Pov Gender Dalam Bahan Ajar Cetak Pada Pendidikan

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

PERSPEKTIF GENDER DALAM BAHAN AJAR CETAK PADA PENDIDIKAN

JARAK JAUH
Studi Kasus: Bahan Ajar Cetak Program Studi D2 Pendidikan Olahraga FKIP-UT

Santi Dewiki (santi@mail.ut.ac.id)


Dewi Mutiara (dewim@mail.ut.ac.id)
Universitas Terbuka

ABSTRACT

Gender issue becomes an interesting concern in education for there has been
cultural bias and gender inequalities that unconsiously spread out through
teaching and learning activities. Some learning materials, especially in
elementary and secondary schools, still show gender bias on occupation of
women in general. This article will describe some pictures and illustrations in
learning materials of diploma program of Teacher Training in Sport Education at
Universitas Terbuka. The result shows that although there were no conscious
gender sensitivity in the development of learning materials, fortunately there was
sufficient gender equality. Most of pictures and illustrations in the learning
materials could be considered neutral for it show genderless person. But
unfortunately in some learning materials cultural bias still prevails. Female
illustrations have been labelling sports which do not require much strength and
power such as basic gymnastic and child games, while male illustrations have
been labelling sports which require strength, speed, and power, such as
swimming, volley ball, and martial arts. In fact, all of those sports are competed
equally for both female and male. It is suggested that gender sensitivity should
be considered in developing learning materials so that cultural bias will not be
spread out unconsciously.

Key words: cultural bias, gender equality, gender sensitivity, learning material
development

Pasal 27 Ayat 1 Undang Undang Dasar 1945 (UUD 45) dengan tegas menyatakan
bahwa semua warga negara diperlakukan sama di hadapan hukum. Begitu pula dengan
peraturan perundangan lainnya yang telah mengakui adanya persamaan hak dan kedudukan
antara laki-laki dan perempuan. Hal ini diperkuat juga dengan telah diratifikasinya konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bbentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada tanggal 24 Juli
1984, melalui Undang Undang (UU) Nomor 80 tahun 1984. Hal tersebut memperkuat komitmen
Indonesia yang juga telah meratifikasi Konvensi Internasional Labour Organization Nomor 100
tahun 1951, mengenai azas pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan,
melalui UU Nomor 80 tahun 1957. Selain itu melalui UU Nomor 68 tahun 1985 diuraikan tentang
pengesahan konvensi hak-hak politik kaum perempuan.
Meskipun seluruh peraturan perundangan tersebut di atas telah mengakui adanya
persamaan hak dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, namun dalam kenyataannya
masih sering terjadi kasus ketidaksetaraan. Apa yang tercantum dalam peraturan perundangan
tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Kesempatan perempuan untuk duduk, terlibat dan
berpartisipasi di bidang-bidang tertentu seperti politik dan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya

41
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 41-50

pengambil keputusan (decision maker) masih sangat kecil (Subono, 2006). Demikian juga dalam
bidang pekerjaan di pabrik-pabrik, masih saja ada perbedaan antara upah buruh perempuan
dengan upah buruh laki-laki untuk pekerjaan yang sama, di mana upah buruh perempuan lebih
rendah daripada upah buruh laki-laki (Tambunan, 2007). Selain itu peraturan perundangan yang
sensitif gender seperti hak untuk melakukan cuti haid, banyak yang tidak diberikan karena kaum
perempuan dianggap tidak tahu dan tidak mengerti akan hak-haknya (Subiyantoro, 2007).
Perspektif gender adalah cara pandang yang melihat dampak dari atribut gender
seseorang pada kemungkinan orang itu untuk membangun kesempatan, peran sosial, dan
interaksinya dengan atribut gender yang berlawanan. Hal ini berbeda dengan perbedaan jenis
kelamin yaitu perbedaan yang diakibatkan adanya unsur biologis manusia, sedangkan
perbedaan yang disebabkan oleh konstruksi sosial disebut perbedaan gender (De Beauvoir,
1989).
Ketidaksetaraan dan ketidaksensitifan gender tersebut telah menyebar luas di
masyarakat atas pengaruh budaya patriarki yang telah mengakar di masyarakat. Budaya tersebut
secara sadar ataupun tidak sadar disebarluaskan pula di dalam dunia pendidikan yang mestinya
menjunjung tinggi kesetaraan gender. Sebagai contoh, banyak buku pelajaran di tingkat sekolah
dasar hingga tingkat menengah memanipulasi citra perempuan. Perempuan masih selalu
digambarkan ada di lingkungan rumah tangga, pekerjaannya hanyalah sebagai ibu rumah tangga
yang bertugas memasak, menyapu, mengasuh anak, dan belanja kebutuhan rumah tangga.
Walaupun dalam kenyataannya tidak ada lagi perbedaan antara insinyur perempuan dan insinyur
laki-laki atau antara dokter perempuan dengan dokter laki-laki, tetapi dalam buku Pelajaran
Bahasa Indonesia misalnya, profesi ini selalu digambarkan sebagai sosok laki-laki (Muthali’in,
2001).
Pemahaman yang keliru tentang perempuan tersebut terjadi, bahkan “dipelihara” dalam
buku-buku pelajaran di sekolah (”bias gender", 2000). Hasil analisis isi buku pelajaran yang
digunakan di sekolah dasar (SD) menunjukkan bahwa ilustrasi di dalam buku pelajaran lebih
banyak menonjolkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak laki-laki yang digambarkan
juga lebih beragam dan kreatif perannya dibandingkan anak perempuan. Selain itu, laki-laki lebih
banyak disebut di dalam buku-buku dibandingkan perempuan (UNICEF, 2007). Hasil penelitian
Logsdon (1985), serta Astuti, Indarti, dan Satriyani (1999) juga menunjukkan bahwa buku-buku
teks yang digunakan di SD, baik untuk pelajaran Bahasa Indonesia maupun pelajaran yang lain
ternyata memuat bias gender, yaitu memuat pemilahan antara laki-laki dan perempuan. Ayah
digambarkan bekerja di sektor publik seperti kantor, kebun dan sejenisnya, sedangkan ibu
digambarkan di sektor domestik, seperti dapur, memasak, mencuci, mengasuh adik, dan
sejenisnya.
Stereotipe gender sampai saat ini juga masih terus ada dan terefleksikan pada saat
calon mahasiswa memilih dan menentukan spesialisasi di sekolah kejuruan dan universitas, yang
tampaknya ada semacam diskriminasi atau bias gender yang dilakukan secara sadar oleh calon
mahasiswa berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Ilmu sosial umumnya banyak diambil
oleh siswa perempuan, sedangkan bidang teknologi banyak dipelajari oleh siswa laki-laki
(UNICEF, 2007).
Lebih lanjut menurut Astuti (dalam Margono, 2002), dalam evaluasi buku pelajaran
Bahasa Indonesia dan Matematika SD, SLTP, dan SMA, terlihat bahwa 95% gambar-gambar
dalam buku matematika adalah laki-laki. Apakah 95% laki-laki tersebut benar mempelajari
matematika? Bila seseorang melihat semuanya laki-laki, maka seakan-akan perempuan tidak
wajib belajar matematika.
Contoh lain, dalam buku-buku pelajaran pada umumnya aktivitas permainan anak
perempuan dan laki-laki digambarkan dengan pemisahan yang tegas, seperti anak laki-laki

42
Dewiki, Perspektif Gender dalam Bahan Ajar Cetak pada PJJ

bermain mobil-mobilan, sepak bola, berlari-lari dan naik ke pohon, sedangkan anak perempuan
bermain boneka atau masak memasak. Dalam buku-buku pelajaran itu permainan anak laki-laki
digambarkan dengan kegiatan fisik aktif dan mobil, sedangkan anak perempuan gambaran
fisiknya cenderung lebih pasif (Laksono, 2004).
Penanaman posisi yang keliru tersebut (bias gender) terus diacu sebagai suatu hal yang
wajar oleh peserta didik perempuan (mahasiswi) maupun laki-laki (mahasiswa). Akibatnya,
ketidakadilan gender terus berlangsung di sekolah-sekolah hingga sekarang. Kondisi ini tentu
saja memprihatinkan dan menjadi perhatian di kalangan pendidik sehingga menimbulkan
pertanyaan, apakah kondisi seperti ini juga terdapat dalam buku-buku yang digunakan di
perguruan tinggi, khususnya di Universitas Terbuka (UT). Untuk itu perlu dilakukan kajian
terhadap bahan ajar cetak UT yang menerapkan sistem pendidikan jarak jauh ditinjau dari
perspektif gender.
Dalam kajian ini perspektif gender digunakan untuk melihat apakah para penulis bahan
ajar di UT khususnya penulis bahan ajar mata kuliah untuk D2 Pendidikan Olah Raga sudah
mengakomodasi kesetaraan gender dalam hal mengilustrasikan gambar perempuan dengan
jenis-jenis olahraga. Hal tersebut sangat ditentukan pada proses pengembangan bahan ajar itu
sendiri. Pengembangan bahan ajar didasarkan pada kurikulum program studi. Sedangkan
kurikulum sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, sehingga akan menarik untuk ditelaah
bagaimana pengaruh konstruksi gender dan kesetaraan di dalam kurikulum, yang dicerminkan
dalam bahan ajar.

Bahan Ajar Cetak UT


UT adalah sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) yang menerapkan sistem pendidikan
jarak jauh (SPJJ) dalam proses belajar mengajarnya. Pendidikan jarak jauh (PJJ) dicirikan
dengan keterpisahan guru dengan murid karena faktor jarak dan waktu. Oleh sebab itu
sebagaimana diungkapkan oleh Bates (dalam Belawati, 2000) bahwa pendidikan jarak jauh
menggunakan perantaraan media seperti buku, radio, televisi, internet, tutor, dan komputer untuk
menyampaikan pesan-pesan pendidikannya. Dari berbagai media tersebut, maka mahasiswa UT
menggunakan bahan ajar cetak atau buku materi pokok (BMP) sebagai bahan ajar utamanya.
BMP tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat dipelajari mahasiswa secara
mandiri tanpa perlu kehadiran dosen. Yunus dan Pannen (2004), mengungkapkan bahwa bahan
ajar dalam PJJ merupakan satu-satunya medium yang memungkinkan mahasiswa belajar secara
independen dan otonom. Mahasiswa berinteraksi, menggali, mengkaji ilmu pengetahuan,
memecahkan masalah, serta berefleksi melalui bahan ajar sebagai sumber belajar, sumber ilham
dan sekaligus guru bagi mahasiswa.
Selanjutnya, Lockwood (1998) sebagaimana dikutip oleh Yunus dan Pannen (2004)
menguraikan bahwa bahan ajar PTJJ memiliki ciri-ciri khusus yang berkarakter membelajarkan
diri pebelajar sebagai berikut.
1. Individualisasi dalam belajar yakni mahasiswa dapat belajar sendiri tanpa harus menunggu
jumlah tertentu untuk membentuk kelompok belajar.
2. Fleksibilitas dalam belajar yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja tanpa terikat oleh
waktu atau tempat tertentu. Pebelajar dapat memutuskan sendiri waktu dan tempat belajar
yang diinginkan sesuai dengan keberadaannya.
3. Standarisasi materi ajar agar semua mahasiswa menerima dan menggunakan bahan dan
materi ajar yang sama.
4. Strukturisasi pengajaran yakni sajian bahan ajar ditata sedemikian rupa yang mencerminkan
strategi pembelajaran yang diperkirakan paling efektif dan efisien.

43
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 41-50

5. Aktivitas dalam belajar, yakni setiap mahasiswa secara individu belajar melalui pengalaman
belajar yang bermakna yang bertolak dari ide-ide atau topik-topik yang disajikan, bukan
sekadar menelan apa yang diceritakan tentang ide-ide itu.
6. Memiliki balikan yang memungkinkan mahasiswa secara terus menerus memperoleh
masukan untuk membantunya memonitor dan memperbaiki kemajuan belajarnya.
7. Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas, sehingga mahasiswa dapat memahami kompetensi
yang harus dicapai.

Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, Yunus dan Pannen (2004) selanjutnya


mendeskripsikan perbedaan antara bahan ajar PTJJ dan buku teks seperti terlihat pada Tabel 1.
Dengan demikian bahan ajar pada PTJJ khususnya di UT memang harus dirancang secara
khusus dan spesifik agar mampu digunakan dalam menunjang belajar mandiri mahasiswa.

Tabel 1. Perbedaan antara Buku Teks dengan Bahan Ajar PTJJ


Bahan Ajar yang Membelajarkan
Buku Teks
Mahasiswa ( PTJJ)
Berasumsi bahwa pembaca berminat membaca Membangkitkan minat baca mahasiswa untuk
topik pada buku teks. mempelajari bahan ajar mata kuliah yang diambil
Dirancang untuk umum Dirancang untuk pengguna khusus
Jarang menetapkan tujuan belajar Selalu menetapkan tujuan belajar
Ditata untuk para ahli yang berpengalaman Ditata menurut kebutuhan belajar
Sedikit atau tidak ada penilaian diri Menekankan pada penilaian diri
Jarang mengantisipasi kesulitan pengguna Menjaga potensi kesulitan pengguna
Biasanya menyajikan ringkasan Selalu menyajikan ringkasan
Menggunakan gaya impersonal Menggunakan gaya personal
Padat isi/materi Tidak hanya berisi/berorientasi pada materi
Pandangan pembaca jarang di minta Evaluasi pembelajar selalu disediakan
Tidak ada saran tentang keterampilan belajar Menyajikan saran belajar
Bertujuan untuk presentasi yang ilmiah Bertujuan untuk keberhasilan belajar
Dapat dibaca secara pasif Memerlukan respon yang aktif

Dalam kaitannya dengan bias gender, penulis tertarik untuk mengkaji BMP yang
diperuntukkan bagi mahasiswa D2 PENDOR yang berkode PPDO ini, yang seluruh
mahasiswanya adalah guru olahraga di SD. Demikian pula penulis buku-buku PPDO hampir
seluruhnya para pakar dan guru olahraga dari universitas negeri ternama.

Lingkup Kajian
Lingkup kajian meliputi seluruh BMP program studi D2 PENDOR yang berkode PPDO
sebanyak 21 mata kuliah, yang terdiri dari 17 Mata kuliah Keahlian Khusus (MKK) dan 4 Mata
kuliah Keahlian Berperilaku (MKB) seperti terlihat pada Tabel 2.
Sebagai data pendukung dilakukan wawancara dengan staf pengajar Bahasa Indonesia
FKIP UT dan para ilustrator PPBAC. Keterbatasan dalam tulisan ini adalah belum dilakukannya
wawancara terhadap para penulis BMP PPDO Program Studi D2 Pendor, karena waktu yang
sangat terbatas.

44
Dewiki, Perspektif Gender dalam Bahan Ajar Cetak pada PJJ

Tabel 2. Daftar Nama dan Kode Mata Kuliah pada Program Studi D2 PENDOR.
KODE MK NAMA MK
Kelompok MKK
PPDO 2101 Dasar-dasar Atletik
PPDO 2102 Perkembangan dan Belajar Motorik
PPDO 2103 Permainan Kecil di SD
PPDO 2201 Azas dan Falsafah Pancasila
PPDO 2203 Senam Dasar
PPDO 2204 Permainan Besar I (Sepak Bola)
PPDO 2301 Dasar-dasar Kinesiologi
PPDO 2302 P3K Pencegahan Cedera
PPDO 2305 Permainan Anak, Tradisional, dan Aktivitas Ritmik
PPDO 2401 Pendidikan Kesehatan
PPDO 2402 Dasar-dasar Kesehatan Olahraga
PPDO 2403 Permainan Besar II (Bola Voli dan Bola Tangan)
PPDO 2405 Dasar-dasar Kepelatihan
PPDO 2501 Mata Kuliah Pilihan I (Tenis Meja)
PPDO 2502 Mata Kuliah Pilihan I (Bulu Tangkis)
PPDO 2503 Mata Kuliah Pilihan II (Pencak Silat)
PPDO 2504 Mata Kuliah Pilihan II (Renang)
Kelompok MKB
PPDO 2104 Perencanaan Pembelajaran Penjaskes
PPDO 2202 Strategi Pembelajaran Penjaskes
PPDO 2303 Penilaian Pembelajaran Penjaskes
PPDO 2304 Administrasi Penjaskes dan Organisasi Olahraga

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penulis Modul Pendidikan Olahraga
Dari 21 judul BMP, sebagaimana tertera pada Tabel 3, hanya dua orang atau 9,52 %
penulisnya yang berjenis kelamin perempuan, sedangkan penulis laki-laki sebanyak 19 orang
(90,48%). Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan kurang terwakili sebagai penulis modul.
Proses pengembangan dan pemilihan penulis bahan ajar cetak UT jelas tidak melakukan
diskriminasi gender, melainkan hanya mempertimbangkan kualifikasi penulis. Melihat kenyataan
yang terkait dengan minimnya penulis perempuan mencerminkan bahwa ketersediaan sumber
daya perempuan sebagai guru atau ahli olahraga di Indonesia mungkin memang seperti itu
adanya. Hal tersebut dapat dipahami mengingat masih terdapatnya bias gender dalam
masyarakat yang berpengaruh terhadap pemilihan bidang studi di perguruan tinggi. Dengan
demikian kenyataan saat ini adalah bahwa penulis bahan ajar pendidikan olahraga masih
didominasi oleh laki-laki.

Gambar pada Sampul Depan BMP


Gambar di sampul luar (cover) BMP, hanya dua judul BMP yang sudah bergambar dan
multy colour, sisanya masih polos dan satu warna sesuai dengan warna fakultas yaitu ungu untuk
FKIP. Dari dua judul BMP yang telah bergambar tersebut hanya satu judul yang menampilkan
gambar manusia, yaitu PPDO 2501 Mata kuliah Pilihan I (Tenis Meja) dan bergambar seorang
laki-laki yang sedang bermain tenis meja. Sedangkan, untuk mata kuliah PPDO 2502 Mata
Kuliah Pilihan I (Bulu Tangkis), meskipun bergambar tetapi bentuknya tidak jelas apakah
menggambarkan laki-laki atau perempuan. Karena terbatasnya contoh maka tidak dapat
dilakukan generalisasi pada aspek tersebut.

45
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 41-50

Tabel 3. Daftar Nama Penulis Mata Kuliah pada Program Studi D2 Pendidikan Olahraga
KODE MK NAMA MK Penulis Modul
PPDO 2101 Dasar-dasar Atletik Drs. Djumiddar
PPDO 2102 Perkembangan dan Belajar Motorik Sugiyanto
PPDO 2103 Permainan Kecil di SD Drs. Syamsir Azis, M.Ed.
PPDO 2201 Azas dan Falsafah Pancasila Drs. Aip Syarifudin, M.Pd. dkk
PPDO 2203 Senam Dasar Drs. Sayuti Sahara, M.Kes.
PPDO 2204 Permainan Besar I (Sepak Bola) Drs. Sukatamsi
PPDO 2301 Dasar-dasar Kinesiologi Prof. Drs. Soedarminto, dkk
PPDO 2302 P3K Pencegahan Cedera Dra. Sayarti Soetopo, dkk
PPDO 2305 Permainan Anak, Tradisional, dan Aktivitas Ritmik Soetoto Pontjopoetro, dkk
PPDO 2401 Pendidikan Kesehatan Dra. Mu’rifah
PPDO 2402 Dasar-dasar Kesehatan Olahraga Drs. Yunusul Hairy, M.S.
PPDO 2403 Permainan Besar II (Bola Voli dan Bola Tangan) Drs. Bachtiar, dkk
PPDO 2405 Dasar-dasar Kepelatihan Drs. Yunusul Hairy, M.S.
PPDO 2501 Mata Kuliah Pilihan I (Tenis Meja) Tatang Muchtar, dkk
PPDO 2502 Mata Kuliah Pilihan I (Bulu Tangkis) Drs. Soemarno, dkk
PPDO 2503 Mata Kuliah Pilihan II (Pencak Silat) Drs. Soemarno, dkk
PPDO 2504 Mata Kuliah Pilihan II (Renang) Drs. Soemarno, dkk
PPDO 2104 Perencanaan Pembelajaran Penjaskes Subagiyo, dkk
PPDO 2202 Strategi Pembelajaran Penjaskes Rusli Lutan
PPDO 2303 Penilaian Pembelajaran Penjaskes Drs. Nurhasan, M.Pd.
PPDO 2304 Administrasi Penjaskes dan Organisasi Olahraga Drs. Waharsono

Gambar pada Isi Materi BMP


Berdasarkan hasil identifikasi penulis pada 21 judul BMP, terdapat 3.611 gambar atau
ilustrasi yang mendukung materi yang telah disampaikan dalam BMP. Jenis-jenis gambar dapat
dilihat pada Tabel 4. Kriteria jenis gambar yang diidentifikasi adalah gambar perempuan dan laki-
laki apabila berbentuk manusia, dan juga gambar yang bersifat non manusia atau gambar yang
netral gender. Gambar kemudian dianalisis berdasarkan jumlah dan frekuensinya. Selain itu
dilakukan pula verifikasi informasi secara interview terhadap para ilustrator dan penelaah BMP.

Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Gambar pada Isi BMP Program Studi D2 Pendidikan Olahraga
JUMLAH GAMBAR
JENIS GAMBAR
N F (%)
Perempuan 340 12,80
Laki-Laki 1.145 43,10
Tidak mengacu gender dan Nonmanusia 1.171 44,10
TOTAL 2.656 100,00

Tabel 4 menunjukkan bahwa ilustrasi atau gambar perempuan yang terdapat pada isi
BMP sebanyak 340 buah (12,80 %) lebih kecil dibandingkan ilustrasi laki-laki sebesar 1.145 buah
(43,1%). Namun demikian, cukup menarik pula bahwa gambar yang tidak mengacu ke gender
atau yang non manusia memiliki jumlah yang tertinggi yaitu 1.171 buah (44,10%).
Menurut fakta tersebut BMP Pendidikan Olahraga UT cukup netral gender, walaupun
tidak ada upaya yang disengaja untuk sensitif terhadap kesetaraan gender, sebagaimana
dicerminkan oleh komentator ilustrator BMP di Pusat Produksi Bahan Ajar Cetak UT. Mereka
menyatakan:
”Pada saat pembuatan gambar atau ilustrasi, kami tidak pernah bermaksud
untuk membuat gambar yang membedakan antara gambar perempuan atau
laki-laki dengan olahraga tertentu. Kami hanya menggambar berdasarkan
masukan (draft) dari penulis BMP atau menggambar sebagaimana biasanya

46
Dewiki, Perspektif Gender dalam Bahan Ajar Cetak pada PJJ

terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya yang bermain sepak bola


umumnya adalah laki-laki, maka secara otomatis pada saat pembuatan
gambar, pemain sepak bola digambarkan dengan sosok laki-laki”.

Jadi, menurut para ilustrator tidak ada maksud tertentu dalam pembuatan gambar.
Pernyataan tersebut memberi verifikasi tentang stereotyping yang sangat berpengaruh dan
berkembang di masyarakat sesuai kelaziman saja. Tidak adanya maksud untuk sensitif terhadap
permasalahan gender juga dikonfrmasikan oleh para penelaah BMP. Akan sangat menarik
apabila pada suatu saat dapat ditanyakan kepada para penulis BMP tentang apakah muncul
pemikiran yang sensitif gender dan mempertimbangkan kesetaraan gender ketika para penulis
menyusun BMP tersebut.
Apabila ditelaah secara lebih mendalam keberadaan berbagai jenis ilustrasi tersebut
berkaitan dengan jenis BMP maka dapat dikemukakan beberapa hal yang menarik sebagaimana
tertera pada Tabel 4. Apabila tidak ada upaya khusus untuk melakukan rekonstruksi gender
maka apa yang tertera di dalam ilustrasi buku hanya mencerminkan stereotyping yang terjadi di
masyarakat. Walaupun jumlah dan jenis olah raga yang dipertandingkan di kelas dunia seperti
olimpiade relatif sama untuk laki-laki dan perempuan, namun telah tertanam dalam konsep
masyarakat bahwa olahraga yang berat adalah olahraga untuk laki-laki, sedangkan perempuan
lebih memilih olahraga yang ringan dan membutuhkan kelenturan.
Stereotyping tersebut tampaknya mempengaruhi para ilustator dalam membuat ilustrasi
BMP. Hal ini terjadi kemungkinan karena dalam alam imajinasi ilustrator telah tertanam bias
gender sejak berada di sekolah dasar sampai ke tingkat pendidikan terakhir bahwa setiap cabang
olahraga yang tersedia kebanyakan diikuti oleh laki-laki, sedangkan cabang olahraga yang diikuti
perempuan hanya sedikit dan biasanya olahraga yang ringan dan lentur saja. Hal ini dapat dilihat
pada BMP mata kuliah PPDO 2203 Senam Dasar yang jumlah ilustrasi perempuan sangat
banyak 223 buah (33,10%). Senam dasar adalah olahraga yang membutuhkan kelenturan dan
ketekunan yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai kualitas yang dikuasai oleh kaum
perempuan.
Ilustrasi yang bersifat netral seperti ilustrasi berbentuk kepala hitam yang dilihat dari
belakang, gambar berbentuk segitiga, segi empat atau noktah-noktah berjumlah 2.126 buah
(58,88%) banyak dijumpai dalam BMP PPDO 2101 Dasar-dasar Atletik, PPDO 2203 Senam
Dasar, dan PPDO 2403 Permainan Besar II (Bola Voli dan Bola Tangan). Hal ini disebabkan
karena pada BMP tersebut banyak menjelaskan teori dasar atletik sehingga penggambarannya
pun abstrak. Demikian pula untuk olah raga berkelompok, seperti senam berkelompok,
permainan bola voli, dan bola tangan maka ilustrasi cenderung netral gender dan tidak
menggambarkan keadaan realitas secara natural. Hal tersebut dilakukan karena
mempertimbangkan segi kepraktisan, sehingga ilustrasi tidak menggunakan terlalu banyak
halaman.
Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa jenis olahraga yang
membutuhkan banyak kelenturan tubuh, permainan ringan dan berirama, banyak diilustrasikan
dengan gambar perempuan. Sedangkan olahraga yang memerlukan kecepatan tinggi dan tenaga
yang relatif lebih kuat, seperti; sepak bola, renang, bola voli, tenis meja, dan pencak silat
sebagian besar diilustrasikan oleh laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena masyarakat
sudah menilai atau men-stereo type-kan perempuan dengan gambaran lemah gemulai sesuai
dengan irama musik dan tidak menyukai olahraga atau permainan yang banyak mengeluarkan
tenaga.
Selanjutnya, apabila dilihat dari segi bahasa, kata atau penyebutan untuk peserta didik di
setiap jenjang pendidikan dalam BMP, para penulis umumnya menggunakan kata siswa yang

47
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 41-50

memang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Depdiknas, 2001) berarti murid
atau pelajar, dan para penulis bahan ajar tersebut tidak menggunakan padanan kata siswi untuk
menunjukkan murid perempuan. Hal ini dimungkinkan sebagaimana menurut Pusat Bahasa kata
siswa tidak bergender, sebagaimana pula dengan kata mahasiswa.

Tabel 5. Jumlah dan Jenis Gambar pada BMP Program Studi D2 Pendidikan Olahraga
JENIS GAMBAR
KODE & NAMA MATA KULIAH PEREMPUAN LAKI-LAKI NETRAL TOTAL
JML F (%) JML F (%) JML F (%) JML F (%)
PPDO 2101 Dasar-dasar Atletik 4 1.1 74 6,4 453 38.6 531 19.9
PPDO 2102 Perkembangan dan Belajar
Motorik
2 0.5 25 2.1 18 1.5 45 1.7
PPDO 2103 Permainan Kecil di SD 1 0.2 2 0.1 2 0.2 5 0.2
PPDO 2201 Azas dan Falsafah Penjaskes 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0
PPDO 2203 Senam Dasar 223 66 65 5.6 386 32.9 674 25.3
PPDO 2204 Permainan Besar I (Sepak Bola) 0 0.0 255 22.2 1 0.1 256 9.6
PPDO 2301 Dasar-dasar Kinesiologi 18 5.2 43 3.7 9 0.8 70 2.6
PPDO 2302 P3K dan Pencegahan Cedera 1 0.2 19 1.6 17 1.5 37 1.3
PPDO 2305 Permainan Anak, Tradisional, dan
Aktivitas Ritmik
33 9.7 9 0.7 54 4.6 96 3.6
PPDO 2401 Pendidikan Kesehatan 6 1.7 10 0.8 0 0.0 16 0.6
PPDO 2402 Dasar-dasar Kesehatan Olahraga 10 2.9 37 3.2 0 0.0 47 1.8
PPDO 2403 Permainan Besar II (Bola Voli dan 1 2.2 129 11.2 156 13.3 286 10.8
Bola Tangan)
PPDO 2405 Dasar-dasar Kepelatihan 1 0.2 12 1.0 6 0.5 19 0.7
PPDO 2501 Mata Kuliah Pilihan I (Tenis Meja) 15 4.4 124 10.8 37 3.2 176 6.6
PPDO 2502 Mata Kuliah Pilihan I (Bulutangkis) 3 0.8 30 2.6 5 0.4 38 1.4
PPDO 2503 Mata Kuliah Pilihan II (Pencak Silat) 0 0.0 108 9.4 0 0.0 10 0.4
PPDO 2504 Mata Kuliah Pilihan II (Renang) 5 1.5 165 14.4 24 2.1 194 7.3
PPDO 2104 Perencanaan Pembelajaran
Penjaskes
0 0.0 1 0.1 1 0.1 2 0.1
PPDO 2202 Strategi Pembelajaran Penjaskes 16 4.7 28 2.4 1 0.1 45 1.7
PPDO 2303 Penilaian Pembelajaran Penjaskes 0 0.0 8 0.1 0 0.0 8 0.3
PPDO 2304 Administrasi Penjaskes dan
Organisasi Olahraga
1 0.2 1 0.1 1 0.1 3 0.1
TOTAL 340 100,0 1.145 100,0 1.171 100,0 2.656 100,0

Dalam kajian ini, ada penulis bahan ajar pendidikan olahraga UT (PPDO 2101 Dasar-
dasar Atletik) yang menggunakan kata majemuk putra-putri, tanpa memisahkannya
(menggunakan kata putra saja atau putri saja), tetapi penulis tersebut banyak yang mengambil
contoh nama dengan menggunakan nama laki-laki seperti Amir, Budi, dan lain-lain.
Lebih lanjut dari hasil kajian ini diketahui bahwa dari 21 BMP Pendidikan Olahraga, 16
BMP tidak ada bias gender. Hal ini disebabkan karena materi bahan ajar ini berlaku umum
seperti materi P3K dan pencegahan cedera, dasar-dasar kinesiologi, perencanaan pembelajaran
penjaskes, dasar-dasar atletik, perkembangan dan belajar motorik, permainan kecil di SD, dasar-
dasar kepelatihan, pendidikan kesehatan, dasar-dasar kesehatan olahraga, bulutangkis, pencak
silat, dan renang. Dalam materi-materi tersebut tidak memiliki contoh, hanya menguraikan
konsep-konsep. Dalam uraiannya juga tidak menggunakan kata-kata putera atau puteri tetapi
menuliskan kata atlet atau anak yang netral gender pula.
Pada BMP PPDO 2303 Penilaian Pembelajaran Penjaskes, semua uraian konsep tidak
menggunakan contoh yang berbias gender, karena materi bahan ajar tersebut menjelaskan
tentang pengukuran teknik dasar cabang olahraga, komponen fisik, kemampuan gerak dasar dan
kebugaran jasmani yang telah ditentukan oleh metode yang sesuai dengan perbedaan seks atau
jenis kelamin. Tetapi pada tes formatif 1, 2, dan 3 sebesar 26, 67% menggunakan nama-nama

48
Dewiki, Perspektif Gender dalam Bahan Ajar Cetak pada PJJ

laki-laki seperti Aman (hal. 9.20), Amir (hal. 9.23), Amat (hal. 9.27), Badu (hal. 9.39) dan ada satu
tabel memakai nama-nama laki-laki (hal. 8.36 – 8.39). Contoh: “Si Amat mengambil 14 mata
pelajaran yang diberi nilai ……”
Dalam BMP PPDO 2305, penjelasan tentang permainan anak, tradisional, dan aktivitas
ritmik tidak berbias gender, kecuali pada permainan raja-raja yang merupakan permainan
tradisional yang memang sudah berbias gender (mengapa tidak permainan para ratu?). Dalam
menjelaskan materi tentang strategi pembelajaran dan pendidikan jasmani dan kesehatan
menggunakan nama anak laki-laki sebagai contoh penyampaian informasi.
Pada materi PPDO 2201 menjelaskan pendidikan olahraga untuk anak laki-laki dan
perempuan secara proposional. Begitu juga uraian tentang perkembangan fisik anak laki-laki dan
perempuan sesuai dengan perkembangan alat kelamin yang memang ada perbedaannya secara
biologis.

PENUTUP
Dari hasil dan pembahasan di atas dapat diketahui bahwa dilihat dari segi gambar atau
ilustrasi, BMP Program studi D2 Pendidikan Olahraga UT dikembangkan tanpa menyadari
perspektif gender. Namun demikian dilihat dari 21 BMP yang ditelaah, sebagian besar (16 BMP)
dapat dikatakan netral dan tidak mengistimewakan salah satu gender. Selain itu presentase
terbesar (44,10%) dari semua ilustrasi yang dibuat adalah netral, atau tidak mengacu ke bentuk
manusia secara eksplisit. Adapun pada beberapa BMP penggambaran laki-laki sebagai subjek
dalam ilustrasi lebih mendominasi dibandingkan dengan perempuan. Gambar laki-laki terutama
digunakan untuk olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik, sedangkan gambar perempuan
digunakan untuk mengilustrasikan contoh olahraga yang ringan, membutuhkan kelenturan dan
keluwesan.
BMP yang lebih banyak menggunakan ilustrasi perempuan adalah: BMP PPDO 2203
tentang senam dasar sebanyak 223 (66%), sedangkan BMP yang memuat ilustrasi atau gambar
laki-laki yang paling banyak adalah BMP PPDO 2204 tentang permainan besar 1 (sepak bola)
sebanyak 255 (22,3%).
Berdasarkan kajian tersebut, di masa yang akan datang perlu ditekankan pentingnya
prinsip kesetaraan gender, dengan cara mensosialiasikannya sejak tahap penulisan dan
penelaahan bahan ajar, sehingga UT melalui BMP secara sengaja dan disadari adalah
mendukung kesetaraan gender, dan tidak secara salah kaprah mengikuti bias dan stereotyping
yang ada di masyarakat. Hal tersebut penting mengingat bahan ajar tercetak adalah sumber
belajar utama bagi mahasiswa UT.

REFERENSI
Astuti, M., Aisyah I., & Satriyani, S.H. (1999). Bias gender dalam buku pelajaran Bahasa
Indonesia. Jurnal Gender, 1 (1) Juli 1999. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas
Gajah Mada.
Belawati, T. (2000). Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan terbuka dan jarak jauh. Jakarta:
Universitas Terbuka.
De Beauvoir, S. (1989). Second sex, fakta dan mitos (terjemahan oleh Febriantono, T. B., 2003).
Surabaya: Pustaka Promethea.
Bias gender menuju keadilan gender (2000, 8 September), Kompas, hal. 10.
Laksono, K. (2004). Bias gender dalam Bahasa Indonesia. Makalah pada Seminar Ilmiah Wisuda
Periode III UT.
Lockwood, F. (1995). Open and distance learning today, London: Routledge.

49
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 41-50

Logsdon, M. (1985). Gender roles in elementary school texts in Indonesia. Dalam Women in Asia
The Pasific. Hawaii: The Women’s Studies Programm, University of Hawaii.
Margono, G. (2002). Perbedaan gender dalam matematika. Jurnal Perempuan, 23, 67-70
Muthali’in, A. (2001). Bias gender dalam pendidikan. Surakarta: UMS.
Pusat Bahasa Depdiknas (2001). Kamus besar bahasa Indonesia (3rd ed). Jakarta: Balai
Pustaka.
Subiyantoro, E. B. (2007). Buruh anak perempuan bekerja tanpa jaminan hukum. Jurnal
Perempuan, 56, 43-44
Subono, I.N. (2006). Ilmu politik, bias gender dan penelitian feminis. Jurnal Perempuan, 48, 56.
Tambunan, R. O. (2007). Buruh perempuan Indonesia dan gejala globalisasi. Jurnal Perempuan,
56, 60-61.
Yunus, M. & Pannen, P. (2004). Pengembangan bahan ajar pendidikan tinggi Jarak Jauh,
Makalah dalam buku Pendidikan Tinggi Jarak Jauh. Jakarta: Universitas Terbuka.
UNICEF. (2000). Pendidikan untuk anak perempuan di Indonesia. Diambil 2 April 2007, dari
www.unicef.org/indonesia/id/Facts_sheet_on_Girls_education_ind_pdf.

50

You might also like