Professional Documents
Culture Documents
Produk Fermentasi Tradisional Indonesia Berbahan Dasar Pangan Hewani Daging Dan Ikan A Review
Produk Fermentasi Tradisional Indonesia Berbahan Dasar Pangan Hewani Daging Dan Ikan A Review
URL: https://journal.uns.ac.id/jaht/article/view/473
ABSTRACT
Indonesia as an archipelagic country is rich in ethnicity and culture. This condition causes Indonesia to
have a lot of uniqueness, one of which is traditional food. Traditional foods are varied from traditional
non-fermented foods to traditional fermented foods. Based on the essential ingredients, traditional
fermented foods from Indonesia can be grouped into 2 types, plant-based, and animal-based fermented
foods. Information about plant-based fermented foods has been widely discussed, one of which is
tempeh. However, a comprehensive discussion of traditional animal-based fermented food products,
especially meat and fish, is rarely found. Therefore, the discussion on this topic can be a new thing to
provide information to the public about Indonesia's treasures from a culinary perspective. This review
discusses several traditional fermented foods from Indonesia, such as shrimp paste (terasi), urutan,
budik, bekasam, naniura, buntilan/bontot, and ikan peda. In most cases, these foods utilize lactic acid
bacteria (LAB) for their manufacture. This article is expected to be able to complete information about
traditional fermented food products from Indonesia, as well as to promote the treasures of culinary
origins from Indonesia to the societies.
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara kepulauan kaya akan suku dan budaya. Kondisi ini menyebabkan Indonesia
memiliki banyak keunikan, salah satunya adalah makanan tradisional. Makanan tradisional sangat
beragam, mulai dari makanan tradisional non fermentasi hingga makanan tradisional terfermentasi.
Berdasarkan bahan dasarnya, makanan tradisional terfermentasi asal Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 2 macam, yaitu makanan terfermentasi nabati dan makanan terfermentasi hewani. Informasi
mengenai makanan terfermentasi berbahan dasar nabati telah banyak dibahas, salah satunya adalah
tempe. Akan tetapi pembahasan secara komprehensif mengenai produk makanan tradisional
terfermentasi berbahan dasar hewani, khususnya daging dan ikan masih sangat jarang dijumpai. Oleh
karena itu, pembahasan mengenai topik tersebut dapat menjadi hal yang baru untuk melengkapi
informasi kepada masyarakat tentang kekayaan Indonesia dari sisi kulinernya. Review ini membahas
beberapa makanan tradisional terfermentasi asal Indonesia seperti terasi, urutan, budik, bekasam,
naniura, buntilan/bontot, dan ikan peda. Secara garis besar, makanan-makanan tersebut memanfaatkan
bantuan bakteri asam laktat (BAL) untuk pembuatannya. Artikel ini diharapkan dapat melengkapi
informasi mengenai produk makanan tradisional fermentasi asal Indonesia, sekaligus mempromosikan
kekayaan kuliner asal Indonesia kepada masyarakat luas.
Cite this as: Adi. P, Mulyani. R, Yang.J. J, Setiawibawa. A. A (2022). Produk Fermentasi Tradisional Indonesia
Berbahan Dasar Pangan Hewani (Daging Dan Ikan): A Review JAHT: Journal of Applied Agriculture, Health,
and Technology 1(2), 34-48.
34
35 JAHT: Journal of Applied Agriculture, Health, and Technology 1(2), 34-48, 2022
dasar daging, baik itu ikan, sapi, ayam, babi, HASIL DAN PEMBAHASAN
dan domba. Dengan adanya pemetaan Perbedaan utama dari makanan
tersebut, maka dapat dilihat tantangan dan terfermentasi dan non fermentasi adalah
potensi pengembangan dari makanan terkait ada tidaknya penggunaan atau
tradisional berbahan dasar daging. pemanfaatan bantuan mikroba dalam
Penemuan kembali produk daging pengolahan makanan tersebut. Makanan
fermentasi tradisional sebagai pangan olahan non fermentasi merupakan jenis
fungsional juga merupakan arah yang makanan yang tidak menggunakan bantuan
menarik karena karakteristik asli bahan mikroba dalam pengolahannya. Beberapa
baku dan teknologi berubah selama proses contoh makanan tradisional non fermentasi
sehingga menghasilkan produk dengan asal Indonesia diantaranya kue serabi [28]–
fungsionalitas yang lebih baik. [30]; jenang dodol [31]; rengginang [32];
Artikel review ini bertujuan untuk rendang [33], [34]; wingko babat [35]; kue
berkontribusi dalam melengkapi informasi kembang goyang [36], [37]; tiwul [38]; kue
dalam memenuhi studi mengenai makanan putu [39]; gethuk [40], dan gandos [41].
tradisional fermentasi Indonesia dan
melakukan pemetaan pada produk makanan Pangan Olahan Tradisional Fermentasi
fermentasi tradisional yang berbahan dasar di Indonesia
daging yang ada di Indonesia. Makanan fermentasi biasanya
menggunakan bantuan mikroba dalam
METODE
pembuatannya [42]. Makanan jenis ini
Metode penelitian yang digunakan merupakan jenis makanan yang
pada penelitian ini adalah literature review menerapkan bioteknologi konvensional
yaitu dengan melakukan review terhadap 77 yang disebut sebagai teknologi fermentasi.
(tujuh puluh tujuh) artikel ilmiah yang Teknologi fermentasi telah lama diterapkan
berkaitan dengan pangan fermentasi oleh manusia sejak berpuluh-puluh tahun
berbahan dasar daging dan ikan yang yang lalu untuk mengolah produk berbahan
terdapat di Indonesia. Penelitian ini dasar hewani yaitu susu atupun daging.
menggunakan tinjauan sistematis dengan Metode ini dilaporkan oleh beberapa
melakukan identifikasi, memilih, dan penelitian dapat meningkatkan nilai nutrisi,
menilai secara kritis studi yang relevan daya simpan dan keamanan daging
terkait tema. Penelitian ini dilakukan fermentasi [43].
dengan menggunakan bantuan mesin Mikroba yang digunakan dalam
pencari dan database bereputasi seperti pembuatan produk fermentasi berbahan
Science Direct, Pubmed, Scopus, dan dasar hewani ini dapat muncul secara alami
Google scholar. (spontan) maupun dari penambahan kultur
Pencarian sumber literarur dimulai mikroba. Mikroba-mikroba ini dalam
pada 01 – 28 Oktober 2022. Rentang waktu proses fermentasi dapat mengolah senyawa
publikasi yang digunakan sebagai acuan karbohidrat yang berada di dalam bahan
adalah 1983-2022. Rentang tersebut pangan untuk mendukung kehidupannya.
terhitung panjang dikarenakan terdapat Selain itu, proses fermentasi dari mikroba-
beberapa publikasi terkait makanan mikroba ini dapat menghidrolisis senyawa
tradisional yang tidak direplikasi dalam 10 karbohidrat menjadi asam-asam organik
tahun terakhir. [44]. Hasil hidrolisis dari mikroba tersebut
juga dapat berupa oligosakarida, gula
reduksi, dan pati resisten yang berpotensi
Tabel 1. Profil Produk Fermentasi Tradisional Indonesia Berbahan Dasar Pangan Hewani (Daging dan
Ikan)
Mikroba yang
No Produk Asal daerah Bahan dasar Referensi
terlibat
juga dapat dibuat menggunakan usus sapi menurunkan kadar protein dan susut masak
ataupun kambing [56]. Beberapa bahan lain budik [69].
yang juga dicampurkan pada proses
pembuatan budik diantaranya adalah lemak 4. Bekasam
hewani, gula lontar, bawang putih, Bekasam adalah salah satu produk
ketumbar, lengkuas, bawang merah, garam, makanan terfermentasi tradisional yang
lada, dan sereh [69]. dikenal di Indonesia, terutama di pulau
Jika dilihat dari bahan yang
Sumatera, khususnya daerah Sumatera
digunakan untuk pembuatan budik, Selatan. Bekasam juga dapat ditemukan di
sebenarnya produk ini hampir mirip dengan pulau Kalimantan [58], khususnya di
produk sosis urutan yang berasal dari Bali. Kalimantan Selatan [59]. Makanan ini
Perbedaan utamanya adalah bahan dasar berupa makan hasil fermentasi ikan yang
yang digunakan. Urutan pembuatannya prosesnya masih dilakukan secara
menggunakan potongan daging babi, tradisional yaitu menggunakan fermentasi
sedangkan budik menggunakan darah babi. spontan. Oleh karena itu, mikroba yang
Penggunaan darah babi ini dikarenakan digunakan untuk pembuatan bekasam
faktor ekonomi yang harganya murah dan muncul secara alami dan dirangsang dengan
tersedia di pasar lokal Kupang. Murahnya penggunaan garam dan sumber karbohidrat
harga darah babi di kota Kupang,
seperti nasi, beras sangrai, tape ketan,
dikarenakan limbah darah hanya dibuang tepung, dan singkong. Adapun kondisi
percuma di Rumah Pemotongan Hewan fermentasi yang diterapkan adalah kondisi
(RPH). anaerobik. Beberapa jenis ikan yang biasa
Penelitian yang dilakukan oleh [56] digunakan untuk membuat bekasam adalah
menunjukkan bahwa budik memiliki kadar ikan teri [59], ikan nila [58], ikan seluang,
air 56,34%; kadar protein 8,41%; kadar ikan wader [60], [62]; ikan sepatsiam [61],
lemak 25,65%; dan kadar abu 0,7%. Lebih ikan kurisi, dan ikan bandeng [70]
lanjut dijelaskan bahwa dari pengujian Secara umum kandungan gizi yang
organoleptik mayoritas panelis tidak begitu dimiliki bekasam yang dibuat dengan
menyukai produk ini, sehingga perlu
fermentasi spontan diantaranya memiliki
dilakukannya inovasi untuk meningkatkan
kadar air 72,7%; kadar protein 8,4%; kadar
tingkat kesukaan. Inovasi yang telah lemak 0,5%; dan kadar abu 4,5%. Pada
dilakukan oleh [56] adalah dengan penelitian lain yang menggunakan kultur
mengubah komposisi budik yaitu bakteri asam laktat dengan nasi sebagai
komposisi darah, lemak abdominal dan sumber karbohidrat, bekasam yang dibuat
daging yang digunakan. Modifikasi ini memiliki kandungan gizi sebagai berikut,
ternyata berdampak cukup baik terhadap kadar air 69,6%; kadar protein 9,0%; kadar
kesukaaan panelis yaitu dengan lemak 0,8%; dan kadar abu 1,6% [59].
peningkatan secara siginifikan penerimaan Penggunaan garam dalam pembuatan
panelis dari sisi warna, aroma, rasa, dan bekasam dapat mempengaruhi penerimaan
tekstur [56]. Pada penelitian lain, tepung
terhadap produk ini khususnya pada
beras merah ditambahkan pada produk parameter aroma, warna, dan tekstur
budik untuk memperbaiki kualitas produk. Pada penelitian yang dilakukan
fisikokimianya [69]. Dari penelitian oleh [71] dengan menggunakan ikan kurisi,
tersebut diketahui bahwa penambahan diketahui bahwa peningkatan jumlah garam
tepung beras merah dapat meningkatkan yang ditambahkan pada saat pembuatan
kadar air, abu, dan lemak budik, namun produk juga akan meningkatkan tingkat
penerimaan panelis terhadap bekasam dari dulunya Naiura hanya bisa dikonsumsi dan
sisi aroma, warna, dan kekerasan. Akan dihidangkan dalam upacara adat raja Toba
tetapi jika dilihat dari sifat fisikokimianya, dan acara pesta pernikahan. Namun, seiring
bekasam dengan penambahan garam berkembangnya zaman, saat ini Naniura
sebesar 40% menjadi formulasi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat bebas di
terbaik untuk bekasam ikan kurisi. restoran.
5. Naniura 6. Bebontot/buntilan
Naniura adalah makanan tradisional Bebontot merupakan produk olahan
fermentasi dari Suku Batak Toba, Sumatera daging dalam bentuk sosis yang berasal dari
Utara yang terbuat dari ikan mas yang tidak Bali. Bebontot atau yang dikenal dengan
dimasak dengan penambahan rempah buntilan merupakan olahan tradisional yang
khusus seperti andaliman, jeruk batak (Unte dapat diolah dengan menggunakan daging
jugga), kecombrang, kemiri, kunyit, dan babi, ayam, dan sapi [65], [66], [74].
jahe [64]. Naniura dibuat dengan merendam Bebontot sering kali menjadi sajian yang
ikan mas dengan menggunakan rendaman dipersiapkan oleh masyrakat Bali dalam
jeruk jugga atau asam selama beberapa jam. menyambut upacara atau festival acara
Penggunaan asam pada pembuatan keagamaan.
Naniura akan menurunkan pH pada pangan
Bebontot diporses melalui proses
sehingga membuat produk dapat memiliki
fermentasi alami tanpa penambahan bakteri
kemampuan untuk menghambat bakteri
asam laktat (BAL) tertentu selama
patogen. Penelitian yang dilakukan oleh
prosesnya. Daging dicampurkan dengan
[72] menemukan bahwa terdapat strain
berbagai rempah seperti laos, jahe, bawang
Bakteri Asam Laktat yang terdapat pada
putih, cabe, dan merica. Campuran antara
Naniura. Penelitian lain menunjukkan
daging dan bumbu tersebut dibungkus ke
bahwa pada Naniura mengandung senyawa
dalam daun pisang dan dikeringkan selama
aktif yang bermanfaat bagi kesehatan
empat sampai dengan lima hari hingga
sebagai antimikrobia [72]. Penelitian lain
muncul aroma khas bebontot [65].
oleh [63] menujukkan bahwa Naniura
mengandung bakteri asam Laktat (BAL)
yang mampu memproduksi 7. Ikan Peda
eksopolisakarida (EPS). EPS telah banyak Ikan peda merupakan produk olahan
diteliti memiliki aktivitas sebagai fermentasi yang terbuat dari ikan kembung
antioksidan, antibakteri, anti-tumor, dan (Rastrelliger neglectus) yang ditambah
mampu meningkatkan imun pada tubuh dengan 20-30% garam melalui dua tahap
[73]. Bakteri asam laktat yang ditemui pada fermentasi dan proses pengeringan selama
Naniura adalah Lactobacillus sp. 1, minimal 6 hari. [27]. Bakteri yang aktif
Lactobacillus sp. 2 dan Lactobacillus sp. 3 selama proses fermentasi ikan peda adalah
[63]. bakteri halofilik yang mampu aktif pada
Naniura berdasarkan sejarah Suku konsentrasi garam 15% [75]. Beberapa
Batak dikenal juga dengan istilah Dekke mikroorganisme bakteri asam laktat (BAL)
Naniura yang artinya adalah ikan segar dari yang diisolasi dari produk ikan peda adalah
danau atau sungai yang diura ataau L. plantarum, L. curvatus , L. murinus and
diasamkan. Naniura merepresentasikan S. thermophilus.
nilai budaya dan keunggulan daerah
Ikan peda banyak dikonsumsi di
Tapanuli (Toba). Berdasarkan sejarah,
pulau Jawa, terutama Jawa Barat. Ikan peda
awalnya dikenalkan oleh pedagang ikan [2] S. Wijaya, “Indonesian food culture
Thailand yang menjual ikannya ke mapping: A starter contribution to
Malaysia dan Indonesia. Proses transportasi promote Indonesian culinary
yang cukup lama membuat ikan yang tourism,” Journal of Ethnic Foods,
disimpan di keranjang bambu berubah BioMed Central Ltd, 2019. 6(1), doi:
karakteristik kimia dan biologinya sehingga 10.1186/s42779-019-0009-3.
hingga saat ini dikenal dengan ikan peda. [3] A. Wibisono, H. A. Wisesa, Z. P.
Rahmadhani, P. K. Fahira, P.
Perkembangan mengenai
Mursanto, and W. Jatmiko,
optimalisasi produk ikan peda terus
“Traditional food knowledge of
dilakukan. Salah satunya dilakukan oleh
Indonesia: a new high-quality food
[76] dengan menambahkan cairan hasil
dataset and automatic recognition
fermentasi sawi putih sebagai starter
system,” J Big Data, 2020. 7(1), doi:
sehingga mampu memperpendek waktu
10.1186/s40537-020-00342-5.
produksi ikan peda menjadi hanya 3 hari.
[4] R. Sharma, P. Garg, P. Kumar, S. K.
Selain itu, inovasi berbahan dasar ikan peda
Bhatia, and S. Kulshrestha,
juga banyak berkembang, salah satunya
“Microbial fermentation and its role
adalah inovasi pembuatan ikan peda dalam
in quality improvement of fermented
bentuk bubuk yang dapat digunakan
foods,” Fermentation, MDPI AG,
sebagai bumbu (seasoning) [77].
2020. 6(4), doi:
KESIMPULAN 10.3390/fermentation6040106.
Indonesia sebagai negara yang kaya [5] R. Bao et al., “Shortening
akan suku dan etnik memiliki produk- Fermentation Period and Quality
produk kuliner yang beragam. Beberapa Improvement of Fermented Fish,
diantaranya adalah terasi, urutan, budik, Chouguiyu, by Co-inoculation of
bekasam, naniura, bebontot/buntilan, dan Lactococcus lactis M10 and
ikan peda. Semua produk merupakan Weissella cibaria M3,” Front
produk khas dari beberapa daerah di Microbiol, 2018. 9, doi:
Indonesia. Bakteri yang berperan pada 10.3389/fmicb.2018.03003.
beragam produk fermentasi yaitu bakteri [6] * Obadina, O. J. Akinola, T. A. Shittu,
asam laktat (BAL) spontan. Melalui artikel and Bakare, “Effect of Natural
ini, penulis mencoba memberikan informasi Fermentation on the Chemical and
kepada masyarakat mengenai salah satu Nutritional Composition of
kekayaan Indonesia yang berupa produk Fermented Soymilk Nono,” 2013.
pangan fermentasi berbahan dasar daging [Online]. Available: www.nifst.org
dan ikan, sehingga pada akhirnya dapat [7] A. Savadogo, “The Role of
membuat produk-produk tersebut menjadi Fermentation Reactions in the
lebih dikenal oleh masyarakat luas. Generation of Flavor and Aroma of
Foods,” in Fermentation, CRC Press,
DAFTAR PUSTAKA 2012, pp. 65–102. doi:
[1] S. Utami, “Kuliner 10.1201/b11876-8.
Sebagai Identitas Budaya: [8] R. F. Mcfeeters, “Fermentation
Perspektif Komunikasi Lintas Microorganisms and Flavor Changes
Budaya,” CoverAge: Journal of in Fermented Foods,” 2004. [Online].
Strategic Communication, 2018. 8(2): Available: www.ift.org
p. 37-44. [9] M. Verni, V. Verardo, and C. G.
Rizzello, “How fermentation affects
Copyright © 2022 Universitas Sebelas Maret
43 JAHT: Journal of Applied Agriculture, Health, and Technology 1(2), 34-48, 2022
penyedap rasa dari ikan peda dengan Penelitian LP2M Unhas seri Ilmu
penerapan variasi bumbu,” Buletin Hayati, 2011. 11(1)p. 35–43