35159-Article Text-131910-1-10-20210403

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

COASTAL AND OCEAN JOURNAL Vol.

1 (2) Desember 2017 : 39-51

Coastal and Ocean Journal


e-ISSN: 2549-8223
Journal home page: http://coj.pksplipb.or.id/;
email: journal@pksplipb.or.id

MODEL SEBARAN LARVA KARANG DI KAWASAN KONSERVASI TAMAN WISATA


PERAIRAN KAPOPOSANG

CORAL LARVAL DISPERSAL MODEL ON CONSERVATION AREA OF KAPOPOSANG


MARINE TOURISM PARK

Zulfikar Afandy ab*, Ario Damar cf, Syamsul Bahri Agus d, Budy Wiryawan e
a Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, FPIK-IPB, Bogor
b Pangkalan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Tual
c Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB, Bogor
d Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB, Bogor
e Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB, Bogor
f Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, PKSPL-IPB, Bogor

*Email: zulfikarafandy@gmail.com

ABSTRACT

The availability of information related to the pattern of connectivity between coral reef is one of the key in
coral reef conservation management. The identification of pattern of connectivity in the form of dispersion
dynamics of coral larvae is very important as the development of coral reef itself is highly depended upon the
external input, which this input must be accordingly managed in order to support the continuity of coral larvae
supply. This research’s objectives are including to create the coral larvae dispersal model of Marine Protected
Area (MPA) of Kapoposang. For instance, the modelling of coral larvae dispersal had been conducted using the
biophysics modelling which combined the biological and physics factor in order to obtain the recruitment
scenario and the traces of larvae dispersal. This simulation used coral larvae object with the Pelagic Larval
Duration (PLD) for 30 days, the larvae release was conducted during the full moon and during the west and
east monsoon. The result of the larvae dispersion model has indicated that the coral larvae dispersion process
was influenced by the currents and variation of monsoons. Based coral connectivity pattern on Kapoposang
found site Gondongbali, Kapoposang2, Suranti and Pamanggangang as a source. Then other location as sink
by received larvae from other site are Gondongbali, Kapoposang, Pamanggangang, Taka Karangkarangang,
Taka Pallawangang and Taka Palekko.

Keywords: connectivity, coral reef, larva dispersal, marine protected area, twp kapoposang

ABSTRAK

Salah satu kunci dalam pengelolaan terumbu karang adalah tersedianya informasi mengenai pola
konektivitas antara terumbu, mengidentifikasi pola konektivitas dalam bentuk dinamika sebaran larva
karang sangat penting, karena terumbu karang tergantung dengan input eksternal yang harus dikelola
untuk mendukung kesinambungan suplai larva karang. Tujuan penelitian ini adalah membuat model
sebaran larva karang pada kawasan konservasi Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang. Pemodelan
sebaran larva karang dilakukan dengan menggunakan pemodelan biofisik yang memadukan antara faktor
biologi dan fisika untuk mendapatkan skenario penyebaran larva. Dalam simulasi digunakan objek larva
karang dengan Pelagic Larval Duration (PLD) selama 30 hari, pelepasan larva dilakukan pada saat purnama
pada musim barat dan musim timur pada 6 lokasi di TWP Kapoposang. Hasil dari model sebaran larva
mengindikasikan bahwa proses penyebaran larva karang di TWP Kapoposang dipengaruhi oleh arus dan
variasi angin pada musim barat dan timur. Selain itu didapatkan lokasi-lokasi yang berperan dalam pola
konektivitas, lokasi yang berfungsi sebagai sumber larva yaitu Gondongbali dan Suranti. Sementara lokasi
yang berfungsi sebagai penyerap larva dengan menerima larva dari lokasi lain yaitu Gondongbali,
Kapoposang, Taka Pallawangan dan Taka Palekko.

Kata kunci: kawasan konservasi perairan, konektivitas, sebaran larva, terumbu karang, TWP Kapoposang

Diterima : September 2017 Direview : Oktober 2017 Disetujui : November 2017


40 Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi...

1. PENDAHULUAN harus dikelola untuk kesinambungan


suplai larva. Namun sebagian besar
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pengelolaan KKP di Indonesia masih jarang
merupakan kawasan perairan yang yang memasukkan kajian konektivitas
dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, dalam rencana pengelolaannya.
untuk mewujudkan pengelolaan Salah satu metode yang digunakan
sumberdaya ikan dan lingkungan secara dalam penelitian sebaran larva adalah
berkelanjutan (KKP 2014), KKP dapat pemodelan biofisik yang memadukan
dijadikan sebagai salah satu alat antara faktor biologi dan fisika untuk
manajemen dalam pengelolaan mendapatkan skenario rekruitmen dan
sumberdaya pesisir yang efektif dan jejak penyebaran larva. Pemodelan ini
merupakan salah satu solusi terbaik untuk semakin sering digunakan sebagai alat
menekan ancaman terhadap ekosistem prediksi penyebaran larva untuk menilai
pesisir dan melindungi habitat penting konektivitas antar kawasan konservasi
(Estradivari et al., 2017). dan untuk evaluasi umum dari berbagai
Pemerintah Indonesia telah faktor yang berperan dalam transportasi
berkomitmen untuk membentuk KKP larva (Callwood, 2010). Selain itu model
seluas 20 juta hektar pada tahun 2020 dan biofisik dapat digunakan untuk
sampai dengan tahun 2016 telah mencapai merperkirakan konektivitas kawasan pada
17.9 juta hektar (KKP, 2016). Namun hampir semua skala spasial dan temporal
capaian target luasan tersebut harus (Lagabrielle et al., 2014).
dibarengi dengan pengelolaan yang efektif, Mengingat masih kurangnya data
sehingga manfaat dari KKP betul-betul tentang pola sebaran larva pada KKP di
memberikan efek terhadap keberlanjutan Indonesia, maka kami berinisiatif untuk
sumber daya perikanan dan kelautan serta melakukan penelitian ini, dengan
kesejahteraan masyarakat. Adapun desain menggunakan metode pemodelan biofisik
KKP yang efektif pada umumnya, untuk menilai dan menggambarkan
mempertimbangkan skala geografis, arah konektivitas pada kawasan konservasi
dan besarnya penyebaran larva, misalnya yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi
melalui penggunaan model oseanografi, dalam pengelolaan KKP.
dan dampak demografi serta genetik pada
populasi yang lain (Cowen dan Sponaugle, 2. METODOLOGI PENELITIAN
2009; Lowe dan Allendorf, 2010; Soria et
al., 2014). 2.1. Tempat dan Waktu
Mengidentifikasi dan memahami pola Penelitian dilakukan pada TWP
konektivitas dalam bentuk sebaran larva Kapoposang yang terletak di Kepulauan
merupakan kunci dalam pengelolaan KKP Spermonde, Kabupaten Pangkep,
(Almany et al., 2009). Terumbu karang Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1).
sebagai salah satu ekosistem yang menjadi Simulasi sebaran larva dilaksanakan
objek perlindungan dalam KKP, sangat pada Februari 2016 (musim barat) dan
tergantung dengan eksternal input yang Agustus 2016 (musim timur).

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi... 41

Gambar 1 Lokasi penelitian

2.1. Model Arus Permukaan Domain wilayah model dari kordinat


Model pola arus merupakan model 118°49'59.98" - 119° 15' 0" Bujur Timur
awal yang dibutuhkan untuk membuat dan 4°34'59.98" - 4°55'0.01" Lintang
model simulasi sebaran larva. Arus Selatan. Desain model menggunakan
merupakan faktor oseanografi fisik yang triangular mesh yang memiliki resolusi
berperan dalam penyebaran parameter tinggi, dengan elemen mesh terkecil
fisik-kimia, seperti suhu, salinitas, dan sebesar 10 m dan yang terbesar mencapai
nitrat, serta menentukan sebaran 2000 m, yang terdiri dari 11363 elemen
organisme planktonik di laut (Agus, 2012). dan 6547 nodes (Gambar 2).
Model hidrodinamika dibangun untuk 2.2. Metode Sebaran Larva
mengetahui arah arus dan sebarannya, Model sebaran larva dibuat untuk
pembuatan model dengan menggunakan melihat penyebaran larva karang di TWP
piranti lunak MIKE 21 yang dikembangkan Kapoposang, model ini dibangun
oleh Danish Hydraulics Institute (DHI). menggunakan modul Particle-Tracking
Input data dan koefisien yang digunakan pada aplikasi MIKE 21 Flow Model FM.
pada model ini dapat dilihat pada Tabel 1. Modul ini mengkalkulasikan perpindahan
Model ini menggunakan persamaan posisi partikel dari input kecepatan hasil
kontinuitas dan persamaan momentum keluaran model hidrodinamika disetiap
dengan pendekatan perata-rataan waktunya. Simulasi sebaran larva
terhadap kedalaman. Informasi lebih dipengaruhi oleh pergerakan arus serta
detail tentang model ini dapat dilihat pada proses dispersi yang terjadi akibat pola
Abbott et al. (2010), Babu et al. (2005) dan arus tersebut. Model dari sebaran larva
DHI (2012). ini menggunakan konsep Langrangian,

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
42 Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi...

Tabel 1 Data dan koefisien yang digunakan pada model


Jenis Data/Koefisien Sumber/Nilai Keterangan
Batimetri General bathymetric chart of Resolusi 500 m
the oceans (GEBCO
http://www.gebco.net);
Angin European Centre for Resolusi spasial
Medium-Range Weather 0.125˚×0.125˚ Resolusi
Forecasts (ECMWF temporal 3 jam
http://www.ecmwf.int);
Pasang surut Prediksi MIKE Global Tide Gabungan dari komponen
Model pasut utama dan pasut
semidiurnal konstituen
dengan resolusi spasial
0.25° × 0.25° berdasarkan
data altimetri satelit
Topex/Poseidon (DHI,
2014)
Time step 15 menit
Wind friction factor 0.00126 Konstan
Horizontal eddy Smagorinsky formula 0.28
viscosity m2/s
Koefisien gesekan Chezy number 38 m1/2/s
dasar (bed resistance)
Courant number 0.8

Gambar 2 Mesh batimetri perairan di sekitar TWP Kapoposang

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi ... 43

dimana konsep ini dapat secara efektif puncak pasang, sedangkan untuk
menggambarkan proses pergerakan atau musim timur, dilakukan pada tanggal
penyebaran larva dari sumbernya pada 18 Agustus 2016 jam 20.30-21.00.
area model (Gaonkar et al., 2012; Stephens Menurut Yusuf (2012) pola dan
et al., 2006; Surbakti et al., 2014). waktu reproduksi karang di
Dalam model sebaran larva ini ada kepulauan Spermonde berlangsung
beberapa asumsi yang digunakan untuk sepanjang tahun mengikuti pola
menafsirkan dan memahami fenomena musim di Indonesia, yakni ada yang
kompleks sebaran larva karang di alam,. memijah pada musim hujan dan ada
Beberapa asumsi dan pendekatan dalam pula pada musim kemarau.
model sebaran larva ini adalah: Penelitian yang dilakukan Rani
1) Dalam simulasi ini, objek larva yang (2004) di Pulau Barrang Lompo
digunakan adalah karang yang secara Kepulauan Spermonde,
umum dari Ordo Scleractinia, dengan mendapatkan proses spawning
pertimbangan jenis karang ini karang terjadi pada saat fase bulan
merupakan komponen utama purnama atau bulan gelap selalu
pembangun terumbu; terjadi pada kondisi sesaat setelah
2) Penyebaran larva hanya tergantung puncak pasang tertinggi, setelah
pada arus laut saja (penyebaran matahari terbenam. Selain itu Yusuf
pasif), tanpa simulasi berenang aktif et al. (2013) menyatakan pemijahan
atau migrasi vertikal (Agus, 2012; karang dari genus acropora di
Andrello et al., 2013; Surbakti et al., Kepulauan Spermonde berlangsung
2014; Wood et al., 2014; Tay et al., setiap musim hujan pada bulan
2012). Pergerakan larva karang Februari-Maret dan berlangsung
sangat minim sehingga secara sinkron pada awal bulan
penyebarannya sangat tergantung purnama saat puncak pasang tinggi;
arus laut (Gleason dan Hofmann, 4) Lokasi awal pelepasan model larva
2011); ditentukan berdasarkan survey
3) Waktu pelepasan larva dilakukan lapangan dan hasil penelitian lainnya
pada bulan purnama, pada saat yang dilakukan di TWP Kapoposang
pasang tertinggi (Yusuf et al., 2013). dalam rentang waktu 2014-2016.
Durasi pelepasan larva dilakukan Dalam simulasi ini lokasi yang
selama 30 menit. Untuk musim barat, dijadikan sebagai lokasi pelepasan
waktu pelepasan larva dilakukan larva adalah lokasi terumbu karang
pada tanggal 22 Februari 2016, jam yang kondisinya baik atau persentase
20.00-20.30, bersamaan dengan karang hidupnya ≥ 50 %.

Tabel 2 Lokasi yang digunakan sebagai sumber larva


Live
No Latitude Longtitude Pulau Sumber Id
Coral
1 -4.70082 118.93707 52 Kapoposang KKP (2014) KP
2 -4.70107 118.96568 61 Kapoposang Yusuf et al. (2015) KP2
3 -4.70626 119.06991 60 Kondongbali Yusuf et al. (2015) GB
4 -4.65136 119.13062 81 Suranti Survey lapangan SI
(2016)
5 -4.69258 119.10587 70 Pamanggangan KKP (2015) PM
6 -4.71547 118.97849 52 Papandangan Yusuf et al. (2015) PD

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
44 Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi...

Berdasarkan hal tersebut beberapa hasil penelitian


ditentukan lokasi pelepasan larva mengkategorikan PLD karang
sebanyak 6 titik yang tersebar di 3 menjadi 3 kelompok, yakni singkat
zona dalam TWP Kapoposang (4-7 hari), menengah (30 hari) dan
(Tabel 2). panjang (>100 hari). Pada penelitian
5) Densitas jumlah larva yang ini PLD yang digunakan selama 30
dilepaskan pada saat pemijahan hari (Kool et al., 2011; Schill et al.,
disesuaikan dengan proporsi kondisi 2015; Treml et al., 2007);
terumbu karang di lokasi sumber 7) Selama simulasi dijalankan, berlaku
(Tabel 2), dengan catatan penelitian asumsi bahwa tidak ada proses
ini tidak berusaha untuk predasi, kematian larva, dan faktor
memodelkan secara realistis jumlah lain yang mempengaruhi durabilitas
larva yang disebarkan, melainkan larva (Agus, 2012; Sundelöf dan
mengutamakan representasi potensi Jonsson, 2012).
penyebaran spasial larva dan tingkat
konektivitas antar lokasi; 3. HASIL DAN DISKUSI
6) Pelagic larval duration (PLD)
bervariasi pada tiap spesies karang, 3.1 Validasi Model
Pasang surut sebagai salah satu didapatkan nilai 6.2 %, nilai ini tergolong
faktor utama penggerak arus perlu kecil, yang menunjukkan data pasang
divalidasi, untuk mengetahui apakah surut model hampir sama dengan data
hasil model mendekati nilai sebenarnya. pasang surut BIG.
Data pembanding yang digunakan adalah
data pasang surut Badan Informasi 3.2. Model Arus Permukaan
Geospasial (BIG). Hasil simulasi arus dicuplik pada
Pada Gambar 3 menunjukkan saat kedudukan muka air menuju pasang
kesamaan fase antara pasut model dan yang disajikan pada gambar 4. Pada saat
pasut BIG, selain itu hasil perhitungan pasang, pergerakan arus dominan ke
nilai root mean square error (%) arah utara, dengan kecepatan berkisar
terhadap keseluruhan data pasang surut, 0.02 – 0.9 m/s.

Gambar 3. Perbandingan data pasang surut model dengan data pasang surut BIG

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi... 45

Gambar 4 Pola arus permukaan saat kedudukan muka air menuju pasang (A) dan surut
(B) pada musim barat

Sebaliknya ketika menjelang surut, kecepatan mencapai 0.04 m/s menuju ke


arus dominan menuju ke arah selatan dan selatan.
tenggara dengan kecepatan 0.03 – 0.7 m/s. Simulasi arus pada musim timur,
Hasil ini menunjukkan pola yang relatif dilakukan pada minggu ke tiga bulan
sama dengan penelitian yang dilakukan di Agustus 2016. Simulasi arus dicuplik pada
Kepulauan Spermonde oleh Jalil dan saat kedudukan muka air menuju pasang
Suriamihardja (2012) yang menyatakan yang disajikan pada Gambar 5. Pada saat
kondisi arus permukaan saat air pasang pasang pergerakan arus dominan ke arah
berasal dari selatan dengan kecepatan utara, dengan kecepatan 0.08 – 0.8 m/s.
mencapai 0.16 m/s menuju ke utara, Sebaliknya, menjelang surut, arus dominan
sedangkan pada saat surut, pola arus menuju ke arah selatan dan tenggara
permukaan berasal dari utara dengan dengan kecepatan 0.08 – 0.64 m/s.

Gambar 5 Pola arus permukaan saat kedudukan muka air menuju pasang (A) dan
surut (B) pada musim timur

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
46 Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi...

3.3. Model Sebaran Larva penyebaran larva TWP Kapoposang


Hasil simulasi sebaran larva dipengaruhi oleh arus lokal dan variasi
menunjukkan adanya perbedaan pola angin selama musim yang berbeda.
sebaran larva pada musim barat dan timur. Gaonkar et al., 2012 menyatakan munsun
Pada musim barat pergerakan larva (barat dan timur) berperan penting dalam
cenderung ke arah barat dan barat laut distribusi organisme di wilayah tropis.
(6a). Sedangkan pada musim timur, Arus mempengaruhi jarak dan arah
pergerakan larva cenderung bergerak ke sebaran larva sejak dilepaskan sampai
arah tenggara (6b). Pola penyebaran larva melekat di substrat yang sesuai (Gleason
menunjukkan bahwa populasi larva di dan Hofmann, 2011). Hal ini menjadi
suatu area dipengaruhi perubahan pola catatan bahwa arus memiliki peran
musim. Sebaran larva pada musim barat penting dalam menjaga konektivitas
memiliki sebaran yang lebih luas populasi antar terumbu karang (Botsford
dibandingkan pada musim timur. Hal ini et al., 2009; Underwood et al., 2013). Selain
sama dengan yang dinyatakan dalam dipengaruhi oleh arus, sebaran larva juga
(Agus, 2012) yang menyatakan sebaran dipengaruhi oleh waktu pelepasan serta
larva ikan karang pada musim timur lebih lama durasi larva mengapung (Cowen dan
terbatas dibandingkan pada musim barat. Sponaugle, 2009), serta karakteristik dari
Hal ini mengindikasikan proses lokasi penyerap larva (Tay et al., 2012).

(a) Musim Barat

Gambar 6 Sebaran larva selama simulasi pada (a) musim barat

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi... 47

(b) Musim Timur

Gambar 6 Sebaran larva selama simulasi pada (b) musim timur

Pada musim barat, lokasi yang perilaku larva karang masih sangat
terindikasi sebagai sumber larva, terdapat terbatas, sehingga prediksi model sebaran
pada 4 lokasi yaitu Kapoposang2, larva karang masih tergantung dengan
Gondongbali, Pamanggangang dan Suranti, asumsi (James et al., 2002). Fase larva pada
sedangkan pada musim timur 2 lokasi organisme karang dengan strategi
yaitu Gondongbali dan Kapoposang2. sebarannya yang sangat kompleks,
Sedangkan Lokasi yang terindikasi sebagai merupakan aspek penting dalam dinamika
penyerap larva berjumlah 23 lokasi, pada populasi karang, namun pengukuran
musim barat ditemukan 15 lokasi langsung sebaran larva masih sulit dan
sedangkan pada musim timur 4 lokasi, sangat jarang dilakukan (Krueck et al.,
selain itu terdapat 4 lokasi yang berfungsi 2016). Sehingga dilakukan pendekatan
sebagai penyerap pada dua musim, yaitu pemodelan biofisik yang dianggap cukup
Gondongbali dan Pamanggangang. kuat untuk menggambarkan sebaran dan
konektivitas larva sebagai pertimbangan
3.4. Keterbatasan Model dalam design KKP (Cowen dan Sponaugle,
Penelitian ini adalah studi pertama 2009; Treml dan Halpin, 2012; Treml et al.,
tentang konektivitas melalui model 2008).
sebaran larva di TWP kapoposang. Saat ini Beberapa keterbatasan dalam model
informasi tentang karakteristik dan ini yaitu belum memasukkan faktor

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
48 Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi...

mortalitas larva, sehingga dalam proses Model sebaran larva yang dibuat
simulasi tidak ada kematian larva akibat menunjukkan bahwa zona inti yang ada di
predasi atau faktor lain, hal ini dapat TWP Kapoposang kurang efektif dalam
mengakibatkan overestimasi konektivitas suplai larva karang ke lokasi lain dalam
(Tay et al., 2012) antar lokasi. Namun kawasan, terutama pada zona inti 2 yang
dalam proses pemijahan karang terletak di bagian barat Pulau Kapoposang,
menghasilkan sangat banyak jumlah larva, dimana selama 2 periode simulasi (musim
sehingga faktor mortalitas larva dapat barat dan timur), lokasi ini sama sekali
diabaikan dalam pemodelan sebaran larva tidak menyuplai larva ke lokasi lainnya
karang (Bachtiar I Mei 2017, komunikasi dalam kawasan. Dari 4 lokasi sumber
pribadi). Selain itu pada model ini juga larva yang terindentifikasi, terdapat 2
tidak mempertimbangkan distribusi lokasi yang berperan penting dalam
vertikal pada saat penyebaran larva, sebaran larva di TWP Kapoposang, yaitu
diasumsikan selama proses simulasi, larva Kapoposang2 dan Gondongbali, kedua
berada di permukaan perairan sehingga lokasi tersebut berperan sebagai sumber
efek berenang vertikal tidak terlalu larva pada musim barat dan musim timur,
signifikan (Sundelöf dan Jonsson, 2012). walaupun kedua lokasi ini memiliki
Walaupun terdapat beberapa keterbatasan persentase karang hidup lebih rendah
dalam model ini, namun validasi dari dibandingkan lokasi sumber larva lainnya
model hidrodinamika yang digunakan namun lokasi ini berperan penting dalam
cukup kuat (Gambar 3), sehingga model ini pola konektivitas larva karang dalam
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kawasan TWP Kapoposang, Tay et al.
pola dasar sebaran larva karang yang (2012) menyatakan sebaran transportasi
memijah selama musim barat dan timur di larva tidak selalu berhubungan dengan
TWP Kapoposang. jumlah larva yang dilepaskan. Lokasi ini
memiliki peran yang penting, karena tanpa
3.5. Implikasi untuk Pengelolaan Kawasan sumber larva, populasi karang akan
Konservasi TWP Kapoposang terisolasi dan lebih rentan terhadap
degradasi. Namun lokasi-lokasi tersebut
Hasil pemodelan sebaran larva justru berada di luar zona inti, seperti
menunjukkan konektivitas antar lokasi di Gondongbali, perannya yang penting
TWP Kapoposang, lokasi-lokasi tersebut dalam pola konektivitas dalam kawasan
memiliki peran yang sangat penting dan sebagai sumber dan penyerap larva utama,
perlu dilindungi agar dapar dapat diprioritaskan untuk dilindungi atau
memaksimalkan dinamika interaksi antara ditingkatkan statusnya sebagai zona inti,
pemulihan populasi biota, produksi larva mengingat luas zona inti di TWP
dan konektivitas antar populasi (Krueck et Kapoposang seluas 1086.87 ha atau sekitar
al., 2016). Mempertahankan konektivitas 2.22 % dari luas kawasan, angka ini masih
secara luas diakui sebagai tujuan penting cukup rendah dibandingkan persentase
perencanaan tata ruang laut dan kemajuan area keterwakilan untuk perlindungan
terkini mengenai konektivitas ekosistem habitat yang direkomendasikan adalah
memerlukan peningkatan integrasi untuk sebesar 20%-30% dari total luas KKP
desain KKP (Green et al., 2014). Informasi (Bohnsack et al., 2000; Gaines et al., 2010;
tentang konektivitas tidak hanya penting Mustofa et al., 2016). Menurut Jompa et al.
untuk pembuatan KKP baru, tetapi juga (2015) luasan zona inti yang kecil tersebut
dapat digunakan untuk mengevaluasi menyebabkan replikasi perlindungan
efektifnya proses ekologi suatu KKP. habitat di TWP Kapoposang masih rendah.

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi... 49

Selain itu beberapa penelitian lainnya Sumberdaya di TWP Kapoposang,


(KKP, 2014; KKP, 2015) TWP Laut Banda, TWP Padaido, SAP
merekomendasikan penambahan zona inti Raja Ampat, SAP Waigeo sebelah
di TWP Kapoposang. Barat dan SAP Aru Tenggara.
[KKP] Kementerian Kelautan dan
4. KESIMPULAN Perikanan - Satker TWP Kepulauan
Kapoposang dan Laut Sekitarnya,
Hasil dari model sebaran larva 2015. Laporan Monitoring Kawasan,
mengindikasikan bahwa proses Survey Manta Tow TWP Kapoposang.
penyebaran larva karang di TWP [KKP] Kementerian Kelautan dan
Kapoposang dipengaruhi oleh arus dan Perikanan, 2014. Keputusan Menteri
variasi angin pada musim barat dan timur. Kelautan dan Perikanan Republik
Pada musim barat cenderung bergerak ke Iindonesia Nomor 59/kepmen-
arah barat laut sedangkan pada musim kp/2014 tentang Rencana
timur cenderung bergerak ke arah Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata
tenggara, mengkuti pola arus pada kedua Perairan Kepulauan Kapoposang dan
musim tersebut. Laut Sekitarnya di Provinsi Sulawesi
Pemetaan pola konektivitas karang di Selatan Tahun 2014-2034.
TWP Kapoposang, didapatkan lokasi- [KKP] Kementerian Kelautan dan
lokasi yang berperan dalam konektivitas, Perikanan, 2016. Luas Kawasan
lokasi yang berfungsi sebagai sumber larva Konservasi. URL
yaitu Gondongbali Kapoposang2, Suranti http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id/inde
dan Pamanggangang. Sementara lokasi x.php/beritabaru/118-tabel-luas-
yang berfungsi sebagai penyerap larva kawasan-konservasi (accessed
dengan menerima larva dari beberapa 2.24.17).
sumber yaitu Gondongbali, Kapoposang, Abbott, M.B., Petersen, H.M., Skovgaard, O.,
Pamanggangang, Taka Karang-karangang, 2010. On the numerical modelling of
Taka Pallawangan dan Taka Palekko. short waves in shallow water. J.
Hydraul. Res. 16, 173–204.
UCAPAN TERIMA KASIH Agus, S.B., 2012. Kajian konektivitas
habitat ikan terumbu ontogeni
Terima kasih kami ucapkan ke Badan menggunakan pemodelan geospasial
Riset dan Sumber Daya Manusia di perairan Kepulauan Seribu.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
(BRSDM KKP) untuk bantuan biaya Almany, G.R., Connolly, S.R., Heath, D.D.,
penelitian serta Satker TWP Kapoposang Hogan, J.D., Jones, G.P., McCook, L.J.,
atas bantuan sarana dan prasarana selama Mills, M., Pressey, R.L., Williamson,
penelitian berlangsung. D.H., 2009. Connectivity, biodiversity
conservation and the design of marine
DAFTAR PUSTAKA reserve networks for coral reefs. Coral
Reefs 28, 339–351.
[DHI] Danish Hydraulics Institute, 2014. Andrello, M., Mouillot, D., Beuvier, J.,
MIKE 21 Toolbox: Global Tide Model- Albouy, C., Thuiller, W., Manel, S.,
Tidal prediction. 2013. Low connectivity between
[KKP] Kementerian Kelautan dan Mediterranean marine protected
Perikanan - PT. Prestasi Multi Kreasi, areas: a biophysical modeling
2014. Laporan Pemantauan approach for the Dusky Grouper

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
50 Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi...

Epinephelus marginatus. PLoS One 8, 218–231.


1–15. Gleason, D.F., Hofmann, D.K., 2011. Coral
Bohnsack, J., Causey, B., Crosby, M., Griffis, larvae: From gametes to recruits. J.
R., Hixon, M.., Hourigan, T, F., Koltes, Exp. Mar. Bio. Ecol. 408, 42–57.
K., Maragos, J., Simons, A., Tilmant, J., Green, A.L., Maypa, A.P., Almany, G.R.,
2000. protection no take area for a Rhodes, K.L., Weeks, R., Abesamis,
minimum rationale. In: 9th R.A., Gleason, M.G., Mumby, P.J., White,
International Coral Reef Symposium. A.T., 2014. Larval dispersal and
Bali, Indonesia, pp. 615–619. movement patterns of coral reef
Botsford, L.W., White, J.W., Coffroth, M.-A., fishes, and implications for marine
Paris, C.B., Planes, S., Shearer, T.L., reserve network design. Biol. Rev.
Thorrold, S.R., Jones, G.P., 2009. Camb. Philos. Soc. 90, 1215–47.
Connectivity and resilience of coral Jalil, A.R., Suriamihardja, D.A., 2012. Pola
reef metapopulations in marine pergerakan arus permukaan pada
protected areas: matching empirical munson barat di perairan Spermonde.
efforts to predictive needs. Coral reefs Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan IX
(Online) 28, 327–337. ISOI. p. 58.
Callwood, K.A., 2010. Use of larval James, M.K., Armsworth, P.R., Mason, L.B.,
connectivity modeling to determine Bode, L., 2002. The structure of reef
settlement habitats of Panulirus argus fish metapopulations: modelling
in the Bahamas as a pre-cursor to larval dispersal and retention
marine protected area network patterns. Proc. R. Soc. B Biol. Sci. 269,
planning. Open Access theses. 2079–2086.
University of Miami. Jompa, J., Nessa, N., Lukman, M., 2015.
Cowen, R.K., Sponaugle, S., 2009. Larval Konektivitas kawasan konservasi.
dispersal and marine population Dalam: Jompa, J., Nessa, N., Lukman, M.
connectivity. Ann. Rev. Mar. Sci. 1, (Eds.), Pengelolaan Kawasan
443–466. Konservasi Laut ( Bunga Rampai ). p.
Estradivari., Handayani, C., Firmansyah, F., 25.
Yusuf, M., 2017. Kawasan konservasi Kool, J.T., Paris, C.B., Barber, P.H., Cowen,
perairan: Investasi cerdas untuk R.K., 2011. Connectivity and the
perlindungan keanekaragaman hayati development of population genetic
laut dan membangun perikanan structure in Indo-West Pacific coral
Indonesia. WWF. Jakarta, Indonesia reef communities. Glob. Ecol.
Gaines, S.D., White, C., Carr, M.H., Palumbi, Biogeogr. 20, 695–706.
S.R., 2010. Designing marine reserve Krueck, N.C., Ahmadia, G.N., Green, A.,
networks for both conservation and Jones, G.P., Possingham, H.P., Riginos,
fisheries management. PNAS 1–8. C., Treml, E.A., Mumby, P.J., 2016.
Gaonkar, C.A., Samiksha, S.V., George, G., Incorporating larval dispersal into
Aboobacker, V.M., , Vethamony, P., MPA design for both conservation and
Anil, A.C., 2012. Numerical fisheries. Ecol. Appl. 27, 925–941.
simulations of barnacle larval Lagabrielle, E., Crochelet, E., Andrello, M.,
dispersion coupled with field Schill, S.R., Arnaud-Haond, S., Alloncle,
observations on larval abundance, N., Ponge, B., 2014. Connecting MPAs -
settlement and recruitment in a eight challenges for science and
tropical monsoon influenced coastal management. Aquat. Conserv. Mar.
marine environment. J. Mar. Syst. 94, Freshw. Ecosyst. 24, 94–110.

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
Afandy et al., 2017 / Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi... 51

Lowe, W.H., Allendorf, F.W., 2010. What Surabaya.


can genetics tell us about population Tay, Y.C., Todd, P., Rosshaug, P., Chou, L.M.,
connectivity? Mol. Ecol. 19, 3038–51. 2012. Simulating the transport of
Mustofa, A., Dirga, D., Handayani, C., broadcast coral larvae among the
Estradivari, 2016. Hasil Kajian Southern Islands of Singapore. Aquat.
Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Biol. 15, 283–297.
Di Southern-Eastern Sulawesi Treml, E.A., Halpin, P.N., 2012. Marine
Subseascape (SESS). population connectivity identifies
Rani, C., 2004. Reproduksi seksual karang ecological neighbors for conservation
Skleraktinia Acropora mobilis dan planning in the Coral Triangle.
Pocillipora verrucosa di terumbu Conserv. Lett. 5, 441–449.
karang tropik pulau Barrang Lompo, Treml, E.A., Halpin, P.N., Urban, D.L.,
Makassar. Institut Pertanian Bogor. Pratson, L.F., 2008. Modeling
Schill, S.R., Raber, G.T., Roberts, J.J., Treml, population connectivity by ocean
E.A., Brenner, J., Halpin, P.N., 2015. No currents, a graph-theoretic approach
reef is an island: Integrating coral reef for marine conservation. Landsc. Ecol.
connectivity data into the design of 23, 19–36.
regional-scale marine protected area Underwood, J.N., Wilson, S.K., Ludgerus, L.,
networks. PLoS One 10, 1-24. Evans, R.D., 2013. Integrating
Soria, G., Torre-Cosio, J., Munguia-Vega, A., connectivity science and spatial
Marinone, S.G., Lavín, M.F., Cinti, A., conservation management of coral
Moreno-Báez, M., 2014. Dynamic reefs in north-west Australia. J. Nat.
connectivity patterns from an insular Conserv. 21, 163–172.
marine protected area in the Gulf of Wood, S., Paris, C.B., Ridgwell, A., Hendy,
California. J. Mar. Syst. 129, 248–258. E.J., 2014. Modelling dispersal and
Stephens, S.A., Broekhuizen, N., connectivity of broadcast spawning
Macdiarmid, A.B., Lundquist, C.J., corals at the global scale. Glob. Ecol.
McLeod, L., Haskew, R., 2006. Biogeogr. 23, 1–11.
Modelling transport of larval New Yusuf, S., 2012. Reproduksi seksual karang
Zealand abalone (Haliotis iris) along (ordo Scleractinia): pemijahan,
an open coast. Mar. Freshw. Res. 57, perkembangan larva dan
519–532. metamorfosa. Institut Pertanian
Sundelöf, A., Jonsson, P.R., 2012. Larval Bogor.
dispersal and vertical migration Yusuf, S., Husain, A.A.A., Suharto, Amri, K.,
behaviour - a simulation study for Rappe, A.R., Selamat, B., 2015. Kondisi
short dispersal times. Mar. Ecol. 33, terumbu karang dan ekosistem terkait
183–193. di Taman Wisata Perairan
Surbakti, H., Agus, S.B., Sunuddin, A., 2014. Kapoposang.
Dinamika Oseanografi Sebagai Yusuf, S., Jompa, J., Zamani, N.P., Junior,
Komponen Kunci dalam Menyusun M.Z., 2013. Reproduction pattern and
Strategi Konservasi untuk Rumusan multispecific spawning of Acropora
Pengelolaan Berbasis Ekosistem. In: spp. in Spermonde Islands Reef,
Mini Simposium Pengelolaan Indonesia. Ilmu Kelaut. Indones. J.
Kawasan Konservasi Untuk Perikanan Mar. Sci. 18(3), 172-178.
Berkelanjutan; Side Event Konferensi
Kelautan Nasional (KONAS) IX;

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
52

@COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017


PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)

You might also like