Professional Documents
Culture Documents
Ratu Adil Jaya Baya
Ratu Adil Jaya Baya
Ratu Adil Jaya Baya
Page 29-39
oleh:
A.A. Kade Sri Yudari | Ni Wayan Karmini
sriyudari15@gmail.com | karmini.niwayan@yahoo.com
Abstract
The discourse of ‘the Fair Queen of Satria Piningit and Crazy Times’ has never disappeared from the
minds and recesses of the indonesian people. This paper is only aas an expression of concern over the
chaotic phenomenon that is happening in this Mother Eart. The goal, is to explicitly interpret the legacy
text of the ancestors which is full of symbols so that the wider community can understand why the term
‘Fair Queen of Satria Piningit and Crazy Times’is always being discussed when people are experiencing
various problems. This paper is also a reinterpretation of several literature sources, one of which is the
‘Serat Kalatidha’ by Raden Ngabehi Ranggawarsita. Whereas, Serat Kalatidha are Javanese literary
literature which contains social criticism, religious values, kapujanggan traditions, prediction of the
future/futurology and the emergence of the Fair Queen Satria Piningit. in the end, The ‘Serat’ that
hints at a crazy era has become a popular classic among the wider community. When the expected
justice has not fulfilled all components, let alone prolonged social inequality, the Ratu Adil discourse
continues to be raised. in fact, even that legendary term is only a descriptions of the times felt by the
community with the hope of a leader who is just, wise, and more pro-people.
Keywords: Fair Queen Satria Piningit, Crazy Times, Futurology, Serat Kalatidha
Abstrak
Wacana Ratu Adil Satria Piningit dan Zaman Edan, tidak pernah hilang dari benak dan relung hati
masyarakat Indonesia. tulisan ini hanyalah sebagai ungkapan rasa keprihatinan atas fenomena
carut marut yang sedang terjadi di bumi pertiwi ini. tujuannya, memaknai secara tersurat naskah
warisan para leluhur yang penuh dengan perlambang sehingga masyarakat luas dapat memahami
mengapa istilah Ratu Adil Satria Piningit dan Zaman Edan selalu diwacanakan ketika bumi pertiwi
sedang mengalami berbagai masalah. tulisan ini juga merupakan reinterpretasi beberapa sumber
pustaka salah satunya adalah serat Kalatidha karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Bahwa, serat
29
https://ejournal.unhi.ac.id/index.php/dharmasmrti/issue/view/23 ISSN: (p) 1693 - 0304 (e) 2620 - 827X
Kalatidha merupakan kepustakaan sastra Jawa yang berisi kritik social, nilai keagamaan, tradisi
kapujanggaan, prediksi masa depan/ futurology dan kemunculan Satria Piningit sang Ratu Adil.
Pada akhirnya, ‘Serat’ yang mengisyaratkan zaman edan menjadi pembicaraan klasik populer
dikalangan masyarakat luas. Ketika keadilan yang diharapkan belum memenuhi semua komponen,
seperti terjadi ketimpangan social yang berkepanjangan maka wacana Ratu Adil terus dielukan.
Faktanya, istilah yang melegenda itu pun hanyalah merupakan gambaran kondisi zaman yang
dirasakan masyarakat disertai dengan harapan datangnya seorang pemimpin yang adil, bijak dan
lebih memihak kepada rakyat.
Kata kunci: Satria Piningit Ratu Adil, Zaman Edan, Futurologi, Serat Kalatidha
saja menarik untuk ditafsir kembali. Serat ini menyimpang dari jalan yang benar, selagi masih
sesungguhnya merupakan karya Raden Ngabehi hidup nafsunya terus dipuaskan (aji mumpung).
Ranggawarsita yang paling populair bernada Kadangkala sang pujangga merasa bimbang
amarah terpendam terhadap kejadian yang untuk mengutarakan isi hatinya karena dirinya
menimpa bumi pertiwi ini. Pada saat masyarakat sendiri tidak luput dari tekanan bathin serta
merasa tertindas baik oleh kaum penjajah keprihatinan (Simuh, 1992). terlepas dari
maupun penguasa, banyak yang mencari sumber kisah yang mana, dan siapa penyusun
pelarian sebagai penghibur diri. Salah satu ramalan-ramalannya, bahwa karakter Ratu Adil
pelarian klasik positif adalah berharap yang digambarkan dalam berbagai versi
datangnya Ratu Adil sang juru selamat. sesungguhnya memiliki kemiripan ciri-ciri yang
Di lingkungan orang Jawa dan juga Bali, cerita tepat jika hal itu dimiliki oleh seorang pemimpin
tentang kedatangan Ratu Adil pasti dikaitkan bangsa. Dari sebutannya Ratu Adil, dapat ditafsir
dengan ramalan atau jangka Ranggawarsita sebagai seorang pemimpin yang mampu
tersebut. Faktanya, setelah bangsa ini nyaris menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ratu
hancur akibat penjajahan nafsu yang menjelma Adil yang dimaksud pasti mampu menjadi
dalam bentuk anarkisme multidimensi, pelindung, dan pengayom dari seluruh rakyat
masyarakat mulai bertanya-tanya lagi tentang tanpa membedakan golongan, tanpa
Ratu Adil. Rupanya masyarakat sudah mulai keberpihakan kecuali hanya berpihak kepada
menyadari bahwa sejak zaman kehidupan era kebenaran hakiki yang bersifat universal
rimba raya, kerajaan, penjajahan, kemerdekaan (Kamajaya,1992). Dengan ciri tersebut, sulit
dengan segala orde dan rezim nya, rakyat selalu kiranya jika Ratu Adil yang ditunggu-tunggu
menjadi objek penipuan orang kuat, apakah berasal dari salah satu kelompok kepentingan
penguasa atau kelompoknya. Kesadaran itu apalagi yang dibesarkan oleh kelompoknya
muncul karena adanya paradigma politik yang sendiri. Pernyataan tersebut wajar saja, karena
masih kental dengan nuansa bisnis kekuasaan seorang pemimpin yang dibesarkan oleh suatu
serta bisnis kepentingan, sedangkan rakyat kecil partai misalnya, tidaklah berlebihan jika setelah
selalu menjadi alat pijakan dan bulan-bulanan berkuasa pasti memberikan balas budi secara
para penguasa (Mulyanto,dkk,1990). berantai kepada anggota partai yang
Nama Ranggawarsita telah menyejarah membesarkannya. Hal ini menjadi fakta sehingga
dengan ramalan tentang zaman edan yang tidak menutup kemungkinan terjadinya kolusi,
sebenarnya merupakan siklus sejarah karena manipulasi, korupsi, dan nepotisme.
selalu berulang setiap periode tertentu. Setiap Wiwin Widyawati R. (2012) menyebutkan,
babakan sejarah ada yang namanya zaman ramalan Ranggawarsita tentang Ratu Adil itu
keemasan atau Krtayuga, dan zaman adalah satria piningit (ksatria yang tersembunyi)
kesengsaraan atau Kalatidha. Ranggawarsita yang dapat ditafsirkan sebagai tokoh baru
menyaksikan kesemrawutan tersebut akibat bagaikan tunjung putih semune pudhak
tindakan-tindakan korupsi yang melanda istana. kasungsang/pudhak sinumpet (tokoh yang
Kehidupan masyarakat menjadi morat-marit masih bersih, keindahan perangainya bagaikan
dan sangat memprihatinkan (Anjar Any, 1983). bunga teratai putih, wanginya seperti bunga
Sebagai pujangga penyambung lidah rakyat, pandan yang masih tersembunyi). Mampukah
Ranggawarsita melukiskan keluhan dan undang-undang dan tatanan politik kita
penderitaan masyarakat pada masa itu, sesuai memunculkan sosok Sang Ratu Adil? Dari
dengan keadaan zaman yang dinamakannya berbagai ciri yang tersebar dalam berbagai versi
masa kusut. tingkah laku manusia banyak ramalan, tersirat bahwa pada sosok Ratu Adil
menyimpang dari jalan yang benar sehingga itu bersemayam keterpaduan serta keselarasan
kekusutan menjadi kebingungan, sedih, pilu, jiwa atau ruh panca pa manunggal (lima pa yang
keluhannya tiada henti, takut dan khawatir bersatu), yaitu Pandita, Pangayom, Panata,
terhadap masa depan generasi. Pamong, Pangreh (pendeta, pelindung, manajer,
Sebaliknya, orang yang sedang mendapat pelayan dan pemimpin).
kesempatan merasa beruntung, berkehendak Di sisi lain masih menurut Wiwin Widyawati,
ramalan Ranggawarsita juga menyatakan bahwa Sebelum era modern, agama lebih dominan
Satria Piningit adalah pemimpin Indonesia masa dalam kehidupan sehari-hari manusia karena,
depan yang dapat membawa kemakmuran. institusi agama adalah otoritas tunggal untuk
Ranggawarsita memperkirakan pada saat Satria memutuskan baik aspek agama itu sendiri atau
Piningit muncul, Indonesia sedang menghadapi yang ilmiah. Akan tetapi memasuki era modern,
gara-gara atau kerusuhan besar. Setelah Ia terutama setelah beberapa penemuan ilmu
menjadi pemimpin Negara, bangsa Indonesia pengetahuan modern dan teknologi, ilmuwan
akan menuju kemakmuran dan kejayaan seperti sekuler di Barat sangat bangga terhadap
pada zaman Majapahit (Wiwin Widyawati R., kemampuan intelektual mereka untuk
2012). Rupanya sampai saat ini masyarakat menjelajahi alam. Mereka mengabaikan agama
masih menunggu dengan harap-harap cemas bahkan menuduh agama sebagai candu dan
siapa pemimpin yang digambarkan tersebut, ilusi. Akan tetapi dalam kenyataannya, manusia
mampukah pemimpin yang dimaksud tidak bisa bebas dari percaya pada keadaan
memenuhi harapan rakyat yakni sebuah supranatural, meskipun komunitas atheis masih
keadilan. menghormati roh leluhur. oleh karena itu, segala
upaya untuk menyerang agama pasti gagal,
II. Orientasi Teori dan Metode karena agama tidak bisa dipisahkan dari
kebutuhan dasar manusia. Dan agama satu-
Mistik di Jawa menurut Clifford Geertz adalah satunya doktrin kehidupan di akhirat (Hidayat,
metafisika terapan yakni, serangkaian aturan Komaruddin dan Muhammad Wahyudi Nafis,
praktis untuk memperkaya kehidupan batin 1995).
yang didasarkan pada analisa intelektual atau John Naisbitt dan Patricia Aburdane, seorang
pengalaman. Meskipun setiap orang atau futurolog terkenal dalam bukunya “Megatrend
kelompok dan sekte mempunyai posisi dengan 2000” menyatakan bahwa, penekanan
menarik kesimpulan yang agak berbeda dari spiritualisme agama yang terorganisasi
analisa yang serupa, namun tidak satu pun mengalami kemunduran, namun akan menjadi
mempersoalkan premis-premis dasar dari dominan dalam era baru abad-21. Menurutnya,
analisis tersebut. Sebagaimana tradisi analisis dapat terjadi kecenderungan-kecenderungan
Barat dari Descartes sampai Kant, dasar yang sangat besar dalam kehidupan umat
pengandaian metafisikanya hampir senada manusia (John Naisbitt, dan Patricia Aburdane,
(Geertz, 1981). 1990). Munculnya kesadaran untuk mencari
Futurologi adalah ilmu yang mempelajari yang transcendental berawal dari adanya krisis
tentang masa depan. Bidang ilmu ini spiritual dan krisis pengenalan diri, setelah
mengupayakan dapat mengekstrak dan lama berkecimpung dengan berbagai fasilitas
mengeksplorasi berbagai prediksi dan yang serba menjamin kehidupan manusia.
kemungkinan masa depan secara sistematis, terlebih lagi berbagai ancaman mulai terasa
serta bagaimana hal-hal terkait masa lalu dapat pada bidang lain seperti; krisis lingkungan,
muncul di masa kini. Dr. Ian Pearson seorang kesehatan, social dan lainnya. Dalam kondisi
futurolog di tahun 1991, dalam bukunya ‘you demikian, akhirnya manusia kembali kepada
tomorrow’ sangat berani mengemas pelbagai kekuatan spiritual yang masih dipercaya dapat
perubahan signifikan dari segala aspek menjamin kehidupannya menjadi lebih
kehidupan manusia. Ian Pearson, sebagai bermakna (Rasyidi, H.M, 1975).
pengarang dengan lugas menjelaskan tingkah Dengan menggunakan studi dokumen dan
perilaku manusia secara mendetail. Buku teori futurology Naisbitt, masyarakat menjadi
tersebut berisi tujuh bagian dengan narasi lebih yakin dan percaya adanya ramalan
lengkap tentang manusia sampai beberapa metafisik terhadap masa depan, apalagi diawali
dekade ke depan, namun sayang banyak diksi dengan berbagai krisis di segala lini kehidupan
pengandaian seperti “akan”, “nanti”, pada hal tanpa mendapatkan solusi bermakna sesuai
buku tersebut didasarkan atas fakta dan teori harapan. Dengan demikian, kemunculan dan
para ilmuwan serta filsuf. keberadaan Ratu Adil Satria Piningit selamanya
menjadi perdebatan dari berbagai sudut sendiri atau kelompok dan golongan yang
pandang, sebelum semua masalah-masalah mendukungnya, kebijakannya semata-mata
yang dialami manusia dapat diatasi. Pendekatan hanya untuk melindungi bukan sebaliknya
deskriptif-interpretatif juga penting digunakan memeras rakyat. Gabungan dari kedua istilah
karena menitikberatkan pada penafsiran- itu kemudian muncul istilah satria piningit
penafsiran terhadap objek seperti teks dan sinisihan wahyu ratu adil yang juga
symbol dalam serat Kalatidha khususnya. mencerminkan karakter seorang pemimpin.
Penggunaan teknik kepustakaan dalam Dari ciri, sifat dan karakter yang disebutkan
pengumpulan data, melalui penelusuran lebih merujuk kepada model kepemimpinan
dokumen seperti buku-buku, artikel yang dari suatu Negara yang pemimpinnya mampu
berkaitan dengan topic berharap tulisan ini menegakkan keadilan. Merujuk pada dokumen
dapat bermanfaat terutama bagi para pecinta lain misalnya dalam kitab Musarar hasil gubahan
sastra mistik dan klasik. Sunan Giri Prapen (bait.159) yang juga
bersumber dari jangka Jayabaya. Kitab Musarar
III. PEMBAHASAN adalah konsep ketatanegaraan yang apabila
diterapkan mampu menghasilkan masyarakat
A. Satria Piningit Sang Ratu Adil adil dan makmur sebagai penggambaran sosok
Simbolisasi dan Harapan Ratu Adil. Demikian halnya dalam penggambaran
Masyarakat Jawa dan Bali khususnya, sering kehadiran Satrio Piningit (satria penolong
mengaitkan peristiwa-peristiwa dahsyat dengan tersembunyi) ditandai munculnya Ratu Adil.
menggunakan referensi dari ramalan, mimpi, Dalam kitab tersebut terdapat bait sebagai
dan fenomena spiritual lainnya. Prabu Jayabaya berikut.
adalah seorang raja sekaligus pujangga “Prabu tusing waliyulah, Kadhatone pan
legendaris, menulis ramalan pada masa lampau kekalih, ing Mekah ingkang satunggal,
yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Tanah Jawi kang sawiji, Prenahe iku kaki,
Indonesia hingga sekarang. Dalam ramalannya, Perak lan gunung Perahu, sakulone
Raja Kediri itu salah satunya menyebutkan tempuran, Balane samya jrih asih, iya iku
beberapa ciri, sifat dan karakter Satria Piningit ratu rinenggeng sajagat” (Sinom. 28).
sang Ratu Adil yang bakal memimpin negara.
Dikalangan masyarakat luas banyak yang Terjemahan:
menyamakan makna antara Satria Piningit dan Raja keturunan waliyulah, berkedaton
Ratu Adil, fakta itu tidak sepenuhnya salah dua di Mekah dan tanah Jawi (Nusantara),
karena makna keduanya memang saling letaknya dekat dengan Gunung Perahu,
berkaitan. sebelah barat tempuran (pertemuan dua
Secara harfiah Satria Piningit diartikan sungai), Dicintai pasukannya, Memang
ksatria yang masih tersembunyi oleh zaman. raja yang terkenal di dunia.
Secara substansial, Ksatria itu adalah karakter
atau sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin, Gunung Perahu adalah symbol dari Bukit
sedangkan Piningit masih dipingit atau Siguntang, merupakan dataran tinggi di wilayah
dirahasiakan dalam hal ini dimaksudkan oleh Kota Palembang dengan ketinggian mencapai
zaman. oleh sebab itu, masyarakat hanya bisa 27 meter. Uniknya, bukit itu berada di tengah
berasumsi dan menduga-duga atau menafsir daerah yang berair (rawa-rawa). Sekilas bukit
istilah tersebut. Demikian halnya, Ratu Adil Siguntang terlihat seperti daerah yang terapung
secara harfiah dapat diartikan sebagai pemimpin mirip perahu di atas air. Sementara ‘tempuran’
yang bijak dan adil. Akan tetapi, seorang merupakan tempat pertemuan antara sungai
pemimpin yang dipandang sebagai Satria Musi dan sungai ogan yang lokasinya tidak jauh
Piningit belum tentu dapat menjadi Ratu Adil dari Bukit Siguntang, di sebelah baratnya
sebab untuk menjadi Ratu Adil tentu harus terdapat Masjid Muara ogan. Sedangkan bukit
bersikap adil dan peduli kepada seluruh rakyat Siguntang merupakan simbol kejayaan Kedatuan
yang dipimpinnya, tidak mementingkan diri Sriwijaya yang ditandai dengan ditemukannya
prasasti Kedukan Bukit di kaki Bukit Siguntang. keadilan di dunia. Memang sebagian orang Jawa
Demikian halnya, tempuran sungai ogan dan percaya bahwa hal tersebut merupakan
Musi melambangkan persatuan masyarakat perputaran roda kehidupan, di mana era
Nusantara di mana berabad-abad yang lampau kegelapan pasti diikuti zaman kemakmuran dan
pernah berkumpul 20.000 bala tentara pimpinan siklus itu terus bergulir. Kepercayaan dan
Dapunta Hyang Jayanasa. Pesan yang keyakinan bahwa saat ini sedang berada di
disampaikan dari symbol-simbol tersebut, zaman Edan atau era kegelapan pada akhirnya
bahwa untuk menuju kejayaan syaratnya adalah memprediksi kedatangan Ratu Adil sudah dekat
dengan menjalin persatuan. Berdirinya Masjid yang bisa mengantarkan pada masa kejayaan
Muara ogan di sebelah barat Bukit Siguntang baru.
symbol posisi arah kiblat kota Mekah. Masih menurut ramalan Jayabaya, symbol
Simbolisasi tersebut, menandakan bahwa kemunculannya ditandai beberapa tahap dari
Prabu Jayabaya memiliki hubungan historis suatu peristiwa diantaranya; senapati,
dengan Sriwijaya dimana salah seorang raja bajanegara, dan natanegara. Pertama, pada
sebelum masanya, yaitu Raja Airlangga juga symbol senapati terdapat kejadian berupa
menikah dengan Putri Sriwijaya (Putri bencana alam yang menewaskan banyak orang.
Vijayatunggavarman) selain Putri Darmawangsa Kedua, symbol bajanegara, menggambarkan
teguh di Medang. Dari perkawinannya bahwa ksatria sang ratu adil dapat mengatasi
menurunkan Sri Bameswara yang akhirnya masalah itu. Ketiga, pada symbol natanegara,
menikah dengan Putri Panjalu menurunkan Sri menjalin relasi dengan para leluhur sehingga
Jayabhaya sebagai Raja Kediri (1135-1157). dapat menjamin kelangsungan hidup Negara.
Sebagai hadiah pernikahannya ditulislah kitab Satria piningit sang ratu adil dapat memperbaiki
berjudul ‘Arjunawiwaha’ (Perkawinan Arjuna) peradaban yang kacau. Salah satunya dilakukan
buah karya Empu Kanwa. dengan mengganti tatanan Negara lama dengan
Secara umum masyarakat memahami bahwa, yang baru disebabkan karena yang lama
sejarah masa lalu adalah petunjuk masa depan. cenderung menguntungkan pihak penguasa dan
tidak mengherankan ketika ramalan Jayabaya justru merugikan rakyat. Pemimpin tersebut
tentang adanya Satria Piningit sang Ratu Adil menggunakan 4 elemen dari alam sebagai
sering muncul menjelang Pemilihan Umum senjata; Pertama, ‘air’ untuk meneggelamkan
(pemilu). Harapan kehadiran Ratu Adil ternyata lawan-lawannya. Kedua, ‘api’ untuk
bukan satu-satunya yang ditunggu, karena menghanguskan keangkaramurkaan. Ketiga,
impian kejayaan kerajaan masa lalu pun ‘tanah’ untuk mengubur para musuh. Keempat,
diharapkan kembali terulang di masa depan. ‘langit’ sebagai perisai atau pelindung (Wiwin
Lalu, siapakah Satrio Piningit sang Ratu Adil? W.R,2012).
Banyak versi bermunculan terutama dari para Apabila dikaitkan dengan Kesusastraan
tokoh spiritual yang memperdebatkan, Hindu (Itihasa) khususnya Ramayana dan
mengupas, dan memaknai istilah tersebut, Mahabharata yang sudah ditranslit ke dalam
tentunya dari sudut pandang yang berbeda- bahasa Jawa Kuna (mangjawaken byasamata)
beda. banyak dijumpai adanya ajaran tentang
Ramalan Jayabaya yang paling ditunggu- kepemimpinan. Ajaran tersebut membicarakan
tunggu adalah kemunculan Ratu Adil yang bagaimana hubungan timbal-balik yang ideal
diprediksi seorang laki-laki merupakan antara raja, Negara dan rakyat dalam rangka
keturunan dari keluarga Kerajaan Majapahit kehidupan bernegara demi tercapainya cita-cita
dan mampu menjadi pemimpin terbesar. masyarakat yang adil dan makmur, tata tentrem
Menurutnya, pada awal hidupnya Ratu Adil kerta raharja (tentram, makmur, sejahtera).
menghadapi masa sulit, penghinaan, dan Ajaran Asta Brata, ajaran Ki Hajar Dewantara,
kemiskinan, namun masa itu dapat terlewati ajaran Tripama dan lainnya ada kesamaan
karena ketulusan dan keteguhan hatinya. Ratu dalam setiap konsep-konsepnya yakni kerjasama
Adil lahir di masa kelam, namun mampu yang baik antara pemimpin dengan yang
memulihkan ketertiban, keharmonisan dan dipimpin. Untuk menjadi pemimpin harus bisa
arif dan bijaksana serta memiliki wawasan kemajuan Negara. Namun, terkadang para aktor
pengetahuan yang luas. Pemahaman demikian yang menjalankan roda pemerintahan tidak
lebih condong kepada ajaran Manunggaling konsekuen menjalankan demokrasi. Inilah
Kawula Gusti walaupun masih diperdebatkan permasalahan dari system feodal yang sampai
bahkan terjadi kontroversi dalam saat ini masih terdampak. Mereka memahami
perkembangannya sesuai sudut pandang konsep kepemimpinan Jawa yang demokratis,
masing-masing. namun terkesan ada ‘keegoan’ yang masih
Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, mengotori jiwa kepemimpinannya.
Manunggaling Kawula Gusti adalah Dalam diri seorang pemimpin harus tercakup
manunggalnya (bersatunya) seorang pemimpin trias politica yakni sebagai (legislative, ekskutif,
dengan rakyatnya. Demikian bijak dan adilnya dan yudikatif), sehingga di mata rakyat
seorang pemimpin sehingga Ia dicintai dan kekuasaan pemimpin Jawa sangat besar. Rakyat
dihormati oleh rakyatnya seakan-akan rakyat tinggal sendika dhawuh (siap laksanakan),
merasa telah menyatu dengan pemimpinnya. nderek kersa Dalem (terserah kehendak raja).
Untuk itu memang diperlukan usaha keras yang Dengan tingginya kekuasaan pemimpin Jawa
tulus dan ikhlas agar tercapai kemanunggalan (raja, ratu) di dalam dunia pewayangan
tersebut (Rahimsyah, 2006:153). Konsep digambarkan gung binathara, bau dhendha
kepemimpinan Jawa bahkan dipandang tidak nyakrawati diartikan sebesar kekuasaan Dewa,
demokratis dari kacamata konsep Barat. pemelihara hukum, dan penguasa dunia
Menurut konsep barat adanya pemilihan umum (Mochtar & S.Maimoen, 1982). terlihat tidak
menjadi indicator kemajuan demokrasi suatu ada control terhadap raja atau ratu, artinya
wilayah. Sedangkan konsep Jawa lebih sangat absolut. Dampak dari pola tersebut ‘ABS’
mengutamakan mufakat dan baru kemudian (asal bapak senang), memberikan tanda
pada zaman republic dilakukan Pemilu. deskripsi zaman edan yakni pada sikap
Menurut Abraham Lincoln, mendefinisikan masyarakat yang hanya menyenangkan hati
demokrasi sebagai government of the people, by atasan dan merupakan buntut dari budaya
the people, for the people atau diterjemahkan; feodalistic. Hal itu memang sudah terjadi
pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat (Widyo sebelum Negara ini merdeka, sampai
Hari, 2005). Dari uraian tersebut konsep Barat pemerintahan republik zaman orde lama, baru,
dengan timur memang berbeda tergantung reformasi bahkan sampai saat ini walaupun
budaya masing-masing yang melatarbelakangi. sudah agak berkurang sedikit.
Walaupun dahulu tidak ada pemilihan umum,
namun mufakat, musyawarah dan gotong- B. Wacana Futurologi dan Zaman Edan
royong tercermin dari corak kepemimpinan Dalam Serat Kalatidha.
Jawa. Sehingga, kekuasaan dalam konsep Prabu Jayabaya bergelar Sri Maharaja Sri
pemikiran Barat dipandang abstrak, bersifat Wameswara Madhusudana Watarandita Para-
hiterogeny, tidak ada batas, dan dapat krama Digjoyottunggadewanama Jayabhayalan-
dipersoalkan keabsahannya. cana adalah Raja Kediri-Jawa timur yang
Sedangkan kekuasaan menurut konsep Jawa memerintah tahun 1135-1157. Jayabaya juga
adalah konkret, bersifat homogeny, jumlahnya dikenal sebagai raja yang membawa kesejahter-
terbatas atau tetap, dan tidak dipersoalkan aan bagi rakyatnya karena beliau bukan sekadar
keabsahannya (Anderson, 1972). Memang ada raja melainkan seorang pujangga dan peramal
benang merah antara sebagian besar konsep ulung pada zamannya. Banyak peristiwa yang
yang dimaksud tentang kepemimpinan versi terjadi di dunia dan Indonesia yang terkait dan
Jawa. Walaupun tidak secara khusus disebutkan dihubungkan dengan ramalan atau “jangka” Jay-
namun pola hubungan antara pemimpin dengan abaya termasuk dengan model ‘othak athik
yang dipimpin harus sejalan. Konsep itulah yang gathuk’. Beliau adalah raja yang ‘waskitha’, tajam
oleh kepemimpinan Jawa disebut Manunggaling intuisinya dan ‘weruh sa’durunge winarah’ (tahu
Kawula Gusti, yakni seorang pemimpin dengan sebelum diajarkan). Kesaktiannya dalam mera-
yang dipimpin bisa bersatu padu untuk mal diteruskan oleh Raden Ngabehi Ranggawar-
Menyaksikan perilaku manusia yang kian tidak repot ini, orang yang berbudi tidak
terkontrol, maka zaman ini pun layak disebut dipakai, demikianlah jika kita meneliti,
zaman edan seperti yang digambarkan dalam apa guna meyakini khabar angin,
serat Kalatidha (Wiwin W.R, 2012) bait pertama, akibatnya akan menyusahkan hati, lebih
kedua, kelima, keenam, dan ketujuh berikut. baik membuat karya-karya, kisah zaman
“mangkya darajating praja, kawuryan dahulu kala.
wus sunyaturi, rurah pangrehing ukara,
karana tanpa palupi, atilar silastuti, “keni kinarta darsana, panglimbang ala
sujana sarjana kelu, kalulun kala tida, lan becik, sayekti akeh kewala, lelakon
tidhem tandhaning dumadi, ardayengrat kang dadi tamsil, masalahing ngaurip,
dene karoban rubeda” (bait.1). wahaninira tinemu, temahan anarima,
mupus pepesthening takdir, puluh-puluh
Terjemahannya: anglakoni kaelokan” (bait.6).
situasi Negara saat ini, telah semakin
merosot, keadaan Negara telah rusak, Terjemahannya:
karena sudah tidak ada yang dapat diikuti kisah lama ini sebagai kaca benggala,
lagi, sudah banyak yang meninggalkan guna membandingkan salah dan benar,
tradisi, orang cerdik cendekiawan sebenarnya banyak sekali contoh-contoh,
terbawa arus zaman, suasananya dalam kisah-kisah lama, tentang
mencekam, sebab dunia penuh dengan kehidupan yang menyejukkan, akhirnya
kerepotan. pasrah, dan menyerahkan diri kepada
kehendak tuhan, dan segalanya itu
“retune ratu utama, patihe patih linuwih, karena sedang mengalami, kejadian yang
pra nayaka tyas raharja, panekare becik- aneh-aneh.
becik, paranedene tan dadi, paliyasing
kala bendu, mandar mangkin andadra, “amenangi zaman edan, ewuh aya ing
rubeda angrebedi, beda-beda ardaning pambudi, milu edan nora tahan, yen tan
wong saknegara” (bait.2). milu anglakoni, boya kaduman melik,
kaliren wekasanipun, ndilalah karsa allah,
Terjemahannya: begja-begjane kang lali, luwih begja kang
sesungguhnya rajanya termasuk raja eling lawan waspada”(bait.7).
yang baik, patihnya juga cerdik, semua
anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka Terjemahannya:
masyarakat baik, tapi segalanya itu tidak kehidupan dalam zaman edan memang
menciptakan kebaikan, oleh karena daya susah, akan mengikuti tidak sampai hati,
kekuatan zaman kala bendu, bahkan tetapi kalau tidak mengikuti gerak
kerepotan makin menjadi, lain orang lain zaman, tidak mendapat apapun juga,
pikiran dan maksudnya. akhirnya hanya dapat menderita
kelaparan, tapi sudah menjadi kehendak
“ujaring panitisastra, awewarah asung tuhan, bagaimanapun juga walaupun,
peling, ing zaman keneng musibat, wong orang lupa itu bahagia, tapi lebih bahagia,
ambeg jatmika kontit, mengkono yen yang senantiasa selalu ingat dan waspada.
niteni, pedah apa amituhu, pawarta
lolawara, mundhuk angreranta ati, Disebutkan, ramalan Jayabaya tulisan
angurbaya angiket cariteng kuna” Ranggawarsita ini merangkum waktu 2100
(bait.5). tahun rembulan, terbagi dalam 3 (tiga) zaman
besar yang disebut “Kali” yakni; Kali Swara, Kali
Terjemahannya: Yoga dan Kali Sangara. Setiap Kali berlangsung
di dalam Panitisastra, sebenarnya sudah 700 tahun dan dibagi dalam 7 (tujuh) zaman
ada peringatan, pada zaman yang serba kecil yang disebut “Kala”masing-masing 100
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Benedict. 1972. The idea of Power in Javanese Culture, dalam Holt. Culture and Politics in
Indonesia. Ithaca, London: Cornell University Press.
Any, Anjar. 1983. Ranggawarsita, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu.
Darmadjati, Supadjar. 1993. Nawangsari. Yogyakarta: Media Widya Mandala.
Endraswara, Suwardi. 2003. Mistik Kejawen, Sinkritisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya
Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Geertz, Clifford.1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. terjemahan Aswab Mahasin.
Jakarta:Pusataka Jaya.
Hidayat, Komaruddin dan Muhammad Wahyudi Nafis. 1995. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat
Perennial. Jakarta: Paramadina.
Kamajaya. 1980. Pujangga Ranggawarsita. Yogya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kamajaya. 1992. Karangan Pilihan KGPAA Mangkunegara iV. Yogyakarta: Yayasan Centhini.
Kamajaya, Karkoro Partokusuma. 1995. Kebudayaan Jawa Perpaduan dengan islam. Yogyakarta:
Ikapi DIY.
Marwoto, S. 2009. Ramalan Jayabaya Apa relevansinya dengan Ramalan Suku Maya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mochtar & S.Maimoen. 1982. Tahta Untuk Rakyat “Celah-Celah Kehidupan Sri Sultan Hamengkubuwono
iX”. Jakarta: Pt. Gramedia.
Mulyanto, dkk. 1990. Biografi Pujangga Ranggawarsita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Murdianto, Widyo Hari. 2005. Pembaharuan Otonomi Daerah. Yogyakarta: APMD Press.
Naisbitt,John dan Patricia Aburdane. 1990. Megatrend 2000. Jakarta: Binarupa Aksara.
Purwadi. 2005. Ratu Adil Hidayat Nurwahid Satria Pinandhita dari Prambanan. Yogyakarta: Hanan
Pustaka.
Rahimsyah.2006. Siti Jenar. Cikal Bakal Faham Kejawen. Pergumulan Tasawuf versi Jawa. Surabaya:
Pustaka Agung Harapan.
Rasyidi, H.M. 1975. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Simuh, 1988. Mistik islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi terhadap Serat Wirid
Hidayat Jati. Jakarta: UI Press.
Simuh. 1995. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf islam ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Soerjohoedojo, Soetardi. 1922. Serat Madu Rasa. Kediri: tan Khoen Swie.
Suyami. 2008. Konsep Kepemimpinan Jawa dalam Ajaran Sastra Cheta dan Asta Brata. Yogyakarta:
Kepel Press.
Syaidah, Khasnah. 2003. Agama Dalam Pandangan Futurolog. Jurnal Kajian Islam Interdisipliner
Vol.2.No.2. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Wibowo, Setyo. 2014. Ratu Adil, Kuasa dan Pemberontakan di Nusantara. Jakarta: Borobudur Writes
and Culture Festival.
Widyo Hari. 2005. transformasi Ekonomi-Politik Desa. Yogyakarta: APMD Press.
Widyawati R, Wiwin. 2012. Serat Kalatidha:tafsir Sosiologis dan Filosofis Pujangga Jawa terhadap
Kondisi Sosial. Yogyakarta: Pura Pustaka.