Prosedur Dan Pelaksanaan Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat Menurut Hukum Adat Wesei Wehali Oleh Fukun (Kepala Suku) Di Desa Umakatahan Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

PROSEDUR DAN PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK ATAS TANAH

ULAYAT MENURUT HUKUM ADAT WESEI WEHALI OLEH FUKUN


(KEPALA SUKU) DI DESA UMAKATAHAN KECAMATAN MALAKA
TENGAH KABUPATEN MALAKA

Prisilia Floresta Santji Tae Bria


Fakultas Hukum/Universitas Nusa Cendana Kupang e-
mail: prisiliabria@gmail.com

Pembimbing 1, Sukardan Aloysius, S.H.,


M.Hum.
Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang

Pembimbing 2, Darius Mauritsius, S.H., M.Hum.


Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang

ABSTRACT

Prisilia Floresta Santji Tae Bria. Procedure And


Implementation Of The Division Of Rights On The Land Of
Ulayat According To The Law Of Wesei Wehali By Fukun
(Head Of The Tribe) In The Village Of Umakatahan Guided
by: Sukardan Aloysius as Guider I and Darius Mauritsius as
Guide II.
Land for human life is very important. This is because
almost all aspects of human life require land, land is not only
understood as an economic resource, but for other parties, land is
seen as something sacred. One of them is indigenous peoples. In
implementing the distribution of customary land rights: (1) What
is the procedure and implementation of the distribution of
customary land rights according to Wesei Wehali customary law
by fukun (tribal chief) in Umakatahan Village, Central Malacca
District, Malacca District? (2) What are the inhibiting factors in
the distribution of customary land rights according to the
customary law of Wesei Wehali by the fukun (tribal head) in
Umakatahan
Village, Central Malacca District, Malacca District?
This research is an empirical juridical research in which this research was carried out in
Umakatahan Village, Central Malacca District, Malacca Regency. This study uses interview guidelines for
fifteen informants. The data are presented in simple tables and analyzed in a qualitative descriptive manner.
Based on the results of the research that has been done, it can be concluded (1) In the process of
dividing customary land rights according to Wesei Wehali customary law by the fukun (tribal head) in
Umakatahan village, Central Malacca sub-district, Malacca district, the fukun or tribal chief provides
information to oa'laen to provide invitations to indigenous peoples and village officials, sitting together in
traditional houses (tur lia) and performing traditional rituals, and designating shared communal land
objects. (2) The Inhibiting Factors in the process of distributing land rights according to customary law
wesei wehali by fukun (tribal chief) in Umakatahan Village, Central Malacca District, Malacca District,
namely the absence of approval or support from tribal members and the absence of tribal chiefs and village
officials in the appointment land to be shared.

Keywords:
Procedures and Implementation of Granting of Ulayat Land Rights According to Wesei Wehali Customary
Law

ABSTRAK
Prisilia Floresta Santji Tae Bria. Prosedur Dan Pelaksanaan
Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat Menurut Hukum Adat
Wesei Wehali Oleh Fukun (kepala Suku) di Desa
Umakatahan Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten
Malaka. Dibimbing oleh: Sukardan Aloysius sebagai
Pembimbing I dan Darius Mauritsius sebagai Pembimbing
II.

Tanah bagi kehidupan manusia sangatlah penting. Hal ini


dikarenakan hampir seluruh aspek kehidupan manusia
membutuhkan tanah, tanah tidak hanya dipahami sebagai
sumber ekonomi saja namun bagi pihak lain memandang tanah
sebagai sesuatu yang sakral. Salah satunya masyarakat adat.
Dalam menerapatkan pembagian tentang hak atas tanah ulayat:
(1) Bagaimana prosedur dan pelaksanaan pembagian hak atas
tanah ulayat menurut hukum adat wesei wehali oleh fukun
(kepala suku) di desa umakatahan kecamatan malaka tengah
kabupaten malaka? (2) Apakah Faktor-faktor penghambat dalam
pembagian hak atas tanah ulayat menurut ukum adat wesei
wehali oleh fukun (kepala suku) di desa umakatahan kecamatan
malaka tengah kabupaten malaka?
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris di mana
penelitian ini dilaksanakan di Desa Umakatahan Kecamatan
Malaka Tengah Kabupaten Malaka. Penelitian ini menggunakan
pedoman wawancara terhadap lima belas narasumber. Data
dipaparkan dalam tabel-tabel sederhana dan dianalisis secara
deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan (1) Dalam Proses pembagian hak atas tanah ulayat
menurut hukum adat wesei wehali oleh fukun (kepala suku) di
desa umakatahan kecamatan malaka tengah kabupaten malaka
adalah fukun atau kepala suku memberikan informasi kepada
oa’laen untuk memberikan undangan kepada masyarakat adat
dan aparat desa, duduk bersama dirumah adat (tur lia) dan
melakukan ritual adat, dan penunjukan obyek tanah ulayat yang
dibagi. (2) Adapun Faktor Penghambat dalam proses pembagian
hak atas tanah menurut hukum adat wesei wehali oleh fukun
(kepala suku) di desa umakatahan kecamatan malaka tengah
kabupaten malaka yaitu tidak ada persetujuan maupun dukungan
dari anggota suku dan ketidak hadiran kepala suku dan aparat
desa dalam penunjukan lahan yang akan di bagi.

Kata kunci:
Prosedur dan Pelaksanaan Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat
Menurut Hukum Adat Wesei Wehali

1. PENDAHULUAN
Tanah bagi kehidupan manusia sangatlah penting, Hal ini dikarenakan hampir
seluruh aspek kehidupan terlebih lagi bagi masyarakat Indonesia yang agraris. Tanah tidak
hanya dipahami sebagai sumber ekonomi saja. Namun bagi pihak lain memandang tanah
sebagai sesuatu yang sakral dan harus dijaga. Salah satunya adalah masyarakat adat. Tanah
adat merupakan tanah milik dari kesatuan masyarakat hukum adat. Sistem kepemilikan
tanah menurut hukum adat yang dapat dimiliki oleh warga pribumi dapat terjadi dengan
cara membuka hutan, mewarisi tanah, menerimah tanah karena pemberian, penukaran atau
pun hibah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tanah tersebut memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam hukum adat yaitu karena sifatnya, yakni merupakan satu-satunya
benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga akan bersifat
tetap dalam keadaannya bahkan kadang-kadang malahan menjadi lebih menguntungkan.
adapun faktor lain yaitu karena fakta, kenyataannya bahwa tanah itu merupakan tempat
tinggal masyarakat, memberikan penghidupan kepada masyarakat merupakan tempat
dimana para warga yang meninggal dunia dikuburkan, dan merupakan pula tempat tinggal
bagi danyang-danyang pelindung masyarakat dan roh-roh pelindung masyarakat.
Teori pemilikan tanah berdasarkan hukum adat adalah tanah merupakan milik
komunal atau persekutuan hukum (beschikkingsrecht). Dalam hal ini setiap anggota
Persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu
dan jika mereka mengerjakan tanah tersebut secara terus-menerus maka tanah tersebut
dapat menjadi hak milik secara individual. Dalam pandangan hukum adat menurut Herman
Soesang Obeng disebutkan, bahwa tanah dan manusia mempunyai hubungan sedemikian
erat, dan dalam jalinan pikiran (participerend denken), sehingga hubungan antara manusia
dan tanah merupakan suatu hubungan magis religius yang sedikit banyak mengandung
unsur kekuatan gaib (mistik).

Bagi pihak lain yang memandang tanah sebagai sesuatu yang sakral dan harus di
jaga khususnya tanah ulayat karena merupakan peninggalan nenek moyang ataupun
sebagai lambang identitas mereka. Konstitusi negara kita-pun melihat tanah sebagai sesuatu
yang harus dimanfaatkan dan dijaga untuk kepentingan bersama. Ini tergambar dalam
Undang-Undang Dasar Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi; Bumi, air dan kekayaan yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Sebagai tindak lanjut dari pasal 33 ayat (3) undang-undang Dasar
1945 yang berkaitan dengan bumi atau tanah, maka dikeluarkanlah Undang-Undang no 5
Tahun 1960 tentang peraturan Pokok Dasar Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah merupakan contoh sebuah undang- undang yang
paling unik dalam menetapkan hubungan antara masalah pertanahan dengan hukum adat.
Pada sistem hukum adat, dikenal dua jenis hak atas tanah yang saling mempengaruhi
dan saling terkait antara jenis hak atas tanah yang satu dengan yang lainnya. Jenis hak atas
tanah yang dimaksud adalah hak persekutuan hukum atau hak ulayat dan
hak perorangan. Sitorus (2011) dalam Sembiring (2016) menegaskan bahwa pada kondisi
umum, mendapatkan tanah ulayat tidak dimungkinkan tanpa izin dari masyarakat hukum
adat pemilik hak ulayat. Pada umumnya, tanah ulayat dipunyai oleh kelompok adat atau
suku tertentu sesuai letak tanah itu. Pengelolaan tanah ulayat tidak sama antara suku yang
satu dengan suku yang lain, itu sesuai dengan suku yang mengusai tanah ulayat tersebut
(Pellokila, 2021).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dalam
pengaturannya memberikan pengakuan kepada masyarakat hukum adat tetapi diformalkan
menjadi “desa adat”. Pasal 1 angka 1 menyatakan: “Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut dengan desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakasa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat Kabupaten Malaka, Kecamatan Malaka Tengah Desa umakatahan


adalah salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur yang mengembangkan dan menerapkan
hukum adatnya dalam relasi sosial dan bahkan disetiap bidang kehidupan masyarakat, salah
satunya dalam menerapkan aturan tentang pembagian hak ulayat. Mengenai mekanisme
pembagian hak ulayat di Desa Umakatahan Kecamatan Malakam Tengah Kabupaten Malaka
yang werwenang dalam pembagian hak ulayat tersebut adalah Fukun (kepala suku). Kepala
sukulah yang berwenang atas pembagian hak ulayat atas tanah dengan cara mendatangkan
semua masyarakat suku di Desa Umakatahan untuk bermusyawarah bersama dalam
pengambilan keputusan tentang pembagian hak ulayat, baru diputuskan oleh fukun (kepala
suku). Hal tersebut dilakukan fukun (kepala suku) karena tanah ulayat yang hendak
dibagikan bukun milik fukun (kepala suku) sendiri melainkan tanah ulayat itu milik satu
suku walaupun fukun (kepala suku) itu yang mempunya hak penuh untuk membagi hak
ulayat tersebut. Fukun (kepala suku) melakukan hal tersebut agar dapat menghindari
terjadinya konflik antar sesama masyarakat dalam suku tersebut. Pembagian hak ulayat
tentang tanah adat tersebut untuk hak pakai semata, namun bukan hak milik dikarenakan
tanah tersebut adalah tanah adat yang di miliki suku tersebut. sewaktu waktu Fukun (kepala
suku) bisa saja mengambil alih atau memindah tangankan soal hak pakai atas tanah tersebut
kepada pihak lain jika ada pihak lain yang ingin menggarap. Hal tersebut dilakukan oleh
fukun (kepala suku) karena fukun merupakan pimpinan dalam suku tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis berminat untuk mengadakan
penelitian menyusun penulisan hukum mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prosedur
dan pelaksanaan pembagian hak atas tanah ulayat yang kemudian penulis kontruksikan
sebagai judul yaitu:
PROSEDUR DAN PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK ATAS TANAH
ULAYAT MENURUT HUKUM ADAT WESEI WEHALI OLEH FUKUN (KEPALA
SUKU) DI DESA UMAKATAHAN KECAMATAN MALAKA TENGAH
KABUPATEN MALAKA.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah yang akan diteliti yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur dan pelaksanaan pembagian hak atas tanah ulayat menurut hukum
adat wesei wehali oleh fukun (kepala suku) di Desa Umakatahan Kecamatan Malaka
Tengah Kabupaten Malaka?
2. Apa faktor-faktor yang menghambat proses pembagian hak atas tanah ulayat menurut
hukum adat wesei wehali oleh fukun (kepala suku) di Desa Umakatahan Kecamatan
Malaka Tengah Kabupaten Malaka?

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yang data penelitiannya diperoleh
langsung dari lokasi penelitian sekaligus menjadi data primer. Sedangkan data sekundernya
berasal dari peraturan perundang- undangan, artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan
topik penelitian ini.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Bagaimana Prosedur dan Pelaksanaan Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat
MenurutAdat Wesei Wehali oleh Fukun atau Kepala Suku di Desa Umakatahan
Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka.
Dalam Peraturan PMNA/Ka.BPN No. 5 Tahun 1999 antara lain pasal 2 ayat (1)
mengatur tentang pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan
oleh masyarakat hukum adat. Namun dalam kenyataan yang terjadi dalam pembagian hak
atas tanah ulayat masyarakat di desa umakatahan yang berhak penuh dalam pembagian hak
ulayat adalah fukun atau kepala suku dan menggunakan hukum adat yang berlaku yaitu
hukum adat wesei wehali. pembagaian hak atas tanah ulayat di desa umakatahan dapat
dilakukan dengan berbagai prosedur antara lain:
a. Fukun atau Kepala Suku Memberikan Informasi Kepada Oa’laen untuk
Memeberikan Undangan Kepada Masyarakat Adat dan Aparat Desa.
Pada tahap ini oa’laen akan pergi mengundang atau menyampaikan informasi
atau mengundang kepada masyarakat adat dan aparat desa bahwa akan diadakan tur lia
atau duduk adat untuk membagi tanah ulayat kepada masyarakat yang berhak
mendapatakan hak atas tanah ulayat, sebelum menyampaikan informasi tersebut oa’laen
harus memakai kain adat dan membawa kakaluk atau tas adat yang berisi mamalulik
(sirih pinang) dan memberikan mamalulik kepada masyarakat adat dan aparat desa yang
diundang.
b. Duduk bersama dirumah Adat (Tur Lia) dan Melakukan Ritual Adat.
Sebelum pembahasan dimulai fukun melakukan pembantaian hewan untuk
mengambil darah hewan (sebagai simbol untuk makan bersama dengan para leluhur),
beserta siripinang dan lilin (sebagai bentuk persembahan kepada leluhur dan diteruskan
kepada tuhan agar diberikan berkat) untuk disajikan kepada leluhur sebagai simbol
untuk meminta ijin dan persetujuan kepada leluhur setelah itu akan dilakukan
pembahasan adat atau tur lia untuk membagi tanah ulayat kepada masyarakat yang
berhak untuk menerimanya dalam tur lia ini fukun akan memberikan kuasa penuh untuk
Apa Faktor-Faktor yang Menghambat Proses Pembagian Hak Atas Tanah Ulayat
Menurut hukum Adat Wesei Wehali oleh Fukun (kepala suku) di Desa
Umakatahan Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka?
Dalam pembagian hak tanah ulayat tentu ada saja faktor- faktor yang menghambat
pelaksanaan pembagian hak atas tanah ulayat antara lain;
a) Tidak ada Persetujuan Maupun Dukungan dari Anggota Suku.
Menurut Hukum Adat Wesei Wehali anak Perempuanlah yang mempunyai hak
Penuh dalam mendapatkan hak ulayat maupun warisan dari orang tua karena hukum
adat wesei wehali menganut sistem kekerabatan matrilineal namun hal itu membuat
tuntutan dari anak laki-laki pada penguasaan tersebut.
Dari hasil wawancara terdapat 2 anak laki-laki yang protes terhadap
pembagianhak ulayat, Hal ini terjadi karena saudari laki-laki tidak setuju terhadap
pembagian hakatas tanah ulayat yang diberikan kepada perempuan saja. Mereka
menganggap bahwa mereka juga harus mendapatkan harta dan hak atas tanah ulayat
karena apabila anak dari saudara perempuan menikah nanti mereka yang mempunyai
tanggung jawab penuh. Maka hal ini dapat menimbulkan permusuhan maupun
pertikaian antara anak laki-laki dan anak perempuan, bawasannya anak perempuan
tidak setuju karena apabila anak laki-laki menikah nanti dia harus berpindah ke
keluarga perempuan dan tidak boleh membawa harta warisan orang tua dan
menguasai hak atas tanah ulayat yang dimiliki suku tersebut.
Walaupun dalam hukum adat wesei wehali menganut sistem kekerabatan
matrilineal namun dalam pembagian hak ulayat terdapat kecemburuan sosial yang
mengakibatkan permasalahan antara sesama anak perempuan.
Dari hasil wawancara terdapat 2 anak perempuan yang protes terhadap
pembagian hak ulayat, Hal ini terjadi karena kurangnya kepuasaan antara mereka.
Misalnya si X mendapat tanah paling banyak karena anak perempuannya banyak
sedangkan si Y mendapat sebagian saja karena anak perempuaannya tidak sebanyak
anak perempuannya si X maka terjadilah pertikian antara mereka, apabila terjadi
pertikian maka Fukun atau kepala suku yang mendamaikan mereka, apabila kedua
pihak sudah damai maka kepala suku akan membagi ulang tanah ulayat dengan
catatantanah ulayat tersebut akan dibagi sama rata.
b) Ketidak Hadiran Fukun atau Kepala Suku dan Aparat Desa dalam Penunjukan Lahan
yang akan dibagikan.
Berdasarkan penelitian dari hasil wawancara dengan kepala suku Umakatahan
atau Umakatuas bahwa pernah terjadi 1 kasus dimana dalam penunjukan hak ulayat
kepala suku dan aparat desa tidak berkenan hadir dalam penunjukan lahan tersebut,
karena mereka sedang berhalangan oleh sebab itu penunjukan lahan tersebut
dibatalkan karena masyarakat adat percaya bahwa fukun memiliki peran penting dan
tokoh utama dalam penujukan lahan dan harus dihadiri oleh aparat desa untuk
mencatat luas tanah dan memberi batas-batas tanah tersebut. masyarakat terkait
tanah ulayat untuk digunakan tetapi tidak diperjual belikan. Setelah pembahasan tur
lia atau omong adat selesai maka siripinang yang disajikan kepada leluhur tersebut
akan dibagikan oleh fukun kepada masyarakat yang hadir pada saat itu. Setelah itu,
maka akan dilakukan makan bersama dirumah adat untuk merayakan pembagian atas
hak tanah ulayat yang sudah dilakukan.
c) Penunjukkan Obyek Tanah Ulayat yang dibagi.
Setelah pembahasan mengenai pembagian tanah ulayat dan pelaksanaan
ritual selesai maka fukun atau kepala suku bersama aparat desa dan masyarakat adat
serta yang mendapat hak tanah ulayat tersebut akan mengunjungi objek tanah yang
akan di bagikan sebagai suatu bentuk dukungan dan bukti nyata bahwa fukun atau
kepala suku telah sah memberikan tanah ulayat kepada masyarakat adat tersebut.
Setelah itu tanah akan di kelola oleh masyarakat adat yang menerima hak ulayat
tersebut sebaik mungkin.
4. PENUTUP
KESIMPULAN
Dari paparan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa proses pelaksaan
pembagian tanah ulayat ada beberapa hal yang perlu dilalui hingga ada juga hambatan
dalam proses Pembagian tanah ulayat oleh fukun atau kepala suku menurut adat wesei
wehali yaitu;
1. Dalam proses pembagian hak atas tanah ulayat menurut hukum adat wesei wehali oleh
fukun atau kepala suku di desa umakatahan ada beberapa hal yang perlu dilalui antara
lain:
a. Fukun atau kepala suku memberikan informasi kepada oa’laen untuk memeberikan
undangan kepada masyarakat adat dan aparat desa.
b. Duduk bersama dirumah adat (Tur Lia) dan melakukan ritual adat
c. Penunjukkan obyek tanah ulayat yang dibagi
2. Adapun faktor yang menghabat dalam proses pelaksanaan pembagian hak atas tanah
ulayat menurut hukum adat wesei wehali antara lain:
a. Tidak ada persetujuan maupun dukungan dari anggota suku.
b. Ketidak hadiran kepala suku dan aparat desa dalam penunjukan lahan yang akan
dibagikan.
SARAN
Dari kesimpulan diatas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal sebagai
saran antara lain:
a. Disarankan kepada pemerintah setempat untuk menjalin kerja sama dengan tua-tua adat
sehingga dapat menyelesaikan masalah tanah ulayat jika sewaktu-waktu akan terjadi lagi
di masyarakat adat setempat. Agar fukun atau kepala suku tidak terjadi kewalahan jika
menangani kasus.
b. Bagi para pihak yang terlibat dalam pembagian tanah ulayat agar tetap menciptakan dan
menjaga kerukunan yang didasarkan pada semangat kekeluargaan agar selalu terhindar
dari perselisihan yang dapat merusak hubungan kekeluargaan.
c. Bagi masyarakat adat setempat harus wajib mempertahankan dan menjalankan hukum
adat yang ada karena merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dr.Hayatul Ismi, S.H,.M.H, 2017,Tinjauan Hukum Atas Hak ulayat Dalam Sistem
Hukum
Pertanahan Di Indonesia.
Muchsin, 2006, Kedudukan Tanah Ulayat Dalam Sistem Hukum Tanah Nasional, dalam
Varia
Peradilan Tahun XXI No. 245 April 2006. Ikahi. Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 2002, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Perseda,
Jakarta.
Dr. Jabalnur,S.H.,M.H, 2021, Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Di Wilayah Tanah
Nasional,
Jakarta.
Alting, Husen. Dinamika Hukum Dalam Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat
Hukum
Adat Atas Tanah (Masa lalu,kini dan Masa Mendatang). Yogyakarta:
LaksBang PRESSindo, 2010.
Hadikusuma, Hilman Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia,
Bandung: Mandar Maju, 2003.
Kornelis Bria, Hukum Adat Perkawinan Matrilineal Orang Malaka, Malaka:2022

Undang-Undang
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999

Jurnal
Jurnal pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol.8 No.1 (Februari, 2020)
Internet
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP
https://pembagian.hak.ulayat
https://kedudukan hukum adat sebelum dan//tanamo.blogspot.com

You might also like