiatan dan alokasi sumber daya

pada wilayah Bali. Terdapat dampak ekonomi tidak langsung sekitar 300 miliar rupiah

tersebar ke seluruh wilayah Indonesia lainnya dari hasil efek berantai wilayah_sektor.

Dampak ekonomi tertinggi kedua dan keempat pada provinsi Sulawesi Tengah dan

Sulawesi Selatan karena merupakan provinsi yang memiliki keterkaitan tinggi dengan

provinsi Bali dengan nilai 37 miliar rupiah dan 28 miliar rupiah. Sektor dengan

keterkaitan tinggi antara Provinsi Bali dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan

sesuai dengan sektor yang mendapat alokasi belanja pemerintah dan penyelenggara

yaitu sektor konstruksi. Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang

secara geografis dekat dengan Bali juga memiliki keterkaitan yang tinggi termasuk

terbesar ketiga dan kelima dengan nilai 33 miliar rupiah dan 27 miliar rupiah.
72

4.4.2 Dampak Ekonomi Pengeluaran Pengunjung

Dampak ekonomi pengeluaran pengunjung pada pelaksanaan kegiatan Annual

Meetings IMF-WB 2018 Bali ini merupakan bentuk respon karena adanya peserta atau

pengunjung yang datang dan mengalokasikan penghasilan atau uangnya untuk

pemenuhan kebutuhannya di wilayah penyelenggaraan selama periode kegiatan. Total

pengeluaran pengunjung mencapai 1,7 triliun rupiah dari sekitar 20.000 peserta dengan

sekitar 2.000 kegiatan yang dilakukan. Pengeluaran pengunjung berfokus pada saat

pelaksanaan kegiatan pada bulan Oktober 2018 di wilayah Bali berdasarkan laporan

survei oleh Bappenas bersama LPEM FEB UI. Total pengeluaran pengunjung tersebut

juga merupakan dampak ekonomi langsung atas syok ekonomi dari pengeluaran

pengunjung. Pada Tabel IV.9 menampilkan hasil perhitungan model IRIO mengenai

dampak ekonomi pengeluaran pengunjung di wilayah Bali dengan hasil lengkap

disajikan pada lampiran 9 penelitian ini.

Tabel IV.9 Dampak Ekonomi Pengeluaran Pengunjung dengan 5 Nilai Terbesar di


Wilayah Bali (Juta Rupiah)
Dampak
Dampak Total
No Wilayah Tidak
Langsung Dampak
Langsung
Bali_Penyediaan Akomodasi
1
dan Makan Minum 1.496.300,04 1.520.150,76 3.016.450,80
Bali_Pengadaan Listrik dan
2
Gas - 478.816,94 478.816,94
Bali_Pertanian, Kehutanan,
3
dan Perikanan - 412.986,86 412.986,86
4 Bali_Industri Pengolahan
118.025,53 288.085,28 406.110,81
Bali_Pengadaan Air,
5 Pengelolaan Sampah,
- 301.706,82 301.706,82
Limbah dan Daur Ulang
Sumber: diolah oleh penulis
73

Dampak ekonomi langsung atas pengeluaran pengunjung terbagi dalam 5

klasifikasi lapangan usaha dengan penyesuaian dengan tabel IRIO yaitu pada sektor

dengan dampak total terbesar Bali_Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dengan

nilai dampak langsung 1,4 triliun rupiah dan 1,5 triliun rupiah. Kedua, Bali_Industri

Pengolahan dengan dampak langsung senilai 118 miliar rupiah dan dampak tidak

langsug 288 miliar rupiah. Terdapat 3 sektor lain yang memiliki dampak ekonomi

langsung atas pengeluaran pengunjung, namun memiliki nilai dampak ekonomi tidak

langsung yang kecil. Maka dari itu, 3 sektor tersebut tidak termasuk dalam 5 nilai

terbesar total dampak. Ketiga sektor tersebut adalah Bali_Transportasi dan

Pergudangan, Bali_Jasa Lainnya, Bali_Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dengan

nilai dampak langsung berurutan 113, 40, 20 miliar rupiah. Total dampak tidak

langsung pengeluaran pengunjung bernilai mendekati 2,5 kali dampak ekonomi

langsungnya yaitu 4,3 triliun rupiah. Jadi total dampak ekonomi atas pengeluaran

pengunjung mencapai 6,1 triliun rupiah.

Perhitungan dampak juga disajikan dalam level Nasional yaitu 6,8 triliun rupiah

atau sekitar 700 miliar rupiah merupakan dampak ekonomi pengeluaran pengunjung di

luar wilayah penyelenggara. Selisih tersebut merupakan dampak tidak langsung yang

tersebar di seluruh wilayah Indonesia di berbagai sektor lainnya. Tabel IV.10

menyajikan 5 dampak ekonomi pengeluaran pengunjung terbesar klasifikasi provinsi

yang data lengkap terdapat pada lampiran 9 penelitian ini.


74

Tabel IV.10 Dampak Ekonomi Pengeluaran Pengunjung 5 Terbesar Nasional


Klasifikasi Provinsi (Juta Rupiah)
Dampak Dampak Tidak Total
No. Wilayah
Langsung Langsung Dampak
1 Bali 1.788.403,93 4.333.114,58 6.121.518,52
2 Nusa Tenggara Barat - 93.491,53 93.491,53
3 Sulawesi Selatan - 63.149,01 63.149,01
4 Nusa Tenggara Timur - 60.590,23 60.590,23
5 Banten - 42.477,13 42.477,13
Sumber: data diolah oleh penulis

Tabel IV.10 dapat kita analisis dengan mengaitkan pada struktur ekonomi yang

terdampak penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018. Persentase dampak

ekonomi langsung dan tidak langsung memiliki komposisi sekitar 26% dan 74%. Hasil

ini menunjukkan bahwa output multiplier mempengaruhi wilayah_sektor lainnya dalam

memberikan dampak tidak langsung dari pengeluaran pengunjung yang dialokasikan

selama kegiatan berlangsung. Provinsi yang memiliki dampak tidak langsung tinggi

karena seluruh rangkaian kegiatan dan sebagian alokasi pengeluaran pengunjung terjadi

di wilayah Bali selama kegiatan berlangsung. Bali memiliki persentase dampak sekitar

89% dari total dampak pengeluaran pengunjung dengan total nilai 6,1 triliun rupiah

dengan dampak langsung sekitar 1,7 triliun rupiah dan dampak tidak langsung 4,3

triliun rupiah. Faktor geografis, kesamaan karakteristik struktur ekonomi, keterkaitan

sektor peyediaan akomodasi dan makan minum serta industri pengolahan membuat

provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur memiliki dampak tertinggi

kedua dan keempat. Sulawesi Selatan dan Banten menjadi terdampak ketiga dan kelima

terbesar karena keterkaitan tinggi dengan Bali pada sektor industri pengolahan,

penyediaan akomodasi dan makan minum, dan konstruksi.


75

4.4.3 Dampak Ekonomi Total

Dampak ekonomi total merupakan jumlah seluruh dampak yang terjadi dari

perubahan-perubahan karena adanya kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali ini.

Dampak ekonomi total didapatkan dari seluruh dampak ekonomi langsung dari belanja

pemerintah dan penyelenggara, pengeluaran pengunjung, serta dampak tidak langsung

dari efek berantai keterkaitan antar wilayah_sektor. Komposisi dampak ekonomi

langsung dan tidak langsung total di wilayah Bali atau pada level nasional yaitu sekitar

2,9 triliun rupiah dan 6,7 triliun rupiah atau 30% dan 70% dari total dampak. Total

dampak ekonomi yang terjadi di wilayah Bali mencapai sekitar 9,6 triliun rupiah.

Model IRIO juga menunjukkan seluruh dampak pada level nasional dan regional.

Tabel dengan dampak ekonomi total semua sektor di wilayah Bali disajikan pada

lampiran penelitian ini. Dapat dianalisis berdasarkan tabel IV.11 mengenai 5 sektor

dengan dampak ekonomi total terbesar.

Tabel IV.11 Dampak Ekonomi Total 5 Terbesar di Wilayah Bali (Juta Rupiah)
Dampak Dampak Tidak Total
No. Wilayah
Langsung Langsung Dampak
Bali_Penyediaan Akomodasi
1
dan Makan Minum 1.953.691,61 1.993.828,02 3.947.519,64
Bali_Pengadaan Listrik dan
2
Gas - 658.414,16 658.414,16
3 Bali_Konstruksi
276.710,00 294.366,79 571.076,79
4 Bali_Industri Pengolahan
147.322,15 404.769,22 552.091,37
Bali_Pertanian, Kehutanan,
5
dan Perikanan - 550.124,74 550.124,74
Sumber: data diolah oleh penulis

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa Bali_Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum merupakan sektor dengan dampak ekonomi total terbesar dengan nilai
76

3,9 triliun rupiah atau mencapai 40% dari nilai total dampak ekonomi di wilayah Bali.

Hal ini disebabkan karena kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali merupakan

kegiatan dengan agenda seminar, workshop, dan focus group discussion, pameran, gelar

budaya, forum investasi, forum kerja sama ekonomi, forum industri keuangan dan

perbankan, promosi dagang, dan kegiatan pertemuan antar peserta atau pengunjung dari

wilayah luar Bali, sehingga terdapat syok ekonomi yang utamanya merupakan

kebutuhan akomodasi dan kebutuhan makan minum peserta atau pengunjung

pertemuan ini.

Sektor kedua dan ketiga terbesar merupakan sektor pendukung inti dari kegiatan

ini yaitu pengadaan listrik dan gas, serta konstruksi dengan masing-masing nilai sekitar

658, 571 miliar rupiah atau 6% dan 5% dari nilai dampak ekonomi total di wilayah Bali.

Pengadaan listrik dan gas dibutuhkan dalam setiap tahapan kegiatan pertemuan ini

untuk operasional dan untuk semua sektor lain sebagai sumber daya energi. Konstruksi

berperan penting dalam kegiatan ini juga karena hampir semua kegiatan memanfaatkan

hasil konstruksi bangunan dan konstruksi jalan untuk venue serta fasilitas mobilitas

peserta atau pengunjung kegiatan.

Sektor terbesar selanjutnya merupakan sektor pelengkap yaitu sektor industri

pengolahan dimana terdapat pemanfaatan kriya tangan, barang elektronik, dan barang-

barang lainnya yang dibeli atau disediakan untuk peserta atau pengunjung kegiatan

pertemuan. Sektor industri pengolahan memiliki dampak ekonomi total dengan nilai

552 miliar rupiah. Kemudian, sektor selanjutnya memiliki nilai yang hampir sama

dengan sektor industri pengolahan yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
77

yang merupakan bahan kebutuhan pokok yang digunakan utamanya untuk konsumsi

dan bahan sektor lainnya.

Selain pada level regional, Model IRIO juga dapat menganalisis dampak ekonomi

pada level nasional. Pada Tabel IV. 12 menunjukkan dampak ekonomi total pada level

nasional klasifikasi provinsi dengan nilai dampak ekonomi total nasional mencapai

10,7 triliun rupiah. Berikut tabel VI. 12 komposisi dampak ekonomi total dengan nilai

5 terbesar nasional klasifikasi wilayah provisi.

Tabel IV.12 Dampak Ekonomi Total 5 Terbesar Level Nasional Klasifikasi Provinsi
(Juta Rupiah)
Dampak Dampak Tidak Total
No. Wilayah
Langsung Langsung Dampak
1 Bali 2.939.958,43 6.753.793,07 9.693.751,50
2 Nusa Tenggara Barat - 127.167,20 127.167,20
3 Sulawesi Selatan - 91.694,12 91.694,12
4 Nusa Tenggara Timur - 87.787,39 87.787,39
5 Sulawesi Tengah - 67.163,57 67.163,57
Sumber: data diolah oleh penulis

Pada tabel IV.12 di atas, komposisi dampak ekonomi langsung terhadap total nilai

dampak ekonomi sekitar 27% dan dampak ekonomi tidak langsung sekitar 72%. Total

dampak ekonomi langsung dari seluruh syok ekonomi yang terjadi mencapai 2,9 triliun

rupiah, sedangkan total dampak ekonomi tidak langsung senilai 7,8 triliun rupiah.

Wilayah Bali sebagai penyelenggara terdampak paling tinggi karena fokus kegiatan di

wilayah Bali dan struktur ekonomi wilayah Bali lebih bergantung pada ekonomi

domestik. Dampak ekonomi regional total memiliki persentase sekitar 90% di wilayah

Bali dan 10% lainnya tersebar di seluruh provinsi. Keterkaitan wilayah_sektor provinsi

Bali dengan provinsi lain yang menghasilkan dampak tidak langsung terbesar setelah
78

di wilayah Bali sendiri yaitu Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara

Timur, dan Sulawesi Tengah. Faktor yang mempengaruhi dampak ekonomi total pada

provinsi lain adalah keterkaitan dalam sektor yang terdampak langsung dari

penyelenggaraan ini yaitu sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, industri

pengolahan, dan konstruksi.

4.4.4 Dampak Ekonomi Wilayah Penyelenggara dan Non-Penyelenggara

Analisis dampak ekonomi wilayah penyelenggara dan non-penyelenggara

untuk mengetahui seberapa besar dampak ekonomi untuk tuan rumah kegiatan dan

daerah sekitarnya. Tabel IV.13 menyajikan ringkasan dampak ekonomi dengan

klasifikasi tipe dampak dan wilayah penyelenggara sebagai. Hasil lengkap dampak

ekonomi wilayah penyelenggara dan non-penyelenggara wilayah_sektor disajikan pada

lampiran 6 penelitian ini.

Tabel IV.13 Dampak Ekonomi Wilayah Penyelenggara dan Non-Penyelenggara


Dampak Dampak tidak
Tipe dampak Wilayah Total
langsung langsung
Belanja Pemerintah Penyelenggara 2.939.958,43 6.753.793,07 9.693.751,50
dan Pengeluaran Non-
Pengunjung - 1.087.463,59 1.087.463,59
Penyelenggara
Penyelenggara 1.151.554,50 2.420.678,48 3.572.232,98
Belanja Pemerintah Non-
- 364.866,91 364.866,91
Penyelenggara
Penyelenggara 1.788.403,93 4.333.114,58 6.121.518,52
Pengeluaran
Pengunjung Non-
- 722.596,69 722.596,69
Penyelenggara
Total 2.939.958,43 7.841.256,66 10.781.215,09
Sumber: data diolah oleh penulis

Pada tabel IV.13 menunjukkan dampak ekonomi total terhadap daerah

penyelenggara dengan nilai 9,6 triliun atau 90% dari total dampak membuktikan
79

karakteristik struktur ekonomi wilayah Bali sebagian besar digunakan dalam

perputaran ekonomi domestik. Sedangkan, dampak ekonomi total pada wilayah non

penyelenggara senilai 1,1 triliun rupiah atau 10% dari total dampak. Tabel ringkasan

dampak ekonomi tersebut juga menjelaskan dampak ekonomi atas pengeluaran

pemerintah memiliki nilai 3,5 triliun rupiah pada wilayah penyelenggara dan 364 miliar

rupiah pada wilayah non-penyelenggara atau 33% dan 3% dari dampak total. Dampak

ekonomi atas pengeluaran pengunjung memiliki komposisi lebih besar daripada

dampak ekonomi atas pengeluaran pemerintah. 6,1 triliun rupiah atau 57% dan 722

miliar rupiah atau 7% merupakan dampak ekonomi atas pengeluaran pengunjung pada

wilayah penyelenggara dan non penyelenggara secara berurutan.

Dari sudut pandang sektor, penyediaan akomodasi dan makan minum menjadi

sektor di wilayah penyelenggara dengan dampak ekonomi total terbesar dengan

persentase 40% dari total dampak ekonomi. Sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,

limbah dan daur ulang menjadi sektor dengan dampak ekonomi terbesar di luar wilayah

penyelenggara dengan persentase sekitar 4% dari total dampak ekonomi. Hal ini

menunjukkan bahwa kegiatan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali memiliki

ketergantungan pada ekonomi domestik dengan sektor penyedian akomodasi dan

makan minum sebagai sektor utama pada penyelenggaraan kegiatan ini dan sektor

pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang pada wilayah non

penyelenggara memiliki hubungan yang paling kuat dalam penyelenggaraan kegiatan.


80

4. 5 Estimasi Pajak Pertambahan Nilai dari Dampak Ekonomi

Salah satu unsur dalam dampak ekonomi yang ditimbulkan dari

penyelenggaraan Annual Meetings IMF-WB 2018 Bali ini adalah perpajakan. Dari total

dampak ekonomi yang terjadi termasuk di dalamnya terdapat pajak pertambahan nilai

yang termasuk dalam transaksi barang atau jasa kena pajak pertambahan nilai. Dari

belanja pemerintah dan penyelenggara serta pengeluaran pengunjung pada sektor yang

dikenai pajak pertambahan nilai akan meningkatkan realisasi penerimaan pajak atau

dapat menjadi evaluasi kebijakan selanjutnya. Melalui analisis sektor dengan peraturan

pajak pertambahan nilai, penelitian ini dapat menghasilkan estimasi pajak pertambahan

nilai dari dampak ekonomi penyelenggaraan kegiatan. Berdasarkan data struktur

ekonomi Bali sebagian besar dialokasikan pada permintaan akhir atau sektor konsumsi

yang berarti ada potensi besar pajak pertambahan nilai karena merupakan pajak atas

konsumsi.

Menurut Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan-

peraturan terkait lainnya, terdapat klasifikasi objek dan bukan objek pajak pertambahan

nilai untuk analisis sektor pada tabel IRIO yang terdiri 17 sektor lapangan usaha dan

masing-masing memiliki dampak ekonomi penyelenggaraan kegiatan ini. Dari 17

sektor usaha tersebut, terdapat 10 sektor objek pajak pertambahan nilai dan salah

satunya termasuk kategori dibebaskan. Estimasi yang dilakukan dihitung berdasarkan

dampak ekonomi yang dihasilkan di wilayah penyelenggara (Bali) melalui 9 sektor

yang dikenai pajak pertambahan nilai. Tabel IV.14 menyajikan sektor yang dikenakan

Pajak Pertambahan Nilai.


81

Tabel IV.14 Objek PPN Berdasarkan Sektor pada Tabel IRIO


No Sektor pada Tabel IRIO Keterangan
1 Industri Pengolahan BKP
2 Pengadaan Listrik dan Gas JKP
3 Konstruksi BKP
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
4 BKP
dan Sepeda Motor
5 Transportasi dan Pergudangan JKP
6 Informasi dan Komunikasi BKP
7 Real Estate BKP
8 Jasa Perusahaan JKP
9 Jasa Lainnya JKP
Sumber: data diolah oleh penulis

Dari analisis sektor pada tabel IV.14 dapat menghasilkan estimasi pajak

pertambahan nilai dengan asumsi bahwa pajak pertambahan nilai sudah termasuk

dalam dampak ekonomi total, sehingga dampak ekonomi total merupakan dasar

pengenaan pajak ditambah dengan pajak pertambahan nilai. Jadi, untuk menghitung

pajak pertambahan nilai dari dampak ekonomi total tersebut dengan melakukan
10
perhitungan (110 x dampak ekonomi total pada sektor yang dikenakan pajak

pertambahan nilai). Pada tabel IV.15 disajikan data estimasi pajak pertambahan nilai

dampak ekonomi total pada wilayah penyelenggara (Bali). Perhitungan estimasi pajak

pertambahan nilai merupakan perhitungan tarif pajak pertambahan nilai sebesar 10%

dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. Perhitungan dapat juga dilakukan dengan

(10/110 x total dampak) karena total dampak merupakan dasar pengenaan pajak yang

termasuk di dalamnya nilai estimasi pajak pertambahan nilai.


82

Tabel IV.15 Estimasi PPN Dampak Ekonomi Total


Dampak Ekonomi Underground
Total Faktor
No Economy PPN
Dampak sektoral
Sektor (22%)
Pengadaan Listrik
1 658.414,16 131.682,83 59.855,83 42.443,23
dan Gas
2 Konstruksi 571.076,79 114.215,36 41.532,86
3 Jasa Lainnya 417.088,30 83.417,66 30.333,69
Informasi dan
4 374.360,73 74.872,15 27.226,23
Komunikasi
5 Jasa Perusahaan 364.516,27 72.903,25 26.510,27
Industri
6 552.091,37 110.418,27 200.760,49 21.901,15
Pengolahan
Perdagangan
Besar dan Eceran;
7 269.968,40 53.993,68 19.634,07
Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
8 Real Estate 236.712,80 47.342,56 17.215,48
Transportasi dan
9 383.529,46 76.705,89 174.331,57 12.044,73
Pergudangan
TOTAL 3.827.758,29
238.841,70
Sumber: data diolah oleh penulis

Analisis atas perhitungan estimasi PPN dampak ekonomi total menunjukkan

bahwa total dampak pada sektor yang dikenakan PPN senilai sekitar 3,8 triliun rupiah.

Dampak ekonomi total seluruh sektor di wilayah penyelenggara (Bali) yang dikenakan

senilai 39% dari total dampak ekonomi sekitar 9,6 triliun rupiah. Estimasi PPN dampak

ekonomi penyelenggaraan kegiatan yang telah dihitung sekitar 238 miliar rupiah.

Sektor dengan estimasi PPN terbesar yaitu pengadaan listrik dan gas, konstruksi, dan

jasa lainnya dengan masing-masing senilai 42 miliar rupiah, 41 miliar rupiah, dan 30

miliar rupiah. Potensi estimasi Pajak Pertambahan Nilai dampak ekonomi

penyelenggaraan kegiatan 2,5% dari total dampak ekonomi di wilayah penyelenggara.


83

Penilaian estimasi Pajak Pertambahan Nilai pada tabel IV.15 di atas dihitung dari

dampak total 9 sektor yang dikenakan PPN dikurangi penyesuaian terkait data

underground economy sekitar 22% menurut penelitian Iskandar dan Mulyawan (2017)

dan sebagian dari 3 sektor yang dapat dikategorikan bukan objek pajak. Sektor pertama

yaitu pengadaan listrik dan gas yang memiliki estimasi nilai PPN terbesar dampak

penyelenggaraan kegiatan yang PPNnya dapat diperlakukan lain yaitu dibebaskan dari

pengenaan PPN jika transaksi tersebut merupakan penyerahan listrik selain untuk

perumahan dengan daya di atas 6.600 watt dan gas yang bukan merupakan tabung gas

yang siap dikonsumsi masyarakat tidak dikenai PPN (Peraturan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 268/ PMK.03/ 2015). Menurut data statistik kementerian

ESDM terdapat 8-10% listrik dan gas yang digunakan untuk industri. Sektor kedua

yaitu industri pengolahan juga memiliki keterbatasan dalam estimasi nilai PPN karena

terdapat bagian nilai sektor dihasilkan oleh UMKM yang bukan merupakan subjek

PPN, sehingga tidak dikenakan kewajiban pembayaran PPN. Menurut survei Bappenas

(2019), kontribusi UMKM sektor industri pengolahan dalam penyelenggaraan kegiatan

ini menapai sekitar 40%. Sektor ketiga yaitu transportasi dan pergudangan dihitung

50% karena sektor transportasi bukan objek PPN, sedangkan jasa pergudangan

merupakan objek PPN.

Model input output juga dapat memberikan hasil over estimated jika peningkatan

pengeluaran total seluruhnya dianggap sebagai tambahan perputaran ekonomi,

sedangkan sebagian peningkatan pengeluaran telah termasuk dalam model (Aaron

McNay, 2013). Dampak ekonomi yang dihitung menggunakan model input output

dapat menangkap seluruh perputaran ekonomi termasuk unreported income dalam


84

underground economy dan pada level UMKM yang bukan merupakan subjek PPN

sehingga tidak memiliki kewajiban pembayaran PPN. Berdasarkan perhitungan yang

telah dilakukan pada tabel IV.15 dampak ekonomi total dari sektor yang dikenakan

pajak kemungkinan memiliki hasil yang over estimated dengan beberapa alasan

tersebut. Untuk konfirmasi estimasi PPN, penelitian ini membandingkan estimasi PPN

dengan realisasi kenaikan PPN selama periode penyelenggaraan pada Tabel IV.16.

Tabel IV.16 Perbandingan Estimasi PPN dan Realisasi PPN (Rp)


Penerimaan PPN 2017 2018
Kanwil DJP Bali 2.498.361.766.655 2.724.754.865.963
Selisih kenaikan realisasi PPN
2017-2018 226.393.099.308
Selisih Kenaikan Realisasi 2017- 2018 dengan estimasi
Realisasi 226.393.099.308
Estimasi 238.841.703.636
Selisih (12.448.604.328)
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (diolah oleh penulis)

Hasil pada tabel IV.16 menunjukkan bahwa estimasi yang dihasilkan dapat

menjadi target dengan asumsi optimis dari potensi PPN. Nilai estimasi PPN yang dapat

terealisasi lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan realisasi PPN. Selisih dari

perhitungan model input output ini terjadi karena perhitungan matriks output multiplier

menimbulkan efek berantai pada seluruh sektor sehingga dapat memberikan hasil over

estimated. Sedangkan, realisasi PPN yang memiliki faktor pengaruh praktis lain yaitu

estimasi dari 9 sektor yang dapat dikenai PPN juga dapat diperlakukan lain seperti

dibebaskan, tidak dipungut, atau tidak dikenakan karena insentif tertentu karena

keterbatasan informasi berkaitan dengan detail transaksi. Terdapat beberapa faktor

teknis lainnya yaitu adanya restitusi, penangguhan pajak, dan pengembalian pajak.
85

Dengan belanja pemerintah 1,1 triliun rupiah pada tahun 2018 menghasilkan

dampak pertumbuhan ekonomi dengan total 10,7 triliun rupiah pada level nasional dan

9,6 triliun rupiah pada level regional Bali termasuk di dalamnya merupakan hasil

estimasi dampak PPN di wilayah Bali sebesar 238 miliar rupiah. Penyelenggaraan

Annual Meetings IMF-WB 2018 juga menghasilkan pemerataan pertumbuhan ekonomi

pada wilayah dan sektor karena diselenggarakan di Bali dan sektor terdampak yang

merupakan struktur wilayah_sektor dengan struktur ekonomi yang dominan secara

nasional. Dari seluruh hasil dan pembahasan, Indonesia berhasil menyelenggarakan

event sebagai tuan rumah karena penyelenggaraan event dianggap berhasil, jika

kegiatan dapat menghasilkan dampak yang lebih besar dari investasi dan pendanaan

yang dialokasikan (Lee, Mjelde, & Kwon, 2015).


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Indonesia sebagai tuan rumah telah menyelenggarakan Annual Meetings IMF-

WB 2018 Bali dengan kebijakan yang efektif dan efisien. Dengan belanja pemerintah

pada tahun 2018 menyediakan dana operasional dan dana fasilitas pendukung lainnya

senilai 1,1 triliun rupiah mampu memberikan dampak ekonomi dengan total 10,7 triliun

rupiah. Pengeluaran pengunjung selama pelaksanakaan kegiatan mecapai 1,7 triliun

rupiah di wilayah Bali. Sektor dengan total dampak terbesar yaitu sektor penyediaan

akomodasi makan dan minum yang termasuk dalam industri hotel, restoran, fasilitas

pertemuan serta sektor konstruksi dalam membangun infrastruktur penyelenggaraan

seluruh rangkaian kegiatan. Beberapa simpulan penting penerapan analisis IRIO pada

penelitian ini yaitu:

1. Dampak ekonomi total senilai 10,7 triliun rupiah pada level nasional terdiri dari

sekitar 90% atau 9,6 triliun rupiah di wilayah penyelenggara (Bali) dan 10% atau

1,1 triliun rupiah pada daerah non-penyelenggara.

2. Dampak ekonomi belanja pemerintah dan penyelenggara sekitar 3,9 triliun rupiah

dengan komposisi 3,5 triliun rupiah pada daerah penyelenggara dan 3,4 triliun rupiah

86
87

pada daerah non-penyelenggara atau dampak ekonomi langsung 1,1 triliun rupiah

dan dampak ekonomi tidak langsung 2,8 triliun rupiah.

3. Dampak ekonomi pengeluaran pengunjung sekitar 6,8 triliun rupiah dengan

komposisi 6,1 triliun rupiah pada daerah penyelenggara dan 722 miliar rupiah pada

daerah non-penyelenggara atau dampak ekonomi langsung 1,7 triliun rupiah dan

dampak ekonomi tidak langsung 5,1 triliun rupiah.

Model Interregional Input Output (IRIO) mampu mengestimasi dampak ekonomi

secara komprehensif yang terjadi mulai dari tahap persiapan sampai dengan

pelaksanaan kegiatan selesai membuktikan teori Keynes bahwa pengeluaran

pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada level nasional (Indonesia)

maupun level regional kota (Bali) sebagai tuan rumah penyelenggaraan Annual

Meetings IMF-WB 2018. Kegiatan dengan skala internasional dan pengunjung

berpenghasilan tinggi dapat menghasilkan dampak ekonomi berantai yang signifikan

sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi positif bagi wilayah tuan rumah dan

wilayah terdampak lainnya.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat dipertimbangkan

sebagai berikut :

1. Ketersediaan data seluruh penyelenggaraan yang merupakan sinergi dari banyak

pihak dengan tingkat rincian dan klasifikasi sektor yang berbeda-beda membuat

akurasi ditentukan dengan pemetaan dan koordinasi kesesuaian klasifikasi sektor

dengan tabel IRIO atau standar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha.


88

2. Data berhubungan dengan pengeluaran pengunjung hanya dimiliki pada otoritas

penyelenggara kegiatan sehingga dibutuhkan perencanaan evaluasi pihak internal

untuk mendapatkan data yang valid atas survei pengeluaran pengunjung.

3. Hasil estimasi PPN belum dapat menjadi acuan target penerimaan asumsi optimis

karena estimasi PPN dalam klasifikasi usaha yang umum dan realisasi dapat

dipengaruhi oleh faktor keterbatasan ketersediaan detail informasi data, faktor

praktis, dan teknis dalam proses realisasi penerimaan perpajakan.

5.3 Saran

Pada penelitian ini, saran implikasi untuk penelitian selanjutnya dan pengambil

kebijakan berdasarkan analisis terkait dengan studi ini sebagai berikut:

1. Pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan

kegiatan dengan syok ekonomi tertentu dapat berkoordinasi dalam mengambil

kebijakan, mengalokasikan dana, dan membuat program sehingga pengeluaran

pemerintah mampu menghasilkan dampak ekonomi yang optimal.

2. Peneliti selajutnya dapat melakukan perbaikan atas keterbatasan atau modifikasi

model IRIO untuk tujuan tertentu seperti hubungan dengan jenis pajak lainnya atau

ruang lingkup tertentu seperti tenaga kerja dan tambahan entitas bisnis sehingga

lebih komprehensif dalam memberikan hasil atas studi dampak ekonomi

penyelenggaran kegiatan terutama dalam evaluasi ex-post pada wilayah dan sektor.

3. Penyelenggaraan kegiatan yang memberikan stimulus dampak ekonomi tertentu

dapat menjadi salah satu cara dalam melakukan pemerataan ekonomi wilayah dan

sektor untuk mewujudkan kesetaraan kesejahteraan ekonomi.

You might also like