Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

STUDI FENOMENOLOGI PEMAKNAAN SETELAH

KEMATIAN ORANG TUA PADA REMAJA


Farah Diba Maharani, Putri Amelia, Meysy Novia Ningsih & Wilda Oktaviani

Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Negeri Padang.

PHENOMENOLOGY STUDY OF MEANING AFTER THE DEATH OF PARENTS IN Adolescents

Abstract

The death of one or both parents can leave a deep trauma for adolescents. In fact, it is not uncommon for
teenagers to experience shock and depression. The crisis caused by the loss of a parent has a serious impact on
the stage of adolescent development, every person who dies will be accompanied by someone else left behind.
This study was conducted to understand the process of meaning after the departure of parents in adolescents
which may be considered difficult if their parents live forever. In-depth interviews and observations were
carried out on three participants who were women who were living with their fathers. Data analysis with
hermeneutic phenomenology approach. The whole process of meaning is delivered in 5 phases. The results of
the study determined 7 main themes related to the process of meaning from the death of parents. It was found
that the process of meaning after a parent's death, memories and affection as well as closeness to parents were
the inhibiting factors for participants to be able to determine the meaning they got from their parents' death. In
the process of accepting participants, they carry out various thoughts and transfer activities in order to find
meanings that will become their strengths and strengths, so they can continue life after the departure of their
parents. With the support of the closest people and family, it becomes an important factor in the process of
meaning from the death of a parent. This research can be a reference for people who have not found the meaning
of the departure of their parents and to be able to live a life that will continue.

Abstrak

Kematian salah satu atau kedua orang tua dapat meninggalkan trauma mendalam bagi remaja.
Bahkan tidak jarang remaja mengalami shock dan depresi. Krisis yang ditimbulkan oleh
kehilangan orang tua berdampak serius pada tahap perkembangan remaja, setiap orang yang
meninggal akan disertai dengan adanya orang lain yang ditinggalkan. Penelitian ini dilakukan
untuk memahami proses pemaknaan sepeninggalan kepergian orang tua pada remaja yang
mungkin bisa dibilang masih berat jika di tinggal selamanya oleh orang tua. Wawancara
mendalam dan observasi dilakukan terhadap tiga orang partisipan yang merupakan perempuan
yang di tinggal oleh ayahnya. Data analisis dengan pendekatan fenomenologi hermeunetik.
Keseluruhan proses pemaknaan disampaikan dalam 5 fase. Hasil penelitian menuntukan 7
tema utama yang berkaitan denganm proses pemaknaan dari kematian orang tua. Ditemukan
bahwa proses pemaknaan sepeninggalan orang tua kenangan dan rasa sayang serta kedekatan
dengan orang tua yang menjadi faktor penghambat partisipan untuk dapat menentukan
pemaknaan yang di dapat dari sepeninggalan orang tua. Pada proses penerimanan partisipan
melakukan berbagai pemikiran dan pengalihan kegiatraan agar dapat menemukanan
pemaknaan yang akan menjadi kekuatan dan kelebihan diri, sehingga dapat melanjutkan
kehidupan setelah kepergian orang tua. Dengan dukungan orang terdekat dan keluarga
menjadi faktor penting dalam proses pemaknaan dari sepeninggalan orang tua. Penelitian ini
dapat menjadi rujukan bagi para orang-orang yang belum menemukan pemaknaan dari
kepergian orang tuanya dan untuk dapat menjalani hidup yang akan terus berjalan.

Kata Kunci : Kematian, Orang tua, Pemaknaan, Sepeninggalan


Pendahuluan

Kematian adalah keniscayaan bagi makhluk hidup. Semua orang percaya bahwa suatu
hari mereka akan mati. Tapi anehnya, tingkat kematian mempengaruhi setiap orang secara
berbeda. Respons seseorang terhadap kematian sangat dipengaruhi oleh bagaimana kematian
terjadi. Beberapa ahli telah menemukan bukti bahwa tipe kematian tidak terkait dengan
penyembuhan kesedihan (Campbell, Swank, & Vincent, 1991), tetapi banyak yang lain
percaya bahwa tipe kematian memengaruhi pengalaman atau respons seseorang terhadap
kesedihan (Drenovsky, 1994; Ginzburg et al., 2002; Levy et al., 1994).; Silverman et al.,
1994) Kehilangan orang yang dicintai mungkin merupakan pengalaman kehilangan yang
paling memengaruhi fisik, emosional, dan spiritual (James & Friedman, 1998). Dukacita
(respons emosional individu terhadap kehilangan yang dialami) mencakup semua emosi
alami manusia yang menyertai kehilangan.

Kematian adalah bagian integral dari kehidupan manusia. Kematian adalah fakta
kehidupan dan semua orang di dunia ini pasti mati. Tidak hanya orang tua yang mengalami
kematian, tetapi juga orang muda, anak-anak bahkan bayi. Seseorang dapat meninggal karena
sakit, usia tua, kecelakaan, dll. Jika seseorang meninggal, dan peristiwa kematian itu tidak
hanya melibatkan dirinya sendiri tetapi orang lain, yaitu orang yang ditinggalkannya,
kematian membawa rasa sakit bagi orang yang mencintai orang itu (Turner dan Helms-
Hayasari, CA, Tt).

Kematian salah satu atau kedua orang tua dapat meninggalkan trauma mendalam bagi
remaja. Bahkan tidak jarang remaja mengalami shock dan depresi. Krisis yang ditimbulkan
oleh kehilangan orang tua berdampak serius pada tahap perkembangan remaja, setiap orang
yang meninggal akan disertai dengan adanya orang lain yang ditinggalkan.Kematian
seseorang yang kita kenal lebih dari yang kita cintai akan sangat mempengaruhi kehidupan
yang akan datang. Peristiwa kematian juga mempengaruhi proses perkembangan karena
kematian dapat membawa kesedihan mendalam pada remaja yang dapat berujung pada
penolakan, ketidakmampuan menerima kenyataan, putus asa, menangis, gelisah, marah,
bersalah, kehilangan, rindu, keengganan dan ketidakrelaan.

Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak, hangatnya sebuah keluarga
akan menciptakan kedekatan yang terjalin antara anak dan orang tua, dan kedekatan tersebut
akan membuat anak menjadi merasa aman dan nyaman, ketika seorang remaja dihadapkan
pada suatu peristiwa yang tidak diinginkan dalam hidupnya pasti akan merasa berat untuk
menerimanya, seperti peristiwa kematian yang dapat memisahkan hubungan antara orang tua
dan anak, peristiwa tersebut sulit untuk diterima oleh siapapun karena tidak ada satu orang
pun yang akan benar-benar siap ketika harus kehilangan orang yang dicintainya. Peristiwa itu
akan membuat seorang remaja yang mengalaminya menjadi syock dan terpukul, juga merasa
kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya, saat mengalami kehilangan orang
yang dicintai setiap orang akan memberikan reaksi terhadap kehilangan tersebut dengan
berbagai cara. Salah satu cara yaitu dengan reaksi psikologis seperti merasa kesepian, putus
asa dan takut, dan hal tersebut merupakan hal yang normal bagi seseorang yang mengalami
kehilangan karena kematian (Atwater, 1999).
Perubahan Sikap Setelah Kematian Orang tua

Sikap dapat juga dikatakan sebagai pikiran dan perasaan yang mendorong seseorang
dalam bertingkah laku ketika kita menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Sikap mengandung
tiga komponen yaitu: kognisi, emosi dan perilaku serta bisa konsisten dan bisa juga tidak,
tergantung permasalahan apa yang mereka hadapi.

Menurut Kavanaugh (dalam Astuti & Gusniarti, 2009) mengidentifikasi perilaku dan
perasaan individu sebagai bagian dari proses duka cita yaitu :

1) Kekacauan
Kekacauan merupakan suatu proses berduka cita dimana seseorang mungkin
benar-benar merasa tidak sesuai dengan kenyataan hidup sehari-hari.
2) Shock dan penolakan
Seseorang yang mendapatkan kabar buruk akan kematian orangtuanya akan
mengalami penolakan dan shock akan yang terjadi pada dirinya.
3) Kehilangan dan Kesepian
Kehilangan dan kesepian adalah sisi lain dari penolakan. Tujuan
pokok melawan kesedihan adalah membangun kebebasan baru atau untuk
menemukan kebebasan baru dan hubungan yang aktif.
4) Rasa Bersalah
Rasa bersalah adalah kemarahan dan kebencian pada diri seseorang
dan sering kali membuat orang menyalahkan dirinya sendiri dan depresi. Rasa
bersalah adalah bagian yang normal dalam proses duka cita.

Fase kehilangan oleh Kubler Rose. Menurut Kubler Ross terdapat 5 tahapan atau
proses dalam berduka yang berorientasi pada perilaku, yaitu penyangkalan (denial),
kemarahan (anger), penawaran (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan
(acceptance). Pada tahap penyangkalan individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa
dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan dan berduka.Tahap
kedua marah dan tahap ketiga penawaran . Fase keempat ialah depresi, dimana fase ini terjadi
ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Fase
terakhir ialah penerimaan yang ditandai individu mampu menghadapi kenyataan dari pada
hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

Berdasarkan penjelasan di atas,penelitian ini bertujuan untuk memahami makna


kematian orangtua bagi remaja dan menggali bagaimana remaja menghadapi kematian orang
tua. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang Apa Makna
Kematian Orangtua Bagi Remaja dan bagaimana remaja menghadapi kematian orangtua.

METODE

Participant
Pemilihan participant pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling.
Participant terdiri dari tiga orang perempuan yang berada pada usia perkembangan dewasa
awal, yaitu R berusia 20 tahun, N berusia 20 tahun dan M berusia 20 tahun. Masing masing
partisipan sudah lama ditinggal oleh salah satu orang tuanya. Subjek pertama ditinggal oleh
ayahnya ketika berumur 16 tahun dan sudah menjalani 4 tahun tanpa ayah. Subjek kedua juga
ditinggal ayahnya ketika berumur 16 tahun dan sudah memasuki 4 tahun hidup tanpa seorang
ayah. Subjek ketika ditinggal oleh ayahnya ketika berumur 18 tahun dan sudah menjalani 2
tahun hidup tanpa ayah.

Desain

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi hermeneutik, yaitu penelitian yang


menyajikan hasil penelitian secara deskriptif beserta interpretasi mengenai makna dari
pengalaman yang dialami partisipan (Creswell, 2007). Metode penelitian tersebut sangat
cocok digunakan untuk untuk penelitian fenomenologi yang bertujuan untuk ingin mendalami
dan memaknai pengalaman partisipan terkait suatu fenomena. Pengumpulan data yang
dilakukan untuk penelitian ini yaitu melalui observasi dan wawancara mendalam dengan
pertanyaan utama yaitu “bagaimana saudara menjalani kehidupan setelah ditinggal oleh
ayah saudara”, serta pertanyaan lainnya yang terkait.

Prosedur

Ada beberapa prosedur yang dilakukan dalam melakukan penelitian ini. Participant mengisi
inform consent yang telah disediakan oleh peneliti kemudian diwawancarai kurang lebih 2
jam. Wawancara tersebut dilaksanakan diruangan tertutup dan jauh dari kebisingan supaya
participant merasa nyaman dalam melakukan wawancara. Kemudian peneliti pengumpulkan
data data melalui observasi dan wawancara. Setelah itu peneliti membuat verbatim dan
menandai pernyataan penting dari hasil wawancara, yang kemudian dikembangkan menjadi
tema dan dimaknai serta dibuat kesimpulan.

Teknik Analisis

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan koding terbuka pada
hasil verbatim yang diperoleh. Peneliti merefleksikan tema-tema penting yang menegakkan
pengalaman yang ada. Peneliti juga menuliskan deskripsi dari fenomena, menjaga hubungan
kuat topik pembahasan, dan menyeimbangkan bagian-bagian tulisan secara menyeluruh
(Creswell, 2007).
Hasil

Pengalaman partisipan 5 tahapan atau proses dalam berduka yang berorientasi pada
perilaku, yaitu penyangkalan (denial), kemarahan (anger), penawaran (bargaining), depresi
(depression), dan penerimaan (acceptance). Pada tahap penyangkalan individu bertindak
seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah
terjadi kehilangan dan berduka.Tahap kedua marah dan tahap ketiga penawaran . Fase
keempat ialah depresi, dimana fase ini terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak
nyata dari makna kehilangan tersebut. Fase terakhir ialah penerimaan yang ditandai individu
mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau
berputus asa. Berikut Tabel 1 yang berisi rangkuman mengenai fase-fase yang dihadapi
partisipan beserta tema dan subtema yang ditemukan di tiap fase.

Tabel 1.
Rangkuman Hasil.
No Fase Tema Sub Tema
1 Denial Menyangkal kejadian yang Tidak terima keadaan.
(Penyangkalan)
membuatnya berduka serta serta Masih tidak percaya apa yang
berrahan lebih kuat untuk terjadi pada dirinya.
menghadapi peristiwa duka. Menyangkal keadaan yang ada
2. Anger Sikap menyalahkan seseorang Menyalahkan orang lain atas
(Kemarahan)
atas semua kejadian yang terjadi. keadaan dan merasakan ketidak
adilan
3. Bargaining Akan mulai bertanya-tanya dan Berandai-andai masih di keadaan
(Penawaran) berandai-andai untuk dapat bahagia dan masih merasa orang
mengulang kejadian sebelum yang di cintai ada
mengalami peristiwa duka.
4. Depression Mulai merasa sangat tidak Merasa dunia tidak berpihak
(Depresi) beruntung atas hal yang kepada dirinya dan merasa
dialaminya dan tidak ingin musibah tidak ada habisnya
menerima realita yang ada dari
musibah yang di alaminya.
5. Acceptance Mulai dapat menerima dan Menemukan makna yang
(Penerimaan) berdamai dengan keadaan bahwa sebenarnya dari kejadian dan
jika sesuatu yang datang pasti sudah mulai berdamai dengan
akan pergi dan tidak kembali lagi, keadaan.
serta sadar bahwa ia harus
melaluinya dan melanjutkan
kembali kehidupannya.
Fase 1 adalah partisipan mengalami Denail (penyangkalan). Setiap partisipan mengalami
pengalaman yang sama dan mempunyai pemikiran yang hampir sama saat mengalami
kejadian duka tersebut yaitu menyangkal apa yang terjadi, tidak terima keadaan, dan masih
tidak percaya apa yang terjadi pada dirinya.

Tidak terima
keadaan

Merasa kuat Masih tidak


sementara percaya apa
yang terjadi
Menyangkal
keadaan yang
ada

Figur 1. Siklus Denail(penyangkalan). Sumber : (Pengalaman pribadi partisipan)

Tema : Menyangkal kejadian yang membuatnya berduka serta serta berrahan lebih kuau
untuk menghadapi peristiwa duka

Partisipan R mengalami rasa ketidak percayaan dengan pengalaman duka yang di


alaminya saat sepeninggalan ayahnya pada usianya hendak 17 tahun pada bulan depannya.
Pada awal-awal periswita itu terjadi pada dirinya merasa sepi dengan ketidak hadiran
ayahnya itu di sebabkan ia lebih dekat dengan ayahnya dibanding siapapun di rumahnya.
Pada tahun pertama ia kehilangan ayahnya ia merasa tidak percaya dan sangat berat untuk
partispan.

Mungkin saya merasa lebih kek sepi aja tanpa seorang ayah, hmmm….. setelah
mengalami kejadian tersebut aku berubah menjadi anak yang sangat pendiam dan
juga dalam keseharian pun aku tidak seceria dulu lagi. Rasanya untuk Bahagia itu
sangat sulit bagi saya......

Partisipan N mengalami ketidak percayaan dengan apa yang terjadi di depan matanya
ketika ia menyaksikan sendiri kepergian ayahnya di rumah sakit saat itu. bahkan N merasa
seperti adegan di film dan berharap bahwa keajaian dari Allah ada untuk dapat
mengembalikan lagi ayah partispan. Partisipan juga merasa bahwa ia sedang bermimpi dan
mencoba membangunkan ayahnnya kembali.

Saya udh ngerasa kyk ada tanda tanda yang ga enak dan waktu itu dokter bilang.....
Perbanyak baca doa dan saya masi berharap keajaiban Allah itu datang ga lama
kemudian monitornya itu mulai lurus tpi masi ada naik garis sedikit sampai angka
denyut jantungnya dari 0,10,5 kyk gitu biasanya ada sampe ratusan paling ga kyk
0,10 gitu ….Pas itu saya overthingking kan ga lama kemudian itu monitornya
menunjukkan garis lurus tidak ada tanda" keajaiban utk naik lagi akhirnya dicek
dokter denyut tangan bapa saya emng gada lagi denyutnya dokter bilang kan "bapa
udah ga ada" saya sempat terdiam ini mimpi atau engga saya akhirnya nangis sampe
saya teriak di telinga bapa saya "pa jago lai pa" lalh setelah itu saya cubit tangan
saya saya kira ini mimpi gitu kan sampe sekarang pun saya merasa ini cuma mimpi
dan tidak percaya...... Saya merasa ini kyk di film- film aja...

Partisipan M merasa hancur dan sangat kehilangan orang yang sangat ia sayangi. Ia
tidak tau harus bagaimana saat perisitwa itu terjadi pada dirinya dai menenangkan pikirannya
sejenak.

Hmmmm..... Pada saat itu saya merasa hmmm.... Menangis mungkin menenangkan
pikiran sejenak hmm... Tentunya Kondisi saya saat itu hancur dan sangat merasa
kehilangan orang yang paling penting di hidup saya. Saya merasa tidak akan tau
harus bagaimana pada saat itu. Saya merasa marah pada diri saya karena merasa
belum bisa membanggakan ayah saya. Dan siapa juga yang tidak merasasedih jika di
tinggal sosok yang di sayangi.

Fase 2 adalah Anger (Kemarahan). Fase ini dimana partisipan menyalahkan segala hal atas
terjadinya peristiwa duka yang di alami oleh partisipan. Partisipan seakan merasa bahwa
harus ada yang bertanggung jawab atas kekecewaan dari peristiwa duka tersebut.

Tema : Sikap menyalahkan seseorang atas semua kejadian yang terjadi.

Partisipan R merasa menyesali dirinya tidak ada di samping ayahnya waktu kepergian
beliau. Partisipan R mungkin cenderung tidak akan menyesalinya jika ia dapat menyaksikan
atau mendampingi saat terakhir kepergian ayahnya tersebut.

Ya saya tidak ada di sampignnya saat-saat detik kepergiannya...... Mungkin tidak


pasti saya akan hmmm membimbingnya hmm mengucapkan dua kalimat syahadat
gitu terus istigfar.

Partisipan N menyesali ia mengabaikan persaan ayahnya saat masih bersama ia dan


seharunya ia bersyukur mendapatkan kasih sayang dari seseorang ayah.

Banyak,salah satunya mengabaikan perasaan beliau seharusnya saya bersyukur


dapat kasih sayang dari seorang ayah..... bapa saya senang gitu bahkan dia rela
ngabisin uangnya buat pergi jalan jalan,pergi makan dengan saya bahkan yang
paling saya ingat momennya sekarang tu ketika bapa saya pergi ke jambi beliau
membelikan oleh oleh hanya untuk saya aja oleh-olehnya itu jam tangan.
Partisipan M menyesal kurang menghargai kasihsayang yang sudah di berikan oleh
ayahnya semasa masih hidup. Dan partisipan M masih sangat menyesalinya sehingga saat ia
mengutarkannya ia meneteskan air matanya.

Hal yang saya sesali ketika orang yang kita sayangi sudah tiada adalah hmmm...
kasih sayang yang sudah ia berikan hmm.... mungkin kita kurang menghargai ketika
dia masih hidup hmmm... jadi hargailah orang-orang yang masih hmmm..... (terbata-
bata dan mulai sedikit menangis tersedu) hidup dan masih tinggal bersama kita
sekarang hmm.... (menangis sebentar)

Fase ke 3 adalah Bargaining (Penawaran). Setiap partisipan mengalami tawar menawar untuk
mereka tidak mengalami kejadian duka yang sangat membekas dan mungkin akan tetap sama
saat ia menjalani hidup mereka kedepannya.

Tema : Akan mulai bertanya-tanya dan berandai-andai untuk dapat mengulang kejadian
sebelum mengalami peristiwa duka.

Partisipan R tidak mengalami hal berandai-andai tentang kejadian tersebut tidak akan
terjadi kepadanya karena ia yakin bahwa kejadian itu akan terjadi namun kenapa begitu terasa
ceapt saja menurut R. Dan bertanya-tanya kenapa ia harus mengalami kejadian tersebut.

Hmmm… saya tidak pernah berandai andai bahwa kejadian tersebut tidak akan
terjadi karena setiap manusia akan mengalami kematian dan setiap yang bernyawa
akan mengalami kematian. Namun kenapa begitu cepat terjadi..... Tentu hmmm…….
Setelah kejadian tersebut aku sering bertanya tanya kenapa hal tersebut harus terjadi
pada keluargaku dan mengapa ujian tersebut sangat berat bagi saya. hmmm…….
Setelah kejadian tersebut aku sering bertanya tanya kenapa hal tersebut harus terjadi
pada keluargaku dan mengapa ujian tersebut sangat berat bagi saya dan saya seperti
merasa Allah itu tidak adil.

Partisipan N tidak pernah terfikir baginya ia akan mengalami kejadian tersebut walau
ayahnya sudah mengidap sebuah penyakit dan menurut ia tidak sebahaya itu. Sebab adanya
penyakinan dari perawat yang menyuruh keluarganya untuk mungkin bawa saja kerumah
sakit agar dapat di rawat lebih baik lagi disana.

Tidak, karna saya awalnya mikir penyakit bapa saya tidak terlalu parah gitu kan
diperiksa sama perawat bapa saya kan nyewa perawat untuk membersihkan kakinya
yg terkena diabetes..... Itu kan kata perawat itu lebih baik bawa ke rumah sakit aja di
rumah sakit pariaman soalnya lebih terjagalah gitu saya pikir kyk setelah itu bapa
saya pulang dalam keadaan udah sehat tapi ya gitulah..... Iya,karna masi terpikir
akan sembuh ada salah satu kluaga saya bilang bapaa saya itu kyk orang meninggal
saya sempat marah ketika keluarga saya mengatakan itu..

Partisipan M tidak pernah berfikir bahwa ia akan mengalami hal tesebut karna ia tidak
memiliki pikiran seperitu itu dan ia hanya pernah bertanya-tanya kenapa ia harus mengalami
peristiwa tersebut.
Saya tidak pernah memikirkan hal-hal seperti itu karena setiap kehidupan pasti ada
kematian dan setiap makhluk hidup pasti akan mati. Iya saya pernah bertanya-tanya,
kenapa harus saya yang ada berada di posisi itu hmmmmm lambat laun saya berfikir
mungkin ini sudah takdi Alah dan sudah jalan hidup saya seperti ini hmmm.... kenapa
harus saya yang mengalami takdir ini, kenapa harus ayah saya meninggalkan kami.
Kenapa hidup saya seperti ini.

Fase 4 adalah Depression (Depresi). Partisipan merasa bahwa ia mengalami tidak adilan dari
persitiwa yang ia alami tersebut. Ia akan merasa bahwa yang di alaminya adalah sebuah nasib
yang sangat tidak beruntung yang menimpanya.

Tema : Mulai merasa sangat tidak beruntung atas hal yang dialaminya dan tidak ingin
menerima realita yang ada dari musibah yang di alaminya.

Partisipan R merasa tidak adil karfena menerut ia masih banyak diluaran sana yang
menurutnya lebih pantas menimpa hal tesebut dapat pada ayahnya. Dengan usia ayahnya
masih tegolong muda dan kakek-kakek di luar sana masih bertahan tidak seperti ayahnya.

Iya saya merasa tidak adil..... Ya saya merasa tidak adil sedangkan di luaran saya
banyak kakek-kakek yang kayak hmmm banyak la orang lain yang keknya lebih
pantas yang pergi dari pada ayah saya.... Hmmm ya kenapa harus ayah saya yang
perginya secepat ini gitu kenapa tidak nunggu saya bekeluarga dulu tamat sekolah
gitu kayak orang tua yang lain sampai kek ngeliat cucunya terus anaknya wisuda
terus anaknya nikah itu aja si....

Partisipan N merasa karena ia tidak dekat dengan ayahnya waktu remaja dan tertutup
dengan ayahnya. Namun ia tidak tau ternyata ayahnya pergi begitu cepat dengan waktu yang
singkat yang merasa tidak adil bagi dirinya.

Pernah waktu SMA..... Bisa dibilang setelah remaja saya tidak dekat lgi dengan bapa
saya sayaa sering menolak ajakan beliau yang saya dengar dari adek saya kalo saya
pulang... bapa saya senang gitu bahkan dia rela ngabisin uangnya buat pergi jalan
jalan,pergi makan dengan saya bahkan yang paling saya ingat momennya sekarang
tu ketika bapa saya pergi ke jambi beliau membelikan oleh-oleh hanya untuk saya aja
oleh-olehnya itu jam tangan.

Partisipan M merasa tidak adil tidak tetapi ia hanya berfikir bahwa itu memang
skenario yang telag di beri Allah untuk jalan hidupnya. Ia mungkin hanya sesekali merasa iri
dengan keluarga lainnya yang mungkin lengkap.

Merasa tidak adil tidak, saya hanya berfikir mungkin itu hanya takdir skenario dari
Allah dan jalan hidup saya jadi saya mencoba untuk menerima ketetapan dan
menjalani dengan baik saja.... Hmmmm.... saya ketika melihat keluarga yang lain
lengkap hanya iri dan hmmmm...kekurangan kasih sayang.
Fase ke 5 Acceptance (Penerimaan). Partisipan telah dapat berdamai dengan keadaan dengan
menerima hikmah yang ada di balik peristiwa duka yang mereka alami. Dan menjadikannya
motivasi dari bagaimana ia akan menjalani hidup kedepannya.

Tema : Mulai dapat menerima dan berdamai dengan keadaan bahwa jika sesuatu yang
datang pasti akan pergi dan tidak kembali lagi, serta sadar bahwa ia harus melaluinya dan
melanjutkan kembali kehidupannya.

Partisipan R mendapatkan hikmah yang membuat dirinya lebih tegar dari sebelumnya
dan ia sudah mulai mnegikhlaskan ayahnya dan mendoakan yang terbaik untuk ayahnya.

Hikmahnya menjadi lebih kuat lebih tegar karena dulu saya termasuk anak yang
lemah dan cengeng..... Sudah saya sudah bisa menerima dengan ikhlas dan
mendoakannya yang terbaik aja si.

Partisipan N mendapatkan himah untuk dapat lebih bersyukur atas kasih sayang
orang-orang berikan dan tidak mengabaikan hal tersebut.

Dari kejadian meninggalnya beliau dulu kan saya jarang pulang tetapi setelah
meninggalnya bapa saya saya lebih sering pulang kerumah saya tidak mau kejadian
yg sama akan terulang ke mama saya.....Harus lebih bersyukur atas kasih sayang
yang orang orang berikan kepada kita dan tidak mengabaikannya.

Partisipan M belum dapat menemukan sebuah makna dari sepeninggalan ayahnya


menurut M ayahnya masih pergi merantau dengan kegiatan biasanya saat kecil sering di
tinggal oleh ayahnya. Namun M mengutarakan ia sudah dapat bertanggung jawab atas ibu
dan adeknya selepas kejadian tersebut.

Hmmm..... mungkin hmmm..... mungkin saya kuat hmmm..... mungkin saya kuat dan
saya bisa menanggung beban tersebut. Saya memaknainya begitu saja dan
menjalankan kehidupan kedepannya dengan lebih baik. (terbata-bata dansedikit
sededukan menangis)....Saya tidak tahu apa yang saya rasa dan memaknai itu karena
saya masih bingung dan masih merasa ini hanya mimpi.... Hikmahnya saya
hmmmm..... saya sudah menanggung hmmm... sudah bertanggung jawab dengan
menjaga ibu dan adik saya.

Pembahasan

Penelitian ini menunjukan bahwa pengalaman partisipan yang mengalami kehilangan


ayah di usia muda untuk dapat menerima keadaan dan memulai untuk ikhlas serta terus
menjalani kehidupan yang seterusnya melalui proses yang lumayan panjang dalam beberapa
fase. Pada fase pertama dalam kehilangan orang tersayang yaitu partisipan mengalami Denail
(penyangkalan) yang memunculkan sebuah siklus Denail yang tidak sadar bahwa dengan ia
mengalami hal tersebut akan mengalami sebuah kerugian yaitu kekuatan yang tidak bertahan
kama dan akan teringat kembali lalu sedih kembali. Tiap partisipan mengalami Denail yang
berbeda-beda tetapi semua merasa tidak percaya dengan hal yang dialaminya saat itu terjadi.
Pada masa-masa awal hal tersebut terjadi memang cenderung tidak menyangka dan sudah
dapat untuk memahami hal tersebut, hal ini sejalan dengan Atwater, (1999) Orang tua adalah
orang yang paling dekat dengan anak, hangatnya sebuah keluarga akan menciptakan
kedekatan yang terjalin antara anak dan orang tua, dan kedekatan tersebut akan membuat
anak menjadi merasa aman dan nyaman, ketika seorang remaja dihadapkan pada suatu
peristiwa yang tidak diinginkan dalam hidupnya pasti akan merasa berat untuk menerimanya,
seperti peristiwa kematian yang dapat memisahkan hubungan antara orang tua dan anak,
peristiwa tersebut sulit untuk diterima oleh siapapun karena tidak ada satu orang pun yang
akan benar-benar siap ketika harus kehilangan orang yang dicintainya.

Atwater (1999) menjelaskan bahwa kehilangan orang tua bagi seseorang merupakan
hal yang sangat berat dan tidak mudah di terima walau bagaimanapun keadaan dari hubungan
meraka, apalagi anak yang dekat dengan orang tuanya ia akan lebih menunjukan rasa tidak
ingin kehilangan sosok tersebut. Dari fase ini maka akan tercipta fase berikutnya yaitu Anger
(Kemarahan) ini adalah sebuah fase kemarahan dan menyalahkan seseorang atas kehilangan
sosok yang masih ia butuhkan serta pasti akan menyalahkan sebuah hal untuk dapat
menerima hal tersebut. Hal ini cenderung di alami pada semua partisipan yang belum bisa
menerima sepenuhnya dengan apa yang terjadi pada mereka dengan mungkin menyalahkan
tidak keberadaannya untuk dapat menyaksikan kepergian yang terkasih dan sampai pada
menyalahkan telah menyia-nyiakan kasih sayang yang telah di beri oleh orang tersebut. Hal
ini juga sejalan dengan Atwater (1999) Peristiwa itu akan membuat seorang remaja yang
mengalaminya menjadi syock dan terpukul, juga merasa kehilangan seseorang yang sangat
berarti dalam hidupnya, saat mengalami kehilangan orang yang dicintai setiap orang akan
memberikan reaksi terhadap kehilangan tersebut dengan berbagai cara. Salah satu cara yaitu
dengan reaksi psikologis seperti merasa kesepian, putus asa dan takut, dan hal tersebut
merupakan hal yang normal bagi seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian.

Dari fase ini juga berlanjut pada fase Bargaining (Penawaran). Fase ini
merupakan sebuah fase yang dimana semua dari partisipan akan cenderung berandai-andai
dan memikirkan semua berlalu begitu cepat. Dan tidak menyangka hal ini akan secepat itu
terjadi, ada dari seorang partisipan tidak berandai-andai namun ia hanya merasa hal tersebut
seharusnya tidak terjadi secepat dari dugaannya tersebut hal ini sejalan dengan (Turner dan
Helms-Hayasari, CA, Tt dkk) Kematian adalah bagian integral dari kehidupan manusia.
Kematian adalah fakta kehidupan dan semua orang di dunia ini pasti mati. Tidak hanya orang
tua yang mengalami kematian, tetapi juga orang muda, anak-anak bahkan bayi. Seseorang
dapat meninggal karena sakit, usia tua, kecelakaan, dll. Jika seseorang meninggal, dan
peristiwa kematian itu tidak hanya melibatkan dirinya sendiri tetapi orang lain, yaitu orang
yang ditinggalkannya, kematian membawa rasa sakit bagi orang yang mencintai orang itu.
Dari fase ini juga ada fase yang ke empat yaitu fase Depression (Depresi) dimana semua
partisipan merasa ketidak adilan dengan peristiwa yang ia hadapi. Ia merasa bahwa kehidpan
meraka tidak pantas untuk menghapi peristiwa tersebut. Dan semua partisipan merasaka
ketidak adilan yang berbeda-beda namun semua partisipan merasakan bahwa ayah mereka
tidak sepatutnya meninggalkan mereka secepat itu. Hal ini sejalan dengan Atwater (1999)
Peristiwa itu akan membuat seorang remaja yang mengalaminya menjadi syock dan terpukul,
juga merasa kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya, saat mengalami
kehilangan orang yang dicintai setiap orang akan memberikan reaksi terhadap kehilangan
tersebut dengan berbagai cara. Salah satu cara yaitu dengan reaksi psikologis seperti merasa
kesepian, putus asa dan takut, dan hal tersebut merupakan hal yang normal bagi seseorang
yang mengalami kehilangan karena kematian (Atwater, 1999). Dan juga sejalan dengan
Menurut Kavanaugh (dalam Astuti & Gusniarti, 2009) mengidentifikasi perilaku dan
perasaan individu sebagai bagian dari proses duka cita yaitu : 1) Kekacauan merupakan suatu
proses berduka cita dimana seseorang mungkin benar-benar merasa tidak sesuai dengan
kenyataan hidup sehari-hari. 2) Shock dan penolakan merupakan Seseorang yang
mendapatkan kabar buruk akan kematian orangtuanya akan mengalami penolakan dan shock
akan yang terjadi pada dirinya. 3) Kehilangan dan kesepian adalah sisi lain dari penolakan.
Tujuan pokok melawan kesedihan adalah membangun kebebasan baru atau untuk
menemukan kebebasan baru dan hubungan yang aktif. 4) Rasa bersalah adalah kemarahan
dan kebencian pada diri seseorang dan sering kali membuat orang menyalahkan dirinya
sendiri dan depresi. Rasa bersalah adalah bagian yang normal dalam proses duka cita.

Sampai pada fase terakhir yaitu fase Acceptance (Penerimaan). Dimana partisipan
telah menemukan pemaknaan dari sudut pandang mereka tersendiri. Dari fase ini mememang
tidak semua partisipan dapat menyimpulkan sebuah makna yang tersirat dari sudut pandang
mereka. Hal tersebut merupakan hal yang wajar karena telah di jelaskan oleh (Atwater 1999)
yaotu bahwa adanya reaksi psykologi yang di alami oleh seseorang yaitu syok dan tidak dapat
menerima peristiwa itu dengan mudah yang mengakibatkan tidak dari semua partisipan dapat
menemukan makna dari peristiwa yang mereka alami ini.

Keterlibatan penelitian ini adalah dapat membantu dan mengarahkan upaya partisipan
dalam memaknai kejadian duka yang mereka alami ini berdasarkan suduut pandang,
kesedihan dari pastisipan, dan tipe pemahaman partisipan. Oleh karena itu, penelitian
selajutnya diharapkan juga memperhatikan bagaimana karakteristik dan sudut pandang dari
partisipan sehingga dapat lebih memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pembaca
bagaimana paritispan dapat memaknai peristiwa sesuai dengan sudut pandangnya mereka.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, partisipan mengalami tipe kesedihan dan kehilangan


yang berbeda-beda. Proses partisipan untuk dapat memaknai dan akhirnya dapat
mengikhlaskan atas kepergian orang tersayang terjadi pada lima fase. Segtiap fase
menghasilkan beberapa tema dan sub tema. Tiap partisipan dalam kehilangan dan kesedihan
mengalami siklus penyangkalan dan tidak penerimaan yang tidak di sadari partisipan yang
mengakibatkan mereka larut dalam kesedihan dan kehilangan yang mendalam. Saat
menjelang untuk dapat menemukan pemaknaan atas kejadian tersebut mereka mengalami
kemarahan dan penawaran atas apa yang mereka alami yang membuat mereka masih
bimbang dan belum bisa telepas dari kesedihan dan kehilangan tesebut. Setelahnya mereka
juga tertuju pada fase depresi yang mana meresa bahwa yang mereka alami adalah ketidak
adilan dan merasa tidak pantas untuk mereka alami. Menenurut mereka masih ada banyak
orang yang lebih pantas untuk dapat mengalami hal tesebut. Dari semua fase tadi mereka
akan berakhir di fase penerimaan yang mana mereka akan sudah menemukan makna dari
sudut pandang dan pemahan mereka masing-masing.

Saran

Penelitian selanjutnya hendaknya dapat lebih diharapkan juga memperhatikan


bagaimana karakteristik dan sudut pandang dari partisipan sehingga dapat lebih memberikan
gambaran yang lebih jelas kepada pembaca bagaimana paritispan dapat memaknai peristiwa
sesuai dengan sudut pandangnya mereka. Peneliti selanjutnya juga dapat mempertimbangkan
faktor prinsip hidup untuk dapat memehami perbedaan penyebab dari pemaknaan yang
berbeda waktu untuk dapat menemukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhidayati. & Chairani,L.(2014). Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi


Fenomenologi Pada Remaja Pasca Kematian Orangtua). Jurnal Psikologi.10(1).41-48

Suzanna.Makna Kehilangan Orangtua Bagi Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Indralaya
Sumatera Selatan. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan.3(1).61-76

Astuti, D.Y (Tt). Kematian Akibat Bencana dan Pengaruhnya Pada Kondisi Psikologis
Suvervisor: Tinjauan Tentang Arti Penting Death Education. Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta

Cahyasari, I (2008). Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal
Universitas
Gunadarma.Jakarta.http:www.gunadarma.ac.id/library/articeles/graduate/psycholoy/2009/Art
ikel_10503095.pdf.

Nurhidayati. & Chairani,L.(2014). Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi


Fenomenologi Pada Remaja Pasca Kematian Orangtua). Jurnal Psikologi.10(1).41-48

Suzanna.Makna Kehilangan Orangtua Bagi Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Indralaya
Sumatera Selatan. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan.3(1).61-76

Kalesaran,T. (2016).Gambaran Resiliensi Remaja Putri Pasca Kematian Ibu, (Universitas


Pembangunan Jaya).

Gunawan, I. (2013). Metode penelitian kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 143, 32-49.

Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra Books, 1(1).

Nurhidayati, N., & Chairani, L. (2014). Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi
Fenomenologi Pada Remaja Pasca Kematian Orangtua). Jurnal Psikologi, 10(1), 33-40.

Strauss, A., & Corbin, J. (2003). Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suzanna, S. (2018). Makna Kehilangan Orangtua Bagi Remaja di Panti Sosial Bina Remaja
Indralaya Sumatera Selatan; Studi Fenomenologi. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan,
3(1), 61-76.

You might also like