Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN

EDISI 13 VOLUME (2) 2022


p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN


EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919
Website : https://ejurnal.biges.ac.id/index.php/kesehatan/
Email : lppmbiges@gmail.com

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING


PADA BADUTA DI KAB. MAJENE

Wahdaniyah1, Nurpatwa Wilda Ningsi2, Diesna Sari3


1,2,3
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sulawesi Barat
wahdaniyah@unsulbar.ac.id

Keywords: ABSTRACT

environmental Stunting is a condition of failure to thrive in children under five (infants


sanitation, under five years old) due to chronic malnutrition so children are too short
household, stunting for their age. Stunting is one of the three global nutritional problems that is
still became big responsibility for Indonesian government at this time to be
resolved. Stunting in children under two has a higher risk when compared
to other age groups because it will have a permanent impact on children's
physical and cognitive development in the future. Poor household
environmental sanitation conditions generally cause stunting prevalence to
increase. The purpose of this study was to determine the relationship
between environmental sanitation and the incidence of stunting in children
under two in Pangali-Ali Village, Majene, West Sulawesi. This research is
analytical research with observational approach by using a case-control
design approach. The results showed that environmental sanitation was a
risk factor for stunting where households with poor environmental
sanitation were 2.94 times more at risk of stunting than those with good
environmental sanitation (OR = 2.949, p = 0.022). The conclusion of this
study reveals that there is a significant relationship between environmental
sanitation and the incidence of stunting in children under two in Majene
district.

PENDAHULUAN Keadaan stunting ini dipresentasikan


Stunting merupakan salah satu dari tiga dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur
permasalahan gizi global yang masih menjadi (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD),
tanggung jawab besar pemerintah Indonesia severely stunted atau sangat pendek
saat ini untuk segera diselesaikan. Berbagai dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi
macam upaya preventif diprogramkan oleh badan menurut umur kurang dari -3 standar
pemerintah agar angka kejadian stunting dapat deviasi (SD) dan dikatakan normal jika nilai z-
dikendalikan. Stunting merupakan manifestasi score tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih
dari kegagalan pertumbuhan (growth faltering) dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan standar
yaitu ketika tinggi badan anak lebih pendek pertumbuhan menurut WHO. Stunting adalah
dibandingkan tinggi badan normal anak hasil dari jangka Panjang kekurangan gizi, dan
seusianya. Faktor utama penyebab stunting sering mengakibatkan perkembangan mental
adalah buruknya asupan gizi sejak periode awal yang lambat, kinerja yang buruk dan
pertumbuhanan perkembangan janin hingga berkurangnya kapasitas intelektual. Hal ini
anak berusia dua tahun (Balebu et al., 2019). tentunya akan mempengaruhi produktivitas
ekonomi di tingkat nasional. Wanita bertubuh

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 39


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

pendek berisiko lebih besar untuk mengalami peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
komplikasi karena panggul yang lebih kecil tentang Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan
serta berpotensi melahirkan bayi dengan berat Kejadian Stunting Pada Baduta di Majene.
badan lahir rendah, sehingga berkontribusi
terhadap siklus malnutrisi antar generasi METODE
(Nutrition Landscape Information System Jenis Penelitian
(NLIS) Country Profile Indicators, n.d.). Penelitian ini merupakan penelitian
Persentase balita sangat pendek dan analitik dengan pendekatan observasional
pendek usia 0-23 bulan di Indonesia tahun 2018 dengan menggunakan pendekatan desain kasus-
yaitu 12,8% dan 17,1%. Kondisi ini meningkat kontrol.
dari tahun sebelumnya dimana persentase balita
sangat pendek yaitu sebesar 6,9% dan balita Lokasi dan Waktu Penelitian
pendek sebesar 13,2% (Badan Penelitian Dan Penelitian ini berlokasi di kelurahan
Pengembangan Kesehatan | Badan Penelitian Pangali-Ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten
Dan Pengembangan Kesehatan, n.d.). Pada Majene. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli
tahun 2021, Sulawesi Barat menempati – Oktober 2021
peringkat kedua tertinggi stunting sebesar
33,8% setelah Nusa Tenggara Timur (Hasil Populasi dan Sampel.
SSGI Tahun 2021 Tingkat Populasi penelitian adalah baduta yang
Kabupaten_Kota.Pdf, n.d.). Prevalensi stunting berusia 6-23 bulan dan tinggal di Kecamatan
di Kabupaten Majene pada tahun 2020 Banggae Kabupaten Majene. Jumlah sampel
mencapai 43,70% (Kemenkes RI, 2020). yang diperoleh dari hasil perhitungan minimum
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda sampel adalah 73 balita dengan pertimbangan
Majene pada tahun 2020, kelurahan pangali-ali 10% angka drop out. Berdasarkan perhitungan
memiliki prevalensi stunting 237 anak. jumlah minimum sampel tersebut, total akhir
(Bappeda Kab. Majene, 2020) sampel balita akan ditetapkan dengan
Ada beberapa factor yang menjadi melakukan penapisan terhadap sampel/skrining
penyebab terjadinya stunting, salah satunya sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Cara
adalah karena sanitasi lingkungan yang kurang pengambilan sampel adalah menggunakan total
baik. Sanitasi lingkungan merupakan status sampling, sehingga diperoleh jumlah sampel
kesehatan suatu lingkungan yang mencakup sama dengan populasi yaitu 76 baduta.
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan
air bersih dan lain-lain. Salah satu faktor Pengumpulan Data
sanitasi lingkungan yang dapat mempengaruhi Penelitian ini menggunakan data primer
terjadinya stunting pada balita yaitu dan sekunder. Data primer diperoleh melalui
ketersediaan air bersih. Ketersediaan air bersih wawancara dan pengukuran langsung dengan
pada penelitian ini dinilai berdasarkan menggunakan kuesioner, sedangkan data
kebutuhan air dari setiap rumah tangga, akses sekunder merupakan data penunjang terkait ibu
dari sumber air, jarak sumber air dengan rumah dan baduta yang diperoleh dari Puskesmas
serta keamanan saluran air dari sumbernya, setempat. Data stunting dan status gizi normal
sanitasi lingkungan yang buruk dapat balita diperoleh dengan mengolah data
mempengaruhi kejadian stunting pada balita. sekunder yang ada di Puskesmas Banggae 1.
Berbagai studi telah menjelaskan adanya Data primer mencakup data karakteristik
hubungan bermakna antara sanitasi lingkungan responden (orangtua) dan individu balita dan
dan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian sanitasi lingkungan rumah tangga. Data
stunting pada baduta. Sanitasi Lingkungan karakteristik responden (orangtua) meliputi;
memiliki hubungan signifikan terhadap pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
kejadian stunting yaitu p-value < 0,05. Sanitasi pendapatan keluarga. Data karakteristik balita
lingkungan yang tidak baik berhubungan mencakup umur, jenis kelamin, dan panjang
dengan kejadian stunting pada balita (Rahayu & badan lahir. Data sanitasi lingkungan rumah
Darmawan, 2019). tangga diperoleh melalui wawancara dan
Kondisi sanitasi yang buruk pada observasi langsung dengan menggunakan
umumnya menyebabkan prevelensi stunting kuesioner.
meningkat. Dari uraian latar belakang di atas

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 40


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

Pengolahan dan Analisis Data Hasil analisis univariat pada penelitian ini
Pengelompokan dilakukan dengan disajikan pada table berikut;
membuat total skor masing-masing komponen Tabel 1. menunjukkan bahwa jumlah
penilaian untuk masing-masing pertanyaan sampel dalam penelitian ini sebanyak 76 anak
terkait sanitasi lingkungan kemudian ditentukan dengan kasus (stunting) sebanyak 38 orang dan
nilai Meannya. Data selanjutnya dianalisis kontrol (normal) sebanyak 38 orang dimana
distribusi frekuensi, dan bivariat menggunakan anak yang berjenis kelamin laki laki sebanyak
uji Chi-Square. Analisis data dilakukan secara 38 orang (50,0%) dan perempuan juga
deskriptif (distribusi frekuensi, rerata, standar sebanyak 38 orang (50,0%).
deviasi, dan persentase) serta analisis data
bivariat menggunakan uji chi-square. Kelompok umur ibu yang tertinggi
Analisis bivariat dilakukan untuk adalah 26-35 tahun, yaitu sebanyak 47 orang
mengetahui hubungan antara masing-masing (61,8%). Tingkat pendidikan kepala keluarga
variabel independen dengan variabel dependen. paling banyak yang tidak tamat SD sebanyak 51
Tabulasi silang (cross-tab) antara variabel orang (67,1%) dan untuk pendidikan ibu, paling
independen (Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu, banyak yaitu tamat SD sebanyak 45 orang
Pendapatan Orang tua dan Sanitasi (59,2%). Terdapat 47 orang (61,8%) kepala
Lingkungan) dengan kejadian Stunting. keluarga bekerja sebagai
petani/peternak/nelayan dan 52 orang (68,4%)
HASIL ibu tidak bekerja (dalam hal ini menjadi ibu
A. Analisis Univariat rumah tangga). Pada tabel diatas juga diketahui
bahwa, terdapat 56 orang (73,7%) yang masih
Analisis univariat dilakukan untuk memiliki pendapatan rumah tangga yang rendah
melihat gambaran distribusi frekuensi serta untuk per bulannya.
persentase tunggal dari karakteristik keluarga,
karakteristik baduta serta variabel penelitian.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Subjek dan Responden

Karakteristik Jumlah (n) Persen (%)


Jenis kelamin
Laki- laki 38 50,0
Perempuan 38 50,0
Umur Ibu
17-25 tahun 21 27,6
26-35 tahun 47 61,8
36-45 tahun 8 10,5
Pendidikan Kepala Keluarga
Tidak/ Belum Tamat SD 51 67,1
Tamat SD 25 32,9
Pendidikan Ibu
Tidak/ Belum Tamat SD 31 40,8
Tamat SD 45 59,2
Pekerjaan Kepala Keluarga
Tidak bekerja 2 2,6
Petani/ peternak/ nelayan 47 61,8
Buruh/ buruh tani 1 1,3
Karyawan swasta 3 3,9
Pegawai negeri/TNI/POLRI 2 2,6
Wiraswasta 13 17,1
Lainnya 8 10,5
Pekerjaan Ibu

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 41


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

Tidak Bekerja 52 68,4


Buruh/ buruh tani 3 3,9
Karyawan swasta 5 6,6
Pegawai negeri/TNI/POLRI 6 7,9
Lainnya 10 13,2
Pendapatan Rumah Tangga
Rendah 56 73,7
Cukup 20 26,3
Status Gizi
Stunting 38 50,0
Normal 38 50,0

Tabel 2. Distribusi Berdasarkan Informasi Sumber Air Responden


Pertanyaan Jumlah (n) Persen (%)
Sumber Air Utama
Air Ledeng/ PDAM Sumur 37 48,7
Bor/ Pompa 17 22,4
Air Isi Ulang (Galon) 16 21,1
Bendungan 6 7,9
Sumber Air Minum Alternatif
Sumur Bor/ Pompa/ Gali Air 2 2,6
Isi Ulang (Galon) 44 57,9
Air Ledeng/ PDAM 30 39,5

Sum: Data Pimer

Tabel 3. Distribusi Berdasarkan Informasi Pengolahan Air Minum Responden

Pertanyaan Jumlah (n) Persen (%)


Pengolahan Air
Dimasak 59 77,6
Tidak dilakukan Pengolahan 17 22,4
Air Minum pada Wadah tertutup
Ya 55 72,4
Tidak 21 27,6
Tempat penampungan air
Ember/baskom plastik 39 51,3
Gentong 35 46,1
Lainnya 2 2,6

Tabel 4. Distribusi Berdasarkan Informasi Kepemilikan Jamban dan SPAL


Responden
Pertanyaan Jumlah (n) Persen (%)
Kepemilikan Jamban
Ya 49 64,5
Tidak 27 31,6
Tempat Buang Air Besar
Jamban dirumah 49 64,5

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 42


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

WC Tetangga/ Umum 24 31,6


Sungai/ Pantai/ Laut/ Empang 2 2,6
Semak-Semak/ Halaman/ Belukar 1 1,3
Kepemilikan SPAL
Ya 55 72,4
Tidak 21 27,6

Tabel 5. Distribusi Berdasarkan Informasi Sanitasi Lingkungan Responden


Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
Menggunakan kelambu untuk menghindari 45 59,2 31 40,8
anak dari gigitan nyamuk

Memiliki lubang asap di dapur 49 64,5 27 35,5

Mempunyai ventilasi udara 64 84,2 12 15,8

Rumah memiliki cahaya yang cukup 61 80,3 15 19,7

Rumah tergenang air pada waktu hujan 35 46,1 41 53,9

Penampungan air dicuci seminggu sekali 39 51,3 35 46,1

Tabel 2. menunjukkan sebanyak 37 orang tidak memiliki jamban dan menggunakan wc


(48,7%) responden memiliki sumber air minum tetangga/ umum sebanyak 24 orang (31,6%).
utama yang berasal dari Air ledeng/ PDAM. Terkait kepemilikan SPAL sebanyak 55 orang
Sebanyak 44 orang (57,9%) responden (72,4%) yang memiliki kepemilikan saluran
menggunakan sumber air minum alternatif, pembuangan air limbah dan masih ada 21 orang
yaitu air isi ulang (galon). Sebanyak 30 ( (27,6%) yang tidak memiliki SPAL.
39,5%) responden yang menggunakan air
Ledeng/ PDAM untuk sumber air minum Berdasarkan tabel 5. dapat dilihat
alternatif. bagaimana responden menjawab pertanyaan
Pada tabel 3. informasi pengolahan air pada bagian informasi sanitasi lingkungan.
minum, sebanyak 59 orang (77,6%) mengolah Sebanyak 45 orang (59,2%) yang menggunakan
airnya dengan cara dimasak. Sedangkan untuk kelambu untuk menghidari anak dari gigitan
tempat penyimpanan air minum, 55 orang nyamuk, yang memiliki lubang asap di dapur
(72,4%) menempatkan air minumnya pada sebanyak 49 orang (64,5%), memiliki ventilasi
wadah yang tertutup. Berdasarkan informasi udara sebanyak 64 orang (84,2%), rumah yang
tempat yang digunakan untuk menampung air tergenang air pada waktu hujan sebanyak 35
paling banyak menggunakan ember/baskom orang (46,1%) namun banyak yang rumahnya
plastic sebesar 39 orang (51,3%) selain itu juga tidak tergenang air sebanyak 41 orang (53,9%).
sebanyak 35 orang (46,1%) menggunakan Adapun informasi mengenai penampungan air
gentong untuk menyimpan air untuk di masak yang mencuci seminggu sekali ada 39 orang
atau digunakan. (51,3%) dan yang tidak mencuci 35 orang
Tabel 4. menunjukkan jumlah (46,1%).
responden yang memiliki fasilitas jamban
sebanyak 49 orang (64,5%) yang dimana paling B. Analisis Bivariat
banyak memiliki jamban di rumah sendiri Analisis bivariat dilakukan untuk
sebesar 49 orang (64,5%) dan masih ada yang mengetahui hubungan antara masing-masing

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 43


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

variabel independen dengan variabel dependen. bukan sebagai faktor risiko kejadian stunting
Tabulasi silang (cross-tab) antara variabel pada baduta dengan p value=1,000 (p>0,05).
independen (Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu, Terdapat 63,9% rumah tangga yang
Pendapatan Orang tua dan Sanitasi memiliki sanitasi lingkungan yang buruk dan
Lingkungan) dengan kejadian Stunting dapat memiliki baduta stunting dan 37,5% yang
dilihat pada table 6. sanitasi lingkungannya baik namun memiliki
Pada Tabel 6. menunjukkan bahwa baduta stunting. Secara statistik variabel
jenis kelamin merupakan salah satu faktor sanitasi lingkungan pada rumah tangga di
risiko kejadian stunting pada baduta dimana p kelurahan pangali-ali kecamatan banggae
value =0,006 (p<0,05) dimana laki- laki kabupaten majene dengan p value = 0,022
berisiko mengalami stunting dibanding dengan (p<0,05). Odds Ratio sebesar 2,94 yang berarti
perempuan. Tidak hanya itu pendidikan ibu bahwa anak yang berada pada keluarga yang
juga merupakan salah satu faktor risiko sanitasi lingkungannya buruk berisiko
kejadian stunting dengan p value=0,021 mengalami stunting 2,94 kali lebih tinggi
.Namun untuk variabel pendapatan keluarga dibandingkan dengan anak yang memiliki
sanitasi lingkungan yang bersih atau baik.

Tabel 6. Analisis Bivariat Variabel Penelitian dengan Kejadian Stunting di


Kabupaten Majene Tahun 2021
Stunting Normal p-
Variabel OR value
n % n %
Jenis Kelamin
Laki- laki 25 65,8 13 34,2 3,698 0,006
Perempuan 13 34,2 25 65,8

Pendidikan Ibu
Rendah 22 64,7 12 35,3 2,979 0,021
Tinggi 16 38,1 26 61,9

Pendapatan
Rendah 29 76,3 23 76,3 1,000 1,000
Cukup 9 23,7 44 23,7

Sanitasi Lingkungan
Tidak Baik 23 63,9 13 36,1 2,949 0,022
Baik 15 37,5 25 62,5

malnutrisi dibandingkan anak perempuan . Pada


PEMBAHASAN tahap pertumbuhan, akan ada perbedaan
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan kecepatan pertumbuhan dan pola pertumbuhan
Kejadian Stunting pada usia tertentu, termasuk perbedaan jenis
Prevalensi kejadian stunting ditemukan kelamin yang mengakibatkan adanya
lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan kecenderungan terjadi stunting. Namun,
anak perempuan. Hasil studi juga menunjukkan pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian
bahwa kejadian stunting di dominasi oleh anak stunting masih kontroversi.
balita berjenis kelamin laki-laki. Penelitian di Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Ethiopia melaporkan faktor risiko yang jenis kelamin baduta yang mengalami stunting
berpengaruh terhadap kejadian stunting adalah laki- laki sebanyak 25 orang dan perempuan 13
anak berjenis kelamin laki-laki (Rahayu, 2020). orang sebaliknya yang tidak mengalami
anak laki-laki lebih mudah mengalami stunting laki- laki sebanyak 13 orang dan

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 44


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

perempuan 25 orang. Jenis kelamin merupakan Sehingga pendidikan orang tua khususnya ibu
salah satu faktor risiko kejadian stunting (OR merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian
3,698, p=0,006). Hal ini sejalan dengan Studi stunting (OR=2,979, p =0,021). Hal ini sejalan
kohort di Ethiophia menunjukan bayi dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh
jenis kelamin laki-laki memiliki risiko dua kali (Husnaniyah and Yulyanti, 2020) dimana hasil
lipat menjadi stunting dibandingkan bayi penelitian yang didapatkan dari 134 responden
perempuan pada usia 6 dan 12 bulan yang yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
(Medhin,2010). Anak laki-laki berisiko stunting dan memiliki anak dengan stunting sebanyak 67
dan underweight dibandingkan anak (50%) responden, ibu yang berpendidikan
perempuan. Beberapa penelitian di Sub-Sahara Sekolah Dasar (SD) dan memiliki anak tidak
Afrika menunjukan bahwa aak laki-laki stunting sebanyak 67 (50%) responden. Hasil
prasekolah lebih berisiko stunting dibandingkan analisis dengan menggunakan chi-square
dengan rekan anak perempuannya diperoleh nilai p value = 0,005 (p < 0,05) maka
(Lesiapeto,2010). dapat di simpulkan bahwa ada hubungan
Penyebab mengenai stunting lebih anatara pendidikan ibu dengan kejadian
banyak terjadi pada laki – laki dipercaya bahwa stunting di wilayah kerja Puskesmas
pola pertumbuhan dan perkembangan anak laki- Kandanghaur Indramayu.
laki dihubungkan dengan faktor tekanan Stunting erat kaitannya dengan tingkat
lingkungan. (Hien & Kam, 2008). Lingkungan pendidikan. Menurut Riskesdas (2013)
yang dimaksud adalah yang berhubungan menunjukkan bahwa kejadian stunting banyak
dengan aspek psikologis dalam pertumbuhan di pengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan
dan perkembangan anak (Hidayat, 2009). orangtua yang rendah, khususnya ibu (3). Ibu
Berdasarkan teori dan fakta peneliti memiliki Peranan penting dalam pengasuh anak
beranggapan pertumbuhan anak laki-laki mulai dari pembelian hingga penyajian
mudah terhambat karena keadaan psikologis. makanan. Apabila pendidikan dan pengetahuan
Perkembangan psikologis melibatkan ibu tentang gizi rendah akibatnya ia tidak
pemahaman, kontrol ekspresi dan berbagai mampu untuk memilih hingga menyajikan
emosi. Perkembangan ini memperhitungkan makanan untuk keluarga yang memenuhi syarat
ketergantungan pengasuh utama untuk gizi seimbang (Husnaniyah and Yulyanti,
memenuhi kebutuhan akan makanan. Sebuah 2020).
lingkungan yang hangat, penuh kasih dan
responsif sangat penting untuk perkembangan 3. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan
psikologis pada anak (Ukwuani FA, 2003). Kejadian Stunting
Pola asuh kepada anak, perilaku hidup
2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan sehat, ketersediaan dan pola konsumsi rumah
Kejadian Stunting tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
Salah satu faktor yang mempengaruhi orangtua terutama . Pendapatan keluarga adalah
kejadian stunting adalah tingkat pendidikan ibu. jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota
Ibu rumah tangga berperan dalam pengambilan rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi
keputusan konsumsi pangan. Penyajian bahan kebutuhan bersama maupun perseorangan
makanan untuk seluruh anggota rumah tangga dalam rumah tangga (Badan Pusat Statistik.
menjadi tugas pokok ibu rumah tangga. Oleh 2017). Kemampuan keluarga untuk membeli
karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan makanan bergizi dipengaruhi oleh tinggi
ibu rumah tangga maka akan semakin tinggi rendahnya tingkat pendapatan. Pendapatan yang
pula kemampuan dalam hal pengambilan tinggi memungkinkan terpenuhinya kebutuhan
keputusan konsumsi rumah tangga terutama makanan seluruh anggota keluarga. Sebaliknya,
untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh tingkat pendapatan yang rendah mengakibatkan
anggota keluarga (Arida, dkk, 2015). kurangnya daya beli pangan rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian yang Apabila daya beli pangan rendah menyebabkan
dilakukan menunjukkan bahwa banyaknya ibu kurang terpenuhinya kebutuhan gizi balita
dari anak yang mengalami stunting memiliki (Azqinar and Himayani, 2020).
pendidikan rendah sebesar 64,7% sedangkan Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
untuk anak yang tidak mengalami stunting yang hubungan antara Pendapatan Orang Tua dengan
memiliki pendidikan rendah sebesar 35,3%. Kejadian Stunting di Kabupaten Majene (OR

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 45


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

1,000, p=1,000). Pendapatan keluarga adalah Hal ini menyatakan bahwa sanitasi lingkungan
jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota merupakan faktor risiko kejadian stunting
rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi dimana yang sanitasi lingkungannya tidak baik
kebutuhan bersama maupun perseorangan akan 2,94 kali lebih berisiko terjadi stunting
dalam rumah tangga. Pendapatan keluarga daripada yang sanitasi lingkungannya baik
termasuk balas jasa atau imbalan yang (OR= 2,949, p=0,022). Penelitian ini sejalan
diperoleh atas fakor produksi yang dilakukan. dengan yang dilakukan oleh (Kuewa et al.,
2021) yang Hasil analisis sanitasi lingkungan,
4. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan balita dengan status gizi normal sebagian besar
Kejadian Stunting memiliki sanitasi lingkungan dengan kategori
Stunting dapat terjadi karena faktor baik. Balita dengan status gizi stunting sebagian
langsung dan tidak langsung. Faktor langsung besar memiliki sanitasi lingkungan dengan
stunting yaitu nutrisi ibu saat hamil, nutrisi kategori baik yaitu sebesar 68,4 %, namun
balita, dan penyakit infeksi, sedangkan faktor balita dengan status gizi stunting sebesar 31,6
tidak tidak langsung dapat terjadi dari berbagai % memiliki sanitasi lingkungan dengan
aspek salah satunya adalah water, sanitation and kategori tidak baik. Berdasarkan hasil uji
hygiene (WASH), yang terdiri dari sumber air statistik chi-square didapatkan p value 0,000
minum, kualitas fisik air minum, kepemilikan dapat disimpulkan bahwa hanya ada 1 variabel
jamban (Uliyanti et al., 2017). independent yang memiliki hubungan yang
Sumber air minum tidak terlepas dari signifikan antara sanitasi lingkungan dengan
kualitas fisik air minum. Berdasarkan Peraturan kejadian stunting.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. Berdasarkan hasil uji statistik chi-
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang square maka dapat disimpulkan bahwa ada
persyaratan kualitas air minum yang aman bagi hubungan yang signifikan antara sanitasi
kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, lingkungan dengan kejadian stunting pada
mikrobiologi, kimiawi dan radioaktif. balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Parameter yang digunakan untuk melihat penelitian Oktavia (2016) yang menunjukkan
kualitas fisik air yang baik yaitu tidak keruh, bahwa ada hubungan yang signifikan antara
tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. balita yang memiliki sanitasi lingkungan tidak
Aspek sanitasi lingkungan dan personal hygiene baik dengan kejadian stunting pada balita,
berperan penting terhadap kejadian stunting, Penelitian ini terbukti bahwa sanitasi
seperti seringnya anak terkena penyakit infeksi, lingkungan yang tidak baik berhubungan
masih rendahnya kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita (Hasanah,
pakai sabun dengan benar sehingga dapat 2021).
meningkatkan kejadian diare.
Hal yang dianggap ringan seperti buang KESIMPULAN DAN SARAN
air besar sembarangan bisa berdampak luas Terdapat hubungan antara Jenis Kelamin
terhadap kesehatan (Sandra, Syafiq dan Baduta dengan Kejadian Stunting di Kabupaten
Veratamala, 2017). Maka dari itu pentingnya Majene ( OR 3,698, p=0,006 ) serta terdapat
menggunakan jamban sehat, yaitu yang hubungan antara Pendidikan Ibu dengan
memenuhi persyaratan kesehatan tidak Kejadian Stunting di Kabupaten Majene
menyebabkan terjadinya penyebaran langsung (OR=2,979, p =0,021). Namun tidak ada
akibat kotoran manusia dan dapat mencegah hubungan antara Pendapatan Orang Tua dengan
vektor pembawa penyakit pada pengguna Kejadian Stunting di Kabupaten Majene (OR
jamban maupun lingkungan sekitarnya 1,000, p=1,000). Adapun terdapat hubungan
(Kementrian Kesehatan, 2014). antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Stunting di Kabupaten Majene (OR= 2,949,
rumah tangga yang anaknya mengalami p=0,022).
stunting dan memiliki sanitasi yang tidak baik Perlunya meningkatkan sanitasi
sebesar 63,9% dan yang sanitasinya baik hanya lingkungan untuk mencegah terjadinya
37,5% sedangkan rumah tangga yang anaknya gangguan kesehatan pada balita terutama
tidak mengalami stunting yang sanitasi kejadian Stunting dengan menerapkan Perilaku
lingkungannya tidak baik sebesar 36,1% dan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
sanitasi lingkungan yang baik sebesar 62,5%.

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 46


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

Faktor Kejadian Stunting di


Kabupaten Majenen Provinsi
DAFTAR PUSTAKA Sulawesi Barat Tahun 2018 (
Analisis Data Riskesdas 2018 )’,
Aisah, S., Ngaisyah, R. D., & Arkesmas, 6, pp. 1–7.
Rahmuniyati, M. E. (2019). Hasanah, S. dkk (2021) ‘Hubungan
Personal Hygiene Dan Sanitasi Sanitasi Lingkungan dengan
Lingkungan Berhubungan Dengan Kejadian Stunting pada Balita di
Kejadian Stunting Di Desa Indonesia’, Jurnall Keselamatan,
Wukirsari Kecamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Cangkringan. Prosiding Seminar (JK3L), 02(2), pp. 83–94.
Nasional Multidisiplin Ilmu, 1(2), Hanifa, F., & Mon, N. I. (2021). Hubungan
49–55. Sanitasi Lingkungan, Berat Lahir
http://prosiding.respati.ac.id/index. dan Panjang Lahir dengan Stunting
php/PSN/article/view/182Akses pada Anak Usia 25-72 Bulan.
Sanitasi, Merokok dan Annual Jurnal Ilmiah Kebidanan
Parasite Incidence Malaria Indonesia, 11(03), 163–170.
sebagai Prediktor Stunting Baduta https://doi.org/10.33221/jiki.v11i0
di Indonesia | Media Kesehatan 3.1335
Masyarakat Indonesia. (2020, Hasil SSGI Tahun 2021 Tingkat
November 25). Kabupaten_Kota.pdf. (n.d.).
https://journal.unhas.ac.id/index.ph Google Docs. Retrieved February
p/mkmi/article/view/9070 2, 2022, from
Ariati, L. I. P. (2019). Faktor-Faktor https://drive.google.com/file/d/1p5
Resiko Penyebab Terjadinya fAfI53U0sStfaLDCTmbUmF92R
Stunting Pada Balita Usia 23-59 DRhmS/view?usp=sharing&usp=e
Bulan. Oksitosin : Jurnal Ilmiah mbed_facebook
Kebidanan, 6(1), 28–37. Kuewa, Y. et al. (2021) ‘Hubungan
https://doi.org/10.35316/oksitosin. Sanitasi Lingkungan dengan
v6i1.341 Kejadian Stunting pada Balita di
Badan Penelitian dan Pengembangan Desa Jayabakti tahun 2021’, Jurnal
Kesehatan | Badan Penelitian dan Kesmas Untika Luwuk : Public
Pengembangan Kesehatan. (n.d.). Health Journal, 12.
Retrieved February 2, 2022, from Kualitas Sanitasi Rumah Makan Dan
https://www.litbang.kemkes.go.id/ Restoran Di Objek Wisata Pantai
Balebu, D. W., Labuan, A., Tongko, M., & Losari Kota Makassar /
Sattu, M. (2019). Hubungan Muhammad Fadly | Perpustakaan
Pemanfaatan Posyandu Universitas Hasanuddin. (n.d.).
Prakonsepsi dengan Status Gizi Retrieved February 3, 2022, from
Wanita Prakonsepsi di Desa Lokus http://digilib.unhas.ac.id/opac/detai
Stunting Kabupaten Banggai: The l-opac?id=34431
Relationship between the Nutrition Landscape Information System
Utilization of Posyandu (NLIS) country profile indicators:
Prakonsepsi and the Nutrition Interpretation guide. (n.d.).
Status of Preconception Women in Retrieved February 1, 2022, from
Stunting Locus, Banggai Regency. https://www.who.int/publications-
Jurnal Kesmas Untika Luwuk : detail-redirect/9789241516952
Public Health Journal, 10(1), 12– Otsuka, Y., Agestika, L., Sintawardani, N.,
19. & Yamauchi, T. (2019). Risk
https://doi.org/10.51888/phj.v10i1. Factors for Undernutrition and
4 Diarrhea Prevalence in an Urban
Hamal, D. K., Nursyarofah, N. and Slum in Indonesia : Focus on
Qualifa, A. (2021) ‘Jenis Kelamin Water , Sanitation , and Hygiene.
dan Panjang Badan Lahir sebagai

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 47


BINA GENERASI ; JURNAL KESEHATAN
EDISI 13 VOLUME (2) 2022
p- ISSN : 1979-150X ; e- ISSN: 2621-2919

Am. J. Trop. Med. Hyg, 100(3), Eklusif Terhadap Kejadian


727–732. Stunting Pada Balita 6-59 Bulan di
Rahayu, paspito panggih dan C. (2020) Bangka Selatan’, kesehatan
‘Perbedaan Risiko Stunting poltekkes kemenkes RI
Berdasarkan Jenis Kelamin’, pp. Pangkalpinang, 8(1), pp. 6–13.
135–139. Soeracmad, Y. S. Y. (2019). Hubungan
Rahayu, B., & Darmawan, S. (2019). Sanitasi Lingkungan Rumah
Hubungan karakteristik balita, Tangga Dengan Kejadian Stunting
orang tua, higiene dan sanitasi Pada Anak Balita Di Puskesmas
lingkungan terhadap stunting pada Wonomulyo Kabupaten polewali
balita. Binawan Student Journal, Mandar Tahun 2019. J-KESMAS:
1(1), 22–27. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
http://journal.binawan.ac.id/bsj/arti 5(2), 138–150.
cle/view/46 https://doi.org/10.35329/jkesmas.v
Savita, R. and Amelia, F. (2020) 5i2.519.
‘Hubungan Pekerjaan Ibu , Jenis
Kelamin , dan Pemberian Asi

DOI: 10.35907/bgjk.v13i2.233 Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan | 48

You might also like