5516 17874 3 PB

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas)

Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70


DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Masyarakat tentang Pengelolaan


Sampah dengan Pesan Jepapah

Dinda Clasissa Aulia, Harry Kiswanto Situmorang, Ahmad Fauzy Habiby Prasetya, Adhe Fadilla, Aisya
Safira Nisa, Asiyah Khoirunnisa, Deo Farhan, Dwi Nur’aini Nindya, Hanisa Purwantari, Imelda
Octaviani Dwi Jasmin, Johninda Aulia Akbar, Novi Mesrina Cicionta BR Ginting, Rifa Fadhilah Lubis,
Zakyta Pangestiara G
Program Studi Ilmu Kesehatan Maskarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
e-mail: dindaclasissa@gmail.com

Abstract
Background: The city of Jakarta as the capital city of Indonesia has been able to transport 100% of its waste
from the generated waste. Meanwhile, Depok City, which is one of the regions in the Greater Jakarta area,
produces 1,307 tons of waste per day and only 850 tons of waste are handled per day (Regional Development
Planning and Research Agency, 2019). As a result, the untreated waste will pollute the environment if it is not
managed properly.
Purpose: to increase awareness and understanding of citizens regarding Independent Waste Management and
Segregated Garbage Pick-up
Method: the method starts from analyzing the situation and determining the priority of the problem. Then
develop an instrument using a questionnaire about good and correct waste management. After that, do a survey
of the determinants that affect the behavior of waste management.
Results: The result of the intervention activity is an increase in knowledge by the community in the Situ Pladen
area about good and correct waste management.
Conclusion: Based on the results of the pre and post tests, there was an increase in the knowledge of the
residents of Situ Pladen after the intervention in the form of providing education about waste management.

Keywords: Rubbish, Waste management, Environmental Health, TPA, TPS

Abstrak
Latar Belakang: Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia sudah mampu mengangkut 100% sampahnya dari
sampah yang dihasilkan. Sedangkan Kota Depok yang merupakan salah satu daerah di kawasan Jabodetabek
memproduksi 1.307 ton sampah per hari dan yang tertangani hanya 850 ton sampah per harinya (Badan
Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah, 2019). Akibatnya, sampah yang tidak
tertangani tersebut akan mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Tujuan: Untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman warga mengenai Pengelolaan Sampah Mandiri dan
Penjemputan Sampah Terpilah
Metode: Metodenya dimulai dari analisis situasi dan menentukan prioritas masalah. Kemudian melakukan
pengembangan instrumen dengan menggunakan kuesioner tentang pengelolaan sampah yang baik dan benar.
Setelah itu melakukan survey determinan yang mempengaruhi perilaku pengelolaan sampah.
Hasil: Hasil dari kegiatan intervensi adalah peningkatan pengetahuan oleh masyarakat di wilayah Situ Pladen
tentang pengelolaan sampah yang baik dan benar.
Simpulan: Berdasarkan hasil pre dan post test, terdapat peningkatan pengetahuan warga Situ Pladen setelah
dilakukan intervensi berupa pemberian edukasi mengenai pengelolaan sampah.

Kata kunci: Sampah, Pengelolaan sampah, Kesehatan Lingkungan, TPA, TPS

1. PENDAHULUAN
Sampah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan baik skala industri, rumah
tangga, dan instansi yang dilakukan oleh manusia (Soemirat, 2014). Dalam Undang-Undang No.18
tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau
proses alam yang berbentuk padat dan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka
akan semakin banyak pula jumlah sampah yang dihasilkan. Pada tahun 2016, jumlah timbulan sampah
di Indonesia mencapai 65,2 juta ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2018). Menurut data
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2020 timbulan sampah di

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 62


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

Indonesia sudah mencapai 72 juta ton per tahun. Belum semua sampah sudah terkelola dengan baik,
masih ada sekitar 36% atau sekitar 9 juta ton sampah yang tidak terkelola setiap tahunnya. Jenis
sampah yang mendominasi timbulan sampah di Indonesia adalah sampah rumah tangga, yaitu 32,5%
(KLHK, 2020). Pulau Jawa yang di dalamnya memiliki kawasan megapolitan Jabodetabek, merupakan
daerah yang menghasilkan sampah paling banyak di Indonesia dengan 21,2 ton sampah per tahunnya
yang didominasi oleh sampah rumah tangga, yaitu sekitar 44,5% (Handono, 2010).
Menurut Sucipto (2012) jenis-jenis sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di
dalamnya dibedakan menjadi dua yaitu sampah organic dan sampah anorganik. Sampah organik
berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi
menjadi sampah organik basah dan sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan
sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi seperti kulit buah dan sisa sayuran. Sementara
bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil
seperti kertas, kayu atau ranting pohon dan dedaunan kering. Sedangkan sampah anorganik berasal
dari bahan yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis yang termasuk ke
dalam kategori bisa didaur ulang (recycle) ini misalnya bahan yang terbuat dari plastik atau logam.
Sampah kering non logam (gelas kaca, botol kaca, kain, kayu, dll) dan juga sampah lembut yaitu
seperti abu.
Sampah yang tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan kerusakan di lingkungan,
menimbulkan bau serta berisiko menimbulkan penyakit. Kerusakan lingkungan akibat sampah dapat
terjadi dimulai dari sumber sampah. Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia sudah mampu
mengangkut 100% sampahnya dari sampah yang dihasilkan (KLHK, 2019). Sedangkan Kota Depok
yang merupakan salah satu daerah di kawasan Jabodetabek memproduksi 1.307 ton sampah per hari
dan yang tertangani hanya 850 ton sampah per harinya (Badan Perencanaan Pembangunan dan
Penelitian Pengembangan Daerah, 2019). Akibatnya, sampah yang tidak tertangani tersebut akan
mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Permasalahan sampah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian hilir, proses dan hulu. Bagian hilir
terletak pada pembuangan sampah yang terus menerus meningkat. Bagian proses terletak pada
keterbatasan sumber daya dalam mengelola sampah, baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri.
Bagian hulu terletak pada masih kurang optimalnya sistem yang diterapkan dalam pemrosesan akhir
sampah (Mulasari, 2016). Beberapa faktor yang menghambat sistem pengelolaan sampah yang dapat
menjadi masalah adalah penyebaran dan kepadatan penduduk, sosial ekonomi, dan karakteristik
lingkungan fisik, sikap, perilaku serta budaya yang ada di masyarakat (Sahil, 2016).
Perlu adanya pengelolaan sampah yang baik untuk menekan timbulnya pencemaran atau
kerusakan lingkungan. Pengelolaan sampah merupakan sebuah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah
meliputi membatasi timbulan sampah, mendaur ulang sampah dan memanfaatkan kembali sampah.
Pengurangan sampah dilakukan dengan menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap,
penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, menerapkan kegiatan daur ulang sampah dan
memasarkan produk-produk daur ulang tersebut. Sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan dalam
penanganan sampah meliputi pemilahan sampah berdasarkan jenis, jumlah dan sifat sampah;
pengambilan dan pengumpulan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sampah
sementara, kemudian setelah itu diangkut ke tempat pembuangan akhir dan dikelola dengan mengubah
karakteristik, komposisi dan jumlah sampah sehingga hasil pengolahan tersebut dapat dikembalikan ke
lingkungan secara aman (UU No. 18 T ahun 2008).
Di Indonesia, jenis sampah yang dikelola terdiri atas sampah rumah tangga, sampah sejenis
sampah rumah tangga dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal
dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja dan sampah spesifik). Sampah
sejenis sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kawasan komersial, fasilitas
umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya. Sedangkan sampah spesifik merupakan sampah yang tidak
dihasilkan secara berkala, meliputi sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sampah
akibat bencana, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 63


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

Pengelolaan sampah menjadi masalah bagi Pemerintah Kota Depok. Sebagian besar sampah
tidak tertampung di TP A dan banyak sampah yang dibuang di sembarang tempat, salah satunya di
Situ. Kota Depok sendiri memiliki 25 Situ yang berfungsi sebagai irigasi lokal, perikanan, sanitasi,
pengendali air , air minum, industri dan rekreasi (BPPT , 2011). Salah satu Situ yang sempat
bermasalah dan menjadi tempat pembuangan sampah adalah Situ Pladen yang terletak di Beji, Kota
Depok. Akibat sampah yang mencemari Situ Pladen, kualitas air di sana menjadi sangat buruk dan
mengandung limbah beracun serta sampah menjadi menumpuk sehingga dapat menyebabkan banjir
serta membahayakan kesehatan (Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan
Daerah Kota Depok, 2019). Oleh karena itu, perlu adanya intervensi guna memperbaiki dan menjaga
kelestarian dari Situ Pladen.
Menumpuknya sampah diakibatkan karena masih banyaknya warga yang membuang sampah
rumah tangga ke Situ Pladen (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2019). Pemerintah
Kota Depok membuat kebijakan Operasi T angkap T angan (OTT), jika ada masyarakat yang
tertangkap membuang sampah sembarangan akan dikenakan sanksi berupa pidana ringan atau denda.
Selain itu, masyarakat tersebut akan difoto dan dicetak ke dalam bentuk spanduk atau baliho sehingga
memberikan efek jera dengan sanksi sosial (Rajagukguk, 2020). Kebijakan tersebut dirasa belum
cukup mengatasi perilaku masyarakat dalam buang sampah sembarangan, jika kesadaran masyarakat
akan kebersihan lingkungannya masih kurang.
Salah satu upaya pemerintah untuk menangani permasalahan sampah rumah tangga adalah
dengan membuat peraturan dan kebijakan yang dapat dijadikan landasan rujukan dalam pengelolaan
sampah. T erdapat beberapa Peraturan Undang-Undang dan kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah terkait kegiatan Pengelolaan sampah. Contohnya adalah Undang-Undang RI Nomor 18
Tahun 2008 T entang Pengelolaan Sampah, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81
Tahun 2012 T entang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,
dan Pemerintah Daerah Kota Depok mengatur pengelolaan sampah di Kota Depok diatur dalam
Peraturan Daerah (PERDA) Kota Depok Nomor 5 T ahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah.
Kesadaran masyarakat dalam menjaga Situ Pladen dipengaruhi oleh banyak faktor . Apabila
menggunakan pendekatan teori Lawrence Green, yang menjelaskan bahwa perilaku ditentukan atau
dibentuk dari beberapa faktor, diantaranya: (1.) Faktor Pendorong (predisposing factor). Faktor
pendorong merupakan faktor yang berasal dari dalam individu yang memberikan alasan atau motivasi
untuk perilaku tersebut (Green dan Kreuter, 2005). Faktor ini meliputi pengetahuan, sikap, pendidikan,
pekerjaan, status ekonomi (Damayanti, 2017). (2.) Faktor Pendukung (enabling factor). Faktor
pendukung merupakan anteseden untuk perubahan perilaku atau lingkungan yang memungkinkan
motivasi atau kebijakan terkait lingkungan untuk direalisasikan (Green dan Kreuter, 2005). Faktor
pendukung dapat mempengaruhi perilaku secara langsung maupun tidak langsung melalui lingkungan
(Gielen et al, 2008). Faktor pendukung dapat meliputi ketersediaan sarana dan prasarana (Lestari,
2015; Priyoto, 2018), dan keterpaparan informasi (Nurhadyana, 2012). (3.) Faktor penguat
(reinforcing factor). Faktor penguat merupakan faktor yang mengikuti perilaku yang memberikan
penghargaan atau insentif berkelanjutan untuk ketekunan atau pengulangan perilaku (Green dan
Kreuter, 2005). Faktor penguat mencakup petugas kesehatan, tokoh masyarakat, atau orang yang
berpengaruh dalam pengambilan keputusan (Nurdina, 2008), adanya kebijakan dan peran tokoh
masyarakat (Lestari, 2015; Priyoto, 2018).

Dari hal diatas, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu diketahui menganai
faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi perilaku membuang sampah sembarangan oleh masyarakat
setempat dan mengetahui bagaimana caranya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
mengelola dan memanfaatkan sampah plastik guna menjaga kelangsungan Situ Pladen. Oleh karena
itu dilakukan intervensi berupa Pengelolaan Sampah Mandiri dan Penjemputan Sampah Terpilah
(PESAN JEPAPAH). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman warga
mengenai Pengelolaan Sampah Mandiri dan Penjemputan Sampah Terpilah di kawasan Situ Pladen,
Beji, Depok, meningkatkan partisipasi dan pengetahuan warga di sekitar Situ Pladen mengenai
pentingnya pemilahan, pengelolaan, dan pemanfaatan sampah plastik dengan melakukan amati, tiru

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 64


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

dan modifikasi program JEPAPAH yang telah berhasil sebelumnya di Jepara, serta meningkatkan
kerja sama dan peran serta setiap warga dan para tokoh masyarakat sebagai support system dalam
pelaksanaan Program PESAN JEP AP AH.

2. METODE
Metode dalam kegiatan intervensi ini dimulai dari analisis situasi dan menentukan prioritas
masalah. Kemudian melakukan pengembangan instrumen dengan menggunakan kuesioner tentang
pengelolaan sampah yang baik dan benar. Setelah itu melakukan survey determinan yang
mempengaruhi perilaku pengelolaan sampah. Sasaran dari kegiatan intervensi ini adalah warga di
sekitar Situ Pladen. Lokasi yang digunakan untuk melangsungkan intervensi berada di Situ Pladen,
Jalan Ridwan Rais, Kecamatan Beji, Kota Depok, dan dilaksanakan pada 28 Januari hingga 28
Februari 2021. Kegiatan intervensi dilakukan dengan pemberian poster kepada 30 responden. Setelah
kegiatan intervensi dilakukan, diberikan post-test untuk mengukur tingkat pengetahuan responden dan
mengetahui hasil yang diperoleh.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Situasi
Kegiatan intervensi yang diselenggarakan di wilayah Situ Pladen adalah memberikan edukasi
dan pemberian sarana prasarana guna pembuatan Program Pengelolaan Sampah Mandiri dan
Penjemputan Sampah Terpilah (Pesan Jepapah). Alur pelaksanaan kegiatan diawali dengan peneliti
yang mendatangi rumah-rumah responden untuk melakukan edukasi kepada 30 responden dengan
menggunakan media poster, serta menanyakan beberapa pertanyaan melalui kuesioner pre tes dan post
tes untuk mengukur pengetahuan warga Situ Pladen mengenai cara menjaga keberlangsungan Situ
Pladen dengan melakukan cara memilah sampah, cara mengurangi timbunan sampah, serta cara
menjaga kebersihan wadah sampah. Lalu, setelah melakukan edukasi dan pemberian kuesioner pre tes-
post tes, peneliti memberikan kepada para responden bahwa nantinya akan memberikan 3 jenis tempat
sampah yakni untuk sampah organik, anorganik, dan residu.
Untuk mencapai tujuan intervensi, yang pertama adalah melakukan analisis situasi. Letak
geografis Kecamatan Beji terletak pada bagian utara Kota Depok yang berbatasan langsung dengan
Provinsi DKI Jakarta. Wilayah Kecamatan Beji di Kota Depok memiliki luas wilayah sebesar 14,30
Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 143.190 jiwa pada tahun 2008 dengan kepadatan penduduk
mencapai 10,013 jiwa/km2. Mayoritas kegiatan penduduk di Kecamatan Beji sebagian besar
mengarah ke Ibu kota Negara, baik sebagai pegawai, buruh, pelajar/mahasiswa dan
pedagang/pengusaha. Untuk tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Beji didominasi dengan
lulusan SD, SMP , SMA dan Perguruan Tinggi, namun untuk di wilayah R T 03 RW 03 rata-rata
masyarakat berpendidikan SMP dan SMA. Adapun penghasilan masyarakat rata-rata berkisar
2.000.000 hingga 4.300.000. selain itu, sarana dan prasarana kesehatan terbanyak di Kecamatan Beji
yaitu posyandu dengan jumlah 63 buah.
Sebelum menentukan prioritas masalah, akan dilakukan indentifikasi. Identifikasi masalah
kesehatan lingkungan terutama tentang pengelolaan sampah dilakukan dengan wawancara. Informan
terdiri dari 4 orang, dijelaskan pada tabel berikut.
Table 1 Gambaran Karakteristik Informan

No. Informan Jenis kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan


1. 1 Laki-laki 52 SMP Penjaga Situ Pladen
2. 2 Laki-laki 56 SMP Tidak bekerja
3. 3 Perempuan 28 SMP Ibu Rumah Tangga

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 65


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

4. 4 Laki-laki 63 SMP Petugas kebersihan RT 03/03

Setelah dilakukan identifikasi masalah didapatkan tujuh (7) masalah diantaranya adalah
tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang menyebabkan kurangnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap jenis dan pengelolaan sampah yang
benar, kurangnya sumber daya manusia untuk mengangkut sampah, kurangnya fasilitas mobil sampah
untuk mengangkut sampah ke TP A, tidak adanya tempat pembuangan sementara, tidak adanya tempat
sampah di depan rumah warga, dan belum adanya sosialisasi terkait kebijakan pengelolaan sampah.
Yang selanjutnya adalah penentuan prioritas masalah. Metode penentuan prioritas masalah
yang digunakan dalam kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan ini adalah metode matematik PAHO
(Pan American Health Organization). Berdasarkan identifikasi masalah pengelolaan sampah di sekitar
Situ Pladen maka dapat dibuat, maka masalah dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan teori
Lawrence Green seperti pada tabel dibawah ini:
Table 2 Prioritas Pengelolaan Sampah di Situ Pladen

No. Masalah yang ditemukan M S V C Total


skor
Faktor Predisposisi
1 Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang jenis dan 5 5 2 2 100
pengelolaan sampah
2 Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah 5 5 2 3 150
3 Seluruh informan memiliki pendidikan terakhir SMP 4 3 1 2 24
Faktor Enabling
1 Tidak tersedianya tempat penampungan sampah sementara 5 5 1 1 25
2 Kurangnya fasilitas pengangkut sampah ke TPA 5 4 2 2 80
3 Tidak tersedianya tempat sampah di depan rumah warga 4 4 4 2 128
4 Kurangnya SDM untuk mengangkut sampah 2 2 4 4 64
Faktor Penguat
1 Tidak adanya sosialisasi kebijakan terkait pengelolaan 4 4 3 2 96
sampah oleh pemerintah
2 Kurangnya keterpaparan informasi mengenai pengelolaan 3 4 4 2 96
sampah

Berdasarkan tabel diatas hasil skor hitung PAHO di atas dapat diketahui bahwa prioritas
masalah dalam pengabdiann ini terdapat pada faktor predisposisi yaitu kurangnya kesadaran
masyarakat untuk mengelola sampah. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil total skor tertinggi
dibandingkan dengan masalah lain yang ditemukan dalam proses identifikasi masalah.
Pengembangan instrumen
Pengembangan instrumen pada pengabdian kali ini dilakukan dengan pemberian kuesioner
kepada seluruh responden. Kuesioner terdiri dari 6 poin utama yang disetiap poinnya memiliki
beberapa pertanyaan dengan tema yang sama. Poin pertama menanyakan tentang pengetahuan
responden terhadap karakteristik sampah dan pengelolaannya, poin kedua adalah tentang sarana dan
prasarana di lingkungan pemukiman responden. Pada poin ini ditanyakan beberapa pertanyaan seperti
adanya ketersediaan tempat penampungan sementara di masing-masing rumah responden dan bank

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 66


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

sampah. Pada poin ketiga adalah tentang keterpaparan informasi oleh responden tentang pengelolaan
sampah melalui penyuluhan atau melalui metode lainnya. Poin ke empat membahas tentang sosialisasi
kebijakan atau peraturan tentang larangan membuang sampah sembarangan. Poin kelima tentang
dukungan yang datang dari tokoh-tokoh masyarakat setempat untuk melakukan oemilahan sampah.
Poin yang terakhir adalah membahas tentang kesadaran masyarakat setempat untuk meminimalisr
produksi sampah dan pengelolaannya terhadap sampah itu sendiri.
Survey determinan
Kesadaran masyarakat dalam menjaga Situ Pladen dipengaruhi oleh banyak faktor.
Pendekatan teori yang digunakan adalah teori Lawrence Green, teori ini mencoba menganalisis
perilaku manusia dari tingkat kesehatan dengan mewujudkannya melalui program promosi kesehatan.
Dalam kegiatan pengabdia ini pengaplikasian dalam pendekatan teori L.Green adalah untuk
menganalisis perilaku masyarakat di Situ Pladen dengan merealisasikan Pesan Jepapah sebagai
program promosi kesehatan. Berdasarakan teori L. Green, perilaku ditentukan atau dibentuk dari
beberapa faktor, yaitu faktor pendorong, pendukung, dan penguat. Berikut adalah penjelasannya:
1. Faktor Pendorong
• Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Berdasarkan teori Bloom, pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2010).
• Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Seperti halnya pengetahuan, Notoatmodjo (2010) membagi
sikap menjadi berbagai tingkatan yakni menerima, menanggapi, menghargai, dan
yang terakhir adalah tanggung jawab.
• Tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi
Dalam teori Lawrence Green dikatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai
peranan penting dalam mendorong perilaku sehingga menimbulkan perilaku positif
dari masyarakat. karena melalui pendidikan, manusia mengetahui dan sadar akan
bahaya sampah terhadap lingkungan, terutama bahaya pencemaran terhadap kesehatan
manusia. Selain itu, tingkat sosial ekonomi seseorang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang. Hal ini disebabkan seseorang dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi
pasti mampu untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya termasuk untuk melakukan
pengelolaan sampah.
2. Faktor Pendukung
• Keterpaparan
Informasi pengertian informasi adalah data yang diolah agar bermanfaat dalam
pengambilan keputusan bagi penggunanya. Jadi dengan adanya informasi yang
didapat, seorang ndividu dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang
akan dia ambil.
• Ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana
Prasarana merupakan fasilitas umum yang menjadi penunjang utama terselenggaranya
suatu proses atau kegiatan dalam masyarakat, yang pada akhirnya akan menentukan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Ketersediaan dari infrastrukturpun harus
diperhatikan jumlahnya, harus sesuai dengan kondisi pada msyarakatnya sehingga
dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 67


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

3. Faktor Penguat
• Kebijakan mengenai sampah
Dalam mengubah kebiasaan masyarakat diperlukan keterlibatan dari semua pihak,
salah satunya adalah dukungan atau kebijakan pemerintah mengenai sampah (UU
nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah). Kesadaran masyarakat terhadap
kebijakan mengenai sampah, baik di daerah maupun pusat, akan membantu dalam
upaya pengelolaan masyarakat. Selain itu, terdapat program kebijakan pengelolaan
sampah dengan pendekatan berbasis 3R yang meliputi mengurangi (reduce),
menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang sampah (recycle). Hal ini
seyogyanya dilakukan bersamaan dengan partisipasi masyarakat dalam melakukan
pengelolaan sampah sejak dari sumbernya. Berkenaan dengan keterlibatan masyarakat
dalam pelaksanaan program 3R diharapkan dapat membantu mengurangi timbunan
sampah dan mempermudah proses daur ulang sampah (Kementerian Pekerjaan
Umum, 2010).
• Sosialisasi ke masyarakat
Sosialisasi masyarakat mengenai pengelolaan sampah dinilai dapat membantu dalam
mengubah pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah. Selain
itu sosialisasi juga dimaksudkan agar regulasi dan kebijakan pemerintah mengenai
pengelolaan sampah dapat sampai ke seluruh masyarakat di wilayah setempat.
• Peran tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat, seperti RT , RW , Lurah, dan lain-lain dinilai memiliki peran
penting dalam mempengaruhi perilaku masyarakat. Kesadaran masyarakat akan
pengelolaan sampah dipengaruhi oleh motivasi dari tokoh masyarakat. Pemimpin
yang baik akan dipatuhi anggotanya karena rasa hormat dan loyalitas bawahan,
demikian pula pada organisasi sosial kemasyarakatan. Kemampuan dalam
mempengaruhi orang lain tentunya menjadi modal utama tokoh masyarakat dalam
membantu pemerintah menjalankan program pengelolaan sampah di wilayah
setempat. Dengan kemampuan tersebut tokoh masyarakat dapat mengubah sudut
pandang, nilai kepercayaan, sikap dan perilaku orang lain (Mulasari, dkk, 2014).
• Peran petugas kebersihan
Dalam melakukan pengelolaan sampah di lingkungan rumah tangga perlu adanya
kerja sama antara masyarakat dengan petugas kebersihan setempat.

Masalah pengelolaan sampah di Indonesia menurut Kardono (2007), dilihat dari beberapa
indikator , yaitu tingginya jumlah sampah yang dihasilkan, tingkat pengelolaan sampah yang rendah,
tempat pembuangan akhir yang terbatas, institusi pengelola sampah, dan masalah biaya.
Berikut adalah hasil intervensi yang telah dilakukan di Situ Pladen.
Table 3 Perbandingan Hasil Pre dan Post Test menjaga keberlangsungan Situ Pladen

Pengetahuan Mean SD P value


Pre test 6.10 2.1 0.000
Post test 8.70 1.8

Pre Test diberikan sebelum para responden menerima poster dan tempat sampah, sedangkan
Post T est diberikan setelah para responden membaca poster dan diberikan penjelasan terkait tempat
sampah yang digunakan untuk pemilahan sampah. Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa terjadi

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 68


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

peningkatan pengetahuan mengenai menjaga keberlangsungan Situ Pladen dan terdapat perbedaan
yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
Dari analisis jawaban pada pre test, menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum
mengetahui tentang pemilahan sampah karena mereka tidak dapat membedakan jenis sampah
berdasarkan warna wadah sampahnya, responden juga belum mengetahui bagaimana cara
membersihkan wadah yang benar. Pada hasil post test, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan
nilai setelah dilakukan intervensi. Seluruh responden sudah dapat membedakan jenis dan wadah
sampah untuk pemilahan. Selain itu, sebagian besar responden juga telah mengetahui bagaimana cara
mengurangi timbulan sampah, serta kriteria dan cara menjaga kebersihan tempat sampah.
Pelaksanaan kegiatan intervensi sosialisasi program Pesan Jepapah yang telah berjalan lancar
dan melebihi ekspektasi peneliti, dikarenakan mendapat respon sangat positif dan antusiasme warga
Situ Pladen yang luar biasa atas diadakannya Program Pesan Jepapah ini. meskipu kegiatan berjalan
lancar, masih terdapat beberapa hambatan yang tejadi. Hambatan dalam pelaksanaan intervensi yang
pertama adalah dikarenakan pelaksanaan intervensi dilakukan saat masa pandemi Covid-19 sehingga
pelaksanaan harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat. Y ang kedua adalah saat
pelaksanaan intervensi ada beberapa warga yang sedang tidak berada dirumah sehingga harus
dititipkan ke rumah salah satu warga. Selain itu, saat terdapat juga kesulitan pada proses pemesanan
tempat sampah. Hal ini dikarenakan bentuk TPS yang besar dan tempat sampah untuk warga yang
berjumlah banyak sehingga sulit untuk melakukan pengantaran menuju rumah warga di Situ Pladen.

4. SIMPULAN
Dari intervensi yang telah dilakukan, didapatkan simpulan sebagai berikut:
• Beberapa masalah di wilayah Situ Pladen yang didapatkan dari hasil penelitian yaitu: kurangnya
pengetahuan warga Situ Pladen tentang jenis dan pengelolaan sampah, kurangnya kesadaran
masyarakat untuk mengelola sampah, hampir seluruh informan memiliki pendidikan terakhir
SMP, tidak tersedianya tempat penampungan sampah sementara, kurangnya fasilitas pengangkut
sampah ke TPA, tidak tersedianya tempat sampah di depan rumah warga, kurangnya SDM untuk
mengangkut sampah, tidak adanya sosialisasi kebijakan terkait pengelolaan sampah dan
kurangnya keterpaparan informasi mengenai pengelolaan sampah.
• Dari kesembilan masalah tersebut ditetapkan prioritas masalah menggunakan metode P AHO
didapatkan masalah terbesar , yaitu kurangnya kesadaran warga Situ Pladen untuk mengelola
sampah. Kemudian peneliti melakukan penelitian kuantitatif menggunakan kuesioner untuk
mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kesadaran warga Situ Pladen dalam
melakukan pengelolaan sampah. Adapun sampel yang diambil merupakan sampel minimal, yaitu
30 responden.
• Intervensi yang dilakukan berupa pemberian edukasi dengan media poster dan stiker mengenai
pengelolaan sampah. Sebelumnya, responden diminta untuk mengisi pre test dan setelah diberikan
edukasi responden diminta untuk mengisi post test. Hal tersebut dilakukan untuk mengukur
peningkatan pengetahuan warga Situ Pladen mengenai pengelolaan sampah. Intervensi diberikan
kepada seluruh responden secara door to door sehingga tidak ada perkumpulan warga. Hal lain
yang juga dilakukan adalah memberikan tempat sampah kepada responden yang merupakan warga
Situ Pladen sebanyak 3 (tiga) buah sebagai sarana untuk warga melakukan pemilahan sampah
secara mandiri. Kemudian, memberikan tempat sampah besar kepada petugas kebersihan di Situ
Pladen sebagai sarana untuk menampung sampah yang sudah dipilah sementara sebelum dibawa
ke TP A. Intervensi dilakukan pada Minggu, 28 Februari 2021.
• Berdasarkan hasil pre dan post test, terdapat peningkatan pengetahuan warga Situ Pladen sebesar
42,6% setelah dilakukan intervensi berupa pemberian edukasi mengenai pengelolaan sampah.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 69


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 1, April 2021, Hal. 62-70
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i1/5516

Peneliti optimis bahwa Program Jepapah ini bisa berjalan dan tetap sustain. Namun perlu
disadari bahwa keberhasilan Program ini tidak lepas dari kerjasama setiap unit yang bersangkutan
yaitu baik dari partisipasi Ketua R T dan warga sebagai support system demi kelancaran pelaksanaan
Program Pesan Jepapah.

DAFTAR PUSTAKA

Handono, M. (2010). Model Pengelolaan T empat Pemrosesan Akhir (TP A) Sampah secara
Berkelanjutan di TP A Cipayung Kota Depok-Jawa Barat. Disertasi. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor

Kebijakan Penanggulangannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11 (2). doi:10.15294/kemas.vllil.3521

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). REVIT ALISASI SITU TUNGGU DKI.
Diakses pada 18 Januari 2021 melalui http://perpustakaan.menlhk.go.id.

Mulasari, dkk. (2016). Analisis Situasi Permasalahan Sampah Kota Y ogyakarta dan

Rajagukguk, Kisar. (2020). Pemkot Depok Incar Pembuang Sampah Sembarangan. Media Indonesia.
Diakses di https://m.mediaindonesia.com pada 2 Februari 2021

Sahil J, dkk. (2016). Sistem Pengelolaan dan Upaya Penanggulangan Sampah di Kelurahan Dufa-Dufa
Kota T ernate. Jurnal Bioedukasi, 4 (2)

Soemirat, J. (2014). Kesehatan Lingkungan. Y ogyakarta : Gadjah Mada University Press

Sucipto, C. D. (2012). T eknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah. Y ogyakarta: Gosyen Publishing.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 70

You might also like