Professional Documents
Culture Documents
Prosedur Dan Pelaksanaan Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat Menurut Hukum Adat Wesei Wehali Oleh Fukun (Kepala Suku) Di Desa Umakatahan Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka
Prosedur Dan Pelaksanaan Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat Menurut Hukum Adat Wesei Wehali Oleh Fukun (Kepala Suku) Di Desa Umakatahan Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka
Prosedur Dan Pelaksanaan Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat Menurut Hukum Adat Wesei Wehali Oleh Fukun (Kepala Suku) Di Desa Umakatahan Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka
ABSTRACT
Keywords:
Procedures and Implementation of Granting of Ulayat Land Rights According to Wesei Wehali Customary
Law
ABSTRAK
Prisilia Floresta Santji Tae Bria. Prosedur Dan Pelaksanaan
Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat Menurut Hukum Adat
Wesei Wehali Oleh Fukun (kepala Suku) di Desa
Umakatahan Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten
Malaka. Dibimbing oleh: Sukardan Aloysius sebagai
Pembimbing I dan Darius Mauritsius sebagai Pembimbing
II.
Kata kunci:
Prosedur dan Pelaksanaan Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat
Menurut Hukum Adat Wesei Wehali
1. PENDAHULUAN
Tanah bagi kehidupan manusia sangatlah penting, Hal ini dikarenakan hampir
seluruh aspek kehidupan terlebih lagi bagi masyarakat Indonesia yang agraris. Tanah tidak
hanya dipahami sebagai sumber ekonomi saja. Namun bagi pihak lain memandang tanah
sebagai sesuatu yang sakral dan harus dijaga. Salah satunya adalah masyarakat adat. Tanah
adat merupakan tanah milik dari kesatuan masyarakat hukum adat. Sistem kepemilikan
tanah menurut hukum adat yang dapat dimiliki oleh warga pribumi dapat terjadi dengan
cara membuka hutan, mewarisi tanah, menerimah tanah karena pemberian, penukaran atau
pun hibah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tanah tersebut memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam hukum adat yaitu karena sifatnya, yakni merupakan satu-satunya
benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga akan bersifat
tetap dalam keadaannya bahkan kadang-kadang malahan menjadi lebih menguntungkan.
adapun faktor lain yaitu karena fakta, kenyataannya bahwa tanah itu merupakan tempat
tinggal masyarakat, memberikan penghidupan kepada masyarakat merupakan tempat
dimana para warga yang meninggal dunia dikuburkan, dan merupakan pula tempat tinggal
bagi danyang-danyang pelindung masyarakat dan roh-roh pelindung masyarakat.
Teori pemilikan tanah berdasarkan hukum adat adalah tanah merupakan milik
komunal atau persekutuan hukum (beschikkingsrecht). Dalam hal ini setiap anggota
Persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu
dan jika mereka mengerjakan tanah tersebut secara terus-menerus maka tanah tersebut
dapat menjadi hak milik secara individual. Dalam pandangan hukum adat menurut Herman
Soesang Obeng disebutkan, bahwa tanah dan manusia mempunyai hubungan sedemikian
erat, dan dalam jalinan pikiran (participerend denken), sehingga hubungan antara manusia
dan tanah merupakan suatu hubungan magis religius yang sedikit banyak mengandung
unsur kekuatan gaib (mistik).
Bagi pihak lain yang memandang tanah sebagai sesuatu yang sakral dan harus di
jaga khususnya tanah ulayat karena merupakan peninggalan nenek moyang ataupun
sebagai lambang identitas mereka. Konstitusi negara kita-pun melihat tanah sebagai sesuatu
yang harus dimanfaatkan dan dijaga untuk kepentingan bersama. Ini tergambar dalam
Undang-Undang Dasar Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi; Bumi, air dan kekayaan yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Sebagai tindak lanjut dari pasal 33 ayat (3) undang-undang Dasar
1945 yang berkaitan dengan bumi atau tanah, maka dikeluarkanlah Undang-Undang no 5
Tahun 1960 tentang peraturan Pokok Dasar Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah merupakan contoh sebuah undang- undang yang
paling unik dalam menetapkan hubungan antara masalah pertanahan dengan hukum adat.
Pada sistem hukum adat, dikenal dua jenis hak atas tanah yang saling mempengaruhi
dan saling terkait antara jenis hak atas tanah yang satu dengan yang lainnya. Jenis hak atas
tanah yang dimaksud adalah hak persekutuan hukum atau hak ulayat dan
hak perorangan. Sitorus (2011) dalam Sembiring (2016) menegaskan bahwa pada kondisi
umum, mendapatkan tanah ulayat tidak dimungkinkan tanpa izin dari masyarakat hukum
adat pemilik hak ulayat. Pada umumnya, tanah ulayat dipunyai oleh kelompok adat atau
suku tertentu sesuai letak tanah itu. Pengelolaan tanah ulayat tidak sama antara suku yang
satu dengan suku yang lain, itu sesuai dengan suku yang mengusai tanah ulayat tersebut
(Pellokila, 2021).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dalam
pengaturannya memberikan pengakuan kepada masyarakat hukum adat tetapi diformalkan
menjadi “desa adat”. Pasal 1 angka 1 menyatakan: “Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut dengan desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakasa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah yang akan diteliti yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur dan pelaksanaan pembagian hak atas tanah ulayat menurut hukum
adat wesei wehali oleh fukun (kepala suku) di Desa Umakatahan Kecamatan Malaka
Tengah Kabupaten Malaka?
2. Apa faktor-faktor yang menghambat proses pembagian hak atas tanah ulayat menurut
hukum adat wesei wehali oleh fukun (kepala suku) di Desa Umakatahan Kecamatan
Malaka Tengah Kabupaten Malaka?
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yang data penelitiannya diperoleh
langsung dari lokasi penelitian sekaligus menjadi data primer. Sedangkan data sekundernya
berasal dari peraturan perundang- undangan, artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan
topik penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dr.Hayatul Ismi, S.H,.M.H, 2017,Tinjauan Hukum Atas Hak ulayat Dalam Sistem
Hukum
Pertanahan Di Indonesia.
Muchsin, 2006, Kedudukan Tanah Ulayat Dalam Sistem Hukum Tanah Nasional, dalam
Varia
Peradilan Tahun XXI No. 245 April 2006. Ikahi. Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 2002, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Perseda,
Jakarta.
Dr. Jabalnur,S.H.,M.H, 2021, Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Di Wilayah Tanah
Nasional,
Jakarta.
Alting, Husen. Dinamika Hukum Dalam Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat
Hukum
Adat Atas Tanah (Masa lalu,kini dan Masa Mendatang). Yogyakarta:
LaksBang PRESSindo, 2010.
Hadikusuma, Hilman Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia,
Bandung: Mandar Maju, 2003.
Kornelis Bria, Hukum Adat Perkawinan Matrilineal Orang Malaka, Malaka:2022
Undang-Undang
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999
Jurnal
Jurnal pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol.8 No.1 (Februari, 2020)
Internet
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP
https://pembagian.hak.ulayat
https://kedudukan hukum adat sebelum dan//tanamo.blogspot.com