Upaya Rehabilitasi Sosial Dalam Penanganan Gelanda

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328881814

UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN


PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA

Article  in  Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial · April 2015


DOI: 10.7454/jurnalkessos.v16i1.67

CITATIONS READS

2 507

2 authors, including:

Getar Hati
University of Indonesia
8 PUBLICATIONS   5 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Getar Hati on 15 March 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 16, NOMOR 1, APRIL 2015, 60-73

UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN


GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI
DKI JAKARTA

Astrini Merlindha1
Getar Hati2

ABSTRAK
Artikel ini membahas upaya Rehabilitasi Sosial dalam Penanganan Gelandangan dan Pengemis
di Provinsi DKI Jakarta pada Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya (PSBI BD) 2 Cipayung,
Jakarta Timur. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa upaya rehabilitasi sosial di PSBI BD 2 Cipayung belum maksimal sehingga gelandangan
dan pengemis di Provinsi DKI Jakarta cenderung kembali ke jalan setelah mendapatkan pembi-
naan dalam panti. Disarankan kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan panti khsusus
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis, memberikan sanksi tegas bagi gelandangan dan
pengemis yang kembali ke jalan dan meningkatkan SDM petugas panti dari segi kualitas maupun
kuantitas.

ABSTRACT
This article discusses about the social rehabilitation efforts in handling the homeless and beggars
in Jakarta at Panti sosial Bina Insani (PSBI BD 2) Cipayung. Researcher conducting a qualitative
descriptive on this study.The findings from this research show that social rehabilitation efforts in
homeshelter is not maximized so that the homeless people and beggars in Jakarta tends to return
to the street after getting coaching in this homeshalter. This research provide a recommendation to
the government to provide a homeshalter which focused for homeless and beggars social rehabili-
tation, give strict punishment to the homeless and beggars who are back on the street and increases 
quality and quantity of human resourcesservant.

KEY WORDS: Homeless, beggars, social rehabilitation

1 Alumni Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia
2 Staf Pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia

60
UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA
(ASTRINI MERLINDHA, GETAR HATI)

PENDAHULUAN menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan


pengeluaran penduduk miskin semakin mele-
Kemiskinan tidak hanya menyangkut ma-
bar. Kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah
salah ekonomi tetapi juga menyangkut ke-
dan persentase tetapi ada dimensi lain yang
seluruhan aspek kehidupan manusia dalam
menjadi tolak ukur kemiskinan secara kuali-
kehidupannya. Seperti yang dikemukakan
tatif, yakni tingkat kedalaman dan keparahan
Susanto (2006) bahwa seseorang atau seke-
kemiskinan seperti yang dikemukakan Mei-
lompok masyarakat dapat menjadi miskin
kel (2014) dalam Detik Finance (2014). In-
karena berbagai faktor penyebab yang bisa
deks keparahan kemiskinan untuk perkotaan
dilihat dari dimensi karena keterbatasan ak-
hanya 0,31% sementara di daerah perdesaan
ses, pendapatan maupun pengeluaran yang
sebesar 0,57% (BPS; Maret 2014). Penyebab
subsisten, kondisi yang rentan terhadap pe-
adanya ketimpangan perbedaan tingkat kepa-
nyakit, sering terlibat di dalam utang piutang,
rahan kemiskinan di desa dan di kota menun-
maupun harus menjual barang yang dimiliki
jukkan bahwa hasil pembangunan dan pro-
untuk kebutuhan subsisten dan keadaan yang
gram pemerintah masih cenderung berpusat
darurat dan secara sosial mereka tersisih dari
di daerah perkotaan.
berbagai pusat kehidupan serta memiliki hu-
Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibu Kota
bungan yang terbatas, khususnya dalam ke-
Negara telah menjadi daerah incaran bagi
hidupan sosial di mana mereka tinggal dan
masyarakat desa. Perekonomian dan perin-
beraktivitas sehari – harinya. Keterbatasan
dustrian yang maju menjadi daya tarik bagi
dalam mengakses semua sistem sumber yang
masyarakat untuk mengadu nasib di Provinsi
bisa dimanfaatkan merupakan wujud dari pe-
DKI Jakarta. Pekerjaan dalam bidang indus-
nyebab kemiskinan yang sangat mempenga-
tri dan produksi barang dapat menampung
ruhi tingkat kemiskinan khususnya di Indo-
pekerja – pekerja yang hanya mengandal-
nesia.
kan pada keterampilan dan kekuatan tenaga
Tingkat kemiskinan di Indonesia berda-
kasar yang hanya membutuhkan fisik bukan
sarkan data BPS hingga Maret 2014 menga-
kognitif sehingga lebih banyak terdapat alter-
lami penurunan. Angka ini turun dari 11,47%
natif – alternatif untuk memperoleh pekerja-
di September 2013 menjadi 11,25% di bulan
an sesuai dengan kemampuan dan keahlian.
Maret 2014. Berikut adalah grafik kemiskin-
Namun demikian, pesatnya pembangunan
an di Indonesia sepuluh tahun terakhir.
semakin menjadi daya tarik urbanisasi yang
Grafik di atas menunjukkan angka ke-
tidak terkendali. Kaum pendatang memban-
miskinan di Indonesia Tahun 2014 menurun.
jiri kota DKI Jakarta membuat DKI Jakarta
Namun demikian, angka yang ditunjukkan
tidak mampu menampung mereka baik dari
secara kuantitiatif tersebut belum mampu
pekerjaan formal maupun informal. Kemam-
menggambarkan kondisi kemiskinan yang
puan SDM tetap menjadi faktor utama untuk
sebenarnya karena secara kualitatif kemiskin-
memenangkan kompetisi dalam memperoleh
an di Indonesia semakin parah. Seperti yang
kehidupan yang lebih baik. Umumnya kaum
dikemukakan oleh Maikel (Detik finance,
pendatang pencari kerja tersisih dari kompe-
Jan 2, 2014) bahwa tingkat kemiskinan yang
tisi tersebut karena tidak memiliki bekal pen-
ada di Indonesia semakin parah. Hal ini di-
didikan yang cukup dan keterampilan sesuai
sebabkan karena tingkat kemiskinan berada

61
JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 16, NOMOR 1, APRIL 2015, 60-73

Gambar 1. Grafik Kemiskinan Indonesia BPS Tahun 2014


Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2014

Gambar 2. Hasil Rekapitulasi Penjangkauan PMKS Jalanan


Sumber: Yanrehsos Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

dengan yang dibutuhkan. Meskipun demiki- kualitas hidup manusia semakin menurun
an, hal tersebut tidak membuat kaum penda- yang memicu terjadinya peningkatan perma-
tang untuk kembali ke daerah asalnya, me- salahan sosial di Provinsi DKI Jakarta.
lainkan mereka tetap tinggal di DKI Jakarta Masalah sosial yang semakin meningkat
(Sinaga, 2012:5). ini terakumulasi pada meningkatnya jumlah
Ketidakseimbangan wilayah untuk me- penyandang masalah kesejahteraan sosial
nampung jumlah penduduk yang semakin (PMKS) di DKI Jakarta. Penanganan ma-
bertambah tersebut tentu akan menyebabkan salah sosial PMKS (Penyandang Masalah

62
UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA
(ASTRINI MERLINDHA, GETAR HATI)

Kesejahteraan Sosial) dalam mewujudkan yang ada di dalam Panti Sosial Bina Insani
kesejahteraan sosial telah diamanatkan da- Bangun.
lam Perda DKI Jakarta Nomor 4 tahun 2013 Panti Sosial Bina Insani merupakan pan-
tentang Kesejahteraan Sosial. Dalam Perda ti penampung sementara bagi PMKS di DKI
tersebut dijelaskan bahwa “PMKS adalah Jakarta, sebelum gelandangan dan pengemis
perorangan, keluarga atau kelompok ma- mendapatkan pelayanan sosial lanjutan untuk
syarakat yang sedang mengalami hambatan mengembalikan keberfungsian sosial mereka
sosial, moral dan material baik yang berasal sesuai dengan masalah dan kebutuhannya.
dari dalam maupun dari luar dirinya sehingga Panti Sosial Bina Insani merupakan Panti
tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang menjadi unit pelaksana teknis Dinas So-
untuk memenuhi kebutuhan minimum baik sial DKI Jakarta dalam pelaksanaan penam-
jasmani, rohani maupun sosial. pungan sementara dan bimbingan sosial awal
Penyandang Masalah Kesejahteraan So- Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
sial yang paling banyak dan terus berkem- hasil penjangkauan dan penertiban di jalan.
bang di DKI Jakarta adalah PMKS jalanan. Berdasarkan kebijakan tersebut, Panti Sosial
PMKS jalanan merupakan PMKS yang harus Bina Insani merupakan unit pelaksana yang
segera ditangani karena akan berakibat pada menjadi ujung tombak keberhasilan dalam
penyimpangan norma sosial, agama, budaya, penanganan PMKS jalanan khususnya Ge-
ketertiban, keamanan, kesehatan dan lain – landangan dan Pengemis. Tugas Pokok panti
lainnya. Berikut data hasil rekapitulasi pen- adalah menyelenggarakan kegiatan pelayan-
jangkauan PMKS jalanan hingga bulan Mei an kesejahteraan sosial bagi PMKS hasil pen-
2014: jangkauan dan penertiban.
Berdasarkan data di atas, jumlah PMKS Pelayanan kesejahteraan sosial tersebut
jalanan yang paling banyak hingga Okto- meliputi kegiatan Panti untuk melakukan
ber 2014 adalah Gelandangan dengan jum- fungsinya untuk 1)Identifikasi, seleksi, mo-
lah 2.918 orang dan Pengemis 1.999 orang. tivasi dan penerimaan, 2)Penampungan se-
Gelandangan dan Pengemis merupakan je- mentara dan perawatan PMKS, 3)Asesmen,
nis PMKS yang paling sering diidentikkan 4)Pembinaan fisik dan mental, 5) Bimbingan
dengan kemiskinan. Berbagai program dan sosial, case conference, bimbingan piskolo-
kebijakan telah dilakukan pemerintah untuk gis, bimbingan hukum dan bimbingan kete-
membantu gelandangan dan pengemis dalam rampilan, 6)Penyaluran/rujukan, 7)Pembina-
memulihkan keberfungsian sosialnya. Baik an lanjut
itu program preventif, represif maupun kura- Oleh karena itu, berdasarkan tugas pokok
tif dalam sistem panti maupun nonpanti. dan fungsinya, Panti Sosial Bina Insani me-
Bentuk penanganan di atas sudah dilaku- rupakan salah satu strategi rehabilitasi social
kan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penanganan PMKS di Provinsi DKI
sebagai bentuk upaya untuk menekan jumlah Jakarta.Program dan kebijakan yang dilaku-
gelandangan dan pengemis di Ibukota. Salah kan pemerintah melalui Rehabilitasi Sosial
satu bentuk penanganan di Provinsi DKI Ja- Panti Sosial Bina Insani ini semata – mata
karta adalah model penanganan transit home untuk menyelamatkan dan memutus rantai
generasi penerus gelandangan dan membuat

63
JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 16, NOMOR 1, APRIL 2015, 60-73

agar fungsi sosial dapat kembali. Namun de- lakukan dalam penanganan gelandangan dan
mikian, kebijakan penanganan gelandangan pengemis sehingga jawaban mengenai feno-
menunjukkan realita yang jauh dari harapan. mena keluar masuk panti oleh gelandangan
Hal ini dibuktikan dengan jumlah gelandang- dan pengemis dapat terjawab dan dicarikan
an dan pengemis masih terus meningkat. solusinya.
Bahkan fenomena yang terjadi adalah ge- Dalam penelitian ini, peneliti mengguna-
landangan yang dibina cenderung kembali kan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuali-
ke masyarakat dengan menggelandang dan tatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
melakukan aktivitas seperti dulu. Penelitian mencari, mengeksplorasi, dan mendeskrip-
Priharyono (2008) mengenai keberfungsi- sikan fenomena gelandangan dan pengemis
an sosial gelandangan, pengemis dan orang secara mendalam. Melalui metode kualitatif,
terlantar menemukan bahwa kebingung- penelitian ini berusaha memahami proses re-
an dan kecemasan gelandangan, pengemis habilitasi sosial secara mendalam.
dan orang terlantar pasca rehabilitasi masih Di samping itu, dalam penelitian ini akan
sering terjadi, ketidaksiapan mental untuk mengkaji upaya rehabilitasi sosial dalam pe-
kembali di tengah – tengah masyarakat me- nanganan gelandangan dan pengemis yang
nyebabkan mereka bingung mau kemana se- bersifat holistik, belum jelas, kompleks, dan
telah mereka keluar panti. Masalah mendasar sangat dinamis sehingga pendekatan kualita-
lainnya adalah keterbatasan mereka terhadap tif dianggap metode yang paling tepat dalam
permodalan ataupun akses terhadap aset yang penelitian ini.
dapat dilakukan untuk memulai usaha karena Jenis penelitian deskriptif berupa studi ka-
bantuan stimulan yang diberikan lembaga re- sus yang dapat menggambarkan dan mema-
latif kecil. hami kondisi penelitian yang dimiliki subyek
secara keseluruhannya yang dilakukan pada
METODE suatu lokasi dan karakteristik tertentu yang
ditemukan di lapangan. Sugiyono (2005)
Penelitian mengenai rehabilitasi sosial ge-
menjelaskan bahwa studi kasus ditandai de-
landangan dan pengemis di DKI Jakarta su-
ngan kegiatan untuk mengumpulkan data
dah dikaji oleh beberapa penelitian lainnya.
dan informasi untuk menggali proses terja-
Namun, belum ada kajian mengenai peneli-
dinya peristiwa atau pengalaman aktor pada
tian di panti penampungan sementara yang
suatu kejadian secara utuh dan mendalam
merupakan pintu gerbang awal gelandangan
(Creswell, 1994:71). Selanjutnya menurut
dan pengemis mendapatkan pembinaan. De-
Denzin (1994) dalam Sugiyono (2005) dije-
ngan demikian, terdapat permasalahan yang
laskan bahwa kasus - kasus dipelajari secara
menarik untuk diteliti yaitu bagaimana upaya
mendalam dengan memperhatikan pada kon-
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis
teksnya, serta memaparkan aktivitas tersebut
di Panti Sosial Bina Insani sebagai tempat
yang terjadi secara rinci. Kasus-kasus yang
penampungan sementara dan pertama kali
ditemukan selanjutnya dikategorisasi secara
gelandangan dan pengemis mendapatkan
tipikal untuk merekonstruksi atau mendapat-
rehabilitasi sosial. Melalui penelitian ini di-
kaan pola substantif yang tepat sesuai dengan
harapkan dapat memperoleh gambaran pela-
yanan – pelayanan rehabilitasi sosial yang di-

64
UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA
(ASTRINI MERLINDHA, GETAR HATI)

konsep yang diajukan yaitu upaya rehabili- 1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globa-
tasi sosial gelandangan dan pengemis. lisasi.
2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pem-
1. Kemiskinan bangunan.
Kemiskinan merupakan kondisi dimana 3. Kemiskinan sosial.
seseorang kekurangan sumber daya untuk 4. Kemiskinan konsekuensial.
memperoleh berbagai jenis pelayanan atau
2. Gelandangan dan Pengemis
mengalami berbagai hambatan untuk ikut
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ke- Kemunculan gelandangan dan pengemis
masyarakatan sehingga terbatas dalam meng- bukan semata – mata karena masalah eko-
akses fasilitas yang umumnya berlaku dima- nomi. Dalam perspektif psikologi, Kartono
syarakat dimana mereka berasal (Saunders, (1997) dalam Mugiono (2008) mengemuka-
2005). kan faktor dominan yang mempengaruhi se-
Secara konseptual, (Suharto,2005:17) seorang menggelandang adalah sikap mental
menjelaskan bahwa kemiskinan disebabkan individu dalam melakukan penyesuaian diri
oleh 4 (empat) faktor, yang terkait dengan as- diberbagai situasi. Gangguan emosional dan
pek sebagai berikut: kekalutan mental banyak muncul pada masa
1. Faktor Individual. Orang miskin disebab- transisi dimana terjadi perubahan tatanan
kan oleh perilaku, pilihan, atau kemampu- budaya, misalnya dari era agraris menuju
an dari si miskin itu sendiri dalam meng- era industrialisasi. Vembriarto(1977) dalam
hadapi kehidupannya. Argo(1999) mengemukakan bahwa faktor
2. Faktor Sosial. Dalam hal ini, kondisi-kon- menggelandang bisa pula terjadi karena hasil
disi lingkungan sosial yang menjebak se- interaksi antara warisan organis (gangguan
seorang menjadi miskin. fisik), warisan sosial dan pengalaman hidup
3. Faktor Kultural. Dalam hal ini, kondisi yang unik
atau kualitas budaya yang menyebabkan Berbagai keterbatasan yang dihadapi
kemiskinan. Sikap-sikap negatif seperti gelandangan dan pengemis membuat me-
malas, fatalisme, atau menyerah pada na- reka sulit bangkit dan hidup mandiri untuk
sib, tidak memiliki jiwa wira usaha, dan mendapatkan kualitas hidup yang normatif.
kurang menghormati etos kerja, sering Alkostar (1984) menyatakan bahwa komu-
ditemukan pada diri orang-orang miskin. nitas gelandangan disebabkan karena keti-
4. Faktor Struktural. Dalam hal ini, menun- dakmampuan dalam melakukan penyesuai-
juk pada struktur atau sistem yang tidak an diri dalam kehidupan normatif, sehingga
adil dan tidak sensitif, sehingga menye- mereka terpinggirkan. Ketidakmampuan dan
babkan seseorang atau sekelompok orang keterbatasan relasi, keterbatasan afeksi/spi-
menjadi miskin. ritual, keterbatasan modal dan sebagainya
Dengan menggunakan perspektif yang le- membuat mereka akan terus berada dalam
bih luas lagi, menurut pandangan David Cox lingkaran kegagalan berusaha.
(Suharto,2009:18-19), membagi penyebab Muthalin dan Siwarjo dalam Iqbali
kemiskinan ke dalam empat dimensi, yaitu (2006), mendeskripsikan gelandangan dalam
sebagai berikut: tiga gambaran umum, yaitu 1) Sekelompok

65
JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 16, NOMOR 1, APRIL 2015, 60-73

orang miskin atau dimiskinkan oleh masya- Di samping itu, beberapa penelitian telah
rakatnya, 2) Orang yang disingkirkan dari menemukan bahwa kehidupan gelandangan
kehidupan khalayak ramai, 3) Orang yang dan pengemis akan cenderung bertahan dan
berpola hidup agar mampu bertahan dalam semakin kuat ketika sudah mengikuti pro-
kemiskinan dan keterasingan. gram pembinaan bahkan sudah membentuk
Sedangkan, pengemis adalah orang – sebuah pola dalam kehidupan gelandangan
orang yang mendapatkan penghasilan dengan dan pengemis. Spardley (1970) dalam Mar-
meminta – minta di muka umum dengan ber- zali (2006) membuat sebuah studi etnografi
bagai cara dan alasan untuk mengharap belas tentang sub-budaya orang jalanan (urban
kasihan orang lain (Iqbali; 2006). Winberg normad) di lingkungan perkotaan Amerika.
(1970) dalam Sedana (2012) menggambar- Hal yang menjadi fokus penelitian dalam stu-
kan gelandangan dan pengemis yang selalu dinya adalah hubungan antara orang jalanan
mengalami praktek diskriminasi dan pembe- dan lembaga – lembaga pelaksana undang –
rian stigma negatif di perkotaan. Dalam ka- undang untuk menemukan budaya dan iden-
itannya dengan ini, Rubington & Weinberg titas orang jalanan. Dari studi ini, dia menje-
(1995) dalam Sedana (2012) menyebutkan laskan bahwa pengalaman dan proses belajar
bahwa “pemberian stigma negatif justru dipenjara telah membuat orang jalanan men-
menjauhkan orang pada kumpulan masyara- definisikan kembali identitas mereka, yang
kat pada umumnya”. membantu mereka untuk dapat bertahan hi-
Gelandangan dan Pengemis pada dasarnya dup di jalanan setelah keluar dari penjara. Ini
dapat dibagi dua, yaitu mereka yang masuk adalah konstruksi budaya orang jalanan da-
dalam kategori menggelandang dan menge- lam menginterpretasikan lingkungan mereka.
mis untuk bertahan hidup, dan mereka yang
menggelandang dan mengemis karena malas 3. Rehabilitasi Sosial
bekerja (Sedana, 2012). Dalam penelitiannya
juga menyatakan bahwa “gelandangan dan 3.1. Asesmen
pengemis umumnya menutupi identitasnya 1. Merupakan proses penentuan permasalah-
dengan tidak memiliki KTP supaya mereka an, penyebab masalah dan kecenderungan
tidak dikembalikan ke daerah asalnya jika perkembangan permasalahannya.
tertangkap oleh petugas razia”. Kebebasan 2. Proses identifikasi suatu masalah baik so-
dan kehidupan para gelandangan dan penge- sial, maupun medis berikut faktor yang
mis yang tidak terikat oleh aturan berdampak memepngaruhinya sehingga dapat diten-
pada perkawinan yang sering disebut dengan tukan penanganan bagi masalah tersebut.
kumpul kebo (living together out of wedlock) 3.2. Rencana Pelayanan
karena pada dasarnya pemerintah tidak akan Rencana Pelayanan adalah rencana tin-
mentolelir warga masyarakat yang tidak me- dakan/kegiatan pelayanan yang akan dilaku-
miliki kartu identitas. Praktek ini pun menga- kan oleh penerima manfaat atas dasar hasil
kibatkan anak – anak keturunan mereka men- asesmen.Rencana Pelayanan ditujukan seba-
jadi generasi yang tidak jelas karena tidak gai acuan jenis pelayanan yang diperlukan
mempunyai akte kelahiran (Sedana, 2012) penerima manfaat dalam upaya memecahkan

66
UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA
(ASTRINI MERLINDHA, GETAR HATI)

masalah yang dihadapinya (Ditjen Rehabili- mendapatkan penangan lebih lanjut sesuai
tasi Sosial Kemensos RI; 2011:125). dengan kebutuhannya.
3.3. Intervensi
Pelaksanaan rehabilitasi sosial untuk pe- HASIL DAN PEMBAHASAN
nyandang masalah kesejahteraan sosial ge- Gelandangan dan Pengemis di Provinsi
peng pada hakekatnya adalah penerapan me- DKI Jakarta disebabkan oleh faktor kemis-
tode pokok pekerjaan sosial, yaitu bimbingan kinan, sikap pasrah terhadap nasib, rendah-
sosial Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian nya etos kerja dan rendahnya harga diri.
Sosial RI,2011. ntervensi dalam bentuk bim- Gelandangan dan pengemis yang terjaring
bingan sosial adalah berbagai bentuk kegiat- dalam Penertiban dimasukkan ke penampun-
an pertolongan yang dilakukan oleh pekerja gan sementara PSBI BD 2 Cipayung. Dalam
sosial untuk membantu penerima manfaat- panti ini diberikan pelayanan sosial pertama
nya, baik individu, kelompok, maupun ma- rehabilitasi sosial. Berikut adalah pembahas-
syarakat dalam meningkatkan kemampuan an hasil penelitian di PSBI BD 2 Cipayung
penerima manfaat, dalam ememnuhi kebu- yang digambarkan pada Tabel 1. Ringkasan
tuhan, menghadapi dan mengatasi masalah Temuan Lapangan dan Gambar 3. Pembahas-
dan dalam menjalin dan mengendalikan an Hasil Penelitian di PSBI BD 2 Cipayung.
hubungan – hubungan sosial mereka dalam
lingkungan sosial mereka. Intervensi bertuju- KESIMPULAN
an dan berfokus pada peningkatan kapasitas
Berdasarkan hasil temuan lapangan dan
adaptif penerima manfaat, peningkatan ke-
analisis data pada bab sebelumnya, maka
berfungsian penerima manfaat dan optima-
dapat disimpulkan bahwa gelandangan dan
lisasi kemampuan penerima manfaat. Pada
pengemis merupakan masalah yang sangat
dasarnya, bimbingan sosial yang diberikan di
krusial. Faktor penyebab gelandangan dan
panti bertujuan untuk mewujudkan pencapai-
pengemis dalam panti disebabkan karena
an tujuan rehabilitasi sosial sebagai rangkai-
faktor internal yang meliputi kemiskinan, si-
an pelayanan umum yang diberikan di panti
kap mental dan harga diri yang rendah. Se-
(Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian So-
dangkan faktor – fektor eksternal juga sangat
sial RI, 2011:132).
mempengaruhi seseorang dapat melakukan
3.4. Evaluasi dan Monitoing aktivitas gelandangan dan pengemis. upaya
Evaluasi dan monitoring dilaksanakan un- penanganan pemerintah dalam mengurangi
tuk menilai intervensi yang telah dilakukan jumlah gelandangan dan pengemis sudah di-
dalam rangka meningkatkan keberfungsian lakukan melalui proses razia dan penertiban.
sosial gelandangan dan pengemis. Namun, sayangnya upaya tersebut terhambat
3.5. Terminasi pada pelayanan sosial PSBI BD 2 Cipayung
Terminasi merupakan proses pemutusan sebagai gerbang awal yang memberikan pe-
hubungan karena gelandangan dan pengemis layanan sosial kepada WBS khususnya ge-
yang telah diintervensi telah berhasil dibina landangan dan pengemis.
atau dirujuk ke panti sosial lainnya untuk Proses rehabilitasi yang dilakukan tidak
sesuai dengan juklak dan juknis PSBI yang

67
JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 16, NOMOR 1, APRIL 2015, 60-73

Tabel 1. Ringkasan Temuan Lapangan


NO Tujuan Pene- Ringkasan Temuan Lapangan
litian

1 Proses rehabilitasi Penerimaan Penandatanganan berita acara Penyerahan WBS ditandai dengan penandatanganan berita
sosial gelandang-   serah terima acara oleh petugas razia kepada pihak panti. Petugas razia juga
an dan pengemis   melaporkan kepada petugas panti mengenai jumlah PMKS yang
  dirazia dan menjelaskan kronologis penertibannya.
Identifikasi dan Registrasi Teknik yang digunakan adalah tanya jawab satu arah untuk
mengisi form yang telah disediakan yang dapat dilakukan oleh
semua petugas yang sedang piket. Identifikasi di PSBI PD sudah
termasuk asesmen dasar
Penempatan dalam Panti Asrama diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dan perma-
salahan sosial yang dihadapi. WBS normal dipisahkan dengan
WBS yang sakit
Perawatan dan Pelayanan panti Pelayanan dan perawatan dalam panti dilaksanakan terus mene-
rus (24 jam) selama PMKS menjadi WBS panti.
Asesmen Asesmen pada gelandangan dan pengemis sangat jarang dilakukan. WBS yang diasesmen merupa-
kan WBS yang memiliki kasus unik dan dianggap darurat untuk segera dicarikan solusinya. Ma-
salah gepeng di panti merupakan masalah yang sudah klasik terkait masalah ekonomi dan mindset
gepeng sehingga sangat jarang dilakukan asesmen lanjutan. kasus gelandangan dan pengemis yang
terakhir mendapatkan asesmen adalah kasus Pengemis jutawan Pak Walang tahun 2013. metode
yang digunakan adalah home visit oleh pekerja sosial panti.
Rencana Inter- Rencana Intervensi panti dilakukan berdasarkan hasil identifikasi awal atau asesmen lanjutan. Pro-
vensi ses perencanaan intervensi sering terabaikan. Bahkan terkadang proses rehsos langsung ke tahap
terminasi/rujukan dikarenakan kondisi panti yang sudah sangat overload
Intervensi Intervensi berupa bimbingan sosial dan bimbingan penunjang lainnya untuk mengisi kesibukan
gepeng selama dalam panti. Target pencapaian tidak terukur dengan jelas karena WBS panti yang
tidak menetap. Tujuan utama untuk memberikan keberfungsian sosial melalui bimbingan - bim-
bingan dalam panti bukan menjadi tujuan utama. artinya , pelaksanaan bimbingan hanya sekedar
dilaksanakan. tidak semua WBS dapat ikut bimbingan hanya WBS yang dianggap normal dan
mampu mengikuti pelajaran yang bisa diikutkan. Yang menentukan adalah Pekerja Sosial yang
piket.
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi terhadap WBS yang diberikan pelayanan tidak dilaksanakan karena WBS
Evaluasi PSBI BD 2 Cipayung sangat sering overload/ melebihi kapasitas sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan monev pada program yang diberikan
Terminasi/ Terminasi/rujukan dilakukan dengan mengembalikan WBS kepada keluarganya jika masih memei-
Rujukan liki keluarga dan usia dibawah 18 tahun, diikutkan melalui program pemulangan Banjamsos Dinsos
DKI Jakarta jika WBS berasal dari luar daerah, Di rujuk ke panti sosial lainnya sesuai dengan
kebutuhan WBS. terminasi dan rujukan tidak dilakukan berdasarkan keinginan WBS. Proses termi-
nasi / rujukan diawali dengan persiapan yakni pemberian motivasi kepada WBS sebelum kembali
ke masyarakat dan penandatangan perjanjian untuk tidak kembali ke jalan seperti sebelumnya
2 Hambatan Reha- Penerimaan WBS panti melebihi kapasitas (overload) panti tidak sesuai dengan jumlah petugas panti terutama
bilitasi Sosial pekerja sosial panti sehingga yang melakukan identifikasi awal adalah semua petugas piket meski-
pun tidak berlatar pendidikan sebagai pekerja sosial.
Proses identifikasi memakan waktu yang sangat lama karena WBS sulit untuk terbuka terhadap
petugas.
Sering terjadi salah tangkap oleh petugas mitra kerja panti seperti polisi dan Sat Pol PP
Asesmen Adanya anggapan petugas bahwa masalah gepeng adalah masalah yang sangat klasiik yakni masa-
lah ekonomi dan masalah mindset WBS sehingga petugas pesimis dalam memberikan pleyanan.
Asesmen dengan teknik konseling tidak menarik minat WBS gelandangan dan pengemis, bahakn
bercerita kepada petugas adalah pekerjaan yang berat bagi WBS.
Perencanaan Rencana intervensi tidak terkoordinasikan dengan baik bahkan sering terabaikan karena jumlah
Intervensi WBS yang sangat banyak tidak sebanding dengan jumlah petugas panti.
Intervensi Intervensi diberikan kepad WBS yang berbeda – beda setiap minggunya tidak ada tolak ukur yang
jelas.
Belum ada fokus kebijakan untuk memberikan perlakuan berbeda kepada WBS yang sudah berkali
– kali bolak – balik panti.
Hukum terhadap WBS bolak – balik panti belum kuat .
Monev Tidak dilaksanakan karena jumlah WBS sangat banyak(overload) sehinggan monev tidak dapat
dijalankan
Terminasi/Ru- Sulit untuk merujuk WBS ke panti rujukan karena kodnisi panti rujukan juga sering overload
jukan Tidak ada pendampingan dalam pemulangan dan pengembalian WBS ke keluarga sehingga sangat
rentan bagi gepeng untuk kembali ke jalan
Sumber: Analisis Pengolahan Penelitian

68
UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA
(ASTRINI MERLINDHA, GETAR HATI)

Gambar 3. Pembahasan Hasil Penelitian di PSBI BD 2 Cipayung

Ket: Kotak Abu-Abu adalah proses yang tidak dilaksanakan di dalam PSBI BD 2 Cipayung

telah ditetapkan pemerintah Provinsi DKI . Pemerintah Provinsi DKI Jakarta khu-
Gelandangan dan pengemis dianggap masa- susnya Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
lah yang sangat klasik sehingga tidak memer- telah berupaya maksimal untuk menekan
lukan asesmen yang lebih mendalam untuk tingginya jumlah gelandangan dan pengemis
mengetahui masalahnya. Asesmen, perenca- di Provinsi DKI Jakarta. PSBI BD 2 Cipa-
naan intrevensi dan monitoring dan evaluasi yung sebagai salah satu unit pelaksana teknis
merupakan tahap rehabilitasi sosial yang ti- mempunyai peran penting dalam keberhasil-
dak dilakukan pada WBS gelandangan dan an program Dinas Sosial tersebut. Namun,
pengemi di PSBI BD 2 Cipayung. pada pelaksanannya ditemukan berbagai
hambatan sehingga tujuan rehabilitasi sosial

69
JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 16, NOMOR 1, APRIL 2015, 60-73

dalam penanganan gepeng dapat tercapai se- 1. Perencana Program


hingga keberfungsian sosial WBS panti dapat Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pe-
kembali setelah mendapatkan pelayanan pan- neliti menyarankan agar pelaksana program
ti dan tidak kembali lagi ke jalan melakukan dalam penanganan gelandangan dan penge-
aktivitas menggelandang dan mengemis. mis di Provinsi DKI Jakarta ini memberikan
Pada dasarnya faktor intrenal pada ge- panti khusus untuk rehabilitasi sosial gelan-
landangan dan pengemis terkait masalah dangan dan pengemis karena faktor utama
ekonomi merupakan hambatan yang paling peneybab seseorang menjadi gelandangan
besar dihadapi pemerintah dalam penangan- dan pengemis adalah masalah mindset yang
an gelandangan dan penegmis. Mindset dan membutuhkan waktu yang sangat lama un-
upaya menyadarkan gelandangan dan peng- tuk merubahnya. Denagn adanya panti kh-
emis untuk berubah ke arah yang lebih baik susu rehabilitasi gelandangan dan pengemis
sangat sulit dilakukan dengan waktu yang maka pelayanan dapat berfokus kepadan ge-
sangat sedikit dan jumlah WBS yang sangat landangan dan penegmis yang pada akhirnya
banyak di dalam panti sehingga pelayanan ti- akan berdampak pada jumlah PMKS gelan-
dak dapat terfokus hanya pada gelandangan dangan dan pengemis yang semakin berku-
dan pengemis saja. Di samping itu, rendah- rang.
nya jumlah SDM dan kualitas SDM petugas Selain itu, dibutuhkan data terpadu bagi
juga sangat mempengaruhi keberhasilan pen- PMKS yang terjaring razia sehingga sehing-
capain program PSBI tersebut. Selain kare- ga gelandangan dan pengemis yang terjaring
na tingkat pendidikan rendah, petugas panti di PSBI lain bisa terdeteksi juga di PBSI
yang berlatar belakang pendidikan pekerja BD 2. Gelandangan dan pengemis yang su-
sosial hanya satu di PSBI BD 2 Cipayung ini dah berkali – kali terkena razia seharusnya
sehingga panti harus melibatkan tenaga luar mendapatkan perlakukan berbeda, tidak di-
untuk membantu dalam pelayanan rehabili- samakan dengan WBS yang baru sekali ter-
tasi sosial panti. Di samping itu, sampai saat jaring. Tingkatan pelayanan yang diberikan
ini belum ada tindakan khusus gelandangan seharusnya dibedakan berdasarkan frekuensi
dan pengemis yang bolak balik panti. Bah- terjaringnya WBS tersebut, sehingga dapat
kan sanksi tegas atas perjanjian diatas ma- mempengaruhi psikologis WBS yang akhir-
terai oleh gelandangan dan pengemis tidak nya perlahan akan mengubah mindsetnya ke
ada sehingga gelandangan dan pengemis se- arah lebih baik.
cara bebas dapat kembali lagi di jalan sete- Terkait perjanjian di atas materai ketika
lah mendapatkan pelayanan. Selain itu, pro- WBS dikembalikan ke keluarga atau daerah
ses pendampingan setelah gelandangan dan asal seharusnya didukung oleh sanksi tegas.
pengemis kembali ke keluarga atau ke dare- Dengan demikian, akan memberikan efek
ha asal tidak ada sehingga tidak ada jamin- jera bagi gelandangan dan pengemis sehing-
an bahwa gelandangan dan pengemis bekas ga dapat meminimalisir jumlah gelandangan
WBS panti tersebut benar – benar sampai ke dan pengemis yang bolak – balik panti.
keluarganya atau daerah asalnya. Koordinasi pemerintah dengan instan-
Adapun saran antara lain: si terkait harus terus dibangun, khususnya
pemerintah yang berasal dari luar Provinsi

70
UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA
(ASTRINI MERLINDHA, GETAR HATI)

DKI Jakarta. Sinergitas pemerintah dengan baiknya memisah pelayanan sosial, seperti
pemerintah dari luar Provinsi DKI Jakarta bimbingan, petugas dan pengasramaan ber-
lainnya harus terus ditingkatkan dan diko- dasarkan kategori PMKS sehingga pelayanan
munikasikan sehingga program penanganan sosial lebih terarah dan terfokus pada masing
gelandangan dan pengemis di Provinsi DKI – masing katgeori PMKS.
Jakarta dapat terlaksana secara terapdu. Di samping itu, pada saat terminasi ke
keluarga dan pemulangan dibutuhkan pen-
2. Pelaksana Program dampingan petugas khusus dan bekerja sama
Dalam memberikan pelayanan sosial ke- dengan pihak RT/RW tempat WBS dipulang-
pada WBS panti seharusnya petugas panti kan agar membantu WBS tersebut untuk ti-
memegang prinsip – prinsip pekerja sosial dak kembali ke jalan.
dan berpedoman pada kode etik pekerja so-
3. Masyarakat
sial sehingga pelayanan rehabilitasi sosial
dapat terlaksana dengan baik. Khususnya da- Peran pemerintah dalam rangka memini-
lam melakukan asesmen. malisir jumlah gelandangan dan pengemis
Poses identifikasi awal yang merupakan di Provinsi DKI Jakarta tidak terlaksana jika
tahap asesmen harus dilakukan oleh pekerja tidak didukung oleh peran serta dari masya-
sosial profesional sehingga hasilnya dapat di- rakat luas. Terkait masalah mindset gelan-
petanggungjawabkan. Oleh karena itu, diper- dangan dan pengemis yang dapat dengan
lukan peningkatan SDM baik dari segi kuan- mudah memperoleh pendapatan besar sangat
titas maupun kualitas. Untuk meningkatkan dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat luas
kualitas SDM petugas, pelaksana program memberikan uang di pinggir jalan. Melalui
seharusnya memberikan pelatihan keteram- penelitian ini, diharapkan kepada masyara-
pilan dan bimbingan teknis pekerja sosial kat untuk tidak memberikan bantuan dana/
profesional. Selain itu, sosialisasi tentang sumbangan di jalan kepada gelandangan dan
kode etik pekerja sosial harus ditingkatkan pengemis.Jika ingin berperan dalam mem-
sehingga dapat diterapkan dan dipahami oleh bantu meringankan beban sesama, sebaiknya
petugas panti. masyarakat menyumbangkan ke jalur yang
PSBI BD 2 Cipayung juga diharapkan lebih tepat dan terkooridinasi dengan jelas.
mampu menambah jumlah petugas panti Peran masyarakat khususnya mahasiswa
yang berlatar belakangan pendidikan peker- dalam membantu gelandangan dan pengemis
ja sosial sehingga memenuhi standar dalam untuk mengembalikan fungsi sosialnya sa-
pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti. ngat diperlukan. Kepedulian dalam memban-
Dengan adanya penambahan jumlah peksos tu penanganan gelandangan dan pengemis
PNS diharapkan petugas panti seperti pera- dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan
wat, petugas adminsitrasi dan keamanan da- keterampilan berbasis masyarakat dengan
pat bekerja sesuai dengan bidangnya masing memanfaatkan sistem sumber yang ada atau
– masing dan kualifikasi pendidikannya ma- membuat komunitas peduli gelandangan dan
sing – masing. pengemis yang berfokus untuk membantu
Proses pelayanan sosial di Panti Sosial menghubungkan gelandangan dan pengemis
Bina Insani Bangun Daya 2 Cipayung se- khususnya eks WBS panti untuk dapat beker-

71
JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 16, NOMOR 1, APRIL 2015, 60-73

ja dan bersaing di tengah – tengah masyara- Marzali A. (2006). Metode etnografi James
kat luas. . P. Spradley(Ed. 2). Yogyakarta: Tiara
Wacana
DAFTAR PUSTAKA Masrul,F &Sulastri, S. dkk. (2012). Strategi
pemberdayaan kelompok gelandang-
Adams,R. (2002). Social policy for social
an, pengemis, dan orang terlantar
work. New York: Palgrave Mcmillan
dalam pengentasan kemiskinan. Se-
Adi,I.R. (2008). Intervensi komunitas,pe-
marang
ngembangan masyarakat sebagai upa-
Mugino, P. Dkk. (2008). Pengkajian model
ya pemberdayaan masyarakat. Jakar-
penanganan gelandangan psikotik De-
ta: Raja Grafindo Persada.
pok: Universitas Indonesia
Alkostar, A. (1984). Insan kesepian dalam
Murray, A, J. (1994). Pedagang jalanan dan
keramaian: Telaah tentang gelan-
pelacur Jakarta: Sebuah Kajian An-
dangan di Ujung Pandang. Yogyakar-
tropologi Sosial (terjemahan). Jakarta:
ta: Universitas Islam Indonesia Pers.
LP3ES
Argo, T. (1999). Pemulung jalanan Yogya-
Morley, D, G. (2012). Social work in the 21st
karta konstruksi marginalitas dan per-
Century. California
juangan hidup dalam bayang – bayang
Neuman, W, L. (2013). Social research met-
budaya dominan. Yogyakarta: Media
hods: qualitative and quantitative ap-
Pressindo.
proaches. Boston: Allyn & Bacon
Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian So-
Nugroho, R. (2004). Kebijakan Publik: For-
sial RI. (2010). Modul pelayanan dan
mulasi, implementasi dan evaluasi. Ja-
rehabilitasi sosial gelandangan dan
karta: PT. Elex Media Komputindo
pengemis di panti. Jakarta:Author
Nugroho, R. (2011). Dinamika kebijakan –
Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosi-
analisis kebijakan- manajemen kebi-
al RI. (2011). Buku pedoman program
jakan. Jakarta: PT. Elex Media Kom-
desaku menanti rehabilitasi sosial ge-
putindo.
landangan dan pengemis terpadu ber-
Onghokam. (1984). “Gelandangan sepan-
basis desa. Jakarta:Author
jang jaman” dalam Paulus Widiyanto
Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian So-
(ed). gelandangan: pandangan ilmu
sial RI. (2011). Panduan praktis pen-
sosial. Jakarta. LP3ES.
dampingan dalam rehabilitasi sosial
Saunders, P. (2005). The poverty wars. Aus-
gelandangan dan pengemis. Jakarta;
tralia: UNSW Press.
Author
Pertolongan Sosial. (2008). Metode – metode
Iqbali,S. (2006). Studi kasus gelandangan-
pertolongan sosial. Bandung; Sekolah
-pengemis (Gepeng) di Kecamatan
Tinggi Kesejahteraan Sosial.
Kubu Kabupaten Karangasem. Jurus-
Prayitno, U, S. (2009). Tantangan pemba-
an Sosial Ekonomi Fakultas Pertani-
ngunan sosial di Indonesia. Pusat
an.UNUD
Pengkajian Data dan Informasi (P3DI).
Kementerian Sosial RI.(2003). Permasalah-
Sekretariat Jendral DPR RI. Jakarta
an kesejahteraan sosial tuna sosial
gelandangan. Kementerian Sosial RI.

72
UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA
(ASTRINI MERLINDHA, GETAR HATI)

Priharyono. (2008). Peningkatan keberfung- al. Jakarta: Dinas Sosial Provinsi DKI
sian sosial gelandangan, pengemis, Jakarta.
dan orang terlantar yang bermatra Zainudin, A. 2006. Sosilogi hukum. Jakarta:
aksesibilitas terhadap aset. Bandung: Sinar Grafika
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Pursuadi, S. (1984). Kemiskinan di perkota-
an. Yogyakarta: Sinar Harapan dan Ya-
yasan Obor Indonesia.
Rebong, Elena &Mangiang, (1993). Ekono-
mi gelandangan armada murah un-
tuk Pabrik dalam Pursuadi Suparlan
(ed) kemiskinan diperkotaan. Yayasan
Obor Indonesia Hal 140-151.
Suharto, E. (2009). Membangun masyarakat
memberdayakan rakyat. Bandung: PT.
Refika Aditama
Suharto, E. (2008). Kebijakan sosial sebagai
kebijakan publik. Bandung: Alfabeta
Lister, R. (2004). Poverty. Polity Press.
Susanto, H. (2006). Dinamika penanggu-
langan kemiskinan; tinjauan historis
era orde baru. Jakarta: Khanata
Sugiyono.(2005). Memahami penelitian kua-
litatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Suwarsono& Alvin, SO. 1999. Perubahan
sosial dan pembangunan di Indonesia.
Jakarata: LP3ES.
Soeroso, A. (2014). Modul kemiskinan. Yog-
yakarta: Universitas Gajah Mada
Harmini, Sri &Hartini, CH. (1998). Hubung-
an antara perubahan sikap mental de-
ngan dorongan hidup sejahtera pada
gelandangan pemulung di Panti Pena-
ungan Sosial Yogyakarta.
Yanrehsos Dinas Sosial Provinsi DKI Jakar-
ta.(2014). Penanganan gelandangan
dan pengemis di DKI Jakarta. Jakarta:
Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
Yanrehsos Dinas Sosial Provinsi DKI Jakar-
ta.(2014). Pelayanan rehabilitasi sosi-

73

View publication stats

You might also like