Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/366528116

Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya


Ryunosuke Akutagawa

Article · November 2022


DOI: 10.20884/1.jlitera.2022.4.2.5674

CITATIONS READS
0 28

2 authors, including:

Ilham Rabbani
Universitas Gadjah Mada
12 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Feminisme View project

Kajian Sastra Jepang View project

All content following this page was uploaded by Ilham Rabbani on 03 January 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Hatindriya Hangganararas, Ilham Rabbani. (2022). Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke
Akutagawa.
J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. Vol.4 (2) pp. 1-13.

Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia


dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke Akutagawa
Hatindriya Hangganararas*, Ilham Rabbani
*Magister Sastra, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
e-mail: hhangganararas@mail.ugm.ac.id, ilhamrabbani@mail.ugm.ac.id

Abstract Keywords:
The Kappa by Ryunosuke Akutagawa tells about the life of the kappa, a mythological Akutagawa; Kappa; The-
creature that met "I" on his climbing journey. "I" character stumbled, then found broken-rules; Possible-world;
himself already in the kappa world. This research will answer: first, how is the Ryan
reflection of the real world and the possible-world in Kappa's novel?; second, how
many of the rules that describe one world are broken by the other? This research used
Marie-Laure Ryan's narrative or possible-world concept as the main theory. The
method used in this research is descriptive-qualitative. This research concluded two
things: first, in the Kappa novel, the dominant condition of the kappa world is Article Info:
described as a possible-world that has an advanced culture, which is pretty similar to First received: 01 April 2022
what Japan experienced in the 1920s in the real world; and second, the rules that each Available online: 30 Nov 2022
species breaks (humans and kappa), from the real world to the kappa world, are not
explained in detail, except for the part when the "I "is about to return to the human
world. Unfortunately, the explanation is still not detailed because it is a transition
chapter (from "Part XVI" to "Part XVII"). Also, at the opening of the narration "Part
XVII", the narrator has lived an ordinary life (before experiencing symptoms of
madness) in the human world. These broken rules happen at the beginning and end
of the novel, which means framing the events of the "I "long experience in the kappa
world, where he finds a world that is no less vast than the world that humans live
inside.

yang dianggap memiliki pengaruh dalam


perkembangan sastra Jepang, diabadikan
PENDAHULUAN
namanya dalam salah satu penghargaan
Dalam perjalanan kesusastraan sebuah sastra, yakni “Akutagawa Prizes” (Mack,
negara, tidak jarang ditemui karya yang 2004; Fukue, 2012). Setelah mengakhiri
ditulis oleh seorang pengarang justru hidupnya di tahun 1927, Kappa diterbitkan
menawarkan konten pembicaraan yang oleh salah satu penerbit di Jepang. Novel
tetap relevan hingga masa-masa tersebut menjadi masterpiece Akutagawa,
mendatang. Selain tawaran yang tetap sekaligus menjadi karya sastra Jepang yang
relevan, ada pula karya sastra yang sekaligus banyak diapresiasi dalam bentuk
melampaui batas bangsa, bersifat universal, terjemahan ke dalam berbagai bahasa
sehingga dapat dinikmati oleh pembaca di (Yoshida, Takeda, & Katsuhiko, 1972: 42). Di
tempat yang jauh, bahkan terpisah daratan. Indonesia sendiri, Kappa telah
Dalam hal ini, novel Kappa (1927) karya diterjemahkan oleh Penerbit Pustaka Jaya
Ryunosuke Akutagawa (pengarang Jepang) sejak tahun 1975, dan diterbitkan kembali
layak dimasukkan ke dalam kategori oleh Gramedia pada tahun 2016.
tersebut.
Secara garis besar, novel Kappa
Akutagawa lahir pada 1 Maret 1892 di menceritakan tentang kehidupan para kappa
Tokyo. Ia menjadi populer karena kerap yang ditemui oleh tokoh-aku dalam
menciptakan karakter yang berkesan dalam perjalanannya. Kappa merupakan mahkluk
karyanya (Napier, 2005: 119). Akutagawa mitologi yang menghuni sungai-sungai

1
berdasarkan kepercayaan orang Jepang. Akan menambah keberagaman perspektif
tetapi, kappa-kappa yang ada di dalam novel terhadap salah satu karya sastra penting di
Kappa, justru lebih dari kappa yang biasa Jepang, khususnya dengan memberikan
dibayangkan, karena mereka mempunyai perhatian lebih atau berfokus pada
dunia sendiri seperti dunia manusia Jepang. kemungkinan novel tersebut dipandang
Kisah ini diceritakan oleh seorang pasien dari sebagai teks yang menghadirkan
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di luar kota Tokyo kemungkinan dunia lain, atau lebih familiar
kepada orang-orang yang mengunjunginya. sebagai “dunia-mungkin” (possible-world).

Kisahnya berawal tatkala sang pasien Pisau analisis yang dirasa relevan untuk
mendaki gunung Hadaka melalui Lembah memecahkan permasalahan sebagaimana
Azusagawa. Ia bertemu dengan kappa pertama telah dipaparkan sebelumnya ialah teori
kali dalam hidupnya di tempat tersebut, lantas naratologi yang dikembangkan oleh Marie-
memutuskan untuk mengejarnya. Laure Ryan (dalam Bell & Ryan, 2019), atau
Sesampainya di suatu tempat dengan rumput dalam penelitian ini disebut teori possible-
bambu yang tinggi, kappa yang dikejarnya world. Pembahasan akan bergerak ke arah
melompat dan ia pun turut melompat penjelasan mengenai eksistensi dari
mengejarnya. Nahas, setelah melompat, masing-masing dunia dalam novel Kappa,
tokoh-aku terjatuh ke dalam sebuah lubang yakni dunia nyata (actual world; disingkat
hingga kehilangan kesadarannya. Saat “AW”) dan dunia-mungkin (possible-world;
tersadar kembali, ia telah berada di dunia disingkat “PW”), yang kedua dunia tersebut
kappa dengan dikelilingi kappa-kappa yang dibangun oleh cerita dari para tokoh atau
menolongnya. sang narator. Akan tetapi, pembahasan
tidak akan berhenti di titik tersebut, sebab
Novel Kappa tidak hanya menjadi
dalam novel Kappa ditemukan aspek
pembicaraan para sastrawan dan kritikus-
menarik lainnya untuk ditelisik. Aspek
kritikus sastra di media massa (koran,
tersebut adalah adanya “pelanggaran-batas”
majalah, dan sebagainya), sebab di ranah
antardunia (AW dan PW)—sebagaimana
akademik, Kappa pun masih banyak diteliti
disinggung di awal, bahwa tokoh-aku
dalam perspektif yang beragam oleh para
terjatuh ke dalam lubang hingga kehilangan
akademisi sastra secara khusus, seperti yang
kesadarannya, dan ketika tersadar, ia telah
dilakukan oleh Koon-ki (1993), Foster (1998),
berada di dunia kappa, yang sama sekali bukan
Sari, (2008), Setiowati & Wardani (2016),
dunia nyata yang dikenal manusia. Dunia
Poluan (2018), dan Krisna (2018). Akan
kappa tersebutlah yang dapat dilihat berposisi
tetapi, Kappa sebagai teks sastra sering kali
sebagai dunia-mungkin. Oleh sebab itulah,
dianalisis menggunakan pendekatan yang
penelitian ini juga akan berupaya menjelaskan
memberikan sedikit ruang bagi
terjadinya pelanggaran-batas antardunia di
pembedahan struktur internal teks. Sebagai
dalam novel Kappa.
contoh, dalam penelitian-penelitian yang
disebutkan sebelumnya, hanya penelitian Berdasarkan paparan-paparan tersebut,
Foster (1998) yang berfokus pada aspek maka dapat dirumuskan pertanyaan
intrinsik (tokoh dan penokohan karakter penelitian: pertama, bagaimanakah gambaran
kappa). dunia nyata dan dunia-mungkin dalam novel
Kappa karya Akutagawa?; kedua,
Penelitian ini, sejatinya akan berfokus
bagaimanakah pelanggaran-batas antardunia
kembali ke struktur/komponen dari teks
terjadi dalam novel tersebut? Sejalan dengan
Kappa sebagai karya otonom, yakni aspek
pertanyaan penelitian, tujuan dari penelitian
latar atau dunia-nya, dalam rangka
ini ialah menjelaskan gambaran dunia nyata
mendapatkan pemahaman atau pemaknaan
dan dunia-mungkin dalam novel Kappa,
baru. Hal itu sekaligus diharapkan dapat

2 Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke Akutagawa
sekaligus menjelaskan pelanggaran- berfokus melihat Kappa sebagai possible-
pelanggaran-batas yang terjadi di dalamnya. world menggunakan teori naratologi yang
dikembangkan oleh Ryan.
Beberapa penelitian terdahulu yang
memiliki relevansi dengan penelitian ini
ialah penelitian Setiowati & Wardani (2016),
KERANGKA TEORI
Poluan (2018), dan Krisna (2018). Pertama,
penelitian Setiowati & Wardani (2016) Sebagai salah satu genre dari karya
berfokus pada pemahaman paralelisme sastra, prosa juga kerap disebut sebagai
yang digunakan dan alasan penggunaan fiksi, teks naratif, atau wacana naratif (dalam
kappa sebagai alegori, alih-alih pendekatan struktural dan semiotik). Istilah
memproyeksikan masalah dengan karakter fiksi dalam pengertian ini berarti cerita
manusia. Setelah pembuktian bahwa rekaan atau cerita khayal. Hal itu
karakter yang ada dalam Kappa adalah disebabkan fiksi merupakan karya naratif
alegori dari masyarakat Jepang, Setiowati & yang isinya tidak menyarankan pada
Wardani selanjutnya manganalisis kebenaran faktual atau sesuatu yang benar-
kapitalisme sebagai ideologi yang bekerja benar terjadi (Abrams dalam Nurgiyantoro,
dalam dunia kappa dan masyarakat Jepang 2019: 2). Karya fiksi, dengan demikian
pada tahun 1920-an. Kedua, penelitian menunjuk pada karya yang menceritakan
Poluan (2018) bertujuan mengetahui: situasi sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, atau
kesenian, kebudayaan, dan situasi yang tidak ada dan terjadi sungguh-
masyarakat Jepang pada era restorasi Meiji sungguh sehingga tidak perlu dicari
melalui isi novel Kappa. Penelitian tersebut kebenarannya pada dunia nyata. Istilah fiksi
menggunakan pendekatan mimetik. Ketiga, sendiri sering dipergunakan dalam
penelitian Krisna (2018) berfokus pada pertentangannya dengan realitas—sesuatu
analisis pergeseran bentuk dan makna yang benar ada dan terjadi di dunia nyata,
dalam Kappa dari bahasa Jepang ke bahasa sehingga kebenarannya pun dapat
Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan dibuktikan dengan data empiris.
mengetahui pergeseran bentuk dan makna
dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, serta Hal yang sering dipermasalahkan orang-
teknik penerjemahan yang digunakan orang adalah kebenaran dalam fiksi. Dalam
untuk menjaga padanan kata dalam bentuk hal ini, kebenaran dalam fiksi dengan
dan makna. kebenaran di dunia nyata haruslah
dibedakan. Kebenaran dalam fiksi tidak
Perbedaan antara penelitian ini dengan harus sejalan dengan kebenaran yang
penelitian yang dilakukan Setiowati & berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran
Wardani telah disinggung secara selintas dari segi hukum, moral, agama, logika, dan
pada bagian awal tulisan ini. Secara sebagainya. Kebenaran sebuah cerita fiksi
sederhana, penelitian tersebut melihat teks yang baik adalah kemungkinan,
Kappa sebagai representasi dari pandangan probabilitas, atau kemasukakalannya (Adler
pengarang dan representasi masyarakat & Doren, 2012: 233).
Jepang. Hal tersebut juga terjadi dalam
penelitian Poluan, yang melihat Kappa Teori dunia-mungkin (possible-world)
sebagai potret masyarakat Jepang pada era sendiri didefinisikan sebagai, “… the ways
restorasi Meiji. Terakhir, terdapat the world might have been or will be, is a
perbedaan signifikan antara penelitian ini thinking tool by which humans form
dengan penelitian Krisna, sebab apabila hypothesis about the past or future statue of
penelitian tersebut berfokus pada affairs and formulate corresponding plans
penerjemahan Kappa dari bahasa Jepang ke of action.” (Zhang, 2010). Possible-world
bahasa Indonesia, maka penelitian ini dikelompokkan ke dalam “postclassical

Hatindriya Hangganararas, Ilham Rabbani. (2022).


J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. Vol.4 (2) pp. 1-13. 3
narratology”, yakni kelompok dari berbagai yang terdiri dari pluralitas dunia; 2) gagasan
upaya pelampauan naratologi tentang hubungan aksesibilitas antardunia;
strukturalisme klasik yang telah dicela dan 3) kontras antara dunia nyata dan
karena keilmiahannya, antropomorfisme, alternatifnya, yakni dunia-yang-hanya-
mengabaikan konteks, dan “buta jenis mungkin (Ryan, 1992).
kelamin” (Herman, Jahn, & Ryan, 2005: 594).
Possible-world pertama kali diadopsi ke
Possible-world mematahkan penutupan
dalam teori sastra pada pertengahan 1970-
tekstual strukturalisme, menekankan fungsi
an, tatkala studi sastra hampir sepenuhnya
naratif dalam mengonstruksi realitas
didominasi oleh konsepsi—yang oleh
dengan menggambar paralel antara fiksi
Hintikka dilabeli—“bahasa sebagai media
naratif dan possible-world (Zhang, 2010).
universal”, yang salah satu konsekuensi
Pandangan Ryan mengenai possible- terpentingnya adalah keunikan bahasa dan
world berangkat dari fakta bahwa fiksi interpretasinya. Semua bahasa yang baik
menawarkan model-model kehidupan dalam pandangan tersebut memungkinkan
sebagaimana diidealkan oleh pengarang, orang-orang untuk berbicara tentang dunia
sekaligus lebih banyak mengandung ini, dan di satu sisi tidak dapat
kemungkinan daripada yang ada di dunia menggunakan bahasa untuk berbicara
nyata. Hal ini sejalan dengan pandangan tentang kemungkinan dunia lainnya (Ryan
mengenai posisi otonom karya sastra dalam & Bell, 2019: 1).
possible-world, bahwa teks sastra
Menurut Ryan & Bell (2019: 2–3), untuk
menetapkan bagi pembaca “dunia-aktual-
teori sastra dan naratif, penolakan terhadap
baru” yang—sebagaimana telah disinggung
konsepsi di atas, yang notabene juga
sebelumnya mengenai kebenaran dari segi
mendukung bahasa sebagai kalkulus, tidak
hukum, moral, dan sebagainya—
lain adalah perubahan paradigma,
memaksakan hukumnya sendiri ke sistem
meskipun doktrin bahasa sebagai media
sekitarnya, dan dengan demikian
universal mempertahankan hegemoni
mendefinisikan cakrawala-kemungkinan-
cukup lama setelah langkah pertama teori
nya sendiri (Ryan, 1992).
possible-world mengintervensi wilayah
Untuk dapat terlibat atau tenggelam di sastra. Paradigma baru tersebut berarti juga
dunia tersebut, pembaca mungkin dipaksa bahwa pertanyaan tentang fiksi, yang sudah
mengadopsi perspektif ontologis baru. lama dianggap biasa, tiba-tiba menjadi
Sebagaimana penjelasan Pavel (dalam Ryan, perhatian. Hal tersebut sekaligus berarti
1992): “In this precise sense, one can say that rehabilitasi pertanyaan tentang kebenaran
literary worlds are autonomous.” Ryan dan referensi yang berkenaan dengan fiksi,
(1992) pun menambahkan bahwa setiap pertanyaan yang tidak dapat diputuskan,
perbandingan antara seni—termasuk sesat, atau terlalu mudah diselesaikan dalam
sastra—dan realitas adalah sah, tetapi model satu dunia.
merupakan, “Logically secondary to the
Konsep filosofis possible-world
unique ontological perspective posited by
diturunkan dari gagasan intuitif bahwa
the work.” Lebih jauh, ia menekankan
“sesuatu mungkin berbeda dari apa adanya”
adaptasi konsep dunia-yang-mungkin ke
(Lewis dalam Ryan, 1992). Sebagai salah satu
dunia imajiner yang diciptakan oleh sastra
pengembang dari teori tersebut, Ryan
tidak selalu merupakan distorsi metaforis,
(1992) mendefinisikan possible-world
tetapi merupakan pembenaran potensial
sebagai teori yang berinti pada gagasan
dari model tersebut. Hubungan antara teks
bahwa realitas membentuk “sistem modal”.
sastra dengan tradisi filosofis
Definisi tersebut merujuk kepada
dipertahankan, dan tiga dimensi model
pernyataan (Ryan, 1992):
harus diaktifkan: 1) gagasan tentang sistem

4 Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke Akutagawa
The gist of my proposal is the idea that oleh Ryan (2019: 62–87), yang meliputi jarak
the semantic domain of fictional (distance), ukuran (size), dan kelengkapan
works does not merely comprise a ontologis (ontological completensess).
singular possible-world but Pembahasan distance merujuk pada
encompasses an entire modal system, keberjarakan antardunia (AW dan PW),
the textual universe, centered around sementara size berbicara mengenai teks-
its own actual world—which I call the teks lain yang membentuk story-world, dan
textual actual world (TAW). ontological completeness menjelaskan
kelengkapan ontologis yang dibentuk oleh
“Sistem modal” yang dimaksudkan Ryan
distance dan size dari dunia-mungkin. Oleh
dapat dipahami melalui penjelasan berikut.
sebab itulah, lantaran penelitian ini hanya
Dasar teori possible-world adalah gagasan
berusaha menemukan gambaran
bahwa realitas merupakan alam semesta
antardunia, maka hanya dipergunakan
yang terdiri dari sejumlah elemen yang
konsep distance dalam proses analisisnya—
berbeda. Alam semesta ini terstruktur
pencarian gambaran masing-masing dunia,
secara hierarkis oleh oposisi dari satu
termasuk juga pelanggaran-batas-nya,
elemen yang ditunjuk dengan baik, yang
hanya memerlukan pemahaman mengenai
berfungsi sebagai pusat sistem, untuk
kondisi keberjarakan antara AW dan PW,
semua anggota himpunan lainnya. Struktur
dan bukan teks-teks lain yang
yang dihasilkan dikenal sebagai “sistem
membentuknya ataupun kondisi
modal”, atau “model-M” dalam terminologi
kelengkapan ontologisnya.
Kripke (dalam Herman et al., 2005: 590).
Elemen sentral umumnya ditafsirkan Ryan (2019: 65) menjelaskan bahwa
sebagai “dunia nyata”, dan satelit hanya distance adalah jarak antara dunia aktual
sebagai dunia-yang-mungkin (possible- dengan dunia cerita, dengan titik acuan di
world)—agar dunia menjadi mungkin, ia dalamnya adalah penentangan terhadap
harus dihubungkan ke pusat oleh sesuatu satu dunia aktual (dunia manusia), dan yang
yang disebut “hubungan aksesibilitas” menentukan pengalaman hidup dengan
(Ryan dalam Herman et al., 2005: 590). banyaknya kemungkinan dunia nonaktual.
Sebagai standar perbandingan sekaligus
Teori kemungkinan-dunia dari logika
sebagai gagasan utama dari distance, jarak
modal, sebagaimana yang dijelaskan Ryan,
dari dunia aktual dengan story-world
menyediakan sumber teoretis yang
diukur dengan “aturan-ontologis”, yakni
memungkinkan naratologi untuk mengatasi
yang menentukan apa yang dapat
masalah fiksi yang dulu diabaikan, seperti
ditemukan dan yang tidak ditemukan dalam
hubungan fiksi dengan kenyataan,
story-world.
pembedaan jenis wacana, dan pengalaman
dunia fiksi (Zhang, 2010). Possible-world Keseluruhan dari distance antara dunia
akhirnya memungkinkan peneliti untuk aktual dengan story-world bergantung pada
merujuk pada objek yang tidak ada di dunia seberapa banyak aturan yang dilanggar oleh
nyata, dan melegitimasi keberadaan entitas, salah satu dunia (Ryan, 2019: 65). Sebagai
properti, dan keadaan yang tidak aktual contoh, dalam dongeng dapat ditemukan
dengan merujuk nilai kebenarannya ke sihir, peri, hewan yang berbicara, yang
dunia-yang-mungkin (Zhang, 2010). notabene dalam aturan hukum alam dunia
nyata tidak dapat ditemukan. Dalam
Sejalan dengan tujuan penelitian ini
hubungan dua dunia ini, yang diatur oleh
yang hendak menemukan gambaran dunia
aturan ontologis, disebut sebagai
dalam novel Kappa karya Akutagawa, maka
“hubungan-aksesibilitas”, dan jarak dunia
perlu diperhatikan properti dasar dari dunia
aktual dengan story-world menjadi fungsi
cerita (story-world) yang diperkenalkan
dari jumlah hubungan aksesibilitas.

Hatindriya Hangganararas, Ilham Rabbani. (2022).


J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. Vol.4 (2) pp. 1-13. 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini, data yang telah
Metode dalam penelitian ini adalah dikumpulkan akan dianalisis berdasarkan
metode kualitatif, yang diharapkan gambaran masing-masing dunia (AW dan PW)
menghasilkan uraian mendalam tentang beserta pelanggaran-pelanggaran-batas yang
ucapan, tulisan, atau perilaku yang dapat terjadi antarkeduanya dalam novel Kappa
diamati dari individu, kelompok, karya Akutagawa. Pembahasan dibagi ke
masyarakat, atau organisasi tertentu dalam dalam dua sub, yakni “Gambaran Dunia
suatu setting konteks tertentu yang dikaji Manusia dan Dunia Kappa” dan “Pelanggaran-
dari perspektif utuh, komprehensif, dan pelanggaran-Batas Antardunia” untuk
holistik (Taylor, Bogdan, & DeVault, 2016: mempertegas pembagian jawaban dari
137). Peneliti berposisi sebagai instrumen masing-masing pertanyaan penelitian.
kunci.

Langkah-langkah penelitian ini terdiri


dari penentuan objek, pengumpulan data, Gambaran Dunia Manusia dan Dunia Kappa
analisis data, dan pengambilan kesimpulan. Sebagaimana telah dijelaskan, dalam sub
Langkah pertama berkaitan dengan ini akan dibahas jarak yang terdapat antara
penentuan objek material dan objek formal. dunia nyata atau dunia manusia (AW)—yakni
Objek material adalah objek yang menjadi dunia yang ditinggali oleh tokoh-tokoh
lapangan penelitian, dan objek formal manusia di awal dan akhir cerita—dengan
adalah objek yang dilihat dari sudut dunia kappa (PW) berdasasrkan penarasian
pandang tertentu (Faruk, 2017: 23). Objek oleh para narator dalam novel Kappa, guna
material dalam penelitian ini adalah novel memberikan gambaran mengenai kondisi
Kappa karya Akutagawa versi bahasa Jepang masing-masing dunia, garis atau batasan
yang diterbitkan Shinchosa (2012) dan versi antarkeduanya, yang kemudian dijadikan titik
bahasa Indonesia dari Kepustakaan Populer tolak untuk melihat terjadinya pelanggaran-
Gramedia (2016), yang sekaligus menjadi pelanggaran-batas.
sumber data penelitian. Sementara itu,
objek formalnya ialah bentuk logika modal Diceritakan oleh sang narator, tokoh-aku
mengenai keberadaan dunia-mungkin (tidak dijelaskan namanya) menjalani
(possible-world) yang dilihat melalui kehidupan cukup lama di dunia kappa setelah
kacamata naratologi Ryan. terperosok ke dalam lubang. Seperti
disebutkan di bagian pendahuluan, novel
Selanjutnya, pengumpulan data Kappa menceritakan kehidupan para kappa
dilakukan dengan studi kepustakaan dan yang ditemui tokoh-aku dalam perjalanannya.
teknik simak-catat. Peneliti melakukan Kisahnya berawal tatkala sang pasien yang
pembacaan intensif terhadap novel Kappa mendaki gunung Hadaka melalui Lembah
untuk menemukan kata, frasa, klausa, Azusagawa. Ia bertemu bertemu kappa
kalimat, atau penggalan-penggalan teks pertama kali dalam hidupnya di tempat
yang berkaitan dengan tujuan penelitian. tersebut, lantas memutuskan untuk
Data-data yang diperoleh kemudian mengejarnya. Sesampainya di tempat
dimasukkan ke dalam tabel/kartu data. berumput bambu yang tinggi, kappa yang
Terakhir, data-data tersebut dianalisis dikejarnya melompat dan ia pun turut
dengan teknik content analysis, yaitu melompat untuk menangkapnya. Nahas,
pemaknaan terhadap data-data yang telah tokoh-aku terjatuh ke dalam lubang hingga
diambil dan diklasifikasikan selaras dengan kehilangan kesadarannya.
permasalahan dan tujuan dalam penelitian.

6 Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke Akutagawa
Saat tersadar kembali, ia telah berada di diyakini keberadaannya oleh masyarakat
dunia kappa dengan dikelilingi kappa-kappa Jepang (Foster, 2015: 293; Meyer, 2015: 29–32;
yang menolongnya. Kappa sendiri merupakan dan Purnomo, 2019: x).
mahkluk mitologi yang menghuni sungai-
Tokoh-aku menilai bahwa dunia kappa
sungai berdasarkan kepercayaan orang
yang ditemuinya memiliki tingkat kemiripan
Jepang. Akan tetapi, kappa-kappa dalam novel
yang tinggi dengan dunia manusia, bahkan
Kappa, justru lebih dari kappa yang biasa
jika dicermati teknologi-teknologinya, bisa
dibayangkan, karena mempunyai dunia
melampaui peradaban Jepang era 1920-an:
sendiri seperti dunia manusia Jepang. Kisah ini
dicerita oleh seorang pasien (tokoh-aku) dari Tentu saja kebudayaan kappa tidak
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di luar kota Tokyo banyak berbeda dengan kebudayaan
kepada orang-orang yang mengunjunginya. manusia–setidaknya kebudayaan
manusia Jepang. Umpamanya, di salah
Bukannya berusaha kembali ke dunia
satu pojok kamar tamu yang menghadap
manusia ketika tersadar, tokoh-aku justru
ke jalan, ada sebuah piano dan di
memilih melakukan persentuhan dengan
dinding ruangan itu ada sebuah lukisan
berbagai komponen atau unsur kebudayaan
sketsa yang diberi bingkai. (Akutagawa,
dari para kappa sendiri. Persentuhannya
2016: 10–11)
dengan dunia kappa-lah yang kemudian
dikisahkan oleh sang narator, sekaligus Dunia manusia atau konteks Jepang yang
mengisi hampir keseluruhan narasi novel disebutkan oleh tokoh-aku tersebut, hanya
Kappa—kecuali “Bagian I” dan “Bagian XVII” diberikan sedikit gambaran mengenainya.
yang memberikan sedikit gambaran mengenai Gambaran itu pun hanya berkaitan dengan
dunia manusia (AW). pengalaman pendakian tokoh-aku pada
“Bagian I” (Akutagawa, 2016: 5–8) dan kondisi
Perlu ditegaskan bahwa istilah “dunia
perawatannya sekembali dari dunia kappa
nyata”, “dunia manusia”, “pusat dunia”, atau
pada “Bagian XVII” (Akutagawa, 2016: 79–83).
“actual world (AW)” yang dirujuk dalam
pembahasan ini adalah dunia yang manusia Di luar kedua bagian novel tersebut, tidak
tinggali secara umum, atau pada beberapa ditemukan lagi penggambaran lebih luas dan
bagian juga mengerucut ke konteks negara detail mengenai konteks Jepang secara khusus
Jepang. Pemilihan konteks Jepang berdasar atau dunia manusia secara umum. Dalam
pada kutipan yang menyatakan bahwa sang “Bagian I”, hanya berisi kondisi berkabut dari
narator pertama—sebelum beralih ke tokoh- gunung Hadaka dan Lembah Azusagawa yang
aku selaku narator kedua yang melanggar- dilalui tokoh-aku dalam pendakiannya.
batas menuju dunia kappa—menemui pasien Sementara itu, pada “Bagian XVII” hanya
no. 23 (narator kedua) di luar Kota Tokyo, yang digambarkan kondisi kesehatan mental tokoh-
tidak lain merupakan tempat perawatannya: aku di “RSJ S di desa ... di luar Kota Tokyo”,
beserta penyebab kegilaan yang dialaminya: ia
Tetapi jika kau tidak puas dengan
mengalami kegagalan perusahaan
catatan-catatanku ini, datang sendiri
(kebangkrutan).
sajalah ke rumah sakit jiwa S di desa ... di
luar Kota Tokyo. Pasien no. 23 akan Selanjutnya, dari “Bagian II” hingga “Bagian
memberi salam kepadamu dengan XVI”, novel Kappa berisi penggambaran
membungkuk rendah dan menyilakan mengenai kondisi dunia kappa yang ditemui
duduk di sebuah kursi yang keras. tokoh-aku pascainsiden terperosok di Lembah
(Akutagawa, 2016: 4) Azusagawa. Peradaban di dunia kappa
digambarkan tidak kalah luas dengan
Pemilihan konteks Jepang diperkuat dengan
manusia (dikelola sedemikian rupa),
keberadaan dunia kappa dalam novel, yang
dengan kappa sebagai makhluk yang
notabene merupakan salah satu makhluk yang

Hatindriya Hangganararas, Ilham Rabbani. (2022).


J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. Vol.4 (2) pp. 1-13. 7
memiliki pemikiran maju, tidak primitif, Penilaian tokoh-Aku mengenai arsitektur
bahkan melebihi kemajuan yang Jepang dan penataan kota kappa, sekali lagi
capai pada era 1920-an. membuktikan bahwa peradaban yang
dimiliki para kappa tidak kalah majunya
Dunia kappa yang tokoh-aku masuki
dengan dunia manusia.
bahkan tidak hanya dihuni spesies kappa
saja, melainkan juga spesies berang- Dalam proses menjalani kehidupan
berang.1 Keduanya mengelola wilayah komunal, menjaga nilai-nilai, dan menegakkan
berupa alam (daratan, pegunungan, sungai, aturan-aturan yang berlaku dunia mereka,
danau, laut, dll.) masing-masing, dan para kappa juga digambarkan memiliki
dipisahkan oleh teritori berupa batas berbagai institusi kemasyarakatan. Institusi-
negara: institusi kemasyarakatan tersebut,
berdasarkan penuturan tokoh-aku, terdiri dari
Kukatakan dengan terus terang
institusi terluas seperti institusi negara atau
kepadanya, tak terpikir olehku kappa
pemerintahan, hingga institusi sosial unit
mempunyai suatu negara tetangga.
terkecil seperti keluarga. Hal itu dapat
Gael mengatakan, kappa selalu
dibuktikan dengan keberadaan para kappa
menggap berang-berang (kawaozo)
yang berprofesi sebagai polisi, militer, hakim,
sebagai musuh yang paling besar dan
politikus, agamawan, pengusaha, pekerja
bahwa berang-berang memiliki
pabrik, dosen, dokter, filsuf, pengelola panti
persenjataan yang tidak kurang
asuhan, seniman, ibu rumah tangga, dan
kuatnya dari kappa. (Akutagawa, 2016:
seterusnya (Akutagawa, 2016: 28–78). Selain
38)
itu, dapat ditemukan pula institusi sosial yang
Pengelolaan wilayah atau alam khas di dunia kappa, yakni Klub Super Kappa
menggunakan sistem kenegaraan yang memiliki ruang gerak di bidang seni
sebagaimana kutipan tersebut, berakibat (Akutagawa, 2016: 20–21).
pada munculnya pembangunan wilayah
Kondisi-kondisi tersebut dijelaskan
berupa kota kappa—yang dibangun untuk
dengan sangat detail di dalam novel Kappa,
menopang industri, pendidikan, aktivitas
hingga memenuhi hampir seluruh bagian-
sosial-politik-budaya, dan sebagainya dari
bagian cerita. Berkebalikan dengan itu, kondisi
para kappa. Kutipan berikut memperjelas
atau gambaran dunia manusia justru
hal tersebut di dunia kappa:
ditampilkan sangat minim. Selanjutnya,
Aku dibaringkan di atasnya dan mengenai pelanggaran-pelanggaran-batas
diangkut dengan hati-hati beberapa yang dilakukan oleh masing-masing makluk
ratus meter melalui bondongan- dari kedua dunia, baik masuknya manusia ke
bondongan kappa. Jalan yang kulalui dunia kappa maupun intervensi para kappa ke
mirip sekali dengan Ginza, jalan utama dunia manusia, akan dijelaskan dalam sub
di Tokyo. Di balik pohon-pohon di berikutnya.
tepi jalan itu, dapat dilihat segala
macam toko dengan tenda pelindung
sinar matahari dan di antara dua Pelanggaran-pelanggaran-Batas Antardunia
barisan pepohonan itu, tampak mobil-
Titik tolak untuk menjelaskan terjadinya
mobil yang tak terhitung banyaknya
pelanggaran-batas antardunia oleh makhluk-
berjalan hilir-mudik dengan cepat.
makhluk atau spesies dalam novel Kappa
(Akutagawa, 2016: 9)
(spesies manusia dan spesies kappa), harus

1
menghuni, atau dapat ditemukan di dunia tertentu dalam
Istilah “spesies” digunakan oleh Bell & Ryan (2019: konteks possible world.
22) untuk merujuk pada makhluk-makhluk yang hidup,

8 Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke Akutagawa
dicermati kembali lewat perjalanan yang ditinggali para kappa. Rangkaian pelanggaran-
dilalui oleh tokoh-aku, yakni berawal tatkala batas tersebut terdapat dalam kutipan:
sang pasien yang mendaki gunung Hadaka
Aku melihat ke belakang dan untuk
melalui Lembah Azusagawa., dan kemudian
pertama kalinya selama hidupku aku
bertemu kappa untuk pertama kalinya dalam
melihat kappa!
hidup. Ia yang mengejar kappa tersebut,
sesampai di suatu tempat dengan rumput …
bambu yang tinggi, mendapati kappa yang
dikejarnya melompat dan ia pun turut “Sekarang aku dapat menangkapnya,”
melompat untuk mengejar sosok kappa. kataku kepada diri sendiri. Aku terus
Sayangnya, setelah melompat, tokoh-Aku turut melompat ke rumput bambu.
terjatuh ke dalam sebuah lubang hingga Tetapi rupanya ada suatu lubang, atau
kehilangan kesadarannya. entah apa, yang tidak tampak olehku.
Belum aku menyentuh kulit kappa yang
Saat tersadar kembali, ia telah berada di halus itu, aku telah terjatuh dengan
dunia kappa dengan dikelilingi kappa-kappa kepala terlebih dulu ke dalam kegelapan
yang menolongnya. Ia dirawat dan menjadi yang kelam. … Dan kemudian—ya, aku
penduduk yang dilindungi secara istimewa di tidak ingat apa yang kemudia terjadi.
dunia kappa, dunia yang jalanan, pertokoan,
bangunan, hingga budayanya mirip dengan …
Jepang. Tokoh-Aku benar-benar percaya Ketika aku sadar kembali, aku terlentang
dengan dunia kappa karena dia sendiri hidup dengan dikelilingi oleh banyak kappa.
bersama kappa-kappa yang biasanya hanya (Akutagawa, 2016: 6–9)
diceritakan dalam buku-buku lawas tentang
yōkai atau cerita lisan.
Sebagaimana telah disinggung, masuknya Bagaimana proses peralihan yang dialami
tokoh-aku ke dunia kappa berawal tatkala oleh masing-masing spesies—baik kappa
mendaki gunung Hadaka melalui Lembah maupun manusia—tatkala melewati batas
Azusagawa. Ia mengejar kappa yang ia temui di antardunia, tidak dijelaskan secara detail
tempat tersebut, namun nahas terperosok ke dalam novel Kappa. Tidak ada penanda
dalam sebuah lubang, hingga akhirnya saat semacam bentuk sekat dunia (gerbang atau
tersadar kembali, ia mendapati dirinya telah batas dimensi), lorong waktu, dan sebagainya
berada di dunia kappa dengan dikelilingi yang memperjelas proses pelanggaran-batas.
kappa-kappa yang menolongnya. Kehadiran kappa ke dunia manusia
digambarkan begitu saja oleh tokoh-aku,
Keberadaan kappa yang ia temui di hutan sementara perjalanan dirinya ke dunia kappa
(pendakian) tersebut, menandai pelanggaran- dilalui dalam ketidaksadaran yang bermula
batas pertama di dalam novel. Terjadinya dari keterjatuhan yang membawanya ke
pelanggaran-batas tersebut berupa kehadiran lubang gelap yang diiringi kilat halilintar
satu spesies ke dunia yang ditempati oleh (Akutagawa, 2016: 8). Akan tetapi, peristiwa
spesies lain, yakni spesies kappa dari dunia lain peralihan dunia yang dialami oleh narator
(bukan AW) yang memasuki dunia manusia bukanlah kejadian satu-satunya.
itu sendiri (AW). Adapun pelanggaran-batas
kedua merupakan rangkaian dari peristiwa Berdasarkan keterangan dari para kappa
tersebut, yakni ketika tokoh-aku terperosok ke setelah ia bisa memahami bahasa mereka,
dalam lubang dan mendapati dirinya telah tokoh-aku menerjemahkan ke dalam bahasa
berada di dunia kappa: spesies berwujud manusia kisah-kisah dari kejadian tersebut:
manusia memasuki dunia yang utamanya
Bagaimanapun juga, sudah banyak
manusia yang telah mengunjungi negeri

Hatindriya Hangganararas, Ilham Rabbani. (2022).


J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. Vol.4 (2) pp. 1-13. 9
kappa sebelum aku dan banyak di antara sebenarnya tidak yakin, apa mereka
mereka yang tetap tinggal di sana sampai menangkap kita. (Akutagawa, 2016: 10)
akhir hidupnya. Karena di negeri kappa
mereka, kita mendapat kesenangan
hidup tanpa bekerja hanya karena kita Akhirnya, setelah berbincang-bincang
bukan kappa, melainkan manusia. Bag lama, berusaha memahami, dan dapat
pernah mengatakan kepadaku tentang menikmati kehidupan di dunia kappa,
seorang penggali terusan yang tokoh-aku sadar bahwa dunia tersebut juga
kebetulan sampai di negeri kappa memiliki dimensi yang tidak kalah kaya dan
sebelumku dan kawin dengan kappa luas dibandingkan dunia manusia, satu-
betina serta hidup bersama sampai ia satunya dunia yang pernah ditinggali
menghembuskan napas yang sebelumnya: “Gael bukan ahli pikir seperti
penghabisan. (Akutagawa, 2016: 10) Filsuf Mag. Meskipun demikian ia telah
membukakan mataku untuk dapat melihat
dunia kappa–suatu dunia yang benar-benar
Dari kutipan di atas ditunjukkan sudah banyak asing dan luas,” (Akutagawa, 2016: 35). Tidak
pelanggaran-batas yang dilakukan manusia sampai di situ, dunia tersebut bahkan
dengan memasuki dunia kappa. Ada banyak menggunakan sistem-sistem perbatasan
manusia yang telah sampai ke dunia kappa negara, di mana negara lain ditempati oleh
tanpa kesengajaan, dan akhirnya hidup berang-berang, yang artinya ditempati tidak
berdampingan dengan kappa hingga akhir hanya oleh spesies kappa (Akutagawa, 2016:
hayat mereka. 35).

Sebagaimana manusia-manusia selain Adapun pelanggaran-batas ketiga terjadi


tokoh-aku yang tinggal di dunia kappa ketika tokoh-aku mulai merindukan orang-
tersebut, spesies kappa sendiri juga orang dan kehidupan di dunia manusia.
digambarkan memiliki pengetahuan luas Dengan petunjuk dari kappa nelayan bernama
tentang dunia manusia. Hal tersebut juga Bag, ia akhirnya melakukan penelusuran
sekaligus menyiratkan bahwa spesies mereka tempat yang didiami oleh kappa tua yang
intens “berkelana” ke dunia manusia, dan hal hidup tenteram, yang menurut Bag dapat
itu dibuktikan dengan pengetahuan- membantunya kembali ke AW-nya:
pengetahuan kappa mengenai sosok-sosok
Tetapi aku tidak tahu letak lubang dulu
penting yang ada di dunia manusia beserta ciri
aku jatuh terperosok ke dunia kappa ini.
khas, profesi atau keahlian, dan pemikiran-
Aku pergi ke sana ke mari untuk
pemikiran mereka yang masyhur—hingga
menemukan lubang itu sampai pada
beberapa kappa juga menjadikan mereka
suatu hari, Nelayan Bag
sebagai sosok panutan—seperti para wanita
memberitahukan kepadaku bahwa di
dari Tanagra, Baudelaire, Voltaire, Santa
suatu tempat di pinggir kota ada kappa
Strindberg, Nietzsche (beserta Zarathustra-
tua yang hidup tenteram dengan suling
nya), Tolstoi, Kristus, Doppo Kunikida, dan
dan buku.
Santa Wagner (Akutagawa, 2016: 43–65).
Hal ini ditunjukkan dalam kutipan data Aku lari ke sana dengan harapan semoga
berikut: ia tahu jalan mana yang dapat kutempuh
untuk keluar. (Akutagawa, 2016: 75)
Rupanya kappa tahu lebih banyak
tentang manusia daripada sebaliknya.
Mungkin karena mereka lebih sering
menangkap kita daripada kita Dengan bantuan kappa tua tersebutlah
menangkap mereka. Walaupun aku akhirnya tokoh-aku dapat kembali memasuki
dunia manusia. Pada bagian pelanggaran-

10 Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke Akutagawa
batas ketiga ini, prosesnya digambarkan mengalami rasa jijik yang hebat ketika melihat
sedikit lebih detail dibandingkan beberapa orang-orang yang tidak lain merupakan
pelanggaran-batas sebelumnya. Proses makhluk yang sespesies dengan dirinya—ia
peralihan dari dunia kappa ke dunia manusia jijik karena rupa, aroma, dan sebagainya dari
tersebut digambarkan dalam kutipan: manusia. Ia kemudian mengalami mual,
bahkan akhirnya dianggap mengalami gejala
Kappa tua itu memandang aku dengan
kegilaan. Puncaknya adalah ia dimasukkan ke
mata yang cermelang dan memancarkan
RSJ, tempat dari narator pertama dalam novel
keremajaan. Perlahan-lahan ia berdiri,
menemuinya dan kemudian mengetahui
berjalan ke pojok, menarik seutas tali
kisah berdasarkan lisan dari tokoh-aku (pasien
yang tergantung dari langit-langit dan
no. 23) (Akutagawa, 2016: 79–80).
membuka seberkas cahaya langit yang
belum pernah kulihat. Melalui lubang Dalam “kegilaan” dan ketidaknyamanan
cahaya langit yang pudar itu, aku dapat tinggal di dunia manusia lagi (di RSJ), di saat itu
melihat cabang-cabang pohon cemara pula para kappa datang mengunjunginya,
dan jauh di atasnya langit cerah dan yang notabene menandai peristiwa
terang benderang. Aku juga mellihat pelanggaran-batas keempat:
Gunung Yarigadake yang puncaknya
Pada suatu sore yang mendung seperti
menjulang ke langit seperti anak panah
sekarang, ketika aku sedang terbenam
yang mencongak ke luar. Aku melompat
dalam kenangan kepada negeri kappa,
seperti anak-anak karena kegirangan
aku dikagetkan oleh kappa yang
melihat sebuah kapal terbang di
menjulurkan kepalanya di hadapanku.
angkasa.
Ternyata itu Nelayan Bag. Setelah
“Sekarang Anda dapat keluar melalui menguasai diri, aku tak ingat benar
lubang angina itu,” kata kappa tua itu, apakah ketika itu aku tertawa atau
menunjuk tali yang tadi nampak seperti menangis, tetapi pasti aku sangat terharu
tali biasa tetapi sekarang mirip seperti tali karena aku dapat berbicara Bahasa
tangga. kappa lagi setelah begitu lama, aku
bertanya:

“Apa kabar, Bag, apa yang telah
Sesaat berikutnya aku memanjat tangga
membawamu ke mari?” (Akutagawa,
tali; makin lama makin jauh dari kepala
2016: 81)
kappa tua yang cekung itu. (Akutagawa,
2016: 77–78)

Sejak saat itu pula, secara rutin, kappa-kappa


(dr. Chack, filsuf Mag, nelayan Bag, musikus
Tidak seperti gerbang dimensi, lorong waktu,
Craback, dan direktur pabrik Gael) kemudian
atau sebagainya, tempat yang menjadi titik
silih berganti mengunjungi tokoh-aku di RSJ.
pelanggaran-batas justru digambarkan
Kunjungan tersebut akhirnya juga
berbentuk seutas tali yang menggantung dari
menegaskan: pertama, bahwa kappa memang
langit, yang di atasnya langsung terbentang
benar-benar kerap berkunjung ke dunia
dunia manusia. Dapat diasumsikan, nuansa
manusia; dan kedua, kemampuan mereka
gelap dan kilatan halilintar yang dirasakan
memahami dunia manusia dengan luas—
tokoh-aku pada kejadian pelanggaran-batas
sebagaimana penjelasan sebelumnya di atas—
pertama diakibatkan oleh hantaman karena
diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran-
terjatuh dari tempat yang tinggi.
batas yang mereka lakukan tersebut. Di RSJ
Nahas, diceritakan selanjutnya bahwa jugalah kappa nelayan Bag menceritakan
sekembali dari dunia kappa, tokoh-aku malah kepada pasien no. 23 sejumlah cara dari spesies

Hatindriya Hangganararas, Ilham Rabbani. (2022).


J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. Vol.4 (2) pp. 1-13. 11
mereka dapat “mengintervensi” dunia kehidupan yang lazim (sebelum mengalami
manusia: gejala kegilaan) di dunia manusia.
Pelanggaran-pelanggaran-batas tersebut juga
“O, begitu. Bagaimana kau bisa sampai
terjadi di awal dan akhir novel, yang artinya
kemari?”
membingkai peristiwa pengalaman panjang
“O, itu sepele. Semua saluran air di Tokyo tokoh-aku di dunia kappa, tempat ia
bukan apa-apa bagi kappa, tidak menemukan dunia amat luas—yang tidak
ubahnya seperti jalanan besar saja.” kalah luas dengan dunia yang manusia
tinggali—dengan berbagai komponen-
Aku baru teringat, bahwa kappa adalah komponen dari kebudayaan mereka yang
mahkluk amfibi seperti katak. maju.
“Tetapi di sini tidak ada saluran air.”

“Saya datang melalui pipa air minum, KESIMPULAN


kemudian dengan melalui saluran
semprotan air—” (Akutagawa, 2016: 81) Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai
berikut. Pertama, dalam novel Kappa,
Manusia (diwakili oleh dr. S) melihat gejala dominan digambarkan kondisi dunia kappa
yang dialami tokoh-aku sebagai dementia sebagai dunia-mungkin yang memiliki
praecox, sementara dr. kappa Chack yang kebudayaan maju dengan berbagai
mengunjunginya di RSJ beranggapan bahwa komponennya, mirip dengan pencapaian
sang narator sehat wal afiat. Hal tersebut negara Jepang pada tahun 1920-an
menandakan bahwa manusia sebagai spesies berdasarkan penilaian dari tokoh-aku.
yang meyakini bahwa AW adalah satu-satunya Kedua, pelanggaran-pelanggaran-batas yang
dunia yang eksis, akan mengategorikan dilakukan oleh masing-masing spesies
mereka yang berkeyakinan atau merasa (manusia dan kappa) dari dunia mereka ke
pernah mengakses dan berhubungan dengan dunia spesies lain, tidak dijelaskan dengan
dunia lain (termasuk dunia kappa) sebagai detail, kecuali pada bagian tatkala tokoh-aku
gejala kegilaan. Sementara itu, di hadapan para hendak kembali ke dunia manusia, dan itu pun
kappa yang dunianya diakui oleh spesies lain tidak benar-benar detail karena dinarasikan
(tokoh-aku dari spesies manusia), akan pada peralihan bab (dari “Bagian XVI” ke
memandang (bahkan menghina) bahwa “Bagian XVII”), dan pada pembuka narasi
manusia-manusia seperti dr. S sangat rawan “Bagian XVII”, sang narator telah menjalani
menjadi korban—yang dicap sebagai kehidupan yang lazim (sebelum mengalami
penderita—dementia praecox (Akutagawa, gejala kegilaan) di dunia manusia.
2016: 81–82). Pelanggaran-pelanggaran-batas tersebut juga
terjadi di awal dan akhir novel, yang artinya
Berdasarkan pembahasan-pembahasan membingkai peristiwa pengalaman panjang
pada sub ini, dapat ditarik poin penting bahwa tokoh-aku di dunia kappa, tempat ia
pelanggaran-pelanggaran-batas yang menemukan dunia yang tidak kalah luas
dilakukan oleh masing-masing spesies dengan dunia yang manusia tinggali.
(manusia dan kappa), dari dunia mereka ke
dunia spesies lain, tidak dijelaskan dengan DAFTAR PUSTAKA
detail, kecuali pada bagian tatkala tokoh-Aku Adler, M. J., & Doren, C. van. (2012). How to
hendak kembali ke dunia manusia—itu pun Read a Book. Jakarta: Indonesia
tidak benar-benar detail karena dinarasikan Publishing.
pada peralihan bab (dari “Bagian XVI” ke
“Bagian XVII”), dan pada pembuka narasi Akutagawa, R. (2012). 河童.或阿呆の一生.
“Bagian XVII”, sang narator telah menjalani Tokyo: Shinchosa.

12 Possible-World dan Pelanggaran-Batas Antardunia dalam Novel Kappa Karya Ryunosuke Akutagawa
Akutagawa, R. (2016). Kappa. Jakarta: KPG. Nurgiyantoro, B. (2019). Teori Pengkajian
Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.
Bell, A., & Ryan, M.-L. (2019). Possible
Worlds Theory and Contemporary Poluan, D. M. (2018). Analisis Novel Kappa
Narratology. Lincoln & London: Karya Ryunosuke Akutagawa. Manado.
University of Nebraska Press.
Purnomo, A. R. P. (2019). Cerita Rakyat
Faruk. (2017). Metode Penelitian Sastra. Jepang: Dari Hokkaido Sampai
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Okinawa. . Surabaya: UNAIR Press.
Foster, M. (2015). The Book of Yokai. Ryan, M.-L. (1992). Possible Worlds in
California: California University Press. Recent Literary Theory. Style, 26(4),
528–553.
Foster, M. D. (1998). The Metamophosis of
the Kappa Transformation of Folklore Ryan, M.-L. (2019). From Possible Worlds to
to Folklorism in Japan. Asian Folklore Storyworlds. In A. Bell & M.-L. Ryan
Studies, 57(1), 1–24. (Eds.), Possible Worlds Theory and
Contemporary Narratology. Lincoln &
Fukue, N. (2012). Literary Awards Run
London: University of Nebraska Press.
Spectrum: Akutagawa, Naoki Top in
Prestige but Others May Pay More. Ryan, M.-L., & Bell, A. (2019). Introduction:
Possible Worlds Theory Revisited. In A.
Herman, D., Jahn, M., & Ryan, M.-L. (2005).
Bell & M.-L. Ryan (Eds.), Possible
The Routledge Encyclopedia of
Worlds Theory and Contemporary
Narrative Theory. London: Routledge.
Narratology. Lincoln & London:
Koon-ki T., H. (1993). Kappa as a Dystopian: University of Nebraska Press.
A Study of Akutagawa’s Anti-Utopian
Sari, L. P. (2008). Analisis Konsep Utopia
Thought. NOAG, 153(1), 45–62.
dalam Novel Kappa Karya Akutagawa
Krisna, N. P. A. (2018). Pergeseran Bentuk Ryunosuke. Jakarta Barat.
dan Makna Terjemahan dalam Cerpen
Setiowati, R. V., & Wardani, E. D. (2016).
Kappa Karya Akutagawa Ryunosuke.
Capitalism as an Ideology Criticized
Jurnal Humanis, 22(4), 1009–1017.
through Allegory in Ryunosuke
Mack, E. (2004). Accounting for Taste: The Akutagawa’s Kappa. Jurnal of Language
Creation of the Akutagawa and Naoki and Literature, 16(2), 178–200.
Prizes for Literature. Harvard Journal of
Taylor, S. J., Bogdan, R., & DeVault, M. L.
Asiatic Studies, 64(2), 291–340.
(2016). Introduction to Qualitative
Meyer, M. (2015). The Night Parade of One Research Methods. New Jersey: John
Hundred Demons a Field Guide of Wiley & Sons, Inc.
Japanese Yōkai. United States:
Yoshida, S., Takeda, K., & Katsuhiko, K.
Matthew Meyer.
(1972). 芥川文学 : 海外の評価. Tokyo:
Napier, S. J. (2005). The Fantastic in Modern Waseda University Press.
Japanese Literature. New York: Taylor
Zhang, X. (2010). Framing Possible-Worlds
& Francis e-Library.
Narratology. Comparative Literature:
East & West, 13(1), 143–153.

Hatindriya Hangganararas, Ilham Rabbani. (2022).


J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. Vol.4 (2) pp. 1-13. 13

View publication stats

You might also like