Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa

Tenggara Timur

BUDAYA BARTER DALAM PUSARAN GLOBALISASI PASAR:


KASUS DESA LABALA, NUSA TENGGARA TIMUR

(REVIVING THE BARTER CULTURE IN THE AGE OF MARKET


GLOBALIZATION: THE CASE OF LABARA VILLAGE, EAST NUSA
TENGGARA)

Salmiati
Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makasar
Jalan A.P. Pettarani, Lantai II, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
E-mail: salmiati@gmail.com

Abdul Rahman
Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar
Jalan A.P. Pettarani, Lantai II, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
E-mail: abdul.rahman8304@unm.ac.id

Rifal
Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar
Jalan A.P. Pettarani, Lantai II, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
E-mail: rifalmattirodeceng@unm.ac.id

Ahmadin
Pusat Penelitian Budaya dan Seni Etnik Lembaga Penelitian Universitas Negeri Makassar
Jalan A.P. Pettarani, Lantai II, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
E-mail: ahmadin@unm.ac.id

Naskah diterima: 04/08/2019; direvisi akhir: 14/10/2019; disetujui: 10/12/2019

Abstract
In an advanced, modern era with the massive circulation of money, people in Labala Village,
Lembata Regency, East Nusa Tenggara Province preserve their use of traditional barter system. It
is interesting that such barter market has been facilitating the social interaction between coastal
and mountain villagers. Most of coastal people come from villages of Wulanduro, Aleworaja,
Atekere, Pantai Baru, Kehi, and Lamalera. Meanwhile, people from hilly areas mostly come from
villages of Puor, Uruor, Lewuka, Boto, Labala, Udak, and Pusi Watu. Market interactions between
those villagers strengthen social, cultural and even religious ties. This study found: (1) the processes
of barter transaction of coastal and mountain goods; (2) the barter and non-barter markets are
located in the same location where the barter activities start when a special officer blow a whistle;
(3) Labala community conserve the barter market to maintain the ancestors’ inheritance and their
values. Apart from that, the barter market in Labala Village has become a media to strengthen
inter-religious brotherhood. The study used qualitative methods with descriptive analysis. Data
obtained through a qualitative field research during which observations, documentation, and
interviews were conducted.

Keywords: barter culture, market globalization, Labala, Nusa Tenggara Timur

115
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

Abstrak
Dalam era modern yang semakin maju dengan perputaran uang yang semakin luas, masyarakat
di Desa Labala, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, masih menggunakan
sistem barter. Yang menarik dari pasar barter ini adalah terjadinya interaksi sosial antara orang
pesisir dengan orang pegunungan. Masyarakat pesisir lebih banyak datang dari Desa Wulanduro,
Aleworaja, Atekere, Pantai Baru, Kehi, dan Lamalera, sedangkan masyarakat daerah perbukitan
berasal dari Desa Puor, Uruor, Lewuka, Boto, Labala, Udak, dan Pusi Watu. Interaksi pasar yang
terjadi dapat mempererat tali silaturahmi sosial, budaya, bahkan agama. Adapun hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) proses transaksi barter barang produk pesisir dengan pegunungan; (2)
adanya perbandingan antara pasar barter dan non barter di Desa Labala yaitu pada saat proses
sebelum dimulainya aktivitas tukar-menukar barang, ada petugas khusus atau mandor pasar yang
ditugaskan untuk meniup peluit terlebih dahulu; (3) Masyarakat Labala masih mempertahankan
pasar barter sebab mereka menganggap bahwa pasar barter merupakan warisan dari nenek moyang
dan memiliki makna tersendiri. Di samping itu, pasar barter di Desa Labala juga merupakan media
untuk mempererat tali persaudaraan antar umat beragama. Artikel ini menggunakan metode
kualitatif dengan tipe deskriptif. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan penelitian lapangan
yang mencakup observasi, dokumentasi, dan wawancara.

Kata Kunci: budaya barter, globalisasi pasar, Labala, Nusa Tenggara Timur

A. PENDAHULUAN transaksi tetap dapat terlaksana. Kegiatan seperti


Barter merupakan sesuatu yang tabu dalam ini terus direproduksi dalam aktivitas masyarakat,
globalisasi pasar di Indonesia. Globalisasi lebih sehingga hubungan sosial antar individu diukur
cenderung dilekatkan pada aktivitas ekonomi yang berbasis untung rugi. Dampaknya Indonesia
hakikat tujuannya untuk mengakumulasi modal menghadapi tantangan globalisasi terutama
ekonomi sebanyak-banyaknya tanpa mengenal masalah kompetisi (persaingan ekonomi) dan
batas dan wilayah (Waters, 1995; Yuniarto, 2016: ancaman persatuan bangsa (Yuniarto, 2016: 69)
79). Seiring perkembangan globalisasi di Indonesia Dari segi kompetisi, masyarakat dihadapkan
saat ini semakin berkembang dengan sangat pesat. pada perdagangan regional, nasional maupun
Globalisasi tampaknya telah menjadi bagian dari internasional. Para usaha rumah tangga yang
kehidupan kita. Kita tidak dapat melepaskan diri menggunakan alat produksi yang sederhana
dari globalisasi. Ibaratnya, siap atau tidak siap mau atau tidak mau harus berhadapan dengan
kita sudah pasti berhadapan dengan globalisasi. perusahaan yang lebih besar dengan alat
Seiring perkembangan ekonomi, globalisasi dapat produksi yang lebih kompleks. Sedangkan dari
dimaknai sebagai konektivitas suatu negara dalam segi ancaman persatuan bangsa, globalisasi
skala ekonomi internasional. membawa masyarakat untuk hidup individual
Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, berbasis keuntungan. Sehingga terbentuk
globalisasi perdagangan telah mengalami golongan bawah dan golongan atas, akibatnya
pertumbuhan yang sangat pesat. Globaliasi telah akan terjadi kecemburuan sosial yang unjungnya
membuat lalu lintas perdagangan barang dan jasa di adalah konflik. Apabila dibandingkan dengan
lintas negara menjadi lebih terbuka. Hal ini terjadi sistem barter di Labala, hampir tidak ditemukan
kerena biaya transportasi dan komunikasi menjadi kompetisi, yang ada saling mengisi barang-barang
lebih rendah karena berkurangnya hambatan kebutuhan baik kebutuhan sandang, pangan
dalam berbagai aspek, seperti pergerakan barang, dan papan. Dari segi persatuan bangsa, barter
jasa, tenaga kerja, modal dan ilmu pengetahuan mempertemukan antara masyarakat pegunungan
(Aliyah & Indra, 2017: 110). Oleh karena itu, yang lebih banyak beragama Kristen Katolik
sebagaian besar masyarakat telah menggunakan dengan masyarakat pesisir yang lebih banyak
berbagai sistem untuk bisa mempercepat proses beragama Islam.
penjualan, terutama melalui online. Tanpa adanya Penulisan pasar barter di Labala patut
pertemuan antara penjual dengan pembeli proses untuk diteliti. Di tengah gejolak sosial yang

116
Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa Tenggara Timur

terjadi dibeberapa daerah di Indonesia, yang daerah gunung. Proses itu berlangsung cukup
diakibatkan oleh kecemburuan ekonomi lama dan masih sampai sekarang. Setelah itu
globalisasi yang tidak merata terutama yang dimusyawarahkan suatu hasil kesepakatan antara
terjadi di Papua dan berbagai daerah di Indonesia orang gunung dan orang pantai untuk membuat
Timur. Hal ini menjadi sinyalemen bahwa barter suatu tempat pertemuan antara orang gunung
masih dibutuhkan sebagai alternatif dalam dan orang pantai untuk melakukan suatu proses
mengantisipasi kompetisi yang tak seimbang dan barter. Tempat yang disepakati itu yang sampai
ancaman persatuan dengan sistem saling mengisi sekarang masih dilakukan proses tukar menukar
dan mengedepankan silaturahmi baik dari segi hasil pertanian dan laut yang dilakukan di Labala,
ekonomi, budaya dan agama. Oleh karena itu, Kecamatan Wulandoni, Nusa Tenggara Timur.
artikel ini membahas tentang makna, proses dan Pasar Barter Kecamatan Wulandoni memiliki
cara bertahan masyarakat Labala menghadapi kaitan yang sangat erat untuk keberlangsungan
globalisasi. hidup masyarakat di sekitarnya. Desa-desa yang
Salah satu objek Pemajuan Kebudayaan ikut terlibat dalam pasar barter ini juga lumayan
adalah adat istiadat. Budaya Barter di Labala banyak. Mulai dari desa yang termasuk pesisir
merupakan sebuah tradisi turun temurun yang adalah Wulandoro, Leworaja, Atakera, Pantai
perlu dipertahankan. Dari adat istiadat barter Baru atau Kehi, dan Lamalera. Desa yang berada
dapat tercipta harmoni sosial, ekonomi dan agama. di perbukitan atau lereng gunung dan bukit adalah
Jadi kurang lengkap rasanya membicangkan Puor, Uruor, Lewuka, Boto, Labala, Udak, dan
kebudayaan tanpa menghadirkan masyarakat Pusi Watu. Desa-desa itu berada di Kecamatan
yang hidup dan menghidupkan keluarga dari Wulandoni, Nagawutung, Nubatukan, dan
budaya Barter di Labala, Nusa Tenggara Timur. Atadei. Beberapa desa yang terlibat barter di
Pasar barter masih masuk kategori sistem atas merupakan daerah yang posisinya terletak di
tradisional. Dalam hal ini barter merupakan Selatan Pulau Lembata Provinsi Nusa Tenggara
merupakan sistem perekonomian dan kebutuhan Timur.
yang tidak menggunakan alat tukar berupa uang, Mereka datang ke pasar menggunakan truk,
sebagaimana yang terjadi di negara kita yang berjalan kaki, naik ojek, atau sepeda motor. Pasar
semuanya telah menggunakan alat tukar berupa barter telah berlangsung bersamaan dengan tradisi
uang. Pasar barter sendiri adalah salah satu penangkapan paus di Lamalera, sejak ratusan
kebutuhan dasar ekonomi masyarakat, dari sinilah tahun silam. Awalnya, hanya barter daging dan
bertemu penjual dan pembeli, melangsungkan garam dengan beras, jagung, ubi, sayur, dan buah-
gerak putar ekonominya. Barter merupakan awal buahan. Saat ini meluas ke berbagai jenis ikan dan
dari cara transaksi perdagangan. Sistem barter barang-barang hasil pabrikan seperti beras dan
merupakan metode atau cara lama yang digunakan bumbu-bumbu dapur (Elannor, 2019: 20).
manusia pada zaman dahulu untuk melakukan Pada era globalisasi sekarang ini, transaksi
pertukaran barang atau jasa. jual beli sudah tidak sulit lagi karena sudah ada
Budaya barter di Lebala dimulai dari pada uang sebagai alat tukar untuk melakukan transaksi
saat orang gunung dan orang pantai sedang berada jual beli, sistem tranksaksi atau perjual-belian
di atas kapal. Orang-orang yang melakukan sudah semakin modern dan canggih, bahkan
proses barter itu adalah orang dari suku Wukak yang tak kalah hebatnya lagi karena sekarang kita
(daerah pegunungan) dan suku Lamanudek sudah tidak perlu lagi bepergian jauh hanya karena
(daerah pantai). Setelah proses barter dilakukan kita membutuhkan barang yang kita inginkan,
di kapal saat orang gunung dan pantai bertemu, melainkan kita sudah dimanjakan dengan adanya
selanjutnya proses barter berlanjut saat orang teknologi gadget yang berupa aplikasi online, atau
pantai pergi ke daerah gunung untuk menukarkan yang sering disebut dengan Online Shop. Namun
hasil laut mereka dengan hasil pertanian dari dari sekian banyak fenomena tersebut di atas

117
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

yang telah mewabah di masyarakat, baik di desa corak pakaian adat, dan segala macamnya.
maupun di kota. Dalam kenyataannya, Masih ada Keanekaragaman ini pun ada tiada lain karena
sebagian desa yang masih saja menerapkan sistem adanya pasar tradisonal pasar barter yang terdapat
barter seperti menukarkan ikan dengan sayur, di Desa Labala. Pasar barter ini merupakan tempat
beras dengan ubi-ubian dalam transaksi jual beli bertemunya masyarakat Labala, orang gunung
di tengah megah dan canggihnya zaman ini. Salah dan orang pantai saling sapa, menjajakan barang
satunya adalah pasar barter tersebut yang terdapat dagangannya, orang gunung menjajakan hasil
di Desa Labala Kecamatan Wulandoni Kabupaten perkebunan, ada jagung, pisang, umbi-umbian
Lembata sebagaimana lokasi fokus penelitian hewan ternak dan sebagainya, sedangkan orang
yang akan peneliti lakukan nantinya. pantai menjajakan hasil tangkapannya, yang
Pasar Labala masih menggunakan sistem berupa ikan basah dari berbagai jenis ikan maupun
ekonomi tradisional yaitu sistem barter atau tukar ikan kering dengan berbagai jenis olahannya.
menukar barang. Pasar ini terletak di sebuah desa Proses barter yang terjadi di Labala termasuk
terpencil di Desa Labala Kecamatan Wulandoni, unik karena orang gunung dan orang pantai
Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara menjajakan barangnya dengan bahasa daerah dan
Timur. Pasar barter ini juga adalah sebuah dialek yang berbeda-beda, dan anehnya mereka
kearifan lokal yang memiliki nilai budaya, nilai saling mengerti satu sama lain. Di sinilah terjadi
adat, nilai historis, dan nilai toleransi. Pasar ini pembauran budaya antara orang gunung dan
masih eksis hingga saat ini meskipun di tengah orang pantai, jangan heran jika orang yang berasal
glamornya sistem ekonomi dengan uang sebagai dari daerah ini kadang menguasai beberapa
alat tukarnya. bahasa daerah sekaligus, tidak mengherankan
Tulisan memberikan alternatif sistem karena bahasa adalah alat komunikasi yang sangat
ekonomi barter di tengah pusaran globalisasi penting, tidak semua orang kampung mengerti
pasar. Barter setidaknya memiliki tiga manfaat bahasa Indonesia, apalagi ketika harus saling
utama yakni toleransi sosial, ekonomi dan barter dengan ibu-ibu yang sudah lanjut usianya.
agama. Ditinjau dari segi letak wilayah, Labala Dalam proses pasar barter ini juga ada keunikan
merupakan daerah pantai dan gunung, terdapat lain yang bisa ditemukan, yaitu pada saat
begitu banyak gunung-gunung yang tinggi dan masyarakat Labala sebelum melakukan proses
terjal, lautan yang dalam dengan arus yang deras sistem barter, ada seorang petugas (mandor pasar)
dan ganas, daerah ini juga beriklim kering, musim khusus yang ditugaskan untuk meniup peluit
hujan lebih pendek waktunya di banding musim terlebih dahulu kemudian selanjutnya melakukan
kemarau. Penduduknya juga terbagi menjadi dua, proses sistem barter sebagai mana biasanya.
yaitu penduduk yang bermukim di pantai dan Labala tidak hanya terdapat pasar barter
penduduk yang bermukim di daerah pegunungan, saja, akan tetapi ada juga pasar tradisional yang
pada umumnya masyarakat pantai berprofesi memiliki kesamaan dengan pasar moderen. Di
sebagai nelayan dan masyarakat pegunungan mana dalam pasar tersebut terdapat berbagai
berprofesi sebagai petani. Dengan perbedaan macam barang dagangan, seperti pakaian, alat
topografi ini menyebabkan berbeda pula elektronik, perabotan dapur, sembako dan lain-
kebutuhan, penduduk pegunungan membutuhkan lain, serta transaksi jual-beli didalam pasar ini
ikan, yang mana ikan susah didapatkan di daerah menggunakan uang sebagai alat tukar-menukar.
pegunungan, sedangkan penduduk penghuni Hal ini berbanding terbalik dengan pasar barter
pantai membutuhakn buah-buahan dan sayuran yang terdapat di Desa Labala, yang mana hanya
yang sulit didapatkan di daerah pantai. menjajakan hasil bumi dan transaksi tidak
Dalam perspektif budaya, kawasan Labala menggunakan uang sebagai alat tukar menukar.
terdapat keanekaragaman bahasa dan adat istiadat. Hasil penelitian ini menawarkan sistem ekonomi
Terdapat berbagai macam dialek, adat istiadat, alternatif di tengah gejolak globalisasi yang

118
Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa Tenggara Timur

tidak berasaskan prinsip pemerataan, sehingga tradisional secara turun temurun dengan hanya
mengakomodir kepentingan pelaku ekonomi mengandalkan alam dan tenaga kerja. Dalam hal
papan bawah sekaligus meretas konflik. ini, sistem ekonomi tradisional dapat dimaknai
sebagai sistem ekonomi yang dijalankan secara
B. KAJIAN LITERATUR bersama untuk kepentingan bersama (demokrasi),
Dalam kajian antropologi kontemporer yang biasa ditempuh oleh nenek moyang (Latifah,
suatu kasus tidak hanya dilihat pada posisi yang 2017: 26). Apa yang terjadi di Labala, kemudian
oposisi biner, antar benar dan salah, ataupun dijalankan pula pada daerah seperti Suku Badui
tua dan muda, dulu dan sekarang. Tetapi perlu pedalaman. Namun dalam kajian ini, penulis lebih
dilihat dalam kajian nilai dan kebermanfaatan melihat barter sebagai sebuah tradisi yang mampu
kepada masyarakat. Dalam hal barter dapat menyatukan ummat, baik secara ekonomi, budaya
dilihat sebagai media interaksi sosial, budaya dan maupun agama.
agama. Seperti yang ditulis oleh Ahimsa-Putra, Kajian perihal sistem barter telah dilakukan
setiap kegiatan seseorang untuk mendapatkan oleh beberapa peneliti, terutama yang ditulis oleh
sumberdaya tertentu, menciptakan jaringan Andri Kisroh Sunyigono yang menitikberatkan
merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan tema pada “Sistem Barter pada Warga NTT (Studi
sosial. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara Kasus Masyarakat NTT daerah Desa Alor dan Dili
bekerjasama sesuai dengan kepentingan masing- Nusan Tenggara Timur) (Sunyigono, 2010: 40).
masing pihak (Ahimsa-Putra, 1986:153-154; Andri menemukan bahwa adanya sistem barter
2003). Dengan adanya sumberdaya dan kebutuhan disebabkan karena adanya sistem kekeluargaan
maka diperlukan pertukaran barang dan jasa yang yang tidak mementingkan pada kegiatan individu
populer dengan sebutan barter. tetapi dilakukan dengan usaha bersama. Namun
Salah satu contoh barter terjadi di Lembata di daerah lain di belahan Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Timur. Dari pegunungan komoditi yaitu di daerah Labala, kegiatan barter tetap
yang dipertukarkan antara lain jagung, ubi, karena faktor kebutuhan, dari kebutuhan yang
sayur dan buah-buahan, sedangkan dari pesisir terus berlangsung secara budaya, sehingga
umumnya ikan dan hasil laut lainnya. memunculkan interaksi sosial yang mampu
Hal serupa terjadi di Kampung Padang, melahirkan harmoni baik dari sosial, budaya
Kabupaten Kepulauan Selayar antar Saudagar dan keagamaan. Kekeluargaan yang dimaksud
yang datang ke wilayah itu dengan membawa penelitian Andri di atas kemungkinan lebih di
barang, melakukan barter dengan hasil bumi eksistensi keluarga dalam sistem barter, dapat
dari pedalaman, sehingga kebutuhan keduanya dilihat dalam perspektif ekonomi dan kebudayaan
terpenuhi aktivitas tukar menukar barang dan jasa masyarakat.
(Ahmadin, 2016: 70-71). Kajian perihal pasar tradisional telah dibahas
Dalam persepktif sejarah, sistem barter pula oleh Bastian dan Yusuf, dari hasil penelitian
ikut serta membangun interaksi sosial antar yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa fungsi
masyarakat yang melibatkan seseorang ke dalam pasar tradisional yang terjadi di Desa Serau
lokasi yang sama. Adapun kelebihan yang dapat Barat, dapat dimaknai secara sosial, budaya dan
didapatkan dari kegiatan barter adalah tidak politik. Secara sosial dapat menjalin silaturahmi
melibatkan uang, di mana setiap orang dapat masyarakat dan saling menyatukan persepsi
menikmati setiap barang yang mereka inginkan, agama, yaitu Islam. Sebagai fungsi sosial budaya,
dengan cara ditukarkan dengan barang lainnya karena kejadiannya berulang-ulang maka tercipta
(Dalton, 1982:99; Davies, 2010). horison baru, berupa gotong royong, tempat
Dalam pandangan ekonomi, barter masih hiburan bahkan mencari jodoh. Dari segi politik,
dikategorisasikan sebagai sistem ekonomi pasar dijadikan media sosialisasi calon atau figur
tradisional yang diterapkan oleh masyarakat politik, baik lokal maupun perwakilan partai

119
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

politik (Bastian & Yusuf, 2017: 95-105). Apa yang melihat interaksi sosial antar ummat beragama,
ditemukan oleh Bastian dan Yusuf sangat berbeda diketahui bahwa orang pesisir beragama Islam
yang terjadi di Labala, bahwa di Desa Tasik Serai dan orang pegunungan beragama Kristiani.
Barat pasar dilakukan dengan menggunakan tukar Dengan adanya pasar barter maka terjalin interaksi
menukar barang dan jasa menggunakan uang, sosial, budaya dan terpenting keagamaan. Terjadi
sedangkan di Labala masih menggunakan barter. harmoni dalam sebuah perbedaan, barter dapat
Secara natural Labala menjadi tempat yang indah mempersatukan antar ummat yang berbeda agama.
bagi melestarikan kebudayaan, mereka bergerak Teknik pengumpulan data melalui observasi
atas dasar kebudayaan dengan mempertahankan dengan mendatangi pasar dan memperhatikan
kebudayaan masyarakat lokal. Jadi budaya kebersamaan dan transaksi yang terjadi. Observasi
dijadikan sebagai alat pemersatu, melalui media dilakukan mulai dari pertengahan Maret hingga
pasar barter. akhir Mei 2019. Setelah observasi, melakukan
Barter yang dibahas penelitian sebelumnya wawancara kepada pelaku barter yang masing-
lebih banyak mengkaji persoalan barter sebagai masing diwakili oleh Ahmad dan Muhammad
kegiatan kekeluargaan dan ekonomi, tetapi Samin dari pesisir dan Ibrahim dari pegunungan,
penulis mencoba mendalami persoalan budaya. selain itu melakukan wawancara dengan mandor
Dengan mempertahankan tradisi dari nenek pasar bernama Franz. Keduanya profesi ini
moyang dan menjalin silaturahmi antar ummat merupakan orang banyak terlibat dalam aktivitas
beragama, maka barter terus menjadi budaya barter yang terjadi di daerah itu. Data yang
pada masyarakat Labala dan terus terjadi sampai didapatkan kemudian diolah sedemikian rupa,
sekarang ini. melalui reduksi data yakni kegiatan merangkum
berbagai catatan lapangan yang telah dibuat
C. METODE dan memilahnya sesuai dengan permasalahan
Artikel ini bersifat kualitatif. Dalam hal ini, penelitian. Selanjutnya data display yakni dibuat
metode ini menggunakan pisau analisis yang dengan maksud untuk memudahkan melihat
dapat menjelaskan peristiwa, fenomena, sikap, gambaran hasil penelitian secara keseluruhan.
filosofis dan pemikiran seseorang atau kelompok Terakhir, menarik kesimpulan, yakni dibuat sesuai
orang. Menurut Strauss dan Corbin, penelitian dengan reduksi data dan display data (Ahmadin,
kualitatif dapat menghasilkan penemuan- 2013: 109-110; Miles & Huberman, 1994).
penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh)
dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik D. HASIL DAN PEMBAHASAN
atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan Lokasi penelitian berada di Desa Labala
untuk meneliti tentang kehidupan masyarakat, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata,
sejarah, tingkahlaku, fungsionalisasi organisasi, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten
aktivitas sosial, dan lain-lain (Strauss & Corbin, Lembata diapit oleh laut dan selat, sebelah Utara
1997: 70). laut Flores, sebelah Selatan Laut Sawu, sebelah
Salah satu alasan menggunakan pendekatan Timur Selat Merica, dan sebelah Barat Selat
kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana Boleng dan Selat Lamakera. Dapat digambarkan
metode ini dapat digunakan untuk menemukan sebagai berikut:
dan memahami apa yang tersembunyi di balik
fenomena yang seringkali sulit diungkap secara
tuntas. Penulis memilih penelitian di Labala,
Nusa Tenggara Timur untuk melihat budaya
barter masyarakat antara orang yang tinggal di
pesisir dan pegunungan. Hal ini cocok untuk

120
Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa Tenggara Timur

Gambar 1. Peta Kabupaten Lembata1

Kabupaten Lembata adalah salah satu nama terletak dibagian barat Kabupaten Alor Lapang
dari gugus kepulauan Flores. Tetapi sebelum di dan Batang (dua pulau kosong tak berpenghuni)
kenal dengan nama Lembata, dahulu pada masa yang terletak dibagian barat pulau Alor dan bagian
Pemerintahan Hindia Belanda hingga kini dikenal timur ke utara dari pulau Lembata. Lepanbata atau
dalam peta Indonesia dengan istilah “Pulau Lapang dan Batang menurut orang Alor adalah
Lomblen”. Pada tanggal 24 juni 1967 di lakukan dua bua pulau tak berpenghuni. Lapang artinya
musyawarah kerja luar biasa panitia pembentukan datar atau rata seperti lapangan sedangkan Batang
Kabupaten Lembata yang diselenggarakan di artinya tinggi. Kedua pulau ini memiliki kekayaan
Lewoleba yang kemudian mengukuhkan nama alam yaitu rumput laut.
Lembata. Pengukuhan nama “Lembata” ini Desa Labala dapat sebut juga istilah Leworaja.
sesuai sejarah asal masyarakatnya dari pulau Desa yang dalam bahasa lamaholot dibagi menjadi
“Lepanbatan”, sehingga mulai 1 juli 1967 sebutan 2 kata yang berarti (Lewo= Kampung; Raja=
untuk penduduk yang semula “Orang Lomblen” Raja) jadi kampung yang dipimpin oleh seorang
berubah menjadi “Orang Lembata”. raja. Berawal dari bencana tsunami yang melanda
Lahirnya pulau Lembata di perkirakan pada lepe bate maka raja beserta penduduk secara
tahun 1400 ketika terjadi zaman Gletzer yaitu besar-besaran meninggalkan pulau tersebut untuk
zaman di mana mencairnya es di kutub sehingga menyelamatkan diri melalui jalur laut menuju ke
banyak pulau yang tenggelam dan kemudian arah barat. Sebagai tempat persinggahan pertama
penduduknya migran ke berbagai daerah untuk raja dan sebagian masyarakatnya (ribu ratu)
mencari tempat tinggal yang baru. Dalam adalah Lewololo (sekarang Tanjung Leworaja).
penuturan sejarah dari Leo Boli Ladjar, orang Seiring dengan berjalannya waktu, lewololo
Lembata sebenarnya bermigran dari dua pulau berkembang menajdi kampung yang besar dan
yaitu pulau Lampang dan pulau Batang yang makmur dibawah pimpinan Bapak Raja Mayeli.
Melihat perkembangan kampung lewololo yang
1 Sumber: https://sultansinindonesieblog.wordpress. begitu pesat sehingga banyak lewo yang penasaran
com /lembata-island /raja-of-labala-lembata /
diakses Senin, 30 September 2019 dan timbul pertanyaan apakah keistimewaan

121
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

lewololo sehingga begitu besar, makmur, dan Hal ini dibuktikan oleh penuturan salah satu
di segani, berawal dari rasa penasaran dan hal informan peneliti yang bernama Muhammad
lain itulah terjadi perang antara paji dan demon. Samin yang mengatakan bahwa menurut cerita
Dalam peperangan itu lewololo sangat tangguh orang tua, lahirnya pasar barter ini dulunya dari
dan sangat susah untuk ditaklukan. Sehingga para zaman Belanda, sekitar tahun 1870-an, orang
musuh mencari letak kelemahan lewololo, pada Belanda mengistilahkan blasting atau bayar
saat itulah seorang pemuda lewololo bernama pajak, lalu jika mereka (masyarakat) tidak
Heli sele membocorkan rahasia kekuatan mampu membayar pajak atau itu bea, mereka
lewololo yang terletak ditengah kampung (Neme (masyarakat) membawa hasil tangkapannya dan
Tuke) yang dijaga oleh seekor ular besar (Kreme). panennya. Sehingga jika orang gunung tidak
Kreme tersebut akhirnya dibunuh maka lewololo mampu membayar pajak maka mereka turun dari
dibumi hanguskan (dibakar) oleh musuh. sini terus kerja jalan, kebetulan bekalnya mereka
itu bawa makanan seperti jagung, ubi dan lain-
2. Masyarakat di Labala Memaknai Barter lain, itulah dijadikan makanan (bekal), lalu orang
Masyarakat Labala menjadikan barter pesisir menangkap ikan, kemudian dijadikan bekal
sebagai salah satu warisan nenek moyang yang juga dan di makan bersama-sama.2 Setelah itu
harus dijaga dilestarikan. Pasar barter yang mereka menyepakati setiap hari rabu membawa
ada di Desa Labala ini tidak bisa dihilangkan ubi, pisang, jagung, ikan supaya saling tukar
karna ada cerita dan makna tersendiri sampai menukar, nah itu sejarah awalnya.
terbentuknya pasar barter tersebut. Adapun nilai Semisal ikannya tu ade (ikan kecil), jadi
tukar prodak (barang) pada saat transaksi barter orang gunung ini bawa pisang, ubi, jagung dan
bermacam-macam tergantung musim, jika orang sayur mayur, itu mereka saling tukar menukar
pesisir mendapat ikan yang lebih dari hasil dengan ikan yang sebesar dengan tangan kita, itu
tangkapannya maka yang di barterkan akan lebih saling tukar menukar barang. Jadi ikan itu cocok
banyak dibandingkan nilai tukar oleh orang-orang sama buah apa begitu, misalnya monga rua,
pegunungan, begitupun sebaliknya. Namun nilai monga itu bahasa daerah Labala yang artinya 1
tukar yang biasa di lakukan oleh masyarakat monga = 6 buah, jadi kalo dua monga jadinya 12
Labala yaitu jika orang pesisir menukar dengan 6 (duabelas), apabila 1 monga setengah lusin, jadi
ekor ikan maka orang gunung menukar barangnya terjadilah saling tawar menawar, misalnya ikan
dengan 1 monga (monga= 6 buah/ setengah lusin) dari pesisir cocoknya dengan 1 monga pisang,
pisang. Proses transaksi tukar menukar barang jadi setelah mereka sepakat baru terjadilah barter
juga tidak bisa berlangsung apabila belum ada atau tukar menukar. Jadi sangat tergantung pada
kesepakatan antara dua belah pihak yaitu antara persediaan barang, jika ikan banyak maka ikan
orang gunung dan juga orang pesisir pantai, yang tadinya satu monga bisa di tukar menjadi
sampai ada kesepakatan antara dua belah pihak dua monga, jika ikan sedikit maka bisa ikan itu
terlebih dahulu baru terjadilah barter atau tukar jadinya satu monga ditukar dengan satu monga
menukar barang. pisang atau ubi dan jagung. Namun sekarang bisa
Nilai tukar dalam proses transaksi barter tidak ditukar juga dengan garam.3
tetap, tergantung musim dan keuntungan yang di Berdasarkan data di atas, Muhammad
dapat dari hasil tangkapan dan juga hasil panen. Samin mengatakan bahwa pada mulanya barter
Jika masyarakat pesisir mendapat keuntungan itu muncul dikarenakan adanya sistem bayar
yang lebih dari hasil tangkapannya maka besar pajak yang dilakukan oleh orang-orang belanda
kemungkinan nilai tukarnya bisa lebih dari
yang disepakati, begitupun dengan masyarakat 2 Wawancara dengan Muhammad Samin, tokoh
pegunungan, jika hasil panen melonjak maka nilai masyarakat Labala, 7 Maret 2019.
tukar nya pun bisa lebih dari yang disepakati. 3 Wawancara dengan Muhammad Samin, tokoh
masyarakat Labala, 7 Maret 2019

122
Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa Tenggara Timur

pada zaman dahulu dalam pembuatan jalan lainnya. Mempunyai banyak kelemahan. Yang
raya. Masyarakat pegunungan dan pesisir pantai akhirnya mendorong manusia untuk berpikir
sering membawa bekal (makanan) mereka untuk dan membuat sistem yang lebih baik dari barter
di makan pada saat selesai bekerja, dan apabila untuk memudahkan perdagangan. Setelah
orang belanda melakukan pajak dan masyarakat manusia berhasil menemukan uang sebagai
Labala yakni orang gunung dan juga pantai tidak alat pembayaran utama. Sistem barter tidak lagi
bisa membayarnya maka mereka menukarnya digunakan di masyarakat umum. Akan tetapi
dengan hasil panen maupun hasil tangkapan ada sebagian orang teguh pendirian yang tetap
seperti pisang, ubi, jagung dan juga ikan. Lalu menggunakan sistem ini, walaupun jumlahnya
kemudian muncullah kesepakatan antara kedua sangat kecil (Elannor, 2019). Syarat utama
belah pihak (orang gunung dan juga pesisir pantai) terjadinya barter adalah, bahwa orang yang akan
untuk menetapkan bahwa tiap hari rabu diadakan saling tukar barang, mereka saling membutuhkan.
barter, tukar menukar barang yang di bawah oleh Dalam barter sendiri terdapat beberapa kesulitan
orang gunung dan juga orang pantai. Adapun nilai bagi orang yang menggunakannya, diantara
tukar yang dilakukan pada saat proses transaksi kesulitan barter adalah sulit menemukan barang
barter yaitu jika 6 ekor ikan sebesar tangan di untuk kebutuhan yang mendesak, sulit menentukan
tukar dengan pisang 6 buah atau masyarakat perbandingan barang yang ditukarkan dan sulit
disana (Labala) menyebutnya dengan sebutan 1 memenuhi kebutuhan yang bermacam-macam
monga (monga =setengah lusin) (Wawancara. (Riyanti, 2016).
Muhammad Samin. Labala. 7 Maret 2019). Dalam literatur lain disebutkan bahwa
Namun selain menukar hasil panen maupun hasil ada 5 kelemahan perdagangan barter, yaitu: (a)
tangkapan di laut, masyarakat Labala kadang juga Perekonomian Barter memerlukan kehendak
sering menukar dengan menggunakan garam. ganda yang selaras, adalah tiap pihak yang
ingin melakukan pertukaran memiliki barang
3. Proses Barter di Labala, Nusa Tenggara yang diingini pihak lain, dan mencari barang
Timur yang dimiliki pihak lain; (b) Penentuan harga
Pasar lahir dari keinginan beberapa orang sukar dilakukan, karena dalam sistem barter
untuk memperoleh kebutuhan. Pada mulanya cara menentukan harga sebagaimana dalam
transaksi di pasar dilakukan dengan tukar- satuan uang tak dapat dilakukan; (c) Membatasi
menukar barang yang dimiliki dengan barang pilihan pembeli, apabila dilakukan secara barter,
yang dikehendaki. Misalnya petani, peternak dan seorang pembeli akan terikat kepada syarat yang
nelayan terjadi pertukaran hasil produksi mereka ditentukan pihak lain yang menginginkan barang
masing-masing. Tadinya pertukaran terjadi secara yang dimilikinya; (d) Menyulitkan pembayaran
alamiah, dimana saja. Lama kelamaan terjadi tertunda, dalam sistem barter penjualan kredit
kesepakatan untuk menentukan suatu lokasi akan dibayar dalam bentuk barang juga dan ini
menjadi pusat barter. Perkembangan berikutnya akan menyulitkan pedagang karena keharusan
transaksi dilakukan dengan mata uang dengan untuk menentukan barang pembayaran dan
nilai tertentu sehingga masyarakat yang tidak dibuatnya perjanjian mengenai mutu barang
memiliki barang pun bisa membelinya (Malano, tersebut; (e) Tukar menyimpan kekayaan, karena
2013: 60). kekayaan harus disimpan dalam bentuk barang
Barter dapat diartikan sebagai sebuah tukar dan kekayaan tersebut memerlukan tempat dan
menukar, tanpa menggunakan uang dan alat biaya untuk menyimpannya (Sukirno, 2004).
pembayaran. Kerugian yang dapat diterima Adapun proses barter di Labala dapat dilihat dari
apabila menggunakan sistem barter, dapat skema berikut ini:
dilihat dari sulitnya seseorang mendapatkan
yang saling membutuhkan barang satu sama

123
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

Gambar 1. Skema Barter di Labala Nusa Tengara Timur


Sumber: Hasil olahan data, 2019

Dari skema di atas tergambar bahwa proses itulah tanda barter akan dimulai.4 Hal tersebut
barter antar wilayah Selatan Pulau Lembata dimaksudkan agar tidak ada yang mendominasi
di tengah globalisasi tidak hanya berdimensi pasar pada saat pasar belum dimulai. Seseorang
ekonomi tetapi mewujud tolerasi agama dan seenaknya saja memilih apa yang mereka suka,
sosial. Dapat dilihat dari barter yang terjadi antara tetapi berdasarkan instruksi dari Mandor yang
wilayah pegunungan dengan wilayah pesisir yang sudah disepakati oleh masyarakat Labala
memiliki keyakinan berbeda, yaitu antara Agama
Kristen dengan Agama Islam. 4. Cara Masyarakat di Labala dalam
Proses pasar barter yang ada di Desa Labala Membandingkan Pasar Barter dan Non
ini juga terbilang cukup unik, karena sebelum Barter
pasar barter di laksanakan ada petugas khusus Secara umum, pasar-pasar di Indonesia saat
yang terlebih dahulu meniup peluit atau semacam ini sedang mengalami suatu kemajuan. Dari mulai
aba-aba khusus bahwa pasar siap untuk dilakukan pasar Tradisional, sekarang kita sudah mengenal
barter atau tukar menukar barang. Selain pasar yang namanya pasar modern. Itu semua ada
barter, ada juga pasar non barter yang ada di karena kita tidak terlepas dari perkembangan
tempat tersebut, jadi ada waktu khusus yang globalisasi. Indonesia sendiri adalah negara yang
diberikan untuk masyarakat Labala khususnya bisa dikatakan sebagai negara yang menganut
orang pantai dan juga orang gunung untuk saling ekonomi kerakyatan. Hal ini dikarenakan terdapat
tukar menukar barang. Pada saat proses pasar banyaknya pasar tradisional yang terdapat di
barter berlangsung, orang pantai dan juga orang berbagai daerah di Indonesia.
gunung tidak langsung untuk menukar barang Pasar tradisional dijadikan sebagai barometer
dagangannya, ada semacam kesepakatan terlebih ekonomi kerakyatan, setiap daerah baik kabupaten
dahulu. maupun kota tentunya memiliki pasar tradisional.
Franz seorang mandor pasar menyampaikan Perlu diketahui bersama juga bahwa pada
apabila ingin memulai proses barter terlebih dahulu
4 Wawancara dengan Franz, mandor Pasar Labala. 4 Mei
mereka harus mendengarkan arahan berupa peliut, 2019

124
Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa Tenggara Timur

hakikatnya, pasar tradisional bergerak pada sektor Dalam konsep ekonomi mikro, pasar
informal, oleh karena itu, siapa saja memiliki dijelaskan sebagai kumpulan para penjual dan
peluang untuk mendapatkan pekerjaan di pasar. pembeli yang saling berinteraksi, saling tarik-
Untuk bekerja di tempat ini tidak dibutuhkan syarat- menarik kemudian menciptakan harga barang
syarat khusus, tidak seperti pada sektor formal, di pasar (Prianto, 2008). Pasar juga merupakan
seperti menjadi pegawai perkantoran yang cukup sebuah mekanisme pertukaran produk baik
banyak syarat-syarat formal yang harus dipenuhi berupa barang maupun jasa yang alamiah dan
untuk dapat diterima bekerja, misalnya kualifikasi telah berlangsung sejak awal peradaban manusia.
pendidikan, umur, pengalaman dan sebagainya. Berdasarkan jenisnya, pasar terbagi atas pasar
Istilah pasar pada awalnya dimaknai sebagai modern dan pasar tradisional. Keberadaan pasar
tempat bertemunya antara penjual dan pembeli tradisional dan pasar modern sudah menjadi
saling bertukaran barang. Kemudian istilah pasar bagian yang tidak terlepaskan dalam kehidupan
ini dikaitkan dengan pengertian ekonomi yaitu masyarakat. Namun yang ingin peneliti
pertemuan antara pembeli dan penjual. Pengertian bandingkan disini adalah antara pasar barter dan
ini berkembang menjadi pertemuan atau hubungan juga pasar non barter, yang mana kita ketahui
antara permintaan dan penawaran. Secara teoritis bersama bahwa pasar barter masih menggunakan
dalam ekonomi, pasar menggambarkan semua transaksi dengan cara atau metode lama yaitu
pembeli dan penjual yang terlibat dalam transaksi barang dengan barang, dan pasar-pasar tradisonal
aktual atau potensial terhadap barang atau jasa pada umumnya sudah menggunakan uang sebagai
yang ditawarkan (Assauri, 2004). alat transaksi jual-belinya.

Gambar: Barter di Desa Labala Kecamatan Wulondoni, Nusa Tenggara Timur.5

5 Di Pasar Barter Labala Kutemukan Cinta dan Toleransi. https://www.kompasiana.com/ muhammadbaran/


5835350d907e614a0b86da26/di-pasar-barter-labala-kutemukan-cinta-dan-toleransi?page=all. Diunduh 30 Agustus 2019.

125
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

Gambar di atas menujukkan proses barter transaksinya yang mana jika pada pasar barter
yang terjadi, Ibrahim menyampaikan bahwa masih menggunakan barang dengan barang maka
proses barter tentu menggunakan transaksi barang pasar non barter atau tradisional pada umumnya
to barang yang dipimpin langsung oleh mandor. sudah menggunakan uang. Kedua, sebelum
Dalam hal ini, Mandor juga memiliki upah setiap dilaksanakan barter, ada petugas khusus atau
melakukan barter.6 mandor pasar yang ditugaskan untuk meniup
Pemaparan dari Ibrahim bahwa letak peluit terlebih dahulu sebagai pemimpin jalannya
perbedaan dari pasar barter dan juga non barter pasar, sedangkan pada pasar non barter atau
yang lebih menonjol adalah pada saat transaksinya, tradisional tidak ditemukan mandor pasar, penjual
jika pada barter masih menggunakan barang, maupun pembeli sesuka hati dalam melakukan
sedangkan non barter atau pasar tradisional transaksi jual-beli. Ketiga, masalah waktu, pasar
pada umumnya sudah menggunakan uang, dan barter dibatasi dengan waktu yaitu dimulai pada
kemudian perbandingan yang paling mendasar jam 10-11 hingga selesai duhur, jika pada pasar
lagi ialah saat dimulainya pasar barter. Apabila tradisional dari pagi hingga sore tidak dibatasi
pasar barter harus terlebih dahulu menunggu oleh waktu.9
aba-aba dari mandor pasar, maka pada pasar non
barter (tradisional) orang-orang bebas melakukan 5. Cara Bertahan Masyarakat di Selatan
transaksi jual-beli. Pulau Lembata Terhadap Arus Globalisasi
Senada yang disampaikan oleh Ahmad yang Pasar
membandingkan pasar barter dengan non barter, Menurut Brian Berry pasar adalah suatu
dapat dilihat semisal dari segi transaksinya, jika tempat di mana terjadi proses tukar menukar.
barter dengan barang, sedangkan pasar tradisional Proses ini dapat berlangsung jika sejumlah
pada umumnya itu menggunakan uang. Lalu penjual dan pembeli berkomunikasi satu sama
kemudian waktu pelaksanaan barter juga dibatasi, lain dan berakhir dengan keputusan untuk
dari jam 10, 11-an begitu sampai selesai duhur, memindahtangankan barang-barang yang
apabila pasar tradisional yah dari pagi sampai diperjualbelikan tersebut kepada pembeli (Berry,
sore. Lebih uniknya di pasar barter ini ada mandor 1967a:30-31, 1976). Sementara itu Geertz
pasar yang ditugaskan khsusus untuk mengatur berpendapat bahwasanya pasar adalah lingkungan
jalannya pasar barter.7 yang dari sudut pandangnya merupakan gejala
Berdasarkan data yang disampaikan oleh alami dan juga gejala kebudayaan dan keseluruhan
Ahmad, perbandingan antara pasar barter dan non dari kehidupannya dibentuk oleh pasar itu (Berry,
barter dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni 1967b; Geertz, 1989)
yang pertama, dari segi transaksinya, pasar barter Pasar-pasar di Indonesia saat ini sedang
dalam proses transaksi masih menggunakan mengalami suatu kemajuan. Dari mulai pasar
barang dengan barang, sedangkan pasar pada Tradisional, sekarang kita sudah mengenal yang
umumnya sudah menggunakan uang. Kedua, dari namanya pasar modern. Itu semua ada karena kita
segi waktu pelaksanan barter yang mana pada tidak terlepas dari globalisasi. Indonesia sendiri
pasar barter dimulai antara jam 10 atau 11 hingga adalah negara yang bisa dikatakan sebagai negara
selesai duhur, dan pasar pada umumnya dari pagi yang menganut ekonomi kerakyatan. Hal ini
hingga sore dan tidak dibatasi oleh waktu.8 dikarenakan terdapat banyaknya pasar tradisional
Perbandingan antara pasar barter dan yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia.
non barter (tradisional) adalah terletak dari Apabila membahas globalisasi berarti
beberapa segi yakni: pertama, pada saat proses kita berbicara tentang sesuatu yang canggih,
modern dan transaksi sudah menggunakan uang.
6 Wawancara Ahmad, tokoh Desa Labala. 5 Mei 2019
Perkembangan pada suatu zaman akan mendorong
7 Wawancara Ahmad, tokoh Desa Labala. 5 Mei 2019.
8 Wawancara Ahmad, tokoh Desa Labala. 5 Mei 2019. 9 Wawancara Ahmad, tokoh Desa Labala. 5 Mei 2019

126
Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa Tenggara Timur

terjadinya suatu perubahan-perubahan dalam hal terhadap barang yang dimiliki oleh masing-
pada segala bidang, termasuk misalnya dalam masing pihak.
hal kebudayaan. Secara tidak langsung, mau atau c. Melakukan strategi negosiasi harga kesulitan
tidak mau kebudayaan dalam suatu kelompok atau kelemahan dalam sistem barter adalah
akan terjadi pergeseran. Dalam waktu cepat atau penentuan harga yang sulit dilakukan, namun
lambat tentu akan menghadirkan suatu konflik dengan adanya negosiasi penetuan harga
antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya tersebut dapat dilakukan.
yang menghendaki adanya suatu perubahan. d. Adanya perjanjian tidak tertulis dan tidak
Dengan adanya pemikiran bahwa zaman sekarang mengikat di antara para pedagang. Tanpa
ini sudah tidak sesuai dengan zaman yang dahulu disadari adanya perjanjian tidak tertulis dan
mereka hadapi, hal tersebutlah yang memunculkan tidak mengikat di antara para pedagang untuk
pemikiran untuk menginginkan adanya suatu melakukan barter, ini tersurat dari perkataan
perubahan. mereka antara satu sama lain ketika telah
Tidak menuntut suatu kemungkinan yang melakukan barter.
sekarang terjadi pada masyarakat Labala yang Globalisasi tidak dapat dielakkan tetapi perlu
masih menggunakan system barter lambat laun dipertahankan nilai-nilai lokal negara kita. Berpikir
akan tergantikan dengan uang sebagai alat global bertindak lokal. Beberapa argumen di atas
tukar. Karena akan adanya beberapa pelaku akan mendorong para pihak untuk melakukan
atau masyarakat yang mempunyai pembaharuan transksi kembali meskipun tidak ada keharusan
pemikiran bahwa dengan menggunakan uang untuk melakukannya. Tanpa mereka sadari,
transaksi akan lebih cepat dan akan berguna. sebenarnya strategi itu sudah mereka jalankan
Berbeda apabila dengan transaksi barter tidak sejak dulu sebagaimana dengan kebudayaan yang
efektif lagi untuk dilakukan. Hal yang seperti ini ada. Menurut R. Linton, budaya dapat dimaknai
tentunya dipengaruhi oleh budaya modern saat sebagai konfigurasi dan hasil tingkah laku yang
ini. dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung
Terdapat beberapa strategi yang sebenarnya dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya
ada pada saat mereka melakukan transaksi (Linton, 2005:30).
tersebut, diantaranya adalah: Hampir di pelosok desa manapun jarang
a. Tetap melakukan praktik barter antar Sesama kita jumpai pasar yang masih menggunakan
Pedagang. Hal tersebut dilakukan agar sistem barter atau tukar menukar barang. Hanya
mempertahankan praktik jual beli barter sebagian besar saja yang masih menerapkan
tersebut, salah satu strategi yang dilakukan sistem barter. Salah satunya di Desa Labala,
para pedagang adalah dengan cara melakukan yang mana hingga saat ini di era yang serba
terus menerus praktik barter tersebut, modern masih diberlakukan pasar barter dan
walaupun tidak sering dilakukan, dalam arti bahkan tetap eksis hingga saat ini dan tidak
kata kain, meskipun tidak dilakukan dengan pudar ditelan zaman. Masyarakat di Desa Labala
pembeli pada umumnya, akan tetapi mereka sangat menjaga warisan yang di bawah oleh
tetap akan melakukan praktik barter tersebut nenek moyang pada zaman dahulu, disamping
di antara sesama pedagang. itu mereka percaya bahwa dengan adanya pasar
b. Penawaran terhadap barang yang diinginkan/ barter dapat memperkuat tali persaudaraan antar
diperlukan. Menawarkan barang yang umat beragama.
menjadi kebutuhan mereka, dengan gantian
barang yang diperlukan juga. Dalam arti kata E. PENUTUP
lain pemenuhan terhadap kehendak ganda, Berdasarkan hasil pembahasan dalam
dimana kedua belah pihak yang melakukan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis
barter bertujuan untuk memenuhi keinginan dapat menyimpulkan bahwa budaya barter

127
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

Labala sudah ada sejak zaman dahulu pada DAFTAR PUSTAKA


masa penjajahan Belanda. Adanya pasar barter Ahimsa-Putra, H. S. 1986. Strategi Beradaptasi
dikarenakan diberlakukan pembayaran pajak oleh Penjual sate Ayam dari Madura. Pendekatan
Belanda kepada Masyarakat Labala yang akhirnya Etno Sains, Dalam Bulletin Antropo1ogiNo,
disepakati oleh orang-orang di Desa Labala bahwa 1, 1–7.
setiap hari rabu diadakan pasar barter. Di samping
untuk menjaga warisan dari nenek moyang, ________. 2003. Ekonomi moral, rasional, dan
pasar barter ini juga dipercaya sebagai alat untuk politik dalam industri kecil di Jawa: esei-esei
menjaga tali persaudaraan sosial, budaya dan antar antropologi ekonomi. Kepel Press
umat beragama. Maka dari itu masyarakat Labala Ahmadin. 2004. Metode Penelitian Sosial.
tetap menjaga atau mempertahankan pasar barter Rayhan Intermedia.
meskipun ditengah derasnya arus globalisasi.
Ahmadin, A. 2016. Nusa Selayar: Sejarah dan
Masyarakat Labala selalu tanamkan dalam pikiran
Kebudayaan Masyarakat di Kawasan Timur
bahwa hanya dipasar barterlah masyarakat dapat
Nusantara. Makassar: Rayhan Intermedia.
saling berinteraksi tanpa ada sekat dan perbedaan
didalamnya. Kemudian dengan sistem barter juga Aliyah, H., & Indra, I. 2017. Dampak Globalisasi
menjadi daya tarik dan keunikan tersendiri bagi Perdagangan Terhadap Tingkat Kesejahteraan
masyarakat Labala. Negara-negara Berpenduduk Muslim.
Salah satu objek Pemajuan Kebudayaan Esensi: Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 7(1),
adalah adat istiadat. Budaya Barter di Labala 99–110.
merupakan sebuah tradisi turun temurun yang Andri Kisroh Sunyigono. 2010. Pemakaian
perlu dipertahankan. Dari adat istiadat barter Sistem Barter Pada Warga NTT (pada
dapat tercipta harmoni sosial, ekonomi dan agama. masyarakat NTT daerah desa Alor dan Dili
Jadi kurang lengkap rasanya membicangkan Nusa Tenggara Timur). Jakarta.
kebudayaan tanpa menghadirkan masyarakat
Assauri, S. 2004. Manajemen pemasaran. Jakarta:
yang hidup dan menghidupkan keluarga dari
Rajawali Press.
budaya Barter di Labala, Selatan Pulau Lembata,
Nusa Tenggara Timur. Apa yang telah dilakukan Bastian, A., & Yusuf, Y. 2017. Fungsi Sosial
oleh masyarakat yang tinggal di Labala menjadi Pasar Rakyat Bagi Masyarakat Desa Tasik
sebuah horison yang kaya akan penanaman nilai Serai Barat Kecamatan Pinggir Kabupaten
budaya yang dapat mereduksi konflik sosial, Bengkalis. Jurnal Online Mahasiswa
budaya dan agama melalui budaya pasar. Pasar Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
diciptakan bukan hanya untuk mengakumulasi Universitas Riau, 4(1), 1–12.
modal tetapi yang terpenting adalah terciptanya
Berry, B. J. L. 1967a. Geography of market
harmoni budaya dan jalinan kebersamaan antar
centers and retail distribution. Prentice Hall.
ummat beragama. Apabila di Inggris sepakbola
dapat memecahkan konflik, di Indonesia, terutama _________. 1967b. Urbanization and counter-
yang tinggal di daerah Labala, Barter menjadi urbanization (Vol. 11). SAGE Publications,
alat pemersatu. Sebagai peneliti dan orang lahir Incorporated.
ditempat penelitian, perlu kiranya konsep ini Dalton, G. 1982. Barter. Journal of Economic
dapat dikembangkan di tempat lain melalui Balai Issues, 16(1), 181–190.
Pelestarian dan Nilai Budaya (BPNB) dibeberapa
Davies, G. 2010. History of money. University of
tempat yang sesuai dengan konsep budaya yang
Wales Press.
dikembangkan.
Di Pasar Barter Labala Kutemukan Cinta dan
Toleransi. https://www.kompasiana.com/

128
Salmiati, Abdil Rahman, Rifal, Ahmadin, Budaya Barter dalam Pusaran Globalisasi Pasar: Kasus Desa Labala, Nusa Tenggara Timur

muhammadbaran/5835350d907e614a0b86 Narasumber
da26/di-pasar-barter-labala-kutemukan-
Franz, mandor Pasar Labala, Desa Labala. 4 Mei
cinta-dan-toleransi?page=all. Diunduh 30
2019
Agustus 2019.
Muhammad Samin. tokoh masyarakat Desa
Elannor, C. M. V. A. 2019. “Etnomatematika
Labala. 7 Maret 2019
Dalam Pasar Barter Di Kecamatan Wulan­
doni, Lembata, Flores, Nusa Tenggara Ahmad, tokohn masyarakat Desa Labala. 5 Mei
Timur”. Prosiding Sendika, 5(1). 2019

Geertz, C. 1989. Penjaja dan Raja, terjemahan S. Ibrahim. tokoh masyarakat Desa Labala. 23 Maret
Supomo. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2019

Lembata Island. https://sultansinindonesi eblog.


wordpress.com/lembata-island/raja-of-
labala-lembata/ diunduh, 30 Agustus 2019
Linton, R. 2005. Latar Belakang Kebudayaan
dari Kepribadian. Terj. Fuad Hasan, Usaha
Penerbit Jaya sakti, Jakarta.
Malano, H. 2013. Selamatkan pasar tradisional.
Gramedia Pustaka Utama.
Miles, M., & Huberman, A. 1994. Miles and
Huberman Chapter 2. In Qualitative Data
Analysis.
Prianto, A. 2008. Ekonomi Mikro. Malang:
SETARA Press.
Riyanti, U. 2016. Jual beli barter dalam perspektif
ekonomi syariah (studi pada masyarakat
Desa Sebangau Permai Kecamatan
Sebangau Kuala Kabupaten Pulang Pisau).
IAIN Palangka Raya.
Strauss, A., & Corbin, J. 1997. Dasar-dasar
Penelitian Kualitatif, Prosedur, Teknik dan
Teori Grounded. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Sukirno, S. 2004. Teori Pengantar Makro Ekonomi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Waters, M. 1995. globalization Routledge. London
and New York, 3, P2–P7.
Yuniarto, P. R. 2016. Masalah globalisasi di
Indonesia: Antara kepentingan, kebijakan,
dan tantangan. Jurnal Kajian Wilayah, 5(1),
67–95.

129
Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Nomor 2, Desember 2019

130

You might also like