MODUL-5 (Prosedur Perbaikan Mesin Diesel Penggerak Utama)

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 8
MODUL - 5 Bidan Pertemuan ke: 5 gkeahlian_: TEKNIKA Mata kuliah MPU: Setelah __selesai___pembelajaran mahasiswa/taruna mampu mengerti a. Prosedur sebelum perbaikan Mesin it in Di penggerak utama Prosedur Perbaikan Mesin Diesel | 1) Pelaporan KKM kepada Nakhoda ‘enggerak Utama lapor kepada Syahbandar (Main Engine Repair Procedure) 2) Pembuatan Berita Acara, Tanda kapal sedang perbaikan 3) Analisa kerusakan, Suku cadang, Tim kerja, Buku petunjuk. b. Prosedur pekerjaan perbaikan Mesin penggerak utama 1) Rencana kerja Top overhaul 2) Rencana kerja Mayor overhaul 3) Rencana kerja General overhaul c. Tugas Mandiri, Rangkuman dan Test Formatf. TUJUAN Setelah selesai pembelajaran mahasiswa/taruna mampu mengerti 1) Prosedur sebelum perbaikan Mesin penggerak utama (Pre Overhaul Procedure) 1) Pelaporan KKM kepada Nakhoda, lapor kepada Syahbandar 2) Pembuatan Berita Acara, Tanda kapal sedang perbaikan 3) Analisa kerusakan, Suku cadang, Tim kerja, Buku petunjuk, dan lainnya 2) Prosedur pekerjaan perbaikan Mesin penggerak utama (Main Engine Repair) 1) Rencana kerja Top overhaul 2) Rencana kerja Mayor overhaul 3) Rencana kerja General overhaul A. PENGANTAR Prosedur Perawatan dan perbaikan yang sudah ditetapkan berlaku bagi seluruh permesinan kapal, harus dikerjakan dan didokumentasikan dengan baik, Dalam Modul ini tidak akan membahas secara luas tentang Sistim Perawatan Terencana, tetapi secara khusus untuk Motor Diesel Penggerak Utama Kapal sangat diperlukan, sedangkan untuk pendalaman secara luas dapat dibaca pada Modul “Perawatan dan Perbaikkan Mesin Kapal” dan “Manajemen Perawatan Kapal”. ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 4a Prosedur kerja dan Prosedur menjalankan Motor Penggerak Utama sudah ditentukan dalam Standing Operation Procedure (SOP) atau bentuk prosedur yang sudah disepakati bersama secara benar sesuai dengan petunjuk dari pembuat mesin (maker) tersebut dan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Penyimpangan dari prosedur harus diberikan catatan dan alasan yang secara akademis maupun praktis, sehingga tidak membahayakan jiwa manusia ataupun merusak bagian- bagian mesin dan peralatan lainnya. 1.1. PROSEDUR SEBELUM PERBAIKAN (Pre Overhaul Procedure) 1) Melapor kepada Nakhoda (Chief Engineer Report) Kepala Kamar Mesin harus segera melaporkan kepada Nakhoda bahwa Mesin Induk mengalami kerusakan dan kapal tidak dapat berlayar dengan kecepatan penuh. KKM bersama Nakhoda membicarakan_persiapan rencana perbaikan, berapa lama waktu yang dibutuhkan, suku-cadang, peralatan, muatan kapal dan lainnya yang segera dilaporkan ke Kantor Pusat. Dalam hal keadaan kerusakkan darurat, keputusan bersama Nakhoda tetap mengacu kepada keselamatan pelayaran, keselamatan jiwa, kapal, seluruh permesinan kapal dan seluruh muatannya 2) Berita Acara. (Statement of Fact) Kepala Kamar Mesin sebelum melakukan pekerjaan “Overhaul” harus sudah membuat Berita Acara Kerusakan Mesin Induk (Main Engine), sebagai alasan yang kuat untuk menentukan waktu keluar dari “operasi kapal’ sebelum melakukan pekerjaan. Berita Acara ini juga sebagai “Laporan awal’ kepada Kantor Pusat dan Perwakilan pelabuhan tujuan untuk mempersiapkan kebutuhan kapal dengan muatannya, tempat ijin perbaikan, Tim perbaikan dari darat dan Rencana kebutuhan material/suku-cadang untuk perbaikan Mesin Induk tersebut, sebagai contoh BERITA ACARA Pada hari ini Senen tanggal 01 Juni 2006 kapal MT. Samudera Jaya dalam pelayaran dari Kuwait menuju Cilacap Indonesia, pada posisi koordinat "x" , telah terdengar suara ketukan-ketukan keras pada Mesin Induk silinder no: 3, sehingga putaran mesin harus diturunkan dari “full speed’ menjadi “slow speed’ Mengingat perjalanan sudah mendekati pelabuhan Cilacap, maka kapal tetap dipertahankan berlayar dengan kecepatan ‘half speed’ sampai ditempat pelabuhan tujuan untuk melakukan perbaikan, Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya, Berita Acara ini ditandatangani oleh: Masinis Jaga, Masinis 1 (satu), KKM dan Nakhoda. ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 42 3) Laporan kepada Syahbandar (Ship Master Report) Bila kapal berada di pelabuhan, maka Nakhoda harus melaporkan kepada Kantor/Perwakilan setempat, atau bila perbaikan memeriukan waktu yang lama lebih dari 1(satu) hari perlu melaporkan kepada Syahbandar. Kepala Kamar Mesin (Chief Engineer) dan Nakhoda harus segera membuat permohonan jjin perbaikan kapal dan Laporan Rencana pekerjaan secara tertulis, melalui Kantor Perwakilan setempat diteruskan ke Syahbandar. Pemberitahuan ini sangat penting, khususnya apabila kapal sedang sandar di pelabuhan Muat ataupun bongkar, sehingga apabila terjadi misal "kebakaran” sedangkan kapal tidak dapat bergerak sendiri, maka Harbour Tug Boat akan segera membantu menyelematkan/ menarik kapal tersebut ketempat yang aman 4) Tanda Kapal dalam Perbaikan (Main Engine Repair Signal) Kapal yang dinyatakan dalam keadaan rusak atau dalam perbaikan dan kapal tidak dapat bergerak sendiri, harus menaikkan tanda ‘“2(dua) buah bola-bola hitam” dan pada waktu malam hari menyalakan “2 (dua) buah lampu merah”. Khusus apabila pada saat kapal sedang sandar di dermaga, Syahbandar akan mempersiapkan Tug Boat untuk stand by sewaktu-waktu diperlukan apabila ada keadaan darurat kebakaran. Tanda-tanda tersebut dapat dilihat oleh semua kapal yang berada didekat kapal yang sedang “rusak” tersebut dan berusaha menghindar lebih jauh. 5) Analisa Kerusakan (Damage Analys) Menentukan permasalahan/kerusakan yang terjadi pada mesin dengan data-data dan pengukuran yang lengkap dan jelas. Dalam hal mencari sumber masalah atau penyebab kerusakan, disini sangat dibutuhkan kemampuan seorang Masinis (Merine Engineer) yang benar-benar memiliki dan menguasai “teori & pengalaman” yang cukup, sehingga akan mendapatkan hasil evaluasi dan analisa yang akademis dan dapat dipertanggung-jawabkan. 6) _Perteruan membahas keselamatan sebelum kerja (Pre Job Safety Meeting) Nakhoda melaksanakan pertemuan keselamatan sebelum kerja (Pre Job safety meeting / Safety Talk), yang berkaitan dengan semua aspek keselamatan kerja. Tindakan ini sangat penting sekali, disamping membahas pekerjaan yang akan dilakukan hari ini dengan segala permasalahannya secara sinergi didalam “team work” , yang tidak kalah pentingnya adalah aspek-aspek keselamatan kerja untuk tiap-tiap pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh perorangan ataupun oleh team work untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pada kesempatan ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 43 inilah diberikan seluas-luasnya kepada semua anggota / crew yang hadir didalam meeting untuk mengeluarkan pendapat, saran dan usulan yang tentunya selalu mengacu kepada keselamatan kerja diatas kapal 7) Keselamatan Kerja (Safety First) Pengalaman dilapangan, diatas kapal banyak sekali terjadi kecelakaan yang tidak di inginkan yang merenggut jiwa atau membuat cacat badan seumur hidup pada diri-sendiri ataupun teman sekerja. Kondisi ini dapat di antisipasi atau dihindari sebelumnya apabila kita mau membudayakan kerjasama membahas aspek-keselamatan kerja sebelum melaksanakan pekerjaan (Pre Job Safety Meeting / Safety Talk). Ada moto yang cukup populer dan sederhana yang dipergunakan dibeberapa perusahaan besar, yaitu 1. Pekerja harus tahu pekerjaannya, 2, Pekerja harus tahu bahayanya, 3. Pekerja harus tahu pencegahannya. Ketiga MOTO tersebut diatas, berhasil atau tidaknya juga tergantung dari pada manusianya juga, apakah sudah mempersiapkan diri atau dipersiapkan perusahaan untuk ditempatkan sesuai kompetensi masing- masing profesinya “The righ Man on the righ Place" MOTO ini jelas sangat berperan aktif didalam menjalankan Sistim Perawatan Berencana, bahkan untuk semua pekerjaan membutuhkan penempatan tenaga atau personil yang sesuai dengan kemampuan dan tanggung-jawabnya, baik secara teknis maupun secara administratif. Dalam hal keselamatan kerja dapat terjamin apabila Moto tersebut benar- benar diterapkan dengan baik. 8) Tim kerja yang bi (Good player in the Team Work) Tim kerja yang baik adalah merupakan suatu keberhasilan yang umum bagi “semua” bidang pekerjaan dan perusahaan, karena tanpa adanya Tim kerja yang baik, maka akan terlihat hasil-akhir dari pekerjaan perusahaan tersebut. Khusus bagi profesi diatas kapal-laut, Tim kerja yang baik sebenarnya sudah terbentuk pada saat menghadapi pekerjaan, bahkan dalam segala cuaca yang sangat buruk sekalipun tetap kompak, hal ini terbentuk dikarenakan adanya antara lain: (1) Kesiapan seorang pelaut bergabung/menyatukan dirinya masuk kedalam suatu lingkungan kerja yang orang-orangnya _belum dikenal, masih asing pribadinya dan bahasanya ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 44 (2) Kesiapan seorang pelaut untuk membuktikan kecakapannya, profesinya secara nyata dan langsung ditempat kerja yang organisasinya secara internasional sudah jelas. (3) Kesiapan seorang pelaut untuk hidup berbulan-bulan meninggalkan keluarga_ yang dicintainya untuk memilih hidup di kapal yang merupakan suatu “rumah” dan tempat kerja menjadi satu bagian kehidupannya.Kesiapan seorang pelaut yang siap menghadapi kondisi dan situasi gelombang, badai, kedalaman-laut ataupun samudera, walaupun dengan sebuah kapal kecil ditengah lautan tanpa adanya bantuan dari sekitarnya (kalaupun ada hanya secara kebetulan dan atau tim SAR yang sudah diminta/dipangail) (4) Kesiapan kesehatan fisik, mental dan spiritual seorang Pelaut dari berbagai latar-belakang kesehatan yang berbeda dan jelas membutuhkan suatu pengorbanan yang sangat besar. (6) Kesiapan seorang pelaut yang berarti "mau tidak mau, suka tidak suka" harus menghadapi kenyataan dalam membentuk Tim kerja yang baik untuk melaksanakan “Pengabdian’ seluruh waktu kerjanya bagi profesi, perdagangan dunia, kemajuan negara dan bagi keluarga yang dicintainya hanya mendapatkan sebagian kecil dari waktu sisa hidupnya. (6) Hal ini sangat berbeda dengan kekompakan Tim kerja bagi rekan- rekan yang berada didarat, yang hampir tidak pernah mengalami kondisi dan situasi “darurat’, segala sesuatunya dapat ditunda besok-pagi, minggu depan atau bulan depan, tanpa merasa adanya tekanan kondisi yang menantang. Kondisi dan situasi yang dialami bagi para pelaut pada Item no: 1 — 6 tersebut diatas tidak pernah dialaminya, sehingga jelas tidak bisa diperbandingkan “nilai" Tim kerja yang baik di darat ataupun di laut, karena kondisi dan situasi alam yang berbeda Setiap Perwira kapal atau Marine Engineer terutama sebagai kepala kerja atau kepala departemen harus memiliki kecakapan manajerial, sehingga dalam membentuk Tim kerja yang baik, merupakan suatu ke-sukses-an tersendiri bagi seorang profesional. Tim kerja yang baik pada awalnya sudah terbentuk didalam “pribadi-pribadi” manusia yang sebenarnya sudah memiliki dorongan jiwa untuk mendekatkan dirinya kepada suatu kelompok kerja dimana manusia itu berada, sehingga seorang pimpinan sebenarnya tidak terlalu sulit untuk membentuk suatu Tim kerja yang baik. Pengalaman dilapangan bagi penulis sebagai Marine Engineer aktit Pendekatan-pendekatan untuk membentuk suatu Tim kerja yang baik, pertama-tama adalah harus melalui pendekatan menghargai hubungan antar-jiwa dan lintas-jiwa manusia seutuhnya, Apabila hal ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 45 ini sudah terbentuk dengan baik, maka pendekatan berikutnya baru kepada kepentingan dan kepuasan (positif) yang sama terhadap hasil karya dan manfaatnya. Organisasi Kapal sudah jelas merupakan bentuk standar organisasi internasional, yang dengan jelas dan tegas membagi tugas-tugas kepada setiap Masinis dalam group kerja, rincian pekerjaan dan pengarahan yang terukur, Pembagian tugas ini tetap mengacu kepada ketentuan yang sudah berlaku didalam International Maritime Organization (IMO) dan Buku Tata Kerja Karyawan Laut (Job Group and Job descreption). kecuali dalam hal pekerjaan “darurat” yang membutuhkan tenaga orang yang banyak, maka pekerjaan akan dikerjakan bersama-sama untuk secepatnya dapat memperbaiki dan menyelesaikan, walaupun tetap ada perbedaan tanggung-jawab pada setiap jabatan dari team work tersebut. 9) Mengikuti Buku Petunjuk Mesin Induk (Main Engine’s Manual Instruction Book) Buku Petunjuk Mesin yang diterbitkan oleh Pembuat Mesin induk (Maker, Manufactory) adalah sebagai pedoman bagi semua orang (Marine Engineer) pada saat akan melakukan, sedang mengerjakan dan sesudah menyelesaikan pekerjaan Perawatan dan Perbaikan Mesin Buku Petunjuk Mesin tersebut didalamnya memuat seluruh Prosedur Pengoperasian, Perawatan dan Perbaikan Mesin, sehingga apabila terjadi penyimpangan pekerjaan terhadap Isi dan aturan dari dalam Buku Petunjuk Mesin tersebut, maka segala akibatnya tidak dapat dipertanggung-jawabkan oleh Pabrik dan Asuransi Kapal. Sebaik-baiknya adalah harus mengikuti Buku Petunjuk dari masing-masing Pembuat Mesin tersebut, sedangkan pengalaman-pengalaman dari permesinan lainnya merupakan suatu ‘referensi” pembanding yang harus di uji kebenarannya melalui “Runing test’ dengan pemantauan, evaluasi dan analisa akademis yang lebih telit. 10) Suku Cadang (Spare parts) Persiapan dan persediaan suku cadang (spare parts) ini merupakan bagian dari Rencana kerja yang baik dan disinilah pentingnya Plan Maintenance System (PMS) dalam melaksanakan permintaan material sesuai persyaratan Minimum stock Level (MSL), sehingga pada saat akan melakukan pekerjaan penggantian material tidak perlu lagi menunggu pengadaan, apalagi baru mau mengajukan permintaan material, yang tentu memakan waktu yang cukup lama. Permintaan material (Material Requisition) sebaiknya selalu dilampirkan data-data pendukung yaitu Berita Acara kerusakan, Laporan Kerusakan, Laporan perbaikan, Daftar kondisi material, Minimum Stock Level (MSL), Kartu persediaan material (Sfock Card) dan apabila diperlukan Bukti ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 46 pemakaian material tersebut. Permintaan material merupakan bagian penting dari kecakapan Kepala kamar mesin untuk mempersiapkan Plan Maintenan System diatas kapal. 11) Peralatan Kerja (Work Equipment) Peralatan kerja dan kunci-kunci khusus (Special Tools) harus selalu tersedia dan tersimpan dengan rapi, lengkap dan siap pakai Peralatan kerja dan kunci-kunei khusus yang tidak lengkap dan tidak siap pakai akan menambah permasalahan baru, bahkan dapat merusak bagian- bagian mesin lainnya, untuk itu seorang Marine Enginer harus benar- benar memperhatikan cara penyimpanan peralatan khusus tersebut untuk selalu siap pakai pada saat akan melakukan pekerjaan perbaikan “overhaul. Bagi seseorang yang mengaku sebagai ahli mesin atau masinis atau Engineer, apabila didalam dirinya tidak menyayangi atau peduli dengan perawatan peralatan dan kunci-kunci ditempat kerjanya, sesungguhnya profesi tersebut diatas "perlu diragukat Kunci-kunci berbentuk apapun, besar ataupun kecil, semuanya adalah kepanjangan tangan seorang ahli mesin, karena tanpa adanya kunci, maka seorang ahli mesin tidak dapat berbuat apa-apa, hanya sebagai penonton dan sebagai ahli bicara saja. Demikian pentingnya fungsi setiap kunci, apalagi untuk perawatan dan perbaikan diatas kapal laut yang jauh dari Toko penjual kunci, sehingga tidaklah berlebihan apabila penulis menghimbau untuk para Engineer sebelum melakukan pekerjaan perawatan dan perbaikan mesin, periksalah terlebih dahulu kesiapan kunci-kunci yang diperlukannya Sebagai contoh 1. Peralatan kerja: Chain block, wire rope, sackle, hammer, stager, brasser, hacksaw, grinding dan lainnya. 2. Kunci-kunei : ring spanner, sock spanner, screw driver, wrench, L- key, jack hydraulic, dan lainnya. 3. Kunci khusus : special tools for cylinder liner, injector, exhaust-inlet valve, extractor, exspander, tracker, dan lainnya. 12) Alat - Alat Ukur (Measurement Tools) Alat-alat ukur adalah sama halnya dengan Peralatan dan kunci-kunci yang merupakan kepanjangan-tangan seorang ahli mesin, dan alat ukur juga adalah merupakan kepanjangan ‘Otak dan pengetahuan kita’ Mengapa demikian, karena tanpa alat ukur seorang Ahli mesin tidak dapat mengukur dan menghitung secara rinci kondisi dari mesin yang ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 47 dirawat dan diperbaikinya, tidaklah mungkin tangan kita dimasukkan kedalam lubang Gas pembakaran hanya karena mau mengukur suhu gas panas tersebut. Mempersiapkan semua Alat Ukur untuk mengukur bagian-bagian material J komponen dengan teliti, sambil menganalisa, mencatat dan menghitung semua hasil pengukuran tersebut untuk dijadikan suatu tolok ukur kondisi mesin pada saat itu. Pengukuran bagian-bagian mesin atau permesinan adalah berdasarkan Theori murni yang dapat dipertanggung-jawabkan sesuai yang tertulis didalam “Manual Instruction Book” yang dibuat oleh “MAKER”, sedangkan dasar-dasar pengalaman untuk pertimbangan atau pembanding dari pekerjaan pengukuran yang saat itu dilakukan. 1.2. PROSEDUR PEKERJAAN PERBAIKAN 1) Penutupan Sistim (Blockade system) Penutupan semua sistim pendinginan Mesin Induk atau disebut Motor Penggerak Utama Kapal (Blokade Main Engine's Fresh Water Cooling System) (1) Penutupan semua sistim bahan-bakar ke Pengabut (Blokade Main Engine’s Fuel Oil System) (2) Penutupan semua sistim minyak pelumas Mesin Induk (Blokade Main Engine’s Lube Oil Cooling System) (3) Penutupan semua sistim udara-pejalan ke Mesin Induk (Blokade Main Engine’s Air Starting System), Selesai_ pemasangan dilaksanakan pengetesan (running test) mesin sampai_mendapatkan hasil dalam batas maksimum normal, dan disaksikan oleh KKM / Masinis | dan bila perlu Pengawas Armada dari kantor (Owner Surveyor). Dalam hal kerusakan mesin cukup berat dan banyak penggantian material, sebaiknya dilakukan pengetesan secara aktual, yaitu dengan menjalankan Mesin Induk atau “Sea Trial’, kapal berlayar selama waktu yang dibutuhkan 1.3. Evaluasi Akhir (Final Evaluation) Pengetesan mesin adalah merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan secara bertahap, Karena tahap-tahapan pada saat mesin dalam pengetesan harus benar-benar dilakukan pengawasan, pemeriksaan, Penganalisaan, pengevaluasian, pertimbangan dan terakhir keputusan bahwa hasil test dapat dipertanggung-jawabkan untuk melanjutkan Mesin sudah dapat bekerja dengan beban penuh (Full Load) aman dan normal. ‘Main Propulsion Engine ~ STIP (Smt-Il) 2016, Susakih 48

You might also like