Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 210

Laporan Delegasi Republik Indonesia

dalam mengikuti pertemuan

United Nations Climate Change Conference

The Twenty-Third Session of the Conference of the Parties


to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP-23 UNFCCC);
The Thirteenth Session of the Conference of the Parties
serving as the Meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP-13);
The Second Part of the First Session of the Conference of the Parties
serving as the Meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA1.2);
The Forty-Seventh Session of the Subsidiary Body for
Scientific and Technological Advice (SBSTA-47);
The Forty-Seventh Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI-47);
The Fourth Part of the First Session of the Ad Hoc Working Group on the Paris
Agreement (APA1.4), Preparatory Meeting and Pre-Sessional Meetings

Bonn, Jerman,

2 - 17 November 2017
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 TUJUAN
1.3 TARGET
2. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
3. SESI PERSIDANGAN
3.1 THE TWENTY THIRD SESSION OF THE CONFERENCE OF THE PARTY TO THE UNFCCC
(COP23) , THE THIRTEENTH SESSION OF THE CONFERENCE OF THE PARTY TO THE KYOTO
PROTOCOL (CMP13), SECOND PART OF THE 1ST SESSION OF THE CONFERENCE OF THE PARTY
TO THE PARIS AGREEMENT (CMA1.2)

3.2 FORTY-SEVENTH SESSION OF THE SUBSIDIARY BODY FOR SCIENTIFIC AND


TECHNOLOGICAL ADVICE (SBSTA47), FORTY-SEVENTH SESSION OF THE SUBSIDIARY BODY FOR
IMPLEMENTATION (SBI 47)
3.3 FOURTH PART OF THE FIRST SESSION OF THE AD HOC WORKING GROUP ON THE
PARIS AGREEMENT (APA1.4)
3.4 HASIL PERSIDANGAN
3.5 KONSOLIDASI INTERNAL DELEGASI RI
4. HIGH LEVEL SEGMENT UNFCCC
5. PERTEMUAN MULTILATERAL DAN BILATERAL
6. PERTEMUAN NON-PERSIDANGAN
6.1 MANDATED EVENTS
6.2 SIDE EVENT INDONESIA
6.3 SIDE EVENT UNFCCC, PAVILIUN NEGARA LAIN, DAN EVENT LAINNYA
7. PAVILIUN INDONESIA
8. TINDAK LANJUT
8.1 FOKUS PEMBAHASAN KE DEPAN
8.2 PERMINTAAN SUBMISI KEPADA NEGARA PIHAK
8.3 PENYIAPAN FACILITATIVE DIALOGUE 2018
8.4 IMPLEMENTASI PARIS AGREEMENT DAN NDC
9. PENUTUP

2
KATA PENGANTAR

Mewakili Kawasan Asia Pasifik yang mendapat giliran menjadi tuan rumah COP UNFCCC tahun
2017, Fiji selaku COP23 Presidency meminta venue penyelenggaraan COP23 UNFCCC/CMP13
Protokol Kyoto/CMA1.2 Paris Agreement bertempat di Bonn, lokasi kantor Sekretariat
UNFCCC, mengingat adanya kendala pendanaan.

Setelah penyelenggaraan COP22/CMP12/CMA1 di Marrakech, Maroko tahun 2016 yang


dikenal sebagai COP of Implementation, COP23/CMP13/CMA1.2 yang diselenggarakan
tanggal 6 - 17 November 2017 disebut-sebut sebagai a transitional COP. Sebagaimana telah
diketahui bersama, Adhoc Working Group of Paris Agreement (APA) mendapat mandat untuk
menyelesaikan tugasnya pada COP24 di tahun 2018, yakni pada Pertemuan ketiga Negara
Pihak UNFCCC setelah diadopsinya Paris Agreement pada COP21 di Paris tahun 2015. Harapan
yang diletakkan di pundak Perdana Menteri Frank Bainimarama selaku Presiden COP23 adalah
untuk mewujudkan hal-hal yang abstrak menjadi sesuatu yang konkrit teknis sebelum batas
waktu tersebut. Harapan yang tidak ringan mengingat isunya yang kompleks dan saling
terkait.

Perjalanan COP23/CMP13/CMA1.2 diwarnai dengan lambannya proses negosiasi isu finance


di minggu kedua, yang tersebar pada beberapa agenda persidangan meliputi Long Term
climate Finance (LTF), Global Environment Facility (GEF), Green Climate Fund (GCF), Standing
Committee on Finance (SCF), Adaptation Fund (AF), dan Modalities for the accounting of
financial resources provided and, mobilized through public interventions in accordance with
Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement. Finance menjadi satu-satunya kelompok
agenda persidangan yang paling akhir mencapai kata sepakat sehingga memperpanjang
waktu dimulainya acara penutupan.

Akhirnya Joint Plenary of COP23/CMP13/CMA1.2 ditutup pada hari Sabtu, tanggal 18


November 2017 pada pukul 06.25 waktu setempat. Kepemimpinan Fiji berhasil membawa 197
Negara Pihak UNFCCC bersepakat untuk mengadopsi Dec.1/CP.23 atau dikenal sebagai Fiji
Momentum for Implementation yang di dalamnya berisi elemen-elemen bahan negosiasi lebih
lanjut sampai diadopsinya guidelines implementasi Paris Agreement pada COP24 di tahun
2018. Kepentingan Indonesia secara umum telah dapat dimasukkan ke dalam Dec 1/CP.23
tersebut. United Nations Climate Change Conference 2017 berhasil menghasilkan 29 decisions
dimana 22 (dua puluh dua) decisions berada di bawah COP dan 7 (tujuh) decisions berada di
bawah CMP.

Partisipasi Delegasi Republik Indonesia sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, selalu


diupayakan dalam dua jalur, yaitu negosiasi dan outreach/campaign. Selain jalur negosiasi
seperti diuraikan di atas, pada jalur non persidangan, Pemerintah Indonesia
menyelenggarakan antara lain: (a) Paviliun Indonesia dengan tema A Smarter World: Collective

3
Actions for Changing Climate, dan (b) side event UNFCCC dengan fokus pada sektor lahan
dan hutan dengan tema Good Peatland Governance to strengthen Economic, Social and
Ecosystem Resilience.

Laporan Delegasi RI pada United Nations Climate Change Conference


(COP23/CMP13/CMA1.2) ini menyajikan hasil pelaksanaan misi-misi Indonesia, baik yang
melalui jalur negosiasi maupun jalur penjangkauan/kampanye. Laporan ini sebagai
pertanggungjawaban dari Delegasi RI untuk menyampaikan informasi terkait perkembangan
dan hasil perundingan serta posisi Indonesia dalam setiap isu ke Tanah Air, serta langkah
tindak lanjut yang diperlukan.

Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak, yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu, yang telah bekerja sama dan mendukung baik langsung maupun tidak langsung dalam
pelaksanaan fasilitasi perundingan UNFCCC selama di Bonn, Jerman maupun di Jakarta.
Ucapan terima kasih khusus dan penghargaan kami sampaikan kepada seluruh masyarakat
Indonesia yang tinggal di Bonn, yang telah mendukung baik secara moral maupun material
untuk terfasilitasinya keberhasilan misi Delegasi Republik Indonesia. Kami juga menyampaikan
permohonan maaf untuk segala kekurangan.

Jakarta, Desember 2017

Dr. Nur Masripatin


Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/National Focal Point for UNFCCC

4
5
1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesi perundingan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) akhir
tahun 2017 dikenal dengan nama United Nations Climate Change Conference yang
diselenggarakan dari tanggal 6 hingga 17 November 2017 bertempat di Bonn, Jerman.
Pertemuan United Nations Climate Change Conference terdiri dari beberapa forum
persidangan dan non persidangan.

Struktur forum persidangan (main events), diselenggarakan pada 6 – 17 November 2017 terdiri
dari:
1. The twenty-third meeting of the Conference of the Parties (COP23);
2. The thirteenth session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties
to the Kyoto Protocol (CMP13);
3. The second part of the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting
of the Parties to the Paris Agreement (CMA1.2);
4. The forty-seventh session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI 47);
5. The forty-seventh session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice
(SBSTA 47);
6. The fourth part of the first session of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement
(APA1-4).
7. High- Level Segment: country statements, 15-17 November 2017.

Sebelum main events dibuka secara resmi pada 6 November 2017 telah diselenggarakan
forum non-persidangan yang dikenal sebagai mandated events, yakni forum non perundingan
namun secara substansi memberi masukan langsung ke sesi perundingan, yaitu;
1. G77 and China Preparatory Meetings, 2 – 3 November 2017; dan
2. Pre-sessional workshops/roundtable, 4 - 6 November 2017.

Untuk forum non persidangan, secara garis besar terdiri dari:


1. Mandated events,
2. Side events yang diselenggarakan oleh UNFCCC
3. Paviliun Delegation events, yaitu penyelenggaraan Paviliun Delegasi berbagai negara
4. High-level COP Presidency events
5. Non Party Stakeholder / Non State Actor Action Agenda di bawah Marrakech Partnership
for Global Climate Action
6. Pertemuan Bilateral.

6
1.2. Target COP23/CMP13/CMA1.2

Target dari penyelenggaraaan COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC, yaitu:

1. Untuk persidangan COP23, Negara-negara Pihak, termasuk Indonesia secara khusus,


memiliki tugas utama dalam mengidentifikasi jalur-jalur pencapaian Paris Agreement
dan implementasinya di masa mendatang. 

2. Untuk persidangan CMP13, dengan fungsinya dalam membantu pengambilan
keputusan dan mempromosikan pelaksanaan yang efektif dari Protokol Kyoto, CMP13
pada United Nations Climate Change Conference berperan sebagai jalur Indonesia
dalam meninjau kembali kewajiban Negara-negara maju terhadap negara
berkembang, serta mendiskusikan transisi dari mekanisme-mekanisme yang berada
pada Protokol Kyoto untuk dapat bekerja di bawah Paris Agreement.
3. Untuk persidangan CMA1.2, merupakan kelanjutan dari sesi pertama yang
diselenggarakan di Marakesh menjadi sesi penting bagi Indonesia untuk mereview,
menegosiasikan hal-hal terkait progress dalam implementasi work programme di
bawah Paris Agreement, serta bagaimana UNFCCC dapat mendorong keterlibatan
Negara Pihak untuk mempercepat kinerja dan menghasilkan outcomes dengan
tenggat waktu pada CMA1.2 .
4. Untuk persidangan dibawah Badan Subsider UNFCCC memiliki peran penting dalam
mendukung keputusan yang diambil oleh sesi COP. Sesi SBI secara khusus menjadi
jalur Indonesia untuk mendorong penggunaan yang lebih baik dari peran badan
khusus dan lembaga keuangan yang telah dibuat di Cancun dan Durban, serta
dioperasikan di Doha (seperti Standing Committee on Finance dan Adaptation
Committee). Sedangkan untuk sesi SBSTA, sesi ini menjadi jalur Indonesia dalam
mempromosikan pengembangan terkait hal-hal ilmiah dan teknologi yang dapat
mendukung pencapaian tujuan konvensi, yang juga menjadi mandat dari dibentuknya
badan ini.
5. Untuk persidangan sesi APA1.4 merupakan sesi yang sangat penting dalam
mendukung terselesaikannya Paris Agreement Work Programme. Melalui jalur ini,
Indonesia dapat memperjuangkan isu-isu krusial terkait Modalities, Procedures, and
Guidelines seperti bahasan mengenai NDC, Adaptation Communication, Global Stock-
take, dan juga Transparency Framework.
6. High-level segment (HLS) telah diselenggarakan pada tanggal 15 – 16 November 2017.
HLS merupakan forum dimana Kepala Negara/Kepala Pemerintahan/Menteri/Head of
Delegation menyampaikan country statement. Opening ceremony dari High-level
segment diselenggarakan pada tanggal 15 November 2017, dengan diisi oleh
statement dari Presiden COP23, Sekretaris Jenderal PBB, dan beberapa kepala negara.
High-level segment kemudian dilanjutkan pada hari kedua dengan penyampaian
national statement dari Kepala Negara/Kepala Pemerintahan.

7
1.3. Misi Indonesia

Secara umum, misi Indonesia dalam United Nations Climate Change Conference adalah:
3.1. Memperjuangkan kepentingan Indonesia dan berkontribusi pada upaya global termasuk
dalam pembahasan pengaturan rinci Modality, Procedure, and Guidelines (MPGs) untuk
pelaksanaan Paris Agreement (disebut Paris Agreement Work Programme);
3.2. Mendorong proses perundingan untuk berfokus pada penyiapan dan penyampaian
modalitas dan guidance yang dapat memfasilitasi aksi, memastikan bahwa tidak hanya
pencapaian target, tetapi juga mempertimbangkan keberagaman tahap-tahap
perkembangan dari Negara Pihak, terutama negara berkembang; dan
3.3. Mendorong peningkatan komitmen (peningkatan ambisi) Negara maju baik dalam
mengisi gaps dalam pencapaian target di bawah 2 derajat maupun dalam penyediaan
supports. 


Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada


High-Level Segment UNFCCC, 16 November 2017

8
2
DELEGASI REPUBLIK INDONESIA

Delegasi Republik Indonesia (DELRI) pada COP23/CMP13/CMA1.2 diketuai oleh Menteri


Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang diperkuat dengan hadirnya Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas.

Pengelolaan DELRI dari aspek pelaksanaan dan penyiapan substansi, sebagai penanggung
jawab dalam jalur perundingan adalah Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup sebagai Ketua Tim Negosiasi; sedangkan dalam aspek
outreach/campaign yaitu Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi
Sumber Daya Alam, sebagai Penanggung Jawab Tim Paviliun Indonesia.

Dalam pengelolaan DELRI, National Focal Point (NFP) for UNFCCC telah meregistrasikan ke
Sekretariat UNFCCC sejumlah 577 (lima ratus tujuh puluh tujuh) peserta, dengan perkiraan
ketidakhadiran ± 10%. Berikut distribusi peserta:
Disribusi Kelompok Peserta
a Kelompok I: Menteri, Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan 6
Iklim, dan Pejabat Kepala Lembaga Setingkat Menteri
b Kelompok II: Eselon I Kementerian/Lembaga 29
c Kelompok III: Penasehat Senior Menteri, Staf Khusus Menteri, dan Tenaga Ahli 10
Menteri Kementerian/Lembaga
d Kelompok IV: Tim Negosiasi (Eselon II K/L ke bawah, CSO, Praktisi, Akademisi) 111
e Kelompok V: Parlemen 43
f Kelompok VI: Tim Paviliun Indonesia (Eselon II K/L ke bawah, dan berbagai 378
pemangku kepentingan, termasuk 6 Warga Negara Asing)
Total 577

DELEGASI RI PADA COP23/CMP13/CMA1.2 (TAHUN 2017)


BERDASARKAN KEGIATAN & ZONA
Negosiasi & Non
Negosiasi (Bula
Zone & Bonn Zone)
29%

Non Negosiasi -
Zone Bonn Only
49%

Non Negosiasi
(Bula Zone & Bonn
Zone)
22%

9
DELEGASI RI PADA COP23/CMP13/CMA1.2 (TAHUN 2017)
BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Perempuan
36%

Laki-laki
64%

Berdasarkan komposisi, DELRI terdiri dari atas perwakilan unsur-unsur sebagai berikut:
a. 21 (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga, meliputi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK), Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kantor Utusan Khusus Presiden
Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI), Kementerian Koordinator Perekonomian,
Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(Kem ESDM), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas,
Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP), Kementerian Perrhubungan, Sekretariat Kabinet, Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kem ATR), Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Restoasi
Gambut (BRG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), KBRI Berlin, dan KJRI
Frankfurt;
b. Lembaga Legislatif, meliputi: DPR RI yang terdiri dari Komisi IV, Komisi VII, dan Badan
Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP); DPRD Kota Surabaya, DPRD Provinsi Aceh;
c. Pemerintah Daerah, meliputi:
 7 (tujuh) provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi
Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi
Jambi, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
 11 (sebelas) kota/kabupaten, yaitu Kota Banjarmasin, Kota Bontang, Kota Bogor,
Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Mappi, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten
Tana Toraja, Kabupaten Sigi, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Mentawai,
Kabupaten Sintang;
 Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APEKSI);
d. Perguruan Tinggi / Akademisi, yaitu Universitas Indonesia, CCROM Institut Pertanian
Bogor, Universitas Tanjungpura, dan Institut Teknologi Bandung, Perhimpunan Pelajar
Indonesia Jerman;

10
e. Civil Society Organization (CSO) / Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), meliputi: KNI/WEC,
HIVOS Southeast Asia, IESR, Mercy Corps Indonesia, Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pemerintahan, the Climate Reality Project, Yayasan Belantara, Yayasan KEHATI/Indonesia
Biodiversity Conservation Trustfund, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), WWF,
RARE Indonesia, CGIAR, IIASA, ICRAF, Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu
Indonesia, KOPRABUH (Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau), Motivator Training
Center – GT, Majelis Ulama Indonesia, The Indonesia Plastic Bag Diet Movement, Yayasan
Bambu Lestari, Yayasan Ekosistem Lestari, Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, Vanantara
Communications, Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), Kelompok Pengelola Hutan Adat,
Lingkar Temu Kabuapaten Lestari, HuMa, Indonesia Bisa / Youth for Climate Change
Indonesia, CIFOR, Landscape Indonesia/ PT. Bentang Alam Indonesia, GreenFaith, Climate
Land Use Alliance (CLUA) Indonesia, dan Indonesian Energy and Environmental Institute
(IE2I), IDH Sustainable Trade Initiative, Terrawatt Initiative, dan Yayasan Penyelam Lestari
Indonesia, dan Yayasan Perspektif Baru;
f. BUMN dan Sektor Swasta, mencakup: BPH Migas, SKK Migas, Cendekia Mulia Komunikasi,
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Agro Indonesia, Arsari Group, Asia Pulp &
Paper Group (APP), PT Rimba Makmur Utama, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia
(APROBI), PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT. Inter Aneka Lestari Kimia, PT.
Semen Gresik, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT PERTAMINA (Persero), PT Sarana
Multi Infrastruktur (Persero), PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit, KADIN, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), PT
Amman Mineral Nusa Tenggara, PT PLN (Persero), PT Pasific Agro Sentosa, Asosiasi
Pengusaha Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Chevron, Gabungan Perusahaan Perkebunan
Indonesia (GPPI), Cendekia Insan Mulia, PT. Wana Makmur Lestari, JASINDO Asuransi Jasa
Indonesia, Artha Graha Network, PT. Partogi Hidro Energy, PT. MEDCO Energi International
Tbk., Deal Advisory, Transaction Services, PT. Sugar Gulaku;
g. Media meliputi: RRI Pro3, Kantor Berita ANTARA - Indonesia News Wire, The Jakarta Post,
Harian Umum Kompas, Metro TV, Media Indonesia, INILAH.COM;
h. Proyek Kerjasama: Multistakeholders Forestry Program (MFP), Support to Indonesia
Climate Change Response – Technical Assistance Component (SICCR-TAC), Sekretariat
Partnership for Market Readiness (PMR), Sekretariat Joint Credit Mechanims (JCM),
Sekretariat Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Sekretariat RAN-GRK, Asia Pacific
Rainforest Partnership;
i. Perwakilan Perangkat Desa: Desa Gohong, Kalimantan Tengah, dan Desa Sungai Bungur,
Jambi.
j. Komunitas seniman (penyanyi dan penari).

11
Tim Negosiasi pada Sesi Perundingan COP23/CMP13/CMA1.2

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim
dan Tim Paviliun Indonesia beserta DELRI lainnya pada Sesi Penutupan Paviliun Indonesia

12
3
PERSIDANGAN

Penyelenggaraan COP23/CMP13/CMA1.2 menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju


pencapaian tujuan jangka panjang sebagaimana disebutkan dalam Paris Agreement, dan
mendukung proses implementasi Paris Agreement di masing- masing Negara Pihak.
COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC juga berfungsi untuk mempersiapkan Facilitative Dialogue di
tahun 2018 yang digunakan untuk take-stock upaya-upaya kolektif pada tahun 2018. Agenda
persidangan dari COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC terdiri dari COP23, CMP13, CMA1.2, sesi
APA1.4, serta sesi Badan Subsider ke-47. Berikut merupakan garis besar jalannya persidangan
dari masing-masing forum persidangan:

3.1 Twenty-third session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP23
UNFCCC), Thirteenth session of the Conference of the Parties serving as the meeting
of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP13) dan Second part of the first session of
the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris
Agreement (CMA-1.2)

Sidang pembukaan dari COP23, CMP13, dan CMA1.2 diselenggarakan pada tanggal 6
November 2017. Sidang pembukaan tersebut diisi oleh opening address dari beberapa pihak,
yaitu: (1). H. E Salaheddine Mezouar, Menteri Luar Negeri Maroko selaku Presiden COP22, (2).
H. E Frank Bainimarama, Perdana Menteri Fiji, yang menerima kepemimpinan dari Presiden
COP22 sebagai Presiden COP23, (3). H. E Patricia Espinosa selaku Sekretaris Eksekutif UNFCCC,
(4). Mr. Hoesung Lee selaku Ketua IPCC, (5). Mr. Petteri Taalas selaku Sekretaris Jendral World
Meteorological Organization (WMO), (6). H.E Barbara Hendricks, Menteri Lingkungan,
Konservasi Alam, Bangunan dan Keamanan Nuklir Jerman, serta (7). Mr. Ashok Alexander
Sridharan selaku Walikota Bonn.

Dalam sidang pembukaan tersebut, beberapa sorotan penting yang disampaikan oleh
Sekretaris UNFCCC adalah tujuan COP23 untuk mengambil langkah penting dalam
memastikan bahwa struktur Paris Agreement (Paris Agreement Work Programme) telah
selesai, dampaknya diperkuat, dan tujuannya tercapai; serta bergerak maju untuk memenuhi
komitmen pra-2020. Selain itu, beberapa hal penting yang disampaikan oleh pembicara utama
lainnya mencakup pentingnya investasi terhadap aksi iklim dalam menjamin kualitas
lingkungan yang lebih bersih, pendekatan lokal dan regional dalam mendukung aksi iklim
global, serta special report IPCC akan disetujui pada waktunya untuk Facilitative Dialogue di
tahun 2018.

Secara lebih spesifik, persidangan COP23 telah membahas agenda tentang laporan badan-
badan subsider, dan agenda terkait persiapan implementasi Paris Agrement dan pertemuan

13
CMA-1, Amandemen Article 15 Konvensi, Report of the Adaptation Committee, Warsaw
International Mechanism for Loss and Damage, pengembangan dan alih teknologi dan
implementasi technology mechanism, isu-isu terkait pendanaan, pelaporan Negara Pihak
Annex I dan non Annex I Konvensi, peningkatan kapasitas dibawah Konvensi, implementasi
Article 4, penilaian Technical Examination Processes (TEP) mitigasi dan adaptasi, gender dan
Perubahan Iklim, dan High-level segment. Pada persidangan CMP13 agenda yang dibahas
adalah mengenai laporan badan-badan subsider dan agenda terkait mekanisme
pembangunan bersih; joint implementation; compliance committee; adaptation fund; upaya
meningkatkan ambisi komitmen KP; laporan Negara Pihak, peningkatan kapasitas; serta isu-
isu administratif dan keuangan, sedangkan persidangan CMA1.2 membahas agenda bersifat
prosedural untuk memberi kesempatan kepada APA menuntaskan pembahasan mengenai
berbagai aspek operasionalisasi dan implementasi PA.

Sidang penutupan COP23, CMP13, dan CMA1.2 telah menghasilkan 29 keputusan dalam
berbagai isu, yang terdiri dari 24 keputusan di bawah COP dan 7 keputusan di bawah CMP.
Melalui keputusan-keputusan tersebut, COP23, CMP13, dan CMA1.2 menghasilkan
kesepakatan tentang text untuk penyusunan modalitas, prosedur dan panduan
operasionalisasi Paris Agreement yang cukup maju, tertuang di dalam decisions COP23 (Dec.
1/CP.23) “Fiji Momentum for Implementation” yang terdiri dari finalisasi Paris Agreement
Work Programme, mandat dan fitur Talanoa Dialogue, serta implementasi dan ambisi pre-
2020.

3.2 Forty-seventh session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice
(SBSTA 47) dan Forty-seventh session of the Subsidiary Body for Implementation
(SBI 47)

Sesuai fungsinya, SBSTA mendukung COP dan CMP melalui penyediaan informasi yang tepat
waktu dan saran tentang hal-hal ilmiah dan teknologi yang berkaitan dengan Konvensi atau
Protokol Kyoto, sedangkan SBI berfungsi mendukung pekerjaan COP dan CMP melalui
penilaian dan review pelaksanaan yang efektif dari Konvensi dan Protokol Kyoto.

Dalam perundingan di SBSTA-47 dan SBI-47, telah disepakati 26 kesimpulan penting,


diantaranya mengenai pengembangan modalitas dan prosedur untuk operasi public registry
adaptation communication; national adaptation plans; peningkatan kapasitas, gender dan
perubahan iklim, common time frames NDCs; ketentuan tentang financial and technical
support; peningkatan implementasi pendidikan, pelatihan, kesadaran, partisipasi dan akses
publik terhadap informasi dibawah Paris Agreement, improved forum and work programme
dari response measure, Isu-isu terkait pertanian, Nairobi Work Programme (NWP) mengenai
dampak, kerentanan perubahan iklim, Artikel 6 Paris Agreement, research and systematic
observation; emisi dari bahan bakar yang digunakan untuk penerbangan internasional dan

14
transportasi maritim, common metrics untuk perhitungan carbon dioxide equivalence; serta
kesimpulan lainnya.

3.3 Fourth part of the first session of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement
(APA 1.4)

Dengan berlakunya syarat entry into force dari Paris Agreement pada tahun 2016, pekerjaan
dari APA yang lahir di bawah mandat keputusan 1/CP.21 untuk mempersiapkan Paris Agreement
untuk entry into force dan menyelenggarakan sesi pertama Conference of the Parties serving
as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA) harus segera diselesaikan.

Bagian keempat dari sesi pertama Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.4)
dilaksanakan bersamaan dengan sesi Badan Subsider. Sesi APA1.4 membahas agenda
mengenai elemen-elemen utama dari Paris Agreement Work Programme, yang terdiri dari
elaborasi elemen Nationally Determined Contributions / NDCs (yaitu: features, transparansi
dan sistem penghitungan); komunikasi adaptasi; kerangka transparansi aksi dan support;
modalitas penyelenggaraan dan persiapan global stocktake; serta pengembangan modalitas
kerja Komite Implementasi dan compliance.

3.4. Hasil Persidangan

Persidangan COP23, CMP13, CMA1.2, SBSTA-47, SBI-47, APA 1-4, telah mencapai kesepakatan
tentang teks untuk penyusunan modalitas, prosedur dan panduan operasionalisasi Paris
Agreement yang cukup maju tertuang di dalam decisions COP23 (Dec. 1/CP.23) “Fiji
Momentum for Implementation” yang terdiri dari finalisasi Paris Agreement Work Programme,
mandat dan fitur Talanoa Dialogue, serta implementasi dan ambisi pre-2020.

Hasil-hasil persidangan sesuai kelompok isu pembahasan sebagaimana diuraikan berikut ini.

Kelompok Mitigation. Persidangan telah menyepakati keputusan penting tentang


Assessment of the technical examination processes (TEP) on mitigation and adaptation,
dibahas pada persidangan COP23 agenda item 15. Selain itu, persidangan terkait mitigasi telah
menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

 Further guidance in relation to the mitigation section of decision 1/CP.21: (a) Features of
nationally determined contributions, as specified in paragraph 26; (b) Information to
facilitate clarity, transparency and understanding of nationally determined contributions,
as specified in paragraph 28; dan (c) Accounting for Parties’ nationally determined
contributions, as specified in paragraph 31;
 Common time frames for nationally determined contributions referred to in Article 4,
paragraph 10, of the Paris Agreement,
 Emissions from fuel used for international aviation and maritime transport.
Kelompok Adaptation. Persidangan terkait adaptasi telah menyepakati sejumlah kesimpulan
(conclusion) penting yaitu:

15
 Further guidance in relation to the adaptation communication, including, inter alia, as a
component of nationally determined contributions, referred to in Article 7, paragraphs 10
and 11, of the Paris Agreement.
 National adaptation plans
 Report of the Adaptation Committee
 Report of the Executive Committee of the Warsaw International Mechanism for Loss and
Damage associated with Climate Change Impacts.
 Nairobi work programme on impacts, vulnerability and adaptation to climate change.
Kelompok Transparency of Actions and Supports. Persidangan terkait telah menyepakati
sejumlah kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

 Conclusion APA agenda 3-8 termasuk: (a) Modalities, procedures and guidelines for the
transparency framework for action and support referred to in Article 13 of the Paris
Agreement; dan (b) Matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the
Paris Agreement.
 Work of the Consultative Group of Experts on National Communications from Parties not
included in Annex I to the Convention;
 Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry
referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement.
 Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry
referred to in Article 7, paragraph 12, of the Paris Agreement.
 Common metrics to calculate the carbon dioxide equivalence of greenhouse gases.
Kelompok Finance. Persidangan telah menyepakati keputusan penting terkait finance yaitu:

 Long-term climate finance;


 Matters relating to the Standing Committee on Finance;
 Report of the Green Climate Fund to the Conference of the Parties and guidance to the
Green Climate Fund;
 Report of the Standing Committee on Finance.
 Report of the Global Environment Facility to the Conference of the Parties and guidance
to the Global Environment Facility;
 Sixth review of the Financial Mechanism;
 Process to identify the information to be provided by Parties in accordance with Article 9,
paragraph 5, of the Paris Agreement.
 Guidance relating to the clean development mechanism.
Selain itu persidangan terkait finance telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion)
penting yaitu:

16
 Report of the Adaptation Fund Board;
 Third review of the Adaptation Fund;
 Provision of financial and technical support, dibahas pada persidangan SBI agenda item
4.
 Modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through
public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement,
dibahas pada persidangan SBSTA agenda item 12
Kelompok Capacity-Building. Persidangan telah menyepakati sejumlah kesimpulan
(conclusion) penting yaitu:

 Capacity-building in developing countries under the Convention;


 Capacity-building in countries with economies in transition under the Convention.
 Capacity-building in developing countries under the Kyoto Protocol;
 Capacity-building in countries with economies in transition under the Kyoto Protocol.
 Annual technical progress report of the Paris Committee on Capacity-building;
 Ways of enhancing the implementation of education, training, public awareness, public
participation and public access to information so as to enhance actions under the Paris
Agreement, dibahas pada persidangan SBI agenda item 18.
Kelompok Teknologi. Persidangan telah menyepakati keputusan penting tentang Review of
the effective implementation of the Climate Technology Centre and Network.
Selain itu persidangan terkait teknologi telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion)
penting yaitu:

 Joint annual report of the Technology Executive Committee and the Climate Technology
Centre and Network;
 Poznan strategic programme on technology transfer.
 Technology framework under Article 10, paragraph 4, of the Paris Agreement,.
Kelompok Compliance. Persidangan telah menyepakati keputusan penting tentang
Preparations for the implementation of the Paris Agreement and the first session of the
Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement, dibahas
pada persidangan COP agenda item 4.

Selain itu persidangan terkait compliance telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion)
penting tentang Modalities and procedures for the effective operation of the committee to
facilitate implementation and promote compliance referred to in Article 15, paragraph 2, of
the Paris Agreement.
Kelompok Article 6 of the Paris Agreement. Persidangan telah menyepakati sejumlah
kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

17
 Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris
Agreement;
 Rules, modalities and procedures for the mechanism established by Article 6, paragraph
4, of the Paris Agreement;
 Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article
6, paragraph 8, of the Paris Agreement.
Kelompok Response Measure.

Persidangan telah menyepakati sejumlah kesimpulan (conclusion) penting yaitu:

 Improved forum and work programme;


 Modalities, work programme and functions under the Paris Agreement of the forum on
the impact of the implementation of response measures;.
Kelompok Gender and Climate Change. Persidangan telah menyepakati kesimpulan
(conclusion) penting terkait gender and climate change, terutama tentang Gender Action Plan
(GAP) atau Rencana Aksi Gender untuk mendukung pelaksanaan berbagai keputusan dan
mandat terkait gender di bawah proses UNFCCC.

Kelompok Agriculture. Persidangan telah menyepakati kesimpulan (conclusion) penting


tentang isu-isu terkait agriculture, yang akan menjadi basis dari elemen-elemen untuk
penyiapan draft decision mengenai isu-isu terkait pertanian.

Kelompok Research And Systematic Observation. Persidangan telah menyepakati


kesimpulan (conclusion) penting tentang isu-isu terkait Research and Systematic observation,
dimana negara pihak terutama negara berkembang diminta untuk melakukan peningkatan
systematic observations secara berkelanjutan.

Kelompok Local Communities and Indigenous Peoples Platform. Persidangan telah


menyepakati kesimpulan (conclusion) penting tentang isu-isu terkait Local communities and
indigenous peoples platform, terutama keseimbangan antara Local Communities dan
Indigenous Peoples.
3.5. Koordinasi Internal Delegasi RI

Konsolidasi internal Delegasi RI terbagi atas:

1. Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi


Pada COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC, telah dilaksanakan pertemuan seluruh Tim
Negosiasi yang dilaksanakan pada pukul 18.00 – 19.00 pada hari-hari tertentu selama
rangkaian perundingan berlangsung. Pertemuan Tim Negosiasi dipimpin oleh Direktur
Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Dr. Nur Masripatin selaku Chief Negotiator DELRI pada
COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC dan dimaksudkan untuk memantau perkembangan dan
update setiap sesi perundingan (COP23, CMP13, CMA1.2, SBI47, SBSTA47, APA1.4).

18
2. Pertemuan Koordinasi Lead Negotiator
Selain koordinasi Tim Negosiasi secara keseluruhan, dalam rangkaian sesi perundingan
COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC juga telah dilaksanakan pertemuan koordinasi Lead
Negotiator yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Nur Masripatin selaku Chief
Negotiator DELRI pada COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC. Pertemuan ini memiliki peran
penting dalam koordinasi berbagai isu yang bersifat cross-cutting dan memerlukan
perhatian dari Tim Negosiasi beberapa kelompok isu sekaligus, seperti contohnya
mengenai isu transparansi, Art. 6, dan juga finance.

3. Rapat Koordinasi Pimpinan (para Eselon I bersama Menteri LHK) Pertemuan ini ditujukan
untuk pengambilan keputusan terhadap suatu isu krusial, posisi DELRI, serta koordinasi
mengenai pertemuan bilateral antara Ketua DELRI dengan pihak lain.

4. Rapat Koordinasi Menteri LHK dengan Penasihat Senior Menteri LHK yang membahas
mengenai perkembangan sesi perundingan dan juga jalannya negosiasi Indonesia serta
hal-hal terkait.

19
Konsul Jenderal RI di Frankfurt, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan
Iklim dan Direktur Mitigasi Perubahan Iklim pada Sidang Pembukaan
COP23/CMP13/CMA1.2

Statement Indonesia pada Sesi Opening Plenary APA 1-3

Intervensi Indonesia pada Presidency's Open Dialogue between UNFCCC NGO


constituency representatives and Parties

20
Tim Negosiasi pada sesi SBI mengenai orphan-issues yang terdiri dari
perwakilan KLHK, Kemlu, dan UKP-PPI

Tim Negosiasi Kelompok Isu Gender dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPPPA) pada sesi perundingan SBI mengenai Gender Action Plan

21
Tim Negosiasi Kelompok Isu Teknologi pada sesi perundingan SBSTA
Informal Consultations on Technology Framework

Tim Negosiasi Kelompok Isu Compliance dari Kemlu dan Sekretaris


Kabinet pada sesi perundingan APA

22
Intervensi DELRI oleh Tim Negosiasi Kelompok Isu Gender dari KPPPA pada sesi
perundingan SBI mengenai Gender Action Plan

Intervensi DELRI oleh Tim Negosiasi Kelompok Isu Finance dari KLHK
dalam Informal Consultation SBSTA: Modalities for the Accounting of
Financial Resources Provided and Mobilized through Public
Interventions

23
Co-lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Finance dari Kementerian
Keuangan pada Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi Minggu I

Co-lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Finance dari KLHK pada Pertemuan
Koordinasi Tim Negosiasi Minggu II

24
Lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Gender dari KPPPA pada
Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi Minggu I

Lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu Response Measure dari


Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Pertemuan
Koordinasi Tim Negosiasi Minggu II

25
Lead Negotiator Kelompok Isu Artikel 6 dari Kantor Utusan Khusus Presiden untuk
Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI) pada Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi
Minggu II

Pertemuan Koordinasi Tim Negosiasi COP23/CMP13/CMA1.2 pada Minggu Ke-2 Sesi


Perundingan

26
4
HIGH LEVEL SEGMENT UNFCCC

Sesi Tingkat Tinggi (High-Level Segment/HLS) COP23 berlangsung pada 15-17 November
2017 di dalamnya termasuk penyampaian national statement negara Pihak UNFCCC.
Pembukaan sesi ini dipimpin oleh Presiden COP23 dan dihadiri oleh Sekjen PBB, Sekretaris
Eksekutif UNFCCC, 25 Kepala Negara/Pemerintahan dan sejumlah Menteri dari berbagai
negara pihak. Dalam pidato pembukaan HLS, Presiden COP23 menyampaikan optimisme
bahwa COP23 akan mencapai keputusan-keputusan yang signifikan bagi proses penyusunan
mekanisme implementasi Paris Agreement.

PM Jerman dan Presiden Perancis turut menyampaikan pidato pembukaan yang menegaskan
dukungan Uni Eropa terhadap PA menanggapi pernyataan mundurnya Amerika Serikat dari
PA. Secara khusus kedua pemimpin tersebut menekankan pentingnya renewable energy.
Presiden Macron menyatakan bahwa Perancis siap menghapuskan sumber energi batubara
secara bertahap sampai 2021.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Utusan Khusus Presidan untuk PPI dan
Duta Besar RI untuk Jerman pada Opening High Level Segment UNFCCC, 15 November 2017

27
Dalam Statement Pemerintah RI pada High Level Segment COP23, Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan selaku Ketua DELRI menyampaikan bahwa Paris Agreement perlu
didorong untuk segera memasuki tahap implementasi awal melalui penyiapan pedoman
implementasi. Upaya tersebut perlu diimbangi dengan penyediaan sarana implementasi
bagi yang membutuhkan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan National Statement pada


High Level Segment COP23 UNFCCC, 16 November 2017

Selain itu, dalam kesempatan tersebut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga
menyampaikan komitmen-komitmen yang telah dilakukan Indonesia dalam mendukung
pencapaian komitmen Paris Agreement dan kesepakatan lingkungan lainnya, di antaranya
adalah:

 Mendirikan National Transparency Framework (Sistem Registri Nasional) sesuai


dengan Paris Agreement;
 Pengakuan negara untuk hutan adat;
 Restorasi 680.000 hektar lahan gambut dari target 2 juta hektare pada tahun 2020;
 Mengesahkan Konvensi Minamata;
 Berkomitmen untuk mengurangi 70% sampah plastik pada tahun 2025 dari tingkat
2017;
 Bantuan lanjutan untuk upaya negara-negara berkembang lainnya dalam climate
action melalui Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular Cooperation di bidang
pertanian, pengelolaan hutan dan daerah pesisir.

28
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada
High Level Segment COP23 UNFCCC, 16 November 2017

Penyampaian statement Indonesia oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK
pada Sesi Closing Joint Plenary COP23/CMP13/CMA1.2

Delegasi Indonesia pasca Closing Joint Plenary COP23/CMP13/CMA1.2

29
5
PERTEMUAN MULTILATERAL DAN BILATERAL

Di sela-sela perundingan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku Ketua DELRI
bersama Direktur Jenderal PPI berkesempatan pula melakukan pertemuan bilateral. Beberapa
kegiatan pertemuan bilateral dan side events yang dihadiri MENLHK, Direktur Jenderal PPI,
serta DELRI lainnya antara lain sebagai berikut:
A. Menteri Lingkungan, Energi dan Perumahan Finlandia
B. Menteri Lingkungan dan Energi Australia;
C. Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Norwegia.
D. Ketua DELRI menjadi pembicara pada sejumlah event multilateral sampingan yaitu: (a)
menyelenggarakan Side event “Good Peatland Governance to Strengthen Economic,
Social and Ecosystem Resilience” yang didahullui dengan pertemuan trilateral dengan
Menteri Peru dan DRC sebagai pemilik gambut tropis, dan konferensi pers peluncuran
laporan Global Peatland Rapid Assessment “Smoke on Water” dalam kerangka Global
Peatland Initiative, (b) Launching Asia Pacific Rain Forest Summit, (c) Bersama Menteri
Perubahan Iklim Fiji dan Dirjen FAO menjadi panelis pada pembukaan High Level
Roundtable on Climate Action on Zero Hunger.
E. Kemudian bersama Perdana Menteri Tuvalu, Menteri Perikanan Fiji, Wakil Menteri
Pertanian Guatemala, dan Direktur Divisi Penilaian, Pengelolaan dan Konservasi Hutan
FAO menjadi panelis pada sesi Multifunction Landscape for Improved Food Security
and Nutrition.
F. Pada tingkat senior officials, DELRI melakukan pertemuan bilateral dengan: (a) Chief
Negotiator UK (penguatan komitmen UK terhadap Paris Agreement), (b) Senator
Amerika Serikat (penguatan komitmen masyarakat Amerika terhadap Paris
Agreement), (c) Direktur CTCN berbagi info dan tukar menukar pandangan untuk
meningkatkan kinerja CTCN terutama dalam mendukung negara berkembang, (d). Tim
Perubahan Iklim Sekjen PBB dalam membicarakan tentang tanggapan Indonesia
terhadap jalannya negosiasi dan outcome dari persidangan COP23/CMP13/CMA1.2
serta upaya peningkatan ambisi reduksi emisi GRK di kawasan regional khususnya
upaya ASEAN sebelum Climate Summit 2019, dan (e). ILO membicarakan mengenai
decent work/ job and a just transition dalam kaitannya dengan dampak perubahan
iklim di Indonesia.

30
Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan, Energi dan
Perumahan Finlandia

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan, Energi dan


Perumahan Finlandia

31
Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan dan Energi Australia

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan dan Energi Australia

32
Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Norwegia

33
Ketua DELRI bersama Menteri Perubahan Iklim Fiji dan Dirjen FAO menjadi panelis pada pembukaan High
Level Roundtable on Climate Action on Zero Hunger

Ketua DELRI pada Launching Asia Pacific Rain Forest Summit

34
Pertemuan Bilateral DELRI yang dipimpin oleh Dirjen PPI, KLHK dengan
Senator Amerika Serikat yang menghadiri COP23

Pertemuan Bilateral antara DELRI dengan Senator Amerika Serikat yang menghadiri COP23

Pertemuan Bilateral antara DELRI yang dipimpin oleh Dirjen PPI, KLHK dengan Chief Negotiator
dan Perwakilan Delegasi UK

35
Pertemuan Bilateral antara DELRI yang dipimpin oleh Dirjen PPI, KLHK
dengan Direktur CTCN

Pertemuan Bilateral antara DELRI diwakili oleh Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral
dan Regional KLHK, dan Direktur Pembangunan, Ekonomi, Lingkungan Hidup Kemlu
dengan Climate Change Team of UN Secretary General

36
Pertemuan Bilateral antara DELRI diwakili oleh Perwakilan dari KLHK
dengan perwakilan ILO

37
6
PERTEMUAN NON PERSIDANGAN

Selain melalui agenda persidangan, pencapaian misi Indonesia dapat dicapai melaui jalur
penjangkaun melalui pertemuan non-persidangan. Jalur ini dapat digunakan untuk
menginformasikan tentang misi Indonesia ke United Nations Climate Change Conference
serta, menginformasikan capaian dan good practices dan lesson learnt, program dan aksi di
masa mendatang dalam upaya mewujudkan pembangunan rendah karbon (mitigasi),
penanganan kerentanan serta peningkatan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim
(adaptasi) dari berbagai sektor. Pertemuan-pertemuan non-persidangan tersebut di antaranya
adalah:

6.1. Mandated Events

Delegasi Republik Indonesia telah menghadiri sejumlah mandated event, yaitu Pre-sessional
workshops/roundtable, 4 - 6 November 2017, yang terdiri dari:

a. In-sessional Roundtable Discussion on APA agenda item 3 of the Ad-hoc Working


Group on the Paris Agreement (APA) - Further guidance in relation to the mitigation
section of decision 1/CP.21

Roundtable membahas non-Paper yang dikeluarkan Co-facilitators tanggal 16 Okt 2017 dan
menanggapi guiding questions yang telah disiapkan oleh Co-Facilitator untuk roundtable ini.

Dalam sesi ini teridentifikasi bahwa terdapat convergent issues dan divergent issues.

 Negara Pihak memiliki pandangan yang hampir sama mengenai feature dan accounting,
akan tetapi masih teridentifikasi adanya perbedaan yang sangat signifikan mengenai
Information to facilitate CTU.
 Indonesia menyampaikan bahwa pada dasarnya Feature NDC telah disepakati dalam Paris
Agreement dan setidaknya elemen tersebut dapat dijadikan elemen yang harus dipenuhi
dalam NDC. Adapun kedalaman dari guidance tersebut harus menyediakan fleksibiltas dan
harus dapat diaplikasikan oleh negara berkembang. Selain itu juga menyampaikan bahwa
apabila ditambahkan feature baru maka akan membuka kembali negosiasi yang telah
disepakati di Paris.

 LMDC (Like-minded Developing Countries) menyampaikan keberatannya untuk membahas


ICTU dengan pertimbangan bahwa masih banyak negara berkembang yang belum memiliki
kapasitas memadai untuk memenuhi ICTU dalam NDC ini.

38
b. Roundtable Discussion on APA agenda item 4 - Further Guidance in relation to the
Adaptation Communication)

Roundtable diselenggarakan dalam bentuk diskusi umum yang dipandu oleh Co-Facilitators,
dimana Parties diminta untuk menyampaikan pandangan mengenai hal-hal berikut terkait
dengan Adaptation Communication:

1. Purposes: Tujuan atau kesenjangan paling relevan yang dapat diatasi melalui
Adaptation Communication (ACom), yang belum terakomodir melalui vehicles atau
mekanisme yang ada saat ini. Tujuan apa yang perlu ada dalam pedoman sehingga
ACom dapat mengisi peluang atau kesenjangan tersebut

2. Elements: Dasar yang dapat digunakan untuk mengkategorikan common dan opt-
in/opt-out elements
3. Vehicle: Pedoman yang diperlukan untuk menegaskan pilihan vehicle sebagaimana
termuat dalam Paris Agreement

4. Linkages: Outcomes yang memungkinkan diperoleh untuk setiap linkages yang telah
diidentifikasi sebelumnya dan bagaimana hal ini berpengaruh terhadap pedoman yang
akan disusun. Selain itu diidentifikasi linkages mana yang akan mempengaruhi aspek
pedoman dan mana yang harus dipecahkan terlebih dahulu

5. Flexibility/optionatility/choice/direction: ketentuan apa yang perlu ada dalam


pedoman untuk memastikan hal-hal tersebut diperhatikan oleh parties.

Selanjutnya peserta dibagi kedalam 6 kelompok untuk menggali usulan outline serta
heading/sub-heading pedoman. Hasil diskusi kelompok tercatat dalam tabel kompilasi
pembahasan di masing-masing kelompok, dan menjadi pertimbangan Parties dalam proses
negosiasi APA agenda item 4.

c. Roundtable Discussion on APA agenda item 5 - Modalities, procedure and guidelines


for the transparency framework for action and support referred to in Article 13 of the
Paris Agreement

Roundtable Discussion diselenggarakan dalam rangka rekapitulasi terhadap semua submisi


negara yang masuk, dan dilakukan penjaringan masukan khususnya untuk pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat cross-cutting matters sebagai berikut:

i. Is there a single comprehensive article 13 report or multiple article 13 reports? When


is/are the first article 13 report(s) due, and when will the subsequent report(s) be due?

39
ii. What would be the benefits, if any, of including principles and/or objectives in the
MPGs? If they were included, or what basis would be determined that they should
apply to the MPGs as a whole, or specific to each section of the MPGs?
iii. Which specific of the existing MRV system will be superseded (and under what
condition), which will continue, and how will this be reflected in MPG?

d. In-sessional Roundtable Discussion on APA round table on agenda item 6 - Matters


relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement

Roundtable ini diaksanakan sebagai mandat dari hasil persidangan APA 1.3 yang meminta
Sekretariat dibawah arahan Co-Chairs APA, untuk mengorganisasikan Pre-sessional round
table, yang bertujuan untuk menfasilitasi kerja pembahasan agenda item 6, dengan
mempertimbangkan submisi-submisi dan informal note Co-facilitators hasil persidangan APA
1.3. Roundtable diawali dengan pengantar dari Co-Facilitators, dilanjutkan dengan sesi ice-
breaker presentation, diskusi plenari, breakout groups yang dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok,
presentasi hasil kerja breakout groups, dan penutupan.

Hasil roundtable menunjukkan keragaman pandangan peserta terkait organisasi GST,


khususnya terhadap pilihan 3 model yang tertuang pada 3 (tiga) model operasional yang
tertuang pada informal note by the Co-Facilitators APA 1.3. Secara umum, peserta memiliki
pandangan yang beragam terhadap pilihan model. Namun demikian, untuk setiap pilihan
model, peserta mempunyai pandangan perlu adanya tahapan-tahapan yang meliputi tahapan
preparation, tahapan teknis, dan tahapan politis.
Pandangan terkait sumber-sumber input GST, terutama yang terkait dengan sumber input dari
Negara Pihak dan NPS. Secara umum peserta menekankan bahwa sumber-sumber input GST
tertutama bersumber dari report yang disampaikan Negara Pihak ke Sekretariat UNFCCC,
report dari lembaga-lembaga dibawah UNFCCC, seperti Standing Committee on finance,
Technology Executive Committee, Paris Committee on Capacity Building, dan sumber-sumber
input lainnya.

e. Roundtable Discussion on APA agenda item 7 – Compliance

Roundtable difokuskan untuk secara informal membahas berbagai skenario yang telah
disiapkan Co-facilitator untuk menggerakan diskusi terkait APA Agenda Item 7 on Compliance.

Pemikiran yang berkembang saat diskusi antara lain:

 Mekanisme trigger

 Trigger yang diprakarsai oleh Negara Pihak dapat dilakukan 2 periode setelah submisi
NDC pertama.

40
 Trigger yang diprakarsai oleh komite dapat didasarkan oleh informasi yang diperoleh
dari registry, maupun melalui engagement secara langsung kepada Negara Pihak.

 Prosedur untuk assessment compliance dapat dilakukan dengan


melakukan
engagement secara langsung kepada pihak yang dilakukan secara confidential, maupun
dengan penyusunan plan of action yang melibatkan pihak yang bersangkutan

 Outcomes yang diharapkan:

o Rekomendasi, serta hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Negara Pihak untuk
memenuhi compliance.

o Compliance committee dapat menerima masukan dari badan-badan lainnya dalam


memberi rekomendasi, untuk menghindari duplication of work.

f. SBI/SBSTA Response Measures Workshop

Workshop berfokus pada elemen-elemen modalitas, program kerja dan fungsi berdasarkan
Paris Agreement tentang dampak penerapan langkah-langkah respons kegiatan perubahan
iklim.
Jalannya kegiatan
workshop dibuka oleh Sekretariat UNFCCC kemudian dipimpin oleh
Co-Fasilitator. Selanjutnya dilakukan presentasi oleh Australia, European Union, Ghana,
Maldives, United Arab Emirates tentang Fungsi dari Forum Response Measures dan dilanjutkan
sesi diskusi mengenai masing-masing paparan Negara Pihak tersebut.

g. SBSTA Round-table Discussions amongst Parties - Guidance on cooperative


approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement (Article 6.2 PA)

Roundtable discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Arab Group, Australia, Brazil,
Canada, EU, Japan, LMDC, Selandia Baru, Federasi Rusia, Singapore, Switzerland (submitted for
Liechtenstein, Mexico, Monaco and Switzerland).
Beberapa hal yang mengemuka terkait guidance on cooperative approaches referred to in
Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement adalah:
i. Usulan LMDC dan Arab Group untuk memasukkan lingkup kegiatan yang sangat
luas termasuk emission avoidance serta isu terkait response measures (Pasal 4.15
Persetujuan Paris) dalam hal addressing the potential negative socio-economic
impacts . LMDC dan Arab Group juga menekankan bahwa share of proceed berlaku
bukan hanya terhadap Art.6.4 melainkan juga Art.6.2 dan bersifat progresif.

ii. Di sisi lain, negara maju pada umumnya menekankan pentingnya memastikan
integritas lingkungan dengan memastikan akunting yang jelas dan transparan serta
review berkala atas guidance untuk Art.6.2

41
iii. Terkait dengan LDC menekankan pentingnya HAM, sementara negara-negara Afrika
lebih menekankan pada kualitas dari mitigation outcome.

iv. Brazil menekankan beberapa hal, termasuk: keterkaitan antara 6.2, 6.4 dan 6.8, perlu
adanya persyaratan untuk dapat berpartisipasi.

v. AOSIS menekankan pentingnya overall mitigation outcome/global emission yang


akan dapat dipenuhi dengan dipastikannya reduksi emisi yang terjadi lebih besar
dari off-set serta dengan diterapkannya beberapa pembatasan, baik di sisi transaksi
maupun berbagai aspek lainnya.

vi. Cina menekankan pentingnya penambahan elemen addressing issues raise by


participation of non-state actors, serta use of ITMOs for more than one purpose.

h. SBSTA Round-table Discussions - Rules, modalities and procedures for the mechanism
referred to in Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement (Article 6.4 PA)

Roundtable Discussions diawali dengan paparan dari African Group, AILAC, AOSIS, Arab
Group, Australia, Brazil, Canada, EU, Japan, Norway, dan Switzerland.

Beberapa hal yang mengemuka dan perlu menjadi perhatian adalah:

i. Negara maju pada umumnya memandang Art.6.4 tidak dapat disamakan dengan
mekanisme fleksibilitas di bawah Protokol Kyoto sehingga diperlukan adanya aturan
dan mekanisme review jika kegiatan di bawah mekanisme fleksibilitas KP akan
dilanjutkan di bawah Art.6.4.

ii. Jepang menekankan dimungkinkannya transisi bagi unit yang dihasilkan sebelum
tahun 2021.

iii. Brazil memandang bahwa Art.6.4 adalah kelanjutan dari CDM dan karenanya dapat
dilakukan transisi secara langsung dengan tetap memastikan adanya additionality,
conservative baseline, mitigation benefit beyond crediting period, serta terjadinya
voluntary cancellation of units. Brazil juga menekankan bahwa guidance Art.6.2 tidak
berlaku untuk Art.6.4. Selain itu, corresponding adjustment hanya berlaku di Art.6.2
dan bukan Art.6.4.

iv. Swiss menekankan jika unit yang dihasilkan di bawah mekanisme Art.6.4, maka harus
menggunakan guidance untuk Art.6.2.

42
i. SBSTA Round-table Discussions amongst Parties - Work programme under the
framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris
Agreement (Article 6.8 PA)

Roundtable Discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Uni Eropa, LMDC, Selandia Baru,
Federasi Rusia, Uganda, dan Ukraina.

Beberapa hal yang mengemuka terkait Work programme under the framework for non-market
approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement antara lain:
i. LMDC menekankan perlunya guidance khusus untuk incorporate NMA dalam Work
programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6,
paragraph 8, of the Paris Agreement.
ii. Selandia Baru menekankan pentingnya proses seperti yang saat ini berjalan di bawah
TEM dan TEP sebagai bentuk dari kegiatan di bawah work programme for NMA.

iii. Brazil menekankan bahwa proses yang berjalan dalam bentuk work programme NMA
bersifat open-ended.

iv. Sebagai catatan umum, beberapa hal terkait baseline yg disampaikan EU dan Jepang
perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat memberikan manfaat bagi
Indonesia namun dapat merugikan jika tidak diikuti dengan baik. Hal ini terutama
terkait dengan baseline yang mengikuti best available technology. Disampaikan juga
bahwa LMDC secara khusus mengusulkan mengenai share of proceeds yang
diberlakukan bukan hanya untuk 6.4 melainkan juga 6.2 dan bersifat progresif.

43
Intervensi yang disampaikan Lead Negotiator Tim Negosiasi Kelompok Isu
Mitigasi dari KLHK pada In-sessional Roundtable Discussion on APA Agenda
Item 3

Intervensi yang disampaikan Tim Negosiasi Kelompok


Isu Transparansi dari KLHK pada Roundtable
Discussion on APA Agenda Item 5

44
6.2. Side Event Indonesia

Pada COP23 UNFCCC, Indonesia menyelenggaraan side event bertemakan gambut dengan
judul side event “Good Peatland Governance to Strengthen Economic, Social and Ecosystem
Resilience”. Side event ini dilaksanakan pada tanggal 15 November 2017, bekerjasama dengan
United Nations Environment Program (UNEP), dengan dukungan dari Global Peatland
Initiative (GPI). Dalam proses SEORS, proposal side event Indonesia telah digabungkan dengan
proposal lain dengan tema yang sama dari International Peatland Society (IPS) yang
berkolaborasi dengan Japan International Forestry Promotion and Cooperation (JIFPRO) dan
Partnership for Governance Reform Center (The Partnership/Kemitraan), dan disepakati bahwa
Indonesia menjadi lead organizer side event tersebut.

Side event “Good Peatland Governance to Strengthen Economic, Social and Ecosystem
Resilience” didahului dengan pertemuan trilateral dengan Menteri Peru dan DRC sebagai
pemilik gambut tropis, dan konferensi pers peluncuran laporan Global Peatland Rapid
Assessment “Smoke on Water” dalam kerangka Global Peatland Initiative.

Pertemuan Trilateral antara Ketua DELRI dengan


Menteri Peru dan DRC sebagai pemilik gambut tropis

45
Pertemuan Trlateral antara Ketua DELRI dengan
Menteri Peru dan DRC sebagai pemilik gambut tropis

Pada acara side event tersebut, Menteri LHK menyampaikan pentingnya hutan bagi ketahanan
pangan. Disampaikan bahwa peran hutan tersebut dilaksanakan melalui program perhutanan
sosial dan reforma agraria.

Side Event Indonesia:“Good Peatland Governance to Strengthen Economic,


Social and Ecosystem Resilience”

46
6.3. Side Event UNFCCC, Paviliun Negara Lain, dan Event Lainnya

Delegasi Republik Indonesia telah menghadiri sejumlah side event dan special event, Paviliun
negara lain, dan event lainnya, diantaranya:

a. Oceans and Coastal Zones Opening Plenary: Oceans Actions and Charting Future
Directions

Ocean Action Day merupakan agenda kelanjutan dari Global Climate Action Agenda pada
COP22 di Marakesh. Ocean Action Day pada kesempatan COP23 dilaksanakan secara satu hari
penuh pada 11 November 2017, dengan terdiri dari 7 sesi paralel. Fokus Ocean Action Day
COP23 adalah pada aksi di tapak dan showcase mengenai pembelajaran, best practice dan
rekomendasi untuk replikasi dan upscaling keberhasilan.

Dalam sesi opening plenary berjudul Oceans and Coastal Zones Opening Plenary: Oceans
Actions and Charting Future Directions, DELRI yang diwakili oleh Deputi Kedaulatan Maritim,
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menjadi salah satu pembicara utama. Dalam
sesi tersebut, Deputi Kedaulatan Maritim menyampaikan bahwa negosiasi Paris Agreement
tidak menyertakan pakar kelautan, dan hukum laut, sehingga upaya mitigasi terhadap
perubahan iklim di samudera ditakutkan akan menjadi kurang optimal. Selain itu, DELRI juga
menyampaikan perlunya negara-negara yang menghadapi ancaman yang sama untuk
membentuk kerjasama dan aliansi bersama. Di sesi paralel itu daya sampaikan gagasan
pembentukan forum negara kepulauan dan negara pulau untuk bekerjasama melakukan
berbagai langkah adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim dan pentingnya tindak
lanjut atau meningkatkan presensi terhadap isu ocean dalam implementasi Paris Agreement.

Deputi Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman selaku perwakilan


DELRI menyampaikan paparan pada Oceans and Coastal Zones Opening Plenary: Oceans
Actions and Charting Future Directions

47
b. Ocean Actions Day: Nature Based Solutions – Blue Carbon

Dalam salah satu sesi Ocean Action Day, DELRI diwakili oleh Direktur Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim yang diundang oleh Pemerintah Australia selaku lead organizer
menyampaikan bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3,6 juta ha seluas negara
Kostarika yang sudah termasuk dalam target sektor lahan/kehutanan dalam menurunkan
emisi. Di dalam dokumen NDC Indonesia memang tidak secara langsung disebutkan
mengenai ocean atau ekosistem laut dan pantai, namun Indonesia mempertimbangkan fungsi
blue carbon melalui hutan mangrove tersebut. Sama halnya yang disampaikan oleh IUCN yang
menyebutkan 70 negara memasukkan tentang ocean dalam NDC namun beragam istilah yang
digunakannya. Dalam NDC ke depan, Indonesia akan memasukkan secara jelas setelah
memperoleh data dan informasi yang lebih empiris. Indonesia juga menekankan bahwa isu
ocean ini selain mendukung upaya mitigasi, juga upaya adaptasi guna mendukung
keberlangsungan kehidupan ekonomi, sosial dan ketahanan ekosistem.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan
pada Ocean Action Day: Nature Based Solutions – Blue Carbon

48
c. Ocean Action Day: Resilience Of Fisheries And Aquaculture To Climate Change - Food And
Livelihood Approaches

Dalam salah satu sesi Ocean Action Day, Delegasi Kementerian Kelautan dan Perikanan diwakili
oleh Kepala Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru berkesempatan menjadi
pembicara dalam tema Resilience Of Fisheries And Aquaculture To Climate Change - Food And
Livelihood Approaches. Dalam paparannya, DELRI menyampaikan isu utama yang terjadi pada
perikanan skala kecil di Indonesia dan bagaimana pengelolaan perikanan skala kecil yang baik
akan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan ekonomi nasional dan memberikan
kesejahteraan kepada masyarakat dalam pendekatannya terhadap perubahan iklim.

Kepala Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, KKP selaku perwakilan DELRI
menyampaikan paparan pada Ocean Action Day: Resilience Of Fisheries And Aquaculture To Climate
Change - Food And Livelihood Approaches

d. UNFCCC Consultative Group of Experts (CGE) Side Event

UNFCCC Consultative Group of Experts (CGE) mengundang Indonesia dan Uruguay untuk
berbagi pengalaman mengenai penyusunan BUR dan National Communication serta
pengalaman mengikuti proses ICA. Presentasi CGE mengenai sustainabiility reporting
khususnya mengenai pengumpulan data dan peran CGE dalam implementasi Paris Agreement
yang sangat tergantung kepada keputusan Negara Pihak.

49
Presentasi CGE mengenai sustainabiility reporting khususnya mengenai pengumpulan data
dan peran CGE dalam implementasi Paris Agreement yang sangat tergantung kepada
keputusan Negara Pihak. Terhadap presentasi Indonesia dan Uruguay, ditanyakan beberapa
hal mengenai proses penyusunan BUR dan NC serta proses ICA.

Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK selaku perwakilan DELRI


menyampaikan paparan pada UNFCCC CGE Side Event

e. GABC (Global Alliance for Building and Construction): Green Human Settlement Day:
Transferring the Buildings and Construction Sector: Focus Panel on NAMA Development
for the Building Sector in Asia

Acara ini bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai pengembangan green building di
berbagai Negara khususnya di Indonesia, Philippines, Cambodia dan Vietnam. Isu yang
diangkat adalah mengenai perkembangan green building, progress NAMAs, kaitannya dengan
NDCs. Pada sesi tersebut, DELRI yang diwakili oleh Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK
menyampaikan mengenai perkembangan green building sejak tahun 2010 sampai saat ini
dengan kemajuan yang dicapai oleh DKI Jakarta. Disampaikan juga kegiatan green building
sebagai aksi mitigasi sub sektor energi efisiensi dalam NDC.

Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK selaku perwakilan DELRI menyampaikan


paparan pada GABC (Global Alliance for Building and Construction): Green Human
Settlement Day

50
f. UNFCCC : “Last call for boarding: airports, aviation and climate;

UNFCCC telah bermitra dengan Program Airport Carbon Accreditation (ACA) dalam
mendukung bandara menjadi netral terhadap iklim. Lebih dari 200 bandara telah disertifikasi
berdasarkan program sukarela dimana 35 bandara telah mencapai tingkat sertifikasi tertinggi
netralitas karbon. Tujuan dari diskusi panel ini adalah menunjukkan upaya yang telah dilakukan
oleh beberapa bandara untuk mengurangi dampak iklim dan menunjukkan bagaimana usaha
yang dilakukan dalam berkontribusi terhadap keseluruhan pembangunan berkelanjutan di
seluruh sektor penerbangan.

g. Side event “Utilizing Ocean and Coastal Ecosystems for Adaptation and Mitigation in NDCs

Dalam side event tersebut, DELRI diwakili oleh Kepala Badan Riset dan Sumberdaya Manusia,
dan juga Kepala Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, Kementerian Kelautan
dan Perikanan memaparkan mengenai kebijakan-kebijakan terkait dengan perikanan skala
kecil dan bagaimana kontribusinya terhadap perubahan iklim. Selain itu, dalam paparan DELRI
juga disampaikan mengenai pentingnya mendorong isu laut untuk dimasukan ke dalam NDC.

Perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan paparan pada Side Event Utilizing
Ocean and Coastal Ecosystems for Adaptation and Mitigation in NDCs

h. Side Event “From Ambition to Action: Decarbonizing Transport in Germany and Abroad”

Dalam Side Event ini, DELRI melalui Kementerian Perhubungan menjadi salah satu pembicara
yang diwakili oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dalam diskusi
panel sesi kedua tentang “Unlocking Investments for Climate Actions in The Transport Sector”
bertujuan untuk membuka peluang pendanaan internasional dalam melakukan aksi untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor transportasi.

51
Dalam paparannya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan
menyampaikan mengenai beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penurunan emisi GRK di
sektor perhubungan, dengan melakukan kerjasama internasional khususnya perencanaan
yang komprehensif terkait dengan aksi mitigasi dan adaptasi sektor transportasi.

Sampai dengan saat ini, untuk sektor transportasi cenderung fokus pada aksi mitigasi yaitu
pengurangan emisi GRK dengan menggunakan pendekatan ASIF (Avoid, Shift, Improve, and
Fuel use). Avoid (mengurangi perjalanan yang menggunakan kendaraan), Shift (berpindah
menggunakan angkutan umum yang ramah lingkungan), improve (meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan bakar dengan adanya teknologi), and fuel use (menggunakan bahan bakar
yang lebih irit atau jenis bio). Sedangkan, untuk kasus di Indonesia, aksi adaptasi juga
diperlukan. Upaya adaptasi perubahan iklim dalam pengembangan sektor transportasi, dapat
dilakukan melalui protection (pembuatan konstruksi baru sebagai bangunan pelindung),
retrofiting (perbaikan dan perkuatan bangunan yang telah ada), redesign (merancang dan
membangun bangunan baru), dan relocation (memindahkan ke lokasi baru).

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Kementerian Perhubungan


selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada Side Event GIZ: “From Ambition to
Action: Decarbonizing Transport in Germany and Abroad”

i. Side event GCA: Transport Day Opening Session: Setting the scene and achieving the
future goals.

Sesi Pembukaan akan mengatur konteks Hari Tematik Transportasi dan akan berfokus pada
kebutuhan untuk meningkatkan tindakan dan ambisi mengenai transportasi dan perubahan
iklim. Panel ini menyoroti peran penting yang dimainkan pemerintah dan maupun non
pemerintah di suatu wilayah.

52
j. Side event GCA : Policy Making and Target Settings in Transport
Dengan proyeksi meningkatnya permintaan transportasi, tujuan Paris Agreement tidak dapat
dicapai tanpa pengurangan emisi transportasi yang signifikan. Menetapkan target
pengurangan emisi adalah langkah pertama menuju jalur pengembangan transportasi
pengurai. Dalam side event ini dipaparkan kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dilakukan
oleh beberapa negara.

k. Side event GCA: Transport initiatives : Scaling up action and ambition on transports;
Shifting personal mobility through innovations in transport technologies, systems and
integrated planning.
Panel ini membahas kebijakan energi, bahan bakar, emisi dan jalan kaki. Transport initiatives
telah meningkatkan aksi pada semua moda transportasi dan menyatukan dalam rangka
mengatasi perubahan iklim. Panelis dalam panel ini antara lain: Rasmus Valanko (Director of
Climate & Energy, World Business Council for Sustainable Development), Brownen Thornton
(Chief Executive Officer, Walk 21); dan Niclas Sveningsen (Manager Strategy and Relationship
Sustainable Development, UNFCCC). Dalam diskusi panel ini disampaikan hal yang terkait
dengan alternatif bahan bakar yang dapat digunakan dalam sektor transportasi (listrik, biofuel
dan biogas) sebagai upaya memenuhi tujuan iklim dalam mengurangi emisi, membahas
pentingnya berjalan kaki (walking) sebagai salah satu alternatif dalam mereduksi emisi, upaya
menjaga jangkauan jarak dalam transportasi umum serta menciptakan akses yang mudah bagi
masyarakat terkait dengan transportasi umum.

l. Shifting personal mobility through innovations in transport technologies, systems and


integrated planning
Pengurangan emisi karbon dalam transportasi perkotaan memerlukan gabungan kebijakan
dan tindakan yang akan menargetkan perubahan pada kedua pola teknologi dan mobilitas.
Tren terbaru di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa perilaku perjalanan dapat digeser
untuk bergantung lebih sedikit pada mobilitas pribadi melalui inovasi teknologi, perencanaan
kota, layanan transportasi umum, dan sistem transportasi berkelanjutan. Panelis dalam
kegiatan ini antara lain: Park Won Soon (Mayor of Seoul, Korea), Gunnar Heipp (Head of
Strategy and Planning, Munich’s Public Transport Company, Germany) Mauricio Rodas (Mayor
of Quito), Nilesh Prakash (Director of Climate Change, Ministry of Economy, Fiji) dan Pex
Langenberg (Vice Mayor of Rotterdam).

Dalam diksusi panel ini, para panelis menyampaikan upaya-upaya yang dilakukan di masing-
masing kota di beberapa negara dalam rangka upaya menggeser paradigma masyarakat yang
mobilisasinya masih mengandalkan berkendaraan pribadi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh
kota-kota, seperti: California, Thswane, Quito dan Oslo sebagaimana disampaikan oleh para
panelis terdiri dari upaya keuangan dan sarana prasarana. Dalam aspek keuangan, tantangan
utama terkait pembiayaan maupun investasi dalam mendukung transportasi yang ramah
lingkungan, oleh karena itu perlu upaya menciptakan atmosfir politik yang kondusif dalam
mendukung hal tersebut serta dengan skema investasi multistakeholders. Aspek lainnya

53
adalah terkait dengan sarana dan prasarana, beberapa upaya yang telah dilakukan melalui
inovasi teknologi, perencanaan kota, layanan transportasi umum, dan sistem transportasi
berkelanjutan antara lain: pengembangan infrastruktur, komitmen membangun infrastruktur
publik, implementasi mobil listrik dan hybrid, menyediakan SPBU gas; charging station untuk
mobil listrik; free parking and free charging pada simpul-simpul transportasi umum dan pusat
kota, sehingga dapat melakukan park and ride system.

m. GCF Side Event : Proofing the Concept

Event dipandu oleh Frances Seymour (WRI) selaku moderator, yang merupakan lead author
buku berjudul: Why Forests? Why Now? The Science, Economics, and Politics of Tropical
Forests and Climate Change. Event dibuka dengan presentasi pengantar, yaitu dari GCF
Secretariat dan dari GCF Board. Selanjutnya panelis dari Peru, Indonesia, Jerman, Ecuador,
Jepang, DRC, dan Norway diundang untuk memberikan pandangan masing-masing
negaranya terkait dengan beberapa hal, yaitu: 1) gap antara kebutuhan negara REDD+ dengan
pendanaan yang saat ini tersedia, dan bagaimana mengisi gap tersebut; 2) pandangan
mengenai masa depan pendanaan REDD+; 3) peran swasta dalam REDD+ financing; dan 4)
harapan terhadap GCF untuk result-based payment (RBP) untuk REDD+.

DELRI yang diwakili oleh Kasubdit REDD+, KLHK menyampaikan bahwa tantangan yang
dihadapi selama ini diantaranya adalah ketidaksesuaian antara apa yang ditawarkan oleh
mitra/donor, dengan apa yang dibutuhkan oleh negara REDD+. Selain itu juga seringkali
requirement dari negara donor yang melebihi aturan yang semestinya (guidance internasional
dari keputusan COP UNFCCC), sehingga menyulitkan negara berkembang. Indonesia
mengharapkan GCF dapat meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas-tugasnya untuk
memfasilitasi pendanaan REDD+, termasuk diantaranya menyediakan template dan guidelines
untuk penyusunan proposal result-based payment for REDD+. Dalam penutupan, moderator
menyimpulkan bahwa dari diskusi dan mempertimbangkan progres yang telah dicapai GCF,
terbukti bahwa : “REDD+ is still alive”, dan GCF juga membuka peluang bagi keterlibatan sektor
swasta dalam pendanaan REDD+.

Kepala Subdit REDD+, KLHK selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada Side
Event GCF: Proofing the Concept

54
n. NDC Partnership Forum dan Breakout session: Landing the NDCs at the local level;

Pertemuan NDC Partnership dilaksanakan secara rutin setiap tahun dengan tujuan untuk
berbagi informasi tentang kegiatan Partnership terakhir serta pelaksanaan NDC di berbagai
negara. Pertemuan dibagi ke dalam:

Sesi Pembukaan, Synergies between the NDC Partnership and Other Flagship Initiatives dan
Looking ahead to 2018 Sesi Breakout dengan tema sesi break-out: Building Whole-of-
Government Approaches To NDC Partnership, Equipping Policy Officers to Embed Climate
Action in their Development Plan, Accelerating Progress through enhanced synergies with the
SDGs, Using budgetary processus to advance NDCs dan Landing the NDC at the Sub-National
Level.

Pada sesi break-out, Dirjen PPI menjadi pembicara tunggal karena pembicara dari Pakistan
tidak dapat hadir. Disampaikan pengalaman Indonesia dalam menurunkan target NDC ke
tingkat sub-nasional dalam konteks teknis, kelembagaan dan koordinasi. Disampaikan pula
tantangan dari sisi integrasi kebijakan dan peran perguruan tinggi.

Perwakilan Delegasi Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada NDC
Partnership Forum dan Breakout session: Landing the NDCs at the local level

55
o. Paviliun Thailand dengan tema: “REDD+ Experiences and Challenge from Readiness to
Results based Payment”.

Presentasi para panelist dari Indonesia, Cambodia, DRC, Malaysia, Brazil, Republik Dominika,
dan GCF Secretariat. Para panelis menyampaikan pengalaman dalam mempersiapkan
implementasi REDD+ dan tantangan dalam mencapai result-based payment. Perwakilan GCF
Secretariat menyampaikan progres GCF dalam memfasilitasi result-based payment untuk
REDD+, sebagai pelaksanaan mandat keputusan COP UNFCCC.

Dirjen PPI selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada salah satu sesi
dalam Paviliun Thailand

p. Paviliun Thailand dengan tema “Capacity Building on Climate Change in Indonesia: Gaps
and Needs”.

Dalam tema sesi Capacity Building on Climate Change in Indonesia, DELRI diwakili oleh
Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menyampaikan paparan dengan judul di atas. Dalam paparannya, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan informasi mengenai tantangan dari
implementasi peningkatan kapasitas perubahan iklim di Indonesia, kebutuhan CBTNA
roadmap serta aktivitas peningkatan kapasitas perubahan iklim di Indonesia.

Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, KLHK selaku perwakilan DELRI
menyampaikan paparan pada Paviliun Thailand

56
q. Paviliun Jepang dengan tema “Mitigation in Indonesia – Lesson Learnt from
Implementation and Relevant Cooperation on Low Carbon Development and Joint
Crediting Mechanism”.

JICA mengundang Kemenko Perekonomian dan Kementerian ESDM untuk berpartisipasi pada
salah satu side event di Japan Pavilion dengan tujuan untuk memberikan informasi terkini
mengenai kebijakan dan tindakan mitigasi di Indonesia, termasuk pelaksanaan JCM serta hasil
kerja sama Kemenko Perekonomian dengan JICA terkait pembangunan rendah karbon di
Indonesia.

Hal-hal yang dibahas
Dalam sesi presentasi, diisi oleh 3 (tiga) orang pembicara sebagai
berikut:

- Direktur Konservasi Energi, Kementerian ESDM, memberikan paparan mengenai kebijakan


sektor energi Indonesia dalam rangka mendukung implementasi NDC.
- Kepala Sekretariat JCM Indonesia menyampaikan perkembangan terakhir terkait
implementasi JCM di Indonesia. 

- Sedangkan narasumber dari JICA, Mr. Jun Ichihara, 
memberikan penjelasan mengenai hasil
yang telah dicapai dari kerjasama dengan JICA. 


Perwakilan Kementerian ESDM dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada salah satu
sesi dalam Paviliun Jepang

r. Paviliun Jerman dengan tema “Implementation of the Paris Agreement in the Field of
Agriculture”.
Dalam salah satu sesi di Paviliun Jerman, DELRI diundang untuk menyampaikan informasi
mengenai NDC khususnya dalam sektor pertanian di Indonesia. DELRI diwakili oleh peneliti
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian yaitu Dr Bess
Tiesnamurti MSc. Dalam paparannya, DELRI menyampaikan tentang implementasi NDC di
sektor pertanian yang terdiri dari:
a. Varitas padi rendah emisi
b. Pengelolaan kotoran ternak

57
c. Feed suplement untuk sapi potong
d. Pengelolaan air yang efisien

Dalam diskusi yang muncul antara lain adalah beberapa concern tentang: (1). Upaya
pemerintah negara untuk menyediakan kecukupan pangan bagi penduduknya, (2). Pelaku
budidaya pertanian hendaknya memperhatikan keberlanjutan usaha, (3). Generasi muda
hendaknya dilibatkan dalam proses pertanian berkelanjutan (4). Penyediaan pangan sampai di
meja bukan hanya tanggung jawab petani, namun para pihak terkait.

Peneliti pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian selaku
perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada Paviliun Jerman

s. Paviliun Jerman dengan tema Fishing for Resilience : Importance of Oceans for Coastal
Communities for Climate Change, Conservation and Livelihood’.
Dalam salah satu Sesi Paviliun Jerman, DELRI yang diwakilkan oleh Kepala Badan Riset dan
Sumbrdaya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan isu utama yang
terjadi pada perikanan skala kecil dan bagaimana pengelolaan perikanan skala kecil yang baik
akan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan ekonomi nasional dan memberikan
kesejahteraan kepada masyarakat.

Kepala Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku perwakilan
DELRI menyampaikan paparan pada Paviliun Jerman

58
t. Paviliun Nordic dengan Tema “Blended finance for Climate Action ; How to mobilize
commercial finance at scale”

Pertemuan ini diselenggarakan oleh OECD dan Business & Sustainable Development
Commission's Blended Finance Taskforce bertujuan untuk mengeksplorasi tindakan
transformatif untuk meningkatkan pembiayaan komersial. Dalam sesi diskusi panel ini, Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman menjadi salah satu pembicara kunci dalam diskusi panel
dengan eminent person lainnya Norway, Luksemburg, GCF, dan OECD.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dalam Diskusi Panel pada


Paviliun Nordic
u. Paviliun ICLEI dengan tema Southeast Asian Cities towards Low Carbon and Resilient Urban
Development
Dalam sesi Paviliun ICLEI dengan tema di atas, DELRI diwakili oleh Dirjen PPI, KLHK dan Deputi
Gubernur Provinsi DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Pemerintah DKI
Jakarta menyampaikan paparan mengenai inisiasi-inisiasi yang dilakukan Pemerintah
Indonesia dalam mendukung penurunan emisi di perkotaan. Dalam paparannya, Dirjen PPI
menyampaikan bahwa sektor energi dalam NDC telah meng-adress emisi yang dikeluarkan
dari perkotaan, selain itu hal ini juga disinggung dalam sektor waster yaitu solid dan domestic
waste. Selain itu juga disampaikan mengenai vurnerability dalam konteks jakarta mecakup di
adaptasi di kesehatan dan kenaikan permukaan laut.

Dirjen PPI, KLHK dan Perwakilan Pemerintah DKI selaku perwakilan DELRI menyampaikan paparan pada
Paviliun ICLEI dengan tema Southeast Asian Cities towards Low Carbon and Resilient Urban Development

59
v. Paviliun UNDP dengan tema Enhancing MRV System for NDC

Side event ini diselenggarakan dengan kerjasama antara WRI, UNDP, dan juga GIZ. Dalam sesi
tersebut, DELRI yang diwakili oleh Kasubdit MRV Sektor Lahan, KLHK menyampaikan share
pengalaman (diskusi panel-pembicara) untuk pembangunan MRV, melalui pertanyaan:

 What are some of the ways you think you can build upon your existing MRV system to
track progress towards achieving NDC goals? (in terms of the M, the R, or the V)?
 How do you make the information gathered through the MRV system accessible to
national stakeholders? Can you share examples where this helped to increase political buy-
in and stakeholder engagement for climate policy and action?

Kasubdit MRV Sektor Berbasis Lahan, KLHK selaku perwakilan


DELRI menyampaikan paparan pada Paviliun UNDP dengan tema
Enhancing MRV System for NDC

60
7
PAVILIUN INDONESIA

Pada tahun COP23 UNFCCC, sebagaimana seperti tahun-tahun sebelumnya, Indonesia


menyelenggarakan Paviliun dengan mengambil tema: “A Smarter World: Collective Actions for
A Changing Climate”. Paviliun Indonesia bertujuan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat internasional, sebagai upaya soft diplomacy, atas kebijakan, inovasi, dan kegiatan
pengendalian perubahan iklim yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh Indonesia.
Kegiatan ini terdiri dari aksi-aksi perubahan iklim domestik, dan juga diskusi mengenai
perubahan iklim, dengan pembicara tingkat nasional maupun internasional. Berikut
merupakan poin-poin singkat mengenai penyelenggaraan Paviliun Indonesia pada COP23
UNFCCC.

 Pembukaan

Pembukaan Paviliun Indonesia dilaksanakan pada hari Senin, 6 November 2017 oleh Direktur
Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Dr. Nur Masripatin, bersama Penanggung Jawab
Paviliun Indonesia COP-23, Dr. Agus Justianto, pada pkl. 12.30. Sesi pembukaan Paviliun
Indonesia ini ditandai dengan pemukulan gong serta pemotongan tumpeng. Sesi pembukaan
Paviliun Indonesia terbuka untuk umum dan dihadiri oleh Negara Pihak, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri.

Sesi Pembukaan Paviliun Indonesia oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dan
Staf Ahli MenLHK Bidang Ekonomi Sumberdaya Alam

 Eminent person / High-level Person

Paviliun Indonesia pada COP23 dihadiri oleh sejumlah eminent persons yang berasal dari
dalam dan luar negeri, beberapa di antaranya adalah: Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat,
Al Gore, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, H.E Ms. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan
Hidup Jepang, Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Australia, Menteri Lingkungan Hidup Fiji,

61
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman H.E Mr. Luhut B. Pandjaitan, Menteri PPN/Kepala
Bappenas, H.E Mr. Bambang Brodjonegoro, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian
Perubahan Iklim, H.E Mr. Rachmat Witoelar, serta perwakilan Dewan Perwakilan dari Komisi IV
dan VII, Mr. Satya Widya Yudha (Wakil Ketua DPR Komisi VII) dan Mr. Roem Kono (Wakil Ketua
DPR Komisi IV). Eminent persons tersebut menghadiri beberapa sesi high level session yang
diselenggarakan di Paviliun Indonesia.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dan
Menteri PPN/Kepala Bappenas pada High-Level Session Paviliun Indonesia

Wakil Ketua DPR RI Komisi IV dan Komisi VII pada High-Level Session Paviliun Indonesia

Salah satu sesi high level session diisi oleh Al Gore sebagai salah satu pembicara, yang
memberikan keynote speech pada hari Jumat, 10 November 2017, pkl. 14.00 – 14.30. Peserta
yang menghadiri high-level session tersebut diperkirakan berjumlah sekitar 250 orang, jauh
melebihi dari kapasitas tempat duduk Paviliun Indonesia yang hanya berkapasitas 100 orang.
Highlevel session tersebut menjadi perhatian bagi banyak peserta yang menghadiri Bonn
Zone, sebagai tempat pelaksanaan Paviliun Indonesia di COP23 UNFCCC.

62
Al Gore, Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat pada sesi Eminents Person Message to the
World, dan Masaharu Nakagawa, Menteri Lingkungan Hidup Jepang pada sesi Low Carbon
Development Plan Indonesia: Steps towards Its Implementation

 Sesi Diskusi Panel

Telah diselenggarakan 48 Sesi Diskusi Panel dengan pembicara dari berbagai kalangan
nasional dan internasional yang berjumlah 200 pembicara, yang berasal dari kalangan
masyarakat, pemerintah daerah, NGO dan Swasta, Kementerian/Lembaga, sampai kepada
high-level person.

Gubernur Sumatra Selatan dan Bupati Mappi


sebagai pembicara pada salah satu sesi diskusi panel

a. Materi diskusi panel Minggu I diantaranya adalah Interfaith Dialog, Gender and Climate
Change, Youth, Parlemen, Restorasi Gambut, Hasil Hutan Kayu (SVLK) dan Non Kayu
(Bambu, Aren), REDD+, Peatland and Mangrove Ecosystem, Financing untuk Climate
Change serta Coastal Management serta Social Forestry.
b. Materi Minggu II diantaranya adalah tentang Marine Plastic Debris, NDC dan SDGs, Aksi
di Provinsi dan Kabupaten, tradisional wisdom serta peran masyarakat local, serta
kerjasama ASEAN, Asia-Pasific dan kerjasama Bilateral lainnya, Renewable Energy.

63
Suasana Kegiatan Paviliun Indonesia
Rata-rata tingkat keterisian tempat duduk sekitar 70%, setengah dari Negara Luar, sisanya
berasal dari Indonesia.

 Art performances

Selain sesi diskusi, Paviliun Indonesia juga diisi oleh penampilan seni sebagai salah satu
showcase budaya Indonesia. Telah ditampilkan berbagai tarian tradisional Indonesia: Tari
Japong (Bali), Teruna Jaya (Bali), Tari Saman (Aceh), Tari Ramayana (Bali), serta pertunjukan
angklung pada acara pembukaan Paviliun Indonesia.

 Publikasi

Kegiatan Paviliun Indonesia telah dipublikasikan harian, melalui media cetak (via Kantor Berita
Antara) sebanyak 28 berita, media online sebanyak 48 berita, dan akun social media Paviliun
Indonesia (facebook dan twitter) serta website Paviliun Indonesia dengan alamat
www.indonesiaunfccc.com.

Suasana Kegiatan Paviliun Indonesia

64
 Evaluasi dan Komentar

o Pada setiap sesi telah dibagikan form evaluasi untuk mendapatkan masukan
terhadap materi substansi yang dipresentasikan pada setiap sesi.
o Sedangkan komentar tentang Paviliun Indonesia juga sudah diperoleh dari para
peserta yang sebagian besar menyatakan bahwa Paviliun Indonesia sangat
menarik, informatif serta atraktif.

 Penutupan Kegiatan

Penutupan Paviliun Indonesia ditutup oleh Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
pada hari Jumat, 17 November 2017, pukul 12.00. Pada acara tersebut ditampilkan pertunjukan
seni budaya pada penutupan serta diakhiri dengan tarian serta tari Poco-poco dan tari
Maumere interkasi dengan penonton.

65
8
TINDAK LANJUT

8.1. Fokus Pembahasan ke Depan

Terdapat beberapa catatan penting yang akan menjadi fokus pembahasan ke depan dan
memerlukan perhatian lebih lanjut, antara lain:

1. Mitigasi: pembahasan mengenai pengaturan NDC melalui pengembangan Guidance


(dalam hal feature, information CTU, dan accounting) dan siklus NDC setelah tahun 2025
dan/atau 2030 masih bernuansa perdebatan keras mengingat masih adanya perbedaan
pendapat mengenai aspek diferensiasi dan scope dari NDC itu sendiri. Walaupun begitu,
Parties pada dasarnya memiliki pemahaman yang sama bahwa pengaturan tersebut akan
berlaku untuk NDC Kedua dan NDC selanjutnya. Diperlukan pengkajian mengenai
implikasi penerapan Guidance tersebut dengan mempertimbangkan kesiapan Indonesia
yang memerlukan beberapa pengkondisian (enabling environment) yang akan menjamin
kelancaran penerapan guidance dimaksud untuk kelancaran implementasi NDC.

2. Adaptasi: Agenda adaptasi yang dibahas selama persidangan mencakup pengembangan


pedoman Adaptation Communication yang menjadi salah satu mandat Paris Agreement,
laporan Adaptation Committee, National Adaptation Plans (NAPs), Nairobi Works
Programme (NWP) serta Loss and Damage (LaD). Hasil persidangan secara umum
mengarah kepada upaya penguatan adaptasi perubahan iklim dalam kerangka
implementasi konvensi perubahan iklim. Kemajuan yang dicapai untuk pedoman
Adaptation Communication tercantum dalam Informal Note dari Co-Facilitator yang
menjabarkan draft heading/sub-heading hasil masukan dan diskusi parties. Disepakati
bahwa dokumen yang dihasilkan akan menjadi dasar untuk pembahasan muatan
pedoman yang lebih rinci pada persidangan selanjutnya. Pandangan negara maju dan
negara berkembang mengenai struktur dan isi pedoman yang akan disusun belum
sepenuhnya sama.

Perundingan di bawah agenda WIM Excom Report terbentuk pada 3 isu divergen utama,
yaitu: i) Keberadaan WIM sebagai agenda permanen di bawha SBs; ii) Pembentukan expert
group terkait action and support; iii) Mobilisasi sumber daya dan pendanaan. Lewat
pertemuan bilaeral yang difaslitasi oleh co-fasilitator serta arahan yang diberikan COP
Presidency kepada Kelompok Negara dan internal high level consultation oleh beberapa
sub-group G77+China, akhirnya disepakati landing zone bagi ketiga isu tersebut, yaitu: i)
Pelaksanaan expert dialogue terkait workstream action and support di SBs 48, yang dapat
mengisi kekosongan pembahasan WIM di sesi intercessional sampai 2020, saat
pelaksanaan review menyeluruh; ii) Mendorong Excom untuk berkolaborasi dengan
relevant bodies di bawah Konvensi dan Paris Agreement dalam upaya impelementasi
workstream action and support, termasuk dalam mempertimbangkan mandat serta

66
komposisi dari Expert Group yang sudah ada mapun yang akan dibentuk kedepannya,
sebagai celah potensi pembentukan Expert Group khusus terkait action and support.

3. Transparansi: Persidangan telah mengidentifikasi elemen-elemen untuk modlaitas,


prosedur dan pedoman kerangka tranaparansi aksi dan sumberdaya (support) yang
dituangkan dalam Informal note. Pembahasan pada sesi persidangan selanjutnya agar
difokuskan pada elemen lebih rinci terkait modalitas, prosedur dan pedoman kerangka
tranaparansi aksi dan sumberdaya (support) sebagaimana diamanatkan dalam Article 13
Paris Agreement.

Pembahasan modalitas dan prosedur untuk public registry NDC (terkait article 4 Paris
Agreement) dan juga Adaptation Communication (Article 7 Paris Agreeent), melanjutkan
pembahasan pada SBI 48 (April-Mei 2018), dengan membahas informal note yg sudah
disiapkan oleh Co-facilitator dengan pertimbangan Negara Pihak pada saat negosiasi dan
juga submisi. Fokus yang perlu disiapkan Indonesia adalah terkait proposal yang masih
menjadi perbedaan pandangan dan juga elemen-elemen dari modalities, role, procedures
dan juga navigation.

Disamping itu, pembahasan identifikasi sumber-sumber input dan pengembangan


modalitas global stock-take terkait Article 14 Paris Agreement, pada persidangan APA sesi
selanjutnya akan difokuskan untuk menghasilkan struktur final, elemen kunci dan
perangkat pelaksanaan untuk operasionalisasi global stocktake. Selain itu, pembahasan
tentang equity akan merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan bagaimana meng-
incorporate equity kedalam global stock-take dan bagaimana bentuk operasionalisanya.
4. Peningkatan Kapasitas: Peningkatan kapasitas merupakan isu penting karena menjadi
prasyarat untuk dapat terlaksananya aksi-aksi perubahan iklim dalam rangka pelaksanaan
Paris Agreement. Karena itu, isu ini dalam negosiasi perlu senantiasa dikawal. Paris
Committee on Capacity Building (PCCB) merupakan bentukan penting di bawah UNFCCC
untuk melaksanakan Paris Agreement, terutama untuk mengidentifikasi kesenjangan dan
kebutuhan peningkatan kapasitas dalam rangka pelaksanaan aksi pra 2020. Karena itu,
PCCB perlu mendapat dukungan dari semua pihak, serta semua segmen masyarakat
dalam menerapkan rencana kerjanya. Dukungan bagi PCCB termasuk kecukupan
dukungan finansial, agar rencana kerja PCCB dapat terlaksana.

5. Teknologi: Berkaitan dengan teknologi, Technology Framework yang sudah mulai


dijabarkan sejak SBSTA 45 dan dilanjutkan pada SBSTA 46 ini sangat penting untuk
memberikan arahan bagi Technology Mechanism. Diharapkan tidak ada kemunduran
(setback) mengenai hal-hal yang sudah dibahas dan diputuskan. Sekretariat akan
mengeluarkan draft Technology Framework pada tanggal 15 Maret 2018 untuk dibahas
pada SBSTA 48. Pada sesi SBSTA tersebut akan terus dilakukan penjabaran terhadap
Technology Framework, dan diharapkan akan didapat kemajuan yang berarti. Technology
Framework selanjutnya akan menentukan pola serta kelancaran dukungan alih teknologi

67
dari negara maju kepada negara berkembang. Hal ini secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap implementasi PA secara global, regional maupun nasional.
Berkaitan dengan Technology Mechanism, dalam hal ini Technology Executive Committee
(TEC) dan Climate Teechnology Center and Network (CTCN), diharapkan dengan
dilakukannya review terhadap kegiatan TEC dan CTCN selama empat tahun pertama (2012
– 2016), Indonesia bisa memanfaatkan dukungan alih teknologi sesuai kebutuhan
Indonesia. Untuk itu, maka permasalahan kekurangan pendanaan yang dihadapi CTCN
harus diselesaikan.

6. Pendanaan Iklim: Isu finance yang cukup penting pada COP23 UNFCCC ini adalah
Penyusunan Pedoman untuk GEF dan GCF oleh COP. Beberapa isu yang menjadi
perdebatan pada GCF, sebagai operating entity dari mekanisme pendanaan dibawah
kerangka UNFCCC, mencakup eligibility criteria, Privileges and Immunities (P&I), dan
mainstreaming pengelolaan aset GCF. Sementara isu penting pada GEF mencakup:
alokasi pendanaan untuk focal area, eligibility criteria, dan instrument pendanaan. Untuk
dapat meningkatkan manfaat dari akses pendanaan GCF dan GEF, Indonesia, khususnya
NDA GCF dan OFP GEF, perlu terus melakukan evaluasi dan pembenahan sesuai dengan
Pedoman GCF dan GEF ini akan dikeluarkan oleh COP. Hasil pembahasan menjadi dasar
penyusunan strategi pemanfaatan pendanaan, khususnya pada siklus GEF-7
Replenishment yang dimulai Juni 2018 dan evaluasi untuk penyusunan pedoman GEF dan
GCF berikutnya.

Selain isu, GEF dan GCF, isu pendanaan iklim lainnya yang cukup penting adalah
Adaptation Fund mengingat Adaptation Fund merupakan salah satu pendanaan yang
direct access dan full grant untuk adaptasi untuk negara berkembang, termasuk
Indonesia sebagai negara yang memiliki beberapa pulau kecil yang cukup rentan
terhadap dampak perubahan iklim. Pada COP23 UNFCCC, khususnya dibawah agenda
pembahasan CMP 7(a) mengenai Report Adaptation Fund Board, pembahasan isu AF
cukup sulit mencapai kesepakatan, antara lain, terkait dengan sekuensi AF serve Kyoto
Protocol ke Paris Agreement, model pendanaan AF yang full grant, dan sumber
pendanaan AF. Pembahasan isu AF pada CMP agenda 7 (a) tentunya harus tetap
mempertimbangkan pembahasan AF pada APA-8 yang sedang membahas konsep
institutional arrangement, operating modalities for AF to serve PA, termasuk sumber
pendanaannya. Untuk itu, Indonesia perlu mempersiapkan posisi lebih tajam atas isu-
isu tersebut agar Indonesia sebagai penerima manfaat AF tetap mendapatkan manfaat
yang optimal ketika AF serve Paris Agreement.

7. Article 6 of the Paris Agreement: Isu terkait Article 6 Paris Agreement yang membahas
kerjasama dalam implementasi NDC menekankan perlunya mempersiapkan dokumen
berisikan draft elemen-elemen dari panduan mengenai cooperative approaches untuk
persidangn selanjutnya. Panduan yang dihasilkan akan menjadi guidance yang berlaku
untuk keseluruhan Article 6 Paris Agreement, sehingga perlu ditindaklanjuti untuk
persidangan SBTA ke-48 pada bulan Mei 2018.

68
8. Compliance: kemajuan pembahasan akan sangat tergantung perkembangan
pembahasan di berbagai agenda items lain mengingat linkage antara Komite Compliance
dengan mekanisme lain PA merupakan salah satu inti dari modalitas Komite. Beberapa isu
utama lainnya adalah terkait trigger serta aplikasi prinsip diferensiasi dan national
capabilities and circumstances.
9. Response Measures: Persidangan telah menyepakati perlunya peningkatan kapasitas
untuk memahami dampak lintas batas dari response measure negara maju terhadap
negara berkembang. Negara pihak diminta submisinya sampai dengan 30 Maret 2018
tentang improved forum untuk Desember 2018 dan work program untuk SB 48.

10. Research and Systematic Observation (RSO): Negara pihak terutama negara
berkembang diminta untuk melakukan peningkatan systematic observations secara
berkelanjutan, diantaranya terkait peran laut dalam perubahan iklim global dan prediksi
cuaca ekstrim. Untuk persidangan tahun 2018 perlu disiapkan rancangan keterkaitan hasil
RSO berupa review secara periodic dari long-term global goal dibawah Konvensi
Perubahan Iklim dengan penyiapan global stock-take dibawah Paris Agreement.

11. Gender and Climate Change: Gender Action Plan (GAP) atau Rencana Aksi Gender yang
dihasilkan akan mendukung pelaksanaan berbagai keputusan dan mandat terkait gender
di bawah proses UNFCCC. GAP yang berisi bidang prioritas, kegiatan kunci dan
indikatornya, waktu pelaksanaan, dan aktor kunci yang terlibat, serta usulan topik-topik
untuk workshop tahun 2018 dan 2019 memiliki relevansi dengan kebutuhan Indonesia
untuk mempercepat pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam berbagai kebijakan
dan program perubahan iklim dengan mempertimbangkan kebutuhan dan peran
kelompok rentan.

12. Pertanian: Persidangan terkait pertanian akan melanjutkan pembahasan pada


persidangan SBSTA 48 (April– May 2018) mengenai basis dari elemen-elemen untuk
possible draft decision mengenai isu-isu terkait pertanian. Untuk persidangan SBSTA 48,
Negara pihak selambatnya tanggal 31 Maret 2017 diminta menyampaikan pandangan
mengenai metode dan pendekatan untuk mengkaji adaptasi, adaptasi co-benefits dan
resilience; perbaikan karbon dan kesuburan tanah grassland dan cropland melalui sistem
terintegrasi, termasuk pengelolaan air; perbaikan penggunaan nutrient dan pengelolaan
kotoran ternak, perbaikan system pengelolaan peternakan, dan aspek sosial ekonomi dan
ketahanan pangan akibat perubahan iklim di sektor pertanian.

13. Local Communities and Indigenous Peoples Platform: DELRI berhasil menjadikan
keseimbangan antara Local Communities dan Indigenous Peoples sebagai posisi bersama
G77. Pembahasan ke depan perlu memastikan bahwa perbedaan national circumstances
akan menghasilkan perbedaan aplikabilitas Deklarasi Indigenous Peoples.

69
8.2. Permintaan Submisi kepada Negara Pihak

Berdasarkan 29 Keputusan COP23/CMP13/CMA1.2 UNFCCC, terdapat 11 call for submission


dalam beberapa kelompok isu, dengan rincian sebagai berikut:

No. FORUM JUDUL SUBMISI


Agenda
Item
1. COP23 ai4 Preparations for the Invites Parties to submit via the submission portal2 by
(SBI ai 13) implementation of the Paris 1 May 2018 additional information on progress in
Agreement and the first session of implementing decision 1/CP.21, section IV: enhanced
the Conference of the Parties action prior to 2020
serving as the meeting of the
Parties to the Paris Agreement

Ref: Decision 1/CP.23 atau


Fiji Momentum for Implementation
2. COP23 Issues relating to agriculture Invites Parties and observers to submit,2 by 31 March
ai 3a (2) (recommendation for COP dec on 2018, their views on elements to be included in the
(SBSTA ai “Issues relating to agriculture”) work referred to in paragraph 1 above for
7) Known Koronivia Joint Work on consideration at the forty-eighth session of the
Agriculture subsidiary bodies (April–May 2018), starting with but
not limited to the following:
Ref: FCCC/SBSTA/2017/L.24/Add.1 (a) Modalities for implementation of the outcomes of
atau Koronivia joint work the five in-session workshops on issues related to
on agriculture agriculture and other future topics that may arise from
this work;
(b) Methods and approaches for assessing adaptation,
adaptation co-benefits and resilience;
(c) Improved soil carbon, soil health and soil fertility
under grassland and cropland as well as integrated
systems, including water management;
(d) Improved nutrient use and manure management
towards sustainable and resilient agricultural systems;
(e) Improved livestock management systems;
(f) Socioeconomic and food security dimensions of
climate change in the agricultural sector.
3. COP23 ai Report of the Executive  Invites Parties, observers and other stakeholders
7 Committee of the Warsaw to submit, by 15 February 2018, their views in the
(Joint International Mechanism for Loss context of activity 1(a) of strategic workstream (e)
agenda and Damage associated with of the five-year rolling workplan of the Executive
SBI ai13 & Climate Change Impacts Committee
SBSTA (recommendation for COP dec on
ai5) “ Warsaw International
Mechanism for Loss and Damage
associated with Climate Change
Impacts”)

70
No. FORUM JUDUL SUBMISI
Agenda
Item
Ref: FCCC/CP/2017/L.5 atau Warsaw
International Mechanism for Loss
and Damage associated with
Climate Change Impacts
4. COP23 ai Report of the Executive  Invites Parties, relevant organizations and other
7 Committee of the Warsaw stakeholders to submit to the secretariat, by 1
(Joint International Mechanism for Loss February 2019, their views and inputs on possible
agenda and Damage associated with elements to be included in the terms of reference
SBI ai13 & Climate Change Impacts for the review of the Warsaw International
SBSTA (recommendation for COP dec on Mechanism referred to in decision 4/CP.22,
ai5) “ Warsaw International paragraph 2(d) taking into account the outcomes
Mechanism for Loss and Damage of the implementation of the work of the Executive
associated with Climate Change Committee, for consideration by the subsidiary
Impacts”) bodies at their sessions to be held in June 2019

Ref: FCCC/CP/2017/L.5 atau Warsaw


International Mechanism for Loss
and Damage associated with
Climate Change Impacts
5. COP23 ai Report of the Green Climate Fund Invites Parties to submit their views and
10c to the Conference of the Parties recommendations on elements to be taken into
and guidance to the Green account in developing guidance for the Board of the
Climate Fund Green Climate Fund7 no later than 10 weeks prior to
(recommendation for COP dec on the twenty-fourth session of the Conference of the
“Report of the Green Climate Parties (December 2018)
Fund to the Conference of the
Parties and guidance to the
Green Climate Fund”)

Ref: FCCC/CP/2017/L.8 atau Report


of the Green Climate Fund to the
Conference of the Parties and
guidance to the Green Climate Fund
6. COP23 ai Report of the Global Further invites Parties to submit via the submission
10d Environment Facility to the portal,7 no later than 10 weeks prior to the twenty-
Conference of the Parties and fourth session of the Conference of the Parties
guidance to the Global (December 2018), their views and recommendations
Environment Facility on the elements to be taken into account in
(recommendation for COP dec on developing guidance for the Global Environment
“Report of the Global Facility
Environment Facility to the
Conference of the Parties and
guidance to the Global
Environment Facility”)

Ref: FCCC/CP/2017/L.11 atau Report


of the Global Environment Facility to
the Conference of the Parties and

71
No. FORUM JUDUL SUBMISI
Agenda
Item
guidance to the Global Environment
Facility.
7. SBI47 ai 5 Common time frames for The SBI invited Parties and observers to submit,3 by
nationally determined 31 March 2018, their views on common time frames
contributions referred to in for NDC referred to in Article 4, paragraph 10, of the
Article 4, paragraph 10, of the Paris Agreement, consideration at SBI 48 (April–May
Paris Agreement 2018).

Ref: FCCC/SBI/2017/L.20
8. SBI47 ai Capacity-building in developing The SBI invited Parties and observers to submit, by 16
16a countries under the Convention February 2018, their views on potential topics for the
7th meeting of the Durban Forum on capacity-
Ref: FCCC/SBI/2017/L.24 building, to take place at SBI 48 (April–May 2018), that
are thematically aligned with the 2017–2018 focus
area or theme of the Paris Committee on Capacity-
building
SBI47 ai Capacity-building in developing The SBI invited Parties and observers to submit, by 16
16c countries under the Kyoto February 2018, their views on potential topics for the
Protocol 7th meeting of the Durban Forum on capacity-
building, to take place at SBI 48 (April–May 2018), that
Ref: FCCC/SBI/2017/L.26 are thematically aligned with the 2017–2018 focus
area or theme of the Paris Committee on Capacity-
building.
9. Joint Improved forum and work The SBI and the SBSTA invited Parties and observers to
agenda programme submit,3 by 30 March 2018, their views on the scope
SBI47 of the review of the work of the improved forum that
ai17a & Ref: FCCC/SB/2017/L.7 will take place at the sessions of the SBI and the SBSTA
SBSTA47 taking place in December 2018, in line with the work
ai 9a programme, with a view to informing the in-forum
discussion at their forty-eighth sessions.
10. SBI47 ai Ways of enhancing the The SBI invited Parties and observers to submit,3 by
18 implementation of education, 26 January 2018, their views on the role of ACE and
training, public awareness, public topics for the workshop referred to in paragraph 5
participation and public access to above that can enhance the implementation of ACE
information so as to enhance under the Paris Agreement
actions under the Paris
Agreement

Ref: FCCC/SBI/2017/L.22
11. SBSTA47 Nairobi work programme on 12. The SBSTA requested Parties to consider the
ai 3 impacts, vulnerability and following areas in improving the relevance and
adaptation to climate change effectiveness of the NWP:
(a) How to enhance the engagement of partner
Ref: FCCC/SBSTA/2017/L.25 organizations with the aim of improving the linkages
of their workplans to the themes addressed under the
NWP;
(b) How to ensure that the NWP has delivered on its
mandate, on the basis of Parties’ submissions14 and
experience;

72
No. FORUM JUDUL SUBMISI
Agenda
Item
(c) How to enhance the role of the NWP to be more
relevant to the work of the AC and the LEG as well as
other constituted bodies and relevant workstreams in
the light of the Paris Agreement.

13. The SBSTA agreed to extend the deadline for the


submission of views15 on further improving the
relevance and effectiveness of the NWP from 12
January 2018 to 30 March 2018. The SBSTA invited
Parties,16 NWP partner organizations and other
relevant organizations to also submit their views on
the areas referred to in paragraph 12 above. The
SBSTA noted that those submissions will inform the
review of the NWP at SBSTA 48 (April–May 2018).

8.3. Penyiapan Facilitative Dialogue 2018

COP dengan keputusannya 1 / CP.21, paragraf 20, memberikan mandat untuk "mengadakan
dialog fasilitasi (facilitative dialogue) antara Negara Pihak pada tahun 2018 untuk take-stock
dari aksi kolektif Negara Pihak dalam kaitannya dengan kemajuan menuju tujuan jangka
panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 Paris Agreement dan menginformasikan
persiapan NDC sesuai dengan Pasal 4, paragraf 8, dari Paris Agreement. Berdasarkan masukan
dari Negara Pihak dalam peluncuran Facilitative Dialogue di COP23, Facilitative Dialogue
diharapkan dilaksanakan dengan pendekatan yang bersifat konstruktif, fasilitatif dan
berorientasi pada solusi, tidak mengarah pada diskusi yang bersifat konfrontatif yang dibawa
oleh masing-masing Negara Pihak, serta didasarkan pada cara-cara yang dapat
mempromosikan kerjasama. Dialog akan disusun berdasar tiga topik umum:

a. Dimana kita
b. Ke mana kita ingin pergi?
c. Bagaimana kita dapat mencapainya?

Sebagai tindak lanjut dari diluncurkannya Facilitative Dialogue 2018, Negara Pihak dan Non-
Party Stakeholder diharapkan untuk bekerja sama dalam mengadakan pertemuan acara baik
dalam tingkat lokal, nasional, regional atau global dalam mendukung menyiapkan dan
menyediakan masukan yang relevan terhadap tiga topik umum tersebut.

8.4. Implementasi Paris Agreement dan NDC

1. Strategi NDC

Salah satu langkah awal dalam pengimplementasian NDC di tingkat nasional adalah
penyelarasan NDC dalam program dan kegiatan kementerian terkait untuk Rencana Kegiatan
Pemerintah Tahun 2018 yang diarahkan menuju pencapaian target 10 Prioritas Nasional
Pembangunan, untuk kemudian dikaitkan dengan program dan kegiatan prioritas. Mengingat

73
komitmen mandatori di bawah UNFCCC yang melibatkan seluruh negara pihak seperti dalam
Paris Agreement merupakan hal yang baru bagi Indonesia sebagai negara berkembang, maka
diperlukan strategi untuk mengimplementasikannya yang terbagi ke dalam program-program
dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC
pada setiap periode yang ditentukan. Berikut merupakan strategi implementasi NDC
Indonesia:

I. Pengembangan ownership dan komitmen


II. Pengembangan kapasitas
III. Enabling environment
IV. Penyusunan kerangka kerja dan jaringan komunikasi
V. Kebijakan satu data GRK
VI. Penyusunan kebijakan, rencana dan program (KRP) intervensi
VII. Penyusunan guidance implementasi NDC
VIII. Implementasi NDC
IX. Pemantauan dan review NDC

2. NDC Adaptasi

Sebagai tindak lanjut penyampaian progres dan rencana adaptasi di tingkat nasional. Aksi
adaptasi dalam NDC akan dielaborasi pada tingkat nasional pada acara Festival Iklim di Bulan
Januari 2018 serta formulasi/perumusan National Adaptation Plan di Indonesia.

3. Transparency Framework

Dalam kaitannya dengan transparency framework, tugas domestik mengenai national system
adalah willingness dari semua pihak untuk menjaga data yang masuk di registrasi dan
metodologi yang digunakan berupa pembuatan one data policy dalam data emisi GRK.

74
9
PENUTUP

COP23/CMP13/CMA1.2 telah usai dengan menghasilkan progress, meski dalam beberapa isu
seperti finance belum selesai. Sebagai contoh, agenda Modalities for the accounting of
financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with
Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement, SBSTA47 belum dapat menyelesaikan
mandatnya sebagaimana dalam Decision 1/CP.211. Sehingga disepakati SBSTA harus dapat
menyelesaikan mandat tersebut pada Sesi ke-48 di Bulan Mei 2018 atau sesegera mungkin,
dan menyampaikan hasilnya kepada APA agenda item 5 untuk pembahasan lebih lanjut dan
pengintegrasiannya dalam Transparency Framework.

Pembahasan yang belum selesai terkait Article 9 para 7 of the Paris Agreement merupakan
salah satu contoh refleksi kerja keras Negara Pihak lebih lanjut guna mewujudkan hal-hal
abstrak menjadi hal-hal konkrit sebelum COP24 di Katowice, Polandia tahun 2018. Juga
menjadi pekerjaan rumah lanjutan bagi tiap Negara Pihak untuk dapat menindaklanjuti hasil-
hasil pertemuan di tingkat nasional, sub nasional, dan lokal dengan tugas pertama adalah
meningkatkan kesepahaman berbagai para pemangku kepentingan di Tanah Air terhadap
hasil-hasil pertemuan.

Laporan DELRI dalam menghadiri Pertemuan United Nations Climate Change Conference
COP23/CMP13/CMA1.2 merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesepahaman,
pengetahuan, dan persepsi terkait dengan bahasan-bahasan dalam sesi perundingan, maupun
non-perundingan yang berkaitan dan berdampak penting untuk Indonesia. Laporan DELRI
diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi DELRI untuk terus mengemban misi Pemerintah
Indonesia, dengan mempertimbangkan visi yang dibawa oleh COP Presidency dalam isu
Adaptasi dan Climate Finance, dan juga kepentingan Indonesia.

Selain itu, Laporan DELRI ini merupakan bentuk komunikasi dan desiminasi kepada para
pemangku kepentingan, yang menggambarkan suara kepentingan Indonesia dalam
melakukan negosiasi (baik formal dan informal) selama United Nations Climate Change
Conference berlangsung. Keberhasilan strategi dalam mencapai misi Pemerintah Indonesia
melalui negosiasi dan penjangkauan yang dijalankan oleh DELRI di Bonn dapat diukur melalui
seberapa jauh kepentingan Indonesia terakomodasi ke dalam kesepakatan/keputusan COP-
23, meningkatnya pengakuan atas upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia,

1
The mandate of the SBSTA as set out in decision 1/CP.21, paragraph 57, is to develop
modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public
interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement for
consideration by COP 24 (December 2018), with a view to making a recommendation for
consideration and adoption by CMA 1.

75
dan meningkatnya peluang yang dapat diperoleh oleh Indonesia dari skema-skema yang
terbangun melalui kesepakatan/keputusan COP, termasuk means of implementation yaitu
pendanaan, teknologi, dan peningkatan kapasitas.

Dalam mencapai keberhasilan tersebut, perlu kerjasama dari semua pihak yang terlibat untuk
mempersiapkan dan memperjuangkan kepentingan nasional dengan sepenuh hati, agar
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dapat sejalan dengan Paris Agreement saat
kesepakatan ini sudah mulai diimplementasikan. Dengan adanya sejumlah agenda yang
spesifik sektor (misalnya gender, agrikultur, local communities and indigenous people
platform) maka diharapkan peran aktif dan berkesinambungan Kementerian/Lembaga
penanggung jawab untuk mengawal agenda negosiasi. Semoga Laporan DELRI dalam
menghadiri Pertemuan United Nations Climate Change Conference COP23/CMP13/CMA1.2,
dapat menjadi landasan untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam perundingan
terkait perubahan iklim, dan dalam waktu yang sama turut berkontribusi dalam upaya global
terkait pengendalian perubahan iklim.

76
77
LAMPIRAN

1. MATRIK LAPORAN AGENDA PERSIDANGAN UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE


CONFERENCE, (COP-23/CMP-13/CMA1.2/SBSTA-47/SBI-47/APA1.4), BONN, JERMAN, 6–
17 NOVEMBER 2017
2. MATRIK LAPORAN AGENDA NON PERSIDANGAN UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE
CONFERENCE, (COP-23/CMP-13/CMA1.2/SBSTA-47/SBI-47/APA1.4), BONN, JERMAN, 6–
17 NOVEMBER 2017

78
79
LAPORAN PERSIDANGAN UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE,
(COP-23/CMP-13/CMA1.2/SBSTA-47/SBI-47/APA1.4), BONN, JERMAN, 6– 17 NOVEMBER 2017

INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/


KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
KELOMPOK MITIGATION

COP 15 Assessment of the Persidangan TEP minggu kedua diwarnai dengan  Indonesia dapat memanfaatkan
technical examination pembahasan draft text decision yang memunculkan kesempatan ini dengan menjadi
processes on mitigation opsi 1 dan opsi 2. tuan rumah penyelenggaraan
and adaptation technical expert meeting di
Pada 13 Nov 2017 para Negara Pihak menyepakati kawasan Asia Pasifik
adanya satu draft Decision.
 Setidaknya Indonesia perlu
Pokok-pokok isi draft Decision: menghadiri technical expert
a. Penekanan urgency terhadap perbaikan TEP meeting di kawasan Asia Pasifik
sebagaimana dalam Dec1/CP21 dan dengan
mengintegrasikannya dalam Marrakech
Partnership for Global Climate Action;
b. Desakan kepada Chairs of subsidiary bodies,
High-Level Champions, Adaptation Committee,
Technology Executive Committee (TEC) dan
Climate Technology Center and Network
(CTCN) agar memfokuskan TEP pada opsi
kebijakan spesifik dan peluang untuk
meningkatkan aksi mitigasi dan adaptasi yang
bersifat actionable jangka pendek, termasuk co
benefit pada pembangunan berkelanjutan.
c. COP memberikan mandat kepada High-Level
Champions agar pada 12 Januari 2018 telah
menghasilkan identifikasi topik untuk TEP on
Mitigation Periode 2018-2020, melalui konsultasi
dengan TEC dan CTCN.
d. Meminta TEC dan CTCN dalam laporan
tahunannya memuat rekomendasi mengenai
ways forward dan tindak lanjut yang perlu

80
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
dilakukan berdasarkan hasil technical expert
meetings yang ditujukan kepada Para Negara
Pihak dan organisasi lainnya;
e. Meminta Adaptation Committee (yang
melaksanakan TEP on Adaptation) untuk: (1)
mempertimbangkan kebutuhan Negara Pihak
yang tercantum dalam NDC, national adaptation
plan dan national communication, (2) untuk
mengaddress 4 fungsi TEP on Adaptaiton, (3)
membuat rekomendasi mengenai ways forward
dan tindak lanjut yang perlu dilakukan
berdasarkan hasil technical expert meetings
yang ditujukan kepada Para Negara Pihak dan
organisasi lainnya;
f. Meminta expert organizations, para Negara
Pihak, dan Non Party Stakeholders
menyelenggarakan technical expert meetings.

APA 3 Further guidance in Telah dilakukan Roundtable, Contact Group dan Indonesia menyampaikan Masih adanya perbedaan besar
relation to the mitigation Informasl Consultations. intervensinya terhadap Guiding mengenai:
section of decision Questions: - scope dari Features, ICTF, dan
1/CP.21 on: Parties menyampaikan tanggapannya terhadap Non- - listing feature dapat dijadikan acuan Accounting NDC;
Paper (dikeluarkan Co-facilitators tanggal 16 Okt dalam NDC, sehingga focus - differentiation NDC.
3(a) Features of nationally 2017) dan Guiding Questions. implementasi (termasuk proses
determined contributions, persiapan, pelaksanaan, monitoring Preliminary material perlu dikaji dan
as specified in paragraph Pada umumnya, semua sepakat bahwa masih dan evaluasi, revisi/adjustment) dipahami konteksnya, agar tidak
26 (Features) banyak divergensi mengenai Guidance yang akan terjaga. redundant dengan kepentingan
dimandatkan untuk dikeluarkan oleh CMA mengenai - Parties pada dasarnya harus Indonesia.
3(b) Information to facilitate Feature, ICTF dan Accounting NDC ini. memenuhi features yang telah
clarity, transparency and disepakati pada Dec1.CP21 (para
understanding of Untuk memudahkan jalannya negosiasi, beberapa 27), akan tetapi Parties diberikan
nationally determined negara (termasuk Indonesia) menyampaikan agar kesempatan untuk mengelaborasi
contributions, as specified dapat mulai disusun text negosiasi dengan lebih rinci mengenai features ini
in paragraph 28 (ICTU) pengelompokkan issue perundingan sesuai dengan sesuai dengan kondisi dan
Non-Paper dan hasil Roundtable. kepentingan nasional. Selain itu,
81
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
3(c) Accounting for Parties’ Indonesia tidak ingin menambahkan
nationally determined Parties menyepakati agar Co-facilitaor menyusun features baru mengingat hal ini akan
contributions, as specified preliminary material (keluar pada tanggal 10 Nov) membuka peluang re-negosiasi PA.
in paragraph 31 yang melakukan clustering berdasarkan Non-Paper - Indonesia mengusulkan untuk mulai
(Accounting) dan hasil dari Roundtable. menyusun kerangka text negosiasi
yang didasarkan pada butir-butir
Parties masih belum menyetujui untuk menggunakan Non-Paper dan hasil Roundtable.
dokumen Non-Paper atau preliminary materrial Kerangka besar tersebut dapat
sebagai bahan awal negosiasi selanjutnya. Masih disusun misalnya dengan focus
ada perbedaan besar terkait dengan cluster. objective, principles, technicalities,
dan sebagainya termasuk juga
memasukkan hal-hal yang masih
menjadi perdebatan dan belum
disepakati (scope, differentiation).

SBI 5 Common time frames for Pertemuan informal membahas periode atau siklus Indonesia menyampaikan Indonesia perlu mempersiapkan
nationally determined NDC yang akan disubmit kepada UNFCCC setelah pandangannya bahwa siklus/periode pandangannya terkait dengan focus
contributions referred to tahun 2030, mengingat dalam PA belum mengatur NDC adalah 5 tahun sesuai dengan agenda CTF: the usefulness of and
in Article 4, paragraph 10, hal ini. Dec1.COP21 (para 23, 24), selain options for common time frames and
of the Paris Agreement juga mengingat bahwa kerangka the advantages and disadvantages
Akan tetapi sejalan dengan pembahasan, beberapa waktu 5 tahun adalah cukup untuk of those options.
Parties masih membahas mengenai kerangka waktu dapat menunjukkan progress yang Tenggat waktu submisi: 31 Maret
post-2025 bagi Parties dengan kerangka waktu NDC signifikan dan selain itu juga masih 2018.
hanya sampai 2025 dan belum diatur dalam PA. diberikan fleksibilitas untuk melakukan
revisi dan adjustment apabila
Terkait dengan siklus NDC, terdapat perbedaaan diperlukan (dengan tetap memegang
pandangan dalam periode NDC dengan kerangka prinsip no-backsliding terkait dengan
waktu 5 tahun dan 10 tahun. komitmen penurunan emisi GRK).

Co-facilitators telah mengeluarkan draft Conclusion Terkait dengan draft Conslusion,


versi 8 Nov 2017, 07.37 pm (berisi 5 paragraph). Indonesia menyampaikan:
1. Content atau focus pembahasan CTF; 1. Penerapan CTF adalah 2031
2. Mandat SBI untuk melaporkan hasilnya pada (konsisten dengan pengaturan
CMA1; NDC dalam Dec1.CP21). Tetapi
apabila tidak terdapat kesepakatan
82
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
3. Waktu (timing) penerapan CTF pada NDC yang pada sesi ini terkait dengan
dikomunikasikan pada tahun 2025 dan kerangka waktu penerapan CTF
seterusnya; maka para 3 dapat dihapus akan
4. SBI mengundang Parties untuk menyampaikan tetapi dimasukkan dalam content
submisinya paling lambat tanggal 28 Feb 2018; submisi.
5. Meneruskan pembahasan CTF pada SBI48. Indonesia juga berkeberatan dengan
tenggat waktu tanggal 28 Feb dan,
Telah dikeluarkan Draft Conclusion versi 10 Nov serupa dengan negara berkembang
2017 02.52 pm, dengan perubahan: lain, meminta agar tenggat waktu
- Revisi para 3 (berupa baracketed text) dapat dipertimbangkan untuk mundur.
- Tenggat waktu submisi: 31 Mar 2018. Co-facilitators telah dapat
mengakomidir hal ini dengan
Parties menyepakati Draft Conclusion dengan menetapkan tenggat waktu 31 Maret
penghapusan para 3 yang mencantumkan timing of 2018.
application karena tidak adanya kesepakatan antar-
Parties.
SBI 9 Coordination of support Pada minggu pertama telah dilaksanakan dua kali Indonesia menyampaikan intervensi Dari proses persidangan, masih ada
for the implementation of informal consultation, dimana pada pertemuan sesuai posisi, bahwa terkait divergensi dalam pandangan
activities in relation to kedua observers diundang untuk menyampaikan governance alternatives, tidak mengenai perlu/tidaknya institutional
mitigation actions in the statement hasil observasi dan selanjutnya tidak diperlukan adanya body (institutional arrangement yang baru, dan
forest sector by diperkenankan mengikuti jalannya persidangan. arrangement) yang baru untuk mengenai perlu/tidaknya diteruskan
developing countries, fasilitasi effective use of support voluntary meeting untuk
including institutional Setelah penyampaian statements umum Parties, (coordination of supports). Terkait coordination of support for REDD+.
arrangements dan masukan tertulis melalui email dari Parties, dari dengan voluntary meeting, Indonesia Kesamaan pandangan yang ada
persidangan telah dihasilkan draft conclusion (versi menyampaikan pandangan perlunya adalah mengenai perlunya rekognisi
9 November 2017, jam 13:30), yang mencakup hal- menjaga “voluntary” nature terhadap progres GCF, mengingat
hal mengenai : mandate, background, governance (independensi) dari voluntary meeting GCF adalah yang menerima mandat
alternatives, serta voluntary meetings. Didalam draft untuk coordination of supports for dari Warsaw REDD+ Framework
conclusion tersebut ditawarkan beberapa opsi untuk REDD+ yang telah dilaksanakan sebagai sumber utama pendanaan
: governance alternatives dan voluntary meetings. setiap tahun sejak COP-20 (2014). REDD+ (result-based payment).
Update dari persidangan Sabtu,11 Nov 2017 :
Telah dilaksanakan informasl consultation, Pandangan Indonesia sejalan dengan Dengan diberlakukannya Rule 16,
kelanjutan dari pertemuan sebelumnya, membahas pandangan sebagian Parties maka status negosiasi kembali pada
Draft Conclusion yang dikeluarkan pada 10 (khususnya developing country status pada sebelumnya (SBSTA
November 2017 pukul 23:00. Pada pertemuan ini Parties), yaitu tidak perlu adanya body 46).
83
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
Parties diminta oleh Co-Fasilitator untuk sementara (institutional arrangement) yang baru
fokus pada struktur dari draft conclusion yang yang khusus untuk mengatur
ditawarkan, yaitu yang terdiri dari dua agian (double koordinasi support dan untuk
document) : 1) bagian ke-1/halaman 1, terdiri dari 3 mengatur implementasi REDD+.
paragraf Draft Conclusion; dan 2) bagian ke-
2/halaman ke-2, yaitu berupa Addendum, yaitu Akan disiapkan draft text yang baru,
penjelasan/rekomendasi dari SBI kepada COP, yang akan dibahas pada informal
mengenai coordination of support for the consultation berikutnya. (update 11
implementation of activities in relation to mitigation Nov pagi : sudah keluar Draft
actions in the forestry sector by developing countries, Conclusion versi 10 Nov 17 jam 23:00
including institutional arangement. pm).
Pada umumnya Parties menyatakan struktur teks
yang ditawarkan sudah lebih baik formulasinya Update dari persidangan Sabtu,11
daripada teks sebelumnya (opsi-opsi), sehingga isa Nov 2017 :
digunakan untuk proses lebih lanjut. Pada umumnya Parties menyatakan
Hingga akhir minggu ke-1 ini, secara umum struktur teks yang ditawarkan sudah
sebenarnya telah hampir dicapai keseragaman lebih baik formulasinya daripada teks
pandangan bahwa voluntary meetings of national sebelumnya (opsi-opsi), sehingga
entities or focal points, Parties, relevant financing dapat digunakan untuk proses lebih
entitiies and stakeholders (sesuai Dec. 10/CP. 19 lanjut.
para 3-8) akan dilanjutkan (diselenggarakan setiap Dengan adanya Draft Conclusion versi
tahun), dan akan dilaksanakan review terhadap 10 Nov 2017 jam 23:00 pm ini, sejauh
outcomes dari voluntary meeting dimaksud ini posisi Indonesia masih
(sebagaimana Dec.10/CP.19 para 4 and 5). terakomodir, yaitu bahwa voluntary
Selain itu beberapa Parties juga mengingatkan Co- meetings akan dilanjutkan, dan tidak
Fasilitator mengenai usulan yang telah disampaikan perlu ada institutional arrangement
pada informal consultation sebelumnya namun yang baru. Pembahasan belum
belum diakomodir, yaitu perlunya mencantumkan mengarah ke detail dari review yang
referensi mengenai progres kerja GCF sebagai akan dilakukan oleh SBI terhadap
financing institution yang mendapat mandat dari outcomes/hasil dari voluntary
keputusan COP UNFCCC. meetings, misalnya kapan review
akan dilakukan.
Namun demikian, jalannya persidangan selanjutnya
(awal minggu ke-2) mengalami kesulitan karena teks Namun dengan adanya perbedaan
yang ditawarkan oleh Co-fasilitator sebelumnya yang pandangan antara negara maju
84
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
sebenarnya sudah mengerucut, justru terbuka lagi dengan negara berkembang
dengan semakin munculnya perbedaan pandangan (terutama kelompok Afrika) yang tidak
antara negara maju dengan negara berkembang dapat diselesaikan, sehingga
khususnya kelompok negara Afrika, yang mengakibatkan diberlakukannya Rule
disebabkan oleh adanya perbedaan interpretasi 16, maka status perundingan kembali
terhadap teks yang ada dan mandat dari keputusan ke status sebelum sesi SBI-47 ini, dan
10/CP.19. Negara maju menyampaikan bahwa proses perundingan akan diulang
voluntary meetings tetap bisa dilaksanakan, namun pada sesi berikutnya. Bagi
harus diakhiri sebelum 2020, (jika diperlukan dan kepentingan Indonesia, hal ini tidak
dikehendaki Parties); sedangkan negara terlalu menjadi permasalahan. Terkait
berkembang menginginkan voluntary meeting tetap dengan institutional arrangement,
diteruskan. Adapun beberapa negara Afrika sama kepentingan Indonesia bahwa tidak
sekali tidak setuju dengan usulan negara perlu adanya badan/institusi baru,
berkembang, bahkan menginginkan adanya institusi dalam hal ini masih tetap teramankan.
baru untuk coordination of support ini. Sesuai
dengan arahan Co-Chair, telah dilakukan informal
informal consultation, namun tetap tidak dicapai
kesepakatan, sehingga setelah Co-Fasiliator
berkonsultasi dengan COP Presidency, pada
tanggal 13 November 2017 malam diputuskan untuk
diberlakukan Rule 16 dari Rules of Procedures
UNFCCC terhadap SBI Agenda Item 9.
SBI 8 Matters relating to the
mechanisms under the
Kyoto Protocol 

SBI 8(a) Review of the modalities Consideration of this agenda item postponed until SBI
and procedures for the 48
clean development
mechanism
SBI 2 Organizational matters:
SBI 2(c) Multilateral assessment Dilaksanakan back-to-back dengan FSV Fourth Indonesia mengkuti agenda ini untuk
working group session Workshop, Belarus menyampaikan presentasi pengalaman dalam perbaikan
under the multilateral tentang the Second Biennial Report yang penyusunan Biennial Update Report
(BUR)

85
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
assessment and review menjelaskan mengenai sektor dominan pada emisi
process GRK adalah energi dan pertanian.

Total emisi GRK adalah 89,283.33 Gg CO2eq,


dengan penurunan emisi GRK 35.8% pada 2012
dibandingkan dengan 1990.
SBI 2(d) Facilitative sharing of Telah diselenggarakan FSV Fourth Workshop pada Indonesia menyampaikan pertanyaan Profil emisi GRK pada 5 negara
views under the tanggal 10 November 2017, dengan beberapa point pada sesi presentasi BUR Equador tersebut hampir sama dengan
international consultation bahasan: mengenai tta kelembagaan untuk MRV kontributor utama adalah energi dan
and analysis process to serta elaborasi mengenai Proposed diikuti dengan AFOLU Pertanyaan
be followed by the 1. Penyampaian First BUR oleh 5 negara: Armenia, MRV System yang akan dikembangkan dan klarifikasi terhadap BUR.
multilateral assesment Jamaica, Equador, Georgia dan Serbia; di dalam mendukung penyusunan
under the international BUR/NC.
assesment and review 2. Summary Report dari BUR disampaikan 5
process negara pada seperti tersebut di atas pada Ide pembangunan MRV system
tanggal 8 September 2017 sebelum tersebut mirip dengan SRN yang
pelaksanaan FSV Fourth Workshop; dibangun Indonesia

3. Pertanyaan dan klarifikasi terhadap BUR bisa


disampaikan kepada Sekretariat pada bulan
Oktober 2017 sebelum Workshop
dilangsungkan;

4. Summary Report dan hasil Workshop ini akan


ditindak lanjuti dan sebagai output dari ICA untuk
setiap Party.

SBSTA 10(b) Emissions from fuel used Pembahasan telah menghasilkan draft Conclusion - Indonesia akan terus mengawal issu
for international aviation yang menyatakan bahwa SBSTA mencatat laporan aviasi dan maritim terkait dengan
and maritime transport. dari ICAO dan IMO serta pandangan dari Parties carbon-offset yang sedang
terkait hal ini, dan mengundang agar kedua dikembangkan oleh ICAO dan IMO.
organisasi dunia tersebut tetap menyampaikan
laporannya terkait dengan emisi dari aviasi dan
maritim ini pada sesi-sesi SBSTA berikutnya.

86
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
KELOMPOK ADAPTATION

COP 6 Report of the Adaptation Telah dilaksanakan pertemuan koordinasi G77- Posisi Indonesia adalah mencatat Perlu dilakukan review terhadap
Committee (AC) China dan pertemuan Informal Consultation untuk laporan dan rekomendasi yang rekomendasi AC dan AC/LEG yang
membahas penyampaian laporan Adaptation disampaikan AC dan AC/LEG, dengan akan dibahas tindak lanjutnya dalam
Committee, dan telah dihasilkan Informal Note by pandangan perlunya tindak lanjut pertemuan SBSTA/SBI ke-48, untuk
Co-Facilitator. konkret terhadap hal-hal penting yang memastikan agar kepentingan
diperlukan untuk meningkatan Indonesia sebagai negara yang
Melalui serangkaian diskusi dan negosiasi antara kapasitas adaptasi negara rentan terhadap dampak perubahan
kelompok negara berkembang dan negara maju, berkembang. iklim dapat terakomodir dalam
telah dihasilkan conclusion yang memuat hal-hal keputusan yang akan diambil terkait
berikut: hal ini
 SBSTA dan SBI menerima laporan yang
disampaikan oleh AC dan mencatat
rekomendasi kepada Conference of the Parties
serving as the meeting of the Parties to the Paris
Agreement (CMA) dalam menindaklanjuti
Decision 1/CP.21 paragraf 42, serta paragraph
41 dan 45 (yang disusun bersama-sama dengan
LEG)
 Disekapati untuk menindaklanjuti pembahasan
mengenai rekomendasi tersebut dalam
pertemuan SBI/SBSTA ke-48 yang dijadwalkan
akan dilaksanakan pada bulan April 2018, untuk
menyusun rekomendasi yang akan diajukan
COP-24 kepada CMA-1

COP 7 Warsaw International Proses perundingan di minggu ke-2 diawali dengan Keberadaan isu Loss and Damage Pengamantan:
Mechanism for Loss and iterasi terhadap draft decision yang sudah dalam balance package Paris - Isu mobilisasi sumber daya dan
Damage associated with dipersiapkan oleh co-fasilitator untuk menyepakati Agreement perlu diindaklanjuti dengan dukungan bagi Loss and
Climate Change Impacts paragraf-paragraf yang tidak terkait dengan operasionalisasi mandate tersebut Damage selalu menjadi isu
outstanding issue (sebagaimana yang disampaikan secara berimbang dengan tetap yang memblocking proses
dalam laporan minggu pertama). Meskipun paragraf- mengacu pada prinsip-prinsip yang perundingan karena dengan
paragraf tersebut dapat disepakati, namun tetap sudah disepakati. Indonesia dalih bukan menjadi mandat

87
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
dalam pendekatan ‘nothing is agreed until everything berkepentingan untuk memastikan dari agenda item ini, namun di
is agreed’. bahwa WIM dapat menjalankan agenda pendanaan sendiri pun
Pertemuan informal-informal kedua di minggu ke- perannya namun juga tidak terus berupaya dilemahkan oleh
dua diawali dengan mulai deeper exchanging views memberikan burden bagi Negara- negara maju
terhadap isu-isu yang outstanding serta penegasan negara major developing country - Adanya indikasi pereduksian
mengenai ‘red-line’ dari masing-masing kelompok Parties, seperti Indonesia dengan bahwa WIM hanyalah sekedar
negara. memastikan bahwa mobilisasi sumber Excomnya padahal mandat
 Mengenai permanent agenda item di bawah SBI, daya dari Negara maju kepada WIM istu sendiri jauh lebih luas
kelompok negara G77 berkepentingan untuk Negara berkembang. dari mandat Excomny itu
menjaga kontinuitas pembahasan WIM (bukan sendiri. Hal ini menjadi dasar
hanya Excommnya) serta untuk meningkatkan Terkait penguatan WIM Excom pentingnya menjaga kontinuitas
profil dari isu Loss and Damage sendiri. workplan, Indonesia, meskipun bukan pembahasan isu ini untuk
Sementara negara maju menganggap itu sebagai member WIM Excom, selayaknya semakin meningkatkan progfil
suatu tindakan prejudging terhadap proses dari dapat berperan dan lebih terlibat di isu Loss and Damage serta
WIM itu sendiri yang akan mengalami proses sub-struktur dari WIM (seperti expert mengantisipasi gap yang ada
review di tahun 2020 nanti group on non-economic loss, technical terkait implementasi mandat
 Mengenai paragraf terkait finance, negara expert group on comprehensive risk WIM Excom dan WIM
G77+China meletakan dasar terhadap mandat assessment and management) - Kekhawatiran akan adanya
WIM Excom yang sudah disepakati di 2/CP.19 menimbang potensi risiko iklim yang expert group on action and
dan 2/CP21 mengenai facilitating mobilisation of akan dihadapi Indonesia, support yang akan memiliki
resource, decision di tahapan ini harusnya pengetahuan dan modalitas yang mandat dan authoritas dalam
berorientasi kepada aktualisasi dari mandat, sudah berkembang di dalam negeri mengupayakan dan
bukan sekedar eksplorasi lagi, namun negara dan selakyaknya Indonesia dapat memastikan mobilisasi sumber
maju bersikukuh bahwa itu bukanlah mandat SBI menginisasi kerangka kerja sama daya untuk mendukung Loss
 Mengenai para terkait pembentukan Expert regional terkait isu ini. and Damage terlihat menjadi
Group on action and support. G77+China red-line tegas dari kelompok
memandang ini sebagai instrumen utama untuk Menimbang isu ini termasuk yang Negara Maju
dapat mendukung WIM mengakseleras relative cukup tertinggal dalam hal
pelaksanaan mandatnya secara penuh, namun perumusan modalitas dan toolsnya Tindak lanjut:
negara maju sendiri secara tegas menyampaikan serta semangat untuk menjaga  Penyusunan submisi terkait
bahwa pembentukan expert group merupakan balance package dari Paris agreement workstream 5 dari WIM Excom
red-line bagi mereka dan menyampaikan dalih dan tantangan dalam negeri sendiri mengenai action and support,
yang sama terkait prejudging terhadap hasil yang tidak terepas dari isu ini, Februari/Maret 2018
review WIM Indonesia berkepentingan untuk  Peyusunan submisi mengenai
memastikan adanya kontinuitas usulan untuk ToR review WIM,
88
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
pembahasan isu Loss and Damage, Februari 2019
Setelah melewati serangkaian proses informal- dalam konteks mandate WIM  Keterlibatan dalam expert
informal dan pertemuan bilateral dengan co- sepenuhnya, bukan hanya dalam dialogue
fasilitator untuk mencari potensi landing zone dari implementasi workplan dari WIM  Perumusan kepentingan spesifik
ketiga isue diatas, co-fasilitator kemudian Excom. Indonesia dalam
merumuskan non-paper text yang ditawarkan pengimplementasian action-
sebagai bentuk potential landing-zone dan menjadi Indonesia juga berkepentingan untuk oriented 5 years workplan dari
dasar untuk diskusi. Proses perundingan sempat dapat terlibat secara aktif dalam WIM Excom, terutama untuk
stuck dikarenakan beberapa sug-group di kelompok proses WIM maupun WIM Excom baik setiap workstream dan action
negara G77+China tidak diberikan mandat untuk dalam expert dialogue (tahun depan) areanya, sebagai masukan
mengambil keputusan apa pun terkait ketiga isu di maupun sebagai state observer dalam dalam proses Excom meeting
atas dan harus menunggu high-level sanction dari Excomm meeting, menimbang body of (sekiranya Indonesia berkenan
principle dan ministries mereka. Setelah internal knowledge yang dimiliki Indonesia hadir sebagai state
high-level dialogue dilakukan dan kejelasasan akan yang dirasa cukup relevan dan juga observer/dsiampaikan secara
fleksibilitas diberikan beserta mandatnya, proses kepentingan Negara ini unuk dapat resmi oleh Loss and Damage
kemudian dilanjutkan dan berakhir dengan mentapping knowledge dan resource focal poin)
kesepakatan terhadap ketiga hal tersebut, sebagai yang relevan.  Analisa gap antara mandat WIM
berikut: dan mandat WIM Excom dan
 Pelaksanaan expert dialogue on Loss and sejauh mana itu sudah align
Damage pada sesi SB48 dengan topik spesifik dengan pengimplementasian
akan ditetapkan berdasarkan masukan dari Artikel 8 dari Paris Agreement,
Parties dan relevant bodies terkait upaya sebagai dasar posisi Indonesia
akselerasi menjadi action-oriented 5 years rolling dan juga masukan unuk submisi
workplan, khususny aterhadap workstream e ToR WIM review
mengenai action and support. Hasil dari expert
dialogue ini akan berupa technical paper dari
sekretarian yang menjadi pertimbangan WIM
Excom dalam melaksanakan proses review.
Meskipun tidak ideal, namun opsi ini masih bisa
diterima setidaknya untuk memastikan bahwa
isu Loss and Damage akan tetap terbahas dalam
sesi intercessional setidaknya sampai 2020,
sampai proses review dilakukan
 Mendorong Excom untuk berkolaborasi degan
relevant bodies dbawah Konvensi dan Paris
89
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
Agreement dan menlanjutkan
mempertimbangkan cara-cara yang mendukung
upaya mobilisasi support, termasuk dalam hal
keberadaan dari expert group beserta mandat
dan komposisi anggotanya, baik yang sudah ada
saat ini maupun yang dapat dibentuk
kedepannya. Ini merupakan fall –back position
dari G77 karena pada dasarnya tidak ada
request spesifik terkait pendanaan (yang sulit
dapat disepakati di bawah agenda item ini), tapi
setidaknya tetap membukan peluang akan
pembentukan expert group khusus mengenai
action and support serta mendorong
pertimbangan ketersediaan dan mekanisme
mobilisasi sumber daya dapat terarusutakmakan
dalam struktur WIM Excom saat ini

COP 15 Assessment of the Persidangan TEP minggu kedua diwarnai dengan  Indonesia dapat memanfaatkan
technical examination pembahasan draft text decision yang memunculkan kesempatan ini dengan menjadi
processes on mitigation opsi 1 dan opsi 2. tuan rumah penyelenggaraan
and adaptation technical expert meeting di
Pada 13 Nov 2017 para Negara Pihak menyepakati kawasan Asia Pasifik
adanya satu draft Decision.
 Setidaknya Indonesia perlu
Pokok-pokok isi draft Decision: menghadiri technical expert
a. Penekanan urgency terhadap perbaikan TEP meeting di kawasan Asia Pasifik
sebagaimana dalam Dec1/CP21 dan dengan
mengintegrasikannya dalam Marrakech
Partnership for Global Climate Action;
b. Desakan kepada Chairs of subsidiary bodies,
High-Level Champions, Adaptation Committee,
Technology Executive Committee (TEC) dan
Climate Technology Center and Network
(CTCN) agar memfokuskan TEP pada opsi
kebijakan spesifik dan peluang untuk
90
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
meningkatkan aksi mitigasi dan adaptasi yang
bersifat actionable jangka pendek, termasuk co
benefit pada pembangunan berkelanjutan.
c. COP memberikan mandat kepada High-Level
Champions agar pada 12 Januari 2018 telah
menghasilkan identifikasi topik untuk TEP on
Mitigation Periode 2018-2020, melalui konsultasi
dengan TEC dan CTCN.
d. Meminta TEC dan CTCN dalam laporan
tahunannya memuat rekomendasi mengenai
ways forward dan tindak lanjut yang perlu
dilakukan berdasarkan hasil technical expert
meetings yang ditujukan kepada Para Negara
Pihak dan organisasi lainnya;
e. Meminta Adaptation Committee (yang
melaksanakan TEP on Adaptation) untuk: (1)
mempertimbangkan kebutuhan Negara Pihak
yang tercantum dalam NDC, national adaptation
plan dan national communication, (2) untuk
mengaddress 4 fungsi TEP on Adaptaiton, (3)
membuat rekomendasi mengenai ways forward
dan tindak lanjut yang perlu dilakukan
berdasarkan hasil technical expert meetings
yang ditujukan kepada Para Negara Pihak dan
organisasi lainnya;
f. Meminta expert organizations, para Negara
Pihak, dan Non Party Stakeholders
menyelenggarakan technical expert meetings.

APA 4 Further guidance in Serangkaian pembahasan koordinasi G77 & China Indonesia telah menyampaikan usulan Posisi Indonesia secara umum
relation to the adaptation serta Informal Consultation yang dipimpin oleh Co- tambahan secara tertulis sebagai sejalan dengan usulan G77&China.
communication, Facilitator telah dilaksanakan secara intensif selama tanggapan terhadap draft Informal Diskusi lebih lanjut perlu
including, inter alia, as a masa persidangan. Note dari Co-Faciltator, untuk hal-hal dilaksanakan untuk mendetailkan
component of nationally berikut: usulan heading/sub-heading dan isi
determined contributions, dari masing-masing bab.
91
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
referred to in Article 7, Berdasarkan roundtable discussion yang  Pedoman tidak perlu dibagi
paragraphs 10 and 11, of diselenggarakan pada tanggal 4 November 2017, menjadi 2 bagian terpisah
the Paris Agreement submisi yang disampaikan oleh parties serta diskusi (Overaching dan guidance)
selama persidangan telah dihasilkan Informal Note  Kerangka heading pedoman yang
dari Co-Facilitator. Pembahasan dilaksanakan diusulkan mencakup: (i)
dengan tujuan untuk menyusun pedoman Adaptation Preamble/ Introduction; (ii)
Communication (ACom). Guiding principle; (iii) Purpose;
(iv) Elements; (v) Vehicles; (vi)
Elemen pedoman ACom yang termuat dalam informal Linkages; (vii) Support; (viii) Other
note merupakan bahan awal yang ditawarkan kepada Matters
parties sebagai dasar untuk diskusi lebih lanjut.  Paragraf operasional diperlukan,
Outcome hasil diskusi akan menjadi bagian dari namun tidak menjadi heading.
keseluruhan outcome dibawah Paris Agreement Penjelasanan operasional dapat
Work Programme (PAWP). melekat pada setiap vehicle yang
dipilih, dan dikaitkan dengan GST
Struktur pedoman yang ditawarkan mencakup hal-hal  Guidance khusus untuk NDC
berikut: (i) Preamble/intruduction; (ii) Guiding diperlukan mengingat sampai
principles; (iii) Operational paragraphs; (iv) saat ini belum tersedia pedoman
Purpose/Objective; (v) Approach; (vi) Elements/ mengenai hal ini. Untuk vehicle
content; (vii) Adaptaton elements identified for NDCs; yang lain (National
(viii) Vehicle/Communicating; (ix) Linkages; (x) Communication dan NAPs)
Support; (xi) Other matters sudah tersedia pedomannya
 Tidak perlu ada heading
Belum diperoleh kesepakatan diantara parties untuk “Approach”
menentukan heading/sub-heading yang akan  Perlu ditetapkan common
digunakan dalam pedoman. Selain itu, juga masih elements yang berlaku umum
terdapat perbedaan pandangan antara lain dalam untuk seluruh vehicle komunikasi
hal: yang dipilih
- Purposes, apakah merupakan tujuan pedoman  Support perlu masuk menjadi
atau tujuan ACom heading tersendiri
- Beberapa negara berkembang menghendaki
agar terdapat bab khusus yang memuat
pedoman ACom untuk NDC, mengingat hal
tersebut sampai saat ini belum tersedia

92
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
- Beberapa negara maju berpendapat bahwa
penyampaian ACom sifatnya sukarela.
Sementara negara berkembang mempunyai
pandangan bahwa yang dimaksud dengan
Flexibilitas adalah dalam hal pemilihan vehicle
yang akan digunakan untuk
mengkomunikasikan profil adaptasi suatu
negara

SBI 11 National adaptation plans Telah dilakukan 3 kali Informal consultation. Sampai saat ini Indonesia (melalui Sejak pembahasan Informal
Pertemuan pertama mendengarkan laporan dari AC UNDP) sedang dalam proses consultation pertama isu utama yang
dn LEG terkait Laporan AC dan LEG serta GCF pengajuan proposal Readiness NAPs Disampaikan oleh negara
dalam membantu negara berkembang dalam proses kepada GCF. berkembang terutama yang sedang
NAPs. dalam proses penyusunan NAPs
Persoalan yang dihadapi oleh melalui pendanaan GCF mengalami
AC dan LEG menyampaikan telah dilakukan beberapa negara yang sedang dalam banyak kendala dari sisi proses
beberapa aktivitas baik workshop, training dan NAPs proses tersebut jika tidak pengajuan proposal hingga
Expo. mendapatkan solusi tentu akan eksekusinya yang berujung pada
berimbas pada Indonesia juga jika lambatnya proses pencairan
GCF menyampaikan status saat ini jumlah proposal tidak segera mendapatkan solusi. pendanaan. Dari laporan GCF
yang masuk ke GCF 38 buah , 10 diantaranya suah menunjukkan bahwa dari dari 38
approved dimana 2 proposal berasal dari LDCs. proposal yang sampai saat ini
diajukan ke GCF, ada 10 yang telah
Hasil pandangan peserta: approved dimana ada 2 proposal
Isu yang paling mengemukan adalah masalah akses yang berasal dari LDCs.
finance yang dirasakan rumit, banyak menyita waktu
dan tidak efisien dll. Sementara dari Negara maju Sedangkan dari Negotiation partners
menyampaikan bahwa isu Finance tidak relevan (Negara maju) menyampaikan
dibahas di bawah Agenda ini. bahwa dalam pembahasan ini tidak
membicarakan masalah finance
Pertemuan ke-2 ini tidak dapat menghasilkan karena ada di Agenda item tersendiri
kesepakatan yang diharapkan (berupa draft Text) yang menangani isu Finance.
karena situasi yang masih divergen dalam menyikapi Sehingga agar difokuskan pada
isu NAPs proses. Akhirnya pertemuan dihentikan persoalan teknis proses NAPs
(Adjurned). bukan pada isu finance.
93
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT

Pertemuan ke-3 Cofacilitator menawarkan Draft text Namun G77+China menyampaikan


:Draft Conclusion proposed by the Chair. bahwa proses NAPs agar melihat
secara komprehensif tidak
Group G77 + China sempat meminta waktu untuk sepotong-potong. Bahwa NAPs
melakukan koordinasi dalam menyikapi draft etxt proses pada akhirnya yang menjadi
tersebut. kendala utama adalah sulitnya
mengakses pendanaan yang
Pembahasan selanjutnya thd isu utama tersebut Isu berlarut-larut, memakan waktu yang
utama yang masih divergen adalah pandangan lama, tidak efisien dst.
negara berkembangn(G77+China) adalah persoalan
akses finance GCF yang rumit. Sementara dari mitra
negosiasi (negara maju yang dimotori US) bahwa isu
finance tidak tepat dibahas dalam agenda ini karena
ada Agenda lain yang membahas isu Finance.

Namun G77+China menyampaikan bahwa dalam


melihat mandat AC dan LEG dalam membantu NAPs
agar dilihat secara komrehensif tidak sepotong
hanya isu finance.

Hasil terakhir jumat 10 Nov 2017:


Dari hasil Informal Consultation ke-3 progress
terakhir telah disusun draft conclusion text terkait
Laporan AC dan LEG dengan pendanaan GCF
dalam membantu negara berkembang dalam proses
NAPs.

Darft text tersebut terdiri dari 8 paragraf. Yang hingga


akhir pembahasan ke-2 masih belum selesai. Karena
isu utama soal akses finance ke GCF masih
divergen, dimana pandangan negara
berkembangn(G77+China) adalah persoalan akses
finance GCF yang rumit. Sementara dari mitra
negosiasi (negara maju yang dimotori US) bahwa isu
94
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
finance tidak tepat dibahas dalam agenda ini karena
ada Agenda lain yang membahas isu Finance.

SBI 12 Report of the Adaptation Telah dilaksanakan pertemuan koordinasi G77- Posisi Indonesia adalah mencatat Perlu dilakukan review terhadap
SBSTA 4 Committee China dan pertemuan Informal Consultation untuk laporan dan rekomendasi yang rekomendasi AC dan AC/LEG yang
membahas penyampaian laporan Adaptation disampaikan AC dan AC/LEG, akan dibahas tindak lanjutnya dalam
Committee, dan telah dihasilkan Informal Note by dengan pandangan perlunya tindak pertemuan SBSTA/SBI ke-48, untuk
Co-Facilitator. lanjut konkret terhadap hal-hal penting memastikan agar kepentingan
yang diperlukan untuk meningkatan Indonesia sebagai negara yang
Melalui serangkaian diskusi dan negosiasi antara kapasitas adaptasi negara rentan terhadap dampak perubahan
kelompok negara berkembang dan negara maju, berkembang. iklim dapat terakomodir dalam
telah dihasilkan conclusion yang memuat hal-hal keputusan yang akan diambil terkait
berikut: hal ini
 SBSTA dan SBI menerima laporan yang
disampaikan oleh AC dan mencatat
rekomendasi kepada Conference of the Parties
serving as the meeting of the Parties to the Paris
Agreement (CMA) dalam menindaklanjuti
Decision 1/CP.21 paragraf 42, serta paragraph
41 dan 45 (yang disusun bersama-sama dengan
LEG)
 Disekapati untuk menindaklanjuti pembahasan
mengenai rekomendasi tersebut dalam
pertemuan SBI/SBSTA ke-48 yang dijadwalkan
akan dilaksanakan pada bulan April 2018, untuk
menyusun rekomendasi yang akan diajukan
COP-24 kepada CMA-1

SBI 13 Report of the Executive Proses perundingan di minggu ke-2 diawali dengan Keberadaan isu Loss and Damage Pengamantan:
SBSTA 5 Committee of the Warsaw iterasi terhadap draft decision yang sudah dalam balance package Paris - Isu mobilisasi sumber daya dan
International Mechanism dipersiapkan oleh co-fasilitator untuk menyepakati Agreement perlu diindaklanjuti dengan dukungan bagi Loss and
for Loss and Damage paragraf-paragraf yang tidak terkait dengan operasionalisasi mandate tersebut Damage selalu menjadi isu
associated with Climate outstanding issue (sebagaimana yang disampaikan secara berimbang dengan tetap yang memblocking proses
Change Impacts dalam laporan minggu pertama). Meskipun paragraf- mengacu pada prinsip-prinsip yang perundingan karena dengan

95
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
paragraf tersebut dapat disepakati, namun tetap sudah disepakati. Indonesia dalih bukan menjadi mandat
dalam pendekatan ‘nothing is agreed until everything berkepentingan untuk memastikan dari agenda item ini, namun di
is agreed’. bahwa WIM dapat menjalankan agenda pendanaan sendiri pun
Pertemuan informal-informal kedua di minggu ke- perannya namun juga tidak terus berupaya dilemahkan oleh
dua diawali dengan mulai deeper exchanging views memberikan burden bagi Negara- negara maju
terhadap isu-isu yang outstanding serta penegasan negara major developing country - Adanya indikasi pereduksian
mengenai ‘red-line’ dari masing-masing kelompok Parties, seperti Indonesia dengan bahwa WIM hanyalah sekedar
negara. memastikan bahwa mobilisasi sumber Excomnya padahal mandat
 Mengenai permanent agenda item di bawah SBI, daya dari Negara maju kepada WIM istu sendiri jauh lebih luas
kelompok negara G77 berkepentingan untuk Negara berkembang. dari mandat Excomny itu
menjaga kontinuitas pembahasan WIM (bukan sendiri. Hal ini menjadi dasar
hanya Excommnya) serta untuk meningkatkan Terkait penguatan WIM Excom pentingnya menjaga kontinuitas
profil dari isu Loss and Damage sendiri. workplan, Indonesia, meskipun bukan pembahasan isu ini untuk
Sementara negara maju menganggap itu sebagai member WIM Excom, selayaknya semakin meningkatkan progfil
suatu tindakan prejudging terhadap proses dari dapat berperan dan lebih terlibat di isu Loss and Damage serta
WIM itu sendiri yang akan mengalami proses sub-struktur dari WIM (seperti expert mengantisipasi gap yang ada
review di tahun 2020 nanti group on non-economic loss, technical terkait implementasi mandat
 Mengenai paragraf terkait finance, negara expert group on comprehensive risk WIM Excom dan WIM
G77+China meletakan dasar terhadap mandat assessment and management) - Kekhawatiran akan adanya
WIM Excom yang sudah disepakati di 2/CP.19 menimbang potensi risiko iklim yang expert group on action and
dan 2/CP21 mengenai facilitating mobilisation of akan dihadapi Indonesia, support yang akan memiliki
resource, decision di tahapan ini harusnya pengetahuan dan modalitas yang mandat dan authoritas dalam
berorientasi kepada aktualisasi dari mandat, sudah berkembang di dalam negeri mengupayakan dan
bukan sekedar eksplorasi lagi, namun negara dan selakyaknya Indonesia dapat memastikan mobilisasi sumber
maju bersikukuh bahwa itu bukanlah mandat SBI menginisasi kerangka kerja sama daya untuk mendukung Loss
 Mengenai para terkait pembentukan Expert regional terkait isu ini. and Damage terlihat menjadi
Group on action and support. G77+China red-line tegas dari kelompok
memandang ini sebagai instrumen utama untuk Menimbang isu ini termasuk yang Negara Maju
dapat mendukung WIM mengakseleras relative cukup tertinggal dalam hal
pelaksanaan mandatnya secara penuh, namun perumusan modalitas dan toolsnya Tindak lanjut:
negara maju sendiri secara tegas menyampaikan serta semangat untuk menjaga  Penyusunan submisi terkait
bahwa pembentukan expert group merupakan balance package dari Paris agreement workstream 5 dari WIM Excom
red-line bagi mereka dan menyampaikan dalih dan tantangan dalam negeri sendiri mengenai action and support,
yang tidak terepas dari isu ini, Februari/Maret 2018
Indonesia berkepentingan untuk  Peyusunan submisi mengenai
96
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
yang sama terkait prejudging terhadap hasil memastikan adanya kontinuitas usulan untuk ToR review WIM,
review WIM pembahasan isu Loss and Damage, Februari 2019
dalam konteks mandate WIM  Keterlibatan dalam expert
Setelah melewati serangkaian proses informal- sepenuhnya, bukan hanya dalam dialogue
informal dan pertemuan bilateral dengan co- implementasi workplan dari WIM  Perumusan kepentingan spesifik
fasilitator untuk mencari potensi landing zone dari Excom. Indonesia dalam
ketiga isue diatas, co-fasilitator kemudian pengimplementasian action-
merumuskan non-paper text yang ditawarkan Indonesia juga berkepentingan untuk oriented 5 years workplan dari
sebagai bentuk potential landing-zone dan menjadi dapat terlibat secara aktif dalam WIM Excom, terutama untuk
dasar untuk diskusi. Proses perundingan sempat proses WIM maupun WIM Excom baik setiap workstream dan action
stuck dikarenakan beberapa sug-group di kelompok dalam expert dialogue (tahun depan) areanya, sebagai masukan
negara G77+China tidak diberikan mandat untuk maupun sebagai state observer dalam dalam proses Excom meeting
mengambil keputusan apa pun terkait ketiga isu di Excomm meeting, menimbang body of (sekiranya Indonesia berkenan
atas dan harus menunggu high-level sanction dari knowledge yang dimiliki Indonesia hadir sebagai state
principle dan ministries mereka. Setelah internal yang dirasa cukup relevan dan juga observer/dsiampaikan secara
high-level dialogue dilakukan dan kejelasasan akan kepentingan Negara ini unuk dapat resmi oleh Loss and Damage
fleksibilitas diberikan beserta mandatnya, proses mentapping knowledge dan resource focal poin)
kemudian dilanjutkan dan berakhir dengan yang relevan.  Analisa gap antara mandat WIM
kesepakatan terhadap ketiga hal tersebut, sebagai dan mandat WIM Excom dan
berikut: sejauh mana itu sudah align
 Pelaksanaan expert dialogue on Loss and dengan pengimplementasian
Damage pada sesi SB48 dengan topik spesifik Artikel 8 dari Paris Agreement,
akan ditetapkan berdasarkan masukan dari sebagai dasar posisi Indonesia
Parties dan relevant bodies terkait upaya dan juga masukan unuk submisi
akselerasi menjadi action-oriented 5 years rolling ToR WIM review
workplan, khususny aterhadap workstream e
mengenai action and support. Hasil dari expert
dialogue ini akan berupa technical paper dari
sekretarian yang menjadi pertimbangan WIM
Excom dalam melaksanakan proses review.
Meskipun tidak ideal, namun opsi ini masih bisa
diterima setidaknya untuk memastikan bahwa
isu Loss and Damage akan tetap terbahas dalam
sesi intercessional setidaknya sampai 2020,
sampai proses review dilakukan
97
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
 Mendorong Excom untuk berkolaborasi degan
relevant bodies dbawah Konvensi dan Paris
Agreement dan menlanjutkan
mempertimbangkan cara-cara yang mendukung
upaya mobilisasi support, termasuk dalam hal
keberadaan dari expert group beserta mandat
dan komposisi anggotanya, baik yang sudah ada
saat ini maupun yang dapat dibentuk
kedepannya. Ini merupakan fall –back position
dari G77 karena pada dasarnya tidak ada
request spesifik terkait pendanaan (yang sulit
dapat disepakati di bawah agenda item ini), tapi
setidaknya tetap membukan peluang akan
pembentukan expert group khusus mengenai
action and support serta mendorong
pertimbangan ketersediaan dan mekanisme
mobilisasi sumber daya dapat terarusutakmakan
dalam struktur WIM Excom saat ini

SBSTA 3 Nairobi work programme Dalam persidangan telah dilaksanakan pertemuan Pertukaran informasi dan pengalaman Penyiapan pandangan Indonesia
on impacts, vulnerability Informal Consultation dan Focal Point Forum NWP yang difasilitasi melalui pelaksanaan untuk meningkatkan relevansi dan
and adaptation to climate ke-11, serta menghasilkan conclusion antara lain NWP perlu ditindaklanjuti dengan efektifitas NWP sebelum tanggal 30
change sebagai berikut: program/kegiatan yang dapat Maret 2018.
 Menerima laporan dan kemajuan yang telah memperkuat kapasitas negara
dicapai dalam pelaksanaan NWP, terutama berkembang
kemajuan untuk isu ekosistem, water resources,
human settlement dan health
 Mencatat hasil yang diperoleh dari
penyelenggaraan Focal Point Forum ke-11,
yaitu:
- Memperkuat pelibatan pakar dan organisasi
pakar, termasuk dari negara berkembang
- Menyediakan ruang bagi pertukaran
informasi dan pandangan secara informal

98
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
diantara parties, organisasi mitra NWP, pakar
dan organisasi terkait lain
- Memfasilitasi kolaborasi dan kemitraan
diantara mitra organisasi NWP, parties dan
organisasi terkait lain
 Parties didorong untuk meningkatkan pelibatan
UNFCCC national focal point dalam kegiatan
NWP untuk memperkuat kerjasama dengan
organisasi mitra NWP
 Parties diminta untuk mempertimbangkan hal-
hal berikut guna meningkatkan relevansi dan
efektifitas NWP:
o Cara untuk memperkuat pelibatan organisasi
mitra dengan maksud untuk memperbaiki
keterkaitan program organisasi tersebut
dengan tema bahasan NWP
o Cara untuk memastikan NWP telah
memenuhi mandatnya, berdasarkan submisi
dan pengalaman parties
o Cara untuk meningkatkan peran NWP agar
lebih relevan dengan kegiatan AC dan LEG,
serta badan lain yang dibentuk terkait Paris
Agreement.
 Penyampaian submisi mengenai pandangan
parties untuk meningkatkan relevansi dan
efektifitas NWP diperpanjang dari 12 Januarii
2018 menjadi 30 Maret 2018.
 SBSTA mencatat peran potensial webinars,
webcasts dan pertemuan pakar dan expert
group meeting dalam penyelenggaraan NAP
Expo.

99
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
KELOMPOK TRANSPARENCY OF ACTIONS AND SUPPORTS

COP 11 Reporting from and COP telah mencatat conclusion persidangan SBSTA
review of Parties included sesi ke-46 tanggal 8–18 May 2017 untuk Agenda
in Annex I to the item 8(c) Methodological issues under the
Convention Convention,
Training programme for review experts
for the technical review of biennial reports and
national communications of Parties included in
Annex I to the Convention.

Conclusion SBSTA memandatkan update dan


informasi lebih jauh terkait training programme yang
dilaksanakan dan diimplementasikan pada periode
2017–2020. Hasil-hasil dan updatenya telah menjadi
pertimbangan dan dicatat dalam persidangan COP-
23.

COP 12 Reporting from Parties Persidangan COP telah mencatat conclusion


not included in Annex I to persidangan SBI mengenai Reporting from Parties
the Convention not included in Annex I to the Convention
CMP 9 Reporting from and
review of Parties included
in Annex I
CMP 9(a) National communications Persidangan CMP telah mencatata conclusion SBI
conclusions mengenai national communications
CMP 9(b) Annual compilation and Persidangan CMP telah mencatata informasi yang
accounting report for the disampaikan pada “annual compilation and
second commitment accounting report for the second commitment period
period for Annex B for Annex B Parties under the Kyoto Protocol”
Parties under the Kyoto
Protocol
APA 5 Modalities, procedures  Pada Minggu 1 telah dilakukan 6 kali informal  Sebagian besar submisi  Selain dibahas dalam beberapa
and guidelines for the consultation on APA Agenda Item 5 – Indonesia telah masuk ke dalam informal consultation (pada
transparency framework Transparency Framework, untuk preliminary material yang di Minggu I) dengan catatan hanya

100
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
for action and support menindaklanjuti submisi negara-negara pada release pada akhir Minggu I, fokus pada missing information,
referred to in Article 13 of akhir September 2017, dilengkapi dengan bahkan pada beberapa headings, dokumen “Preliminary Material”
the Paris Agreement pembahasan selama 2 hari round-table meeting preliminary material lebih lengkap didistribusikan kepada party,
pada tanggal 4-5 November 2017. daripada submisi Indonesia. untuk bisa dilakukan
 Dihasilkan sebuah dokumen yang disebut  Pada Minggu II telah dilakukan pencermatan, dan dikumpulkan
“Preliminary Material”, sebagai rangkuman komunikasi informal dengan co- kembali pada sabtu tanggal 11
submisi dan pembahasan, dan materi itulah facilitator APA Agenda 5 karena November jam 3 sore.
yang dibahas selama 6 kali ada usulan Indonesia yang belum  Masukan akan dikompilasi oleh
pertemuan/konsultasi. masuk; dan dilanjutkan dengan co-facilitator pada sabtu sd
 Ada 8 heading yang dijabarkan dalam komunikasi formal dalam minggu, dan hari minggu malam
preliminary material, yaitu (A) untuk overaching intervensi dalam sidang informal dapat diupload kemabli untuk
consideration dan guiding principle (minor consultation terakhir pada hari bisa dicermati party, dan
koreksi), (B) GHG inventory (minor koreksi), (C) Senin 13 November 2017. dibahas kembali pada hari senin
Tracking progress NDC depan.
Adaptasi, (D) Adaptasi, (E) Support provided  Pada Minggu II telah keluar
and mobilized, (F) Support needed and update (interasi pertama dari
received, (G) Technical expert review (minor preliminary material), dan
koreksi), dan (H) FMCP (minor koreksi) disebut sebagai informal note
 Pada Minggu II hanya dilakukan 1 kali informal by co-facilitator
consultation, dengan focus pada komponen (http://unfccc.int/files/meetings/
yang belum tercakup. bonn_nov_2017/in-
 Komponen Indonesia sudah semuanya session/application/pdf/apa_5_i
dimasukkan, kecuali untuk detil komponen yang nformal_note_.pdf)
menjadi bagian dari negosiasi.Untuk materi  Masih ada catatan untuk bisa
negosiasi, akan didiskusikan lebih jelas untuk memilah komponen di dalam
per heading, pada pertemuan berikutnya. informal note antara bagian
 Masih perlu dipikirkan bagaimana MPGs TF yang pantas masuk di dalam
akan move forward untuk membahas detil decision, dan bagian yang
informal note. berada di dalam text MPGs.
APA 6 Matters relating to the Persidangan APA agenda item 6
Matters relating to Secara umum submisi yang telah Pandangan/masukan dari Parties,
global stocktake referred the global stocktake referred to in Article 14 of the disampaikan Indonesia terkait global terutama terkait bagaimana
to in Article 14 of the Paris Paris Agreement telah diselenggarakan sebanyak 6 stocktake sejalan dengan pandangan- mengimplementasikan global
Agreement pertemuan informal consultations untuk pandangan umum yang disampaikan stocktake belum seluruhnya dapat
mengembangkan building blocks dan perangkat negara-negara berkembang bahwa di-incorporated dalam Informal Note,

101
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
6(a) Identification of the implementasi global stoctake. global stocktake walaupun bersifat sehingga diperlukan pembahasan
sources of input for the kolektif, namun harus lanjutan pada persidangan APA sesi
global stocktake Persidangan telah menghasilkan Draft elements for mempertimbangkan national selanjutnya.
APA agenda item 6
yang dituangkan dalam Informal circumstances, dilakukan secara
6(b) Development of the note by the co-facilitators - First iteration. bertahap sesuai kapasitas dan Pembahasan lanjutan difokuskan
modalities of the global kapabiltas negara-negara untuk menghasilkan struktur final,
stocktake Informal note telah mengidentifikasi key elemen berkembang. elemen kunci dan perangkat
building block terdiri dari Modalitas dan Sources of pelaksanaan terkait untuk
Inputs. Adapun Modalitas terdiri dari komponen operasionalisasi global stocktake
Overarching document, Activity A (preparatory secara comprehensive and
phase), Activity B (Technical phase) dan Activity C facilitative manner, dengan
(Political Phase). Activity A meliputi information mempertimbangkan mitigasi,
gathering and compliation dan Technical input. adaptasi serta mean implementation
Activity B terdiri dari technical consideration of input, and support, in the light of equity and
take stock, assess collective progress and prepare the best available science
output, dan technical consideration. Sedangkan sebagaimana dinyatakan dalam
Activity C terdiri dari consideration of outputs, dan Article 14.1 Paris Agreement.
closure of GST – Outcome.
Untuk pembahasan tentang equity
Salah satu isu utama persidangan yang dibahas dan pada persidangan selanjutnya, perlu
belum selesai adalah pembahasan tentang equity. dirumuskan solusi untuk mengatasi
permasalahan utamanya yaitu
bagaimana meng-incorporate equity
kedalam global stoctake dan bentuk
operasionalisanya.

SBI 3 Reporting from and


review of Parties included
in Annex I to the
Convention
SBI 3(a) Status of submission and Persidangan SBI telah mencatat informasi yang
review of second biennial dipresentasikan mengenai status of submission and
reports from Parties review of second biennial reports from Parties
included in Annex I to the included in Annex I to the Convention
Convention
102
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
SBI 3(b) Compilation and  Negara Annex I merasa bahwa hasil kompilasi  Indonesia memandang bahwa  Beberapa alternative text untuk
synthesis of second dan sintesis BR kedua bisa dipergunaan untuk hasil kompilasi dan sintesis BR informal note sudah diusulkan,
biennial reports from move forward, namun negara berkembang kedua untuk Annex I harus jelas namun sampai akhir informal
Parties included in Annex (China dan Arab Saudi terutama) merasa bahwa menunjukkan keberlakuannya consultation, belum ada
I to the Convention masih banyak yang harus ditambahkan di dalam (sampai tahun 2020). kesepakatan untuk mengambil
text, termasuk memasukkan tahun 2020 dalam salah satu dari alternative yang
text (untuk menunjukkan kejelasan bahwa BR ini diberikan co-facilitator.
hanya sampai 2020).  Rule 16 - SBI 48 to continue
 Pada awal informal consultation memasukkan consideration (tidak ada
tahun 2020 bisa diterima, namun ketika kesepakatan, dan kembali pada
kemudian Arab Saudi ingin memasukkan hal posisi sebelum SBI 47 2017 ini
terkait response measure, maka tidak diperoleh dilakukan).
kesepakatan.
SBI 3(c) Report on national Persidangan SBI telah mencatat informasi yang
greenhouse gas inventory dipresentasikan dalam laporan data inventarisasi
data from Parties GRK dari Negara pihak yang termasuk dalam Annex
included in Annex I to the I to the Convention untuk periode tahun 1990–2015
Convention for the period
1990–2015
SBI 4 Reporting from Parties
not included in Annex I to
the Convention
SBI 4(a) Information contained in Pembahasan ditunda
national communications
from Parties not included
in Annex I to the
Convention
SBI 4(b) Work of the Consultative Pada 13 November 2017 telah disepakati draft  Pandangan umum negara maju:
Group of Experts on Conclusion yang didasarkan pada draft sebelumnya, (a) CGE perlu lebih
National Communications yang berisikan pokok-pokok sebagai berikut: mengutamakan kualitas expert
from Parties not included  SBI menyambut progress CGE dalam yang mendapatkan training dari
in Annex I to the pelaksanaan workplan 2017 CGE dan bukan luasnya
Convention  SBI mencatat berbagai permasalahan dan jaringan dan banyaknya expert,
tantangan, lesson learned dan best practices (b) CGE lebih didorong untuk

103
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
 SBI memiliki concern yang besar terhadap melanjutkan kerja melalui close
regional hands-on training di region Amerika collaboration sehingga dapat
Latin dan Karibia yang tidak dapt terselenggara menyelesaikan program
pada 2017 mengingat keterbatasan anggaran kerjanya secara appropriate
 SBI mencatat program kerja CGE di tahun 2018  Pandangan negara
beserta fokus areanya berkembang: para 5,6,d an 7
 SBI mendesak negara maju yang termasuk merupakan satu paket
dalam Annex II Konvensi dan negara dengan (dukungan pendanaan)
posisi yang sama untuk dapat menyediakan pembahasan
dukungan pendanaan

Terkait isu insufficient dukungan pendanaan pada


para 5 dan 6 yang menjadi sentral perundingan
dalam draft text pada minggu lalu, maka text
disepakati menjadi:

5. The SBI also noted with concern that the planned


regional hands-on training workshop for the Latin
American and Caribbean region on the preparation
of mitigation actions and reporting on them in NCs
and BURs could not be conducted in 2017 owing to
insufficient financial resources

6. The SBI recalled the provisions and


procedures12 to provide funding to the budget of
the secretariat under the Convention and
relevant decisions of the Conference of the
Parties and took note of the estimated budgetary
implications of the activities planned to be
undertaken by the CGE, with the assistance of
the secretariat, in order to implement its work
programme for 2018, as referred to in paragraph
4 above. The SBI also invited multilateral entities to
collaborate with the CGE, as appropriate, in the

104
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
provision of technical support to non-Annex I Parties
in preparing their NCs and BURs.

SBI 4(d) Summary reports on the Persidangan SBI telah mencatat “summary reports
technical analysis of on the technical analysis of biennial update reports
biennial update reports of of Parties not included in Annex I to the Convention”
Parties not included in
Annex I to the Convention
SBI 6 Development of Persidangan informal consultasi hari kedua kamis 9
modalities and Nov 2017 untuk SBI agenda item 6. Development of
procedures for the modalities and procedures for the operation and use
operation and use of a of a public registry reffered to in Article 4 paragraph
public registry referred to 12, of the Paris Agreement.
in Article 4, paragraph 12,
of the Paris Agreement Informal note yang dibuat berdasarkan sesi
persidangan I hari selasa 7 Nov dan views dari
submisi parties, yg terdiri dari: modalities PR,
procedures; roles dan linkages, ditolak oleh China,
Saudi Arabia, dan India. Alasan penolakan karena
draft informal note belum mengakomodir views
parties dr submisi dan juga dari sesi persidangan
sebelumnya.

Isu yang dipermasalahkan adalah belum


mengakomodir views parties terkait dengan Publict
Registry untuk NDC dan Public Registry untuk
Adaptation Communication dapat dijadikan satu
untuk efektif dan pragmatis; dan juga belum
mengakomodir tentang pandangan parties terkait
dengan prosedur. Oleh karena itu diminta ada
perubahan draft informal note atau ada informal note
baru.

Terjadi perbedaan kuat antara pandangan China,


Saudi Arabia dan India dengan beberapa Negara
105
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
maju seperti EU, Canada, New Zeland, Norway dan
Australia. Co Chair meminta untuk informal2
consultasi antara dua group untuk membahas draft
informal note perubahan.

Hasil informal note tanggal 13 Nopember 2017 yang


disampaikan oleh co fasilitatir adalah Mengadopsi
registri sementara sebagai final Public Registry
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, paragraf 12
dari Perjanjian Paris tanpa adanya revisi lebih lanjut.

Struktur dan design dr Public Registry NDCs dan


Adaptation Communication telah di detaikan dalam
Modalities, Procedure dan Role sebagai berikut :

Modalities
 Harus mudah diakses, dan dibuat dalam 6
bahasa,
 Disajikan dalam format tabel, dengan tampilan
kolom tabel, antara lain : nama Party; judul
dokumen; tipe dokumen; nomor versi; status;
bahasa; dan tanggal diserahkan;

Procedures
 NPF para Pihak menyerahkan/ mengunggah
NDC ke Sekretariat dengan menggunakan akun
pendaftaran;
 Sebelum menyimpan dokumen, Sekretariat
melakukan pemeriksaan keamanan internet
terhadap semua NDC yang diajukan;
 Parties, non-Party, pemangku kepentingan lain
dan masyarakat memiliki akses
mendownload, melihat, mencari dan membaca
NDC dari bagian publik registri;

106
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT

Role
 Setiap negara menentukan NFP utk mengakses
public registry, Sekretariat unfccc sebagai
admin, dan me-maintain public registry

SBI 7 Development of Persidangan informal consultasi hari kedua kamis 9 SBI setuju untuk melanjutkan
modalities and Nov 2017 untuk SBI agenda item 6. Development of pertimbangannya mengenai
procedures for the modalities and procedures for the operation and use masalah ini di SBI 48 (April-
operation and use of a of a public registry reffered to in Article 7 paragraph Mei2018)
public registry referred to 12, of the Paris Agreement.
in Article 7, paragraph 12,
of the Paris Agreement Pembahasan focus pada struktur dan design dr
Public Registry untuk adaptation communication.
Masih ada perbedaan pandangan antara China
didukung oleh Saudi Arabia dan India dengan
negara2 maju seperti terkait dengan struktur dan
design dr PR NDc dan PR untuk adaptation
communication EU, Canada, New Zeland, Norway
dan Australia. China berpandangan bahwa Public
Registry untuk NDC danPublic Registry untuk
Adaptasi komunikasi dapat disatukan untuk
efektifitas dan pragmatis.

Dipihak lain Negara maju menganggap bahwa


struktur dari public registry NDC dan adaptasi
komunikasi berbeda, sehingga dibuat dalam web
yang terpisah tetapi dilakukang interlinkages antara
keduanya.

Hasil informal note tanggal 13 Nopember 2017 yang


disampaikan oleh co fasilitatir adalah Para pihak
menggarisbawahi usulan yang berbeda untuk

107
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
penerapan public Registri Adaptasi Cummunication
antara lain adalah :

 Dibuat Registry baru untuk Adaptation


Communication;
 Menyusun satu registry / website sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat 12, dengan pilihan
menyertakan Registry NDC, NAP Central, atau
lainnya;
 Registry NDC dan adaptation Communication
digabung dalam satu registri;
 Website dengan hyperlink ke berbagai situs/
registries dimana salah satunya menyediakan
adaptation Communication;
 Tidak ada registri untuk adaptation
communication, namun setiap pihak dapat
memilih situs web yang dikelola oleh sekretariat
untuk menampung adaptation communication
mereka.

SBSTA 10 Methodological issues


under the Convention
SBSTA 10(a) Common metrics to Persidangan telah menyepakati Draft conclusions Meng-address isu konsistensi antara Perlunya elaborasi lebih lanjut dalam
calculate the carbon proposed by the Chair, yang berisikan hal-hal pokok carbon dioxide equivalence yang negosiasi terkait dengan bagaimana
dioxide equivalence of sebagai berikut: digunakan dalam NDC (berdasarkan meng-address isu konsistensi antara
greenhouse gases global warming potential (GWP)) carbon dioxide equivalence yang
 SBSTA akan melanjutkan pembahasan dengan carbon dioxide equivalence digunakan dalam NDC dengan
common metrics digunakan untuk menghitung dalam common metrics carbon dioxide equivalence dalam
penyetaraan karbon dioksida (carbon dioxide common metrics.
equivalence) dari sumber-sumber emisi GRK
antropogenik.
 SBSTA mencatat bahwa Ad Hoc Working Group
on the Paris Agreement (APA) telah
menginisisasi kerja mengenai common metrics
108
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
dalam kaitannya dengan elaborasi panduan
untuk menghitung NDC yang disusun Parties,
untuk selanjutnya disepakati pada persidangan
Conference of the Parties serving as the
meeting of the Parties to the Paris Agreement
(CMA), dengan memastikan bahwa Parties
menghitung emisi GRK antropogeniknya
berkaitan dengan metodologi dan common
metrics yang disiapkan oleh Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) and adopted
by the CMA.
 SBSTA menangani diskusi substantif isu ini,
termasuk temuan IPCC dalam Fifth Assessment
Report, dan menyepakati bahwa pertimbangan
lebih lanjut terhadap common metrics dilakukan
melalui persidangan APA.
 SBSTA menyepakati pembahasan lanjutan
common metrics pada sessi berikutnya di bulan
Jun1 2019 mempertimbangkan persidangan
dibawah APA.
KELOMPOK FINANCE

COP 10 Matters relating to finance


COP 10(a) Long-term climate finance Pada contact group isu ini membahas hasil workshop Kepentingan Indonesia dalam hal ini Pada pembahasan ini, para Pihak
dan Second biennial high-level ministerial dialogue adalah pentingnya merealisasikan diminta memberikan susbmisi terkait
on climate finance, hightlight beberapa isu pada hasil workshop untuk scaling up, dengan LTF.
proses negosiasi sebagai berikut: sustainability dan predictability dana
1. Long term finance harus mempertimbangkan iklim.
sustainability of Adaptation Fund
2. Peningkatan dan mobilisasi pendanaan iklim
3. Predictability and sustainability
COP 10(b) Matters relating to the SCF baru membuka agendanya pada tanggal 8 Pada dasarnya, posisi Indonesia Pada minggu pertama, Co-facilitator
Standing Committee on November 2017 yang lalu. Negara-negara baru sama dengan posisi G77, salah mengundang submisi dari Parties,
Finance menyampaikan pandangannya atas agenda satunya adalah adanya mekanisme

109
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
tersebut. Untuk SCF, Antigua dan Barbuda menjadi alternate members. Memiliki dan akan dikompilasikan menjadi
lead dari G77. mekanisme alternate members yang draft text, sebagai bahan negosiasi.
juga akan dipilih berdasarkan grup
Hal yang harus diperhatikan adalah modalities kerja regional, akan membuka peluang bagi Decision yang disepakati tertuang
dari SCF. Mengambil contoh dari pertemuan SCF Indonesia untuk duduk sebagai pada dokumen FCCC/CP/2017/L.6.
yang lalu, dimana perwakilan dari negara-negara anggota dari SCF.
berkembang banyak yang berhalangan karena
terjadi bencana di beberapa negara SIDS, maka G77 Kepentingan Indonesia lainnya adalah
mengajukan adanya mekanisme alternate di SCF. bahwa transparansi of support penting
G77 juga menginginkan jumlah pertemuan lebih dari dilaksanakan sebagai tools untuk
2 kali dalam setahun. SCF saat ini struggling, terkait mengevaluasi dukungan pendanaan
dengan mandatnya untuk memobilisasi pendanaan. yang diterima oleh Indonesia dalam
Itu sebabnya, COP diminta untuk memberikan upaya pengendalian perubahan iklim.
guidance yang jelas terkait dengan hal ini.

Negara maju tidak setuju dengan ide adanya


alternate members, dengan alasan bahwa
keberlanjutan isu harus dijaga, itu sebabnya, orang
yang sama harus memiliki komitmen untuk mengikuti
SCF meeting sampai periodenya berlalu.

Pada pembahasan draft decision di minggu kedua,


terdapat isu krusial yang menjadi perdebatan, yaitu
fungsi SCF terkait dengan MRV of finance. Negara
berkembang menginginkan agar fungsi SCF
mengenai MRV of finance diperkuat dengan
mempertegasnya dalam draft decision. Dalam hal ini,
Negara berkembang menekankan bahwa
pentingnya menghindari duplikasi antara SBSTA and
SBI serta APA. Sementara Negara maju
menekankan bahwa fungsi SCF mengenai sudah
ada mandatnya jadi tidak perlu dipertegas kembali.
Pada draft decision disepakati bahwa SCF diminta
untuk meningkatkan fungsinya terkait dengan MRV
of support diluar fungsinya dalam menyusun biennial
110
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
assessment, serta pentingnya menghindari duplikasi
mandate yang diberikan kepada SBSTA dan Ad Hoc
WG on the PA.
COP 10(c) Report of the Green Pembahasan isu ini didahului dengan sesi tanya Pada isu ini, posisi Indonesia yang Pada negosiasi isu ini, sebagian
Climate Fund to the jawab dengan Sekretariat yang selanjutnya diikuti disampaikan melalui submisi sebagai besar negara berkembang
Conference of the Parties dengan contact group. Beberapa isu yang menjadi berikut: menyampaikan bahwa GCF belum
and guidance to the highlight sebagai berikut:  Recognizes the progress/ results secara maksimal menyalurkan dana
Green Climate Fund - P&I: sampai saat ini baru 15 negara yang of the GCF Board in the iklim karena sulitnya mendapat
menandatangani, karena permasalahan status development of REDD+ request akredetasi dari GCF, khususnya
hukum GCF menjadi masalah pada proses hukum for Proposal for the pilot yang direct access.
di negara-negara anggota, beberapa negara programme for REDD+ result-
menginginkan GCF untuk lebih fleksible pada based payments. Beberapa negara maju
proses  Urges the GCF to enhance its menginginkan agar pembahasan
- Eligibility criteria work in facilitating REDD+ result draft text menggunakan draft text
- GCF agar lebih transparan dan aktif pada proses based payments, including to yang disediakan oleh SCF,
penilaian proposal, karena ada beberapa increasing the number of sementara negara berkembang
proposal yang sudah diajukan tapi belum diproses countries that are in a position to menginginkan agar pembahasan
dan terkadang sudah disapprove tapi masalah obtain and receive payments for draft text dapat menggunakan draft
belum mulai dilaksanakan projeknya. results-based actions refered to text dengan menggabungkan input
- Proses pengajuan proposal agar lebih Paragraph 5 Decision 9/CP. 19, dari negara para Pihak.
disederhanakan karena biaya pengajuan taking into account paragraph 7 of
proposal juga tinggi. the same decision. Pada minggu kedua disepakati
- Kemudahan direct access dan persetujuan  Encourage the GCF Board to dengan beberapa compromise text
akredetasi. improve continuously the dari isu:
complementarity and coherence 1. Eligibility criteria
Pada pembahasan ini, Co-chair baru with other operating 2. Provillege and immunities
mempersiapkan draft text berdasarkan input para entities/financial institutions, by Sebagaimana tertuang pada para 7,
negara Pihak sehingga belum ada pembahasan draft finalizing an operational 12, 13 dan 14 pada dokumen
pedoman untuk operating entities GCF. framework on complementary FCCC/CP/2017/L.8.
and coherence, and initiating
Pada pembahasan minggu kedua, beberapa isu dialogue on coherence in climate Para pihak diminta untuk dapat
yang menjadi focus pembahasan adalah: (i) eligibility finance delivery with other memberikan masukan mengenai
criteria, (ii) Privileges and Immunities (P&I), (iii) multilateral entities. elemen-elemen yang akan
mainstreaming pengelolaan aset GCF. digunakan dalam menyusuna
pedoman untuk GCF tahun
111
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
Sedangkan isu-isu yang sudah terselesaikan adalah  Emphasize the importance of berikutnya. Pandangan tersebut
isu replenishment pertama GCF, adanya pedoman simplified procedure for small harus disampaikan kepada
untuk penentuan disbursement yang balance antara scale projects in accessing fund Sekretariat UNFCCC 10 minggu
mitigasi dan adaptasi. Eligibility criteria menjadi from GCF. sebelum pelaksanaan COP 24
perhatian penting karena parties menginginkan UNFCCC.
semua developing parties mempunyai hak untuk  PSF should promote the
mengakses dana GCF sesuai dengan eligibility participation of private sector in
criteria yang ditentukan. Selain itu, Negara developing countries, particularly
berkembang menginginkan adanya jaminan dengan local private sector actor and local
proses aplikasi seragam (uniform application). financial intermediaries and the
Sementara Negara maju dan sebagian Afrika operation of the PSF should be
keberatan dengan penggunaan terminology uniform consistent with relevant national
application dalam akses dana GCF. Draft decision regulation and country-driven
yang disepakati akhirnya tanpa menggunakan kata principles.
“uniform” tetapi tetap menjamin bahwa proses
aplikasi berdasarkan kebijakan GCF yang
disepakati.

Pada isu mainstreaming pengelolaan aset GCF,


AOSIS meminta agar GCF melaporkan kebijakan
atau inisiatifnya sejalan dengan Paris Agreement,
namun mendapat pertentangan dari Grup Arab.

Untuk isu P&I, permasalahan yang terjadi adalah


sedikitnya negara yang sudah menjalin perjanjian
dengan GCF dimana permasalahan utama adalah
legal status dari GCF. Opsi yang dipertimbangkan
adalah meminta UN General Assembly untuk
mempertimbangkan keterkaitan UN dengan GCF.
Selain itu juga meminta Board untuk
mengintensifkan usaha untuk mendapatkan P&I dari
Parties dengan tetap mempertimbangkan hukum
yang berlaku di suatu negara.

112
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
COP 10(d) Report of the Global Negosiasi isu ini dilakukan melalui 2 kali contact Indonesia pada isu ini memberikan Pada negosiasi isu ini, pada intinya
Environment Facility to group dan 1 kali informal counsultation. Beberapa isu beberapa posisi sebagai berikut: negara maju mengharapkan
the Conference of the yang menjadi highlight pada issue ini:  GEF Council should enhance or at pembahasan draft decision yang
Parties and guidance to  Pada prinsipnya negara Pihak menilai bahwa least maintain the allocation of dipersiapkan oleh SCF, sementara
the Global Environment berdasarkan report GEF, GEF sudah GEF-7 fund for climate change focal negara berkembang mengharapkan
Facility menunjukkan kinerja yang baik, termasuk small areas. pembahasan dimulai dengan draft
grant project yang merupakan flagship dari GEF.  In the next replenishment cycle, decision yang sudah mengakomodir
 Kriteria eligibilitas GEF should continue with STAR masukan dari negara Para Pihak
 Prosedur pembahasan draft pedoman untuk (System for Transparent Allocation yang memasukkan beberapa
operating entity untuk GEF, dimana Amerika, Uni of Resources) in the understanding elemen dalam panduan tersebut.
Eropa dan Saudi Arabia mengusulkan agar that it is a system that allocate Pada akhirnya negosiasi dilakukan
pembahasan pedoman difokuskan pada draft resources to eligible countries dengan menggunakan draft decision
tersebut. Sementara, negara berkembang based on transparent that reflects yang sudah mengakomodir
mengusulkan agar pembahasan pedoman the performance of the country and masukan para Pihak. Pada minggu
dilakukan berdasarkan input negara para Pihak its potential to achieve global kedua disepakati draft decision
dengan tetap mempertimbangkan darft yang environmental benefits. dengan kesepakatan-kesapakatan
telah dipersiapkan oleh SCF.  Request developed country Parties sebagaimana dijelaskan pada kolom
and any other Parties in a position 4 dan secara lengkap kesepakatan-
Pembahasan draft text pada akhirnya menggunakan to do so to continue and enhance kesepakatan tersebut tertuang pada
draft text yang telah mengakomodir masukan dari their voluntary financial contribution dokumen FCCC/CP/2017/L.8.
negara para Pihak, termasuk Indonesia, dan to the GEF, to ensure a robust GEF-
pembahasan masih akan berlanjut. 7 for providing adequate and Para pihak diminta untuk dapat
predictable funding taking into memberikan masukan mengenai
Pembahasan isu ini pada minggu kedua, beberapa consideration the Paris Agreement. elemen-elemen yang akan
isu yang menjadi highlight sebagai berikut:  Urges the GEF to begin a new digunakan dalam menyusuna
 Alokasi pendanaan GEF-7 untuk focal area round of accreditation of agencies pedoman untuk GEF tahun
perubahan iklim for direct access, so that new berikutnya. Pandangan tersebut
 Instrumen pendanaan GEF national and regional agencies can harus disampaikan kepada
 Akses modalities pendanaan GEF-7 untuk joint the current portfolio of GEF Sekretariat UNFCCC 10 minggu
Negara berkembang agencies. sebelum pelaksanaan COP 24
 To allow more incentive to local or UNFCCC.
Terkait dengan isu alokasi GEF-7, Negara community based initiatives and for
berkembang menginginkan agar GEF 7 dapat greater significant environmental,
mempertahankan alokasinya sama dengan social and economic benefits at

113
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
persentase GEF 6. Namun demikian Negara maju local community level, Indonesia
menginginkan bahwa cukup disebutkan GEF perlu urge for the continuation and
mempertimbangkan lebih lanjut kebutuhan dan strengthening the GEF Small
prioritas Negara berkembang. Grants Programs.
 GEF continues its efforts to deliver
Untuk instrument pendanaan GEF, Negara maju global environmental benefits by
menginginkan agar instrument yang dipakai tidak responding national priorities and
hanya grant tetapi loan, sementara Negara international commitment under the
berkembang hanya menginginkan grant dan pada three Conventions (UNFCCC,
akhirnya disepakati grant dan concenssional. Selain UNCBD, UNCCD).
itu, Negara maju menginginkan bahwa dana GEF  Encourage the GEF Council to
yang ditujukan untuk mendukung Negara improve continuously the
berkembang ini digunakan apabila diperlukan dan complimentary and coherence with
Negara berkembang menginginkan dengan tegas other operating entities/financial
bahwa penggunaan dana GEF memang ditujtukan institutions
untuk Negara berkembang.

Untuk akses modalities, Negara berkembang


mengusulkan agar GEF dapat terus memperbaiki
modalitias akses untuk NIEs baru dari Negara
berkembang, tetapi Negara maju menginginkan agar
tidak perlu menyebutkan secara khusus NIEs tetapi
cukup Negara berkembang saja, termasuk LDCs dan
SIDs.

COP 10(e) Sixth review of the Sebagai latar belakang pada COP ke 4 telah Kepentingan Indonesia pada isu ini Pada negosiasi isu ini dihasilkan
Financial Mechanism diputuskan untuk review Financial Mechanism of the adalah pentingnya menghindari draft decision yang tertuang dalam
Convention setiap 4 tahun sekali. Kemudian sesuai duplikasi antara operating enities dokumen FCCC/CP/2017/L.4.
decision 12/COP.22 SCF mempersiapkan expert dalam penyaluran pendanaan iklim. Review ke-7 dari financial
input untuk sixth review of the Financial Mechanism, Secara umum Indonesia mengamati mechanism akan dilakukan pada
in line with the updated guidelines for the sixth proses yang berjalan. COP 26 UNFCCC (November 2020)
review. Parties memberikan masukan terhadap dengan merujuk pada kriteria pada
technical paper by SCF. Beberapa negara pedoman yang telah diupdate sesuai
mendukung technical paper tersebut dan melihat dengan lampiran decision 12/CP 22.
banyak elemen penting yang diangkat dalam
114
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
technical paper, seperti: engagement of
stakeholders; no fixed timelines or standards for
projects approval (timelines for approval merupakan
salah satu isu yang menjadi concern Parties);
consistency and complementarity. Namun ada juga
yang mengangkat persoalan di dalam technical
paper, seperti kurang merefleksikan secara akurat
apa yang telah dilakukan oleh operating entities;
perlu assessment of other resources; terkait
adequacy and predictability tidak ada grid
assessment financing need; perlu diperhatikan juga
untuk menghindari duplikasi.

COP 10(f) Process to identify the Pada tanggal 10 November dilaksanakan pertemuan Pada negosiasi isu ini telah
information to be provided COP informal consultation on process to identify the dihasilkan draft decision pada
by Parties in accordance information to be provided by Parties in accordance dokumen FCCC/CP/2017/L.12.
with Article 9, paragraph with Article 9.5 of the Paris Agreement. Sebelumnya Selain itu, sebagai lampiran terdapat
5, of the Paris Agreement pada session Mei 2017 telah dilakukan Round-table informal note yang dipersiapkan oleh
discussion on the process to identify information to co-chair sebagai pertimbangan awal
be provided under Article 9, paragraph 5, of the Paris untuk melanjutkan kerja yang lebih
Agreement dan telah keluar summary report by the advance terkait dengan identifikasi
Secretariat dari Round-table tersebut. Pertemuan informasi yang dipersiapkan oleh
dimulai dengan perdebatan akan membahas negara Pihak sesuai dengan artikel
procedural issues atau akan lanjut pada substansi , 9.5 PA yang mewajibkan Negara
dan pada akhirnya lanjut pada substansi dengan maju untuk menyiapkan informasi
dokumen summary report sebagai dasar. Fokus tersebut dan mendorong pihak lain
pembahasan pada para.22 summary report secara sukarela.
mengenai potential elements of information to be
biennially communicated by developed country
Parties. Beberapa Parties memberikan masukan
diantaranya: informasi expected level of climate
finance through bilateral dan multilateral akan sangat
berguna bagi developing countries; budgetary
constraints salah satu masalah yang dihadapi oleh
developing countries; perlu ditekankan bahwa pasal
115
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
9.5 mengenai “provided” dan bukan “mobilized”
namun ada beberapa elemen mobilized yang
diangkat untuk itu perlu kejelasan dalam hal ini; ada
beberapa elemen dari CTF yang dapat digunakan to
enhance information provided; dan perlu ada definisi
climate finance; perlu ada kejelasan elemen-elemen
baru yang akan dimasukan disini akan dilaporkan
kepada COP atau CMA.

CMP 4 Matters Relating to the Pembahasan pada agenda ini tidak mengalami CDM-DNA Indonesia perlu
Clean Development banyak kemajuan. Perkembangan pembahasan mengikuti berbagai perkembangan
Mechanism berjalan sangat lamban dan pada akhirnya yang ada termasuk dalam hal
disepakati draft decision yang disampaikan kepada standardized baseline.
Presiden CMP untuk diadopsi dalam sidang pleno
penutupan CMP13.

Isi dari decision tersebut (FCCC/KP/CMP/2017/L.2)


adalah:
- Menerima laporan yang disampaikan oleh CDM
Executive Board untuk tahun 2016-2017
- Mencatat kontribusi CDM yang mencakup: 7.780
kegiatan yang telah didaftarkan (registered project
activities), 310 program yang telah didaftarkan
(registered programme of activities), lebih dari 1,88
milyar CERs yang telah dikeluarkan (yang 124 juta
di antaranya voluntary cancelled di tingkat nasional
maupun multilateral).
- Mencatat peran voluntary cancellation of CERs
(Dec.1/CP.19 para.5(c) dan Dec.1/CP.21 para
106)
- Mencatat distribusi regional dari kegiatan yang
terdaftar, program yang terdaftar serta CER yang
dihasilkan sebagai berikut: Afrika (2,8%, 36,1%
dan 2,2%), Asia-Pasifik (83,8%, 47,1% dan
84,8%), Eropa Timur (0,6%, 0,7% dan 0,2%) serta
116
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
Amerika Latin dan Karibia (12,8%, 16,1% dan
128%)
- Meminta Para Pihak untuk segera meratifikasi
Amandemen Doha
- Meminta CDM-EB untuk melanjutkan upaya
simplifikasi proses standardized baseline,
termasuk membantu DNA jika diminta
- Mendukung CDM-EB untuk terus bekerjasama
dengan institusi pendanaan terkait Dec.6/CMP.11,
para.7&8
- Mengakui dukungan regional collaboration center
kepada stakeholder dalam CDM, dan meminta
CDM-EB untuk meneruskan dukungan ini serta
melaporkannya kepada CMP14, 2018
- Mencatat bahwa CDM-EB telah mengadopsi
business and management plan 2018-2019
- Memberikan akreditasi kepada DOE baru

CMP 7 Matters relating to the


Adaptation Fund
CMP 7(a) Report of the Adaptation Agenda ini telah dibuka pada tanggal 9 November Posisi Indonesia untuk hal ini sama Negosiasi pada isu ini menghasilkan
Fund Board 2017, di mana masing-masing negara dan grup dengan G77, dimana Indonesia kesepakatan yang dituangkan ke
negara menyampaikan beberapa hal yang menginginkan kelanjutan AF untuk dalam dokumen
menjadi posisi mereka. Lead dari G77 adalah serve Paris Agreement. FCCC/KP/CMP/2017/L.4.
Bahamas dalam hal ini. Untuk mempersiapkan AF serve
Paris Agreement, Indonesia perlu
Posisi G77 yang disampaikan oleh Bahamas secara aktif memberikan
adalah terkait dengan poses akreditasi dari MIEs, pandangannya mengenai konsep
dan juga pentingnya linkages dari Adaptation Fund institutional arrangement, operating
dan Green Climate Fund. Pendanaan AF tidak modalities for AF to serve PA,
hanya berasal dari CER namun juga dari kontribusi termasuk sumber pendanaannya.
sukarela negara. Bahamas juga menyatakan Untuk itu, akan lebih baik apabila
bahwa AFB telah menyusun strategi pengumpulan ada kajian khusus mengenai hal
dana (selain dari kontribusi CER dan juga negara). tersebut sebagai basis negosiasi tim
Bahamas menyatakan bahwa CMP decision
117
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
mengenai apa yang akan dilakukan kemudian oleh delegasi Indonesia pada pertemuan
AFB, menjadi keinginan dari Bahama sebagai mendatang.
bagian dari G77.

Terdapat ketidaksepahaman antara negara maju


dan negara berkembang, di mana negara maju
tidak menginginkan diskusi mengenai AF dan PA
berada di bawah agenda ini, sedangkan negara-
negara berkembang ingin mendiskusikan hal
tersebut di agenda ini.

AFB menyatakan pentingnya pendanaan ini,


dilihat dari permintaan yang ada kepada AF dan
dapat dilihat dari jumlah proposal yang masuk.
AFB menyatakan bahwa target untuk tahun depan
diharapkan mencapai USD 100 million.

Pada pembahasan draft decicion di minggu kedua,


beberapa isu yang menjadi highlight adalah:
a. Sequence AF serve Kyoto Protocol ke Paris
Agreement dan Periode transisi, dimana pada
isu ini lebih menekankan pada aspek legal
bagaimana transisi AF dibawah KP ke AF
dibawah PA.
b. Sources of funding, dimana Negara
berkembang menginginkan agar tidak
membahas share of proceed dari CDM dahulu
karena pada negosiasi di bawah artikel 6 PA
belum menunjukkan progress yang jelas.
c. Model pendanaan AF, dimana Negara
berkembang tetap menginginkan full grant dan
direct access dan Negara maju menginginkan
ada model lain dan fleksible.

Pada akhirnya disepakati bahwa:


118
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
a. AF akan serve PA berdasarkan dan konsisten
dengan keputusan yang diambil pada CMA-3
(Desember 2018), sejalan dengan keputusan
CMA-1.
b. Perlu dipertimbangkan apakah AF akan serve
PA secara eksklusive, dibawah pedoman
CMA, mengikuti rekomendasi dari CMA ke
CMP pada CMP 15 (November 2019).
c. Mempertimbangkan progress pada APA-8
yang membahas mengenai governance and
institutional arrangements, safeguards and
operating modalities for the Adaptation Fund to
serve the Paris Agreement, including sources
of funding.
CMP 7(b) Third review of the Telah ada dua pertemuan untuk 3rd review Dalam hal pecanfaatan AF, SBI diminta untuk melakukan review
Adaptation Fund Adaptation Fund, pada tanggal 6 November dan 9 permasalahan yang dihadapi oleh keempat atas AF yang diharapkan
November. Pertemuan secara garis besar Indonesia adalah lebih ke dapat dilaporkan kembali pada
membahas dokumen co-facilitators compilation of permasalahan internal nasional. governing Body yang dilaksanakan
inputs. Dokumen terdiri dari 47 para dengan Secara umum kepentingan Indonesia bersamaam dengan COP 24
pembagian para 1-3 mengenai background bahwa AF harus tetap berbentuk UNFCCC (November 2021).
documents; para 4-6 highlighted peran AF; para 7- bantuan penuh kepada Negara
13 mengenai effort AFB in mobilizing resources; berkembang dan bersifat direct
para 14-15 mengenai the financial pledge and access.
contributions; para 16-19 funding gaps financing;
para 20-25 progress made since the last review; para
26-31 refer efforts AF in promoting direct access;
para 32-36 refer the matters related into introduction
of the ESS of the fund; para 37-39 refers monitoring
activities of the fund; para 40-41 comparative
advantage AF as highlighted in technical paper; para
42-44 cooperation of the fund with other funds; para
45 linkages AF serve PA; dan para 46-47 process for
the next review. Terdapat kesamaan pandangan
bahwa draft conclusions of the SBI akan diteruskan
dan diadop dibawah CMP. Pada tanggal 10
119
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
November pertemuan SBI 3rd review of the AF
ditunda karena tidak ada perwakilan LDCs dan pada
waktu bersamaan terdapat pertemuan APA5
mengenai transparency of support.

Pertemuan selanjutnya membahas dokumen


tersebut dimulai dari hal prosedural hingga
substantif, sebagian besar Parties meminta untuk
streamline teks tersebut. Negara berkembang
menekankan untuk streamline teks mengenai para
encourages AFB dan requests AFB. Hasil pertemuan
telah menghasilkan dokumen draft conclusions
proposed by the Chair FCCC/SBI/2017/L.32 pada
tanggal 13 November 2017.

SBI 4 Reporting from Parties


not included in Annex I to
the Convention
SBI 4(c) Provision of financial and Negosiasi pada isu ini telah dilakukan beberapa kali Pada isu ini, Indonesia hanya Indonesia harus mempersiapkan
technical support dengan perkembangan pembahasan draft mengamati proses yang berlangsung. pandangan atau posisi atas isu ini
conclusion proposed by the chair. Pada awal teks untuk bahan pertemuan SBI ke-48
terdapat 9 para yang dikeluarkan termasuk pada bulan Mei 2018.
didalamnya keterkaitan dengan GEF; training on the
use of the IPCC guidelines berupa regional
workshop.

Namun seiring perkembangan negosiasi, disepakati


bahwa pada pertemuan SBI ke48 pada bulan Mei
2018 akan dilanjutkan pembahasan agenda ini.
Pertemuan ini telah menghasilkan dokumen
FCCC/SBI/2017/L.21
SBI 15 Matters relating to climate
finance

120
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
SBI 15(a) Review the function of the Negosiasi pada isu ini dilakukan melalui 2 kali Pada isu ini pada prinipnya Indonesia Pada negosiasi isu ini dhasilkan
Standing Committee on contact group dan 1 kali informal consultation melalui submisinya menekankan perlu draft co-facilitator.
Finance dengan beberapa isu yang menjadi highlight sebagai memperkuat fungsi SCF agar serve Pada draft co-facilitator para Pihak
berikut: Paris Agreement. dmiminta untuk memberikan submisi
1. Partisipasi anggota SCF dari Negara untuk mempersiapkan draft decision
berkembang. Merujuk pada pertemuan SCF mengenai pedoman untuk operating
terakhir bahwa banyak anggota SCF dari Negara entity dari mekanisme pendanaan.
berkembang yang tidak hadir karena dampak
perubahan iklim yang terjadi di Negara ataupun
karena kurangnya pendanaan untuk membiayai
anggota SCF menyebabkan tidak terjadinya
quorum dalam mencapai kesepakatan.
2. Sistem keanggotaan alternate SCF disediakan.
Namun demikian, bukan berarti bahwa semua
pertemuan SCF, anggota dan anggota alternate
harus menghadiri pertemuan secara bersamaan
sehingga dengan adanya tambahan keanggota
alternate tidak akan mempengaruhi
pembiayaan.
3. Peran SCF yang berlum optimal
a. memobilisasi pendanaan
b. MRV untuk support untuk Negara
berkembang
Untuk optimalisasi fungsi SCF, usulan dari
Negara Pihak, yaitu:
a. Prioritisasi kerja SCF
b. Perlu adanya pdoman dari COP untuk SCF
dalam menjalankan fungsinya dalam
mobilisasi pendanaan iklim
4. Biennial assessment merupakan tools yang
sangat baik untuk negara maju dan Negara
berkembang yang merefleksikan ketersediaan
informasi sumber pendanaan dan aliran
pendanaan secara regional dan tematik.

121
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
5. Memperkuat keterkaitan antara program SCF
dengan badan lain dibawah UNFCCC.

Telah dihasilkan draft decision mengenai review


fungsi SCF.
SBI 15(b) Third review of the Telah ada dua pertemuan untuk 3rd review Dalam hal pecanfaatan AF, SBI diminta untuk melakukan review
Adaptation Fund Adaptation Fund, pada tanggal 6 November dan 9 permasalahan yang dihadapi oleh keempat atas AF yang diharapkan
November. Pertemuan secara garis besar Indonesia adalah lebih ke dapat dilaporkan kembali pada
membahas dokumen co-facilitators compilation of permasalahan internal nasional. governing Body yang dilaksanakan
inputs. Dokumen terdiri dari 47 para dengan Secara umum kepentingan Indonesia bersamaam dengan COP 24
pembagian para 1-3 mengenai background bahwa AF harus tetap berbentuk UNFCCC (November 2021).
documents; para 4-6 highlighted peran AF; para 7- bantuan penuh kepada Negara
13 mengenai effort AFB in mobilizing resources; berkembang dan bersifat direct
para 14-15 mengenai the financial pledge and access.
contributions; para 16-19 funding gaps financing;
para 20-25 progress made since the last review; para
26-31 refer efforts AF in promoting direct access;
para 32-36 refer the matters related into introduction
of the ESS of the fund; para 37-39 refers monitoring
activities of the fund; para 40-41 comparative
advantage AF as highlighted in technical paper; para
42-44 cooperation of the fund with other funds; para
45 linkages AF serve PA; dan para 46-47 process for
the next review. Terdapat kesamaan pandangan
bahwa draft conclusions of the SBI akan diteruskan
dan diadop dibawah CMP. Pada tanggal 10
November pertemuan SBI 3rd review of the AF
ditunda karena tidak ada perwakilan LDCs dan pada
waktu bersamaan terdapat pertemuan APA5
mengenai transparency of support.

Pertemuan selanjutnya membahas dokumen


tersebut dimulai dari hal prosedural hingga
substantif, sebagian besar Parties meminta untuk
streamline teks tersebut. Negara berkembang
122
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
menekankan untuk streamline teks mengenai para
encourages AFB dan requests AFB. Hasil pertemuan
telah menghasilkan dokumen draft conclusions
proposed by the Chair FCCC/SBI/2017/L.32 pada
tanggal 13 November 2017.

SBSTA 12 Modalities for the Negosiasi pada isu ini menggunakan informal note Kepentingan Indonesia pada isu Negara maju menginginkan adanya
accounting of financial yang dihasilkan pada May 2017 lalu. Negosiasi adalah bahwa elemen-eleman pada pembahasan modalitas dalam
resources provided and dilakukan masih melalui contact group pada minggu modalities for financial accounting bentuk CTF dengan bentuk baru,
mobilized through public pertama. Beberapa isu yang menjadi highlight through public intevention dapat sementara negara berkembang
interventions in sebagai berikut: mengisi salah satu elemen pada mengusulkan agar pembahasan
accordance with Article 9, 1. Perlu mendefinisikan secara jelas mengenai transparency framework of support. mengacu pada elemen modalities
paragraph 7, of the Paris climate finance karena untuk perlu ada yang ada. Pada akhirnya disepakati
Agreement kesamaan antra pendanaan yang diterima Indonesia menekankan perlunya MRV untuk pertemuan selanjutnya
dengan yangn disediakan of support dalam modalities of membaha CTF dengan
2. Definisi new dan addional financial accounting system karena menggunakan elemen-elemen yang
3. Currency as one of important aspect in berapa alasan: sudah ada.
4. Public financial resources 1. Overlapping and inconsistent data
5. Re-write informal note dalam bentuk kolom sources Draft decision telah disepakati
ataupun restrukturisasi elemen dengan 2. Difficulties to distinguish public and tertuang pada dokumen
memberikan penjelasan masing-masing elemen private flows FCCC/SBSTA/2017/L.23.
3. Risk of double counting across
Pembahasan isu ini pada minggu kedua fokus pada data sets, sebagai contoh
CTF yang berisi elemen-elemen pada accounting of pendanaan untuk isu
financial resources provided and mobilized dan keanekaragaman hayati dapat juga
definisinya. Elemen-elemen tersebut diharapkan dikalim sebagai kegiatan
dapat menjadi bagian dari transparency of support pengendalian perubahan iklim
yang dinegosiasikan pada APA-5. (sebagai co-benefit).
Elemen accounting of finansial resources provided
and mobilized dikelompokkan dalam 3 kelompok
besar, yaitu:
1. Climate finance provided though bilateral and
regional channels
2. Climate finance provided though Climate finance
provided though multilateral channels
123
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
3. Climate finance mobilized though public
intervention

APA 8 Preparing for the Pada pembahasan isu ini, pada prinsipnya Negara Posisi Indonesia untuk hal ini sama Negosiasi pada isu ini menghasilkan
convening of the first berkebang menginginkan agar pembahasan tidak dengan G77, dimana Indonesia informal note dengan lampiran
session of the hanya membahas informal note tetapi juga menginginkan kelanjutan AF untuk submisi-submisi Negara para Pihak.
Conference of the Parties membahas draft decision. Informal note dapat serve Paris Agreement. Untuk mempersiapkan AF serve
serving as the meeting of menjadi lampiran dari draft decision tersebut. Paris Agreement, Indonesia perlu
the Parties to the Paris Sementara Negara maju menginginkan agar secara aktif memberikan
Agreement Adaptation pembahasan tetap focus pada informal note dahulu pandangannya mengenai konsep
Fund dengan merujuk pada informal note yang dihasilkan institutional arrangement, operating
pada May 2017. modalities for AF to serve PA,
termasuk sumber pendanaannya.
Pada akhirnya negosiasi hanya menghasilkan Untuk itu, akan lebih baik apabila
informal note dengan elemen: ada kajian khusus mengenai hal
a. Cross-cutting and overarching considerations / tersebut sebagai basis negosiasi tim
relevant context / general elements delegasi Indonesia pada pertemuan
b. Elements of relevant guidance: mendatang.
 Options
 Governance and institutional arrangements
 Operating modalities
 safeguards
c. Options for possible transitional period
d. Decision sequencing and timing 


KELOMPOK CAPACITY-BUILDING

SBI 16(a) Capacity-building under Latar Belakang: Indonesia melakukan intervensi Agenda item 16 a ini sangat penting,
the Convention Dalam agenda SBI item 16a terdapat tiga hal yang dengan mengedepankan posisi terutama yang menyangkut
menjadi pokok pembahasan: Indonesia, dalam hal ini memberikan pelaksanaan capacity building di
1) Fourth review of the implementation of the masukan terkait gaps sebagaimana negara berkembang. Untuk itu maka
framework for capacity-building in countries with tercantum dalam kertas posisi Delri, Indonesia mendukung
economies in transition yaitu: dilaksanakannya pemantauan dan
evaluasi tahunan pelaksanaan

124
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
2) Annual monitoring and evaluation of the a. There are still some gaps in kegiatan capacity building.
implementation of the framework for capacity- capacity building that needs to be Di samping itu, perlu dilakukan
building in developing countries in accordance addressed, i.e.: keterpaduan langkah dengan
with decision 2/CP.7. 1) MRV and preparation of rencana kerja Paris Committee on
3) Summary report of the 6th meeting of the Durban reports to the UNFCCC Capacity Building (PCCB),
Forum. 2) Transparency terutama dalam menjajaki gaps dan
3) Implementation of NDC needs capacity building di negara
PEMBAHASAN MINGGU I: 4) Access to financial support berkembang.
Pembahasan agenda item ini dalam minggu pertama 5) Formulation and
dilakukan melalui 5 kali pertemuan informal dan 2 implementation of programs
kali party consultation (informal-informal). and plans, including NAPs
6) GHG inventories Negara-negara diminta untuk
Pembahasan didasarkan pada draft yang disusun 7) Capacity for the menyampaikan submisi pada
oleh co-facilitator. Terdapat tiga draft sebagai acuan implementation of adaptation tanggal 18 Februari 2018 mengenai
pembahasan, yaitu: (1) draft conclusion untuk annual measures topik untuk Durban Forum ke-7.
monitoring and evaluation peningkatan kapasitas di b. Capacity building should Pertemuan Durban Forum ke-7
negara berkembang, (2) draft conclusion response to the Paris Agreement akan dilakukan besamaan dengan
pelaksanaan peningkatan kapasitas di negara as well as Kyoto Protocol SBI 48 bulan April-Mei 2018.
economies in transition, dan (3) draft decision review c. There is a need for capacity
keempat pelaksanaan peningkatan kapasitas di building in Technology
negara economies in transition, sebagai lampiran. Development and Transfer.
d. Encourage regional cooperation,
Butir-butir pembahasan mengenai annual monitoring such as South-South cooperation,
and evaluation pelaksanaan peningkatan kapasitas as well as sub-regional
di negara berkembang mencakup hal-hal sebagai cooperation
berikut: e. Capacity building should be
1. Apresiasi terhadap synthesis report yang country-driven.
disusun untuk memfasilitasi monitoring dan
eluasi pelaksanaan kerangka peningkatan Sebagian dari masukan Indonesia
kapasitas di negara berkembang dan laporan diterima dan dimasukakn ke dalam
pertemuan Durban Forum ke-6. draft text awal. Namun pada akhirnya
2. Tujuan dan lingkup peningkatan kapasitas di paragraf yang memuat rincian gaps
negara berkembang dan kemajuan yang sudah and needs disepakati untuk dihapus.
dicapai

125
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
3. Durban Forum sebagai ajang untuk bertukar Indonesia menempatkan dalam
informasi mengenai good practices posisi mengakui adanya progress
4. Hal-hal baru yang harus dipertimbangkan terbatas capacity-building di negara
berkaitan dengan Covention dan Paris berkembang, namun masih
Agreement dalam pelaksanaan peningkatan menyisakan gaps kapasitas yang
kapasitas di negara berkembang harus ditangani. Beberapa isu
5. PPCB akan memperhatikan kesenjangan dan sepakat dengan pandangan
kebutuhan peningkatan kapasitas, serta kelompok G77 dan China, tetapi
koherensi dan koordinasi pelaksanaan khusus South-South cooperation
peningkatan kapasitas Indonesia menginginkan tetap
6. SBI akan meminta negara-negara memasukkan menjadi isu penting calam capacity
submisi mengenai topik untuk Durban Forum building.
ke-7.

Hal-hal yang menjadi mengemuka dalam


pembahasan antara lain:
- Perlunya penguatan peran PCCB dan ketentuan
bagaimana PCCB bisa sejalan dengan
kerangka capacity building
- Keterpaduan pelaksanaan kegiatan
peningkatan kapasitas sangat diperlukan.
Jangan sampai terjadi duplikasi. Koherensi dan
koordinasi sangat diperlukan.
- Pada awal pembahasan, terdapat paragraf yang
menguraikan mengenai gaps, needs and
constraints (para 5). Negara maju menginginkan
paragraf tersebut dihapus. Namun kelompok
G77 dan China menginginkan paragraf ini
dipertahankan. Pada akhirnya disepakati bahwa
rincian ini dihapus.

Di samping itu, dibahas pula draft teks untuk Fourth


review of the implementation of the framework for
capacity-building in countries with economies in
transition. Draft tersebut merupakan usulan dari
126
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
Ukraina. Namun dalam minggu ini sampai dengan
hari Jumat 10/11/2017 draft ini hanya mendapat
sedikit waktu pembahasan, sehingga belum dapat
diselesaikan.

PEMBAHASAN MINGGU II
Pembahasan minggu kedua untuk agenda item ini
hanya dilakukan sekali dan hanya untuk
menyepakati paragraf-paragraf pada draft
conclusion.

SBI 16(b) Annual technical progress Latar Belakang: Perlunya peningkatan dukungan Indonesia perlu mendukung
report of the Paris Pertemuan pertama PCCB berlangsung tanggal 11- terhadap PCCB. Peningkatan pelaksanaan kegiatan PCCB
Committee on Capacity- 13 Mai 2017 bersamaan dengan SBI 46. Untuk tahun kapasitas merupakan isu penting sebagaimana tertuang di dalam
building 2017, focus area atau tema pertama PCCB adalah karena menjadi prasyarat untuk dapat workplan. PCCB harus melakukan
kegiatan peningkatan kapasitas untuk pelaksanan terlaksananya aksi-aksi perubahan kolaborasi dengan berbagai
NDC dalam konteks Paris Agreement, iklim dalam rangka pelaksanaan Paris lembaga dan pemangku
Agreement. Karena itu, isu ini dalam kepentingan lainnya, pakar, serta
PCCB menyusun annual technical progress report negosiasi perlu senantiasa dikawal. memanfaatkan berbagai sumber
yang akan diserahkan kepada COP melalui SBI. Paris Committee on Capacity Building daya lainnya.
SBI membahas annual technical progress report (PCCB) merupakan bentukan penting
PCCB, termasuk rekomendasi, yang didasarkan di bawah UNFCCC untuk .
pada pelaksanaan workplan. Draft conclusions atau melaksanakan Paris Agreement,
draft decision akan disampaikan ke COP 23 untuk terutama untuk mengidentifikasi
diadopsi. kesenjangan dan kebutuhan
peningkatan kapasitas dalam rangka
PEMBAHASAN MINGGU I pelaksanaan aksi pra 2020. Karena
Pembahasan mengenai agenda item 16(b) minggu itu, PCCB perlu mendapat dukungan
kesatu dilakukan melalui 5 kali pertemuan informal dari semua pihak, serta semua
dan satu kali party consultation (informal-informal), segmen masyarakat dalam
menerapkan rencana kerjanya.
Draft conclusion yang disusun oleh Chair terdiri dari Dukungan bagi PCCB termasuk
butur-butir sebagai berikut: kecukupan dukungan finansial, agar
rencana kerja PCCB dapat terlaksana.

127
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
1. Pentingnya menangani kesejangan dan
kebutuhan (gaps and needs) peningkatan
kapasitas di negara berkembang
2. Apresiasi terhadap hasil kerja PCCB dan laporan
tahunan 2017
3. Mempertimbangkan rules of procedure and
working modalities PCCB
4. Mempertimbangkan roliing workplan PCCB untuk
tahun 2017 – 2019
5. Meminta negara-negara dan lembaga terkait
untuk mendukung pelaksanaan kegiatan PCCB
6. PCCB diminta untuk mengidentifikasi dan bekerja
sama dengan stakeholder terkait dalam
pelaksanaan kegiatannya
7. Melanjutkan focus area kegiatan PCCB pada
tahun 2018 pada pencapaian NDC, seperti focus
area tahun 2017
8. SBI diminta untuk mengkaitkan topik Durban
Forum dengan focus area PCCB
9. Sekretariat diminta untuk mengidentifikasi
communication modalities agar kegiatan PCCB
bisa lebih terakomodir

Isu yang mengemuka dalam pembahasan terutama


terkait dengan butir-butir sebagai berikut:
- Keterbatasan sumber daya dapat berpengaruh
terhadap pelaksanaan rencana kerja PCCB
- Negara-negara para pihak harus memberikan
dukungannya agar PCCB dapat melaksanakan
rencana kerjanya
- Elemen dukungan finansial menjadi perhatian
negara maju, seperti New Zealand dan Jepang.
- Isu anggaran PCCB

128
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
- Permasalahan keterbatasan sumberdaya dan
komunikasi PCCB dalam melaksanakan
mandatnya menjadi isu utama
- USA dan Jepang tidak menyepakati adanya
“resource constraints” PCCB dan perlunya
dukungan sumberdaya untuk PCCB dalam
melaksanakan mandatnya.
- Negara berkembang yang tergabung dalam
G77 dan China awalnya tetap mempertahankan
elemen “resource constraints” PCCB dan
dukungan sumberdaya PCCB. Namun, istilah
tersebut akhirnya dihapus.

PEMBAHASAN MINGGU II
Pembahasan minggu kedua untuk agenda item ini
hanya dilakukan sekali dan hanya untuk
menyepakati paragraf-paragraf pada draft
conclusion.

SBI 16(c) Capacity-building under Latar Belakang: Persidangan lebih didominasi Posisi Indonesia untuk agenda SBI
the Kyoto Protocol SejaIan dengan decision 11/CMP.8, SBI 46 memulai pembahasan isu capacity-building 16(c) tidak berbeda dengan catatan
pembahasan mengenai fourth review of the negara berkembang dan peran PCCB pada agenda SBI 16(a)
implementation of the framework for capacity- dalam capacity building.
building in countries with economies in transition. SBI
46 juga memulai pembahasan mengenai annual
monitoring and evaluation of the implementation of
the framework for capacity-building in developing
countries , sejalan dengan decision 29/CMP.1.
Pembahasan mengenai isu tersebut ditersukan pada
sesi SBI 47.

Pertemuan 6th meeting of the Durban Forum on


capacity-building diadakan pada sesi SBI 46.
Sekretariat menyusun summary report pertemuan
tersebut untuk dipertimbangkan pada SBI 47.
129
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT

PEMBAHASAN MINGGU I
Agenda SBI 16(c) sama dengan agenda 16(a)
namun dalam konteks Kyoto Protocol.
Sesuai sidang pembukaan SBI pada Senin, 6
November 2017, agenda SBI 16(a) dan 16(c)
dilaksanakan back to back. Catatan dalam agenda
16(a) mencerminkan hasil pembahasan agenda SBI
16(c).

PEMBAHASAN MINGGU II
Pembahasan minggu kedua untuk agenda item ini
hanya dilakukan sekali dan hanya untuk
menyepakati paragraf-paragraf pada draft
conclusion.

SBI 18 Ways of enhancing the Latar Belakang: Agenda item 18 ini penting untuk - Pelaksanaan pelatihan,
implementation of COP 21 meminta CMA 1 untuk menjajaki berbagai mengembangkan upaya-upaya peningkatan kesadaran
training, public upaya untuk meningkatkan pelaksanaan training, meningkatkan aksi peningkatan masyarakat, peran serta
awareness, public public awareness, public participation dan public kapasitas (ACE). masyarakat dan akses
participation and public access to information, dalam rangka meningkatkan masyarakat terhadap informasi
access to information so aksi pelaksanaan Paris Agreement. CMA 1.1 untuk meningkatkan aksi dalam
as to enhance actions memasukkan isu ini sebagai agenda SBI 47 dan rangka pelaksanaan Paris
under the Paris meminta SBI untuk melaporkan kembali ke CMA Agreement di negara sedang
Agreement pada sesi pertamanya. berkembang harus mencakup
semua segmen dalam
Pembahasan: masyarakat.
Dilakukan dua kali pembahasan mengenai agenda - Akses terhadap pendanaan
item 18 ini. Pembahasan dibuka dengan untuk pelaksanaan pelatihan,
penyampaian pandangan dari wakil YOUNGO peningkatan kesadaran
(youth). masyarakat, peran serta
masyarakat dan akses
Pembahasan mengacu pada draft conclusion yang masyarakat terhadap informasi
disiapkan oleh Chair, terdiri atas 8 paragraf. Butir- untuk meningkatkan aksi dalam
rangka pelaksanaan Paris
130
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
butir yang tercakup dalam draft conclusion antara Agreement di negara sedang
lain: berkembang harus ditingkatkan.
- SBI menyepakati bahwa keenam elemen Action Hal ini penting mengingat dalam
for Climate Empowerment (ACE) – yaitu menghadapi pre 2020 banyak
education, training, public awareness, public hal yang harus segera
participation, public access to information dan diselesaikan.
international cooperation – merupakan dasar
untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan
Paris Agreement
- SBI meminta sekretariat untuk
menyelenggarakan workshop bersamaan
dengan SBI 48. Dalam workshop tersebut akan
disusun daftar aksi untuk meningkatkan
pelaksanaan Paris Agreement melalui kegiatan
terkait ACE
- SBI meminta negara-negara untuk
menyampaikan submisi pada tanggal 26 Januari
2018 mengenai peran ACE dan topik-topik
untuk workshop yang akan diselenggarakan
- Penyelenggaraan kegiatan yang diamanatkan
kepada secretariat tergantung pada
ketersediaan anggaran

Hal-hal yang menjadi perhatian dalam pembahasan:


- Disepakati bahwa keenam elemen Action for
Climate Empowerment (ACE) – yaitu education,
training, public awareness, public participation,
public access to information dan international
cooperation – merupakan dasar untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan Paris
Agreement.
- Akan diadakan workshop yang bersamaan
waktunya dengan SBI 48. Jepang
mempertanyakan output dari workshop tersebut

131
INTERVENSI/ SUBMISI/ POSISI/ CATATAN PENGAMATAN/
KODE ITEM JUDUL PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN
KEPENTINGAN INDONESIA TINDAK LANJUT
- Negara-negara juga diminta untuk
menyampaikan submisi mengenai peran ACE
dan topik workshop.
- Di samping itu facilitator menyusun informal
note yang memuat mengenai pertimbangan
yang bersifat cross-cutting, dan butr-butir
arahan (sumber daya pendanaan, kerjasama
internasional, integrasi, ACE focal point, peran
observer dan stakeholder, peran pemuda,
prinsip-prinsip)

KELOMPOK TEKNOLOGI

COP 8 Development and transfer


of technologies and
implementation of the
Technology Mechanism
COP 8(a) Joint annual report of the Latar Belakang: Indonesia menyampaikan Indonesia bisa mengambil manfaat
Technology Executive COP 16 memutuskan bahwa Technology Executive pandangannya terhadap draft teks dari Joint Annual Report TEC/CTCN
Committee and the Committee (TEC) dan CTCN harus melaporkan khususnya para 9 terkait TEC untuk untuk perencanaan lebih lanjut dan
Climate Technology kepada COP, melalui subsidiary bodies, mengenai terus meningkatkan perhatian serta pertimbangan mengenai kebutuhan
Centre and Network kegiatan mereka dan kinerjanya. kegiatannya untuk dikaitkan dengan teknologi serta pengembangan dan
elemen-elemen penting yaitu alih teknologi.
Pembahasan: Technology Needs Assessments,
Pembahasan mengenai agenda item 14a ini Nationally Determined Contributions
dilakukan 5 kali, dan satu kali party consultation pada dan National Adaptation Plan. Negara
minggu pertama. Pada minggu kedua dilakukan satu maju khususnya Jepang ingin
kali pertemuan informal dan satu kali informal- menghilangkan para ini. Tetapi
informal. Indonesia berpendapat bahwa para
ini penting sehingga perlu untuk
Pembahasan didasarkan atas draft decision yang dipertahankan.
terdiri atas 18 paragraf dan terbagi dalam tiga
bagian:

132
- Meningkatkan technology development and Indonesia juga menyetujui
transfer melalui Technology Mechanism dipertahankannya isu gender di dalam
- Kegiatan dan kinerja TEC tahun 2017 draft decision ini.
- Kegiatan dan kinerja CTCN tahun 2017

Hal-hal yang mengemuka dalam pembahasan


antara lain adalah:
- Di dalam laporan TEC banyak masukan
mengenai tantangan dan lessons learned
- Keterkaitan dengan pihak-pihak yang melakukan
Research and Development
- Kolaborasi dalam keseluruhan technology cycle
- Beberapa negara mengemukakan untuk tetap
terus meneruskan yang sudah ada namun
dengan perbaikan.
- Perlunya peningkatan transparansi
- Pembahasan yang paling keras adalah pada para
2. Para ini menyatakan penghargaan terhadap
kerja TEC dan CTCN dalam mendukung
pelaksanaan Paris Agreement. Hal yang menjadi
perdebatan adalah kalimat kedua yang
menyatakan: peningkatan upaya pelaksanaan di
masa mendatang mempertimbangkan aspek
gender, endogenous technologies (termasuk
teknologi dari masyarakat adat dan masyarakat
lokal), serta perimbangan antara aksi mitigasi dan
adaptasi. Saudi Arabia menentang
dimasukkannya aspek gender. Pada akhirnya
Saudi Arabia dapat menerima, tetapi dengan
meminta perubahan pada para 14 mengenai
dukungan finansial.
- Norwegia menyatakan tidak setuju dengan
penggantian pada paragraf yang sudah
disepakati sebelumnya, dan meminta tidak ada
conclusion dan dibahas pada SBI berikutnya.
- Permasalahan ini diangkat pada SBI plenary dan
diputuskan bahwa draft conclusion sebagaimana

133
dibahas dapat diterima, termasuk isu yang
menjadi perdebatan.

COP 8(b) Review of the effective Latar Belakang: Dalam diskusi dengan pihak Review independen terhadap CTCN
implementation of the - COP 17 menyepakati bahwa Technology konsultan Indonesia perlu dilakukan, untuk mengevaluasi
Climate Technology Mechanism sudah dapat sepenuhnya mempertanyakan tentang sampling keefektifan dukungan CTCN kepada
Centre and Network operasional pada tahun 2012, dan menyepakati yang telah dilakukan yaitu, negara-negara dalam
TOR untuk CTCN dan proses seleksi host untuk bagaimana mengantisipasi data yang pengembangan dan alih teknologi.
CTC. masuk dari NDE, mengingat data
- Sekretariat diminta untuk melakukan yang masuk kurang dari 50%. Hal ini
independent review mengenai efektivitas juga didukung Tunisia, Hal-hal yang
pelaksanaan CTCN, empat tahun setelah muncul dalam diskusi terkait ruang
dibentuknya CTCN. ruang masih dapat ditingkatkan
- Hasil review akan dipertimbangkan oleh COP. dikemudian hari:
Selanjutnya, review berkala akan dilakukan 1. Rekomendasi konkret utamanya
setiap empat tahun. dalam impact dan sustainability,
- Laporan berisi hasil review pertama akan Cost efisiensi dalam operasi
dipertimbangkan pada COP 23 CTCN, networking of CTCN to
- COP akan diminta untuk: other stkaeholders.
a) Mempertimbangkan hasil temuan dan 2. Metodologi analyzing termasuk
tekomendasi dari independent review dan sampling yang perlu ditingkatkan.
menentukan langkah lanjut untuk
meningkatkan kinerja CTCN;
b) Mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan
dengan memperbarui MOU antara COP
dengan UNEP sebagai host CTCdan
menentukan langkah lanjut.

Pembahasan:
Pembahasan agenda COP item 8b ini dilakukan tiga
kali.

Pada pertemuan informal pertama, sekretariat


mengundang pihak independen yang melakukan
evaluasi, yaitu Ernst and Young et Associés untuk
mempresentasikan hasil evaluasinya.

134
Sejumlah pertanyaan yang dikemukakan antara lain
tentang beneficiary, transparansi, effectiveness dll.
Konsultan ini mengambil datanya dari berbagai
sumber, termasuk sumber utamanya yaitu NDE.

Pembahasan selanjutnya dilakukan atas draft


decision yang terdiri atas 13 paragraf, yang
kemudian setelah pembahasan menjadi 10 paragraf.
Draft decision tersebut memuat antara lain:
- Menerima laporan dari hasil review independen
- Menghargai dukungan dari negara-negara, GEF,
UNEP, UNIDO dan mitra konsorsium CTCN
yang mendukung operasionalisasi dan kegiatan
CTCN
- Memperhatikan temuan dari hasil review
independen
- Memperhatikan hasil dan tantangan terkait
pelaksanaan kegiatan CTCN secara efektif
sebagaimana disampaikan di dalam laporan
- Memutuskan untuk memperbarui MoU antara
COP dengan UNEP sebagai host CTCN
- Meminta kepada UNEP sebagai host, dibantu
oleh CTCN, untuk melakukan management
response atas temuan dan rekomendasi dari
review independen, untuk dipertimbangkan pada
SBI 48
- Temuan, rekomendasi dan management
response tersebut akan dipertimbangkan untuk
diadopsi pada COP 24
- Memperhatikan bahwa CTCN mengalami
tantangan berkaitan dengan keberlanjutan
pendanaan, dan memerlukan dukungan finansial
lebih lanjut
- Review independen berikutnya akan dilakukan 4
tahun lagi (tahun 2021)

135
Banyak pendapat untuk lebih memperkuat peran
NDE sehingga diseminasi support teknologi transfer
dan development menjadi lebih tepat sasaran sesuai
dengan TNA dari Negara ybs. Juga banyak dibahas
agar CTCN terus menjalin kerjasama yang lebih
inovatif untuk menjaring sumber pendanaan. Karena
seperti Jepang sudah tidak bisa lagi menaikkan
plafon bantuannya ke CTCN. Namun demikian
CTCN juga harus transparan dalam penggunaan
dana yang diperoleh.

Sedangkan untuk Renewal of the MOU terkait yang


akan mewadahi CTCN sebagian besar party setuju
untuk di renewal, yang saat ini CTCN bernaung di
bawah UNEP.

SBI 14 Development and transfer


of technologies
SBI 14(a) Joint annual report of the Latar Belakang: Indonesia menyampaikan Indonesia bisa mengambil manfaat
Technology Executive COP 16 memutuskan bahwa Technology Executive pandangannya terhadap draft teks dari Joint Annual Report TEC/CTCN
Committee and the Committee (TEC) dan CTCN harus melaporkan khususnya para 9 terkait TEC untuk untuk perencanaan lebih lanjut dan
Climate Technology kepada COP, melalui subsidiary bodies, mengenai terus meningkatkan perhatian serta pertimbangan mengenai kebutuhan
Centre and Network kegiatan mereka dan kinerjanya. kegiatannya untuk dikaitkan dengan teknologi serta pengembangan dan
elemen-elemen penting yaitu alih teknologi.
Pembahasan: Technology Needs Assessments,
Pembahasan mengenai agenda item 14a ini Nationally Determined Contributions
dilakukan 5 kali, dan satu kali party consultation pada dan National Adaptation Plan. Negara
minggu pertama. Pada minggu kedua dilakukan satu maju khususnya Jepang ingin
kali pertemuan informal dan satu kali informal- menghilangkan para ini. Tetapi
informal. Indonesia berpendapat bahwa para ini
penting sehingga perlu untuk
Pembahasan didasarkan atas draft decision yang dipertahankan.
terdiri atas 18 paragraf dan terbagi dalam tiga
bagian: Indonesia juga menyetujui
- Meningkatkan technology development and dipertahankannya isu gender di dalam
transfer melalui Technology Mechanism draft decision ini.
- Kegiatan dan kinerja TEC tahun 2017

136
- Kegiatan dan kinerja CTCN tahun 2017

Hal-hal yang mengemuka dalam pembahasan


antara lain adalah:
- Di dalam laporan TEC banyak masukan
mengenai tantangan dan lessons learned
- Keterkaitan dengan pihak-pihak yang melakukan
Research and Development
- Kolaborasi dalam keseluruhan technology cycle
- Beberapa negara mengemukakan untuk tetap
terus meneruskan yang sudah ada namun
dengan perbaikan.
- Perlunya peningkatan transparansi
- Pembahasan yang paling keras adalah pada para
2. Para ini menyatakan penghargaan terhadap
kerja TEC dan CTCN dalam mendukung
pelaksanaan Paris Agreement. Hal yang menjadi
perdebatan adalah kalimat kedua yang
menyatakan: peningkatan upaya pelaksanaan di
masa mendatang mempertimbangkan aspek
gender, endogenous technologies (termasuk
teknologi dari masyarakat adat dan masyarakat
lokal), serta perimbangan antara aksi mitigasi dan
adaptasi. Saudi Arabia menentang
dimasukkannya aspek gender. Pada akhirnya
Saudi Arabia dapat menerima, tetapi dengan
meminta perubahan pada para 14 mengenai
dukungan finansial.
- Norwegia menyatakan tidak setuju dengan
penggantian pada paragraf yang sudah
disepakati sebelumnya, dan meminta tidak ada
conclusion dan dibahas pada SBI berikutnya.
- Permasalahan ini diangkat pada SBI plenary dan
diputuskan bahwa draft conclusion sebagaimana
dibahas dapat diterima, termasuk isu yang
menjadi perdebatan.

137
SBI 14(b) Poznan strategic Latar Belakang: Indonesia tidak memiliki kegiatan Indonesia mungkin dapat
programme on - SBI 34 meminta GEF untuk menyampaikan terkait skema Poznan strategic memanfaatkan program PSP yang
technology transfer laporan mengenai kemajuan yang sudah programme. akan dialokasikan melalui GEF 7.
dilakukan berkaitan dengan kegiatan dalam
skema Poznan strategic programme on
technology transfer
- SBI 43 meminta TEC untuk melakukan update
terhadap evaluation report Poznan strategic
programme on technology transfer. Tujuan
pembaruan ini adalah untuk meningkatkan
efektivitas Technology Mechanism. TEC
melaporkan kemajuan ini dalam joint annual
report of the TEC and the CTCN tahun 2017.

Pembahasan:
Pembahasan agenda item 14b dilakukan 2 kali, dan
satu kali party consultation. Pembahasan dilakukan
atas draft decision yang terdiri atas 7 paragraf dan
berisi butir-butir sebagai berikut:
- SBI menghargai laporan GEF, termasuk
informasi mengenai kemajuan pelaksanaan
Poznan Strategic Programme (PSP)
- SBI menghargai kolaborasi antara PSP dengan
CTCN
- SBI memperhatikan infomasi dalam laporan
terkait proyek TNA phase I, dan mengundang
negara-negara untuk berpartisipasi dalam
proyek TNA phase III
- SBI merekomendasikan agar COP meminta
GEF untuk mengalokasikan dalam seventh
replenishment (GEF 7) untuk mendukung
penyusunan TNA oleh negara-negara
- SBI juga merekomendasikan agar COP meminta
GEF untuk memasukkan informasi dalam
laporannya kepada COP mengenai:
• Kolaborasi antara GEF focal point dengan
NDE

138
• Apakah dan bagaimana negara-negara
menggunakan System for Transparent
Allocation of Resources
• Hasil kolaborasi
- SBI menghargai evaluasi midterm GEF 4 yang
memuat pelaksanaan pilot project PSP
- TEC saat ini sedang melakukan pembaruan
laporan evaluasi PSP sesuai permintaan SBI 43.
SBI meminta TEC menyampaikan laporan
evaluasi sebagai bagian dari laporan
tahunannya kepada COP, untuk
dipertimbangkan pada sesi SBI bulan Desember
2018.

Beberapa hal yang mengemuka:


- Berkaitan erat dengan kegiatan GCF
- Laporan GCF dikaji bersamaan dengan
pengkajian terhadap Poznan strategic
programme
- Mempertimbangkan juga laporan TEC. Banyak
hal yang bisa diambil dari laporan ini
SBSTA 6 Development and transfer
of technologies
SBSTA 6(a) Joint annual report of the Idem SBI
Technology Executive
Committee and the
Climate Technology
Centre and Network
SBSTA 6(b) Technology framework Latar Belakang: Indonesia mnyampaikan intervensi Penjabaran technology framework
under Article 10, - COP 21 meminta SBSTA 44 untuk sebagai berikut: sangat diperlukan untuk
paragraph 4, of the Paris mengelaborasi technology framework - Perlu adanya monitoring terhadap memberikan arahan bagi
Agreement sebagaimana ditetapkan dalam Article 10, para outcome dan output pelaksanaan pelaksanaan Technology Transfer
4 Paris Agreement dn melaporkan ke COP. COP teknologi and Development dan memberikan
akan membuat rekomendasi atas framework - Perlunya mengkaitkan TNA arahan bagi Technology
tersebut dan menyampaikan ke pertemuan CMA dengan NDC Mechanism (TEC dan CTCN)
untuk mendapatkan pertimbangannya pada sesi - Perlu adanya kolaborasi dengan
pertama CMA. lembaga lainnya dalam

139
- SBSTA 46 telah melakukan penjabaran terhadap pelaksanaan TTD untuk
technology framework dan meminta TEC dan meningkatkan efektivitas dan
CTCN memberikan informasi berikut pada pelaksanaan technology cycle
SBSTA 47:
a) Kegiatan yang saat ini dilakukan atau sudah
dilakukan, yang relevan dengan
pelaksanaan Paris Agreement, dengan
mempertimbangkan key themes dan
kaitannya dengan technology cycle;
b) Kegiatan tambahan yang dilakukan oleh
TEC dan CTCN, sesuai dengan sumber
daya yang dimiliki, dan sejalan dengan
mandate dan fungsinya, untuk
melaksanakan Paris Agreement.

Pembahasan mengenai Technology Framework ini


dilakukan 6 kali, dan dua kali party consultation
(informal informal),
Pembahasan informal pertama bersifat review
terhadap apa yang sudah dilakukan sebelumnya.
Pembahasan kedua sampai kelima dilakukan untuk
menjabarkan key theme. Pembahasan keenam lebih
bersifat mencermati paragraph-paragraf yang
diusulkan.

Terdapat lima key theme, yaitu Innovation,


Implementation, Enabling environments and
capacity building, Collaboration and stakeholder
engagement, dan Support.

Hasil pembahasan adalah draft conclusion yang


berisi 6 paragraf dan informal note yang berisi rincian
mengenai key theme.

Draft conclusion berisi hal-hal sebagai berikut:


- SBSTA terus melakukan penjabaran terhadap
Technology Framework

140
- SBSTA menyambut informasi yang diberikan
oleh TEC dan CTCN mengenai kegiatan yang
berkaitan dengan penjabaran Technology
Framework
- SBSTA mencatat bahwa TEC dan CTCN sudah
memulai kegiatan yang mendukung
pelaksanaan Paris Agreement, termasuk yang
berkaitan dengan key theme dan kaitannya
dengan technology cycle
- SBSTA juga menghargai peran TEC dan CTCN,
dan mengundang TEC dan CTCN untuk
melakukan kegiatan tambahan untuk
pelaksanaan Paris Agreement, dengan panduan
dari Technology Framework
- SBSTA menghargai pembahasan yang
dilakukan oleh negara-negara tentang
Technology Framework, dan masih terus
berjalan
- SBSTA meminta Chair untuk menyusun draft
awal Technology Framework pada tanggal 15
Maret 2018, dengan mempertimbangkan hasil
yang didapat pada SBSTA 45, 46 dan 47, untuk
dibahas pada SBSTA 48 (April – Mei 2018)

Beberapa hal yang muncul dalam pembahasan:


- Rekap progress elemen teknologi sejak Paris:
• SBSTA 45 di Marrakesh: berkaitan dengan
teknologi, telah disepakati Technology
Framework yang terdiri dari purpose,
characteristic dan initial key themes.
Ditambah dengan masukan dari submisi
negara-negara, sekterariat menyusun
reflection notes.
• SBSTA 46 di Bonn: disepakati principles
dan structure Technology Framework.
SBSTA juga menyepakati penjabaran dari
prinsip Technology Framework, yang

141
meliputi: coherent, inclusive, result
oriented, transformational dan transparent.
Prinsip Technology Framework ini juga
harus menjadi pedoman bagi Technology
Mechanism.
- TEC dan CTCN juga sudah melaporkan
mengenai kegiatan yang sudah berjalan dalam
rangka mendukung pelaksanaan Paris
Agreement. Informasi ini sudah dirangkum dan
didokumenasikan dalam dokumen
FCCC/SBSTA/2017/INF.5
- Rincian mengenai key theme akan diselesaikan
dalam tahun ini dan tahun depan, untuk
dilaporkan pada COP 24. Hasil pada sesi Bonn
ini akan diselesaikan awal minggu depan.
Kelima key theme akan dibahas secara
berturutan, meliputi:
• Innovation
• Implementation
• Enabling environment and capacity building
• Collaboration and stakeholder engagement
• Support

KELOMPOK COMPLIANCE

COP 4 Preparations for the Pertemuan bersifat procedural


implementation of the
Paris Agreement and the
first session of the
Conference of the Parties
serving as the meeting of
the Parties to the Paris
Agreement
COP 5 Consideration of Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda
proposals by Parties for pembahasan ke sesi berikutnya
amendments to the

142
Convention under Article
15

COP 5(a) Proposal from the Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda
Russian Federation to pembahasan ke sesi berikutnya
amend Article 4,
paragraph 2(f), of the
Convention
COP Proposal from Papua Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda
New Guinea and Mexico pembahasan ke sesi berikutnya
to amend Articles 7 and
18 of the Convention
COP 9 Second review of the Pertemuan bersifat prosedural dan sidang menunda
adequacy of Article 4, pembahasan ke sesi berikutnya
paragraph 2(a) and (b), of
the Convention
CMP 6 Report of the Compliance
Committee
CMA 3 Matters relating to the Pertemuan CMA langsung di-suspend untuk
implementation of the memberi kesempatan kepada APA menyelesaikan
Paris Agreement tugasnya
APA 7 Modalities and Pada pertemuan di tanggal 13 November 2017, Co- Informal Note telah mengandung Pembahasan ke depannya akan
procedures for the facilitator mengeluarkan informal note by co-facilitator posisi Indonesia antara lain: fokus pada isu institusional setelah
effective operation of the yang memuat pandangan semua negara, baik dalam - Tugas Compliance Committe adanya kesamaan pandangan
committee to facilitate submisi maupun diskusi informal, APA contact group perlu menangani isu sistemik dalam isu konseptual.
implementation and dan stocktaking. sistemik;
promote compliance - Perlunya Compliance Committee
referred to in Article 15, Elemen-elemen panduan Compliance Committee, dikaitkan (working linkage)
paragraph 2, of the Paris antara lain: dengan mekanisme Means of
Agreement Implementation lainnya,
a. Purpose, principle and nature khususnya untuk menangani
Tujuan Komite adalah membantu meningkatkan systemic issues.
efektivitas proses dan mekanisme di bawah Paris
Agreement dan Konvensi dengan prinsip
transparansi, non-adversarial, non-punitive

b. Institutional arrangement
143
Komite tunggal beranggota 12 experts, dengan
mandat 3 tahun, bertugas sebagai kapasitas pribadi
dan dipilih oleh CMA. Ada juga pengaturan
pertemuan dan Rules of Procedures yang
dikonsultasikan oleh anggota dan CMA

c. Scope
Mandatory and non-mandatory provision, kewajiban
pada tingkat individu maupun bersama, serta
systemic issues implementation (recurrent, repetitive
individually or collectively)

d. Fungsi
memfasilitasi implementasi dan mendorong
kepatuhan (compliance)

e. Initiation of consideration
Bisa dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan,
pihak lainnya, komite, by the CMA

f. Sources of information
NDCs, parties' communications, SBI, SBSTA, badan-
badan di bawah UNFCCC, informasi dari Secretariat

g. Proses
determination of admissibility  invite party to
provide written input/comment  obtaining
information from relevant sources  dialogue w/
party concerned  invitation of other bodies when
needed  determination of measures/output.

(Pihak terkait harus dilibatkan dalam tiap


tahapannya)

NCC (national capabilities and circumstances of


Parties) dan flexibilities dapat diimplementasi pada
tiap tahapannya

144
h. Measures and outputs
Action plans, recommendations, information and
advice, early warning, etc.

j. Identification of systemic issues


Recurring non-compliance: individual and collectively

j. Relationship with the CMA


Komite melaporkan serta memberikan rekomendais
kepada CMA

k. Review of the modalities and procedures


Proses review diajukan oleh Komite dan disetujui oleh
CMA

l. Sekretariat
Didukung oleh Sekretariat

APA 8 Further matters related to Terdapat 2 sub-clusters issue di bawah agenda item APA 8
implementation of the ini, yaitu:
Paris Agreement - Adaptation Fund to serve Paris Agreement:
- Other issues related to the implementation of
8(a) Preparing for the Paris Agreement (“orphan matters) 8(a)
convening of the first
session of the Adaptation Fund (AF) to serve Paris Agreement:
Conference of the Parties
serving as the meeting of Telah berlangsung 1 kali informal consultation, yaitu
the Parties to the Paris pada 13 November 2017, 15.00 – 16.00.
Agreement Pembahasan menghasilkan informal note per tanggal
8(b) 14 November 2017 yang telah disiapkan oleh co- 8(b)
Taking stock of progress facilitator. Masih terdapat banyak perbedaan
made by the subsidiary pandangan walaupun pandangan tersebut sudah
and constituted bodies in cenderung mengkerucut.
relation to their mandated
work under the Paris Elemen-elemen yang masih belum disepakati antara
Agreement and section III lain:

145
of decision 1/CP.21, in
order to promote and - Mandat AF: AF dimandatkan untuk CMP
facilitate coordination and dan/atau CMA, serta serve terhadap Paris
coherence in the Agreement
implementation of the - Mekanisme pelaporan AF Board: melaporkan
work programme, and, if kepada CMA, atau kepada CMP dan CMA,
appropriate, take action, khususnya terkait proyek-proyek yang dikaji
which may include dalam kerangka waktu CMP
recommendations - Sumber pendanaan: keterkaitan dengan PA
artikel 6.4,;AF tidak akan menjadi entitas
operasional di bawah Financial Mechanism;
atau perlunya menentukan “innovative sources
of funding” dan tidak terkait dengan PA artikel 6
- Periode Transisi: perlunya menentukan atau
tidak periode transisi. Salah satu usulan waktu
periode transisi untuk perpindahan mandate dari
CMP ke CMA yaitu 2018-2020

Other issues related to the implementation of


Paris Agreement (“orphan matters):

Telah dilakukan beberapa informal consultations


yaitu Senin, 13 November 2017, dan Selasa, 14
November 2017

Pertemuan telah mencapai perkembangan progresif,


namun belum menyepakati kesepakatan,
khususnya terkait sub-item 8(b) (Taking stock of
progress made by subsidiary and constituted body
related to the Paris Agreement work program)
dikarenakan keterbatasan waktu.

Hal-hal yang berkembang antara lain

Ex-ante information (Art 9.5 PA)


- Terdapat pandangan bahwa Ex-ante penting
bagi negara berkembang. Adapun modalitas

146
bagi Ex-ante information dapat disusun di
bawah kerangka APA
- COP dapat menjadi entitats untuk mebahas
modalitas informasi yang diperlukan

Initial Guidance by the CMA for Financial Mechanism


Entities (GCF, GEC)
- Pertemuan dapat menyepakati bahwa guidance
akan dibentuk oleh Standing Committee on
Finance (SCF), sesuai mandate Paris Decision
1/CP.21

Initial Guidance by the CMA to the LDCs and SCCF:


- SBI dapat dimandatkan untuk menyusun
guidance, yang diusulkan oleh CMA 1 kepada
COP. Namun, para pihak meminta waktu untuk
membahas lebih terkait ini. Terdapat juga
beberapa badan lainnya untuk menyusun
guidance, yaitu SCF dan CMA.
- SCF juga dapat dimandatkan untuk menyusun
Guidance, sebagaimana disebutkan dalam APA
1.3

Guidance by the CMA on Adjustment of existing


NDCs
- CMA dimandatkan, namun tidak disebutkan
timeline untuk menetapkan guidance.
- Terdapat juga pandangan bahwa tidak dalam
mandat CMA untuk menetapkan guidance
mengingat NDCs ditentukan oleh pihak,
sehingga adjustments yang dilakukan CMA
terbatas pada aspek procedural atau
operasional
- Masih terlalu awal bagi CMA menentukan,
sehingga perlu menunggu setelah
disepakatinya Paris Agreement Work
Programme

147
Setting New Collective Quantified Goal on Finance
- CMA dapat dimandatkan untuk secepatnya
membentuk work program sehingga dapat
diselesaikan oleh CMA pada 2025. Work
Program dapat dimulai pada tahun 2020

KELOMPOK ARTICLE 6 OF THE PARIS AGREEMENT

SBSTA 11 Matters relating to Article Rangkaian pembahasan dalam minggu ke-2 diawali - Indonesia menekankan bahwa Art.6 Secara keseluruhan terkait dengan
6 of the Paris Agreement dengan 2 (dua) pertemuan contact-group pada merupakan satu kesatuan yang Art.6, dapat disampaikan
Senin, 13 November 2017 untuk membahas informal saling berkaitan pengamatan dan tindak lanjut
note by Co-Chairs yang ke-3 (third informal note by - Guidance yang dihasilkan sesuai sebagai berikut.
Co-Chairs) untuk masing-masing sub-agenda item mandat untuk Art.6.2 akan menjadi
(6.2, 6.4 dan 6.8) yang merupakan hasil kompilasi guidance yang berlaku untuk Pengamatan:
berbagai masukan, pandangan dan tangapan dari keseluruhan Art.6 - Dalam persidangan minggu kedua
Negara Pihak selama iterasi kedua. - Pentingnya untuk diberikan mandat sangat terasa adanya upaya
kepada SBSTA-Chair untuk dapat saling sandera, terutama antara
Dalam pertemuan pagi hari, Para Pihak mengeluarkan dokumen yang akan LMDC (dan Arab Group) dengan
menyampaikan keberatan untuk membahas dan menjadi basis pembahasan negara maju. Hal ini terutama
meminta waktu untuk berkoordinasi dengan selanjutnya hingga dihasilkannya dalam kaitannya dengan
kelompok masing-masing. Dalam pertemuan sore keputusan dalam COP24, 2018. pembahasan mengenai response
hingga tengah malam masih terdapat beberapa hal measures khususnya yang terkait
yang tidak disepakati mencakup: dengan bagaimana forum
- Pengakuan terhadap informal note yang response measure di bawah
dikeluarkan oleh Co_Chairs mengenai refleksi Persetujuan Paris
dari pandangan Negara Pihak selama
berlangsungnya roundtable discussions among Tindak lanjut:
parties. - Perlu dilakukan rangkaian
- Pengakuan terhadap dokumen hasil iterasi yang pembahasan atas berbagai
dikeluarkan oleh Co-Chairs mengenai draft submisi yang pernah disampaikan
potential elementes and possible further Para Pihak, termasuk juga submisi
elements yang didiskusikan selama sesi dari observer sebagai antisipasi
persidangan proses perundingan dalam
- Call for submission pada SBSTA48 (April-May) SBSTA48 dan SBSTA49 nantinya
2017 - Konsultasi dengan berbagai pihak
di dalam negeri, terutama para

148
- Pelaksanaan roundtable discussions among pelaku langsung, menjadi penting
parties dalam rangka SBSTA48 untuk dapat memperoleh manfaat
optimal dari pembahasan Art.6 ini
Pertemuan contact-group dilanjutkan pada Selasa,
14 November 2017, Co-Chairs yang mengalami
beberapa kali skorsing untuk memungkinkan lobby
dan pembahasan antar Para Pihak. Pada dasarnya,
terjadi sandera-menyandera dengan proses yang
terjadi di bawah isu response measures.
meminta agar Negara Pihak dapat berunding
sesama dan antar group negosiasi untuk
mendapatkan kesepakatan mengenai draft text.

Dalam contact-group lanjutan di sore harinya,


disepakati draft conclusion yang akan disampaikan
kepada Chair SBSTA. Isi draft conclusion dari
masing-masing sub-agenda items adalah sama
dengan fokus sesuai mandat masing-masing.
SBSTA 11(a) Guidance on cooperative Draft conclusion telah disampaikan kepada Chair - Guidance yang dihasilkan sesuai
approaches referred to in SBSTA dan telah diadopsi dalam siding pleno mandat untuk Art.6.2 akan menjadi
Article 6, paragraph 2, of penutupan SBSTA. Isi dari dokumen ini adalah guidance yang berlaku untuk
the Paris Agreement sebagai berikut : keseluruhan Art.6
- Guidance dapat saja lebih dari satu
- SBSTA sesuai dengan mandat decision 1/CP.21, tergantung pada elemen-elemen
paragraph 36 telah melanjutkan elaborasi utama yang memerlukannya
mengenai the guidance on cooperative - Art.6.2 dan Art.6.4 bersifat
approaches referred to in Article 6, paragraph 2, suplementer terhadap aksi mitigasi
of the Paris Agreement. domestik, karenanya perlu diberikan
- SBSTA mencatat submisi yang disampaikan oleh batasan (cap)
Para Pihak sebagai respon atas call for
submission (FCCB/SBSTA/2017/4 para.105).
- SBSTA juga mencatat third informal note yang
disiapkan oleh Co-Chairs.
- Untuk memfasilitasi pembahasan dalam
SBSTA48 (April-May 2018), SBSTA meminta
SBSTA-Chair untuk menyiapkan informal
dokumen berisikan draft elemen guidance on

149
cooperative approaches berdasarkan submisi-
submisi Para Pihak sebelumnya di bawah sub-
agenda item ini dan juga the third iteration of the
informal note yang telah disiapkan oleh Co-
Chairs.
- SBSTA setuju untuk melanjutkan pembahasan
mengenai sub-agenda ini dalam SBSTA48.

Dokumen terkait, yaitu:


- http://unfccc.int/resource/docs/2017/sbsta/eng/l2
6.pdf

- http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/i
n-
session/application/pdf/sbsta47_11a_third_infor
mal_note_.pdf
SBSTA 11(b) Rules, modalities and Draft conclusion telah disampaikan kepada Chair - Guidance yang dihasilkan sesuai
procedures for the SBSTA dan telah diadopsi dalam siding pleno mandat untuk Art.6.2 akan menjadi
mechanism established penutupan SBSTA. Isi dari dokumen ini adalah guidance yang berlaku untuk
by Article 6, paragraph 4, sebagai berikut : keseluruhan Art.6
of the Paris Agreement - RMP dapat mengambil RMP
- SBSTA sesuai dengan mandat decision 1/CP.21 mekanisme di bawah KP dengan
para.38 telah melanjutkan elaborasi mengenai penyesuaian
rules, modalities and procedures for the
mechanism established by Article 6, paragraph 4,
of the Paris Agreement.
- SBSTA mencatat submisi yang disampaikan oleh
Para Pihak sebagai respon atas call for
submission (FCCB/SBSTA/2017/4 para.114).
- SBSTA juga mencatat third informal note yang
disiapkan oleh Co-Chairs.
- Untuk memfasilitasi pembahasan dalam
SBSTA48 (April-May 2018), SBSTA meminta
SBSTA-Chair untuk menyiapkan informal
dokumen berisikan draft elemen rules, modalities
and procedures berdasarkan submisi-submisi
Para Pihak sebelumnya di bawah sub-agenda

150
item ini dan juga the third iteration of the informal
note yang telah disiapkan oleh Co-Chairs.
- SBSTA setuju untuk melanjutkan pembahasan
mengenai sub-agenda ini dalam SBSTA48.

Dokumen terkait, yaitu:


- http://unfccc.int/resource/docs/2017/sbsta/eng/l2
7.pdf

- http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/i
n-
session/application/pdf/sbsta47_11b_third_infor
mal_note_.pdf
SBSTA 11(c) Work programme under Draft conclusion telah disampaikan kepada Chair - Prinsip utama adalah tidak terjadi
the framework for non- SBSTA dan telah diadopsi dalam siding pleno transfer dan transaksi hasil mitigasi,
market approaches penutupan SBSTA. Isi dari dokumen ini adalah adaptasi maupun dukungan aksi di
referred to in Article 6, sebagai berikut: antara Para Pihak yang terlibat
paragraph 8, of the Paris
Agreement - SBSTA sesuai dengan mandat decision 1/CP.21
para.40 telah melanjutkan elaborasi draft
decision on the work programme under the
framework for non-market-based approached
referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris
Agreement.
- SBSTA mencatat submisi yang disampaikan oleh
Para Pihak sebagai respon atas call for
submission (FCCB/SBSTA/2017/4 para.123).
- SBSTA juga mencatat third informal note yang
disiapkan oleh Co-Chairs.
- Untuk memfasilitasi pembahasan dalam
SBSTA48 (April-May 2018), SBSTA meminta
SBSTA-Chair untuk menyiapkan informal
dokumen berisikan draft decision on the work
programme under the framework for non-market-
based approached berdasarkan submisi-submisi
Para Pihak sebelumnya di bawah sub-agenda

151
item ini dan juga the third iteration of the informal
note yang telah disiapkan oleh Co-Chairs.
- SBSTA setuju untuk melanjutkan pembahasan
mengenai sub-agenda ini dalam SBSTA48.

Dokumen terkait, yaitu:


- http://unfccc.int/resource/docs/2017/sbsta/eng/l2
8.pdf

- http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/i
n-
session/application/pdf/sbsta47_11c_third_infor
mal_note_.pdf
CMP 4 Matters Relating to the Pembahasan pada agenda ini tidak mengalami CDM-DNA Indonesia perlu
Clean Development banyak kemajuan. Perkembangan pembahasan mengikuti berbagai perkembangan
Mechanism berjalan sangat lamban dan pada akhirnya yang ada termasuk dalam hal
disepakati draft decision yang disampaikan kepada standardized baseline.
Presiden CMP untuk diadopsi dalam sidang pleno
penutupan CMP13.

Isi dari decision tersebut (FCCC/KP/CMP/2017/L.2)


adalah:
- Menerima laporan yang disampaikan oleh CDM
Executive Board untuk tahun 2016-2017
- Mencatat kontribusi CDM yang mencakup: 7.780
kegiatan yang telah didaftarkan (registered project
activities), 310 program yang telah didaftarkan
(registered programme of activities), lebih dari 1,88
milyar CERs yang telah dikeluarkan (yang 124 juta
di antaranya voluntary cancelled di tingkat nasional
maupun multilateral).
- Mencatat peran voluntary cancellation of CERs
(Dec.1/CP.19 para.5(c) dan Dec.1/CP.21 para
106)
- Mencatat distribusi regional dari kegiatan yang
terdaftar, program yang terdaftar serta CER yang

152
dihasilkan sebagai berikut: Afrika (2,8%, 36,1%
dan 2,2%), Asia-Pasifik (83,8%, 47,1% dan
84,8%), Eropa Timur (0,6%, 0,7% dan 0,2%) serta
Amerika Latin dan Karibia (12,8%, 16,1% dan
128%)
- Meminta Para Pihak untuk segera meratifikasi
Amandemen Doha
- Meminta CDM-EB untuk melanjutkan upaya
simplifikasi proses standardized baseline,
termasuk membantu DNA jika diminta
- Mendukung CDM-EB untuk terus bekerjasama
dengan institusi pendanaan terkait Dec.6/CMP.11,
para.7&8
- Mengakui dukungan regional collaboration center
kepada stakeholder dalam CDM, dan meminta
CDM-EB untuk meneruskan dukungan ini serta
melaporkannya kepada CMP14, 2018
- Mencatat bahwa CDM-EB telah mengadopsi
business and management plan 2018-2019
- Memberikan akreditasi kepada DOE baru

KELOMPOK RESPONSE MEASURE

COP 14 Implementation of Article


4, paragraphs 8 and 9, of
the Convention
COP 14(a) Implementation of the Buenos Aires work programme untuk response n/a n/a
Buenos Aires programme measures (RM) mencakup hal-hal sebagai berikut:
of work on adaptation and - Fokus ke dua area yaitu (1) modelling and
response measures economic diversification dengan work programme
(decision 1/CP.10) untuk melakukan dua workshop (telah dilaksanakan
2005-2006) dan (2) pelaporan dampak response
dengan work programme mendorong Parties
melaporkan hal terkait RM dalam National
Communication-nya;
- Meminta SBI mempertimbangkan kompilasi
RM yang dihasilkan di CP.7; dan

153
- Mengundang GEF dan lembaga
internasional lainnya untuk memberikan masukan
dalam CP.12 terkait kompilasi RM di CP.7.

Semua work programme ini telah dilaksanakan dan


SBI/SBSTA diminta untuk membahas tindak
lanjutnya. Dengan demikian, agenda item ini tidak
dibahas secara khusus dalam persidangan COP
tetapi mengacu (referred to) hasil persidangan
agenda terkait dalam SBI/SBSTA. Dalam hal ini
adalah joint agenda SBI/SBSTA 17/9.

SBI 17 Impact of the


SBSTA 9 implementation of
response measures
SBI 17(a) Improved forum and work Dalam pembahasan item SBI/SBSTA agenda 17/9 Submisi G77 untuk agenda ini Work programme IF berikutnya
SBSTA 9(a) programme item a: Improved forum and work programme, memuat poin-poin sebagai berikut: adalah in-forum training workshop
Parties yang telah menyampaikan submisinya (EU, - Peningkatan kapasitas yang akan dilakukan di antara April-
Maldives for G77, Mali for Africa Group, Ghana) untuk memahami dampak lintas Mei 2018 (SB48). Namun beberapa
mempresentasikan isi submisi mereka. Beberapa batas (cross-border impact) dari negara berkembang (Mali, Uganda)
tanggapan diterima dari Australia, US, Singapore response measure negara maju didukung oleh G77 meminta
dengan kesimpulan akan pentingnya modelling tools terhadap negara berkembang. diadakan regional training workshop
untuk memperkirakan dampak negatif response - Perlu technical paper dari daripada workshop dalam sesi
measures yang mencakup metodologi dan Sekretariat yang mencakup topik perundingan yang hanya akan
guidelines serta case study. Diangkat pula perlunyaidentifikasi tools yang ada, dihadiri oleh negotiator. Regional
modelling tools ini untuk dibangun dengan pengalaman penggunaannya, gaps workshop dipandang dapat lebih
mempertimbangkan pengalaman-pengalaman yang yang ada untuk menggunakan tools melibatkan personil teknis yang
sudah ada baik dari Parties maupun dari lembaga- existing tersebut, dan keperluan relevan dengan pengembangan
lembaga internasional seperti ILO dan WTO. kustomisasi. dan/atau penggunaan modelling
- Peningkatan kapasitas tools. Negara-negara maju menolak
Text kesimpulan untuk item ini telah diterbitkan harus jadi bagian integral dari ide ini dan meminta untuk tetap pada
Sekretariat dan dapat diakses pada alamat pengembangan modeling tools. work programme yang telah disetujui
FCCC/SB/2017/L.7 - Selain diskusi in-forum, di SB44.
perlu ada program training regional
untuk mengakomodir diskusi yang Hasil Akhir (per 13 Nov 11pm):
lebih teknis dan berbagi Draft conclusion telah disetujui.
pengalaman. G77 memperjuangkan teks yang

154
memberi ruang kepada sekretariat
Indonesia mendukung posisi G77 ini menjalankan work program selain
karena mendukung kepentingan yang sudah disetujui di SB44,
nasional dan menurut koordinator isu misalnya mengadakan workshop
G77 (Saudi Arabia), submisi ini telah regional, dan lain-lain. Teks
melalui proses pembahasan internal kemudian disetujui namun dengan
G77. trade-off bahwa tidak ada kegiatan
ad-hoc TEG sampai SB49 tetapi
desain ad-hoc TEG akan direview
dan didiskusikan di SB49.

Negara pihak diminta submisinya


sampai dengan 30 Maret 2018
tentang improved forum untuk
Desember 2018 dan work program
untuk SB 48
SBI/ 17(b) Modalities, work Setelah mandated events pada tanggal 4-5 Submisi G77 untuk agenda memuat a) Belum ada kesimpulan
SBSTA 9(b) programme and functions November 2017, co-facilitator membuat Reflection poin-poin sebagai berikut: yang bersifat rekomendasi untuk isu
under the Paris Notes yang mencerminkan pemahaman co-facilitator - Fungsi yang mencakup RM, khususnya FPA. Laporan TEG
Agreement of the forum terhadap hasil workshop dan pandangan-pandangan peningkatan kesadaran dan bisa menjadi awal namun beberapa
on the impact of the Parties dalam submisinya. Reflection Note telah kapasitas, berbagi pengalaman dan negara maju menganggap konten
implementation of ditayangkan dalam webpage in-session document solusi. laporan tidak bersifat rekomendasi.
response measures sejak tanggal 6 November 2017. - Elemen work programme Beberapa negara berkembang
(http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in- yang mencakup analisa, dialog, menginginkan Reflection Note yang
session/application/pdf/reflection_note.pdf) metodologi/tools, studi kasus, telah disusun sekretariat bisa
peningkatan kapasitas, menjadi rekomendasi hasil sidang
Text kesimpulan untuk item ini telah diterbitkan pengembangan guidelines, SBI/SBSTA untuk menjadi
Sekretariat dan dapat diakses pada alamat pemantauan, dan pelaporan. keputusan di sidang COP, namun
FCCC/SB/2017/L.8 - Modalitas FPA yang negara-maju masih menolak
sebaiknya tetap dibawah SBI dan keinginan ini. Topik rekomendasi
Draft Informal Note untuk item ini dapat diakses di SBSTA, melapor kepada dan status Reflection Note akan
alamat COP/CMP/CMA, terintegrasi menjadi bahan diskusi dalam
http://unfccc.int/files/meetings/bonn_nov_2017/in- dengan TEG dan dukungan konsultasi berikutnya.
session/application/pdf/sbi47_17b_sbsta47_9b_info Sekretariat untuk menganalisa NDC b) Co-Facilitator (CF)
rmal_note.pdf negara maju dalam kaitan dengan membuat informal note sebagai
RM, memberikan masukan kepada rekaman atas ide-ide yang timbul
proses Global Stock Take. dalam proses negosiasi. Konsultasi

155
- G77 berpendapat bahwa berikutnya akan membahas isi
TEG harus menjadi badan informal note untuk proses negosiasi
permanen dibawah forum yang selanjutnya mengingat
melaksanakan kegiatan teknis kemungkinan besar tidak akan ada
tentang RM, misalnya studi, training hasil konkrit dari sesi SB kali ini.
workshop, asesmen, review, pilot c) Saudi Arabia mengusulkan
projects, dan lain-lain. adanya synthesis report, pre-
sessional roundtable dan call for
Submisi G77 ini tidak bertentangan submission mengenai work
dengan submisi Indonesia untuk programme, modalities dan fungsi
item b yang intinya adalah forum RM under PA. Hal ini
menyambut baik adanya forum RM didukung beberapa negara
dibawah Paris Agreement (FPA) dan berkembang tapi sangat ditentang
mengharapkan forum ini mempunyai negara maju karena dianggap tidak
komponen aksi/solusi dan pernah dibahas sebelumnya. Pada
pembangunan kapasitas. akhir tidak masuk dalam draft
konklusi.
d) Pembahasan item b ini
akan dilanjutkan Selasa, 14 Nov.
Bila deadlock, G77 mengharapkan
teks sementara dapat diteruskan ke
tingkat menteri namun negara maju
kelihatannya akan menolak dan
menggunakan rule 16.
e) Negosiasi proposal Saudi
Arabia deadlock. Saudi dan LMDC
kemudian mengaitkan keputusan di
agenda item b dengan negosiasi di
agenda Article 6.
f) Negaa Afrika mengusulkan
untuk memasukan submisi sebelum
SB 48 namun ditentang hamper
semua negara, setelah melalui lobby
panjang kahirnya negara Afrika yang
dimotori Mali dan didukunga Afrika
Selatan menerima untuk menarik
kembali proposal mereka

156
Hail akhir (per 14 Nov 17pm):
Setelah kompromi antar grup
negara, disepakati satu bahasa yang
sama untuk digunakan di 3 sub
agenda Article 6 dan agenda item b
Response Measures. Intinya adalah
meminta SB Chairs membuat
informal document, yang memuat
draft element berdasarkan submisi
yang lalu dan informal note dari Co-
Facilitator, untuk bahan diskusi di
SB48.

Draft conclusion telah disetujui


sesuai kesepakatan ini.
SBI 17(c) Matters relating to Article SBI/SBSTA memutuskan untuk tidak membahas n/a n/a
3, paragraph 14, of the agenda item ini, namun mempertimbangkannya
Kyoto Protocol secara terintegrasi dalam negosiasi SBI/SBSTA
tentang forum RM (item a).
SBSTA 9(b) Matters relating to Article SBI/SBSTA memutuskan untuk tidak membahas n/a n/a
2, paragraph 3, of the agenda item ini, namun mempertimbangkannya
Kyoto Protocol secara terintegrasi dalam negosiasi SBI/SBSTA
tentang forum RM (item a).
SBI 17(d) Progress on the SBI/SBSTA memutuskan untuk tidak membahas n/a n/a
implementation of agenda item ini, namun mempertimbangkannya
decision 1/CP.10 secara terintegrasi dalam negosiasi SBI/SBSTA
tentang forum RM (item a).
KELOMPOK GENDER AND CLIMATE CHANGE

COP 16 Gender and climate


change
SBI 20 Gender and climate Sesuai mandat dari Decision 21/CP.22 (paragraf 6- Indonesia menyepakati draft GAP Berdasarkan info Sekretariat
change 29), SBI menyusun rencana aksi gender (GAP) guna yang telah disusun berdasarkan UNFCCC, hingga saat ini hanya 13
mendukung pelaksanaan berbagai keputusan dan berbagai hasil konsultasi informal negara yang telah menunjuk
mandat terkait gender di bawah proses UNFCCC. dengan Para Pihak, termasuk UN nasional focal point gender untuk
GAP ini terdiri dari sejumlah bidang prioritas, Entities lainnya dan observers. negosiasi iklim yang menjadi

157
kegiatan kunci dan indikatornya, waktu pelaksanaan, Indonesia juga sepakat dengan mandate Decision 21/CP22 para
dan aktor kunci yang terlibat. usulan topik-topik untuk workshop 22. Untuk itu, Indonesia perlu
tahun 2018 dan 2019 mengingat segera menindaklanjuti. Nominasi
Minggu pertama ini adalah berbagai sesi konsultasi relevansinya dengan kebutuhan nasional fokal point gender
informal dan forrmal dengan co-fasilitator Ms. Winnie Indonesia untuk mempercepat disampaikan melalui surat resmi
Lichuma (Kenya) and Mr. Geert Fremout (Belgia). Di pelaksanaan pengarusutamaan dari National Focal Point kepada
awali dengan pertemuan koordinasi pra-COP pada gender dalam berbagai kebijakan dan Sekretariat UNFCCC.
tanggal 6 November untuk konsolidasi bagi Para program perubahan iklim dengan
Pihak yang berminat untuk membahas draft GAP, mempertimbangkan kebutuhan dan Gender Action Plan (GAP) atau
yang merupakan hasil kompilasi dari berbagai peran kelompok rentan. Rencana Aksi Gender yang
proses informal sebelumnya yaitu konsultasi informal dihasilkan akan mendukung
di Den Haque pada tanggal 27-28 March 2017 dan pelaksanaan berbagai keputusan
di Ottawa Kanada pada tanggal 14-15 September dan mandat terkait gender di bawah
2017 serta In-session Workshop to develop possible proses UNFCCC. GAP yang berisi
elements of the gender action plan under the bidang prioritas, kegiatan kunci dan
UNFCCC pada tanggal 10-11 Mei 2017 di Bonn. indikatornya, waktu pelaksanaan,
dan aktor kunci yang terlibat, serta
Hingga saat ini Para Pihak masih menyepakati 5 usulan topik-topik untuk workshop
bidang prioritas, 5 outcomes, dan 21 kegiatan tahun 2018 dan 2019 memiliki
kunci/pokok. Adapun bidang prioritas dimaksud relevansi dengan kebutuhan
adalah: Indonesia untuk mempercepat
A. Capacity building, knowledge sharing and pelaksanaan pengarusutamaan
communication gender dalam berbagai kebijakan
B. Gender balance, participation and women’s dan program perubahan iklim
leadership dengan mempertimbangkan
C. Coherence kebutuhan dan peran kelompok
D. Gender-responsive implementation and means rentan.
of implementation
E. Monitoring and reporting

Dari kelima prioritas ini, prioritas C dan E dan


kegiatan-kegiatan kuncinya mayoritas menjadi
mandat Sekretariat dan UN Entities lainnya sesuai
Decision 21/CP.22. Adapun kegiatan-kegiatan yang
menjadi kewajiban Para Pihak adalah melaporkan
kebijakan-kebijakan iklim terkait proses UNFCCC,
termasuk informasi tentang proses pengintegrasian

158
gender dalam kebijakan-kebijakan tersebut (reporting
on their climate policies under the UNFCCC process,
to include information on how they are integrating
gender considerations into such policies).

Berdasarkan draft GAP saat ini, maka kegiatan-


kegiatan yang mengikat bagi Para Pihak adalah
sebagai berikut:
- Submission on the systematic integration of
gender-sensitive and participatory education,
training, public awareness, public participation
and public access to information into all
mitigation and adaptation activities implemented
under the Convention, as well as under the Paris
Agreement, including into the implementation of
their NDCs and the formulation of long-term low
greenhouse gas emission development
strategies, and invite the ACE to hold a dialogue
on how Parties and observer organizations have
promoted the systematic integration of gender
considerations in the above-mentioned issues
(based on Decision 21/CP22 Para 7-8)
- Submission on the integration gender
considerations in adaptation, mitigation,
capacity-building, technology, finance actions
and on policies/plans for enhancing gender
balance In their national climate delegations
(based on Decision 21/CP22 Para 16, 17, 23, 26,
33)
- Capacity-building for women and men delegates
and gender focal points on gender
mainstreaming including at regional and sub-
regional levels (based on Decision 21/CP22 Para
7-8)
- Promote the significance of travel funds,
including [specific UNFCCC Fund to be clarified],
as means to support the participation of women

159
in UNFCCC sessions including grassroots and
indigenous women from developing countries /
LDCs & SIDs on national delegations (based on
Decision 21/CP22 Para 10)
- Cooperate in, promote, facilitate, develop and
implement formal and non-formal education and
training programmes focused on climate change
at all levels, targeting women and youth in
particular, and including the exchange or
secondment of personnel to train experts (based
on Decision 21/CP22 Para 7-8)
- In cooperation with UNEP-DTU Partnership and
CTCN, invite interested stakeholders to share
information on the incorporation of gender in
Technology Needs Assessments during Gender
Day (based on Decision 21/CP22 Para 17)
- Strengthen the capacity of gender mechanisms,
including parliamentarians, the IPU,
commissions, funding ministries, NGOs and
CSOs for the integration of gender responsive
budgeting in climate-finance, access, and
delivery through training, expert workshops,
technical papers and tools
- Parties reporting on their climate policies under
the UNFCCC process, to include information on
how they are integrating gender considerations
into such policies (Decision 21/CP22 Para 33).
[Draft GAP terlampir]

Dalam konsultasi informal ini, Para Pihak juga


sepakat bahwa matriks GAP akan diusulkan menjadi
lampiran dari keputusan terkait GAP.

Selain draft GAP, konsultasi informal juga


menyepakati usulan topik in-session workshop tahun
2018 dan 2019 (Decision 21/CP22 para 11-12)
dengan mempertimbangkan keterkaitannya dengan

160
kegiatan-kegiatan kunci yang diusulkan dalam GAP
antara lain yaitu: gender-disaggregated data,
indigenous and grassroots women’s participation and
local knowledge informaing gender responsive
climate policy and action, the impacts of climate
change-related disasters on vulnerable households
froma gender perspective,

KELOMPOK AGRICULTURE

SBSTA 7 Issues relating to Persidangan telah menghasilkan Draft conclusions Dari enam aspek teknologi yang Persidangan terkait pertanian akan
agriculture proposed by the Chair, dengan pokok-pokok hasil disanpaikan, tampaknya sudah melanjutkan pembahasan pada
persidangan sebagai berikut: mencakup secara menyuruh dan kami persidangan SBSTA 48 (April– May
mengusulkan untuk menambahkan 2018) mengenai basis dari elemen-
1. SBSTA berkaitan dengan decision 2/CP.17, poin tentang manajemen pengelolaan elemen untuk possible draft decision
paragraph 75, melanjutkan pembahasan mengenai air. mengenai isu-isu terkait pertanian.
isu-isu terkait pertanian (agriculture)
Untuk persidangan SBSTA 48,
2. SBSTA melanjutkan pertukaran pandangan Negara pihak selambatnya tanggal
mengani isu-isu terkait agriculture, dengan 31 Maret 2017 diminta
mempertimbangkan outcomes dari in-session menyampaikan pandangan
workshops dan progress hasil SBSTA 46 yang lalu. mengenai metoda dan pendekatan
untuk mengkaji adaptasi, adaptasi
3. The SBSTA menyetujui untuk melanjutkan co-benefits dan resilience; perbaikan
pembahaan pada persidangan SBSTA 48 (April– karbon dan kesuburan tanah
May 2018) mengenai basis dari elemen-elemen grassland dan cropland melalui
untuk possible draft decision mengenai isu-isu terkait system terintegrasi, termasuk
agriculture pengelolaan air; perbaikan
penggunaan nutrient dan
Untuk itu persidangan telah menghasilkan Draft pengelolaan kotoran termak,
decision elements for a possible draft decision on perbaikan system pengelolaan
issues relating to agriculture for consideration at peternakan, dan aspek social
SBSTA 48. Pada draft decision tercantum 2 (dua) ekonomi dan ketahanan pangan
opsi, yaitu opsi 1 dengan ada preambule, dan opsi 2 akibat perubahan iklim di sektor
tanpa preambule. pertanian.

161
Selama proses persidangan, dalam pleno yang
dipimpin oleh COP telah disampaikan draft porposal
tentang jenis teknologi. Banyak negara yang
mengusulkan untuk meminta informal konsultasi
dengan lebih memperjelas poin yang dituangkan
dalam paragraph dengan lebih detail. Parties
menginginkan agar langkah langkah menuju
implementasi agar disiapkan dengan sangat matang
dengan mengusulkan dilaksanakan dua workshop
kedepan.

Sebagian besar parties menginginkan tindak lanjut


dalam bentuk implementasi. Terdapat dua usulan
tindak lanjut yi dari kelompok Amerika Selatan dan
Afrika. Diusulkan pula bhw SBSTA akan
mengusulkan rekomendasi output kmd meminta
keputusan dr COP. Perbedaan dari kedua usulan adl
kel Afrika menginginkan mapping jenis teknologi
dilakukan oleh parties sementara South American
menginginkan dilakukan oleh co facilitator.

KELOMPOK RESEARCH AND SYSTEMATIC OBSERVATION

SBSTA 8 Research and Systematic Persidangan telah menghasilkan draft conclusion Fokus ke aspek substantive elements Negara pihak terutama negara
observation proposed oleh chair, dengan pokok-pokok hasil dari Research and Systematic berkembang diminta untuk
persidangan sebagai berikut: observation, dengan melakukan peningkatan systematic
mempertimbangkan relevant element observations secara berkelanjutan,
 The SBSTA mengapresiasi penyampaian hasil terkait posisi Indonesia pada diantaranya terkait peran laut dalam
riset European Union on behalf of the isu/agenda lain. perubahan iklim global dan prediksi
Committee on Earth Observation Satellites cuaca ekstrim.
(CEOS) and the Coordination Group for
Meteorological Satellites (CGMS), the Global Untuk persidangan tahun 2018 perlu
Climate Observing System (GCOS), the IPCC, disiapkan rancangan keterkaitan
the Intergovernmental Oceanographic hasil RSO berupa review secara
Commission of the United Nations Educational, periodic dari long-term global goal
Scientific and Cultural Organization, the World dibawah Konvensi Perubahan Iklim
Climate Research Programme and WMO, yang

162
sedang mengembangkan IG3IS (Integrated dengan penyiapan global stocktake
Global GHG Information System, yaitu dibawah Paris Agreement.
monitoring satelit utk membantu inventory.

 Peningkatan peran laut dalam perubahan iklim


global

 Peningkatan peran WMO melalui global


framework for climate service utk mensupport
parties dalm implementasi PA (INV)

 Peningkatan systematic observation terutama


utk pemahaman dan prediksi extreme weather

KELOMPOK LOCAL COMMUNITIES AND INDIGENOUS PEOPLES PLATFORM

SBSTA 13 Local communities and Sejumlah pertemuan informal telah dilakukan pada Menekankan pentingnya Pembahasan ke depan akan
indigenous peoples tanggal 11, 13 dan 14 November 2017. Pertemuan keberimbangan antara Local difokusukan untuk menyiapkan
platform tidak mencapai kesepakatan hingga batas waktu Communities dengan Indigenous berbagai modalitas untuk
yang telah diberikan. Peoples. operasionalisasi penuh IPLC
Platform. Kegiatan pertama IPLC
SBSTA Chair kemudian mengeluarkan proposal Platform sesuai mandat adalah
draft recommendation, yang mana berdasarkan menyelenggarakan Multi-
proposal tersebut pertemuan berhasil mencapai stakeholder Working Group.
kesepakatan dengan didorong momentum untuk
menyegerakan operasionalisasi platform. Hal-hal Indonesia perlu terus menekankan
yang disepakati antara lain: keberimbangan IP dengan LC, serta
 Fungsi Platform, yaitu untuk berbagi menjaga agar forum ini tetap sesuai
pengalaman, peningkatan kapasitas bagi IPLC fungsi utamanya sebagai wadah
untuk berpartisipasi pada berbagai proses di untuk berbagi pengalaman serta
bawah UNFCCC, dan menyediakan enabling mengintegrasikan nilai-nilai dan
environment bagi penguatan peran IPLC dalam pengetahuan IPLC dalam
mencapai NDC penanganan perubahan iklim.
 Operasionalisasi Platform, dan menyiapkan
modalitas untuk operasionalisasi secara
menyeluruh

163
 Kegiatan pertama IPLC Platform adalah
menyelenggarakan multi-stakeholder workshop
yang bertujuan untuk mengimplementasi fungsi
platform yang telah disepakati;
 Meminta SBSTA-48 untuk operasionalisasi
lebih lanjut dari platform, termasuk
pembentukan facilitative working group (yang
bukan merupakan badan negosiasi UNFCCC),
serta membahas modalitas penyusunan work
plan bagi operasionalisasi penuh IPLC Platform

164
165
LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA UNTUK AGENDA NON PERSIDANGAN
UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE, BONN, JERMAN, 6– 17 NOVEMBER 2017

NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Mandated Events

1 APA Round table Agenda 4 November 2017, Co-facilitator melakukan rekapitulasi terhadap semua submisi Cross-cutting matters belum bisa dibahas banyak
Item 5 - Modalities, Chamber Hall negara yang masuk, dan didasarkan itu dilakukan kompilasi dan dalam Round Table Meeting (RTM), karena
procedure and guidelines dikeluarkan pertanyaan pembantu untuk pancingan, agar bisa MPGnya juga belum sepenuhnya
for the transparency dikomunikasikan/dibahas pada round-table meeting. terkonsep/terbangun. Indonesia memandang
framework for action and Juga muncul cross-cutting matters, yang mencakup bahwa MPG harus terbentuk dulu, baru
support referred to in Art. pertanyaan: pertanyaan terkait cross-cutting matters bisa
13 of the PA 1. Is there a single comprehensive article 13 report or multiple difinalkan.
article 13 reports? When is/are the first article 13 report(s)
due, and when will the subsequent report(s) be due?
2. What would be the benefits, if any, of including principles
and/or objectives in the MPGs? If they were included, or
what basis would be determined that they should apply to
the MPGs as a whole, or specific to each section of the
MPGs?
3. Which specific of the existing MRV system will be
superseded (and under what condition), which will
continue, and how will this be reflected in MPG?
Questions related to “Support provided and mobilized”:  MPG yang dibangun adalah satu saja, dan
 What information will developed countries report on dapat dipergunakan oleh baik negara maju
financial, technology transfer and capacity-building maupun berkembang, hanya saja flexibility
support provided under Articles 9–11 of the Paris harus menjadi satu catatan untuk
Agreement? How and when will the outcome of the membedakan kemampuan negara maju dan
modalities for the accounting of financial resources berkembang.
provided and mobilized through public interventions in  Reporting untuk finance (support provided
accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris and mobilized) harus bisa dipisahkan dari
Agreement, currently under development by SBSTA, be reporting untuk support lainnya, mengingat
incorporated into the MPGs? What other work is also kompleksitas yang ada dalam urusan finance
relevant? ini.
 Will the MPGs for developed country parties be the same  Perlu kepastian dan kesepakatan tentang apa
as or different from those for other Parties that provide yang dimaksud dengan climate finance, agar
166
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
support, recognizing the different legal provisions in the diskusi terkait article 9 dapat dalam
Paris Agreement? kesepahaman yang sama.
 Should reporting on capacity-building and technology
support provided be separate from reporting on finance?  Diskusi internal untuk menyepakati definisi
What quantitative and/or qualitative approaches to climate finance usulan Indonesia, dan
reporting would best capture the specific nature of these bagaimana memilah antara reporting untuk
two areas? support provided dan support mobilized, perlu
segera diagendakan.
Questions related to “Support needed and received”:  Report pada support needed and received
 What should developing countries report, and how could bagi developing country perlu dipisahkan,
that include use, impacts and estimated results? dimana support received sudah ada di dalam
 Should reporting on capacity-building and technology berbagai modalitas pelaporan yang ada,
support needed and received be separate from reporting sedangkan support needed belum banyak
on finance? dilaporkan.
What quantitative and/or qualitative approaches to  Reporting untuk finance (support needed and
reporting would best capture the specific nature of these received) harus bisa dipisahkan daripada
two areas? Would common tabular formats facilitate reporting untuk support lainnya, mengingat
developing country reporting on support needed and kompleksitas yang ada dalam urusan finance.
received? If so, what would they look like?  Dipandang bahwa informasi bisa dalam
bentuk quantitative dan qualitative, sesuai
dengan kondisi.
 Tabular information dipandang sangat tepat
untuk quantitative information. Namun bentuk
tabular jangan membatasi ataupun
memberikan beban yang lebih.

 Diskusi internal untuk memilah antara


reporting untuk support needed dan support
received, sesuai kondisi Indonesia, perlu
segera diagendakan.
Questions related to “Technical expert review”, including a focus  Technical expert review perlu bisa menjaga
on transparency of support: kepentingan scientific, dan harus bisa
 How often will the technical expert review take place, menghargai best-practice dari negara yang
considering the number, timing, and frequency of Article 13 direview (sesuai posisi Indonesia, dan juga
report(s)? Where will the technical expert reviews take
167
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
place and what format will they use, i.e., will they be in- disampaikan oleh China, Brazil dan New
country, centralized, desk, or other? Zealand)
 What “areas for improvement” can the technical expert  Indonesia dan negara-negara memandang
team identify? When and how will the identified areas of bahwa periodisitas pelaporan yang ada,
improvement be implemented? Should Parties regularly seperti BUR dan NC adalah frekwensi
submit plans/areas where they intend to improve pelaporan yang tepat.
transparency over time, and if so, what should they  Hal yang perlu dipikirkan bahwa, apabila
contain? laporan terkait artikel 13 akan disusun dalam
How should the technical expert review MPGs 1 laporan lengkap (misalnya dalam existing
operationalize flexibility for those developing countries that model pelaporan seperti NC dan BUR), maka
need it in the light of their capacities? akan seperti apakah kualitas dari expert
reviewernya? (mengingat kompleksitas yang
ada).
 Belum lagi perlu diingat bahwa masih ada
kelemahan terhadap MRV yang terkait
support, khususnya terkait finance.
 Untuk improvements harus diarahkan sesuai
dengan kebutuhan negara terkait terhadap
NDC-nya (sesuai posisi Indonesia, dan juga
disampaikan oleh Filipina).
 Rencana improvement bagus untuk
dilaporkan, namun sebaiknya menyesuaikan
dengan capaian improvement yang ada,
sebelum melanjutkan laporan/informasi
tentang periodisitas improvement.
Questions related to “Facilitative, multilateral consideration of  Dipandang bahwa FMCP bisa menggunakan
progress (FMCP)”, including a focus on transparency of berbagai fasilitas yang mungkin untuk
support: dipakai, dan diusahakan agar lebih mudah
 How often will the facilitative, multilateral consideration of untuk dipahami oleh negara-negara dengan
progress take place? In what forum or context will the keadaan yang bervariasi. Sehingga tidak
FMCP take place? How would sequencing with the perlu dibuat suatu forum khusus untuk itu.
technical expert review be managed?  Pemanfaatan webinar – sebagai kelengkapan
 How should the FMCP MPGs operationalize flexibility for sesi pertemuan langsung, ini dapat dilakukan
those developing countries that need it in the light of their juga dengan online questions and answer in
capacities? advance.
168
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
What kind of output from the FMCP will there be, if any?  Dibahas bahwa FMCP akan optimal apabila
dilakukan setelah BUR dan setelah TER
dilaksanakan.
 FMCP untuk developing country apakah tidak
sebaiknya bersifat voluntary dan lebih
keharusan pada developed country.
5 November 2017, Questions related to “Adaptation (article 13.8)”:  Karena dibawah artikel 7 juga sudah
Chamber Hall  What is the linkage between the MPGs for Article 13.8 membahas tentang guidance untuk
under APA agenda item 5 and the further guidance in adaptation communication, maka dipandang
relation to the adaptation communication, including, inter bahwa output dari ACom dapat menjadi input
alia, as component of nationally determined contributions, bagi TF untuk pembahasan APA item 4.
referred to in Article 7, paragraphs 10 and 11, of the Paris  Untuk negara yang memasukkan komponen
Agreement, currently being considered under APA agenda adaptasi dalam NDCnya, adaptation
item 4? communication adalah komponen adaptasi
 How and when will the outcome of the relevant aspects be untuk NDC, sehingga keterkaitan diantara
incorporated into the MPGs? adaptasi dan NDC sudah jelas.
 How should the MPGs for climate change impacts and  Party memandang peran flexibilitas, agar
adaptation under Article 7, as appropriate, operationalize setiap negara dapat memilih vehicle apa yang
flexibility for those developing countries that need it in the akan digunakan untuk mengkomunikasikan
light of their capacities? adaptasi-nya
 Apapun itu, dipandang bahwa pelaporan
yang beragam dan bermacam akan
mempersulit urusan pelaporan, sehingga
tidak ada duplikasi dari efforts.
Questions related to “Information necessary to track progress  MPG untuk CTU dan understanding NDC
made in implementing and achieving NDCs under Article 4”: masing-masing, dan peran penting
 How will the MPGs incorporate the outcomes of work on applicability. Specific requirement terkait
matters relating to Article 6 of the Paris Agreement and article 6, perlu disesuaikan dengan negosiasi
accounting for Parties’ nationally determined contributions, yang masih dilakukan dibawah SBSTA
as specified in decision 1/CP.21, paragraph 31, currently  Projection sangat perlu untuk diketahui,
being developed by SBSTA and APA, respectively? What karena dapat memberikan informasi pada
other ongoing work is also relevant? negara terkait dan global stocktake untuk
 Should the MPGs require countries to include projections mengetahui kondisi setiap negara. Dan
for their expected progress in implementing and achieving negara berkembang dalam BUR nya juga
NDCs under Article 4? sudah menyampaikan proyeksinya
169
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
 What are developing countries’ capacity constraints in (merupakan bagian penting dalam
tracking progress made in implementing and achieving implementasi PA). Namun perlu diperhatikan
NDCs under Article 4? How should the tracking progress bahwa perbedaan tipe NDC (sesuai nature-
MPGs operationalize flexibility for those developing nya) mungkin tidak applicable untuk proyeksi.
countries that need it in the light of their capacities? Bagi negara berkembang perlu dipahami
kendala atau yang membatasi serta
pentingnya kebutuhan tentang proyeksi.
 Diluar proyeksi, apakah tidak lebih baik
apabila informasi tentang impact dari
mitigation action bisa lebih berguna.
 Flexibility is closely related to the country
capacity, dan NDC merupakan national
determined, sehingga bagaimana tracking
dari NDC yang dilakukan juga sangat terkait
dengan national circumstances yang menjadi
latar belakang NDC country.
Questions related to “National greenhouse gas inventory  Tier harus dipergunakan untuk
reports”: merepresentasikan flexibility negara,
 Which IPCC guidance and metrics should Parties use in sedangkan penggunaan more recent
preparing their national GHG inventory reports? guideline sudah dimandatkan (latest IPCC
 Which years should be reported in national GHG inventory guideline).
reports? Which gases should be reported in national GHG  Isu untuk year, disini flexibility juga berlaku
inventory reports? untuk frekuensi dan tahun, karena sangat
 What are developing countries’ capacity constraints in bergantung pada kondisi negara terkait. Detil
preparing national GHG inventory reports, including with gas yang dilaporkan, disesuaikan kondisi
regards to methods, data, and assumptions used to (flexibility) tapi bisa juga MPG mengatur agar
estimate national emissions and removals and their disampaikan untuk gas-gas yang paling
documentation? How should the national GHG inventory berpengaruh. Gas dilaporkan dalam mass
report MPGs operationalize flexibility for those developing unit atau dalam GWP
countries that need it in the light of their capacities?  Metodologi sebagaimana submisi Indonesia
untuk TF, yang penting adalah konsistensi
penggunaan data, dengan appropriate
adjustment if necessary.
2 APA round table on 4 November 2017, Pertemuan dibuka oleh APA Co-Chairs dan dilanjutkan dengan  Pencermatan terhadap kertas kerja yang
agenda item 4 (further Room Rakiraki diskusi umum yang dipandu oleh Co-Facilitators. Parties dihasilkan perlu dilakukan dengan
170
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
guidance in relation to the diminta untuk menyampaikan pandangan mengenai hal-hal mempertimbangkan kesiapan Indonesia
adaptation berikut: untuk mengumpulkan data dan informasi
communication)  Purposes : Tujuan atau kesenjangan paling relevan yang yang diperlukan pada saat ketentuan
dapat diatasi melalui Adaptation Communication (ACom), mengenai ACom diberlakukan, sebagai
yang belum terakomodir melalui vehicles atau mekanisme bagian dari implementasi Paris Agreement
yang ada saat ini. Tujuan apa yang perlu ada dalam Review modalitas instrumen/perangkat yang telah
pedoman sehingga ACom dapat mengisi peluang atau dikembangkan di Indonesia yang dapat digunakan
kesenjangan tersebut untuk menyiapkan data/informasi mengenai
 Elements : Dasar yang dapat digunakan untuk rencana, aksi, prioritas dan kebutuhan adaptasi
mengkategorikan common dan opt-in/opt-out elements
 Vehicle : Pedoman yang diperlukan untuk menegaskan
pilihan vehicle sebagaimana termuat dalam Paris
Agreement
 Linkages : Outcomes yang memungkinkan diperoleh
untuk setiap linkages yang telah diidentifikasi sebelumnya
dan bagaimana hal ini berpengaruh terhadap pedoman
yang akan disusun. Selain itu diidentifikasi linkages mana
yang akan mempengaruhi aspek pedoman dan mana yang
harus dipecahkan terlebih dahulu
 Flexibility/optionatility/choice/direction: ketentuan apa
yang perlu ada dalam pedoman untuk memastikan hal-hal
tersebut diperhatikan oleh parties

Selanjutnya peserta dibagi kedalam 6 kelompok untuk menggali


usulan outline serta heading/sub-heading pedoman. Hasil
diskusi kelompok tercatat dalam tabel kompilasi pembahasan di
masing-masing kelompok, dan menjadi pertimbangan parties
dalam proses negosiasi APA agenda item 4.

3 Response Measures 4 November 2017, Pada SB 46, SBI dan SBSTA meminta sekretariat untuk Co Fasilitator akan menyusun reflection note yang
Workshop (SBI/SBSTA) pukul 14:00-18:00, menyelenggarakan sebuah lokakarya pra-sesi sebelum SBI 47 merupakan rangkuman pandangan dari para
di Santiago de Chile dan SBSTA 47 (November 2017) yang akan berfokus pada pihak selama workshop berlangsung
Room elemen-elemen modalitas, program kerja dan fungsi
berdasarkan Perjanjian Paris tentang dampak penerapan
langkah-langkah respons kegiatan perubahan iklim.
Jalannya
171
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Kegiatan
Workshop dibuka oleh Sekretariat UNFCCC
kemudian dipimpin oleh Co Fasilitator. Selanjutnya dilakukan
presentasi oleh Australia, European Union, Ghana, Maldives,
United Arab Emirates tentang Fungsi dari Forum Response
Measures dan dilanjutkan sesi diskusi.

Hal-hal yang Dibahas
Dalam sesi presentasi, disampaikan


sebagai berikut:
1. Australia membuka presentasi dengan 3 pertanyaan :
(1) Bagaimana Forum membantu kita semua mengambil
tindakan yang diperlukan dalam ambisi mitigasi ?;
(2) Bagaimana Forum mengambil tindakan yang
memberikan 
kemakmuran ekonomi berkelanjutan ?; dan
(3) Bagaimana Forum memastikan pekerjaan yang layak
dan 
aman untuk kita?. Australia meminta TEG untuk
mendapatkan jawaban atas 3 pertanyaan tersebut.
Australia juga memnita agar fungsi dari Forum RM dapat
terus ditingkatkan untuk memastikan forum berkontribusi
terhadap tujuan Perjanjian Paris.

2. European Union, menyampaikan fungsi dari Forum,


sebagai elemen arsitektur keseluruhan Perjanjian, dan
khususnya, dalam konteks jangka panjangnya yaitu
menjaga kenaikan suhu maksimal 2’C, seperti yang
dinyatakan dalam pasal 4 Perjanjian Paris. Dampak
perjanjian Parid bisa dan harus dirancang sedemikian rupa
sehingga memaksimalkan dampak positif dan manfaat
tambahan, dan meminimalkan dampak negatif. 

Uni Eropa memiliki lebih dari dua dekade pengalaman
dalam merancang dan menerapkan kebijakan iklim yang
mendorong emisi rendah, sekaligus meningkatkan
pertumbuhan dan lapangan kerja. Kita akan berbagi
pengalaman dan kapasitas kami ke negara-negara di
semua wilayah. Kami akan membantu mitra untuk

172
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
meningkatkan teknis dan analisis, kapasitas yang
diperlukan untuk menilai dampak sosio – ekonomi
implementasi kebijakan iklim. 


3. Ghana, mempresentasikan bahwa forum di bawah


Perjanjian Paris harus berorientasi pada tindakan
mempromosikan pekerjaan, penambahan nilai teknis yang
berfokus pada dampak lintas batas dari tindakan respons
dan meminimalkan dampak tersebut pada partai negara
berkembang. Perjanjian Paris mengakui kebutuhan negara-
negara berkembang. 


Ghana menekankan bahwa forum tersebut akan melakukan


fungsi berikut:
a) Memastikan kontinuitas; b) Berbagi
pengalaman dari pelaksanaan program kerja; c)
Menerapkan prinsip-prinsip kontinuitas dan evolusi ke
program kerja, modalitas dan fungsinya; d) Mengidentifikasi
dan mengembangkan alat dan pendekatan untuk
mengurangi dampak tindakan respons di negara
berkembang; e) Pisahkan sejauh mungkin masalah proses
dan substansi; f) Melakukan review berkala dalam tata
kelola FPA; g) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi
dengan organisasi dan inisiatif di dalam dan di luar proses
UNFCCC (misalnya, ILO Cambridge Econometrics dll.); h)
Berkolaborasi dengan media, bisnis dan akademisi; i)
Memberikan kerja sama yang lebih baik untuk memahami
dampak lintas batas penerapan langkah-langkah respons
dalam kaitannya dengan upaya untuk mencapai
keberlanjutan pembangunan (terutama pertumbuhan
inklusif dan pengurangan kemiskinan – 3 elemen
menyeluruh: kemiskinan, pengangguran dan
ketidaksetaraan untuk mengatasi kualitas dan inklusivitas
pertumbuhan ekonomi) di negara-negara berkembang;
j)
Mempromosikan pertukaran informasi mengenai tindakan,
pengalaman, dan tantangan respon dan praktik terbaik; k)
173
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Mengatasi hambatan kapasitas Pihak dengan ekonomi
yang paling terpengaruh oleh dampaknya langkah-langkah
respon, terutama negara-negara berkembang dan
kemampuan mereka untuk menilai memantau dan
melaporkan dampak penerapan langkah-langkah respons;
l) Memperkuat pelaporan dan pertukaran data mengenai
tindakan respons; m) Memobilisasi sumber daya untuk
pengarusutamaan penilaian terhadap dampak lintas batas;
n) Menetapkan database untuk pemetaan rinci tentang
tindakan respons (pra dan pasca 2020) yang mendorong
penilaian teknis tindakan secara berkala; o) Menghasilkan
rekomendasi setiap tahun dan keputusan tindakan spesifik
yang harus ditangani oleh COP.

4. Maldives, menyampaikan Fungsi Forum


 Mempromosikan dan memahami dampak penerapan
respon mesures. 

 Menyediakan sebuah platform bagi Para Pihak untuk
berbagi, secara interaktif, informasi, pengalaman, studi
kasus, praktik dan pandangan terbaik, pendekatan
nasional. 

 Meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kapasitas
Para Pihak untuk menilai, menangani, mengelola,
memantau dan melaporkan dampak penerapan langkah-
langkah respons.
 Melayani sebagai platform untuk implementasi dan 
kerja
sama dan pemangku kepentingan untuk 
mengatasi
dampak. 

 Organisasi internasional, akademisi.
 Meninjau kembali dampak penerapan langkah-langkah
respons secara sistematis mengingat dampak kebijakan
iklim ex-ante, selama dan ex-post. 

 Mengidentifikasi dan mempromosikan alat dan metodologi
untuk menilai dan mengatasi dampak dari 
penerapan
174
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
tindakan respon. 

 Memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang. 

 Membangun kapasitas nasional. 

 Memperkuat sistem pemantauan dan pelaporan.
 Kurangi dampak akibat penerapan tindakan respons.

5 November 2017, Latar Belakang
Pada SB 46, SBI dan SBSTA meminta Co Fasilitator akan menyusun reflection note yang
pukul 11:00-19:00, sekretariat untuk menyelenggarakan sebuah lokakarya pra-sesi merupakan rangkuman pandangan dari para
di Santiago de Chile sebelum SBI 47 dan SBSTA 47 (November 2017) yang akan pihak selama workshop berlangsung
Room berfokus pada elemen-elemen modalitas, program kerja dan
fungsi berdasarkan Perjanjian Paris tentang dampak
penerapan langkah-langkah respons kegiatan perubahan
iklim.


Kegiatan
Workshop dibuka oleh Sekretariat UNFCCC


kemudian dipimpin oleh Co Fasilitator. Selanjutnya dilakukan
presentasi oleh European Union, Singapore, Mali, Australia,
Norway, Thailand tentang Modalitas dan program kerja dari
Forum Response Measures dan dilanjutkan sesi diskusi.

Hal-hal yang Dibahas
Dalam sesi I sebagai berikut:



1. European Union menyamoaikan bahwa dampak penerapan
tindakan respons merupakan perhatian penting bagi kita semua
- baik negara maju maupun negara berkembang, yang perlu
ditangani secara efisien dan efektif. Forum ini juga berkontribusi
pada pemahaman transisi yang lebih baik dan diversifikasi
ekonomi.


Pengaturan langkah-langkah respons Forum telah dilakukan


selama bertahun-tahun, dan telah diperbaiki di COP21,
dibangun berdasarkan pelajaran dan pengalaman sebelumnya.
Uni Eropa percaya, bahwa Forum tetap merupakan sarana
terbaik untuk membawa Para Pihak bersama-sama
mempertimbangkan isu-isu penting, berbagi pengalaman dan
175
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
menemukan cara untuk meningkatkan kerja sama.

2. Singapore menyampaikan bahwa Implikasi ekonomi dan


sosial akan semakin terasa dengan implementasi NDC. Perlu
proses yang permanen, responsif, adaptif dan efektif; yang
mengarah pada tindakan untuk mengatasi implikasi yang
merugikan, belajar dari pekerjaan dan pengalaman pra-2020,
membangun struktur yang ada - kontinuitas, dan menghormati
instrumen hukum; memenuhi mandate.

Modalitas dan Program Kerja : 
Untuk menilai dan


menganalisis, untuk mengidentifikasi tindakan mengatasi
dampak penerapan tindakan respons, platform bagi Para Pihak
untuk berbagi informasi, pengalaman, studi kasus, praktik
terbaik, masukan dari TEG, menyiapkan studi teknis dan
laporan, In-Forum, dan lokakarya pelatihan internasional
(misalnya regional) untuk membangun kapasitas bagi negara,
bekerja sama, berkoordinasi dengan organisasi internasional
dan organisasi antar pemerintah, inventarisasi langkah-langkah
respons, mengembangkan pedoman, metodologi, dan alat
pemodelan, forum untuk bertemu dalam hubungannya dengan
sesi SB, memberikan rekomendasi mengenai tindakan dalam
SB. 


3. Mali menyampaikan bahwa TEG merupakan modalitas yang


berguna dan praktis untuk mengejar analisis teknis dan
pengembangan pengetahuan.
Fungsi TEG: untuk secara
proaktif menangani kenyataan bahwa terbatasnya pekerjaan
teknis dan lebih diperlukan pengembangan konseptualisasi
lingkup dan sifat dampak lintas batas, kondisi kerentanan, sifat
dampak negatif dan jika dapat diminimalkan.


Mengadakan lokakarya in-forum dan intersessional, pertemuan


teknis dan dialog penelitian, melaksanakan kajian teknis dan
review tindakan, mengelola proses review atau penilaian dan
176
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
masukan yang diterima, memfasilitasi lokakarya pelatihan
regional untuk meningkatkan kapasitas negara-negara untuk
menilai dan melaporkan dampak pelaksanaan langkah-langkah
respon, pengembangan bahan teknis untuk alat
pengembangan kapasitas termasuk pedoman, alat pemodelan
metodologi untuk menilai dan mengatasi dampak penerapan
tindakan respons, mengatasi kekurangan bahan studi kasus
yang berkaitan dengan Para Pihak dengan ekonomi yang paling
terpengaruh oleh dampak respons terutama Pihak negara
berkembang.

Keluaran dari TEG:
Dokumen dan laporan teknis, proyek


percontohan di tingkat regional / nasional, studi kasus spesifik
negara dan sektoral mengenai dampak lintas batas, database
tindakan, pemetaan informasi terperinci mengenai dampak
yang dilaporkan atau yang potensial

4. Australia menyampaikan bahwa: program kerja yang sukses


terdiri dari tiga prinsip utama, jika terpenuhi dapat memberi
Forum peran paling kuat dalam Perjanjian Paris.
Prinsip
pertama, bagaimana Forum mendorong mitigasi yang lebih
besar bagi ambisi mitigasi oleh para pihak?

Kedua, bagaimana Forum membantu Pihak membuat ekonomi


yang diperlukan untuk memenuhi Perjanjian Paris dan Sasaran
Pembangunan Berkelanjutan, dengan cara yang paling efisien
secara ekonomi? Dan akhirnya, bagaimana forum dapat
membantu Para Pihak memenuhi tugas ini sambil memberikan
kepercayaan kepada masyarakat kita bahwa pemerintah
melakukan semua yang mereka bisa untuk menyediakan
pekerjaan berkualitas. Australia brpandangan bahwa program
kerja difokuskan pada diversifikasi ekonomi dan transisi tenaga
kerja.

Diversifikasi ekonomi yang berhasil juga dapat mendorong


177
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
investasi ramah iklim dari sektor swasta yang akan sangat
penting untuk mendorong transisi global ke ekonomi dengan
emisi rendah. Sumber kerja dan pendapatan akan bergeser di
antara sektor ekonomi, dan kerja sama antar negara melalui
pembagian kisah sukses dan pelajaran yang dipetik bisa sangat
penting untuk membantu para pihak mengatasi hambatan
dalam menerapkan strategi diversifikasi. Namun, harus tetap
memikirkan mengelola dampak ekonomi dari tindakan iklim
dan, secara lebih luas, terhadap masalah politik dan ekonomi
nasional.

5. Norwegia menyampaikan bahwa bagaimana program kerja


Forum dapat membantu pihak-pihak untuk meningkatkan
ambisi mitigasi mereka, dan selanjutnya, bagaimana pihak
dapat merancang kebijakan iklim mereka dengan cara yang
memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan potensi
tantangan serta memastikan keikutsertaan dalam proses.
Lokakarya dan diskusi dapat menjadi dasar untuk memahami
bagaimana cara terbaik untuk melanjutkan memperkuat kerja
sama multilateral mengenai isu-isu ini. 
Norwegia juga
menyarankan untuk memperluas ruang lingkup diskusi forum.
Tidak hanya masalah pekerja tetapi juga pada kelompok rentan
seperti, migran, masyarakat adat dan masyarakat adat,
perempuan dan pemuda. 


6. Thailand menyampaikan bahwa menghindari /


meminimalkan dampak negatif dari tindakan respons terhadap
sektor sosial dan ekonomi negara-negara berkembang, forum
harus menghasilkan hasil nyata dalam hal tindakan dan
implementasi. 
Program Kerja di bawah Forum PA – RM :
kontinuitas bidang program kerja di bawah forum yang lebih
baik, pengembangan inventarisasi dampak tindakan respons,
penilaian dampak respon, identifikasi isu / sektor yang spesifik,
penetapan cara untuk memperkuat kerja sama multilateral,
untuk menghindari tindakan sepihak. 

178
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT

Isu untuk di-eksplorasi lebih lanjut di bawah forum: efek RM,


benchmark emisi gas rumah kaca, inovasi & teknologi.
Modalitas di bawah Forum PA - RM: kontinuitas TEG, studi
teknis mendalam, pertukaran Informasi, pengetahuan,
pengalaman, lokakarya dan pelatihan, termasuk individu &
regional, keterkaitan dengan mekanisme lain di bawah PA,
kemitraan dengan pemangku kepentingan dan organisasi
lainnya.

Fungsi di bawah Forum PA - RM: sediakan platform / forum


untuk: (i) Penyatuan sumber daya dari semua sumber dan ahli
yang 
ada; (ii) Belajar, bertukar informasi, sharing pengalaman,
bantuan 
teknis, pengembangan kapasitas dan
pengembangan alat 
untuk mengatasi dampak; (iii) Koordinasi
dengan forum dan badan lain di bawah PA; (iv) Koordinasi
antar Pihak, pengamat, organisasi int'l lainnya; (v) Mengatasi
dan berkonsultasi mengenai rintangan dan 
masalah yang
timbul akibat dampaknya; (vi) Memfasilitasi dan mendukung
negara-negara berkembang; (vii) Menilai dampak dan
pengembangan inventarisasi RM; (viii) Memfasilitasi hubungan
dengan mekanisme lain di bawah PA.

4 Round-table Discussions 4 November 2017, Round-table Discussions diawali dengan paparan dari African Hasil Round-table - Rules, modalities and
- Rules, modalities and World Conference Group, AILAC, AOSIS, Arab Group, Australia, Brazil, Canada, procedures for the mechanism referred to in
procedures for the Center Bonn EU, Japan, Norway, dan Switzerland. Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement
mechanism referred to in Meeting Room Genf (Art. 6.4) menjadi bahan yang sangat penting
Article 6, paragraph 4, of Beberapa hal yang mengemuka dan perlu menjadi perhatian untuk persidangan agenda Article 6 Paris
the Paris Agreement adalah: Agreement dibawah SBSTA
(Art. 6.4) - Negara maju pada umumnya memandang Art.6.4 tidak dapat
disamakan dengan mekanisme fleksibilitas di bawah Protokol
Kyoto sehingga diperlukan adanya aturan dan mekanisme
review jika kegiatan di bawah mekanisme fleksibilitas KP akan
dilanjutkan di bawah Art.6.4

179
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
- Jepang menekankan dimungkinkannya transisi bagi unit yang
dihasilkan sebelum tahun 2021
- Brazil memandang bahwa Art.6.4 adalah kelanjutan dari CDM
dan karenanya dapat dilakukan transisi secara langsung
dengan tetap memastikan adanya additionality, conservative
baseline, mitigation benefit beyond crediting period, serta
terjadinya voluntary cancellation of units. Brazil juga
menekankan bahwa guidance Art.6.2 tidak berlaku untuk
Art.6.4. Selain itu, corresponding adjustment hanya berlaku di
Art.6.2 dan bukan Art.6.4.
- Swiss menekankan jika unit yang dihasilkan di bawah
mekanisme Art.6.4, maka harus menggunakan guidance
untuk Art.6.2

5 Round table under 5 November 2017, Mengawali dilaksanakannya negosiasi terkait global stocktake, Hasil Round table under agenda item 6 of the Ad-
agenda item 6 of the Ad- Rakiraki Room, Bula telah dilaksanakan Round table under agenda item 6 of the Ad- hoc Working Group on the Paris Agreement (APA)
hoc Working Group on Zone hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) mengenai memberikan gambaran terkait pandangan
the Paris Agreement “Matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 terhadap modalitas dan sumber-sumber input
(APA) of the Paris Agreement:(a) Identification of the sources of input global stocktake.
for the global stocktake; (b) Development of the modalities of
“Matters relating to the the global stocktake, yang diselenggarakan pada 5 November Secara umum submisi yang telah disampaikan
global stocktake referred 2017 di Ruang Rakiraki, Bula Zone. Indonesia terkait global stocktake sejalan dengan
to in Article 14 of the Paris pandangan-pandangan umum yang disampaikan
Agreement: Round table ini diaksanakan sebagai mandat dari hasil negara-negara berkembang bahwa global
(a) Identification of the persidangan APA 1.3 yang meminta Sekretariat dibawah stocktake walaupun bersifat kolektif, namun harus
sources of input for the arahan Co-Chairs APA, untuk mengorganisasikan Pre- mempertimbangkan national circumstances,
global stocktake; (b) sessional round table, yang bertujuan untuk menfasilitasi kerja dilakukan secara bertahap sesuai kapasitas dan
Development of the pembahasan agenda item 6, dengan mempertimbangkan kapabiltas negara-negara berkembang.
modalities of the global submisi-submisi dan informal note co-facilitators hasil
stocktake persidangan APA 1.3. Hal-hal terkait dengan pilihan 3 (tiga) model
operasional global stocktake harus didalami lebih
Round table diawali dengan pengantar dari Co-Facilitators, lanjut untuk bahan pembahasan pada
dilanjutkan dengan sesi ice-breaker presentation, diskusi persidangan agenda item 6 APA 1.4.
plenari, breakout groups yang dibagi kedalam 3 (tiga)

180
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
kelompok, presentasi hasil kerja breakout groups, dan
penutupan.
Sesi ice-breaker presentation mengambil topik “Start-to-finish
operational models for the GST and sources of input”. Pada
sesi ini disampaikan presentasi dari Uni Eropa, Granada, China
dan Norway.

Pada sesi Diskusi Plenari telah dibahas pengorganisasian


global stocktake dan sumber-sumber input yang dibutuhkan
untuk menyelenggarakan global stocktake. Adapun pada sesi
breakout groups peserta telah membahas simulasikan
organisasi GST (dari awal sampai akhir) berdasarkan 3 (tiga)
model operasional yang tertuang pada informal note by the Co-
Facilitators APA 1.3, membahas isu-isu terkait organisasi GST
dan elemen-elemen sumber-sumber input GST.

Hasil Round table menunjukkan keragaman pandangan


peserta terkait organisasi GST, khsusnya terhadap pilihan 3
model yang tertuang pada 3 (tiga) model operasional yang
tertuang pada informal note by the Co-Facilitators APA 1.3.
Secara umum, peserta memiliki pandangan yang beragam
terhadap pilihan model. Namun demikian, untuk setiap pilihan
model, peserta mempunyai pandangan perlu adanya tahapan-
tahapan yang meliputi tahapan preparation, tahapan teknis, dan
tahapan politis.

Peserta mempunyai keragaman pandangan terkait


timing/duration setiap tahapan. Namun peserta secara umum
mempunyai pandangan agar tahapan technical sudah dapat
diselesaikan pada tahun 2022, sehingga proses politis dapat
dilakukan pada tahun 2023. Peserta juga memeliki keragaman
pandangan mengenai format tahapan politis, namun secara
umum mengusulkan agar proses politis diakukan pada High
Level Segment setingkat Menteri.

181
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Pandangan terkait sumber-sumber input GST, terutama yang
terkait dengan sumber input dari Parties dan Non Parties
Stakeholder. Secara umum peserta menekankan bahwa
sumber-sumber input GST tertutama bersumber dari report
yang disampaikan Parties ke Sekretariat UNFCCC, report dari
lembaga-lembaga dibawah UNFCCC, seperti Standing
Committee on finance, Technology Executive Committee, Paris
Committee on Capacity Building, dan sumber-sumber input
lainnya.

6 Round-table Discussions 5 November 2017, Round-table Discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Hasil Round-table - Work programme under the
amongst Parties - Work World Conference Uni Eropa, LMDC, Selandia Baru, Federasi Rusia, Uganda, dan framework for non-market approaches referred to
programme under the Center Bonn Ukraina. in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement
framework for non-market Meeting Room Genf (Article 6.8 PA) menjadi bahan yang sangat
approaches referred to in Beberapa hal yang mengemuka terkait Work programme under penting untuk persidangan agenda Article 6 Paris
Article 6, paragraph 8, of the framework for non-market approaches referred to in Article Agreement dibawah SBSTA
the Paris Agreement 6, paragraph 8, of the Paris Agreement antara lain:
(Article 6.8 PA) - LMDC menekankan perlunya guidance khusus untuk
incorporate NMA dalam
- Selandia Baru menekankan pentingnya proses seperti yang
saat ini berjalan di bawah TEM dan TEP sebagai bentuk dari
kegiatan di bawah workprogramme for NMA
- Brazil menekankan bahwa proses yang berjalan dalam bentuk
workprogramme NMA bersifat open-ended.

7 Round-table Discussions 5 November 2017, Round-table Discussions diawali dengan paparan dari AOSIS, Round-table Discussions amongst Parties -
amongst Parties - World Conference Arab Group, Australia, Brazil, Canada, EU, Japan, LMDC, Guidance on cooperative approaches referred to
Guidance on cooperative Center Bonn Selandia Baru, Federasi Rusia, Singapore, Switzerland in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement
approaches referred to in Meeting Room Genf (submitted for Liechtenstein, Mexico, Monaco and Switzerland). (Article 6.2 PA menjadi bahan yang sangat
Article 6, paragraph 2, of penting untuk persidangan agenda Article 6 Paris
the Paris Agreement Beberapa hal yang mengemuka terkait Guidance on Agreement dibawah SBSTA
(Article 6.2 PA) cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of
the Paris Agreement adalah:
- Usulan LMDC dan Arab Group untuk memasukkan lingkup
kegiatan yang sangat luas termasuk emission avoidance serta

182
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
isu terkait response measures (Pasal 4.15 Persetujuan Paris)
dalam hal addressing the potential negative socio-economic
impacts . LMDC dan Arab Group juga menekankan bahwa
share of proceed berlaku bukan hanya terhadap Art.6.4
melainkan juga Art.6.2 dan bersifat progresif.
- Di sisi lain, negara maju pada umumnya menekankan
pentingnya memastikan integritas lingkungan dengan
memastikan akunting yang jelas dan transparan serta review
berkala atas guidance untuk Art.6.2
- Terkait dengan LDC menekankan pentingnya HAM,
sementara negara-negara Afrika lebih menekankan pada
kualitas dari mitigation outcome
- Brazil menekankan beberapa hal, termasuk: keterkaitan
antara 6.2, 6.4 dan 6.8, perlu adanya persyaratan untuk dapat
berpartisipasi
- AOSIS menekankan pentingnya overall mitigation
outcome/global emission yang akan dapat dipenuhi dengan
dipastikannya reduksi emisi yang terjadi lebih besar dari off-
set serta dengan diterapkannya beberapa pembatasan, baik
di sisi transaksi maupun berbagai aspek lainnya
- China menekankan pentingnya penambahan elemen
addressing issues raise by participation of non-state actors,
serta use of ITMOs for more than one purpose

8 Pre-sessional Event: Rakiraki, 6 1. Pertemuan difokuskan untuk secara informal membahas Pertemuan ditujukan untuk secara informal
Roundtable Discussion November 2017, berbagai skenario yang telah disiapkan co-facilitator untuk memulai diskusi yang lebih mendalam mengenai
on APA agenda item 7 on 08.00-10.00 menggerakan diskusi terkait APA ai 7 on Compliance. berbagai aspek Komite Compliance. Hasil
Compliance 2. Pemikiran yang berkembang saat diskusi antara lain: pemikiran dalam sesi ini akan dibawa ke dalam
a. Mekanisme trigger pembahasan APA agenda item 7 dalam bentuk
- Trigger yang diprakarsai oleh para pihak dapat laporan lisan Co-Facilitators
dilakukan 2 periode setelah submisi NDC pertama.
- Trigger yang diprakarsai oleh komite dapat
didasarkan oleh informasi yang diperoleh dari
registry, maupun melalui engagement secara
langsung kepada para pihak.

183
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
b. Prosedur untuk melakukan assessment compliance
dapat dilakukan dengan engagement secara langsung
kepada pihak yang dilakukan secara confidential,
maupun dengan penyusunan plan of action yang
melibatkan pihak yang bersangkutan
c. Outcomes yang diharapkan:
- Rekomendasi, serta hal-hal yang perlu ditindaklanjuti
oleh para pihak untuk memenuhi cimpliance
- Compliance committee dapat menerima masukan
dari badan-badan lainnya dalam memberi
rekomendasi, untuk menghindari duplication of work

9 In-sessional round table 6 November 2017, Round Table membahas Non-Paper yang dikeluarkan Co- Indonesia menyampaikan intervensinya terhadap
on APA agenda item 3 of Chamber Hall facilitators tanggal 16 Okt 2017) dan menaggpi Guidng Non-Paper dan Guding Questiins:
the Ad-hoc Working Questions yang telah disaipkan oleh Co-Facilitator untuk Round - Elemen feature dapat mengacu pada
Group on the Paris Table ini. Dec.1/CP21 para 27;
Agreement (APA) - Tidak membuka kembali kesepkatan yang telah
“Further guidance in Dalam sesi ini terdientifikasi bahwa terdapat convergent issues diadopsi di paris sehingga feature baru tidak
relation to the mitigation dan divergent issues. perlu dibahas, akan tetapi terbuka kemingkinan
section of decision - Parties memiliki pandangan yang hampir sama mengenai untuk leborasi lebih detail tentang feature
1/CP.21” Feature dan Accounting, akan tetapi masih terideintifikasi sebagaimana para 27 Dec.1/CP21.
adanya perbedaan yang sangat signifikan mengenai - Perlu dipertimbangkan kapasitas negara
Information to facilitate CTU. berkembang dalam penerapan Guidance ini,
- Indonesia menyampaikan bahwa pada dasarnya Feature sehingga akan sejalan dengan konsep
NDC telah disepakati dalam PA dan setidaknya elemen fleksibilitas.
tersebut dalpat dijadikan elemen yang harus dipenuhi dalam - Pengalaman penerapan Guidance utk issue lain
NDC. Adapun kedalaman dari Guidance tersebut harus dapat dijadikan pembelajaran untuk melakukan
menyediakan fleksibiltas dan harus dapat diaplikasikan oleh improvement dari Guidance yang akan
negara berkembang. Selain itu juga menyampaikan bahwa dilekuarkan.
apabila ditambahkan feature baru maka akan membuka
kembali negosiasi yang telah disepakati di Paris. Hasil Round Table dibawa pada sesi APA1-4,
- LMDC menyampaikan keberatannya untuk membahas ICTU akan tetapi tidak dikeluarkan sebagai dokumen
dengan pertimbangan bahwa masih banyak negara resmi.
berkembang yang belum meiliki kapasitas memadai untuk
memenuhi ICTU dalam NDC ini.

184
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT

10 Multilateral Assessment 10 November 2017, Dilaksanakan back-to-back dengan FSV Fourth Workshop,
(SBI) Meeting room Genf, Belarus menyampaikan presentasi tentang the Second Biennial
WCCB, Bula Zone Report yang menjelaskan mengenai sektor dominan pada emisi
GRK adalah energi dan pertanian.

Total emisi GRK adalah 89,283.33 Gg CO2eq, dengan


penurunan emisi GRK 35.8% pada 2012 dibandingkan dengan
1990.
11 Facilitative Sharing of 10 November 2017 Telah diselenggarakan FSV Fourth Workshop pada tanggal 10 Profil emisi GRK pada 5 negara tersebut hampir
Views (SBI) November 2017, dengan beberapa point bahasan: sama dengan kontributor utama adalah energi
dan diikuti dengan AFOLU Pertanyaan dan
1. Penyampaian First BUR oleh 5 negara: Armenia, Jamaica, klarifikasi terhadap BUR.
Equador, Georgia dan Serbia;

2. Summary Report dari BUR disampaikan 5 negara pada


seperti tersebut di atas pada tanggal 8 September 2017
sebelum pelaksanaan FSV Fourth Workshop;

3. Pertanyaan dan klarifikasi terhadap BUR bisa disampaikan


kepada Sekretariat pada bulan Oktober 2017 sebelum
Workshop dilangsungkan;

4. Summary Report dan hasil Workshop ini akan ditindak


lanjuti dan sebagai output dari ICA untuk setiap Party.

Indonesia menyampaikan pertanyaan pada sesi presentasi BUR


Equador mengenai tta kelembagaan untuk MRV serta elaborasi
mengenai Proposed MRV System yang akan dikembangkan di
dalam mendukung penyusunan BUR/NC.

Ide pembangunan MRV system tersebut mirip dengan SRN


yang dibangun Indonesia.

185
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Event and Workshop

1 Side event di Pavilion 10 November 2017, Kegiatan ini bertujuan untuk menginformasikan pada Inovasi pembiayaan perubahan iklim harus terus
Indonesia dengan tema pukul 09:00-10:00, masyarakat internasional mengenai bagaimana upaya-upaya dikembangkan oleh semua pihak, untuk itu
“Innovative Financing for di Pavilion dan inovasi Pemerintah bersama dengan LSM dalam Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 46 Tahun
Climate Change Actions” Indonesia pembiayaan untuk aksi penurunan emisi gas rumah kaca. 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan
Hidup yang mengatur perdagangan emisi. Dalam
DelRI: Tim Kemenko Kegiatan
Side event dibuka dan dimoderatori oleh Bapak Agus rangka mendukung hal tersebut saat ini sedang
Perekonomian Pambagio, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dilakukan studi persiapan pasar karbon di
dan dilanjutkan dengan sesi paparan dan tanya jawab. Indonesia.

Hal-hal yang dibahas
Dalam sesi paparan ditampilkan 4


(empat) pembicara sebagai berikut:
 Dida Gardera, Asisten Deputi Pelestarian Lingkungan
Hidup, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
menjelaskan mengenai “Carbon Pricing”, sebagai salah
satu opsi dalam meningkatkan aksi mitigasi perubahan
iklim.
 Sudhiani Pratiwi, Direktorat Lingkunmgan Hidup,
Bappenas memberikan paparan mengenai pembiayaan
perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan
nasional.
 Sri Mariati, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara
menyampaikan perkembangan terkini dari kegiatan
penurunan emisi gas rumah kaca yang dilakukan oleh
Yayasan Belantara. 

 Prof. Jatna Supriatna, Pembina Yayasan Belantara
menjelaskan skema kerjasama dan pembiayaan kegiatan
aksi penurunan emisi serta langkah-langkah yang
diperlukan kedepan. 


2 Side event di Japan 14 November 2017, JICA mengundang Kemenko Perekonomian dan Kementerian
Pavilion dengan tema pukul 16:00-17:15, ESDM untuk berpartisipasi pada salah satu side event di Japan
“Mitigation in Indonesia – di Japan Pavilion Pavilion dengan tujuan untuk memberikan informasi terkini

186
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Lesson Learnt from mengenai kebijakan dan tindakan mitigasi di Indonesia,
Implementation and termasuk pelaksanaan JCM serta hasil kerja sama Kemenko
Relevant Cooperation on Perekonomian dengan JICA terkait pembangunan rendah
Low Carbon karbon di Indonesia.
Development and Joint
Crediting Mechanism” Side event dibuka oleh Asdep Kerja Sama Ekonomi Multilateral
dan Pembiayaan, Kemenko Perekonomian serta Deputy
DelRI: Tim Kemenko Director General, Global Environment Department, JICA.
Perekonomian Selanjutnya dilakukan presentasi oleh 3 pembicara dan 1
discussant serta sesi tanya jawab:

Hal-hal yang Dibahas
Dalam sesi presentasi, diisi oleh 3 (tiga)


orang pembicara sebagai berikut:
1. Direktur Konservasi
Energi, Kementerian ESDM, memberikan paparan mengenai
kebijakan sektor energi Indonesia dalam rangka mendukung
implementasi NDC.
 Kepala Sekretariat JCM Indonesia menyampaikan
perkembangan terakhir terkait implementasi JCM di
Indonesia. 

 Sedangkan nara sumber dari JICA, Mr. Jun Ichihara,

memberikan penjelasan mengenai hasil yang telah
dicapai 
dari kerjasama dengan JICA. 


Selanjutnya, discussant dari Thailand Greenhouse Gas


Management Organization menjelaskan kebijakan mitigasi
perubahan iklim di Thailand, termasuk kerjasama JCM dengan
Jepang.

3 Side event di Pavilion 16 November 2017, Kegiatan ini bertujuan untuk menginformasikan pada Kesadaran sektor swasta dan industri terhadap
Indonesia dengan tema pukul 16:00-17:30 di masyarakat internasional mengenai bagaimana mendorong industri hijau perlu terus ditingkatkan sebagai
“Enhancing Private Pavilion Indonesia sektor swasta di Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam upaya untuk mendukung pembangunan rendah
Sector Involvement for pengurangan emisi karbon. emisi di Indonesia.
Climate Action in Perlunya mekanisme untuk menumbuhkan
Indonesia” Side event dibuka oleh Asdep Pelestarian Lingkungan Hidup, kesadaran dan sekaligus melibatkan sektor swasta

187
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Kemenko Perekonomian dan dilanjutkan dengan sesi paparan Indonesia dalam pengurangan emisi secara nyata,
DelRI: Tim Kemenko dan tanya jawab. sekaligus sektor swasta juga memperoleh
Perekonomian Hal-hal yang Dibahas
Dalam sesi paparan ditampilkan 5 (lima) keuntungan berupa peningkatan efisiensi dan
pembicara sebagai berikut:
 produktivitas dari teknologi baru yang
 Direktur Konservasi Energi, Kementerian ESDM diimplementasikan.
menjelaskan mengenai kebijakan pemerintah Indonesia
pada implementasi konservasi energi
 Direktur Industri Logam, Kemenperin memberikan paparan

mengenai upaya pemerintah untuk mendorong
perwujudan 
industri hijau 

 Asdep Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
menyampaikan perkembangan terkini dari implementasi
JCM 
di Indonesia. 

 Direktur Utama PT Semen Gresik menjelaskan upaya yang

dilakukan perusahaan untuk berpartisipasi dalam
mengurangi emisi karbon termasuk proyek pemanfaatan
uap panas untuk pembangkitan tenaga listrik yang
didukung oleh skema JCM 15. Direktur Teknik PT Toyota
Motor Manufacturing Indonesia memaparkan implementasi
proyek co-generation melalui skema JCM.


Selain ke-5 pembicara tersebut di atas, sesi ini juga


menghadirkan panelis dari Institute for Global Environmental
Strategies (IGES) dan JICA. Kedua panelis secara umum
menyampaikan hal pokok sebagai berikut:

 Kemajuan implementasi JCM di Indonesia menunjukkan
koordinasi yang baik antar Kementerian/Lembaga terkait
maupun antara pemerintah dan swasta.
2. Skema JCM
dapat secara efektif melibatkan sektor swasta dalam upaya
penurunan emisi karbon dan diharapkan keterlibatan
tersebut dapat ditingkatkan.


Dalam sesi tanya jawab mengemuka beberapa hal penting

188
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
sebagai berikut:
 Terhadap pertanyaan mengenai kemungkinan penanganan

limbah laut (marine litter) dengan skema JCM, dijelaskan
bahwa hal tersebut bisa dilakukan sepanjang terdapat
proposal atas dasar B to B yang diajukan. 

 Terkait pertanyaan mengenai tantangan utama dalam
implementasi JCM dijelaskan bahwa tantangan terbesar
adalah mengelola koordinasi antar K/L dan menumbuhkan
kesadaran pelaku industri terhadap penurunan emisi. 
 

4 Mainstreaming Climate 8 Nov 2017 Mempersiapkan sistim edukasi untuk menjadi lebih familiar Focus untuk membahad urusan mainstreaming isu
Change into Educational (13.00 – 14.30) dengan isu climate change, melalui diskusi panel (pembicara climate change dalam agenda pendidikan
System Indonesia pavilion nasional.

DelRI: Belinda Arunarwati


Margono

5 Enhancing MRV systems 15 Nov 2017 The side event was under UNDP co-organized between WRI,  MRV pada dasarnya sangat luas, dan salah
for NDCs (14.30 – 16.00) UNDP and GIZ. satu hal utama yang penting adalah
UNDP pavilion Indonesia diminta untuk share pengalaman (diskusi panel- institutional arrangement.
DelRI: Belinda Arunarwati pembicara) untuk pembangunan MRV, melalui pertanyaan:  REDD+ untuk RBP merupakan salah satu
Margono  What are some of the ways you think you can build upon contoh pembelajaran yang dialami Indonesia
your existing MRV system to track progress towards untuk mematangkan konsep MRVnya.
achieving NDC goals? (in terms of the M, the R, or the V)? MRV bisa dilaksanakan dengan melihat apa yang
How do you make the information gathered through the MRV sudah dimiliki oleh negara terkait, tidak harus
system accessible to national stakeholders? Can you share selalu mulai dari awal sekali, tapi bisa bertahap,
examples where this helped to increase political buy-in and sesuai dengan intrest negara dan data-informasi
stakeholder engagement for climate policy and action? yang membuat negara cukup confidence.

189
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
6 UNFCCC CGE Side 10 November 2017, CGE mempunyai Program Kerja tahun 2014-2018 yang saat ini
Event Meeting Room 9, sedang dalam proses review dan evaluasi mengenai kegiatan
Bonn Zone CGE membantu Negara berkembang dalam menyusun BUR
DelRI: Emma DAN NC.
Rachmawaty
CGE menyampaikan informasi mengenai Capacity Programme
on transparency in cooperation with Korea Imstitute and GIZ.
CGE mengundang Indonesia dan Uruguay untuk berbagi
pengalaman mengenai penyusunan BUR dan National
Communication serta pengalaman mengikuti proses ICA.

Presentasi CGE mengenai sustainabiility reporting khususnya


mengenai pengumpulan data dan peran CGE dalam
implementasi Paris Agreement yang sangat tergantung kepada
keputusan Parties

Terhadap presentasi Indonesia dan Uruguay, ditanyakan


beberapa hal mengenai proses penyusunan BUR dan NC serta
proses ICA.
7 Event di Pavilliun Di sela-sela waktu negosiasi, Dirjen PPI KLHK, Dr. Nur
Indonesia, Jerman dan Masripatin menjadi pembicara pada beberapa side event di
Thailand yang dihadiri Pavilliun Indonesia, Pavilliun Jerman dan Pavilliun Thailand.
Dirjen Pengendalian
Perubahan Iklim Di Pavilliun Indonesia, Dirjen PPI mewakili Menteri LHK
membuka acara kuliah umum tentang Dampak Pemanasan
Global yang dibawakan oleh Al Gore di Pavilliun Indonesia. Di
Pavilliun Thailand, Dirjen PPI menjelaskan tentang elemen-
elemen REDD+ di Indonesia dan tantangan dalam
implementasi kedepan. Sedangkan di Pavilliun
Jerman, disampaikan hubungan antara Nationally Determined
Contribution dengan Sustainable Developmen Goal.

8 GABC (Global Alliance for 11 November 2017, Acara ini bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai
Building and Meeting Room. 2, pengembangan Green building di berbagai Negara khususnya
Construction): Green di Indonesia, Philippines, Cambodia dan di Vietnam. Isu yang
190
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Human Settlement Day: Bonn Zone, 14.30- diangkat adalah mengenai perkembangan Green building,
Transferring the Buildings 15.00 progress NAMAs, kaitqnnya dengan NDCs.
and Construction Sector:
Focus Panel on NAMA Indonesia menyampaikan mengenai perkembangan Green
Development for the Building sejak tahun 2010 sampai saat ini dengan kemajuan
Building Sector in Asia yang dicapai oleh DKI Jakarta. Disampaikan juga kegiatan
Green building sebagai aksi mitigasi Sub sektor energi efisiensi
DelRI: Emma dalam NDC.
Rachmawaty
Pembicara lain menyampaikan pengalaman tentang kondisi di
masing-masing negara dari sisi pendanaan, konstruksi dan
bangunan dan kelembagaan.

9 NDC Partnership Forum 12 November 2017, Pertemuan NDC Partnership dilaksanakan secara rutin setiap
dan Breakout session: 14.00-18.00, tahun dengan tujuan untuk berbagi informasi tentang kegiatan
Landing the NDCs at the Gedung Deutsche Partnership terakhir serta pelaksanaan NDC di berbagai
local level Welle negara. Pertemuan dibagi ke dalam. Sesi: Pembukaan,
Synergies between the NDC Partnership and Other Flagship
DelRI: Nur Masripatin, Initiatives dan Looking ahead to 2018.
Emma Rachmawaty, M.
Farid (KLHK) Tema sesi break-out: Building Whole-of-Govenrment
Approaches To NDC Partnerrship, Equipping Policy Officers to
Embed Climate Action in their Development Plan, Accelerating
Progress through enhanced synergies with the SDGs, Using
budgetary processus to advance NDCs dan Landing the NDC
at the Sub-National Level.

Pada sesi Pembukaan hadir Christina Figueres memberikan


keynote speech.

Pada sesi break-out, Dirjen PPI menjadi pembiayaan tinggal


karena pembicara dari Pakistan tidak hadir. Disampaikan
pengalaman Indonesia dalam menurunkan target NDC ke
tingkat sub-nasional dalam konteks teknis, kelembagaan dan
koordinasi.

191
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Disampaikan pula tantangan dari sisi integrasi Kebijakan fan
peran perguruan tinggi. Ringkasasan dari sesi ini adalah
tantangan dari sisi Kebijakan, peran NPS.

10 Translating NDC into Pavilion Indonesia First NDC Indonesia yang disampaikan kepada UNFCCC telah Saran Tindak yang diusulkan pada Event ini
Actions 16 November 2017 sampai pada tahap persiapan implementasi di tingkat nasional adalah antara lain:
09.00-10.30 dan sub-nasional. Proses persiapan implementasi NDC ini - Perlunya institutionalizing NDC
DelRI: Emma melibatkan Kementerian/Lembaga terkait pada 5 kategori - Meniingkatkan koordiansi NDC
Rachmawaty, Yulia sektor yakni: kehutanan, energi, limbah, pertanian, dan IPPU. - Melakukan review NDC sebslum 2020
Suryanti (Mitigasi - Perlu didefine how to measure the actions dalam
Perubahan Iklim, KLHK) Sesi ini bertujuan untuk menyampaikan perkembangan terkini implementasi NDC.
mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan serta
pandangan ahli terkait dengan implementasi NDC pada sektor
energi. Moderator mengantarkan para narasumber (KLHK,
Kem. ESDM, dan IESR) untuk menyampaikan paparannya
untuk kemudian dilanjutkan dengan diskusi interaktif.

KLHK menyampaikan tinak lanjut yang telah dilakukan setelah


penyampaian NDC dan kaitannya dengan pembangunan
rendah karon dan berketahanan iklim. Adapun Kem. ESDM
menyampaikan rencana penurunan emisi GRK secara lebih
detail sebesar 11% dibandingkan BaU pada tahun 2030 yang
berasal dari energi baru terbarukan (ekektrifikasi dan non-
elektrofikasi), efisiensi dan konservasi energi, migas, energi
bersih dan relamasi pasca-tambang Sedangkan IESR
menyampaikanpandanganya mengenai NDC sektor energi dan
tools yang dapat dipergunakan untuk mengkaji NDC,
berdasarkan opsi kebijakan yang berbeda.

Beberapa point penting yang teridentifikasi selama diskusi:


- Koordinasi dan kerjasama dengan NPS sangat penting
dalam implementasi NDC, misalnya melalui Public-Private
Partnership.

192
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
- Diperlukan perencaan aksi yang jelas: siapa melakukan apa
dan seberapa jauh target penurunan emisi GRK yang akan
dicapai melalui kegiatan apa.
- Ownership of stakeholders dan linkage to SDG merupakan
aspek penting dalam implememtasi NDC
.
11 Side Event “Blue Carbon 8 November 2017 Delegasi KKP memaparkan peran penting ekosistem pesisir Pemerintah Indonesia akan memperkuat upaya
Initiative: Blue growth for Pavilion Indonesia utamanya mangrove dalam mengembalikan fungsi ekosistem menjadikan fungsi ekosistem laut dan mangrove
sustainable coastal (ecosystem services) dalam kaitannya dengan potensi serapan sebagai bagian penurunan emisi dan adaptasi
livelihood at COP23 karbon yang dalam banyak penelitian diketahui lebih besar terhadap dampak perubahan iklim. Upaya ini juga
dibandingkan dengan terrestrial forest. merupakan tindaklanjut kesepakatan Perjanjian
DelRI: Suseno Sukoyono, KKP memperkenalkan pendekatan baru yakni Socio (coast)- Paris.
Zulficar Mochtar, Abdul Hybrid Engineering yang memadu-padankan pendekatan Beberapa kerjasama bilateral antara Indonesia
Muhari, Anastasia RTD Building with Nature (membangun dengan alam) melalui (KKP) dan Jepang (Japan Space Center) untuk
Kuswardani, Yogi Yanuar intervensi struktur penahan ombak dan penangkap sedimen monitoring perubahan fungsi ekositem pesisir
(KKP) yang pelaksanaannya berbasis masyarakat untuk memulihkan melalui citra satelit
kawasan pesisir yang rusak di 11 kabupaten/kota di Inndonesia.

12 Side Event “Climate 10 November 2017 Delegasi KKP menyampaikan fungsi sentral dari kawasan Coral Pemerintah Indonesia perlu melakukan langkah-
change and food security Pavilion Indonesia Triangle dimana Indonesia memiliki kawasan sea grass dan langkah dalam mengarusutamakan dan
in Coral Triangle regions: manrove terbesar di dunia untuk menunjang inisiatif regional menekankan bahwa setiap upaya dan aktifitas
Mangrove and sea-grass dalam menjaga ekosistem pesisir dan laut untuk menjamin dalam lingkup Coral Triangle Initiative tidak lepas
ketersediaan pangan yang dalam hal ini sumber protein nabati dari upaya Indonesia dalam melakukan upaya
DelRI: Suseno Sukoyono, dan hewani dari laut. adaptasi perubahan iklim dan menjamin
Zulficar Mochtar, Abdul ketersediaan pangan dari laut dalam dalam skala
Muhari, Anastasia RTD nasional maupun regional.
Kuswardani, Yogi Yanuar
(KKP)

13 Side Event EU Ocean 10 November 2017 Delegasi KKP menyampaikan closing statement tentang Perlunya menggalang aliansi dengan negara-
Days EU Pavilion kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia terkait negara yang memiliki kepentingan dengan laut
dengan kelautan baik sistem pengelolaan wilayah dan untuk mendorong agenda pengaruh laut terhadap
DelRI: Suseno Sukoyono, sumberdayanya. perubahan iklim di UNFCCC
Zulficar Mochtar, Abdul
Muhari, Anastasia RTD
193
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Kuswardani, Yogi Yanuar Delegasi KKP juga menyampaikan rencana kegiatan Perlunya kemitraan global untuk mempromosikan
(KKP) penyelanggaraan Our Ocean Conference 2018 di Bali. kerjasama yang lebih erat di antara negara-negara
tentang perubahan iklim yang meliputi peningkatan
kapasitas, berbagi pengetahuan dan pengalaman
serta memperkuat kerjasama internasional.

14 Pembicara di side event IUCN Pavilion, 13 Delegasi KKP menyampaikan kebijakan-kebijakan terkait Peranan ekosistem pesisir dan laut dalam NDC 1
Utilizing Ocean and Nov dengan perikanan skala kecil dan bagaimana kontribusinya Indonesia terintegrasi dalam mitigasi dari sektor
Coastal Ecosystems for terhadap perubahan iklim. lahan, Diperlukan perhitungan kompherensif dan
Adaptation and Mitigation angka kuantitatif untuk memasukkan secara
in NDCs Delegasi KKP juga mendorong pentingnya isu laut untuk bertahap pada NDC mendatang.
dimasukan ke dalam NDC
DelRI: Suseno Sukoyono,
Zulficar Mochtar, Abdul
Muhari, Anastasia RTD
Kuswardani, Yogi Yanuar
(KKP)

15 Pembicara di Fishing for German Pavilion, 14 Delegasi KKP menyampaikan isu utama yang terjadi pada Diperlukan respon kolektif akan dampak negatif
Resilience : Importance of Nov perikanan skala kecil dan bagaimana pengelolaan perikanan perubahan iklim terhadap sektor perikanan.
Oceans for Coastal skala kecil yang baik akan sangat dibutuhkan untuk Adaptasi adalah hal yang mendesak dalam
Communities for Climate meningkatkan ekonomi nasional dan memberikan memastikan kelangsungan hidup dan mitigasi
Change, Conservation kesejahteraan kepada masyarakat. adalah masalah jangka panjang strategis.
and Livelihood’

DelRI: Suseno Sukoyono,


Zulficar Mochtar, Abdul
Muhari, Anastasia RTD
Kuswardani, Yogi Yanuar
(KKP)

16 Menyelenggarakan side 15 Nov Speakers : Pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya-


event di Pavilion pukul : 14.30 – 1. M. Zulficar Mochtar, Ministry of Marine Affairs and upaya konkrit dalam mengarusutamakan isu
Indonesia : 16.00 Fisheries, Republic of Indonesia. kelautan dalam perubahan iklim di tingkat nasional,
regional maupun global, sejalan dengan deklarasi
194
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Ocean Governance for Ocean Governance for Sustainable Food Security in Changing “Ocean Pathway” yang telah diluncurkan tanggal
Sustainable Food Climate 16 November 2017 dan inisiatif lain seperti
Security in Changing 2. Ambassador Isauro Torres, Director of Environment and ‘Because of the Ocean’ yang mentargetkan
Climate Change Ocean Affairs of the Ministry of Foreign Affairs of Chile masuknya item kelautan dalam negosiasi pada
Chile and its Ocean Ambitions COP 24 di Polandia, dan adanya decision dalam
3. Ronald Jumeau, Seychelles' Permanent Representative to COP 25.
the United Nations and Ambassador to the United States
Innovative Financing for Sustainable Oceans to Ensure Food
Security
4. Prof. Peter Eigen, Chair of the FITI International Board,
Germany
Transparency in the Fisheries Systems: Challenges for Global
Food Security
17 Menyelenggarakan side 15 Nov Pembicara : Perlunya tindakan nyata melalui kemitraan antar
event di Pavilion pukul : 16.00 – 1. M. Zulficar Mochtar, Ministry of Marine Affairs and para pemangku kepentingan agar terwujud
Indonesia : 17.30 Fisheries, Republic of Indonesia. koherensi antara kesepakatan global, kebijakan
Enhancing Adaptive of Enhancing Adaptive of Small-Scale Fisheries for pemerintah tingkat nasional dan daerah serta
Small-Scale Fisheries for Climate Change Resilience program-program kreatif dan inovatif yang
Climate Change melahirkan dan mengembangkan perilaku,
Resilience 2. Brett Jenks, CEO, Rare prakarsa dan komitmen para nelayan kecil dan
Fish Forever Program’s contribution to ecosystem- masyarakat pesisir untuk melindungi ekosistem
based and community-based climate adaptation and laut sebagai faktor kunci yang menghasilkan
livelihoods of small-scale fishing communities. ketahanan ekologis, sosial dan ekonomi terhadap
3. Hon. Minister Fleming Sengebau, Minister of Natural perubahan iklim
Resources, Environment & Tourism of Palau

4. Yogi Yanuar, Head of the local agency for National


Marine Protected Areas in Pekanbaru (Riau Province,
Indonesia)
Lessons learned from Anambas MPA on the use of
behavior change to achieve success with marine
ecosystems’ resilience toward climate change

5. Nicola Breier, Head of Division for Marine Biodiversity


Conservation, Department of Nature Conservation and

195
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Suistanable Use, Federal Ministry for Environment,
Nature Conservation, Building & Nuclear Safety of
Germany

18 [UNFCCC : “Last call for 10 November 2017 Dalam Paris Agreement, telah ditetapkan tantangan target Diskusi panel membahas gagasan yang dapat
boarding: airports, Bonn Zone, untuk bertahan di bawah dua tingkat kenaikan suhu global yang digunakan untuk membantu bandara menurunkan
aviation and climate” Meeting Room 4, hanya bisa dicapai melalui netralitas karbon, namun emisi dampak karbon (di mana tanggung jawab bandara
Bonn Jerman transportasi udara internasional tidak tercakup dalam menjadi nol karbon) dan akhirnya mencapai
DelRI: Umiyatun Hayati kesepakatan ini. Bandara maupun industri penerbangan yang netralitas karbon yang penting bagi masa depan
(Kementerian merupakan bagian dari industri yang mengangkut hampir sebuah bandara. Panelis menyampaikan
Perhubungan), I Made setengah populasi dunia dalam satu tahun telah berkomitmen mengenai big topics seperti efisiensi energi,
Suartika (Kementerian untuk mengurangi dampak dari aktivitas mereka terhadap iklim. penggunaan energi terbarukan, bahan bakar
Perhubungan), Siti UNFCCC telah bermitra dengan Program Airport Carbon berkelanjutan, infrastruktur bandara dan
Maemunah (Kementerian Accreditation (ACA) dalam mendukung bandara menjadi netral bagaimana melibatkan pemangku kepentingan
Perhubungan) Satya terhadap iklim. Lebih dari 200 bandara telah disertifikasi dalam untuk memperbaiki secara keseluruhan
Pranata Asmara berdasarkan program sukarela dimana 35 bandara telah keberlanjutan Airport Carbon Accreditation di masa
(Kementerian mencapai tingkat sertifikasi tertinggi netralitas karbon. Tujuan depan.
Perhubungan) dari diskusi panel ini adalah menunjukkan upaya yang telah
dilakukan oleh beberapa bandara untuk mengurangi dampak
iklim dan menunjukkan bagaimana usaha yang dilakukan dalam
berkontribusi terhadap keseluruhan pembangunan
berkelanjutan di seluruh sektor penerbangan. Panelis dalam
acara ini antara lain:
a. Faiz Khan (Executive Chairman Fiji Airports),
menyampaikan tentang bagaimana bandara Fiji
menangani emisi CO2 dan peran kemitraan dari sektor
industri.
b. Stephanie Bolt, (Sustainable Manager Adelaide Airports),
mengkaji bagaimana untuk mencapai dan
mempertahankan tingkat pencapaian pengurangan
karbon yang tinggi di bawah ACA, cara alternatif untuk
menghadapi kesulitan terkait dengan netralitas karbon
serta bagaimana memberikan kesempatan dan pelibatan
stakeholders bandara dalam kegiatan karbon.

196
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
c. Michael Gill (Executive Director, Air Transportation Action
Group) menyampaikan bagaimana penerbangan
mendukung kerangka kerja pembangunan berkelanjutan
PBB dan arah strategis serta tujuan penerbangan dalam
mengatasi perubahan iklim.
d. Olivier Jankovec (Director General ACI-Eropa)
menyampaikan tentang keberhasilan program tersebut
dan bagaimana upaya pemberdayaan usaha bandara
untuk menetralisir jejak karbon, termasuk komitmen ACI-
Eropa untuk mencapai 100 bandara netral karbon di
Eropa.
e. Egle Lauraityte (General Advisor Bandara Lituania)
menjelaskan bagaimana mereka mengembangkan visi
dan kebijakan berkelanjutan untuk bandara.

19 Side event “From 10 November Dalam Side Event ini, Kementerian Perhubungan menjadi salah a. Untuk menurunkan emisi di sektor transportasi
Ambition to Action: 2017, GIZ office, satu pembicara yang diwakili moleh Kepala Badan Penelitian diperlukan pendanaan yang cukup besar,
Decarbonizing Transport Bonn Jerman dan Pengembangan Perhubungan dalam diskusi panel sesi kolaborasi dan integrasi semua stakeholders
in Germany and Abroad”. kedua tentang “Unlocking Investments for Climate Actions in termasuk pemerintah pusat dan daerah serta
The Transport Sector” bertujuan untuk membuka peluang swasta sangat diperlukan. Namun demikian
DelRI: Umiyatun Hayati pendanaan internasional dalam melakukan aksi untuk perlunya memastikan proyek yang feasible dan
(Kementerian menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor transportasi. bankable;
Perhubungan), I Made Dalam sesi ini Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan b. Perlunya strategi yang dapat menurunkan
Suartika (Kementerian Perhubungan menyampaikan beberapa hal, yaitu: penggunaan kendaraan pribadi dan
Perhubungan), Siti a. Sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
Maemunah (Kementerian pada UNFCCC COP21 di Paris tahun 2015 bahwa mendukung program transportasi ramah
Perhubungan) Satya Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK lingkungan;
Pranata Asmara sebesar 29% di bawah Business As Usual (BAU) dan c. Terdapat banyak tantangan di sektor
(Kementerian sampai dengan 41% degan bantuan internasional pada transportasi selain transportasi perkotaan,
Perhubungan) tahun 2030. Terjadi perubahan komitmen Indonesia yang tetapi juga transportasi barang dan udara.
sebelumnya 26% di bawah BAU dan sampai 41% dengan Pentingnya riset dan pengembangan teknologi
bantuan internasional pada tahun 2020. untuk mengatasi permasalahan ini, sehingga
b. Dengan komitmen tersebut, dimungkinkan bagi Indonesia mendapatkan solusi yang dapat memberikan
untuk melakukan upaya dengan melakukan kerjasama keuntungan bagi semua pihak.

197
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
internasional. Hal-hal yang menjadi kunci mendasar untuk
mendapatkan pendanaan adalah:
1) Komunikasi dan koordinasi dalam investasi di sektor
transportasi di Indonesia dengan melibatkan beberapa
institusi dan juga politisi dikarenakan anggaran tidak
hanya menjadi kewenangan pemerintah tapi juga
melibatkan legislatif dalam menentukan alokasi
anggaran;
2) Terkait dengan perencanaan dan strategi yang perlu
dilakukan oleh Indonesia saat ini adalah bagaimana
memasukkan isu perubahan iklim ke dalam strategi
pemerintah seperti yang dituangkan dalam RPJP,
RPJM dan Renstra masing-masing K/L;
3) Perlu adanya peningkatan investasi di sektor
transportasi dengan melibatkan pihak swasta.
Pemberian incentive atau discentive, kejelasan skema
pendanaan, SOP pelaksanaan sangat diperlukan.
4) Perlu perencanaan yang komprehensif terkait dengan
aksi mitigasi dan adaptasi sektor transportasi. Sampai
dengan saat ini, untuk sektor transportasi cenderung
fokus pada aksi mitigasi yaitu pengurangan emisi GRK
dengan menggunakan pendekatan ASIF (Avoid, Shift,
Improve, and Fuel use). Avoid (mengurangi perjalanan
yang menggunakan kendaraan), Shift (berpindah
menggunakan angkutan umum yang ramah
lingkungan), improve (meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan bakar dengan adanya teknologi),
fuel use (menggunakan bahan bakar yang lebih irit
atau jenis bio). Sedangkan, untuk kasus di Indonesia,
aksi adaptasi juga diperlukan. Upaya adaptasi
perubahan iklim dalam pengembangan sektor
transportasi, dapat dilakukan melalui protection
(pembuatan konstruksi baru sebagai bangunan
pelindung), retrofiting (perbaikan dan perkuatan
bangunan yang telah ada), redesign (merancang dan

198
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
membangun bangunan baru), dan relocation
(memindahkan ke lokasi baru).
Penurunan emisi merupakan komitmen global, maka diperlukan
metodologi yang disebut MRV (Measurement Report and
Verification) untuk sektor transportasi. Karena tanpa MRV,
upaya yang dilakukan belum tentu diakui oleh dunia. Dengan
demikian diperlu SDM yang berkompeten untuk menguasai
MRV.
20 Side event GCA: 11 November 2017 Sesi Pembukaan akan mengatur konteks Hari Tematik
Transport Day Opening Bonn Zone, Transportasi dan akan berfokus pada kebutuhan untuk
Session: Setting the Meeting Room 6, meningkatkan tindakan dan ambisi mengenai transportasi dan
scene and achieving the Bonn Jerman perubahan iklim. Panel ini menyoroti peran penting yang
future goals. dimainkan pemerintah dan maupun non pemerintah di suatu
wilayah.
DelRI: Umiyatun Hayati 1) Virginie Dumolin (Head of International Affair Direction for
(Kementerian The Ministry of Transport, Ecology and Energy, France),
Perhubungan), I Made menyampaikan bahwa implementasi Paris agreement telah
Suartika (Kementerian menjadi prioritas nasional dan menjadi level politik tertinggi
Perhubungan), Siti di Prancis. Dengan kondisi Prancis yang telah memiliki
Maemunah (Kementerian infrastruktur yang memadai seperti: jalan, bandara maupun
Perhubungan) Satya pelabuhan, maka prioritas utama Prancis adalah Reinforce
Pranata Asmara Mobility dalam rangka mereduksi emisi dari sektor
(Kementerian transportasi darat yang merupakan prioritas utama. Prancis
Perhubungan) juga telah mengadaptasi climate plan dan memiliki climate
coalition agenda bersama negara-negara lain di Eropa
seperti: Belanda dan Inggris. Reinforce Mobility melalui
implementasi mass mobility selain berkontribusi bagi
reduksi emisi juga sangat penting bagi masyarakat.
2) Young Tae Kim (Secretary General, International Transport
Forum), menekankan bahwa isu perubahan iklim
merupakan isu yang sangat terintegrasi dan berhubungan
dengan sektor transportasi. Hubungan sektor transportasi
dengan sektor-sektor lain merupakan suatu hal yang sangat
penting karena membutuhkan suatu pendekatan yang
holistik. Sejak tahun 2015, Intrenational Transport Forum
199
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
memiliki konsensus dengan setiap negara di dunia dalam
wujud komitmen project ambisius jangka panjang untuk
mengurangi gas rumah kaca dan emisi Co2. ITF
mempersiapkan suatu analisa outcomes dari setiap
Walikota di Korea Selatan yang mungkin dapat diambil
sebagai suatu kebijakan bagi Pemerintah dalam dua
kategori, yaitu: pendekatan teknologi dan pendekatan
perubahan perilaku dari penumpang.
3) Said Mouline (COP 22 Presidency, Director General
National Agency for Development of Renewable Energy
and Energy Efficiency, Morocco), menjelaskan bahwa
selama COP22 di Marakesh, Maroko telah melakukan
beberapa aksi dalam sektor transportasi melalui public
private partnership, mengembangkan project mobil listrik,
mengembangkan teknologi baru di bidang transportasi,
membuat suatu evolusi penggunaan sepeda motor listrik
dan saat ini Maroko telah memiliki armada bus listrik yang
beroperasi di Marakesh, Transportasi memiliki kontribusi
sebesar 20% terhadap emisi gas rumah kaca dan jika tidak
diambil aksi maka akan terjadi pertumbuhan kontribusi
emisi tersebut.

21 Side event GCA : Policy 11 November 2017 Dengan proyeksi meningkatnya permintaan transportasi, tujuan Salah satu hal utama yang menjadi perhatian
Making and Target Bonn Zone, Paris Agreement tidak dapat dicapai tanpa pengurangan emisi banyak negara adalah mengurangi emisi dari
Settings in Transport Meeting Room 8, transportasi yang signifikan. Menetapkan target pengurangan sektor transportasi melalui mobilisasi penumpang
Bonn Jerman emisi adalah langkah pertama menuju jalur pengembangan dari yang awalnya menggunakan kendaraan
DelRI: Umiyatun Hayati transportasi pengurai. Dalam side event ini dipaparkan pribadi beralih menjadi menggunakan transportasi
(Kementerian kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dilakukan oleh publik, khususnya pada sektor transportasi darat.
Perhubungan), I Made beberapa negara. Panelis dalam diskusi ini antara lain: Transportasi darat dianggap sebagai sektor yang
Suartika (Kementerian 1) Tranh Anh Duong (Director General, Department of menyumbang emisi paling besar dari sektor
Perhubungan), Siti Environment, Ministry of Transport, Vietnam) transportasi.
Maemunah (Kementerian menyampaikan bahwa sektor transportasi menyumbang
Perhubungan) Satya sekitar 32 juta ton CO2 atau sama dengan 23% dari GHG
Pranata Asmara emision yang sebagian besar emisinya berasal dari
transportasi darat sebesar 70%. Tantangan utama dari

200
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
(Kementerian sektor transportasi Vietnam adalah peningkatan yang
Perhubungan) sangat cepat pada jumlah sepeda motor dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 10% pertahun (total jumlah
kendaraan bermotor 50 juta, dimana 47 juta adalah sepeda
motor). Dalam bidang Mitigasi, upaya kebijakan yang dapat
dilakukan antara lain: memindahkan pengangkutan
penumpang/orang menggunakan transportasi publik
melalui pengembangan transportasi massal di kota-kota
besar, memindahkan pengangkutan barang dengan
menggunakan transportasi sungai, laut dan kereta api,
meningkatkan efisiensi energi serta memanfaatkan energi
alternatif dan terbarukan. Upaya yang dilakukan oleh
Ministry of Transport Vietnam terkait dengan perubahan
iklim antara lain: mengembangkan infrastuktur transportasi
(seperti: pembangunan MRT, BRT, pelabuhan dan saluran
navigasi), meningkatkan efisiensi energi dari sistem
transportasi dan membangun kapabilitas MRV gas rumah
kaca dengan bantuan dari beberapa donor (GIZ, World
Bank, ADB dan EU). Tantangan terbesar adalah perlu
investasi dalam memindahkan masyarakat untuk
menggunakan transportasi publik, khususnya untuk
membangun infrastuktur MRT maupun BRT, Vietnam
merencanakan membangun 21 jalur MRT di Hanoi dan Ho
Chi Minh City yang perlu didukung bantuan-bantuan dari
negara maju, bank internasional dan pemerintah Vietnam
itu sendiri Disamping itu Vietnam juga mencoba
meningkatkan kontribusi dari sektor privat untuk ikut serta
dalam aktivitas ini dalam wujud Public Private Partnership
(PPP) Project. Tantangan terbesar adalah dalam kebijakan
transportasi dalam rangka mengurangi emisi adalah
mengurangi keinginan untuk bepergian dengan kendaraan
pribadi dan menciptakan perencanaan kota yang
terintegrasi. (Vietnam).
2) Anna Miranda (Board of Institute of Transport and Mobility,
Portugal), Portugal telah menetapkan target spesifik reduksi

201
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
gas rumah kaca untuk sektor trasnportasi yaitu -14% (tahun
2020) dan -26% (tahun 2030) dan menetapkan dalam
kebijakan iklim nasional Portugal mencapai carbon neutral
by 2050. Inisiatif yang dilakukan di sektor transportasi
antara lain: manajemen mobilisasi transportasi jarak
menengah dan jarak jauh, manajemen mobilisasi
transportasi perkotaan dan pedesaan, teknologi kendaraan
dan bahan bakar dan perilaku. Portugal juga merencanakan
kampanye untuk menggunakan kendaraan dengan karbon
rendah sebagai implementasi program transportasi
berkelanjutan.
3) Lucila Capelli (Advisor, Ministry of Transport, Argentina),
menyampaikan bahwa sektor transportasi berkontribusi
sebesar 14,7% dari total emisi gas rumah kaca di Argentina.
Permasalahan utama terkait dengan transportasi di
Argentina adalah 92,7% perpindahan barang
menggunakan truk yang pada akhirnya berdampak pada
60% total emisi Argentina dihasilkan dari truk. Mobilisasi
dengan menggunakan kendaraan pribadi masih tinggi, yaitu
41%. Argentina menargetkan pengurangan emisi di bidag
gransportasi pada tahun tahun 2030 sebesar 5,9 juta ton
CO2 melalui beberapa upaya penekanan di bidang mitigasi
antara lain : 1) mobilisasi masyarakat perkotaan, dengan
memprioritaskan pembangunan kereta api perkotaan,
mempromosikan transportasi perkotaan rendah emisi,
mempromosikan mobilisasi non-motorized dan
mempromosikan transportasi publik; 2) mobilisasi antar
kota, melalui modernisasi di bidang penerbangan komersial
dan restorasi rel kereta api antar kota; dan 3) transportasi
barang, melalui efisiensi pergerakan transportyasi barang
dan memprioritaskan pengiriman barang melalui kereta api.
4) Yoshitsugu Hayashi (President, World Conference on
Transport Research Society), menyampaikan suatu hasil
riset bahwa kepemilikan mobil pribadi sebagai salah satu
unsur yang berkontribusi terhadap emisi justru dipengaruhi

202
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
oleh pendapatan perkapita beberapa kota di Asia, seperti:
Beijing, Shanghai, Bangkok, Nagoya dan Tokyo.
5) Jaco Do Toit (Corporate Engangement Manager, Science
Based and Targets, WWF-South Africa), menyampaikan
dua fokus utama dalam pemenuhan reduksi emisi dan
clobal NDC. Pembuatan kebijakan dan penyusunan target
reduksi emisi dalam sektor transportasi pemerintah sangat
mungkin dapat dikaitkan dengan sektor bisnis. Kebijakan
menerapkan target sains ke sektor transportasi menjadi
sebuah pendekatan yang dapat diaplikasikan pada
perusahaan di masa mendatang, khususnya dalam
implementasi transportasi rendah karbon.
6) Yann Briand (Research Fellow Institut du développement
durable et des relations internationales, France),
menyampaikan 4 (empat) hal yang harus dijalankan dalam
membuat kebijakan dan mengatur target di bidang
transportasi: 1) bagi government / pemerintah, harus sangat
tangguh dan ambisius dalam pengaturan target serta tidak
overregulated dan membuat suatu kebijakan yang
memungkinkan untuk dilakukan 2) bagi sektor bisnis,
jangan hanya menunggu aksi dari pemerintah dan harus
merespon dengan melakukan investasi pada area-area
yang strategis; dan 3) bagi public society, untuk mengambil
peran dalam kebijakan yang telah dilakukan oleh
pemerintah.

22 Side event GCA: 13 November 2017 Panel ini membahas kebijakan energi, bahan bakar, emisi dan
Transport initiatives : Bonn Zone, jalan kaki. Transport initiatives telah meningkatkan aksi pada
Scaling up action and Meeting Room 6, semua moda transportasi dan menyatukan dalam rangka
ambition on transports Bonn Jerman mengatasi perubahan iklim. Panelis dalam panel ini antara lain:
Rasmus Valanko (Director of Climate & Energy, World
DelRI: Umiyatun Hayati Business Council for Sustainable Development), Brownen
(Kementerian Thornton (Chief Executive Officer, Walk 21); dan Niclas
Perhubungan), I Made Sveningsen (Manager Strategy and Relationship
Suartika (Kementerian Sustainable Development, UNFCCC). Dalam diskusi panel

203
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Perhubungan), Siti ini disampaikan hal yang terkait dengan alternatif bahan
Maemunah (Kementerian bakar yang dapat digunakan dalam sektor transportasi (listrik,
Perhubungan) Satya biofuel dan biogas) sebagai upaya memenuhi tujuan iklim
Pranata Asmara dalam mengurangi emisi, membahas pentingnya berjalan kaki
(Kementerian (walking) sebagai salah satu alternatif dalam mereduksi emisi,
Perhubungan) upaya menjaga jangkauan jarak dalam transportasi umum serta
menciptakan akses yang mudah bagi masyarakat terkait
dengan transportasi umum.
23 Shifting personal mobility 13 November 2017 Pengurangan emisi karbon dalam transportasi perkotaan Beberapa upaya yang dilakukan antara lain melalui
through innovations in Bonn Zone, memerlukan gabungan kebijakan dan tindakan yang akan upaya dari sisi infrastruktur seperti: membangun
transport technologies, Meeting Room 6, menargetkan perubahan pada kedua pola teknologi dan infrastruktur publik, fasilitas MRT, BRT,
systems and integrated Bonn Jerman mobilitas. Tren terbaru di seluruh dunia telah menunjukkan transportasi perairan dan transportasi non-
planning bahwa perilaku perjalanan dapat digeser untuk bergantung motorized serta free parking and free charging
lebih sedikit pada mobilitas pribadi melalui inovasi teknologi, pada simpul-simpul transportasi umum dan pusat
DelRI: Umiyatun Hayati perencanaan kota, layanan transportasi umum, dan sistem kota, sehingga dapat melakukan park and ride
(Kementerian transportasi berkelanjutan. Panelis dalam kegiatan ini antara system. Selain itu upaya lainnya adalah melalui
Perhubungan), I Made lain : Park Won Soon (Mayor of Seoul, Korea), Gunnar Heipp diversiikasi energi, seperti : pengembangan
Suartika (Kementerian (Head of Strategy and Planning, Munich’s Public Transport kendaraan berbahan bakar listrik, hybrid, gas serta
Perhubungan), Siti Company, Germany) Mauricio Rodas (Mayor of Quito), menyediakan fasilitas SPBU gas maupun charging
Maemunah (Kementerian Nilesh Prakash (Director of Climate Change, Ministry of station untuk mobil listrik;
Perhubungan) Satya Economy, Fiji) dan Pex Langenberg (Vice Mayor of
Pranata Asmara Rotterdam).
(Kementerian Dalam diksusi panel ini, para panelis menyampaikan upaya-
Perhubungan) upaya yang dilakukan di masing-masing kota di beberapa
negara dalam rangka upaya menggeser paradigma masyarakat
yang mobilisasinya masih mengandalkan berkendaraan
pribadi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh kota-kota, seperti:
California, Thswane, Quito dan Oslo sebagaimana disampaikan
oleh para panelis terdiri dari upaya keuangan dan sarana
prasarana. Dalam aspek keuangan, tantangan utama terkait
pembiayaan maupun investasi dalam mendukung transportasi
yang ramah lingkungan, oleh karena itu perlu upaya
menciptakan atmosfir politik yang kondusif dalam mendukung
hal tersebut serta dengan skema investasi multistakeholders.
Aspek lainnya adalah terkait dengan sarana dan prasarana,

204
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
beberapa upaya yang telah dilakukan melalui inovasi teknologi,
perencanaan kota, layanan transportasi umum, dan sistem
transportasi berkelanjutan antara lain: pengembangan
infrastruktur, komitmen membangun infrastruktur publik,
implementasi mobil listrik dan hybrid, menyediakan SPBU gas;
charging station untuk mobil listrik; free parking and free
charging pada simpul-simpul transportasi umum dan pusat
kota, sehingga dapat melakukan park and ride system.
Bilateral Meeting

1 Pertemuan Bilateral 11 November 2017, Pertemuan Bilateral dengan Senator Amerika Serikat
dengan Senator Amerika Kantor DELRI, Bula dilaksanakan berdasarkan permohonan Senator Amerika
Serikat di COP-23 Zone 3 Serikat yang hadir pada COP-23 untuk bertemu dengan Ketua
Delegasi RI pada COP-23 untuk berdiskusi mengenai
DelRI: Nur Masripatin pencapaian komitmen dalam Paris Agreement.
(KLHK), Achmad
Gunawan Widjaksono Pertemuan ini dihadiri oleh lima Senator Amerika Serikat dari
(KLHK), Sri Tantri Rhode Island, Oregon, dan beberapa negara bagian, dengan
Arundhati (KLHK), Raffles rincian sebagai berikut:
B. Pandjaitan (KLHK), 1. Senator Ben Cardin (D-MD), Ranking, Senate
Agung Setyabudi, Foreign Relations Committee
(KLHK), Hatif Hawari 2. Senator Sheldon Whitehouse (D-RI)
Saputra (KLHK) 3. Senator Jeff Merkley (D-OR)
4. Senator Brian Schatz (D-HI)
5. Senator Edward Markey (D-MA)

Pertemuan Bilateral diawali dengan remarks dari Senator


Sheldon, yang menyampaikan apresiasi terhadap komitmen
Indonesia dalam penurunan emisi global. Pertemuan
dilanjutkan dengan paparan singkat dari Dirjen PPI yang
menyampaikan mengenai penjelasan singkat tentang NDC
Indonesia, dan sektor utama dari penurunan emisi Indonesia.

Sesi selanjutnya dari pertemuan bilateral dilanjutkan dengan


diskusi antara kedua perwakilan negara. Pada dasarnya,

205
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Senator Amerika Serikat menyampaikan bahwa masyarakat
Amerika Serikat akan tetap mendukung pencapaian komitmen
penurunan emisi global dengan dukungan dari sektor bisnis,
pemerintah daerah, akademisi, dan Non-Party Stakeholder
lainnya. Senator Shelden sebagai perwakilan Senator Amerika
Serikat menyampaikan bahwa Amerika Serikat akan menjadi
partner yang lebih baik bagi para Negara Pihak dalam
mendukung implementasi Perjanjian Paris. Pertemuan diakhiri
dengan closing remarks oleh Dirjen PPI selaku alternate Head
of Delegation yang menyampaikan apresiasi yang besar
terhadap niat baik dan komitmen yang ditunjukan oleh
masyarakat Amerika Serikat untuk tetap mendukung Perjanjian
Paris, meskipun Presiden Trump telah menyatakan
permohonan penarikan diri dari ratifikasi Perjanjian Paris.

2 Pertemuan Bilateral 11 November 2017, Pertemuan bilateral dilaksanakan berdasarkan undangan dari
dengan Chief Negotiator Kantor DELRI, Bula Archibald Young selaku Head of Delegation dari United
Britania Raya Archibald Zone 3 Kingdom untuk mendiskusikan area-area kepentingan bersama
Young dan perwakilan dan juga jalur-jalur kolaborasi antar kedua negara.
delegasi Kerajaan Inggris
Pertemuan dihadiri oleh Archibal Young selaku Head of
DelRI: Nur Masripatin Delegation dari United Kingdom, perwakilan Delegasi Kerajaan
(KLHK), Sri Tantri Inggris dan juga perwakilan Kedutaan Besar Inggris di
Arundhati (KLHK), Raffles Indonesia.
B. Pandjaitan (KLHK),
Agung Setyabudi, Pertemuan bilateral diawali dengan sambutan dari kedua Head
(KLHK), Hatif Hawari of Delegation, dengan dilanjutkan diskusi mengenai low carbon
Saputra (KLHK) development plan di Indonesia dan keterkaitannya dengan
pencapaian NDC Indonesia yang cukup ambisius. Perwakilan
Delegasi Kerajaan Inggris turut menyampaikan komitmen
dengan Kerajaan Belanda dan juga Norwegia untuk
berinvestasi di bidang kehutanan, dengan Indonesia sebagai
salah satu negara yang dipertimbangkan.

206
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
Sesi kedua dilanjutkan dengan diskusi mengenai progres
negosiasi, terutama dalam negosiasi mengenai komitmen pre-
2020. Perwakilan delegasi Kerajaan Inggris menyampaikan
bahwa komitmen pre-2020 masih menjadi perhatian dari
Kerajaan Inggris, namun hal lain yang perlu dipertimbangkan
adalah mengenai bagaimana untuk beranjak ke tahap
selanjutnya yaitu post-2020.

Perwakilan Delegasi Indonesia menyampaikan mengenai


pentingnya COP-23 untuk menghasilkan teks persidangan
yang akan membantu pelaksanaan implementasi Paris
Agreement, dan pentingnya memperhatikan dinamikan
negosiasi dan bagaimana menanggapi dinamika tersebut.

3 Pertemuan Bilateral Kamis, 14 Climate Change Team of UNSG menyampaikan maksud Indonesia perlu mempersiapkan aspek substansial
antara Delegasi RI November 2017 pertemuan: sedini mungkin untuk partisipasi pada Climate
dengan Climate Change  Sekjen PBB akan mengadakan Climate Summit di sela- Summit 2019
Team of UNSG Kantor Delegasi RI, sela Sidang Majelis Umum PBB ke-74 tahun 2019.
Bula Zone 3, Ruang  Sehubungan dengan hal tersebut, CC Team of UNSG
DelRI: Achmad Gunawan #0404 ingin mengetahui; (a) tanggapan Indonesia terhadap
Widjaksono (KLHK), jalannya negosiasi COP23/CMP13/CMA1.2 November
Muhsin Syihab (Kemlu), 2017 ini, (b) outcome pertemuan, (c) upaya peningkatan
Wukir A. Rukmi (KLHK), ambisi reduksi emisi GRK di kawasan regional khususnya
Pandu Rahadyan upaya ASEAN sebelum Climate Summit 2019.
Wicaksono (Kemlu)
Delegasi RI menyampaikan tanggapan:
 Indonesia pertama-tama menyampaikan status progress
terkait ratifikasi Paris Agreement dan tindak lanjutnya, di
antaranya berupa penyampaian 1st NDC dan pembuatan
Sistem Registri Nasional (SRN);
 Indonesia menyambut baik inisiatif UN Sec-Gen yang
akan menyelenggarakan Climate Summit pada
kesempatan Sidang MU-PBB ke-74 tahun 2019;
 Sebagaimana diketahui tahun 2018 merupakan tahun
krusial perundingan UNFCCC terkait dengan
207
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
penyelenggaraan Facilitative Dialogue yang signifkan dari
aspek substansial. Sehingga Climate Summit tahun 2019
sangatlah penting dalam rangka keep the momentum alive
and the continuity of 2018-2019-2020;
 Di tingkat nasional, Indonesia telah mengintegrasikan
perubahan iklim ke dalam pembangunan nasional melalui
low carbon development strategy dengan pelibatan multi-
stakeholders;
 Indonesia cukup optimistis terhadap hasil COP23 secara
umum, namun terkait beberapa isu terdapat
perkembangan yang kurang bergerak maju (not trying to
move forward), seperti response measure, article 6 of the
Paris Agreement dan finance.
 Upaya tingkat regional khususnya ASEAN, Indonesia
menginisiasi NDC Partnersip dalam forum ASEAN
Working Group on Climate Change (AWGCC).

4 Pertemuan Bilateral Selasa, 14 Perwakilan ILO menyampaikan maksud pertemuan: - ILO berharap Indonesia turut mendukung agenda
antara Delegasi RI November 2017  ILO memiliki konsep decent work/ job and a just transition, JustTransition dan mendukung pengembangan
dengan ILO ingin memastikan bahwa aksi perubahan iklim memiliki working group of “just transition and decent job” di
Kantor Delegasi RI, keterkaitan kuat dengan aksi yang mendukung decent kawasan regional, Climate Asia Pacific Group,
DelRI: Laksmi Bula Zone 3, Ruang work/ job and a just transition menjadi global group.
Dhewanthie (SAM Bidang #0404  ILO ingin mendukung similar notion, dalam kaitannya
Industri dan Perdagangan dengan climate resilience khususnya terkait dengan
Internasional KLHK), renewable energy mengingat dapat menciptakan - ILO menyambut baik jika Indonesia sharing
Noer Adi Wardojo,. pekerjaan baru, yang memerlukan pengembangan skill practices hal-hal yang telah disampaikan.
Kepala Pusat  ILO membantu Kementerian Tenaga Kerja di Indonesia
Standardisasi dalam pengembangan green jobs/decent works - Indonesia, khususnya dalam penerapan NDC,
Lingkungan dan  ILO membantu Presidency Fiji dengan mendirikan dapat mengintegrasikan konsep JustTransition,
Kehutanan, Wukir A. semacam working group “just transition and decent job” di termasuk kaitan Decents works and Climate
Rukmi (Sekretariat kawasan regional, Climate Asia Pacific Group. Diharapkan Resilience
DELRI) ini menjadi global working group melalui kerjasama
dengan Marrakech Partnership.

208
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
 ILO ingin mengetahui bagaimana di Indonesia mengenai
(a) decent work/ job and a just transition, (b) apakah
dokumen NDC Indonesia telah memuat konsep just
transition and decent work.

Delegasi RI menyampaikan tanggapan:


 Indonesia turut mengembangkan definisi green economy
yang diinisiasi oleh UNEP yang mencakup elemen-elemen
resource efficiency, internalized the externalities, creating
decent job, and ensuring the economic growth
 Indonesia mengakui penting untuk transisi dalam
kaitannya man power and opportunity of the job
 Just Transition and decent job telah ada dalam kebijakan
Indonesia dan menggunakan decent work/job sebagai
spirit dalam NDC Indonesia
 Keterkaitan standardisasi kompetensi personil dengan
pengembangan Just Transition and decent job:
a. Indonesia telah mengembangkan standard
kompetensi untuk manajemen lingkungan maupun
kehutanan
b. Untuk competency improvement pada profesi lainnya:
juga dikembangkan seperti arsitektur, pengembangan
green sustainability concept melalui green building
c. Kompetensi dalam pengertian professional dan
edukasi/study juga dikembangkan
d. Pengembangan profesi baik industri formal maupun
informal.
e. Khususnya untuk sektor informal seperti scavenger,
terdapat permintaan dari bottom up untuk
pengembangan standar kompetensi lingkungan dan
kesehatan
f. Juga pengembangan green public procurement yang
mencakup e-waste, dan insurance untuk pekerja
informal

209
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU DAN PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
TEMPAT
g. Peraturan untuk upah minimum untuk pekerja formal
telah ditetapkan misalnya di Provinsi DKI Jakarta.
 Inti: humanized informal workers.

210

You might also like