Jurnal Sulistiani

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 15

KLASIFIKASI BERDASARKAN METODE IJMALI

Oleh Sulistiani1

Abstrak

The interpretation of the Qur'an as an attempt to understand and explain the meaning and content
of the holy verses has undergone quite varied developments. The pattern of interpretation of the
Qur'an is unavoidable. Talking about the characteristics and style of an interpretation, scholars
make different mappings and categorizations. There are those who arrange the mapping form in
three directions, namely; first, the method (for example; the verse method between verses, verses
with hadith, verses with israiliyyat stories), second, presentation techniques (for example; coherent
and topical techniques), and third, approaches (for example; fiqhi, philosophy, shufi and others ).
The method of interpretation is viewed from the aspect of the target and the systematics of the
verses being interpreted. This method of interpretation is divided into two kinds, namely the
analytical method (al-tahlily) and the thematic method (al-mawhu'y).

The style of interpretation of the Qur'an is inseparable from differences, tendencies, interests,
motivations of the interpreters, differences in missions carried out, differences in depth [capacity]
and the variety of knowledge mastered, differences in times, environments and different situations
and conditions, and so on. All of these give rise to various styles of interpretation which develop
into various schools with different methods.

Kata Kunci: Tafsir Ijmali, Al-Qur’an, Metode.

A. Pendahuluan

Upaya memahami Al-Qur’an melalui kegiatan tafsir telah menjadi


salah sesuatu yang amat penting. Hal ini dikarenakan bahwa Al-Qur’an
adalah wahyu Allah SWT yang tidak pernah ada habisnya untuk dikaji. 1
Selain itu, Al-Qur’an adalah kitab suci dan sumber ajaran bagi umat Islam
yang menjadi inspirator, pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang
abad sejarah pergerakan umat, sehingga pemahaman-pemahaman yang

1
Syaikh Manna al-Qathan, Pengantar Studi Al-Qur’an, Penerjemah, H. Aunur Rafiq,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), hal 422.

1
aktual dan kontekstual berperan penting bagi maju dan mundurnya umat
Islam.

Upaya penafsiran Al-Quran telah berlangsung sejak nabi masih hidup.


Nabi sangat memahami Al-Qur’an dengan sempurna baik secara global
dan terperinci. Setelah berlalu masa ke-Nabian para sahabat menukil
penafsiran Nabi, dan ber ijtihad untuk ayat-ayat yang belum sempat di
tafsirkan Nabi. Ibn Khaldun berkata dalam mukaddimahnya menjelaskan,
Al-Qur’an di turunkan dalam bahasa Arab, sesuai dengan tata bahasa
mereka. Karena itu semua orang Arab memahamiya dan mengetahui
maknanya, baik dalam kosa kata maupun dalam struktur kalimat nya,
namun demikian mereka berbeda-beda dalam tingkat pemahamnnya,
sehingga apa yang tidak diketahui oleh sesorang di antara merekaboleh
jadi di ketahui yang lain.2

B. Pengertian  Metode Tafsir Ijmali


Secara definitif, metode ijmali (global) ialah mencoba menjelaskan
ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas dan padat, tetapi mencakup (global).
Metode ini mengulas setiap ayat Al-Qur’an dengan sangat sederhana,
tanpa ada upaya untuk memberikan pengkayaan dengan wawasan yang
lain, sehingga pembahasan yang dilakukan hanya menekankan pada
pemahaman yang ringkas dan bersifat global.
Dalam metode ini, mufasir berupaya untuk menjelaskan makna-
makna Al-Qur’an dengan uraian singkat dan mudah dipahami oleh
pembaca dalam semua tingkatan, baik tingkatan orang yang memiliki
pengetahuan yang ala kadarnya sampai pada orang yang berpengetahuan
luas.
Dengan kata lain, metode tafsir ijmali menempatkan setiap ayat
hanya sekedar ditafsirkan dan tidak diletakkan sebagai obyek yang harus
dianalisa secara tajam dan berwawasan luas, sehingga masih menyiasakan
2
Syaikh Manna al-Qathan, Pengantar Studi Al-Qur’an, Penerjemah, H. Aunur Rafiq,…
hal 422.

2
sesuatu yang dangkal, karena penyajian yang dilakukan tidak terlalu jauh
dari gaya bahasa Al-Qur’an, sehingga membaca tafsir yang dihasilkan
dengan memakai metode ijmali, layaknya membaca ayat Al-Qur’an.
Uraian yang singkat dan padat membuat tafsir dengan metode ijmali tidak
jauh beda dengan ayat yang ditafsirkan.3
Tafsir secara Bahasa berarti menerangkan dan menjelaskan. 4 Al-
Qaththan menjelaskan bahwa arti tafsir secara Bahasa adalah menyingkap.
Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan ialah Ilmu
yang membahas tentang cara pengucapan lafaz- lafaz Al-Qur`an, tentang
petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri
maupun ketika tersusun dan makna- makna yang dimungkinkan baginya
ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya.5
Secara etimologi tafsir berasal dari akar  kata al-fasr yang berarti
menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata at-tafsir berarti 
menyingkap maksud sesuatu lafadz yang musykil. Menurut istilah banyak
pendapat ulama dalam mendefinisikannya diantaranya adalah:
1. Al-Zarkasy dalam Al- Burhan mendefinisikan tafsir sebagai
berikut:
“Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah (Al-Quran)  yang
diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad Saw serta menerangkan
makna Alquran dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-
hikmahnya.”
2. Al - Jurjaniy berkata:
“Tafsir pada asalnya adalah membuka dan menzahirkan. Pada
istilah syara’ ialah menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya
dan sebab yang karenanya diturunkan ayat, dengan lafaz yang
menunjuk kepadanya secara jelas.”

3
Hendriadi, Tafsir Al-Qur’an: Kajian Singkat atas Metode Tafsir Ijmali, Jurnal, Vol. 11
No.1 (November 2022), hal. 4.
4
Adib bisri dan Munawir AF, Al Bisri kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1999), 568.
5
Manna Khalil Al-Qaththan, Studi ilmu-Ilmu Al-Quran, Terj, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2008), 457.

3
3. Al-Kilby dalam at Tashiel yang dikutip Hasbi Ash-Shiddieqy
menyatakan:
“Tafsir ialah: Mensyarahkan Al-Quran, menerangkan maknanya
dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau
dengan isyaratnya, atau dengan tujuannya.”.6

Kata Ijmali secara bahasa artinya ringkasan, ikhtisar, global dan


penjumlahan. Dengan demikian tafsir ijmaliy adalah penafsiran Al-Quran
yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-Quran
melalui pembahasan yang bersifat umum (global) tanpa uraian apalagi
pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci.

Dengan demikian, metode tafsir ijmali berarti cara sistematis untuk


menjelaskan atau menerangkan makna-makna Al-Quran baik dari aspek
hukumnya dan hikmahnya dengan pembahasan yang bersifat umum
(global), ringkas,  tanpa uraian yang panjang lebar dan tidak secara rinci
tapi mencakup sehingga mudah dipahami oleh semua orang mulai dari
orang yang berpengetahuan rendah sampai orang-orang yang
berpengetahuan tinggi.

Diantara beberapa kitab tafsir yang ditulis  sesuai metode


tafsir ijmali  adalah; 

1. Al-Tafsir al-farid li al-Qur’an al-Madjid, oleh Muhammad Abd.


Al-Mun’im.
2. Marah Labid Tafsir al-Nawawi/al-tafsir al-Munir li Ma’alim al-
Tanzil, oleh Al-Syekh Muhammad nawawi al-jawi al-Bantani.
3. Tafsir al Wafiz fi Tafsir Alquran al Karim, oleh Syauq Dhaif.
4. Tafsir al Wadih oleh Muhammad Mahmud Hijazi.
5. Tafsir Alquran al Karim , oleh Mahmud Muhammad Hadan
‘Ulwan dan Muhammad Ahmad Barmiq.

6
Hasybiy as Shiddiqiy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur'an dan Tafsir (Jakarta: Bulan
Bintang Indonesia, 1992), hal. 177-178.

4
6. Fath   al-Bayan fi Maqashid al-Qur’an, oleh al-Mujtahid Shiddiq
Hasan Khan.
7. Tafsir Alquran al- Karim, oleh Jalaluddin as Suyuthi dan
Jalaluddin al Mahalliy.
8. Tafsir Alquran al Karim oleh Muhammad Farid Wajdi.7

Kitab-kitab tafsir di atas pada hakikatnya bukan saja bisa ditinjau dari
segi metode penafsirannya saja sebagai bentuk tafsir dengan
metode ijmali, tetapi boleh jadi jika ditijnjau dari segi jenis/pendekatan
maupun coraknya bisa tergolong pada jenis dan corak tafsir yang
lain. Misalnya, meskipun tafsir al-Jalalain digolongan sebagai tafsir
metode ijmali tapi dari segi jenis/pendekatanya digolongan pada jenis
tafsir bil ra’yi.

C. Sejarah Metode Tafsir Ijmali

Ketika Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah Muhammad Saw,


fungsi beliau adalah sebagai  mubayyin ( pemberi penjelasan )  kepada
sahabat-sahabat nabi tentang arti dan maksud dari  kandungan al-Quran
yang diwahyukan itu, terutama dalam kaitannya dengan ayat-ayat yang
tergolong tidak dipahami ataupun samar artinya. Keadaan ini berlangsung
sampai  dengan wafatnya Rasul Saw. Posisi Rasulullah SAW dalam
kaitannya dengan penafsiran Al-Quran ini dikatakan sebagai al-mufassir
al-awwal (mufassir  pertama).

Setelah wafatnya Rasul SAW, para sahabat tidak mendapatkan lagi


tempat bertanya yang selevel beliau. Akhirnya para sahabat melakukan
ijtihad dalam memahami Al-Quran, khususnya mereka yang tergolong
memiliki kemampuan semacam Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, ‘Ubay bin
Ka’ab dan Ibnu Mas’ud.  Selain itu mereka juga tidak segan-segan untuk
menanyakan suatu permasalahan sejarah, terutama sejarah nabi-nabi atau

7
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Cet.I, (Yogyakarya : Pustaka
Pelajar, 199.

5
kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Quran kepada tokoh-tokoh Ahlul
kitab yang telah memeluk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab al-
Ahbar, dan lain-lain.

Perkembangan tafsir selanjutnya ditandai dengan tokoh-tokoh


tafsir di atas yang memiliki murid dari kalangan tabi’in, khususnya di
kota-kota tempat mereka tinggal.8 Sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir
baru dari para tabiin tersebut, diantaranya : Sa’id bin Jubair, Mujahid bin
Jabr, di Makkah, yang ketika itu berguru kepada Ibnu Abbas, Muhammad
bin Ka’ab, Zaid bin Aslam, di Madinah, yang berguru kepada Ubay bin
Ka’ab dan Al-Hasan Al-Bashri, Amir Al-Sya’bi, di Irak, yang ketika itu
berguru kepada Abdullah bin Mas’ud.

Ketiga golongan di ataslah yang pada hakikatnya dapat disebut


kelompok Tafsir bil Ma’tsur. Periode ini merupakan perkembangan awal
penafsiran terhadap Al-Quran sampai sekitar tahun 150 H.  Perkembangan
tafsir selanjutnya berada di tangan generasi berikutnya, yaitutabi’ al-
tabi’in dengan tokoh-tokohnya antara lain  Sufyan bin Uyainah, Waki’ al-
Jarrah, Syu’bah al-Hajjaj, Zaid bin Harun dan Abd bin Humaid.  Penulis
tafsir yang terkenal pada periode ini adalah al-Waqidi ( w.207 H ), sesudah
itu Ibnu Jarir ath-Thabary (w. 310 H). Para penafsir yang datang kemudian
banyak mengutip dan mengambil bahan dari tafsir ath-Thabary tersebut
yang berjudul : Jami’al-Bayan.

Bersamaan dengan masa tabi’in dan tabi’ al-tab’in, ekspansi Islam


ke berbagai wilayah jazirah arab  maupun luar arab semakin berkembang
dan meluas mencapai daerah-daerah yang masyarakatnya heterogen dan
memiliki dasar-dasar kebudayaan kuno, seperti Persia,  Messopotamia,
India, Syiria, Turki, Mesir, dan Afrika Selatan, sehingga berkembanglah
ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh kaum muslimin, seperti ilmu
logika, filsafat, ilmu eksakta, ilmu hukum, ilmu ketabiban. Ilmu-ilmu yang

8
Rosihan Anwar,  Ilmu Tafsir, Cet.III, ( Bandung : Pustaka Setia, 2005 ), h. 143.

6
disebut terakhir ini berpengaruh terhadap perkembangan tafsir Al-Quran.
Dalam menafsirkan Al-Quran, para ahli tafsir  tidak lagi merasa cukup
dengan hanya mengutip atau tepatnya menghafal riwayat dari generasi
sahabat, tabi’in dan tabi’ al-tabi’in seperti yang diwarisinya selama ini,
akan tetapi telah mulai berorientasi pada penafsiran Al-Quran yang
didasarkan pada pendekatan ilmu-ilmu bahasa pada khususnya dan
penalaran-penalatan ilmiah yang lain pada umumnya.9 Maka pada saat ini
berkembanglah apa yang disebut dengan tafsir bil ra’yi atau tafsir bi al-
dirayah. Penulis tafsir jenis ini antara lain :

1. Al-Zamakhsyari, dengan karyanya Tafsir al-Kasysyaf.


2. Al-Qurthubi dengan tafsirnya al-Jami’ li Ahkam al-Quran.
3. Imam Ar-Razi dengan karyanya  Mafatih al-Ghaib.
4. Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf al-Andalusi karyanya  al-Bahr
al-Muhith.
5. Ibn al-‘Arabi dengan tafsirnya Ahkam al-Quran, dll. 

Berdasarkan  uraian di atas, periodesasi sejarah perkembangan tafsir


pada umumnya dibagi menjadi 3 peiode, yaitu : Pertama, periode
mutaqaddimin (abad  1 H –abad 4 H) ; kedua, periode muta’akhirin (abad
4 H – 12 H) ; ketiga, peride baru (abad 13 H/19 M – sekarang).10

D. Langkah-Langkah Yang Ditempuh Dalam Metode Tafsir Ijmali


Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa Tafsir
al-Ijmali merupakan metode menjelaskan dan menerangkan ayat-ayat Al-
Quran secara global, tanpa uraian panjang lebar dan tidak rinci. Metode ini
ditempuh dengan cara menafsirkan  ayat-ayat Alquran berdasarkan
susunan ayat-ayat yang ada di dalam mushaf Usmaniy.
Seorang mufassir memaparkan ayat demi ayat, surat demi surat
secara teratur dengan penjelasan sederhana sehingga memungkinkan
seorang pembaca dapat memahaminya, baik pembaca tersebut orang-orang
9
Rosihan Anwar,  Ilmu Tafsir,…….hal. 144.
10
Rosihan Anwar,  Ilmu Tafsir,…...hal. 159.

7
yang istimewa, seperti tinggi ilmu pengetahuannya atau orang lain yang
awam. Dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur'an mufassir menggunakan
hadist Nabi, atsar salaf shalih, kejadian sejarah, kisah-kisah yang
termaktub di dalam Al Qur'an dan juga menyebutkan sebab-sebab
diturunkan ayat jika ada. Tujuan asasi penafsiran dengan metode ini adalah
menggunakan bahasa yang dipergunakan oleh jumhur untuk mendekatkan
makna supaya dapat dipahami pembaca.11
Dengan demikian langkah-langkah yang ditempuh oleh para
mufassir  yang tergolong dalam metode ini antara lain :
1. Menentukan ayat Al-Quran yang akan ditafsirkan menurut
urutannya dalam mushaf atau menurut urutan turunnya.
2. Menjelaskan makna mufradat (kosa kata) dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami.
3. Menjelaskan makna ayat-ayat tersebut berdasarkan kaidah- kaidah
bahasa arab, seperti menjelaskan hukum dhamir dan susunan
kalimatnya.
4. Kadangkala  juga menjelaskan asbabun nuzulnya dan
munasabahnya.
5. Dalam penafsirannya dijelaskan dengan hadis, atsar para sahabat
dan orang-orang shaleh terdahulu  atau pendapat penafsir sendiri. 
E. Analisis Kelebihan Dan Kekurangan
Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja
memliki kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan
metode tafsir ijmali ini. Namun perlu disadari keistimewaan dan
kelemahan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal yang negatif, akan
tetapi rujukan dalam ciri-ciri metode  yang lain. Metode ijmali, sebagai
salah satu metode penafsiran Alqur'an memiliki beberaa kelebihan yang
tidak dimiliki oleh tafsir-tafsir lainnya, diantara kelebihan  ini adalah:
1. Jelas  dan Mudah di pahami
11
Ummi Kalsum dkk, Tipologi Kajian Tafsir: Metode, Pendekatan dan Corak dalam
Mitra Penafsiran Al-Qur’an, Jurnal Ilmu Ushulluddin, Vol. 2 No. 2, (November 2022), hal. 228-
229.

8
Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan penafsiran
yang dalam menafsirkan suatu ayat tidak terbelit-belit, ringkas, jelas
dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga pesan-pesan
yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah ditangkap oleh
pembaca.
2. Bebas dari penafsiran Israiliyat
Peluang masuknya penafsiran Israiliyat dalam metode penafsiran
ini dapatdihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali
ditemukan. Hal ini disebabkan uraiannya yang singkat hanya
mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas
dan padat.
3. Akrab dengan bahasa Alquran
Uraiannya yang singkat dan padat mengakibatkan tidak
dijumpainya penafsiran ayat-ayat Alquran yang keluar dari kosa
kata ayat tersebut. Metode ini lebih mengedepankan makna
sinonim dari kata-kata yang bersangkutan, sehingga bagi
pembacanya merasa dirinya sedang membaca Alquran dan bukan
membaca suatu tafsir.12

Adapun kelemahan yang dimiliki metode penafsiran ini diantaranya


adalah:

1. Menjadikan petunjuk Al-Quran tidak utuh.


Penafsiran yang ringkas dan pendek membuat pesan Al-Quran
tersebut tidak utuh dan terpecah-pecah. Padahal Al-Quran, menurut
Subhi As-Shaleh  mempunyai keistimewaan dalam hal kecermatan dan
cakupannya yang menyeluruh. Setiap kita menemukan ayat yang
bersifat umum yang memerlukan makna lebih lanjut, kita pasti
menemukan pada bagian lain, baik yang bersifat membatasi maupun
memperjelas secara rinci. 
2. Penafsiran dangkal atau tidak mendalam.
12
 Rosihan Anwar,  Ilmu Tafsir,…….hal. 180.

9
Metode tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan
uraian atau pembahasan yang mendalam dan  memuaskan pembacanya
berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Ini boleh disebut suatu
kelemahan yang harus disadari para mufassir yang akan menggunakan
metode ijmali ini. Akan tetapi, kelemahan yang dimaksud di sini
tidaklah bersifat negatif melainkan hanyalah merupakan karakteristik
atau ciri-ciri metode penafsiran ini.

3. Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai.

Tafsir yang memakai metode ijmali tidak menyediakan ruangan


untuk memberikan uraian dan pembahasan yang memuaskan
berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Oleh karenanya, jika
menginginkan adanya analisis yang rinci, metode global tak dapat
diandalkan. Ini disebut suatu kelemahan yang disadari oleh mufassir
yang menggunakan metode ini.13 Namun tidak berarti kelemahan
tersebut bersifat negatif, kondisi demikian amat posetif sebagai ciri
dari tafsir yang menggunakan metode global. 14

F. Kitab Tafsir Yang Menggunakan Metode Tafsir Ijmali


Di antara kitab Tafsir yang menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut:
1. Tafsir Al-jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al- Din al-
Mahally.
2. Tafsir Al-Qur`an al-Azhim karya Muhammad Farid Wajdi.
3. Shafwah al-bayan li Ma`any Al-Qur`an karya Syaikh Hasanain
Muhammad Makhluf.
4. Tanwir al-Miqbas min tafsir Ibnu Abbas karya Ibnu Abbas yang
dihimpun al-Fairuz abady.
5. Tafsir al-Wasith, produk lembaga Pengkajian Universitas al- Azhar
Mesir, karya suatu komite Ulama.
13
Rosihan Anwar,  Ilmu Tafsir,…….hal. 182.
14
Jurnal, Hujair AH. Sanaky, Dosen tetap faultas Tarbiyah UIN Yogyakarta Vol II. No. 3.

10
6. Al-Tafsir al-Muyassar karya Syaikh Abd al-jalil Isa.
7. Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam,
karya suatu komite ulama.15
G. Contoh Penafsiran Ijmali

Dalam tafsirnya al Jami’ Liahkamil Qur’an, yang membutuhkan


tiga halaman dalam menjelaskan atau menafsirkan Firman Allah QS Al
Baqarah 1. Imam memulai penafsiran ayat ini dengan mengemukakan
pentakwilan huruf-huruf muqattha’ah di dalam Alquran. didalamnya ada
beberapa pendapat diantaranya yang dikemukakan ‘Amir as Sya’biy dan
Sufyan at Tsauriy beserta sekelompok muhaddistin yang menyatakan
huruf-huruf muqattha’ah adalah bentuk rahasia-rahasia Allah, yang hanya
Allah Mengetahuinya dan kita tidak perlu untuk membahas dan
membicarakannya. Dalam pendapat ini Qurthubiy memaparkan beberapa
perkataan sahabat yang berkenaan dengan masalah ini, diantaranya
perkataan Abu Laist ats Tsamarqadiy dari Umar, Ustman dan Ibnu Mas’ud
yang berkata: “ Huruf -huruf muqattha’ah tidak perlu untuk ditafsirkan.

Kemudian pada pendapat lainnya, imam memaparkan pendapat


yang mengharuskan orang mukmin untuk membahas dan membicarakan
tentang huruf-huruf muqattha’ah, untuk mengambil faedah-faedah yang
tersirat di dalamnya. Dalam pendapat ini terdapat berbagai perbedaan
pendapat lain diantaranya menyatakan bahwa huruf-huruf muqattha’ah
merupakan Asma Allah. Pendapat lainnya menyatakan huruf-huruf
muqattha’ah ini adalah isyarat dari huruf hijaiyah yang hanya Allah
mengetahui maksud yang tersirat di dalamnya. Pendapat selanjutnya
adalah pendapat sekelompok ulama yang menyatakan bahwa huruf-huruf
muqattha’ah ini adalah diambil dari Asma Allah yang sebagian dari kata-
katanya dihapus. Misalnya huruf alif diambil dari kata Allah, huruf laam
diambil dari kata Jibril, dan huruf miim diambil dari kata Muhammad.

15
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer Dalam Pandangan
Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), hal. 48.

11
Dan juga ada yang berpendapat lain bahwa huruf-huruf muqattha’ah ini
diambil dari dari Asma Allah kesemuanya. Huruf aliif dari Allah, huruf
laam dari Asma Allah Latif, dan huruf miim diambil dari Asma Allah
Majiid.16

Kemudian pada selanjutnya imam memaparkan pendapat lain


mengenai huruf-huruf muqattha’ah ini yaitu yang dikemukakan oleh Zaid
bin Aslam yang menyatakan bahwa huruf-huruf muqattha’ah ini adalah
nama-nama surat di dalam Alquran. selanjutnya al Kalbiy mengatakan
bahwa huruf-huruf muqattha’ah ini adalah bentuk sumpah Allah. Juga
dalam pendapat-pendapat diatas imam Qurthubiy juga memaparkan
beberapa perbedaan dan perdebatan ulama dalam ikhtilaf ini.

Kemudian imam membahas kata dzalika dan kata kitab. Dalam


masalah ini imam memaparkan penafsirkan dzalika dengaan isyarat
kepada Alquran, yang dilakukan oleh Abu Ubaidah dan Akramah.
Megenai kata Kitab, terdapat beberapa pendapat dalam penafsirannya,
diantaranya Dzalika kitab yakni kitab yang telah Aku tulis atas makhluk-
makhluk, dengan berbagai bentuk kesedihan, kegembiraan, ajal rezeki
yang tidak ada keraguan di dalamnya. Ada juga yang berpendapat dzalikal
kitabu adalah suatu isyarat kepada Lauhul Mahfuz. Yang lainnya
berpendapat dzalikal kitabu adalah Kitab yang dijanjikan Allah kepada
Nabi-Nya yang tidak akan terhapus oleh air. Juga ada yang berpendapat
maksudnya adalah isyarat kepada apa yang termaktub di dalam Taurat dan
Injil, serta juga ada yang berpendapat kata tersebut maksudnya adalah
suatu isyarat akan apa yang telah diturunkan Allah di Makkah atau yang
lazim disebut surat-surat Makkiy. Serta beragam pendapat lainnya yang
tidak dapat ditulis penulis kesemuanya.

Dalam penafsirkan “‫دي للمتقين‬XXXX‫ه ه‬XXXX‫ ”في‬juga terdapat beberapa


permasalahan, dan pada makalah ini penulis akan memaparkan sebagian
16
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer Dalam Pandangan
Fazlur Rahman,……hal. 50.

12
dari kesemuanya. Pertama, hudaa adalah petunjuk yang didapat oleh para
Rasul beserta para pengikut mereka. Kedua, ada yang menafsirkan hudaa
disini adalah salah satu nama sungai, karena sungai merupakan suatu
tempat yang sangat dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-harinya,
sebagaimana juga hidayah/petunjuk sangat dibutuhkan manusia untuk
menemukan kebahagian hidup.Kemudian imam memaparkan makna
taqwa menurut beberapa ulama, diantaranya ada yang menafsirkan taqwa
adalah kebaikan, juga ada yang menafsirkan taqwa disini dengan sedikit
cakap. Karena kata taqwa asalnya adalah sedikit cakap. Serta berbagai
permasalahan lainnya yang diutarakan imam Qurthubiy dalam
menafsirkan ayat pertama surat al Baqarah ini.17

Dari pemaparan contoh dari kedua bentuk penafsiran ini, dapat


dilihat perbedaan mendasar dalam penafsiran ayat Alquran dengan
menggunakan metode ijmali dengan perbedaannya dengan metode tafsir
tahlili. Tafsir ijmali menggunakan metode yang ringkas dengan bahasa
yang populer, mudah dimengerti, yang polanya adalah meletakkan tafsir di
dalam rangkaian ayat-ayat seperti penjelasan kata yang kemudian
disimpulkan dengan penjelasan yang umum.18

Kesimpulan
Metode tafsir ijmali berarti cara sistematis untuk  menjelaskan atau
menerangkan makna-makna Al-Quran baik dari aspek hukumnya dan
hikmahnya dengan pembahasan yang bersifat umum (global), ringkas,
tanpa uraian yang panjang lebar dan tidak secara rinci tapi mencakup
sehingga mudah dipahami oleh semua orang mulai dari orang yang
berpengetahuan rendah sampai orang-orang yang berpengetahuan tinggi.

17
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer Dalam Pandangan
Fazlur Rahman,…….hal. 53.
18
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer Dalam Pandangan
Fazlur Rahman,……hal. 55.

13
Semua jenis, metode dan corak tafsirAl-Quran memiliki kelebihan
dan kekurangan. Maka, metode tafsir Ijmali pasti juga memiliki kelebihan
dan kekurangan.

Adapun kelebihannya antara lain :

1. Jelas  dan Mudah di pahami.


2. Bebas dari penafsiran Israiliyat.
3. Akrab dengan bahasa Alquran

Sedangkan kekurangannya antara lain :

1. Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial.


2. Terlalu dangkal dan berwawasan sempit

DAFTAR PUSTAKA

14
Anwar, Rosihan. 2005. Ilmu Tafsir, Cet.III, Bandung : Pustaka Setia.

As Shiddiqiy, M. Hasybiy. 1992. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur'an dan


Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang Indonesia.

Baidan, Nashruddin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Quran, Cet.I, Yogyakarya :


Pustaka Pelajar.

Jurnal, Hujair AH. Sanaky, Dosen tetap faultas Tarbiyah UIN Yogyakarta Vol II.
No. 3.

Manna al-Qathan, Syaikh. 2005. Pengantar studi al-Qur’an, penerjemah, H


Aunur rafiq, Jakarta pustaka al-kautsar.

Kalsum, Ummi dkk. Tipologi Kajian Tafsir: Metode, Pendekatan dan Corak
dalam Mitra Penafsiran Al-Qur’an. Jurnal Ilmu Ushulluddin. Vol. 2 No.
2. (2022).

Bisri, Adib dan Munawir AF. 1999. Al Bisri kamus Arab Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progresif.

Hendriadi. Tafsir Al-Qur’an: Kajian Singkat atas Metode Tafsir Ijmali. Jurnal.
Vol. 11 No.1 (2022).

Saleh, Ahmad, Syukri. 2007. Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer Dalam


Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta: Sulthan Thaha Press.

15

You might also like