Levianelotulung, JURNAL ILONA PIRI PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Analisis Wacana pada Editorial Majalah Lentera Edisi Salatiga Kota Merah

Oleh :
Ilona Estherina Ch. Piri
Desie M. D. Warouw
Max R. Rembang
Email : ilonapiriii@gmail.com

ABSTRACT

The mass media has a major role in the formation of public opinion. The news of the
mass media is often able to change the political views of a person, a group of people, even
people within a country.
Mass media ideally consists of several rubrics. Rubric (column) is a room on the pages of
newspapers, magazines, or other print media about an aspect or activity. One of the most
common rubrics in the mass media is ‘editorial’. Editorial rubric is an article in a newspaper
that reveal the owner's perspective about the main subject that is usually present in a media.
Lentera Magazine is a journalistic product of a Student Press from Social Science and
Communication Faculty, Satya Wacana Christian University (UKSW). On October 9th 2015,
LPM Lentera published a magazine entitled "Salatiga Kota Merah". The magazine caused
controversy for citizen of Salatiga which later became a national issue. The main issue of the
magazine that cause controversy is story about G30S in Salatiga.
This Research use discourse analysis theory of Teun Van Dijk, which examines three
dimensions of discourse, text, social cognition, and social context. This research collects data
with documentation techniques and literature studies. In the text dimension, the editorial column
of ‘Salatiga Kota Merah’ takes general theme about perspective of editorial staff of G30S issue
in Salatiga. In social context side, negative stigma about PKI and other things related to
communism have been built in Indonesian society since the orde baru era. This is provoked
public controversy when Lentera wrote about G30S in Salatiga.

Keyword: Mass Media, Lentera Magazine, Discourse Analysis, Teun Van Dijk

PENDAHULUAN pemberitaan terkait isu kontroversial yang


Media massa (cetak maupun baru oleh media. Media cetak salah satunya.
elektronik) pada dasarnya merupakan bentuk Media cetak (Koran, majalah, dll) idealnya
komunikasi massa. Produk media massa terdiri dari beberapa rubrik. Salah satu
dihasilkan oleh teknologi canggih. media rubrik yang umum terdapat di media cetak
massa yang dimaksud merujuk pada hasil adalah editorial. Rubrik editorial merupakan
produksi teknologi modern sebagai saluran artikel dalam surat kabar yang isinya
dalam komunikasi massa (Nurudin, 2007:4). mengungkapkan sikap owner mengenai
Media massa memiliki peran sebagai sarana pokok masalah yang biasanya terdapat
informasi, sarana interaksi sosial, serta dalam suatu majalah, tabloid, koran maupun
hiburan. buletin tertentu (KBBI daring). Rubrik
Jika diamati lebih lanjut banyak editorial menjelaskan kenapa sebuah issue
opini publik yang muncul bersamaan dengan diangkat menjadi tema pemberitaan
reaksi massa sebagai akibat terbitnya majalah/koran tertentu. Seperti pemberitaan
yang muncul di majalah Lentera pada edisi Komunikasi merupakan suatu proses
“Salatiga Kota Merah”. Terbitan ke-3 sosial yang sangat mendasar dan vital dalam
produksi Lembaga Pers Mahasiswa kehidupan manusia. Dikatakan mendasar
Universitas Kristen Satya Wacana tersebut karena setiap masyarakat manusia -baik
menimbulkan reaksi pro dan kontra di yang primitif maupun modern- berkeinginan
kalangan masyarakat. mempertahankan suatu persetujuan
Majalah Lentera merupakan produk mengenai berbagai aturan sosial melalui
jurnalistik Lembaga Pers Mahasiswa komunikasi (Charles R. Right, 1985). Dalam
Lentera Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu kehidupan sehari-hari kita menggunakan
Komunikasi UKSW. Pada tanggal 9 Oktober komunikasi. Kita melewati proses
2015, LPM Lentera menerbitkan sebuah komunikasi baik pribadi maupun publik
majalah yang berjudul “Salatiga Kota (massa).
Merah”. Majalah yang ketiga ini Komunikasi massa sendiri
disebarluaskan ke masyarakat Kota Salatiga merupakan jenis khusus dari komunikasi
dengan dititipkan di kafe serta beberapa sosial yang melibatkan berbagai kondisi
tempat yang memasang iklan dalam majalah pengoperasian, terutama sifat khalayak,
tersebut. Majalah terbit sebanyak 500 bentuk komunikasi, dan sifat
eksemplar dan dijual dengan harga Rp komunikatornya.
15.000/eksemplar. Lentera juga Terdapat banyak pengertian tentang
menyebarluaskan majalah tersebut ke komunikasi massa. Pada satu sisi
instansi pemerintahan di Salatiga dan komunikasi massa mengandung pengertian
organisasi kemasyarakatan di Semarang, suatu proses di mana organisasi media
Jakarta dan Yogyakarta. memproduksi dan menyebarkan pesan
Terbitnya majalah tersebut berujung kepada publik secara luas dan pada sisi lain
pada pemanggilan terhadap staf Lembaga merupakan proses di mana pesan tersebut
Pers Mahasiswa tersebut oleh polres dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh
Salatiga, pada 18 oktober 2015 (Rappler Audience (Syaiful Rohim, 2009:160)
Indonesia). Selain masalah dari luar kampus, Menurut Deddy Mulyana
Pihak kampus juga meminta redaksi untuk komunikasi massa adalah komunikasi yang
menghentikan peredaran karena dianggap menggunakan media massa baik cetak (surat
meresahkan. Dengan ditambah tuduhan lain kabar dan majalah) atau elektronik (radio
dari pihak kepolisian yaitu diduga dan televisi) yang dikelola oleh suatu
menciptakan semacam kegaduhan di lembaga atau orang yang dilembagakan,
masyarakat. Selain penarikan, aksi yang ditujukan kepada sejumlah besar orang
intimidatif lainnya adalah dengan ancaman yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan
pembakaran majalah (Tempo.co) heterogen (Mulyana et al, 2005:75).
Untuk meneliti Editorial Majalah Sedangkan menurut Burhan Bungin,
Lentera edisi salatiga kota merah, penulis komunikasi massa adalah proses komunikasi
akan menggunakan analisis wacana Teun yang dilakukan melalui media massa dengan
Van Dijk, yang terbagi dalam tiga dimensi, berbagai tujuan komunikasi dan untuk
yaitu teks, kognisi sosial dan konteks sosial menyampaikan informasi kepada khalayak
(Eriyanto, 2001:224). luas (Bungin, 2008:71).
Dari beberapa pengertian dan
karakteristik media massa di atas, titik
Konsep Komunikasi Massa singgungnya adalah komunikasi massa
merupakan komunikasi yang melibatkan
khalayak (masyarakat luas) bukan olahraga, rubrik pendapat pembaca dan
komunikasi antarpribadi. sebagainya (Effendy, 1989: 316).

Editorial
Media Cetak Editorial atau tajuk rencana sendiri
Media merupakan organisasi yang merupakan opini berisi pendapat dan sikap
menyebarkan informasi yang berupa produk
resmi suatu media sebagai institusi
budaya atau pesan yang mempengaruhi dan penerbitan terhadap persoalan aktual,
mencerminkan budaya dalam masyarakat.
fenomenal, dan kontroversial yang
Sedangkan media massa adalah media berkembang di masyarakat (Aris Sumadiria,
komunikasi dan informasi yang melakukan
2005:2)
penyebaran informasi secara massal dan Ada banyak sebutan bagi rubrik
dapat diakses oleh masyarakat secara massal
editorial dalam surat kabar.Ada yang
pula (Bungin, 2008: 72). menggunakan nama rubrik “Dari Redaksi”,
Ada banyak bentuk media massa
“Intisari”, “Dari Kami” dan ada pula yang
seperti radio, TV, Koran, portal informasi menggunakan “Tajuk Rencana” seperti pada
online dan majalah. Media cetak terlebih
Kompas dan banyak pula yang
khusus majalah, menjadi objek pada menggunakan nama rubrik “Editorial”.
penelitian ini. Majalah merupakan
Dalam KBBI, Editorial merupakan
kelanjutan teknologi teks dan grafis yang artikel dalam surat kabar yang
sudah ditemukan beberapa abad yang lalu.
mengungkapkan sikap owner mengenai
Surat kabar dan majalah muncul kira-kira pokok masalah yang biasanya terdapat
pada abad ke-15, ketika Gutenberg
dalam suatu majalah, tabloid, koran maupun
menemukan mesin cetak pada tahun 1450 buletin tertentu (KBBI daring). Oleh sebab
(Bugin, 2008: 130). Sejak awal
itu editorial dipilih karena merupakan
kemunculannya hingga sekarang media pandangan mengenai sikap surat kabar, dan
cetak masih tetap diminati publik konsumen
bisa juga berupa landasan pemilihan tema
berita. liputan utama. Singkatnya alasan pemilihan
editorial karena merupakan salah satu
Rubrik representasi sikap majalah Lentera.
Rubrik merupakan istilah yang
umum digunakan dalam media massa.
Analisis Wacana
Rubrik merupakan kepala ruang dari
Ada banyak pengertian wacana
berbagai macam tulisan yang dapat menurut para ahli. Kata wacana sendiri
mengklasifikasikan berita berdasarkan
banyak digunakan oleh berbagai bidang
kriteria tertentu. Sementara dalam Kamus ilmu pengetahuan mulai dari ilmu bahasa,
besar bahasa Indonesia rubrik merupakan
psikologi, sosiologi, politik, komunikasi,
kepala karangan (ruangan tetap) dalam surat sastra, dan sebagainya. Dapat dikatakan
kabar, majalah, dan lain sebagainya. (KBBI
bahwa analisis wacana adalah telaah
daring) mengenai aneka fungsi pragmatik
Menurut Onong Uchjana Effendy
(keserasian) pemakaian bahasa (Badara
dalam Kamus Komunikasi, rubrik berasal Aris, 2012:187).
dari bahasa Belanda yaitu rubriek, yang
Analisis wacana (discourse Analysis)
artinya ruangan pada halaman surat kabar, merupakan salah satu alternatif yang dipakai
majalah atau media cetak lainnya mengenai
selain analisis isi, analisis semiotik, atau
suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan analisis framing. Jika analisis isi (konten
masyarakat; misalnya rubrik wanita, rubrik
analisis) lebih menekankan pada pertanyaan proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga
“apa”, analisis wacana lebih melihat pada gambaran spesifik dari budaya yang dibawa.
“bagaimana”. Melalui analisis wacana kita Studi mengenai bahasa di sini memasukkan
bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks konteks karena bahasa selalu berada dalam
berita, tetapi bagaimana juga pesan itu konteks dan tidak ada tindakan komunikasi
disampaikan, lewat kata, frasa, kalimat, tanpa partisipan, interteks, situasi, dan
metafora. Dengan melihat bangunan struktur sebagainya (Guy Cook dalam Eriyanto,
kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih 2001).
bisa melihat makna yang tersembunyi dari
suatu teks (Sobur, 2006:68). Teori Analisis Wacana Teun Van Dijk
Bahasa adalah aspek sentral dari Menurut Van Dijk penelitian atas
penggambaran suatu subyek, dan lewat wacana tidak cukup hanya dengan analisis
bahasa ideologi terserap di dalamnya maka teks semata, tapi harus dilihat pula
aspek inilah yang dipelajari dalam analisis bagaimana dan mengapa teks tersebut
wacana (Eriyanto, 2001:3) diproduksi (Van Dijk dalam Eriyanto,
Dalam analisis wacana, pendekatan 2001:224)
analisis bahasa tidak saja dari aspek Hal ini berkaitan dengan
kebahasaan, tetapi juga menghubungkannya karakteristik pendekatan yang diperkenalkan
dengan konteks. Konteks yang dimaksud Van Dijk di mana ia membagi wacana
adalah untuk tujuan dan praktik tertentu. dalam tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial,
Titik perhatian analisis wacana ialah dan konteks sosial.
menggambarkan teks dan konteks secara Skema dan metodenya dijelaskan
bersama-sama dalam suatu proses dalam tabel berikut:
komunikasi. Di sini dibutuhkan tidak hanya
tingkatan. Ia membaginya ke dalam tiga
Tabel Skema Penelitian dan Metode tingkatan yaitu struktur makro,
Kerangka Teun Van Dijk (Eriyanto, superstruktur, dan struktur mikro. Struktur
2001:275) makro merupakan makna global yang dapat
Struktur Metode dilihat dari tema atau topik dalam suatu
Teks Critical berita. Superstruktur berhubungan dengan
Menganalisis bagaimana linguistic kerangka suatu teks dan susunan bagian-
stretegi wacana yang dipakai bagian hingga membentuk suatu kesatuan
untuk enggambarkan teks yang utuh. Sedangkan struktur mikro
seseorang atau peristiwa
adalah makna wacana yang dapat diamati
tertentu.
dari bagian kecil suatu teks seperti kata,
Kognisi Sosial Wawancara
Menganalisis bagaimana kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase,
kognisi wartawan dalam dan gambar. Yang diamati pada struktur
memahami seseorang atau mikro adalah detail.
peristiwa tertentu yang akan
ditulis. Metode Penenelitian
Konteks Sosial Studi Pustaka, Metode yang digunakan pada
Menganalisis bagaimana penelusuran penelitian ini adalah metode kualitatif
wacana yang berkembang sejarah dengan model penulisan deskriptif naratif.
dalam masyarakat. Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Sartori
dan Komariah, 2011: 23) penelitian
Pada dimensi teks, Van Dijk melihat kualitatif adalah penelitian yang
suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau
menggunakan latar alamiah dengan maksud diperoleh tersebut dijadikan sebagai fondasi
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dasar dan alat utama bagi praktek penelitian.
dengan jalan melibatkan berbagai metode Data utama dalam penelitian ini ialah
yang ada. Penelitian kualitatif juga berarti rubrik editorial pada majalah Lentera edisi
penelitian yang menggunakan data kualitatif “Salatiga Kota Merah”. Untuk data
atau data yang tidak terdiri atas angka-angka sekunder, penulis menggunakan sumber-
(Jalaludin Rakhmat, 2000:36). sumber lain sebagai pelengkap penelitian.
Sebagai pendekatan analisis, Sumber-sumber tersebut berupa buku-buku
penelitian ini menggunakan analisis wacana, referensi, jurnal yang relevan dengan
dengan teori analisis wacana Teun Van Dijk penelitian, dan sumber berita media massa
yang melibatkan tiga struktur: teks, kognisi lain (berita online).
sosial, dan konteks sosial. Dengan
menggunakan ‘Bahasa’ sebagai unit Analisis data
pengamatan utama. Data hasil penelitian yang telah
dikumpul dianalisis menggunakan teori
Fokus Penelitian analisis wacana Teun Van Dijk. Teknik
Fokus penelitian atau batasan analisis data disesuaikan dengan kebutuhan
masalah dari penelitian ini adalah penelitian dan permasalahan penelitian ini.
Bagaimana wacana teks dalam rubrik Seperti yang dikatakan oleh Alex
editorial majalah Lentera edisi Salatiga Kota Sobur, “dalam analisisnya analisis wacana
Merah dibangun, dengan kategorisasi: lebih bersifat kualitatif dibandingkan dengan
a) Melihat dan meneliti struktur teks analisis isi yang umumnya kuantitatif.
(bahasa) rubrik Editorial majalah Analisis wacana lebih menekankan pada
Lentera secara mendetail seperti pemaknaan teks ketimbang penjumlahan
tema, skema, latar, detil, maksud, kategori seperti pada analisis isi. Dasar dari
dan praanggapan. analisis wacana adalah interpretasi, karena
b) Melihat dimensi kognisi dan analisis wacana adalah bagian dari metode
konteks sosial pemberitaan majalah interpretatif yang mengandalkan interpretasi
Lentera dan penafsiran peneliti” (Sobur, 2006:70).
Oleh sebab itulah model analisis wacana
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode
Penelitian ini mengumpulkan data kualitatif.
dengan menggunakan teknik dokumentasi
dan studi literatur. Dokumentasi merupakan HASIL DAN PEMBAHASAN
metode untuk mencari dokumen atau data-
data yang dianggap penting melalui media Kronologi Penarikan Majalah Lentera
cetak, jurnal, pustaka, brosur, buku Edisi Salatiga kota Merah
dokumentasi serta melalui media elektronik Jumat, 9 Oktober 2015, Lembaga
yaitu internet, yang dibutuhkan dalan Pers Mahasiswa Lentera, Universitas
penelitian ini. Sedangkan studi literatur (riset Kristen Satya Wacana (UKSW) menerbitkan
kepustakaan) sendiri merupakan teknik sebuah majalah yang berjudul “Salatiga
pengumpulan data dengan menggunakan Kota Merah”. Lentera menyebarluaskan
referensi buku, catatan dan teori yang majalah tersebut ke instansi pemerintahan di
relevan dengan kasus atau permasalahan Salatiga dan organisasi kemasyarakatan di
yang ditemukan, kemudian referensi yang Semarang, Jakarta dan Yogyakarta.
16 Oktober 2015, pimpinan Lentera pada zaman tersebut. Mereka hidup di
diminta untuk menghadap Rektor UKSW, di zaman ketika tuduhan komunis terlontar,
Gedung Administrasi Pusat UKSW. maka tertuduh akan hilang. Mereka
Kesepakatan yang dihasilkan adalah redaksi hidup dalam ketakutan, bahkan ketika
Lentera harus menarik semua majalah yang tirani telah tumbang, mereka masih
tersisa dari semua agen. Hal ini takut.
dimaksudkan untuk menciptakan situasi Kami tidak bermaksud untuk
yang kondusif pada masyarakat Kota membuka luka lama.Tidak bermaksud
Salatiga. pula mencari sensasi. Karena kami
18 Oktober 2015, Pemimpin Umum, percaya bahwa apa yang kami lakukan
Pemimpin Redaksi dan bendahara LPM adalah benar. Kami berusaha untuk
Lentera menghadap ke Polres Salatiga untuk mencari fakta tentang peristiwa yang
diinterogasi. Beberapa hal yang selama ini buram bagi generasi kami.
dipermasalahkan dari masalah tersebut Saat memulai investigasi, sebagian awak
antara lain adalah judul sampul yang redaksi harus memulainya dari gelap.
menimbulkan persepsi bahwa Kota Salatiga Namun setelah fakta berhasil kami
adalah kota PKI. Dan untuk menjaga situasi himpun, secercah terang perlahan
kota Salatiga tetap kondusif, majalah datang.
tersebut harus segera ditarik. Kami tidak ingin seperti mbah
kami.Kesadaran bahwa buta sejarah
Analisis Struktur Wacana Teks menggerogoti generasi kami membuat
Rubrik Editorial Majalah Lentera Edisi kami untuk bergerak.Ini saatnya kami
Salatiga Kota merah diberi Judul “Bukan mencari tahu.
Generasi Mbah”, Rubrik ini terletak pada Walau demikian, tidak semua awak
halaman 4. Adapun Isi teks Rubrik Editorial redaksi bersedia melakukan liputan.
tersebut adalah sebagai berikut : Tidak masalah, mereka punya hak untuk
Bukan Generasi Mbah itu. Akhirnya Lentera berjalan dengan
Kami bukan generasi mbah. Itu yang sebagian awak redaksi saja.
harus dipahami. Kami hidup pada zaman Kami mencari informasi melalui
dimana tirani telah tumbang, dan ketika literatur-literatur, melakukan observasi
kami menulis, tentara (mungkin) tidak lapangan, dan mewawancarai para
menculik kami. Kami hidup digerogoti pelaku sejarah.Kebanyakan narasumber
hedonisme dan perilaku konsumtif. menolak diwawancarai. Sebagian takut,
Kami hidup dalam buta sejarah. sebagian lagi memang enggan. Ada
Pada suatu ketika, saya narasumber kami yang bercerita dengan
mewawancarai seorang mbah berumur mata berkaca-kaca.
seratus tahun. Ketika saya bertanya Beberapa pihak mewanti-wanti kami
mengenai Belanda, dia bercerita panjang agar berhati-hati.Terima kasih. Tetapi
lebar. Kemudian saya bertanya kami berharap bahwa gaung kebebasan
mengenai Jepang, dia juga bercerita pers dapat melindungi kami, dan mbah-
panjang lebar. Namun, ketika saya mbah mendukung perjuangan kami.
bertanya mengenai G30S, dia menjawab Kami harap, Lentera dapat hadir
“tapi saya tidak diciduk kan?”.Kasihan. seperti layaknya sebuah “lentera”,
Kami sadar bahwa peristiwa 50 tahun membawa terang.Karena itulah fungsi
yang lalu, berdampak secara fisik dan kami sebagai pers mahasiswa. Kami
psikis terhadap orang-orang yang hidup membutuhkan saran danmasukannya,
agar laporan kami dapat menjadisuatu Alur dalam teks berita sendiri
kebenaran. dimulai dengan pernyataan singkat
Dan terakhir, kami hanya membawa “kami bukan generasi mbah”,
fakta, anda yang harus menyimpulkan. kemudian penulis menjelaskan
mengapa mereka berbeda dengan
Hasil penelitian teks wacana dengan generasi mbah’ pada paragraf-
menggunakan teori analisis wacana Teun paragraf selanjutnya, Pada paragraf
Van Dijk adalah sebagai berikut: berikutnya penulis menjelaskan
proses liputan dan pencarian
a. Struktur Makro (Tematik) informasi berita yang akan diangkat.
Dalam struktur makro, hal Pada kalimat penutup tetetera
yang diamati adalah tematik yang harapan penulis terhadap hasil
berarti gagasan atau tema utama penelusuran berita mereka.
yang ada dalam berita tersebut. Maka c. Sturktur Mikro (Semantik)
tema pada editorial “Bukan Generasi Pada sturktur ini, yang perlu
Mbah“ ini adalah perspektif redaksi dianalisis adalah latar, detil, maksud,
dalam meliput dan memandang isu nominalisasi, dan praanggapan.
G30S di kota Salatiga yang Latar, Secara keseluruhan, teks
menganggap bahwa isu tersebut diawali dengan kalimat penekanan
harus ditulis di media mereka. Secara penulis “kami bukan generasi
keseluruhan tema editorial “Bukan mbah.” Generasi yang bagi penulis
Generasi Mbah” menunjukan sikap tanpa bayang-bayang tirani
redaksi bahwa mereka bukan (kekuasaan yang represif), ini
generasi mbah, generasi yang dalam dijelaskan pada kalimat selanjutnya
bayang represi dan ketakutan lain paragraf pertama, “kami hidup pada
untuk berbicara. zaman di mana tirani telah
b. Super Struktur (Skematik) tumbang.” Dan ditutup dengan
Hal yang dijelaskan dalam kalimat “kami hidup dalam buta
superstruktur adalah skematik, yaitu sejarah” kalimat ini mengandung
rangkaian pendapat yang disusun dan makna penulis beranggapan bahwa
dirangkai, seperti pendahuluan, isi generasinya ‘buta’ (tidak banyak
dan penutup. tahu) sejarah (paragraf 1). Kalimat-
Van Dijk memasukkan alur kalimat pada paragraf pembuka ini
atau skema yang sistematis dalam menjelaskan kenapa penulis
sebuah wacana, seperti pada wacana kemudian memilih mengangkat isu
“Bukan Generasi Mbah”. Dalam “Salatiga Kota Merah.” Melalui
wacana tersebut terdapat dua skema kalimat-kalimat diatas dapat diambil
besar, yaitu summary (ringkasan) kesimpulan bahwa penulis dan tim
dan story (isi secara keseluruhan). redaksi ingin menunjukan bahwa
Pada summary terdapat judul, dan generasi mereka sudah sepantasnya
lead. Judul berita adalah “Bukan berani berbicara tentang fakta sejarah
Generasi Mbah” dengan lead yang yang selama ini tidak begitu terbuka
dibuka dengan kalimat yang karena ketakutan-ketakutan generasi
menegaskan penolakan penulis sebelumnya, yang mereka sebut
terhadap stigma ‘generasi mbah’. ‘generasi mbah’.
Detil, penulis menambahkan detil “Saya mewawancarai seorang mbah
pada kalimat wawancaranya dengan berumur seratus tahun” (paragraf 2).
seorang mbah “Ketika saya bertanya Dan terdapat juga pada kalimat
mengenai G30S, dia menjawab ‘tapi “Kami mencari informasi melalui
saya tidak diciduk kan?’” detil literatur-literatur” (paragraf 7), dan
tersebut menjelaskan deskripsi kalimat “beberapa pihak mewanti-
ketakutan mbah mengangkat cerita wanti kami agar berhati-hati”
tentang G30S. (paragraf 8).
Maksud, elemen ini dapat Namun, penulis juga mengunakan
ditemukan di paragraf keempat pada kalimat pasif seperti “Kami hidup
kalimat “kami berusaha mencari digerogoti hedonisme dan perilaku
fakta tentang peristiwa yang selama konsumtif” (paragraf 1)
ini buram bagi generasi kami.” Koheresi, wacana ini menggunakan
Kalimat tersebut menerangkan koheresi konjungsi “dan” (paragraf
tujuan penulis dan redaksi 1) dan “maka” (paragraf 3).
melakukan liputan. Kata ganti. Penulis menggunakan
Praanggapan, Elemen praanggapan kata ganti orang pertama jamak
terdapat pada kalimat “kami hidup “kami” untuk menegaskan posisi dan
dalam buta sejarah” (paragraf 1) mengungkapkan sikapnya dalam
merupakan bentuk kalimat yang wacana. Dalam wacana kata “kami”
menujukkan anggapan awal penulis muncul sebanyak 27 kali. “kami”
bahwa generasinya adalah generasi digunakan sebagai pengganti kata
yang tidak banyak tahu sejarah, “awak redaksi” yang merujuk pada
secara implisit menunjukan bahwa staf redaksi Lentera. Hal ini
dampak pengaburan sejarah dengan dijelaskan pada paragraf 6, “Walau
pelarangan membahas fakta demikan, tidak semua awak redaksi
pembantaian pasca G30S masa orde bersedia melakukan liputan. Tidak
baru, dan pelarangan bahasan PKI, masalah, mereka punya hak untuk
tahanan politik pasca 65, dan lain itu. Akhirnya Lentera berjalan
sebagainya membuat generasi dengan sebagian awak redaksi saja.”
redaksi (sekarang) mengalami Walau demikan, penulis juga
ketidaktahuan sejarah. menggunakan kata ganti orang
Nominalisasi, pengambilan kata- pertama tunggal “saya” seperti pada
kata bentuk nomina, seperti, kalimat “saya mewawancarai
“berdampak secara fisik dan psikis” seorang mbah berumur seratus
tahun” (paragraf 2), dan orang ketiga
Secara lebih mendalam, Teun Van jamak “mereka”, seperti pada
Dijk juga membagi struktur mikro dalam kalimat “mereka hidup di zaman
beberapa elemen terkecil di antaranya: ketika tuduhan komunis terlontar”
a. Sintaksis. (paragraf 3).
Pada sturktur ini, yang perlu b. Stilistik.
dianalisis adalah bentuk kalimat, Struktur ini menganalisis Leksikon,
koheresi dan kata ganti. yaitu pemilihan kata atas beberapa
Bentuk kalimat, pada elemen ini kemungkinan kata yang tersedia.
kalimat yang lebih dominan dipakai Pemilihan kata bukan karena
adalah kalimat aktif, seperti kalimat kebetulan, tapi menunjukan ideologi
dan pemaknaan penulis terhadap Metafora. Penulis juga
fakta/realitas. Pada pemilihan kata, menggunakan ungkapan metafora
penulis memilih menggunakan kata pada wacana rubrik editorial dengan
“hedonisme” (paragraf 1) sebagai maksud menambah ornamen atau
ganti kata “kemewahan” yang lebih bumbu tulisannya. Penggunaan
memberi penekanan kepada metafora terdapat pada kalimat
“pandangan yang menganggap “tirani telah tumbang” (paragraf 1).
kemewahan materi sebagai tujuan “secercah terang perlahan datang”
utama hidup.” Kalimat lengkap dari (paragraf 4), dan “gaung kebebasan
kata ini adalah “kami hidup pers dapat melindungi kami”
digerogoti hedonisme,” penggunaan (paragraf 8).
kata hedonisme pada kalimat ini
menjelaskan maksut satir pandangan Analisis Kognisi Sosial
hidup yang menganggap materi Teks ini tidak terlepas dari
sebagai tujuan utama dalam hidup konstruksi teks dan mental penulisnya yaitu
(KBBI daring). Selain itu, penulis Bima Satria Putra. Bima lahir dari keluarga
juga menggunakan kata ganti “tirani” pensiunan tentara dari Pangkalan Bun,
(paragraf 1 dan 3) sebagai ganti Kalimantan Tengah. Saat menulis rubrik
“kekuasaan”, yang lebih merujuk editorial majalah Lentera edisi Salatiga Kota
pada kekuasaan yang sewenang- Merah Bima merupakan mahasiswa program
wenang. Kata ini terdapat pada studi ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
paragraf 1 “kami hidup pada zaman dan Komunikasi Universitas Kristen Satya
di mana tirani telah tumbang,” yang Wacana (UKSW). Ia aktif di jurnalistik
kemudian disambung dengan kalimat dengan bergabung dengan UKM Pers
“dan ketika kami menulis tentara Scientiarium tingkat universitas UKSW,
(mungkin) tidak menculik kami.” kemudian bergabung dengan pers
Kalimat selanjutnya menunjukan mahasiswa Lentera di fakultasnya.
maksut pemilihan kata “tirani” pada Pers mahasiswa sendiri tidak lepas
kalimat pertama. dari ideologi dan orientasinya. Ideologi pers
c. Retoris mahasiswa tentunya tak lepas dari
Struktur ini menganalisis grafis dan pembelaannya terhadap kemanusiaan,
metafora pada wacana. keadilan, dan pada mereka yang tak mampu
Grafis. Grafis dimunculkan dengan bersuara (Moh. Fathoni et al, 2012: v) Saat
menonjolkan elemen yang dianggap Bima bergabung dengan pers mahasiswa,
penting lewat bagian tulisan yang sedikit banyak dia belajar tentang kode etik
dibuat lain. Seperti pemakaian huruf dan ideologi pers mahasiswa. Atas dasar
tebal, huruf miring dan garis bawah. pembelaan kemanisiaan, keadilan, dan
Bentuk visualisasi grafis pada membela mereka yang tak mampu bersuara
wacana ini ada pada kata “lentera” anggota pers mahasiswa memilih
dengan penambahan tanda kutip liputannya.
(Paragraf 9). Hal ini ditujukan agar Tulisan di majalah Lentera ternyata
pembaca dapat melihat penekanan bukan tulisan kontroversial pertama Bima.
bahwa lentera yang dimaksud Tulisan pertamanya tentang ketua angkatan
merujuk pada lentera pembawa di program studi Fikom tahun 2013 berupa
terang, sebagai bentuk harapan opini pernah dipermasalahkan oleh beberapa
penulis terhadap hasil liputannya. orang dikampusnya. Ide mengangkat tema
“Salatiga Kota Merah” oleh Bima dan staf dijadikan film dokumenter yang walaupun
redaksinya ternyata telah diprediksi oleh masuk nominasi penghargaan internasional
Bima akan menjadi perdebatan antara yang tetap menjadi kontroversi di kalangan
pro dan kontra. masyarakat Indonesia. Hal ini membuktikan
Tulisan “Bukan Generasi Mbah” bahwa isu G30S 1965, PKI, dan
menggambarkan kegigihan penulis dan tim pembantaian komunis merupakan isu yang
redaksi dalam meliput isu pasca G30S, tidak bisa secara sembarang dibahas oleh
ditengah anjuran untuk berhati-hati dari media.
banyak pihak. Namun semangat pers Peraturan pemerintah sejak jaman
mahasiswa dalam diri penulis membuatnya orde baru yaitu TAP MPRS Nomor 25
tetap menulis walaupun dirinya sendiri telah Tahun 1966 yang hingga kini belum dicabut
yakin dari awal bahwa isu yang dibawanya membuat masyarakat takut mengungkit
akan menimbulkan kontroversi bagi tentang komunisme, pemberantasan PKI dan
masyarakat. G30S. Isu tentang keberadaan anggota
maupun terduga anggota PKI yang pernah
Analisis Konteks Sosial ditangkap, hilang maupun dijadikan tahanan
Konteks sosial dalam hal ini adalah juga jarang dimuat di media-media arus
untuk menjawab pertanyaan bagaimana utama. Adanya peraturan yang dijadikan
wacana yang berkembang di masyarakat dasar menindak pelaku ajaran komunisme
tentang G30S dan “Salatiga Kota Merah.” (UU no. 27 tahun 1996) yang juga membuat
Kata “G30S” muncul dalam editorial stigma anti komunisme tetap melekat di
“Bukan Generasi Mbah” pada paragraf masyarakat.
kedua. Terdapat pada kalimat “namun, Hal tersebut semakin diperparah
ketika saya bertanya mengenai G30S, dia dengan bungkamnya penyintas peristiwa
menjawab ‘tapi saya tidak diciduk kan?’” pasca G30S dan mantan anggota PKI dan
Peristiwa G30S pada tahun 1965 tertuduh PKI karena ketakutan terhadap
ternyata dapat menjadi masalah yang aparat dan stigmatisasi masyarakat. Seperti
menimbulkan kontroversi ketika diangkat yang dialami ‘mbah’ yang diwawancarai
oleh media. Edisi “salatiga Kota Merah” dalam tulisan editorial majalah Lentera.
yang memuat tentang liputan sejarah pasca
G30S memunculkan perdebatan masyarakat Kesimpulan
dan berujung penangkapan tak lepas dari Berdasarkan analisis yang dilakukan
konstruksi berfikir masyarakat yang terhadap wacana teks rubrik editorial
mengangap G30S merupakan sejarah kelam majalah Lentera edisi Salatiga Kota Merah,
yang tidak seharusnya diungkit. Hal tersebut maka dapat diambil pernyataan dari
dibuktikan dengan dilaporkannya majalah simpulan permasalahan yakni,
oleh masyarakat karena dianggap 1. Tema pada editorial “Bukan Generasi
menimbulkan keresahan di Salatiga. Mbah“ ini adalah perspektif redaksi
Penelusuiran fakta sejarah G30S dalam meliput dan memandang isu
1965 pernah diangkat oleh beberapa media. G30S di kota Salatiga yang menganggap
Beberapa LSM bahkan berusaha melakukan bahwa isu tersebut harus ditulis di media
penelusuran fakta hingga rekonsiliasi. mereka. Secara keseluruhan tema
Sebelum Bima dan edisi Salatiga Kota editorial “Bukan Generasi Mbah”
Merah, pada tahun 2014 seorang Sutradara menunjukan sikap redaksi bahwa mereka
Amerika Serikat juga melakukan bukan generasi mbah, generasi yang
penelusuran fakta 1965 yang hasilnya
dalam bayang represi dan ketakutan lain (sekarang) mengalami ketidaktahuan
untuk berbicara. sejarah.
2. Secara Skematik Van Dijk memasukkan 4. Pada dimensi kognisi sosial Tulisan
alur atau skema yang sistematis dalam “Bukan Generasi Mbah”
sebuah wacana. Judul berita adalah menggambarkan kegigihan penulis dan
“Bukan Generasi Mbah” dengan lead tim redaksi dalam meliput isu pasca
yang dibuka dengan kalimat yang G30S, ditengah anjuran untuk berhati-
menegaskan penolakan penulis terhadap hati dari banyak pihak. Namun semangat
stigma ‘generasi mbah’. pers mahasiswa dalam diri penulis
Alur dalam teks berita sendiri dimulai membuatnya tetap menulis walaupun
dengan pernyataan singkat “kami bukan dirinya sendiri telah yakin dari awal
generasi mbah”, kemudian penulis bahwa isu yang dibawanya akan
menjelaskan mengapa mereka berbeda menimbulkan kontroversi bagi
dengan generasi mbah’ pada paragraf- masyarakat.
paragraf selanjutnya, Pada paragraf 5. Pada dimensi konteks sosial, Stigmatisasi
berikutnya penulis menjelaskan proses masyarakat soal PKI, peristiwa pasca
liputan dan pencarian informasi berita G30S, dan hal-hal lain yang berkaitan
yang akan diangkat. Pada kalimat dengan komunisme yang dianggap buruk
penutup tetetera harapan penulis telah dibangun sejak zaman orde baru.
terhadap hasil penelusuran berita Hal tersebut semakin diperparah dengan
mereka. belum dicabutnya TAP MPRS no. 25
3. Secara Semantik, elemen latar dijelaskan tahun 1966 dan adanya peraturan yang
kenapa penulis kemudian memilih dijadikan dasar menindak pelaku ajaran
mengangkat isu “Salatiga Kota Merah.” komunisme (UU no. 27 tahun 1996).
Melalui kalimat-kalimat dalam teks Stigma buruk juga membuat media
editorial dapat diambil kesimpulan mainstream pada umumnya jarang
bahwa penulis dan tim redaksi ingin mengangkat isu ini. Hal inilah yang
menunjukan bahwa generasi mereka memancing kontroversi masyarakat
sudah sepantasnya berani berbicara ketika majalah Lentera menulis peristiwa
tentang fakta sejarah yang selama ini pasca G30S di Kota Salatiga.
tidak begitu terbuka karena ketakutan-
ketakutan generasi sebelumnya, yang Saran
mereka sebut ‘generasi mbah’. Pada Ada beberapa masukan yang akan
elemen praanggapan terdapat pada diberikan penulis kepada media, peneliti
kalimat “kami hidup dalam buta selanjutnya serta masyarakat, yakni:
sejarah” (paragraf 1) merupakan bentuk 1. Untuk media, saat mendeskripsikan
kalimat yang menujukkan anggapan bagaimana wacana, kognisi dan konteks
awal penulis bahwa generasinya adalah sosial teks diharapkan melakukan riset
generasi yang tidak banyak tahu sejarah, lebih mendalam agar praanggapan, atau
secara implisit menunjukan bahwa anggapan awal tidak diambil secara
dampak pengaburan sejarah dengan sembarangan.
pelarangan membahas fakta 2. Untuk peneliti selanjutnya, untuk
pembantaian pasca G30S masa orde menganalisis wacana berita, analisis Van
baru, dan pelarangan bahasan PKI, Dijk direkomendasikan untuk digunakan
tahanan politik pasca 65, dan lain kerena menjelaskan secara detail, teks
sebagainya membuat generasi redaksi dan makna teks yang terkandung.
3. Untuk masyarakat, ada baiknya Fathoni Moh. et al, 2012, Menapak Jejak
membaca lebih banyak referensi buku Perhimpunan Pers Mahasiswa
sejarah, agar dapat lebih plural dalam Indonesia.
menentukan sikap terhadap satu isu yang Jakarta: PT Komodo Books.
diangkat media. Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi
4. Rekomendasi untuk pemerintah, perlu Massa. Jakarta: Raja grafindo.
adanya upaya rekonsiliasi dari terhadap Effendy Onong Uchjana, 1989, Kamus
semua korban pasca G30S yang diatur Komunikasi, Bandung: MandarMaju.
dalam regulasi resmi. Rakhmat Jalaludin, 2000, Metode Penelitian
Komunikasi, Bandung: Remaja
DAFTAR PUSTAKA Rosdakarya.
Right Charles R, 1985, Sosiologi
Ardianto Elvinaro, 2005, Komunikasi Massa Komunikasi Massa, Penerjemah:
Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Drs. Djalaluddin Rakhmat, M.Sc,
Rekatama Media. Bandung: Remadja Karya.
Badara Aris, 2012, Analisis Wacana: Teori, Rofiuddin, “Lentera Dibredel, Tiga Alasan
Metode dan Penerapannya pada Dekan Minta Majalah Ditarik”,
Wacana Media, Jakarta: Kencana. Tempo, 19 Oktober 2015, Nasional,
Bungin Burhan, 2008, Sosiologi https://nasional.tempo.co.
Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Rohim Syaiful, 2009, Teori Komunikasi:
Diskursus Teknologi Perspektif, Ragam, dan Aplikasi.
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Jakarta: Rineka Cipta.
Kencana. Sartori, Djam’an dan Aan Komariah, 2011,
Eriyanto, 2001, Analisis Wacana: Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif,
Analisis Teks Media. Bandung: Alfabeta.
Yogyakarta:LKiS. Sumadiria AS Haris, 2005,Menulis Artikel
Firdaus, Febriana, Pembredelan Majalah dan Tajuk Rencana: Panduan Praktis
Lentera: Empat Hari dalam Tekanan Penulis dan Jurnalis Profesional,
Aparat. Rappler Indonesia, Bandung: Simbiosa Rekatama
22 Oktober 2015, Media.
https://www.rappler.com/indonesia.
KBBI, “hedonisme” KBBI daring, diakses
14 Juni 2018,
https://kbbi.web.id/hedonisme.html.
KBBI, “tirani” KBBI daring, diakses 14 Juni
2018, https://kbbi.web.id/tirani.html.
Mulyana, D. dan Solatun, 2008, Metode
Penelitian Komunikasi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Munir Syahrul, “Kasus Penarikan Majalah
Lentera yang Bahas soal PKI,
Dilaporkan ke Komnas HAM”
Kompas, 20 Oktober 2015, Berita,
http://regional.kompas.com.

You might also like