Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)

ISSN : 2549-0567 (Online)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN KASUS PNEUMONIA BALITA


DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PAMMANA

Factors that affecting the discovery of pneumina case in toodlers at working area of
UPTD Puskesmas Pamamana

Fitriani, Amal Hayati, Yulianti


Puskesmas Pammana Kabupaten Wajo
fitrianiskm15@yahoo.co.id

ABSTRACT

Pneumonia is an inflammation of the lung parenchyma that can affect anyone, such as children,adolescents,young adults
and the elderly,but more in infants.Based on data from the health profile of South Sulawesi province,Wajo Regency is in
the top 10,namely the 7th highest ranking with the detection of pneumonia cases in children under five who were treated
at 0.15% from 23 Puskesmas in Wajo Regency while in Pammana Puskesmas from Years 2016-2019 the number of
pneumonia sufferers is fluctuating where the data obtained only comes from patient visits to the Puskesmas.This is still
far from the estimated target of pneumonia cases in children under five,which is 10% of the total population in the working
area.This study aims to determine the factors that influence infant pneumonia case finding at Pammana Health
Center,Wajo.This research is a descriptive epidemiological mixed methods approach (qualitative and quantitative) with a
case study design.Informants in this study was the head of the clinic,person in charge of P2 ISPA program IMCI officer
and expert informants.Data collected by interview,observation and document review conducted in Puskesmas
Pammana.Results showed that the factors that influence the discovery of pneumonia cases in toddlers at the public health
center are programming, activities program, recording and reporting,health workers factors (training,knowledge,and
working time), motivation,the head public health center’s leadership,availability of print and reach media. While the factors
that do not affect the discovery of pneumonia cases are gender, education level,management of IMCI and activies
evaluation.The conclusion is,in order to th coverage of pneumonia cases in toodlers at Puskesmas Pammana the target,it
can be done by improving guidance and training to the person in charge of P2 ISPA and IMCI officer on toddler pneumonia
knowledge.PHC also need to conduct a finding case actively by doing cases tracking and visit the home of the toddlers
who is suffering from pneumonia.

Keywords : ISPA, Puskesmas, Toodler pneumonia

ABSTRAK

Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru dapat menyerang siapa aja, seperti anak-anak, remaja, dewasa
muda dan lanjut usia, namun lebih banyak pada balita dan lanjut usia. Berdasarkan data profil kesehatan provinsi sulawesi
selatan, Kabupaten Wajo masuk dalam 10 besar yaitu peringkat ke 7 tertinggi dengan penemuan kasus pneumonia pada
balita yang ditangani sebesar 0,15% (359 Penderita) dari 23 Puskesmas yang ada di Kabupaten Wajo sedangkan di
Puskesmas Pammana dari Tahun 2016 - 2019 jumlah penderita Pneumonia bersifat fluktuatif dimana data yang di
peroleh hanya berasal dari kunjungan penderita ke Puskesmas. Hal ini masih jauh dari target perkiraan kasus pneumonia
pada balita yaitu sebesar 10% dari jumlah penduduk di wilayah kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor
yang mempengaruhi pnemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Pammana, Kabupaten Wajo.Penelitian ini
merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan pendekatan mixed methods (kualitatif dan kuantitatif). Informan
dalam penelitian ini adalah kepala puskesmas, penanggung jawab program P2 ISPA dan petugas MTBS serta informan
ahli. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen yang dilakukan di
Puskesmas Pammana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penemuan kasus
pneumonia balita di puskesmas pammana yaitu penyusunan rencana program, kegiatan program, pencatatan dan
pelaporan, faktor petugas kesehatan (pelatihan, pengetahuan, dan lama kerja petugas), motivasi kerja, kepemimpinan
kepala puskesmas, ketersediaan media cetak dan media penyuluhan. Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh dengan
penemuan kasus pneumonia yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, tatalaksana MTBS dan kegiatan evaluasi.
Kesimpulan agar cakupan penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas pammana mencapai target, dapat dilakukan
dengan meningkatkan pembinaan dan pelatihan kepada penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS mengenai
pengetahuan pneumonia balita. Puskesmas juga perlu melakukan kegiatan penemuan kasus secara aktif dengan
melakukan pelacakan kasus dan kunjungan rumah penderita pneumonia balita.

Kata Kunci: ISPA, Puskesmas, Pneumonia Balita

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 195
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

PENDAHULUAN Kemudian pada tahun 2017 ke tahun 2018


Pneumonia balita adalah penyakit (21 kasus) terjadi peningkatan kasus yang
yang menyerang jaringan paru-paru dan signifikan dan terjadi penurunan kasus
atau ditandai dengan batuk dan kesulitan kembali pada tahun 2019 (10 Kasus).
bernapas, yang biasa disebut sebagai Penderita Pneumonia yang tercatat dalam
napas cepat atau sesak napas pada anak program P2 ISPA didapatkan dari kunjungan
usia balita. Pneumonia merupakan penyakit penderita ke Puskesmas. Hal ini masih jauh
batuk pilek disertai napas cepat.1 Proporsi dari target perkiraan kasus pneumonia pada
pneumonia balita di Indonesia dari pada balita yaitu sebesar 10% dari jumlah
tahun 2008 adalah 49,45%, tahun 2009 penduduk di wilayah kerja. Untuk mencapai
adalah 49,23% dan tahun 2010 adalah target penemuan kasus pneumonia,
39,38% dari jumlah balita di Indonesia. diperluhkan berbagai upaya, seperti
Rata-rata insidens pneumonia nasional dari Penemuan kasus dilaksanakan melalui
tahun 2001 sampai 2010 berada pada kegiatan yang menunjang upaya
daerah kuning atau daerah yang memiliki masyarakat untuk mencari pengobatan
insidens rate antara 1-4 per 100.000 kasus pneumonia secara tepat dan deteksi
penduduk dan termasuk kategori sedang, dini oleh petugas kesehatan. Selain itu perlu
hanya pada tahun 2001 dan 2004 pernah dilakukan dan dioptimalkan penemuan dan
berada di kategori merah atau daerah yang tatalaksana penderita di rumah tangga dan
memiliki insidens rate lebih dari >4 per masyarakat (keluarga, kader, dan Posyandu
100.000 penduduk dan termasuk kategori di tingkat pelayanan kesehatan tingkat
tinggi. pertama atau dasar (Puskesmas pembantu
Menurut Profil Kesehatan Indonesia, dan pelayanan kesehatan di desa) dan
pneumonia menyebabkan 15 persen disarana kesehatan rujukan (Rumah Sakit)
kematian balita yaitu sekitar 922.000 balita (Kemenkes, 2012).
tahun 2015. Dari tahun 2015-2018 kasus Tujuan Penelitian ini adalah:
pneumonia yang terkonfimasi pada anak- 1. Tujuan Umum
anak dibawah 5 tahun meningkat sekitar Mengetahui faktor yang mempengaruhi
500.000 per tahun. Tercatat jumlah penemuan kasus pneumonia balita di
penderita radang paru tersebut mencapai Puskesmas Pammana Tahun 2020
505.331 pasien dengan 425 pasien 2. Tujuan Khusus
meninggal. a. Mengetahui penemuan kasus
Banyak faktor yang berkontribusi pneumonia balita di Puskesmas
terhadap kejadian pneumonia , dan tidak Pammana Tahun 2017 – 2019
ada intervensi tunggal yang secara efektif b. Mengetahui perencanaan kegiatan
dapat mencegah, mengobati dan penemuan kasus pneumonia balita
mengendalikan. Adapun intervensi di Puskesmas Pammana Tahun
sederhana namun efektif jika dilaksanakan 2017 – 2019
secara tepat, yang dapat menurunkan c. Mengetahui kegiatan penemuan
beban penyakit ini yaitu : a. Lindungi ( kasus pneumonia balita di
Protect ) b. Cegah ( Prevent ) c. Obati ( Puskesmas Pammana Tahun 2017
Treat). Pada tahun 2016 jumlah perkiraan – 2019
penderita kasus pneumonia pada balita d. Mengetahui kegiatan pencatatan
sebesar 6.511.572 kasus dan jumlah balita dan pelaporan kasus pneumonia
penderita pneumonia yang ditemukan dan balita di Puskesmas Pammana
ditangani sebanyak 6.288 (0,10%). Tahun 2017 – 2019
Sedangkan untuk Kabupaten Wajo masuk e. Mengetahui kegiatan tatalaksana
dalam 10 besar yaitu peringkat ke 7 tertinggi penemuan kasus pneumonia balita
dengan penemuan kasus pneumonia pada di Puskesmas Pammana Tahun
balita yang ditangani sebesar 0,15% (359 2017 – 2019
Penderita) dari 23 Puskesmas yang ada di f. Mengetahui faktor petugas
Kabupaten Wajo. (Profil kesehatan Provinsi kesehatan (jenis kelamin petugas,
Sulawesi Selatan, 2016). pelatihan petugas, pendidikan
Berdasarkan data P2 ISPA Petugas, lama memegang program
Puskesmas Pammana Tahun 2016 - 2019 P2 ISPA, pengetahuan petugas,
jumlah penderita Pneumonia bersifat motivasi petugas dan
fluktuatif dimana dari tahun 2016 (11 kasus) kepemimpinan kepala puskesmas)
ke tahun 2017 (7 Kasus) terjadi Penurunan. dalam kegiatan pelaksanaan

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 196
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

penemuan kasus pneumonia balita kemudian diidentifikasi faktor mana yang


di Puskesmas Pammana Tahun menjadi penyebab masalah dalam
2017 – 2019 penemuan penderita pneumonia balita.
g. Diketahuinya faktor motivasi
mempengaruhi penemuan kasus DESAIN, TEMPAT DAN WAKTU
pneumonia balita di Puskesmas Jenis penelitian yang digunakan
Pammana Tahun 2017 – 2019 dalam penelitian ini adalah epidemiologi
h. Diketahuinya faktor kepemimpinan deskriptif pendekatan kualitatif dan kuantitaif
kepala Puskesmas yang dengan desain studi kasus. Studi kasus
mempengaruhi cakupan merupakan penelitian yang berusaha
penemuan kasus pneumonia balita menemukan makna, menyelidiki proses dan
di Puskesmas Pammana Tahun memperoleh pengertian yang mendalam
2017 – 2019 tentang individu, satu kelompok, satu
i. Mengetahui ketersediaan sarana organisasi, satu program kegiatan, dan
dan prasarana (media cetak/buku situasi dalam waktu tertentu.
cetakan dan media penyuluhan) Tempat penelitian dilakukan di UPTD
dalam kegiatan pelaksanaan Puskesmas Pammana yang dilakukan
penemuan kasus pneumonia balita selama kurang lebih 2 bulan dimulai sejak
di Puskesmas Pammana Tahun bulan Februari 2020.
2017 – 2019
j. Mengetahui kegiatan evaluasi HASIL
dalam kegiatan pelaksanaan Karakteristik Informan pada penelitian
penemuan kasus pneumonia balita ini terdiri dari informan utama yaitu kepala
di Puskesmas Pammana Tahun Puskesmas dan informan pendukung yaitu
2017 – 2019 penanggung jawab P2 ISPA dan petugas
MTBS di Puskesmas Pammana. Selain itu
METODE DAN SUBJEK PENELITIAN peneliti juga mewawancarai informan ahli
Penelitian ini merupakan penelitian untuk memberikan penjelasan mengenai
epidemiologi deskriptif dengan pendekatan permasalahan dalam penemuan kasus
mixed methods (kualitatif dan kuantitatif) pneumonia balita di Puskesmas Pammana.
dilakukan dengan menggunakan beberapa Penemuan kasus pneumonia balita di
metode dalam melakukan pengumpulan Puskesmas dapat dilihat dari cakupan
data diantaranya wawancara mendalam, penemuan kasusnya. Dalam pelaksanaan
observasi dan telaah data sekunder berupa program P2 ISPA ada beberapa indikator
dokumen-dokumen terkait penemuan yang dapat digunakan untuk memantau dan
penderita pneumonia balita. Informan dalam menilai pelaksanaan program. Salah satu
penelitian ini adalah kepala puskesmas, indikator utama yang digunakan yaitu
penanggung jawab program P2 ISPA dan cakupan penemuan kasus pneumonia.
petugas MTBS serta informan ahli. Dalam penelitain ini yang dimaksud cakupan
Data hasil wawancara dan penemuan pneumonia adalah jumlah kasus
observasi serta telaah dokumen dianalisis yang berhasil ditemukan dan dilakukan
secara deskriptif untuk mendapatkan tindakan tatalaksana penderita. Angka
gambaran suatu keadaan sebenarnya cakupan penemuan kasus pneumonia
kemudian dibandingkan dengan keadaan didapatkan dari hasil pembagian antara
yang seharusnya. jumlah kasus pneumonia yang ditemukan
Teknik analisis data dalam penelitian disuatu wilayah kerja Puskesmas selama
ini menggunakan analisis isi (content tahun 2017- 2019 dengan jumlah estimasi
analysis). Menurut Holsti (1969) dalam kasus pneumonia balita di Wilaya kerja
Moleong (2009), analisis isi merupakan Puskesmas tersebut. Adapun cakupan
suatu teknik penelitian untuk menarik nasional yang ditetapkan Kemenkes setiap
kesimpulan dengan mengidentifikasi tahunnya sebesar 100%.
karakteristik khusus suatu pesan objektif
dan sistematik. Sesuai dengan penjelasan PEMBAHASAN
teknik analisis data kualitatif yaitu analisis Dalam penelitian ini, faktor-faktor
isi, semua data yang sudah diperoleh yang dapat mempengaruhi penemuan
selanjutnya dinarasikan dan disusun ke kasus pneumonia balita di puskesmas, yang
dalam transkrip untuk kemudian dibuat merupakan variabel penelitian adalah
matriksnya. Data yang telah disusun perencanaan program, kegiatan program,

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 197
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

tatalaksana pneumonia balita/MTBS, memenuhi kebutuhan Dinas


pencatatan dan pelaporan, motivasi Kesehatan, perencanaan tidak
petugas, kepemimpinan kepala puskesmas, digunakan sebagai acuan pelaksanaan
ketersediaan sarana dan prasarana serta kegiatan.
kegiatan evaluasi. Selain itu, dari segi faktor Tidak berbeda dengan pendapat
petugas kesehatan yaitu jenis kelamin, informan ahli, bahwa perencanaan
status pelatihan, tingkat pendidikan, lama dalam suatu organisasi harus dibuat
kerja, pengetahuan tentang konsep untuk mencapai program dengan
pneumonia balita. Berikut ini adalah melibatkan semua staf puskesmas.
pembahasan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan. 2. Kegiatan Program Penemuan kasus
1. Perencanaan Program penemuan Pneumonia Balita
Kasus Pneumonia Balita Standar dari Kemenkes (2012)
Perencanaan program merupakan mengenai kegiatan penemuan kasus
suatu rangkaian kegiatan yang disusun pneumonia balita di puskesmas dapat
secara sistematis untuk mencapai dilakukan dengan penemuan kasus
tujuan yang telah ditetapkan/ pneumonia secara aktif maupun pasif.
diputuskan bersama (Herijulianti, dkk, Penemuan kasus secara aktif
2002). Dari definisi tersebut dapat dilaksanakan oleh petugas puskesmas
disimpulkan, bahwa perencanaan dengan mendatangi pasien atau
program sangat penting untuk mencari kasus di masyarakat melalui
dilakukan.Perencanaan program deteksi dini. Sedangkan penemuan
penemuan pneumonia balita adalah kasus secara pasif dilaksanakan
bagian dari program P2 ISPA di diseluruh wilayah kerja puskesmas
puskesmas. yang ada, dengan melihat data jumlah
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui penderita yang datang, untuk berobat
bahwa pembuatan perencanaan ke puskesmas tersebut. Kegiatan
program di Puskesmas pammana tersebut berpengaruh terhadap
dilakukan pada awal setiap tahun pencapaian target penemuan kasus
berjalan, tepatnya bulan Januari dan pneumonia balita di puskesmas
Februari. Adapun petugas yang Berdasarkan hasil penelitian,
membuatnya adalah penanggung diketahui bahwa kegiatan tersebut
jawab program. Sehingga terkesan hanya dilakukan secara pasif yaitu
belum siap untuk melakukan dengan menunggu pasien datang ke
pelaksanaan program. puskesmas, dan hanya melakukan
Agar program penemuan kasus penyuluhan saja di Posyandu, tanpa
pneumonia balita mencapai target melakukan deteksi dini atau pencarian
nasional maka harus menyusun kasus pneumonia balita di masyarakat.
perencanaan program yang dilakukan Selain itu, untuk mencapai target
pada akhir tahun, sehingga kegiatan penemuan kasus pneumonia, petugas
tersebut dapat dimulai pada awal puskesmas meminta laporan dari kilinik
tahun. Selain itu juga harus swasta yang ada di wilayah kerja
bekerjasama dengan petugas puskesmas tersebut, jika ada kasus
puskesmas yaitu Promkes, Kesling, pneumonia balita. Informan juga
MTBS, dokter dan Binwil. Hasil mengakui, bahwa tidak ditemukan
penelitian dengan pendekatan kasus pneumonia, tetapi kasus ISPA
kuantitaif, yang dilakukan Warsihayati yang paling banyak ditemukan di
(2002) menunjukkan bahwa puskesmas tersebut. Akibatnya
pembuatan rencana kerja tahunan puskesmas kesulitan untuk mencapai
memberikan pengaruh terhadap target. Hal 150 ini mungkin terjadi,
cakupan kasus pneumonia balita karena kurangnya pengetahuan dan
disuatu puskesmas. keterampilan petugas mengenai
Sedangkan penelitian Dharoh, dkk pneumonia balita, sehingga
(2014) menyebutkan bahwa tidak ada mempengaruhi penemuan kasus.
hubungan antara perencanaan Penelitian yang dilakukan
program dengan penemuan penderita Handayani (2012) di Puskesmas Kota
pneumonia balita. Hal ini terjadi, karena Semarang menyebutkan bahwa
perencanaan dibuat hanya untuk penemuan kasus yang dilakukan

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 198
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

Puskesmas tersebut adalah penemuan dengan prosedur yang telah ditetapkan


kasus secara pasif hal ini Kemenkes, guna untuk menemukan
menyebabkan hanya 10% Puskesmas kasus pneumonia balita sedini mungkin
yang mencapai target nasional. di Puskesmas.
Berbeda dengan hasil penelitian
kuantitatif yang dilakukan oleh Dharoh, 4. Pencatatan dan pelaporan
dkk (2014) menyebutkan bahwa tidak Pencatatan dan pelaporan dalam
ada hubungan antara pelaksanaan kegiatan penemuan kasus pneumonia
program dengan cakupan penemuan balita, mencakup analisis data yang
kasus penderita pneumonia balita. dilakukan berdasarkan kategori
kelompok umur. Hal ini dilakukan untuk
3. Tatalaksana Pneumonia Balita/ MTBS mempermudah pengambilan kebijakan
Pola tatalaksana penderita yang dalam rangka pengendalian dan
dipakai dalam penanggulangan pencegahan pneumonia (Kemenkes,
pneumonia balita didasarkan pada 2012). Kegiatan pencatatan dan
aturan tatalaksana pneumonia yang pelaporan dalam penelitian ini adalah
diterbitkan WHO tahun 1988, dan telah kegiatan pencatatan yang dilakukan
mengalami adaptasi sesuai kondisi oleh P2 ISPA, baik data dari
Indonesia (Kemenkes, 2012). Pada puskesmas maupun klinik swasta.
saat ini tatalaksana pneumonia balita Berdasarkan hasil penelitian,
berpedoman pada MTBS di diketahui bahwa puskesmas pammana
puskesmas. Sehingga semua telah melakukan pencatatan dan
puskesmas wajib melakukan MTBS, pelaporan. Namun, kasus pneumonia
dengan adanya MTBS di puskesmas tidak ditemukan di puskesmas tersebut.
penyakit pneumonia yang diderita Hal ini mungkin terjadi, karena petugas
balita dapat diketahui dan segera di puskesmas tersebut belum
diatangani oleh petugas yang mendapatkan pelatihan dan kurang
bewenang. memahami mengenai tatalaksana
Tatalaksana pneumonia balita di pneumonia. Sehingga di puskesmas
Puskesmas Pammana dilakukan oleh tersebut tidak ada catatan kasus
dokter umum dan dibantu oleh bidan pneumonia. Dengan adanya hal ini,
atau perawat. Jika dokter tersebut tidak seharusnya penannggung jawab P2
melakukan pelayanan di puskesmas, ISPA di Dinkes melakukan supervisi ke
maka yang melakukan tatalaksana puskesmas tersebut. Selain itu,
tersebut adalah bidan dan perawat. puskesmas tersebut tidak menerima
Namun, bidan atau perawat di laporan dari klinik swasta mengenai
puskesmas tersebut, belum pernah kasus pneumonia, meskipun
mendapatkan pelatihan atau belum puskesmas melakukan kegiatan
memahami secara detail mengenai pencarian kasus ke klinik-klinik swasta.
pneumonia balita. Akibatnya dalam Seharusnya petugas dari Dinkes
kegiatan tersebut tidak ditemukan melakukan pembinaan atau
kasus pneumonia balita. pemantauan untuk mengetahui
Hal tersebut didukung dengan hambatan apa saja yang ada di
pernyataan dari informan ahli. Menurut puskesmas tersebut. Sehingga
informan ahli pada saat pencapaian target penemuan kasus
penatalaksanaan pneumonia balita. tidak tercapai.
seharusnya diserahkan kepada yang Menurut penelitian kuantitatif yang
berwenang yaitu dokter dan 155 dilakukan oleh Ningrum (2006),
petugas yang sudah terlatih dalam diketahui bahwa petugas yang
tatalaksana pneumonia balita atau terlambat dalam melakukan pencatatan
MTBS. Sedangkan, untuk penemuan dan pelaporan kasus, akan menjadi
kasus pneumonia balita boleh salah satu faktor penyumbang
dilakukan oleh siapa saja yang sudah ketidakberhasilan program di
mendapatkan pengetahuan mengenai puskesmas. Sedangkan menurut
pneumonia balita. Dengan demikian informan ahli kegiatan pencatatan di
untuk petugas Puskesmas diharapkan puskesmas seharusnya tidak dilakukan
dapat melaksanakan tatalaksana berkali-kali dan pelaporan dari klinik
pneumonia balita atau MTBS sesuai swasta bersifat sukarela.

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 199
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

Bandung menyatakan bahwa


5. Faktor petugas Kesehatan petugas yang telah mendapatkan
Dalam penelitian ini faktor petugas pelatihan sebelumnya, memiliki
kesehatan, yang diteliti yaitu jenis peluang 1,353 kali lebih besar
kelamin petugas, pelatihan petugas, untuk mendapat cakupan program
pendidikan petugas, lama memegang yang lebih tinggi dibandingakn
program dan pengetahuan petugas. dengan petugas yang tidak
Faktor petugas diteliti, karena semua mendapat pelatihan.
kegiatan dilakukan oleh petugas c. Pendidikan petugas
puskesmas. Pendidikan adalah tugas untuk
a. Jenis Kelamin meningkatkan pengetahuan,
Berdasarkan penelitian yang wawasan, pengertian dan
dilakukan di Puskesmas keterampilan dari para personil,
Pammana, di dapatkan bahwa sehingga mereka lebih dapat
tidak ada hubungan antara jenis berkualitas (Notoatmodjo, 2003).
kelamin dengan kinerja petugas Dengan adanya pendidikan,
kesehatan. seseorang diharapkan menjadi
Hasil penelitian ini, pribadi yang cerdas, kreatif,
didukung dengan hasil penelitian terampil, disiplin, beretos kerja
Mulyaningsih (2013) menunjukkan profesional, bertanggung jawab
bahwa tidak ada hubungan yang dan produktif. Menurut Kemenkes
bermakna antara jenis kelamin (2010), bahwa pengembangan dan
dengan kinerja petugas kesehatan. peningkatan tenaga kesehatan
Perempuan dan laki-laki juga tidak dilakukan melalui pendidikan dan
ada perbedaan yang konsisten pelatihan. Dalam penelitian ini yang
dalam kemampuan memecahkan dimaksud dengan pendidikan
masalah, keterampilan analisis, petugas adalah pendidikan formal
dorongan kompetitif, motivasi dan terakhir yang pernah ditempuh oleh
sosiabilitas dan kemampuan petugas pelaksana.
belajar (Rival dan Mulyadi, 2010). Berdasarkan penelitian yang
Hal ini berbeda dengan pendapat dilakukan di puskesmas Pammana,
yang disampaikan informan ahli pendidikan Petugas P2 ISPA
bahwa antara perempuan dan laki- adalah D3 Perawatan.
laki dalam melaksanakan tugas Hasil penelitian ini sesuai
ada perbedaannya yaitu laki-laki dengan penelitian Handayani
lebih intens, sedangkan (2012), bahwa pendidikan petugas
perempuan lebih teliti dalam P2 ISPA dan MTBS di Puskesmas
merawat balita, terutama dalam yaitu D3 Kebidanan, D3
penemuan kasus pneumonia balita Keperawatan dan D3 Kesehatan
di Puskesmas. lingkungan. Hasil penelitian ini juga
b. Pelatihan Petugas didukung dengan penelitian
Puskesmas Pammana tidak Ivantika (2001), Sinora (2005) dan
mempunyai tenaga terlatih, Dharoh, dkk (2014) menyatakan
terutama penanggung jawab P2 bahwa tidak ada hubungan yang
ISPA dan petugas MTBS mengakui bermakna antara 166 pendidikan
bahwa belum pernah mendapatkan petugas dengan cakupan
pelatihan mengenai pneumonia. penemuan penderita pneumonia.
Hanya ada satu petugas MTBS Selain itu, hasil penelitian Duhri,
yaitu dokter umum yang pernah dkk (2013) menyebutkan bahwa
dilatih, akan tetapi petugas tersebut petugas P2TB yang memiliki
baru 5 bulan menjadi petugas jenjang pendidikan yant tinggi
MTBS. Sebelumnya petugas belum tentu memilki kinerja yang
tersebut mendapatkan pelatihan baik.
dari dinas kesehatan, ketika
bekerja di puskesmas yang dulu.
Hasil penelitian ini, sejalan d. Lama Kerja Petugas
dengan penelitian kuantitatif yang Menurut Wahyudi (2006)
dilakukan Ivantika (2001) di pengalaman seorang tenaga kerja

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 200
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

untuk melakukan suatu pekerjaan e. Pengetahuan petugas


tertentu dinyatakan dalam lamanya Menurut Soekidjo Notoatmodjo
melaksanakan pekerjaan tersebut. (2007) seseorang dikatakan
Lama kerja seseorang dalam mencapai tingkat pengetahuan
organisasi perlu diketahui karena yang baik apabila mampu
lama kerja dapat merupakan salah menyebutkan, menguraikan,
satu indikator tentang mendifinisikan, menyatakan dan
kecenderungan petugas tersebut sebagainya serta menjelaskan
dari berbagai segi kehidupan secara benar obyek yang telah
organisasional, misalnya dikaitkan dipelajari. Dalam penelitian ini yang
dengan produktivitas kerja dimaksud dengan penegatahuan
(Siagian, 2002). petugas adalah pengetahuan
Pada umumnya, semakin mengenai klasifikasi pneumonia,
lama orang bekerja maka gejala dan tanda-tanda penderita
pengalaman bekerjanya akan pneumonia serta tatalaksana
bertambah luas, sehingga orang penderita pneumonia.
tersebut kan menjadi semakin Pengetahuan petugas ditunjukkan
terampil dalam melaksanakan kepada penangung jawab P2 ISPA
pekerjaanya. Dalam penelitian ini dan petugas MTBS.
yang dimaksud dengan lama kerja Gambaran pengetahuan
petugas adalah berapa lama petugas di puskesmas pammana
penangung jawab P2 ISPA masih tergolong kurang, ketika
memegang program tersebut mengisi pertanyaan pengetahuan
sampai dengan waktu yang diajukan peneliti, masih
diwawancara. banyak jawaban yang salah, hanya
Lama Kerja Petugas P2 satu petugas MTBS di puskesmas
ISPA masih terbilang baru (1-2 tersebut berpengetahuan baik,
Tahun). Dan setiap tahunnya karena di puskesmas sebelumnya
pemegang program selalu di ganti, petugas tersebut pernah menjadi
sehingga lama kerja petugas MTBS. Petugas
mempengaruhi pengalaman kerja mempunyai pengetahuan kurang
dan hasil kinerja. dikarenakan petugas tersebut
Hasil Penelitian ini sesuai belum pernah mengikuti pelatihan
dengan pendapat Gibson (1987), dan lama kerja sebagai petugas
menyatakan bahwa lama kerja tersebut masih realtif baru.
memberikan pengaruh kepada Sehingga pengalaman yang dimilki
prestasi kerja. Menurut penelitian petugas tersebut masih kurang.
kuantitatif yang dilakukan oleh
Setiadi (2001). ditemukan bahwa f. Motivasi petugas
terdapat hubungan yang bermakna Menurut pendapat
antara lama kerja dengan kinerja Suryabrata (2000) menyatakan
bidan dalam penemuan kasus motivasi suatu keadaan dalam diri
ISPA. Penelitian ini juga didukung individu yang mendorong individu
dengan hasil penelitian yang untuk melakukan aktivitas-aktivitas
dilakukan Ivantika (2001) tertentu guna mencapai suatu
menyatakan bahwa ada hubungan tujuan. Sedangkan menurut Wagito
yang bermakna antara lama kerja (2002) motivasi adalah kekuatan
pengelola P2 ISPA dengan yang terdapat dalam diri organisme
cakupan penemuan penderita itu bertindak atau berbuat dan
pneumonia. dorongan ini biasanya tertuju pada
suatu tujuan tertentu. Adapun yang
dimaksud dengan motivasi petugas
dalam penelitian ini adalah
dorongan kerja yang timbul pada
diri informan untuk berperilaku
dalam pencapaian hasil kerja yang
baik.

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 201
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

Gambaran motivasi terkait program penemuan pneumonia


petugas di puskesmas pammana di puskesmas, yang dinilai berdasarkan
diketahui bahwa motivasi yang observasi peneliti. Adapun media cetak
dimilki penanggung jawab P2 ISPA meliputi stempel ISPA, register harian
dan petugas MTBS masih pneumonia, formulir laporan bulanan,
tergolong buruk, hanya satu buku pedoman pengendalian ISPA,
petugas saja yang mempunyai pedoman tatalaksana pneumonia/
motivasi baik di puskesmas MTBS, pedoman autopsi verbal.
tersebut. Hal ini mungkin terjadi Sedangkan media penyuluhannya
karena kuranngnya motivasi yang meliputi poster, lefleat pneumonia
diberikan pimpinan kepada balita, lembar balik, kit advokasi dan kit
bawahan dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat, dvd
penemuan kasus pneumonia tatalakasana, tv spot dan radio spot
balita. Karena Motivasi yang di terkait pneumonia balita.
terima kurang, maka target Gambaran media cetak dan media
penemuan kasus di puskesmas penyuluhan di puskesmas Pammana
tersebut tidak tercapai. dalam penemuan kasus pneumonoa
6. Kepemimpinan Kepala Puskesmas balita, berdasarkan hasil observasi
kepemimpinan adalah hubungan yang Puskesmas tersebut, mempunyai
tercipta dari adanya pengaruh yang register harian pneumonia, formulir
dimilki oleh seseorang terhadap orang laporan bulanan, pedoman tatalaksana
lain sehingga orang lain tersebut pneumonia/MTBS yang terpasang di
secara sukarela mau dan bersedia dinding. Selain itu, untuk media
bekerjasama untuk mencapai tujuan penyuluhannya hanya mempunyai
yang diinginkan (Terry dalam azwar, poster pneumonia balita. Sedangkan
2002). Kepemimpinanan yang media lainnya sepeti stempel ISPA,
ditetapkan oleh seorang pemimpin buku pedoman P2 ISPA dan lembar
dalam organisasi dapat menciptakan balik pneumonia balita tidak dimiliki
integrasi yang serasi dan mendorong oleh puskesmas yang tidak berhasil
semangat kerja karyawan untuk mencapai target nasional, padahal 180
mencapai sasaran yang maksimal media tersebut diadakan oleh Dinkes.
(Hasibuan, 2001). Dalam penelitian ini Hal ini mungkin terjadi, karena adanya
yang dimaksud dengan kepemimpinan pergantian petugas atau penanggung
kepala puskesmas adalah kemampuan jawab program, akan tetapi terkait
kepala puskesmas dalam memimpin media cetak dan media penyuluhan
dan memberikan dukungan terhadap tidak dipindah tangankan ke petugas
pelaksanaan program penemuan yang baru. Sehingga media tersebut di
kasus pneumonia balita di puskesmas. puskesmas tidak dapat digunakan
Berdasarkan informasi dari untuk program selanjutnya.
informan pendukung, kepemimpinan Penelitian ini didukung oleh
kepala puskesmas masih tergolong beberapa penelitian yaitu penelitian
tidak baik, hal ini sesuai dengan Warsihayati (2002), Nurcik (2002) dan
pengakuan atau jawaban dari kepala Sinora (2005) menyatakan bahwa, ada
puskesmas, terutama dalam hal hubungan yang bermakna antara
penyampaian pendapat dan ketersediaan barang cetakan pada
penghargaan yang diberikan Puskesmas pelaksna MTBS dengan
pimpinanan kepada petugas yang penemuan penderita penumonia di
berprestasi. Kabupaten Cianjur. Selain itu penelitian
7. Ketersediaan sarana dan Prasarana ini juga sejalan dengan penelitian
Sarana adalah salah satu perangkat Hidayati dan Wahyono (2011)
administrasi, yaitu sesuatu yang menunjukkan adanya hubungan yang
dibutuhkan untuk melaksnakan bermakana antara sarana dan
pekerjaan administrasi (Azwar,2002). prasarana pendukung MTBS dengan
Sarana dan prasarana sangat kejadian pneumonia.
penting dalam kegiatan program 8. Kegiatan Evaluasi
penemuan kasus pneumonia balita. Kegiatan evaluasi adalah suatu proses
Sarana tersebut yang diteliti yaitu untuk menyediakan informasi
media cetak dan media penyuluhan mengenai sejauh mana suatu kegiatan

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 202
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

tertentu telah tercapai, bagaimana penemuan kasus pneumonia tidak


perbedaan pencapaian yang dilakukan mencapai target.
dengan suatu standar tertentu, untuk c. Puskesmas Pammana tidak
mengetahui apakah ada selisih mendapatkan laporan kasus dari klinik
diantara keduanya, serta bagaimana swasta yang ada di wilayah kerja
manfaat yang telah dikerjakan itu puskesmas.
dibandingkan dengan harapan- d. Puskesmas Pammana belum
harapan yang ingin diperoleh (Umar, mempunyai tenaga terlatih, sehingga
2002) petugas belum mengetahui dan
Gambaran kegiatan evaluasi di memahami pneumonia balita secara
puskesmas Pammana dalam menyeluruh.
penemuan kasus pneumonia balita, e. Penanggung jawab P2 ISPA dan MTBS
dilakukan setiap bulan, seperti Lokmin di puskesmas Pammana baru bekerja
dan pra lokmin, karena kegiatan 1-2 tahun, sehingga masih relatif baru
tersebut sudah ditetapkan oleh Dinkes, dan belum mempunyai pengalaman
sehingga semua puskesmas dan wawasan yang luas dalam
melakukan kegiatan tersebut. Adapun menjalankan program tersebut.
yang dibahas dalam evaluasi yaitu f. Pengetahuan penanggung jawab P2
pencapaian hasil program, ISPA di puskesmas Pammana masih
permasalahan atau kendala yang tergolong Kurang, petugas belum
dihadapi, seperti kurang ditemukannya memahami konsep pneumonia balita.
kasus pneumonia balita di puskesmas g. Motivasi yang dimilki petugas di
tersebut.. puskesmas Pammana masih tergolong
Hasil penelitian ini sesuai dengan kurang, motivasi mempengaruhi
penelitian Warsihayati (2002) petugas dalam bekerja.
menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi h. Kepemimpinan kepala puskesmas di
di puskesmas tidak memberikan puskesmas Pammana berdasarkan
pengaruh terhadap cakupan penemuan penilaian petugasnya masih tergolong
kasus pneumonia balita. Hal ini terjadi kurang, khususnya dalam hal
karena semua puskesmas setiap pengambilan keputusan.
bulannya melakukan evaluasi program i. Ketersediaan media cetak dan media
untuk melihat sejauh mana tujuan dari penyuluhan di puskesmas Pammana
program dapat tercapai. Menurut berdasarkan observasi puskesmas
informan ahli kegiatan evaluasi juga tersebut tidak mempunyai stempel
berfungsi sebagai pembangun motivasi ISPA, buku pedoman pengendalian
petugas dalam bekerja, sehingga ISPA, lembar balik pneumonia, padahal
kegiatan evaluasi harus selalu media ini dimiliki oleh puskesmas yang
dilakukan oleh puskesmas. Dengan berhasil mencapai target.
demikian, seharusnya setiap program
melakukan kegiatan evaluasi, karena SARAN
pada saat evaluasi yang dilakukan Dari hasil penelitian yang dilakukan di
setiap bulan tidak semua program Puskesmas Pammana, maka ada beberapa
puskesmas dibahas. saran yang dapat di sampaikan:
1. Bagi Dinas Kesehatan
KESIMPULAN a. Sebaiknya Dinas Kesehatan
a. Penyusunan rencana program Kabupaten Wajo mewajibkan
penemuan kasus pneumonia balita penangung jawab P2 ISPA di
tahun 2017 – 2019 di Puskesmas puskesmas untuk melakukan
Pammana dibuat pada awal setiap perencanaan setiap tahunnya dan
tahunnya. Sehingga perencanaannya merealisasikan perencanaan
dibuat pada saat awal tahun tersebut.
pelaksanaan program. b. Melaksanakan kegiatan surveilans
b. Kegiatan program penemuan kasus pasif dan aktif berbasis Puskesmas
pneumonia balita di puskesmas di Kabupaten Wajo agar dapat
Pammana hanya melakukan membuat perencanaan yang
pelayanan medis di puskesmas dan evidence base.
penyuluhan di Posyandu, sehingga c. Menggerakkan kader kesehatan di
setiap Puskesmas, sehingga

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 203
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

kegiatan deteksi dini di masyarakat DAFTAR PUSTAKA


dapat dilaksanakan. Adnan, Dewi Sartika. 2013. Evaluasi
d. Disarankan untuk meningkatkan pelaksanaan Manajemen Terpadu
pembinaan dan pelatihan kepada Balita Sakit (MTBS) pada Petugas
penanngung jawab P2 ISPA Kesehatan dalam Tatalaksana
mengenai pengetahuan dasar Pneumonia Pada Balita di Kabupaten
tentang pneumonia balita, Aceh Besar. Tesis Pasca Sarjana
sehingga tenaga kesehatan di UGM. Yogyakarta.
Puskesmas mengetahui konsep Agusman, 2001. Faktor-faktorkan yang
dasar pneumonia balita. berhubungan dengan cakupan
e. Menjalin kerjasama dengan sektor penemuan oenderita pneumonia
lain dan melakukan advokasi ke pada Puskesmas di Kota Palembang
pemangku kebijakan dalam tahun 2000. Tesis FKM UI, depok.
penemuan kasus pneumonia Azwar azrul, 2002, Menjaga Mutu
balita, seperti bekerjasama dengan Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar
BLHD, Badan Pemberdayaan Harapan, Jakarta.
Perempuan. Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman
Pengelolaan Kesehatan di Kelompok
2. Bagi Puskesmas Usia Lanjut. Jakarta: Departemen
a. Sebaiknya perlu melaksanakan Kesehatan.
penemuan kasus secara aktif dan ____________________. 2004. Keputusan
menggerakkan kader di tiap Menteri Kesehatan Republik
wilayah agar cakupan penemuan Indonesia Nomor
kasus dapat meningkat. 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang
b. Melaksanakan kegiatan surveilans Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
berbasis Puskesmas secara Masyarakat. Jakarta: Departemen
komprehensip, agar perencanaan Kesehatan.
dan evaluasi yang dibuat __________. 2008, Modul MTBS Revisi
berdasarkan evidence base. tahun 2008. Derani M, Pope D,
Mascarenchas, Smith KR, Weber M,
c. Melakukan kegiatan deteksi dini
Nigel B. 2008. Indoor air polution from
atau penjaringan kasus pneumonia
unprocessed solid fuel use and
balita di masyarakat dan
pneumonia risk in children aged under
bekerjasama dengan kader,
five years; a systematic review and
sehingga penemuan kasus
meta analysis. Bull WHO: 86:390-
pneumonia balita di puskesmas
398.
dapat mencapai target nasional.
Dharoh, Ana dkk. 2013. Faktor-Faktor Yang
d. Menjalin kerjasama dengan sektor Berhubungan Dengan Cakupan
lain dalam hal penemuan kasus Penemuan Penderita Pneumonia
pneumonia balita, seperti Pada Balita Di Kota Semarang. Jurnal
bekerjasama dengan kelurahan,
Kesehatan Masyarakat UDINUS:
kecamatan, LSM. Semarang.
e. Selain itu perlu diadakan sharing Marlinawati L S. 2015. Faktor-Faktor yang
atau berbagi pengalaman dengan mempengaruhi Kasus Pneumonia
petugas lain dalam menjalankan Balita di puskesmas Kota Tanggerang
program puskesmas, sehingga Selatan Tahun 2015. Skripsi.
kegiatan penemuan kasus Universitas Islam Negeri Syarif
pneumonia balita dapat Hidayatullah: jakarta.
dilaksanakan secara Paramita R.2011. Gambaran Kegiatan
bersamasama dengan semua Penemuan Kasus Pneumonia Pada
petugas puskesmas. Balita di Puskesmas Se-Kota
f. Serta disarankan memberikan Semarang Tahun 2011. Jurnal
penghargaan berupa predikat Kesehatan Masyarakat. Universitas
petugas terbaik setiap bulan atau Diponegoro:Semarang.
setiap tahun sekali, untuk
meningkatkan motivasi petugas
dalam pekejaanya.

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 204
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Penderita Pneumonia pada bayi/balita Menurut Waktu di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Pammana Tahun 2017-2019

Kejadian Pneumonia
Bulan 2017 2018 2019 Total
N % N % N % N %
Januari 0 0 1 4.8 1 10 2 5.3
Februari 0 0 0 0 4 40 4 10.5
Maret 0 0 0 0 0 0 0 0
April 0 0 0 0 0 0 0 0
Mei 1 14.3 2 9.5 0 0 3 7.9
Juni 2 28.6 0 0 0 0 2 5.3
Juli 2 28.6 2 9.5 0 0 4 10.5
Agustus 1 14.3 5 23.8 5 50 11 28.9
September 1 14.3 3 14.3 0 0 4 10.5
Oktober 0 0 4 19.0 0 0 4 10.5
November 0 0 4 19.0 0 0 4 10.5
Desember 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 7 100 21 100 10 100 38 100
Sumber : Data Sekunder

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Penderita Pneumonia pada Bayi/Balita Menurut Kelompok Umur di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pammana Periode 2017-2019

Kejadian Pneumonia
Kelompok Total
Umur 2017 2018 2019
(Tahun)
N % N % N % N %
<1 5 71,4 12 57,1 9 90 26 68,4
1–5 2 28,6 9 42,9 1 10 12 31,6
Total 7 100 21 100 10 100 38 100
Sumber : Data Sekunder

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Penderita Pneumonia pada Bayi/Balita Menurut Jenis Kelamin di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Pammana Periode 2017-2019

Kejadian Pneumonia
Kelompok Total
Umur 2017 2018 2019
(Tahun)
N % N % N % N %
Laki-Laki 2 28,6 7 33,3 5 50 14 36,8
Perempuan 5 71,4 14 66,7 5 50 24 63,2
Total 7 100 21 100 10 100 38 100
Sumber : Data Sekunder
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print)
ISSN : 2549-0567 (Online)

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Penderita Pneumonia pada bayi/Balita Menurut Tempat di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Pammana Tahun 2017-2019

Kejadian Pneumonia
Bulan 2017 2018 2019 Total
N % N % N % N %
Kel. Cina 0 0 6 28.6 3 30 9 23.7
Kel.Pammana 1 14.3 0 0 0 0 1 2.6
Desa Kampiri 1 14.3 0 0 1 10 2 5.3
Desa Pallawarukka 1 14.3 4 19.0 4 40 9 23.7
Desa Watampanua 2 28.6 5 23.8 1 10 8 21.1
Desa Lapaukke 0 0 0 0 0 0 0 0
Desa Tobatang 0 0 0 0 0 0 0 0
Desa Tadang Palie 1 14.3 2 9.5 0 0 3 7.9
Desa Lagosi 1 14.3 1 4.8 0 0 2 5.3
Desa Tr.Tengnga 0 0 0 0 0 0 0 0
RS/Suber Lain 0 0 3 14.3 1 10 4 10.5
Total 7 100 21 100 10 100 38 100
Sumber : Data Sekunder

Vol. XV No. 2, Desember 2020


DOI: https://doi.org/10.32382/medkes.v15i2.1822 206

You might also like