Professional Documents
Culture Documents
Lucida
Lucida
Lucida
Henny Lucida1, Khairil Armal2, Harefa3, Muslim Suardi1, Puspa Pameswari1, Miranda
Yuneidi1, Allan Bara Yufi1 , Lahvem Alginda1, Lisa Bella Aprianda1
1 Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
2 Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
3 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Zein Painan
email: hennylucida@gmail.com
ABSTRACT
172
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
173
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
174
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
selang waktu 24 jam untuk melihat kertas saring kemudian filtrat diambil
stabilitas larutan. dan diukur absorbannya dengan
Sefotaksim dosis 1 g spektrofotometer UV. Penetapan
dilarutkan dengan 2,5 mL aqua pro kadar juga dilakukan pada selang
injection kemudian dikocok sampai waktu 24 jam untuk melihat stabilitas
homogen. Larutan disaring dengan larutan.
175
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Tabel I. Data ketepatan volume pelarut untuk rekonstitusi meropenem sefotaksim dan
seftriakson di 3 rumah sakit yang diamati
176
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Tabel III. Kadar zat aktif di dalam sediaan parenteral setelah direkonstitusi atau dicampur
No. Nama zat aktif Kadar zat aktif setelah rekonstitusi/pencampuran Keterangan
(%)
Prosedur sesuai Prosedur di rumah sakit
literature
1. Meropenem 100,55% (t=0) 78,56% (t=0)
98,95% (t=24 jam) 78,50% (t=24 jam)
91,05% (t=48 jam) 73,32% (t=48 jam)
2. Sefotaksim 102,07% (t=0) 88,35% (t=0) Terjadi
96,31% (t=24 jam) perubahan
93,43% (t=48 jam) warna setelah
disimpan
3. Fenitoin natrium 91,76% (t=0) 89,44% (t=0) Terjadi
80,72% (t=24 jam) 82,96% (t=24 jam) pengendapan
76,00% (t=48 jam) 76,72% (t=48 jam)
Gambar 1. Pengendapan fenitoin setelah pencampuran dengan NaCl 0,9% (kiri) dan Ringer
laktat (kanan)
177
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
menempel pada penutup vial dan jarum terlarut dengan sempurna sebelum
suntik (IV Reconstitution Video, 2010). diinjeksikan kepada pasien.
Jika dilihat dari cara merekonstitusi Sediaan injeksi seftriakson di RSUD
sediaan ada beberapa perawat yang Dr. M. Zein Painan disiapkan dengan cara
mengocok vial dengan posisi jarum tetap melarutkan 1 g serbuk kering dalam vial
berada di dalam vial dan ada sebagian dengan 10 ml aqua pro injeksi (sesuai dengan
dengan jarum dikeluarkan dari dalam vial. literatur dan instruksi pabrik). Untuk
Dan pada saat mengocok vial/botol ada yang pemberian 2 g tetap di larutkan masing-
mengocok dengan kencang dan tidak pada masing 1 gram dan untuk pemberian 500 mg
posisi 90o sehingga ditemukan serbuk pada tetap dilarutkan 1 gram dalam vial 10 ml
tutup vial, dan pada beberapa kasus kemudian diambil 5 ml, dan sisanya hanya
ditemukan serbuk yang tidak larut pada dibuang saja. Untuk kasus seperti ini,
bagian bawah vial. Tetapi sebagian besar sebaiknya jika pasien yang mendapat dosis
kasus serbuk terlarut dengan sempurna. 500 mg lebih dari satu orang maka
Seharusnya pada saat pengocokan vial, jarum penyiapannya dapat dilakukan secara
dibiarkan di dalam vial, hal ini bertujuan bergantian. Maksud secara bergantian adalah
untuk mencegah menempelnya kontaminan 10 ml diambil 5 ml untuk pasien A dan 5 ml
pada jarum suntik. Pengocokan sebaiknya lagi untuk pasien B, begitu seterusnya untuk
dilakukan pada posisi 900 karena pada posisi pasien dengan regimen yang sama.
ini kontak antara zat dengan pelarut lebih Cara rekonstitusi di atas sudah benar,
besar dan zat dapat terlarut dengan baik. seftriakson 250 mg, 500 mg, 1 g, atau 2 g
Pengocokan tidak boleh dilakukan terlalu masing-masing dapat direkonstitusi dengan
kencang, karena dapat menyebabkan serbuk 2,4; 4,8; 9,6; atau 19,2 ml larutan IV
tertinggal dibagian bawah tutup vial. kompatibel untuk mendapatkan larutan
Proses rekonstitusi meropenem dengan konsentrasi sekitar 100 mg/ml
dengan aqua pro injection dengan volume (AHFS, 2011; Trissel, 2009). Seftriakson
separuh dari yang seharusnya yang direkonstitusi dengan aqua pro injeksi
memperlihatkan konsentrasi meropenem yang menghasilkan konsentrasi 100 mg/ml
yang berbeda serta akan mempengaruhi hanya boleh disimpan maksimum 6 jam pada
kesempurnaan kelarutannya di dalam sediaan suhu < 250 C atau 24 jam dalam lemari es
akhir. Meropenem agak sukar larut dalam air (instruksi pabrik). Seftriakson yang
dengan kelarutan 1:30-100 sehingga direkonstitusi dengan dekstrosa 5%, SWFI,
meropenem belum dapat larut dengan atau NaCl 0,9% dengan konsentrasi 100
sempurna apabila 1 g dilarutkan dalam 10 mg/ml stabil selama 2 hari bila disimpan
mL air steril, begitu juga dengan 500 mg pada suhu kamar (250 C) (Association
yang dilarutkan dengan 5 mL air steril seperti Pharmacist American, 2010).
yang dilakukan di rumah sakit. Kelarutan Sediaan injeksi sefotaksim disiapkan
yang tidak sempurna akan mempengaruhi dengan melarutkan 1 g serbuk kering
kadar obat di dalam darah sehingga akan sefotaksim dalam vial dengan 5 ml aqua pro
mempengaruhi keefektifan obat dalam injeksi (sesuai dengan literatur dan instruksi
menyembuhkan infeksi yang diderita oleh pabrik), dan untuk pemberian 2 g tetap
pasien. Pada studi lain dinyatakan bahwa, dilarutkan 1 gram dalam 5 ml aqua pro
konsentrasi yang optimal meropenem adalah injection sebanyak dua kali. Sefotaksim 500
50 mg/mL sehingga meropenem dapat mg, 1 g, 2 g masing-masing dapat
disimpan selama 8 jam pada suhu 25°C dan direkonstitusi dengan 10 ml aqua pro injeksi
48 jam pada suhu 4°C (Sweetman, 2009; untuk mendapatkan larutan dengan
Astrazeneca, 2007). Jadi, volume pelarut konsentrasi sekitar 50, 95, dan 180 mg/ml
yang digunakan di rumah sakit tidak sesuai (AHFS, 2011; Trissel, 2009).
dengan volume minimal yang disarankan Pemberian injeksi antibiotika hasil
oleh literatur untuk menjamin obat dapat rekonstitusi sudah tepat pasien karena pada
178
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
saat penyiapan semua sediaan dilabel terlebih Baumann et al. meneliti pencampuran
dahulu dengan menuliskan nama pasien, natrium fenitoin dengan konsentrasi 1 g/L
nama obat dan ruangan tempat pasien dalam dekstrosa 5%; NaCl 0,9%; campuran
dirawat. Sediaan disiapkan kurang lebih satu dekstrosa 5% dan NaCl 0,9%; dan dalam
jam sebelum jam pemberian, setelah sediaan Ringer Laktat. Pada waktu yang berbeda
direkonstitusi langsung diberikan kepada sampel disaring dengan saringan 0,22 µm.
pasien, dan waktu pemberian nya sudah sama Pada filtrat yang dihasilkan oleh larutan
setiap hari nya yaitu setiap jam 12 siang NaCl 0,9% dan Ringer Laktat tidak terjadi
untuk pemberian satu kali sehari, setiap jam pengkristalan dalam waktu 4 jam dan terjadi
12 siang dan 12 malam untuk pemberian dua pengkristalan 0,8% dalam waktu 8 jam.
kali sehari. Bentuk kristal tidak terlihat hingga 6–9 jam
Pencampuran larutan injeksi fenitoin setelah pencampuran. Sebaliknya, pada
(ampul) dengan NaCl 0,9% ataupun Ringer larutan dekstrosa 5% dan campuran dekstrosa
Laktat menghasilkan larutan yang tidak stabil 5% dan NaCl 0,9%, terlihat pengkristalan 1–
dan tidak kompatibel sehingga menimbulkan 8 jam. Bentuk kristal terlihat dalam hitungan
endapan berupa kristal fenitoin. Dari menit (Lawrence, 2007).
pengamatan di rumah sakit tidak dapat Data analisis kadar zat terlarut dalam
diketahui dengan pasti apakah terjadi sediaan antibiotika hasil rekonstitusi
endapan kristal fenitoin saat pencampuran menunjukkan hasil yang memenuhi syarat
larutan fenitoin, baik dengan NaCl 0,9% bila jenis dan volume pelarut sesuai yang
ataupun dengan Ringer Laktat. Namun tertera di etiket atau literature. Namun bila
diketahui dari pengalaman dan pengamatan dilarutkan dengan volume pelarut separuhnya
sebelumnya bahwa setiap sediaan fenitoin menghasilkan kadar obat yang tidak
yang diproduksi dari pabrik yang berbeda memenuhi syarat (< 90%), sehingga tidak
dan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat yang sesuai dengan dosis yang seharusnya
diproduksi dari pabrik yang berbeda akan diinjeksikan kepada pasien. Fenomena ini
menghasilkan stabilitas dan kompatibilitas dapat menyebabkan tidak efektifnya terapi
larutan yang berbeda pula. Sediaan fenitoin atau memperpanjang lama rawatan pasien.
yang dipakai di RSUP. DR. M. Djamil Analisa kompatibilitas menunjukkan
Padang sendiri merupakan produksi terjadi pengendapan fenitoin setelah
MersiFarma dan Ikapharmindo sedangkan pencampuran dengan NaCl 0,9% atau Ringer
NaCl 0,9% dan Ringer Laktat diproduksi Laktat. Pelarut yang disarankan untuk
Widatra dan Bibrown. pencampuran injeksi fenitoin natrium adalah
Tobias dan Kellick mengamati secara NaCl 0,9% (Trissel, 2009). Pengendapan
mikroskopis larutan 10 mg natrium fenitoin terjadi diduga disebabkan berkurangnya
dalam 1–50 mL NaCl 0,9% dan mereka kelarutan fenitoin natrium di dalam pelarut
menemukan bentuk kristal fenitoin dalam campur. Pengalaman farmasis di rumah sakit
semua konsentrasi larutan yang mereka buat. menunjukkan bahwa pencampuran dengan
Namun mereka tidak menemukan kristal saat larutan NaCl 0,9% dengan merk tertentu
pemberian infus intravena. Frank mengulang dapat menghasilkan injeksi fenitoin natrium
kembali penelitian yang mereka lakukan dan tanpa pengendapan. Disamping itu,
memperoleh hasil yang sama. Lain halnya inkompatibilitas lainnya adalah berkurangnya
dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh kadar obat terlarut selama penyimpanan pada
Chan, yang mencatat bahwa campuran dari suhu kamar. Oleh sebab itu sangat disarankan
100 mg fenitoin dalam 25 – 50 mL NaCl larutan injeksi antibiotika segera diberikan
0,9% menghasilkan bentuk mikrokristal kepada pasien setelah direkonstitusi. Bila
dengan segera, terjadi dalam rentang waktu harus disimpan, disarankan di dalam lemari
10–15 menit (Lawrence, 2007). pendingin.
179
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa prosedur dan perlu diawasi oleh farmasis. Perawat
rekonstitusi dan pencampuran sediaan perlu dibekali dengan pelatihan dan prosedur
parenteral di rumah sakit belum memenuhi operasi standar rekonstitusi dan pencampuran
kriteria Good Preparation Practice (GPP) sediaan parenteral.
Ucapan terima kasih disampaikan RSUD Dr. M Zein Painan yang telah
kepada pimpinan dan perawat terkait di memberikan izin dan membantu
RSUP DR. M. Djamil Padang, Rumah Sakit terlaksananya penelitian ini.
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi dan
DAFTAR PUSTAKA
180