Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

TEORI KONSTRUKTIVISME MEMBANGUNG KONSEP BERPIKIR

DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA

CONSTRUCTIVISM THEORY BUILDING STUDENTS' THINKING


CONCEPT AND MATHEMATIC UNDERSTANDING

Asep Saepulloh1; Dede Muhamad2 ; Delly Alfianoor3


1
Program Studi Pendidikan Matematika, UIN Sunan Gunung Djati Bandung;
1202050019@student.uinsgd.ac.id
2
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Asal Penulis;
alfitzu@gmail.com
3
Program Studi Pendidikan Matematika, UIN Sunan Gunung Djati Bandung;
1202050138@student.uinsgd.ac.id

Abstract: There has been a stigma that mathematics is a difficult subject for students to
understand. This is inseparable from the abstraction of mathematics itself so that students
will find it difficult to model mathematics from abstract to concrete forms. The stage of
human thinking does not necessarily understand abstract mathematics but must begin with
concrete mathematics. Thus, this research aims to describe the difficulties experienced by
elementary school students and solutions for teachers in understanding mathematical
concepts starting from basic knowledge. This research is a research based on literature
review with the type of qualitative research. Data collection techniques by combining
several theories from relevant sources so as to produce new information. The results of this
study indicate that there are several difficulties faced by elementary school students in
understanding mathematics, such as lack of knowledge of prerequisite material, inability to
model mathematics, lack of creative thinking skills, material misconceptions, and external
factors such as inappropriate learning models or situations and conditions. which does not
make students optimal in learning, this problem can be overcome by making constructivism
theory a theory used by teachers in elementary mathematics learning. ️Keywords:
Abstract, creative thinking, difficulties, factors, constructivism

Abstrak: Sudah muncul stigma bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit
dipahami oleh siswa. Hal ini tidak terlepas dari keabstarkan matematika itu sendiri
sehingga siswa akan merasa kesulitan dalam memodelkan matematika dari bentuk abstrak
ke konkret. Tahap berpikir siswa tidak serta merta bisa memahami matematika yang
bersifat abstrak tapi harus dimulai dengan pemahaman matematika yang bersifat konkret.
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan yang dialami siswa SD
dan solusi bagi guru dalam memahamkan konsep matematika yang dimulai dari
pengetahuan dasar. Penelitian ini merupakan penelitian berdasarkan kajian pustaka dengan
jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan menggambungkan beberapa
teori dari sumber yang relevan sehingga menghasilkan informasi yang baru. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan beberapa kesulitan yang diahadapi siswa SD dalam memahami
matematika, seperti kurangnya pengetahuan materi prasyarat, ketidakmampuan
memodelkan matematika, kurangnya kemampuan berpikir kreatif, miskonsepsi materi, dan
faktor luar seperti model pembelajaran yang kurang tepat ataupun situasi dan kondisi yang
tidak membuat siswa optimal dalam belajar, permasalahan ini dapat diatasi dengan
menjadikan teori konstuktivisme sebagai teori yang digunakan oleh guru dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Kata kunci:
Abstrak, berpikir kreatif, kesulitan, faktor, konstuktivisme

1. Pendahuluan

Menurut (Waluya, 2019) Sekolah adalah lembaga pendidikan dimana peserta didik
dapat mendidik dirinya secara optimal dalam kehidupan sekarang dan masyarakat di
masa yang akan datang. Di lingkungan sekolah peserta didik disamping dibina juga
diarahkan untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga tidak
heran bahwa melalui sekolahlah peserta didik dapat menyiapkan dirinya untuk dapat
melangsungkan kehidupannya kelak. Masalah utama pembelajaran di pendidikan
formal (sekolah) saat ini adalah rendahnya perhatian siswa dalam proses
pembelajaran. Hal ini tentunya disebabkan oleh kondisi pembelajaran yang bersifat
monoton dan tidak memperhatikan luasnya dimensi siswa itu sendiri dalam
mengartikan pembelajaran sebenarnya (E. I. Sari et al., 2021). Sejalan dengan itu
Hulukati & Payu, 2021) awal bagi guru dalam memberikan pemahaman mengenai
matematika ialah dengan teori kontruktivisme (Hulukati & Payu, 2021). Sehingga
pemahaman siswa mengenai matematika dibangun bukan dari pengetahuan
melainkan dari pengalamannya dalam mengkontruksi pembelajaran.

Namun, sebagaimana pendapat dari Panggabean & Tamba (2020) bahwa


pemahaman siswa SD masih rendah dalam memahami matematika. Hal ini sejalan
dengan tingkat berpikir siswa SD yang belum bisa memahami matematika yang
bersifat abstrak menjadi konkret. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan
oleh Bona Tahun 2018 Bahwa 85% lulusan SD, 75% lulusan SMP, 55% lulusan
SMA tidak mencapai kompetensi matematika. Selain itu, dari Rahayu (2018)
menyebutkan dalam pembelajaran matematika ada sebagian siswa yang mengalami
miskonsepsi dalam memahami pembelajaran. Hal tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhi, baik dari guru itu sendiri maupun dari siswa (Rahayu, 2018).
Sehingga guru harus mampu memprediksi kesulitan apa saja yang sekiranya akan
dialami oleh siswa. Tetapi, sebagaimana pendapat dari Sari et al., (2021) bahwa guru
masih menerapkan sistem pelajaran matematika dengan sistem mengahapal. Hal ini
menjadi salah satu alasan siswa tidak menyukai matematika. Selain itu, guru harus
membekali siswa dengan kemampuan matematika, seperti penaralan, komunikasi,
dan pemecahan masalah (Sopiany & Rahayu, 2019). Guru juga harus mampu
membuat siswa merasa senang mengikuti pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
pendapat Cahirati et al., (2020) bahwa dalam mengawali pembelajaran guru harus
mampu meninggalkan kesan positif bagi siswa. Ini sejalan dengan tujuan dari
pengaplikasian teori konstruktivisme dalam pembelajaran matematika.
Teori kontruktivisme pada dasarnya hanya alat bagi siswa dalam memahami
matematika berdasarkan pengelaman dan tidak selamanya pengetahuan itu selalu
sama dengan kenyataan (Sugrah, 2020). Dalam konteksnya siswa diberikan
kebebasan dalam mengkontruksi pembelajaran tapi tidak terlepas dari arahan dan
pengawasan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Atiaturrahmaniah, et al (2017)
bahwa guru harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif yang membuat
siswa menemukan solusi dari pemecahan masalah yang dihadapinya. Siswa
membentuk dan mengembangkan pemahamanya dan menyimpannya sehingga
ketika menghadapi permasalahan yang baru siswa mampu menyelesaikan
permasalahan tersebut berdasarkan pengalaman yang didapat (Rizki & Pd, 2019).
Hal ini merupakan salah satu kelebihan penerapan teori kontruktivisme dalam
pembelajaran matematika.

Penelitian sebelumnya yang membahas pengaruh pengalaman siswa dalam


membangun pengetahuan matematika untuk menyelesaikan problem segiempat yang
dilakukan oleh Sopiany H dan Rahayu W dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa
Ditinjau Dari Teori Konstukrivisme Pada Materi Segiempat” hasil penelitian
kuantitatif ini menunjukan bahwa siswa masih rendah dalam pengetahuan dasar
matematika, ini tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal (Sopiany & Rahayu,
2019). Penelitian sebelumnya juga diperkuat yang menyebutkan bahwa siswa salah
satu faktor penghambat siswa dalam memahami matematika ialah kurangnya
pengetahuan dasar siswa mengenai matematika (Panggabean & Tamba, 2020).
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak dari jenis
penelitiannya. Penelitian ini bersifat kualitatif sedangkan penelitian sebelumnya
bersifat kuantitatif. Selain itu, ditinjau dari objek kajiannya jika penelitian ini
memilih siswa SD sebagai objeknya maka penelitian sebelumnya memilih siswa
SMP sebagai objek kajiannya.
Adapun tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan solusi bagi guru
dalam memilih teori yang digunakan dalam model pembelajaran sehingga mampu
membangun pengetahuan dasar siswa mengenai matematika materi segiempat.

2. Metodologi Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian berdasarkan kajian Pustaka yang


dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut, berdasarkan kajian kritis dan
menyeluruh terhadap bahan pustaka yang relevan (M. Sari, 2020) dan data yang
didapat adalah data sekunder. Sedangkan, untuk analisis data penulis menggunakan
Langkah Reduksi data dengan proses memfokuskan dan menyeleksi
penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data mentah yang muncul (Rijali,
2018). Sehingga didapat informasi yang baru terkait permasalahan yang dikaji.

3. Hasil dan Pembahasan


Pada fase Sintesis Ide, siswa menggabungkan ide-ide dari dua aspek, yaitu informasi
yang diperoleh dari pembelajaran di kelas dan pengalaman dalam memecahkan
masalah matematika (Puspaningtyas, 2019). Matematika yang diajarkan di tingkat
SD tentu akan berbeda dengan tingkat SMP begitu pun dengan tingkat SMA
sehingga dalam mengambungkan ide-ide yang didapat maka lebih menitikberatkan
pada pengalamannya. Dalam pembelajaran guru memegang peranan penting dalam
menumbuhkan minat belajar siswa (Kelas et al., 2019). Hal ini tidak terlepas bahwa
kesuksesan pembelajaran dimulai dengan respon positif dari siswa.

Teori konstruktivis memandang belajar sebagai aktivitas yang benar-benar aktif di


mana siswa membangun pengetahuan mereka, mencari makna mereka sendiri,
mengeksplorasi apa yang telah mereka pelajari, dan menyempurnakan konsep dan
ide baru dengan pengetahuan yang sudah ada di dalamnya (Djamaluddin, 2019).
Dalam pembelajaran matematika salah satu kemampuan yang perlu dimiliki dan
dilatih ialah kemampuan berpikir kreatif (Manurung, Alberth Supriyanto; Halim,
Abdul; Rosyid, 2020). Hal ini tidak terlepas dari permasalahan matematika yang
selalu mendorong siswanya untuk berpikir kreatif. Salah satu solusi untuk melatih
berpikir kreatif siswa ialah dengan penggunaan model pembelajaran berbasis
konturktivis. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Manurung, Alberth Supriyanto;
Halim, Abdul; Rosyid (2020) bahwa tujuan dari pembelajaran matematika adalah
untuk mengembangkan pola berpikir kreatif siswa.

Tetapi, dalam proses pembelajaran siswa pasti akan menemukan beberapa kesulitan.
Hal ini diperjalas dengan pendapat Arifin (2020) yang menyatakan bahwa ada faktor
dua faktor penghambat siswa dalam belajar, yaitu faktor internal dan eksternal. Hal
ini diperjelas lagi juga oleh Dumont dalam Van Streenbrugge hambatan yang umum
dialami siswa SD ialah belum bisanya memanfaatkan kemampuan kognitif dalam
menyelesaikan permasalahan matematika serta faktor luar dari siswa itu sendiri
(Arifin, 2020). Itu tidak terlepas dari tingkat berpikir anak usia SD yang belum
mampu mengkontruksi matematika abstrak menjadi konkrit sehingga peranan guru
dalam memilih dan menyiapkan model pembelajaran sangat penting.

Adapun, penerapan model konstruktivisme yang dapat dilakukan oleh guru


berdasarkan pendapat dari Maulida et al. (2019) adalah sebagai berikut.
No Fase Langakah-langkah
1 Fase orientasi konstruk Menyiapkan kelas kondusif

Memulai dengan apersepsi, tanya jawab dan


menulis materi prasyarat.

Menyemangati siswa dengan sebuah


motivasi dan menyiapkan pembelajaran
berbasis kontekstual

Menyampaikan tujuan atau indikator


pembelajaran.
2 Fase Konstruk Siswa dipersilakan untuk mengamati media
yang telah disediakan

Menemukan konsep baru berdasarkan


pengetahuan yang sebelumnya sudah didapat

Guru memastikan bahwa konsep yang


didapat telah benar dan memenuhi indikator
yang dituju

Siswa mempresentasikan penemuannya


dikelas
3 Fase integrative Kaitkan konsep yang dibangun dengan mata
pelajaran non-matematis dengan
memunculkan ide-ide yang konkret, jelas,
dan terfokus untuk konsep yang akan
digunakan.
4 Fase kontekstual Mengaitkan konsep yang telah disusun
dengan kehidupan sehari-hari

Menyelesaikan permasalahan konstektual


yang berhubungan dengan aktivitas siswa

Mempresentasikan hasil diskusi dari fase


integratif dan kontekstual

5 Fase reflektif Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran


berdasarkan penguatan yang telah diberikan
guru

Guru memberikan tugas untuk meningkatkan


pemahaman siswa terkait materi yang
didiskusikan

Dengan penerapan teori konstruktivisme dalam pembelajaran dapat meningkatkan


motivasi belajar siswa dan sebagai pendorong bagi siswa untuk dapat mudah
memahami bahan ajar dan soal yang diberikan (Handayani, 2019). kemudahan siswa
dalam memahami bahan ajar dan soal diberikan berbanding lurus terhadap capaian
pembelajaran guru. Itu terbukti dari penelitian yang dilakukan Handayani (2019)
bahwa terdapat 70% siswa yang nilainya diatas KKM ( ≥ 80 ¿ setelah penggunaan
teori konstruktivisme pada pembelajaran matematika SD.

Implementasi penerepan teori konstuktivisme dalam pembelajaran matematika


mencari rumus persegi dan persegi panjang.
1. Guru menyiapkan sebuah karton berbetuk persegi yang berukuran besar dan
menyiapkan karton berbentuk persegi dengan ukuran lebih kecil.

2. Guru meminta siswa untuk Menyusun persegi kecil diatas persegi besar
hingga menutupi persegi besar.

3. Meminta untuk menghitung berapa banyak persegi kecil yang menutupi


persegi berukuran besar.
4. Siswa menjawab bahwa ada 4, terdiri dari baris pertama ada 2 kotak dan
baris ke dua ada dua kotak atau 2 + 2 =4
5. Guru mengingatkan siswa mengenai perkalian merupakan arti dari
penjumalahan yang berurutan sehingga 2 + 2 akan sama dengan 2 ×2=4
6. Sehingga luas persegi didapat dengan mengalikan kedua dari Panjang sisi
pada persegi.

Soal uraian:
Ahmad pergi ke took buku tulis untuk membeli karton

Kesimpulan
Untuk dapat memahami matematika maka perlu dibangun konsep dasar yang
kuat yang mulai bisa dilakukan ditingkat SD. Sehingga sebagai guru perlu
menerapkan konsep matematika yang benar agar siswa tidak mengalami
kesulitan maupun miskonsepsi ketika menemukan permasalahan matematika.
Tapi, dalam pelaksanaanya, tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan permasalahan matematis. Ini tidak lepas dari sifat matematika itu
sendiri yang bersifat abstrak sehingga guru pada tingkat SD harus mampu untuk
memodelkan matematika yang bersifat abstrak menjadi konkret. Pemodelan
matematika ini membutuhkan suatu aturan atau teori yang digunakan sebagai
metode dalam pembelajaran. Salah satu teori yang mampu meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman siswa berdasarakan pengalaman pribadi ialah teori
konstruktivisem yang bisa diterapkan oleh guru untuk siswa tingkat SD.

Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi


dalam penyusunan artikel ini

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sugrah, N. U. (2020). Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam
pembelajaran sains. Humanika, 19(2), 121–138.
https://doi.org/10.21831/hum.v19i2.29274
Djamaluddin, A. W. (2019). PEMBELAJARAN.

Artikel ejournal
Arifin, M. F. (2020). Jurnal Inovasi Penelitian. 1(5).
Atiaturrahmaniah; Ibrahim, Doni Septu Marsa; Kudsiah, M. (2017). Pengembangan
Pendidikan Matematika SD.
Cahirati, P. E. P., Makur, A. P., & Fedi, S. (2020). Analisis Kesulitan Belajar Siswa
dalam Pembelajaran Matematika yang Menggunakan Pendekatan PMRI
Mosharafa : Jurnal Pendidikan Matematika adalah Realistic Matematic
Education Mosharafa : Jurnal Pendidikan Matematika. 9.
Djamaluddin, A. W. (2019). PEMBELAJARAN.
Handayani, I. (2019). Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis
Konstruktivisme untuk Sekolah Dasar Imratul. Mau’izhah, IX(2). http://ojs.stit-
syekhburhanuddin.ac.id/index.php/mauizhah/article/view/29
Hulukati, E., & Payu, M. R. F. (2021). Implementasi Teori Konstruktivisme Dalam
Pembelajaran Matematika Di Rumah Untuk Siswa Menengah Pertama Pada
Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Huyula Kecamatan Randangan Kabupaten
Pohuwato. Jurnal Sibermas (Sinergi Pemberdayaan Masyarakat), 10(2), 370–
383. https://doi.org/10.37905/sibermas.v10i2.9214
Kelas, S., Sd, V. D. I., & Gumiwang, N. (2019). Jurnal Educatio FKIP UNMA. 5(2),
68–74.
Manurung, Alberth Supriyanto; Halim, Abdul; Rosyid, A. (2020). Jurnal basicedu.
4(18), 1291–1301.
Maulida, A. R., Suyitno, H., & Asih, T. S. N. (2019). Kemampuan Koneksi
Matematis pada Pembelajaran CONINCON (Constructivism, Integratif and
Contextual) untuk Mengatasi Kecemasan SIswa. Prosiding Seminar Nasional
Matematika, 2, 724–731. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/
Panggabean, R. F. S. B., & Tamba, K. P. (2020). Kesulitan Belajar Matematika:
Analisis Pengetahuan Awal [Difficulty in Learning Mathematics: Prior
Knowledge Analysis]. JOHME: Journal of Holistic Mathematics Education,
4(1), 17. https://doi.org/10.19166/johme.v4i1.2091
Puspaningtyas, D. N. (2019). No Title. 2(September), 80–86.
Rahayu, W. (2018). Miskonsepsi Matematis Siswa. Prosiding Seminar Nasional
Matematika Dan Pendidikan Matematika 2018, April 2017, 274–278.
Rijali, A. (2018). Analisis Data Kualitatif Ahmad Rijali UIN Antasari Banjarmasin.
17(33), 81–95.
Rizki, R., & Pd, W. M. (2019). PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK CALON
GURU MI / SD (Issue 57).
Sari, E. I., Huda, N., & Syamsurizal, S. (2021). Pengembangan Media Pembelajaran
Matematika Berbasis Konstruktivisme pada Materi Segitiga Siswa Kelas VII
SMP. Jurnal Cendekia : Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 1721–1728.
https://doi.org/10.31004/cendekia.v5i2.601
Sari, M. (2020). NATURAL SCIENCE : Jurnal Penelitian Bidang IPA dan
Pendidikan IPA , ISSN : 2715-470X ( Online ), 2477 – 6181 ( Cetak )
Penelitian Kepustakaan ( Library Research ) dalam Penelitian Pendidikan
IPA. 41–53.
Sopiany, H. N., & Rahayu, W. (2019). Analisis miskonsepsi siswa ditinjau dari teori
kontruktivisme pada materi segiempat. 13(2), 185–200.
Sugrah, N. U. (2020). Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam
pembelajaran sains. Humanika, 19(2), 121–138.
https://doi.org/10.21831/hum.v19i2.29274
Waluya, S. B. (2019). Pelatihan Pembelajaran Matematika Kreatif dengan
Pendekatan Konstruktivisme bagi Guru-Guru Sekolah Dasar YPII. Jurnal
Abdimas, 23(1), 1–7.

You might also like