Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 73

Musculoskeletal,

spinal, cervical trauma

Oleh :
Wahyu Yuniati, S.Kep, Ns, M.Kep
GOALS :

Mahasiswa mampu melakukan simulasi


askep kasus kegawatdaruratan pada trauma
musculoskeletal, trauma spinal dan leher
OUTLINE
Introduction Trauma Muskuloskeletal Trauma Spinal dan Leher
- Luka dan Perdarahan
- Fraktur
TRAUMA MUSCULOSKLETAL
Trauma muskuloskeletal:
Cedera yang menyebabkan kerusakan jaringan
muskuloskeleletal meliputi: tulang, sendi, otot,
ligamen, saraf dan pembuluh darah
INTRODUCTION
Sistem muskuloskeletal terdiri atas : tulang, otot,
tendon, ligamen, sendi, syaraf dan vaskular yang saling
berkaitan.
• Tulang → tubuh terdiri atas 206 tulang sbg
penyangga tubuh, pelidung struktur, penggerak
dan lokasi produksi eritrosit
• Otot → otot polos (involunter), otot jantung
(involunter), otot rangka (volunter)
• Tendon → jaringan fibrosa otot-tulang (fleksi
dan ekstensi)
• Ligamen → jaringan fibrosa tulang-tulang
• Sendi → sambungan antara 2 buah tulang utk
bergerak

5
● Patients with blunt trauma also Significant blood loss is possible
incur injuries to the in major injuries patient
musculoskeletal system sustainded significant forces

INTRODUCTION

Clinicians must treat the whole Careful assessment !


patient to ensure and optimal Fractures and soft injuries may not
outcome be initially recognized in patients
with multiple injuries
Musculoskeletal Trauma
Circulatory : blood volume, cardiac output, bleeding

Hemorrhage → predominant cause of preventable deaths

Crucial steps :

- Identifying

- Quickly Controlling hemorrhage

- Initiating resuscitation
Elements of clinical observation
• Level Of Conciousness

Blood volume reduced → cerebral perfusion impaired → altered LoC

• Skin Perfusion

Patient with hypovolemia : ashen, gray facial skin, pale extremities

• Pulse

Assess a central pulse (femoral, carotid) bilaterally for quality, rate, regularity

Rapid, thready pulse is typically a sign of hypovolemia


Bleeding (Arterial, Vein, Capillary)
• Source of bleeding as external or internal

• External → can identified and controlled during the primary survey

• Internal → in the chest, abdomen, retroperitoneum, pelvis, and long bones

Source of bleeding can identified by physical examination and imaging (X-Ray)

“ Blood Loss from musculoskeletal injuries is not immediately recognized so

Recognized fractur femurs and any open long bone fractures with major soft-tissues
involvement “
Assesment
Loss of palpable pulse
Changes in pulse quality
Systolic blood pressure value
Interruption in arterial blood supply :

• A cold
• Pale
• Pulseless extremity
11
KLASIFIKASI & MANAJEMEN TRAUMA
MUSKULOSKELETAL

1. Soft Tissue Injury


2. Fraktur dan Dislokasi

12
1. Soft Tissue Injury

● Seluruh jaringan tubuh kecuali tulang


● Jenis :
a. Luka tertutup (close wound)
■ Sprain (robek otot e.c peregangan berlebihan)
■ Strain (keseleo/cedera ligamen disertai dislokasi tulang sementara)
b. Luka Terbuka
● Abrasio
● Laserasi
● Avulsi
● Amputasi

13
SPRAIN
Terjadi kerusakan pada jaringan ikat sendi (ligamen)
STRAIN
• Terjadinya kerusakan pada otot atau tendon
Penanganan Soft Injury
• Sprain/Strain
A. Close wound (secara umum) • Gejala : nyeri, edema, tendernes,
○ R (rest) sensasi terbakar dengan/tanpa
○ I (ice) ekimosis
○ C (compresion) • Terapi ringan : kontrol nyeri,
○ E (elevation) strapping(perban suportif) &
○ R (rujuk) imobilisasi
• Terapi berat :
✓ R (rest)
✓ I (ice)
✓ C (compresion)
✓ E (elevation)
✓ R (rujuk)

16
B. Open Wound
Cedera dimana kulit terbuka hingga jaringan di bawah nampak

Jenis Definisi Gambar Penanganan


lukas
Abrasio Ketika lapisan teratas kulit hilang Penatalaksanaa minimal.
Bersihkan luka, tutup luka (bila perlu)

Laserasi Luka pada kulit dan jaringan Ringan → sama seperti abrasio
dibawahnya denga tepi bergerigi Berat → irigasi lluka, bersihkan dari benda asing,
pada luka kontrol perdarahan (bebat-tekan) & cairan IV bila
perlu

Avulsi Lipatan kulit terpaksa terkoyak Perhatikan kemungkinan adanya cedera


dari tempatnya neurovaskular. Kontrol perdarahan. Pada bagian
avulsi dikelola dengan dgn balutan bertekanan
(basahi dg saline)

Amputasi Hilangnya sebagian atau seluruh Prinsip ABCDE → airway, breathing, sirkulasi
anggota badan atau pelengkap (cairan IV/transfusi, vasopresor), tanda
lain dari tubuh karena kecacatan dan kontrol pasien ttp hangat. Kontrol
iatrogenik/trauma nyeri dan pantau TTV
Perdarahan tekan langsung dgn torniquet
menutup aliran arteri.
Posisi syok → kepala redah, kaki terangkat
17
Pedoman Penatalaksanaan Secara Umum

● Pengkajian dugaan cedera neurovaskuler:


✓ Pain (skala nyeri 1-10)
✓ Pallor (cek warna area trauma & cek CRT)
✓ Pulses ( seberapa kuat nadi proksimal dan distal,
bandingkan dg area sehat)
✓ Parestesia (kaji kemungkinan mati rasa/sensasi lain)
✓ Paralisis (kemampuan menggerakaan bagian tubuh
setelah trauma, adakah kelemahan)

18
PENGKAJIAN UMUM

Inspeksi :
warna kulit; perubahan posisi ekstremitas; adanya edema,
swelling & ekimosis (memar); ROM; kesimetrisan ; dan deformitas

Palpasi :
temperatur; nyeri; tenderness (empuk saat ditekan);
krepitasi (rasa gemertak saat tulang digerakkan, gesekan
antar fragmen)

19
Tata Laksana :
● Primary survey dan resusitasi
○ Airway + kontrol servical → kaji kepatenan
○ Breathing → kaji RR, pergerakan dinding dada, kedalaman pernapasan, otot batu &
saturasi oksigen
Syok hipovolemik ditandai takikardi
○ Sirkulasi + kontrol perdarahan → kaji RR, TD, CRT, GCS.
Ada perdarahan balut tekan
Ada luka amputasi – tekan langsung & pasang torniquet tinggikan daerah tsb
○ Disability → tingkat kesadaran, status hemodinamik & GCS
○ Eksposure + kontrol lingkungan → cek deformitas, swelling, perubahan warna kulit,
memar, nyeri, tenderness, krepitasi, pergerakan
Kontrol lingkungan → mekanisme trauma pasien, adanya benda berbahaya,
pertahankan hangat

20
Nursing Management

● The nurse's primary role is to assess the patient and be alert to the signs and symptoms of
potential complications by performing a careful examination.
● The nurse should be suspicious and aware that other injuries could have occured.
● It is important to keep the patient's pain under control.
● The nurse needs to watch for the complications of a normal postoperative patient and other
complications
2. FRAKTUR DAN DISLOKASI

terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang


umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( Trauma)

24
MANIFESTASI KLINIK FRAKTUR

1. Nyeri
2. Bengkak
3. Echimosis
4. Deformitas
5. Krepitasi
6. Pergerakan abnormal

25
KLASIFIKASI FRAKTUR ➢ F. Terbuka (open fraktur) : ada hub
fragmen tulang dengan dunia luar
permukaan kulit
➢ F. Tertutup (close fraktur) : tidak
terdapat hub fragmen tulang dgn
dunia luar
➢ F. Kompresi : fraktur yang terjadi
sehingga tulang terdorong ke arah
permukaan lain
➢ F. Stres : fraktur karena tekanan yg
terus menerus
➢ F. Avulsi : fraktur karena tarikan
pada otot
➢ F. Greenstick : tulang tidak patah
sepenuhnya, jaringan tulang
menjadi lunak (seriing pada anak)
➢ F. Transversal : fraktur seperti garis
lurus (melintang)
➢ F. Kominutif : fragmen tulang
pecah menjadi beberapa potongan
➢ F. Impaksi : fraktur saat 2 tulang26
bertumpuk
Tahap penyembuhan Fraktur
1. Hematoma Fraktur ( 48 jam ssd trauma)
2. Penyerapan hematoma, & diisi oleh sel-sel
tulang baru (hari ke 2-1 minggu)
3. Pembentukan kalus ( tulang muda) (ssd 3
minggu)
4. Fase penyatuan ( 6-12 minggu)
5. Remodelling → (12-24 bulan)
Healing in Bone:
Healing in Bone:
PENATALAKSANAAN

Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan
( golden period ) 6-8 jam
Tindakan pre op :
a. Proteksi diri,
b. Cek Respon/kesadaran
c. ABCD
d. Hentikan perdarahan ( bebat tekan / heacting
situasi)
e. Imobilsasi ( pasang bidai )
f. Observasi TTV (bila px syok pasang infus )
g. Berikan Analgesik+Antibiotik+ Antitetanus

30
KOMPLIKASI FRAKTUR TERBUKA Osteomyelitis

1. Infeksi jaringan lunak


2. Tetanus
3. Gangren → gas yg dihasilkan karena
infeksi akibat bakteri sehingga terjadi
kematian jaringan
Malunion
4. Osteomyelitis → infeksi tulang karena Non union
bakteri/jamur dr aliran darah ke tulang
5. Mal union → keadaan tulang patah
yang telah mengalami penyatuan
dengan fragmen fraktur berada dalam
posisi tidak tepat
6. Non- union → fraktur tidak sembuh
dalam waktu antara 6-8 bulan dan
tidak terjadi konsolidasi sehingga dapat
pseudoartrosis (sendi palsu)

31
PENATALAKSANAAN FRAKTUR SECARA UMUM :

RESUSITASI DAN STABILISASI :


▪ Manajemen ABCDE
▪ Kontrol perdarahan
▪ Perawatan kemungkinan adanya syok
▪ Berikan pengontrol nyeri
▪ Tutup area cedera dengan dressing steril
▪ Cek nadi pre-post pembebatan
▪ Imobilisasi dengan bidai
▪ Cek nadi, gerakan motorik dan sensari
▪ Berikan antibiotik & tetanus profilaksis
▪ Jangan berusaha mengambalika tulang yang menonjol hingga ada tindakan dari ortopedik

32
KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
b. Kompartement Syndrom
c. Fat Emboli syndrom
d. infeksi
e. Avaskuler Nekrosis
f. Shock
2. Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed Union
b. Nonunion
c. Malunion
Sindroma kompartemen

❑ Tersumbatnya aliran darah ke distal fraktur sehingga dapat


menyebabkan pembusukan dan segera harus di fasiotomi
(dibelah)
❑ Gejala P5
1. Pain.
2. Pallor (slow capillary return).
3. Paresthesia (unrelieved tingling or numbness).
4. Puffiness (edema).
5. Pulselessness
❑ Penyebab
○ Ikatan spalk yang ketat
○ Imobilisasi (-)
○ Masase yang salah
Sindroma kompartemen

Kompartemen pada Kompartemen pada


cruris antebrachi
Sindroma kompartemen
Gambaran klinis :
● Nyeri pada peregangan pasif
● Gangguan sensoris (paresthesi, tebal)
● Kelemahan otot progresif
● Oedema
● Peningkatan tekanan dalam
kompartemen
● Hilangnya denyut nadi
DISLOKASI
DISLOKASI
• Perpindahan tulang dari sendir sehingga ada
peregangan abnormal ligamen pada sendi.
• Mudah didiagnosa karena daerah nampak
bengkak/memar hingga kemerahan
• Berbentuk aneh/berubah akibat trauma yg tidak
terduga
• Ditegakkan dengan x ray

38
GEJALA

• Gerak terbatas/hilang
• Nyeri saat digerakkan
• Mati rasa di sekita area
• Parasthesia (kesemutan) pada anggota gerak

39
PENANGANAN

➢ Terapi awal :
RICE (rest, ice, compression, elevasi)
➢ Terapi lanjutan :
1. Manipulasi atau reposisi (obat penenang/
anestesi untuk membuat pasien nyaman dan otot
di menjadi rileks). Ex : morfin (bila perlu)
2. Imobilisasi (bebat/splint atau gips selama
beberapa minggu)
3. Obat-obatan (pereda nyeri atau pelemas otot).
4. Terapi Rehabilitasi/latihan (untuk meningkatkan
kekuatan sendi dan mengembalikan jangkauan
geraknya).
5. Pembedahan jika ada saraf/pembuluh darah
yang rusak / tidak bisa kembali secara natural

40
Pengkajian
ABCs (Airway, breathing, and circulations)
Pemeriksaan fisik
Look: Luka/ Memar, Pucat/ Sianosis, Edema, Deformitas
Feel: Nyeri, Krepitasi, Tenderness (nyeri tekan)
Move: Tidak dapat digerakkan, Gerakan abnormal
Penatalaksanaan
Pertahankan Jalan Nafas (A)
Terapi Oksigen (B)
Hentikan Perdarahan, Tutup Luka (C)
Resusitasi Cairan
Manajemen Nyeri
RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation)
Imobilisasi Cedera -- Pembidaian
Mencegah Komplikasi Akut
(Kompartemen Syndrom, Deep vein
Thrombosis)
Diagnosa Keperawatan
Nyeri
Gangguan mobilitas fisik
Defisit perawatan diri
Intoleransi aktivitas
Gangguan integritas kulit
Gangguan neurovaskular perifer
Risiko jatuh
Risiko cidera
Perubahan eliminasi
Masalah Kolaborasi
● Perdarahan ● Infeksi paru
● Syok hipovolemia ● Infeksi Saluran Kemih
● Autonomic dysreflexia (ISK)
● Dekubitus ● Atropi otot
● Deep Vein Trombosis ● Kontraktur sendi
(DVT) ● Dislokasi sendi
● Kompartemen sindrom ● Risiko tidak efektifnya
● Emboli lemak pemeliharan protese
● Dislokasi prostese ● Respon pasca trauma

PERMENKES NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG


STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN DI RS
KHUSUS
Tindakan Keperawatan
● Pembalutan pada pendarahan
● Pembidaian faktur ekstremitas
● Penanganan syok
● Pemasangan armsling.
● Pemberian terapi: obat, produk darah
● Manajemen nyeri (farmakologi dan non farmakologi).
● Restrain fisik.
● Pemasangan splint.
● Positioning

PERMENKES NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG


STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN DI RS
KHUSUS
Imobilisasi Fraktur

Fraktur diimobilisasi -- splinting, gips, traksi

mengurangi nyeri, mencegah meluasnya cedera,


Mempertahankan kesejajaran tulang

(Potter & Perry, 2009)


Imobilisasi Fraktur
https://aotrauma.aofoundation.org/Structure/Pages/default.aspx

Traction Principle of 2
Splinting
IMOBILISASI FRAKTUR
TRAUMA SPINAL DAN LEHER

51
DEFINISI

Trauma spinal adalah peristiwa traumatis yang menghasilkan


gangguan pada fungsi sensorik, motorik, atau fungsi otonom yang
pada akhirnya mempengaruhi fisik, psikologis, dan sosial
kesejahteraan pasien (Fehlings et al., 2017).

Menurut Fan et al., (2018), Trauma spinal adalah kondisi yang dapat
menyebabkan disfungsi permanen dan menyebabkan komplikasi
seperti infeksi saluran kemih (ISK), gangguan fungsi neurologis, nyeri,
ulkus, hipotensi ortostatik (OH), dan fleksibilitas.

52
CEDERA SERVICAL

• Fraktur servikal yang paling fatal terjadi pada level servikal atas, yaitu pada
craniocervical junction C1 atau C2
• 20 - 75% dari fraktur vertebra servikal tersebut merupakan fraktur yang
tidak stabil
• 30-70% dihubungkan dengan cedera saraf sampai ke medula spinalis
• Klasifi kasi fraktur dapat mengambil beberapa bentuk tergantung dari besar
kecilnya kerusakan anatomis atau berdasarkan stabil atau tidak stabil.
• Major Frakture bila fraktur mengenai pedikel, lamina atau korpus vertebra
• Minor Fracture bila fraktur terjadi pada prosessus transversus, prosessus
spinosus2
53
54
55
56
57
58
59
PRIMARY SURVEY

Airway : dengan tetap mempertahakan


tulang leher in line position
Breathing : oksigenasai kp
Circulation : Cek syok, resusitasi kp
Disability : Cek GCS dan reaksi pupil, Nilai
kekuatan otot

60
61
62
NEXUS CRITERIA

Jika ditemukan lima kriteria pada pasien, kemungkinan cedera


tulang belakang rendah dan radiografi servical kemungkinan
tidak diperlukan
1. Tidak ada nyeri tekan pada bagian tengah servikal
2. Tidak ada deficit neurologi fokal
3. Kewaspadaan dan tingkat kesadaran normal
4. Tidak ada intoksikasi
5. Tidak ada rasa nyeri yang mengganggu cedera

63
64
lesi pada medula spinalis memberi gejala:

Gangguan motorik
● Kelumpuhan - setinggi lesi pada medulla spinalis sifatnya adalah LMN (Lower Motor Neuron)
sedangkan dibawah lesi dari segmen yang rusak kelumpuhan sifatnya UMN (upper Motor
Neuron), karena terganggunya traktus kortikospinalis. (traktus pyramidalis)
● kerusakan setinggi medula spinalis servical menyebabkan kelumpuhan tetraparese
● kerusakan medula spinalis thorakal s/d lumbal memberikan gejala paraparese
● kerusakan medula spinalis sacral menyebabkan gangguan miksi & defekasi tanpa para parese
● Suatu kerusakan yang akut pada medulla spinalis, biasanya timbul apa yang disebut spinal
shock yaitu berhentinya semua fungsi dibawah lesi. Shock ini dapat berlangsung sampai 6
minggu dan dalam fase shock ini timbul gejala gejala kelumpuhan berupa LMN, keadaan ini
berangsur-angsur membaik bila tidak ada lesi organis
lesi pada medula spinalis memberi
gejala :
Gangguan sensibilitas :
– Gangguan sensibilitas sifatnya adalah segmental, dapat terjadi hypestesia hingga anesthesia
mulai setinggi segmen medulla spinalis kebawah.
– Bila terjadi lesi total pada medulla spinalis (lesi tranversa) maka kedua jenis sensibilitas
(eksteroseptik & proprioseptik) ikut terganggu.

Gangguan miksi & defekasi


• Bila lesi transversal diatas konus medullaris dalam stadium dini akan timbul retensio urine,
kandung kemih penuh dengan urine oleh karena serabut serabut aferen terputus. Setelah itu
diikuti dengan keluarnya urine yang netes-netes disebut sebagai overflow inkontinesia.
• Bila lesi transversa ini sudah kronis maka akan terjadi kandung kemih autonomic yakni
pengosongan kadung kemih secara reflektorik.
THANK YOU

- Khesya Rushafa T (15)


- Zahra Qurrota A (28)

You might also like