Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 25

ANALISIS DAMPAK TEKNOLOGI UNGGULAN BPTP

DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH

Tim Peneliti BBP2TP

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2009
RENCANA PENGKAJIAN TIM PENGKAJI (RPTP)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : ANALISIS DAMPAK TEKNOLOGI UNGGULAN BPTP


DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH

2. Unit Kerja : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


Teknologi Pertanian
3. Alamat Unit Kerja : Jalan Tentara Pelajar No.10 Bogor 16114
4. Diusulkan Melalui DIPA : BBP2TP
5. Status Penelitian : Baru
6.. Penanggungjawab RPTP :
a. Nama : Ir. Rachmat Hendayana, MS
b. Pangkat/Golongan : Pembina Tk I ( IV/b)
c. Jabatan : Peneliti Utama
7. Lokasi : Wilayah Indonesia
8. Agroekosistem : Lintas Agro ekosistem
9. Jangka Waktu : 1 (satu) tahun
10 Tahun Dimulai : 2009
11 Biaya : Rp.255.300.000

Kabid.Program dan Evaluasi Penanggungjawab RPTP

Dr. Joko Pitono,MS Ir. Rachmat Hendayana, MS


NIP. 080 112 990 NIP. 080 041 319

Mengetahui
Kepala Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian

Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.


NIP 080 069 528

2
3
SUMMARY

1 Title : IMPACT ASSESSMENT OF AIAT IMPROVED COMMODITY


IN REGIONAL AGRICULTURAL DEVELOPMENT
2 Implementation Unit : ICATAD
3 Location : Indonesian Area
4 Agro ecological zone : Cross Agro ecological Zone
5 Status : New
6 Objectives : General objectives:
To Investigate The Impact Of AIAT Improved
Technology For Regional Agricultural Development
Specific objective:
1. To identify the performance of AIAT improved
technology comprises for food crop, horticulture,
estate and catle based on several
agroecosystems.
2. To analyses improved technology impact of
regional agriculture development, coverd direct
impact as productivity improvement, household
income, and exsternality (agriculture resource
sustainability and environtment, diversivication of
farming system, and social stability)
3. To formulate the policy of improved technology
innovation as regional agriculture development
strategies
7 Expected Output : General Outputs:
Data package of AIAT improved technology impact
for regional agricultural development
Specific outputs:
1. Performance of AIAT improved technology for
food crops, horticulture, estate and catle based
on several agroecosystems.
2. Performance of agricultural productivity,
household income and externality (agricultural
resources sustainability and circumstances,
diversification of farming system, and social
stabilit)
3. Package of improved technology innovation
development policy as part of regional
agricultural development grand strategy.

8 Expected Outcome : The outcome of assessment will be support the policy of

4
regional agricultural development.
a. Potential benefit : Local government as stakeholders will fill benefit of
assessment resulted as input of policy for improved
technology development
b. Potential impact : The assessment resulted will increase the appreciation
of stakeholders to AIAT performance, even if will
support regional agricultural development acceleration
and finally will contribution to national economic
development.
9 Description of : The assessment regarding to conduct in four provinces
Methodology selected based on improved technology existing, namely
West Java, East Java, South East Sulawesi and North
Sumatera.
Data collected comprises primary and secondary data,
through survey, indepth interview and investigation, and
iterative focus group discussion (FGD).
Survey will cover about 160 respondents of improved
technology adopters and non adopters from all location,
while FGD conduct with local researchers, extension
workers and other local government functionary, agree
with assessment purposes.
Discussion based on qualitative and descriptive
descriptive analyses and quantitative approach uses
econometric models.
1 Duration/budget : 1 year/Rp 255.300.000
0

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan Pertanian sampai saat ini masih tetap dianggap terpenting dari
keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini
menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya
meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif.

Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi


sumberdayanya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan
nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya
pada sektor ini dan (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.

Keberhasilan pembangunan pertanian tersebut didukung banyak faktor, salah


satunya adalah tersedianya teknologi pertanian unggulan yang erat kaitannya
dengan eksistensi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).

Kehadiran BPTP di masing masing provinsi semenjak 15 tahun lalu (1994/1995)


telah berperan nyata dalam mendukung pembangunan pertanian wilayah melalui
penyediaan komponen dan paket inovasi teknologi pertanian unggulan yang
tepat guna dan adaptif.

Inovasi teknologi yang dihasilkan BPTP berupa varietas unggul, teknologi


pengelolaan tanaman dan sumber daya lahan terpadu, teknologi pengolahan alat
mesin pertanian yang adaptif, kelembagaan dan rumusan kebijakan telah
berperan secara nyata dapat menaikkan nilai tambah produk sehingga
mendukung pertumbuhan produksi berbagai komoditas pertanian menuju
pengembangan usaha dan sistem agribisnis. Terjadinya peningkatan produksi
karena adopsi inovasi teknologi, pada akhirnya dapat menunjang ketahanan
pangan dan kesejahteraan petani.

Oleh karena itu inovasi teknologi berperan sebagai arsitek kebijakan


pengembangan komoditas pertanian menunjang pembangunan ekonomi
Indonesia. Semakin efisien dan produktif suatu inovasi teknologi akan semakin
mempertinggi kualitas produk (keluaran) yang dihasilkan (Hasanuddin, 2004).

1
Mengingat demikian strategisnya peran inovasi teknologi pertanian unggulan,
Badan Litbang Pertanian (2004) mengeluarkan kebijakan penyebarluasan inovasi
tersebut melalui Program Prima Tani. Implementasi Prima Tani diakui menjadi
andalan dalam penyebarluasan inovasi teknologi maupun kelembagaan produk
Badan Litbang Pertanian.

Sesuai dengan prinsip dasar yang diterapkan dalam Prima Tani yakni "Build,
Operate and Transfer", maka kegiatan penyebarluasan teknologi nantinya tidak
lagi menjadi tugas Prima Tani (Simatupang, 2004). Ketika model laboratorium
agribisnis yang diinisiasi Prima Tani dipandang sudah mampu mandiri,
pematangan model lebih lanjut diserahkan kepada organisasi milik petani.
Selama masa transisi, tetap dilakukan pembinaan oleh tim teknis sampai
laboratorium agribisnsis menjadi model percontohan yang siap diadopsi dan
dikembangkan lebih lanjut oleh petani atau pelaku agribisnis secara swadana
ataupun diadopsi oleh pemerintah daerah sebagai program massal.

Meski diakui keberhasilan Badan Litbang Pertanian dalam menghasilkan dan


mengembangkan teknologi unggulan tersebut, namun informasi yang
mendukung pernyataan tersebut sifatnya masih parsial. Informasi keberhasilan
masih fokus pada adopsi teknologi yang terkait dengan program tertentu. Belum
ada informasi secara holistik tentang dampak teknologi unggulan terhadap
pembangunan pertanian wilayah. Padahal informasi itu diperlukan untuk lebih
meningkatkan percepatan penerapan inovasi pertanian oleh pengguna.

Persoalan yang perlu diungkap adalah sejauhmanakah dampak teknologi


unggulan BPTP terhadap kinerja pembangunan pertanian wilayah? Apakah
indikator keberhasilan untuk menilai terjadinya dampak terhadap pembangunan
wilayah tersebut? dan Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dan atau
penghambat dalam pengembangan penerapan teknologi unggulan tersebut?

Sehubungan dengan persoalan tersebut, maka pengkajian yang mengarah pada


analisis dampak teknologi unggulan BPTP dalam pembangunan pertanian wilayah
penting dilakukan.

2
1.2. Tujuan

Secara umum pengkajian bertujuan untuk mengungkap dampak teknologi


unggulan BPTP terhadap kinerja pembangunan pertanian wilayah. Secara
spesifik, pengkajian bertujuan untuk:

a) Mengidentifikasi keragaan teknologi unggulan yang dihasilkan BPTP di


berbagai subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan di berbagai agroekosistem.

b) Menganalisis dampak teknologi unggulan terhadap pembangunan pertanian


wilayah, yang terkait dengan dampak langsung berupa peningkatan
produktivitas, dan pendapatan, serta eksternalitas (pelestarian sumberdaya
pertanian dan lingkungan, diversifikasi usahatani, dan stabilitas sosial).

c) Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan teknologi unggulan


berdasarkan teknologi hasil litkaji BPTP sebagai bagian strategi percepatan
pembangunan pertanian wilayah.

1.3. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari pengkajian ini secara umum adalah


teridentifikasinya dampak tekologi unggulan BPTP dalam pembangunan pertanian
wilayah. Secara spesifik, keluaran yang diharapkan adalah:

a) Paket data dan informasi keragaan teknologi unggulan yang dihasilkan BPTP
meliputi subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan di berbagai agroekosistem.

b) Dampak teknologi unggulan terhadap pembangunan pertanian wilayah, yang


terkait dengan dampak langsung berupa peningkatan produktivitas, dan
pendapatan, serta eksternalitas (pelestarian sumberdaya pertanian dan
lingkungan, diversifikasi usahatani, dan stabilitas sosial).

c) Paket perumusan kebijakan pengembangan teknologi unggulan sebagai


bagian strategi percepatan pembangunan pertanian wilayah.

3
1.4. Prakiraan Manfaat dan Dampak

Pengkajian bermanfaat menjadi bahan masukan dan saran bagi Pemda sebagai
pemangku kepentingan dalam rangka menyusun perencanaan pengembangan
pertanian di wilayahnya berdasarkan informasi komoditas unggulan BPTP.

Hasil pengkajian juga bermanfaat memberikan kontribusi pemikiran, saran dan


usulan bagi Badan Litbang Pertanian melakukan percepatan adopsi inovasi
teknologi pertanian kepada pengguna melalui berbagai kebijakan.

Dampak positif dari pengkajian selain akan meningkatkan apresiasi para


pemangku kepentingan terhadap kinerja BPTP, juga akan mendorong terjadinya
percepatan pembangunan pertanian di wilayah yang pada gilirannya memberikan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pengertian umum, apa yang dikatakan pembangunan senantiasa mengacu pada
suatu proses perbaikan kualitas. Demikian juga dengan pembangunan pertanian yang
akan terkait dengan peningkatan kehidupan manusia. Indikatornya akan tampak dalam
perubahan unsur pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang, papan, pelayanan
kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Todaro, 1997).

Untuk memungkinkan terjadinya pembangunan pertanian tersebut diperlukan syarat


mutlak dan faktor pelancar. Persyaratan yang mutlak diperlukan adalah : (1) adanya
pasar untuk hasil-hasil pertanian, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3)
tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (4) adanya perangsang
produksi bagi petani, dan (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu.
Sedangkan faktor pelancarnya adalah: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi,
(3) kegiatan gotong-royong petani, (4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan
(5) perencanaan nasional pembangunan pertanian (Mosher dalam Mubyarto, 1989).

Pemenuhan persyaratan itu menjadi dasar pertimbangan dalam menyusun strategi dasar
pembangunan pertanian. Perwujudannya antara lain diketahui dari adanya arahan
pengembangan komoditas unggulan secara komparatif, pengembangan inovasi
teknologi, dan mendahulukan kesejahteraan petani (Anonim, 2008).

Untuk melihat keberhasilan pembangunan pertanian, banyak indikator yang biasa


digunakan. Indikator tersebut antara lain lain Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing di level nasional dan di level wilayah
provinsi. Indikator lainnya dilihat juga dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan devisa
dan perannya menurunkan jumlah penduduk miskin.

Dalam perkembangan, kinerja pembangunan pertanian tidak lagi dilihat semata-mata


dari kontribusinya terhadap perekonomian nasional atau regional akan tetapi juga dilihat
sejauhmana peranan artikulatif dan promotifnya. Peran artikulatif, menunjukkan
keterkaitan antar sektor baik ke depan maupun ke belakang sedangkan peran
promotifnya yakni sejauhmana pembangunan pertanian itu merangsang pertumbuhan

5
sektor lain secara tidak langsung dengan menciptakan lingkungan pembangunan yang
mantap (Dermoredjo dan Noekman, 2008).

Fakta empiris menunjukkan bahwa sektor agribisnis adalah sektor paling tangguh dalam
menghadapi krisis dan paling berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat
krisis ekonomi (Syafa’at, 2000). Ketangguhannya diindikasikan oleh kemampuan sektor
agribisnis yang tumbuh secara positif (0,22 %) pada saat krisis ekonomi. Padahal
perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi yang sangat hebat yakni
sebesar 13,7 % sehingga menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja nasional
sekitar 2,13 %. Semua sektor ekonomi (kecuali listrik) mengalami penurunan
penyerapan tenaga kerja sementara itu sektor agribisnis justru mampu meningkatkan
kapasitas penyerapan tenaga kerja sebanyak 432 ribu orang.

Kemampuan artikulatif dan responsif sektor agribisnis dapat dilihat dari keterkaitan
konsumsinya. Pangsa pengeluaran konsumsi rumah tangga pertanian sebesar 48.01 %
lebih tinggi dibanding rumah tangga non-pertanian kota dan desa yang masing-masing
sebesar 42.53 % dan 30.63 % (Syafa’at, 2000). Elastisitas pengeluaran rumah tangga
pertanian untuk konsumsi makanan adalah lebih tinggi dibandingkan rumah tangga non-
pertanian. Ini berarti bahwa dampak peningkatan pendapatan terhadap pengeluaran
konsumsi bagi rumah tangga pertanian lebih tinggi daripada rumah tangga non-
pertanian.

Kondisi tersebut menunjukkan peningkatan pendapatan rumah tangga pertanian sangat


penting dalam membangun keterkaitan konsumsi. Bukti empiris juga menunjukkan
bahwa agroindustri skala kecil dan menengah yang bergerak di sektor makanan,
perikanan dan peternakan merupakan sektor komplemen yang dapat dikembangkan
untuk mengartikulasikan sektor pertanian. Sektor agroindustri ini merupakan pilar
strategis pembangunan sektor pertanian andalan.

Keberhasilan pencapaian indikator pembangunan pertanian tersebut, merupakan


resultante bekerjanya berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal, teknis dan
non teknis. Salah satu faktor yang terkait langsung dengan peningkatan produksi adalah
meningkatnya produktivitas karena pengaruh penerapan teknologi.

Dalam hubungan inilah peran strategisnya keberadaan Balai Pengkajian teknologi


Pertanian (BPTP). Dalam kiprahnya sebagai insitusi pengkajian, BPTP telah menghasilkan
6
banyak inovasi teknologi unggulan dan terbukti sebagian besar telah menunjukkan
perannya meningkatkan kinerja produksi berbagai komoditas pertanian yang pada
akhirnya bermuara pada peningkatan pendapatan rumah tangga petani.

Akibat kegiatan inovasi akan mendorong dua perubahan yang saling terkait. Pada tahap
pertama, mendorong perubahan kinerja teknologi akibat inovasi teknis, dan perubahan
kinerja kelembagaan agribisnis akibat inovasi kelembagaan yang dilakukan. Perubahan
kinerja tersebut dapat terjadi pada bidang sarana/input usahatani, bidang
usahatani/produksi, bidang penanganan pasca panen, bidang pengolahan dan
pemasaran hasil, tergantung pada bidang mana kedua inovasi tersebut dilakukan.

Perubahan kinerja teknologi pada bidang usahatani/produksi pertanian dapat berupa


perubahan dalam cara pemupukan, cara penanaman, cara pengendalian hama, dan
seterusnya. Sedangkan perubahan kinerja kelembagaan misalnya dapat diukur dari
perubahan aksesibilitas atau kemudahan petani dalam memperoleh benih yang
dibutuhkan, akibat inovasi kelembagaan di bidang perbenihan yang berupa
pengembangan lembaga penangkar benih.

Pada tahap kedua, terjadi perubahan kinerja hasil usahatani, baik sebagai dampak
langsung maupun dampak tak langsung. Dampak inovasi tersebut dapat diukur pada
tiga tingkatan mulai dari tingkat usahatani, rumah tangga sampai tingkat desa sebagai
berikut (Gambar 2.1).

Pada tingkat usahatani, perubahan kinerja terlihat dalam bentuk peningkatan kinerja
hasil usahatani yang dapat diukur secara fisik/teknis dan secara finansial. Peningkatan
kinerja hasil juga dapat diukur dalam konteks peningkatan efisiensi usaha agribisnis dan
peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya lahan.

Pada tingkat rumah tangga, perubahannya berupa peningkatan pendapatan rumah


tangga dan efisiensi alokasi tenaga kerja rumah tangga pada berbagai jenis kegiatan
produktif sedangkan pada tingkat desa dapat diukur dalam konteks pembangunan
masyarakat desa dan konteks pembangunan sistem agribisnis.

Dalam konteks pembangunan masyarakat desa inovasi yang dilakukan dapat


meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat desa sedangkan dalam

7
konteks pembangunan sistem agribisnis dapat meningkatkan efisiensi sistem agribisnis
pedesaan.

Inovasi teknis FAKTOR EKSTERNAL


-Iklim
-Kebijakan
-Pasar

Kinerja teknologi
Dampak Inovasi:
Tingkat Usaha Tani
Inovasi kelembagaan agribisnis
Rumah tangga
Wilayah Desa
Kinerja kelembagaan agribisnis

Potensi Sumberdaya Perdesaan

Gambar 2.1.
Kerangka Dampak Inovasi.

Ketersediaan inovasi pertanian yang secara berkesinambungan dan efektif mengalir dari
sumbernya menuju ke berbagai calon pengguna potensial, baik pengguna akhir
(petani/pelaku agribisnis lainnya) maupun pengguna antara (lembaga penyuluhan dan
stakeholders), merupakan salah satu syarat utama dari akselerasi pembangunan
pertanian (Sulaiman, 2004)

Walaupun selama ini telah banyak teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian
pertanian publik di tingkat nasional (Puslitbang/Balit dari Badan Litbang Pertanian) dan
di tingkat regional (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian/BPTP), tetapi relatif belum
banyak teknologi yang telah diadopsi secara luas oleh petani. Berbagai studi di negara
berkembang melaporkan bahwa hasil-hasil penelitian sering tidak sampai kepada petani
(Acoba, 2001), termasuk di Indonesia (Basuki et al., 2000; Sulaiman, 2002).

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa penerapan inovasi pertanian secara luas tidak
hanya ditentukan faktor ketersediaan teknologi. Faktor kelembagaan dalam penyiapan
dan penerapan teknologi, serta mekanisme penyiapan dan penerapan teknologi juga

8
memberikan sumbangan yang besar terhadap adopsi atau penerapan teknologi oleh
pengguna.

Disamping itu, akibat adanya kaitan fungsional yang bersifat hirarkis antara suatu bidang
agribisnis dengan bidang agribisnis lainnya maka inovasi yang dilaksanakan pada bidang
agribisnis tertentu dapat menimbulkan perubahan atau dampak tak langsung pada
kinerja teknologi di bidang agribisnis lainnya.

Sebagai contoh, inovasi kelembagaan di bidang input usahatani yang berupa


pembentukan lembaga penangkar benih varitas unggul di desa setempat dapat
menimbulkan tiga perubahan atau dampak yaitu : (a) kinerja kelembagaan input
usahatani semakin baik karena petani semakin mudah mendapatkan benih varitas
unggul yang sesuai dengan kebutuhan petani, (b) kinerja teknologi usahatani yang
dilakukan petani (bidang usahatani) semakin baik akibat digunakannya benih varitas
unggul yang berproduktivitas tinggi, tahan hama, tahan kekeringan, dan (c) kinerja hasil
usahatani yang dicapai petani semakin baik akibat meningkatnya produktivitas per
hektar yang dirangsang oleh penggunaan varitas unggul tersebut.

Dari uraian di atas, secara tidak langsung diidentifikasi beberapa indikator sebagai tolok
ukur dalam menelaah kinerja pembangunan pertanian. Untuk mengungkap dampak
teknologi unggulan terhadap pembangunan pertanian wilayah dapat dilakukan terhadap
dampak langsung berupa peningkatan produktivitas, dan pendapatan, serta eksternalitas
berupa pelestarian sumberdaya pertanian dan lingkungan, diversifikasi usahatani, dan
stabilitas sosial (Rusastra, 2005).

9
BAB 3
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran

Dampak pengembangan teknologi merupakan suatu proses yang tidak hanya diukur dari
peningkatan produksi dan pendapatan usahatani. Dalam proses ini ada empat aspek
yang harus dilihat secara integratif-sekuensial (Gambar 3.1) yakni:

(i) Kinerja Penciptaan Teknologi Unggulan spesifik Lokasi,


(ii) Kinerja Diseminasi dan adopsi teknologi,
(iii) Kinerja pengembangan agribisnis/teknologi unggulan, dan
(iv) Kinerja dampak pengembangan teknologi yang mencakup dampak langsung,
dampak antara dan ekternalitas.

Kinerja Diseminasi Kinerja Pengem-


Teknologi bangan Agribisnis

Dampak:
Teknologi Adopsi 1) Langsung
2) Tidak langsung, Eksternalitas

(1) Keragaan
(1) Solusi/Rekomendasi
(2) Kendala/hambatan
(2) Lesson learn
(3) Persepsi

Input -> Proses -> Output

Gambar 3.1. Bagan Alir Evaluasi Dampak

Kinerja penciptaan teknologi unggulan merupakan kerangka dasar yang sangat


menentukan dan mempengaruhi kinerja dan dampak dari teknologi yang dikembangkan.

10
Aspek-aspek yang terkait dengan kinerja penciptaan teknologi adalah paradigma dan
pendekatan yang digunakan apakah telah sesuai dengan keinginan petani, apakah
perencanaan pengkajian telah sesuai dengan sarana prasarana BPTP dan sumberdaya
yang dikuasai oleh petani serta jumlah keragaan, kualifikasi dan aplikasi teknologi yang
telah dihasilkan oleh BPTP.

Kinerja diseminasi merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan dalam adopsi
teknologi yang dikembangkan oleh BPTP. Saat ini setiap BPTP memiliki kebijakan dan
program diseminasi yang belum tentu berjalan seiring dan komplemen dengan kebijakan
dan program penyuluhan pertanian di daerah. Teknologi yang diciptakan BPTP pada
dasarnya ditujukan untuk mendorong pembangunan pertanian di daerah sehjingga
semua teknologi unggulan yng dihasilkan harus sesuai dengan prioritas dan mekanisme
diseminasi teknologi itu di daerah.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap pengembangan teknologi BPTP adalah
kinerja pengembangan agribisnis teknologi unggulan. Kinerja pasar input dan
pengembangan budidaya, pengembangan agroindustri dan pasar output serta faktor
pendukung pengembangan agribisnis sangat berbeda di setiap daerah.

Keberadaan sistem agribisnis tersebut belum tentu sesuai dan mampu mendukung
pengembangan teknologi yang dihasilkan oleh BPTP, sehingga perlu diantisipasi dan
dilakukan perbaikan bersama pelaksana pembangunan pertanian di daerah. Apabila hal
ini mampu di wujudkan maka berbagai teknologi potensial yang selama ini belum
berkembang dapat dimasukkan ke dalam teknologi unggulan yang dapat dikembangkan
dalam skala luas.

Pengembangan suatu teknologi pertanian alan memberikan dampak langsung pada


petani adopter dan dampak tidak langsung kepada masyarakat sekitar dan
lingkungannya. Dampak langsung dari teknologi yang dihsailkan BPTP dapat diukur dari
kenaikan produktivitas, produksi, pendapatan petani dan kesejahteraan keluarga tani.
Sedangkan dampak tidak langsung berupa peningkatan kesempatan kerja dan investasi
agribisnis, perbaikan gizi masyarakat, kesetaraan gender, aspek tunakisma serta
ekternalitas sehingga mengurangi angka kemiskinan di desa.

Tidak semua teknologi yang diciptakan dapat memberikan dampak seperti yang
diuraikan di atas, tetapi aspek-aspek tersebut hendaknya telah menjadi bahan
pertimbangan dalam proses penciptaan teknologi. Dengan demikian, aspek integratif

11
dan sekuensial dalam penciptaan dan diseminasi teknologi serta dukungan sistem
agribisnis sangat menentukan dalam proses pengembangan teknologi yang dihasilkan
BPTP.

Ruang Lingkup

Pengkajian terhadap dampak penerapan suatu teknologi pada umumnya dapat


dikategorikan menjadi dua yaitu: (1) teknologi yang sudah diadopsi dan diterapkan oleh
petani (ex-post impact) dan (2) teknologi yang belum diadopsi tetapi menunjukkan
prospek yang cukup baik (ex-ante impact).

Pada kegiatan ini pengkajian akan difokuskan pada pengkajian ex-post. Pendekatan
yang digunakan dalam studi ini adalah (1) before and after (ex-ante vs ex-post) dan (2)
adopter vs non-adopter (with vs without).

Pengkajian akan mencakup empat aspek, yakni:

(i) Kinerja Penciptaan Teknologi Unggulan spesifik Lokasi,


(ii) Kinerja Diseminasi dan adopsi teknologi,
(iii) Kinerja pengembangan agribisnis/teknologi unggulan, dan
(iv) Kinerja dampak pengembangan teknologi yang mencakup dampak langsung,
dampak antara dan ekternalitas.

Lokasi pengkajian

Pengkajian akan mencakup 4 (empat) wilayah kerja BPTP di Jawa dan Luar Jawa. BPTP
di Jawa di wakili BPTP Jawa Barat dan Jawa Timur, sedangkan luar Jawa diwakili BPTP
Sulawesi Tenggara dan BPTP Sumatera Utara.

Pemilihan lokasi pengkajian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive).


Pertimbangan yang dijadikan dasar pemilihan lokasi ada dua. Pertama, karena alasan
merepresentasikan kondisi wilayah kerja BPTP di bagian Barat, Tengah dan Timur.
Kedua, adanya teknologi unggulan yang sudah diadopsi pengguna dan sudah
berdampak.

Pengkajian di setiap lokasi akan didasarkan pada teknologi unggulan yang sudah
berdampak di berbagai agroekosistem.
12
Data dan Sumber Data

Data yang dijadikan sumber bahasan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan dari responden yang terdiri dari Peneliti dan Penyuluh di BPTP,
Pejabat dari Dinas-dinas Lingkup Pertanian di tingkat Provinsi dan Kabupaten dimana
terletak teknologi introduksi dan kelompok tani.

Jenis data primer yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:


a. Kinerja Penciptaan dan Pengembangan Teknologi, meliputi :
• Sumberdaya Pendukung Litkaji
• Proses Penciptaan Teknologi
• Profil Teknologi Unggulan
• Tanggapan Terhadap Keragaan Teknologi
b. Kinerja Diseminasi dan Adopsi Teknologi, meliputi:
• Kinerja Adopsi Teknologi oleh Petani Adopter
• Kinerja Program Diseminasi Teknologi
• Tanggapan Petani dan PPL Terhadap Program Diseminasi
c. Kinerja pengembangan Agribisnis/Teknologi Unggulan, meliputi:
• Kinerja Pasar Input
• Kinerja Pengolahan dan Pasar Output
• Kinerja Kelembagaan Kelompok Tani
• Kinerja Kebijakan Pengembangan Agribisnis
• Faktor Pendorong Utama Pengembangan Agribisnis
d. Dampak Pengembangan Teknologi, meliputi:
• Keragaan dan Prospek Pengembangan Teknologi Potensial
• Spesifikasi Teknologi dan Status Petani Adopter
• Analisis Usahatani dan Anggaran Parsial Pengembangan Teknologi
• Dampak Langsung Penerapan Teknologi
• Dampak Tidak Langsung Penerapan Teknologi
• Kelayakan Investasi Teknologi Unggulan
e. Diterminan Faktor Internal dan Eksternal
Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait melalui penelusuran
dokumentasi, pelaporan, publikasi dan lain-lain.

Pengumpulan data

13
Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui beberapa pendekatan yakni: (1) survai
kepada petani pelaku utama dan pelaku usaha yang terpilih sebagai responden secara
acak sederhana; Besar ukuran responden dari tiap wilayah kerja BPTP contoh minimal
40 orang adopter dan non adopter. Secara keseluruhan jumlah responden mencapai 160
orang; (2) wawancara mendalam (deep interview) kepada peneliti dan penyuluh BPTP,
Pejabat pelaku usaha dan pelaku utama pembangunan pertanian yang terpilih sebagai
responden meliputi Pejabat dari Dinas-dinas Lingkup Pertanian di tingkat Provinsi dan
Kabupaten; (3) Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion-FGD) melibatkan
beberapa pakar di bidang teknologi unggulan terkait. FGD akan dilakukan secara iteratif
beberapa putaran sampai ditemukan kesimpulan final.

Data sekunder akan dikumpulkan melalui: (1) penelusuran dokumen dan publikasi yang
relevan dengan topik pengkajian di BBP2TP, Puslit/Balit yang terkait, BPTP, dan surfing
website. Sumbernya adalah institusi terkait dan relevan serta surving website.
Perumusan data dan informasi sekunder dilakukan melalui beberapa kali konsinyasi yang
melibatkan semua anggota tim.

Metode Analisis

Analisis proses penciptaan dan diseminasi teknologi teknologi serta dukungan sistem
agribisnis dilakukan secara kualitatif, sementara dalam analisis dampak pengembangan
teknologi digunakan metode analisis finansial statik. Alat analisis yang digunakan untuk
melihat kondisi sebelum dan sesudah teknologi itu dikembangkan adalah partial
budgeting analysi. Dalam pengkajian sistem usahatani alat analisis ini digunakan untuk
membandingkan tingkat penerimaan bersih dari sistem usahatani yang diuji dengan
teknologi yang diterapkan oleh petani (Swastika, 2004 dan Malian, 2004).

Perbandingan dilakukan terhadap penerimaan bersih atas biaya variabel ( return above
variable cost = RAVB), rasio marjinal penerimaan kotor dan biaya ( marginal benefit cost
ratio =MBCR), dan tingkat imbalan dari faktor-faktor produksi yang langka ( rate of
returns to scarce factors), dengan formula sebagai berikut:

RAVC = (Y x P) – TVC

Dalam hal ini Y = produktivitas tanaman atau ternak (kg/ha atau kg/ekor); P = harga
jual produk tanaman atau ternak (Rp/kg); TVC = jumlah biaya variabel (Rp/ha atau
Rp/ekor).

14
MBCR = Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P)
Total Biaya (B) – Total Biaya (P)

Dimana B= teknologi BPTP dan P = teknologi petani

Secara teoritis, pengambilan keputusan dilakukan : MBCR teknologi BPTP harus


mempunyai nilai > 1 agar menarik petani untuk mengadopsi teknologi itu. Bila MBCR <
1 maka teknologi BPTP tidak berpotensi secara finansial. MBCR = 1 mengandung arti
bahwa tambahan penerimaan yang diperoleh sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan akibat mengdopsi teknologi baru tersebut, sehingga tidak ada insentif untuk
mengadopsi (Malian, 2004).

Untuk memperkuat analisis ekonomi, selain dilakukan melalui analisis yang sudah
disebutkan di atas, juga akan analisis surplus ekonomi ( economic surplus), dan untuk
menduga produktivitas marginal akibat penerapan teknologi di tingkat petani juga akan
digunakan model ekonometrika. Pendekatan ini mengacu pada Falconi (1993) dan
Harrison dan Herbohn (2007).

Metode ini pada dasarnya menggunakan konsep keseimbangan antara penawaran dan
permintaan. Penawaran mewakili biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani produsen
dan permintaan mewakili nilai konsumsi yang harus dikeluarkan oleh konsumen.

Tujuan utama yang akan dicapai dengan penerapan metode economic surplus adalah
untuk membandingkan kondisi petani yang mengadopsi dan menerapkan teknologi
anjuran (adopter) dengan petani yang tidak mengadopsi ( nonadopter). Dengan demikian
pengkajian terhadap dampak penerapan teknologi anjuran harus didesain sedemikian
rupa untuk dua kondisi, yaitu tanpa dan dengan teknologi anjuran ( with and without
technology). Secara umum, nilai tambah sosial dari suatu tingkat produksi dan konsumsi
tertentu dapat diungkap dengan menerapkan pendekatan surplus ekonomi yang
didefinisikan sebagai suatu nilai produksi dan konsumsi (Gambar 3.2).

Price
Ps = as+ bsQs

Kons
Surplus

p Harga dan Volume Transaksi


Prod.
Surplus

15 Pd = ad+ bdQd

Quantity
q
Gambar 3.2
Permintaan, Penawaran Dan Surplus Ekonomi
Dampak teknologi telah mampu mendorong peningkatan produksi pertanian yang
ditunjukkan oleh bergesernya kurva penawaran ke kanan bawah. Pergeseran ini
mencapai keseimbangan antara penawaran dan permintaan pada tingkat harga P’ dan
volume transaksi Q’. Untuk produsen, dampak teknologi adalah menekan biaya produksi
yang dicerminkan oleh area A yaitu area antara kurva penawaran dengan Litbang dan
tanpan Litbang (Gambar 3.3). Namun demikian, dampak teknologi juga menekan harga
produk yang diterima petani yaitu mengurangi surplus produsen sebesar area B yaitu
area antara dua garis harga di atas kurva penawaran dengan teknologi dan tanpa
teknologi.

Dengan demikian produsen surplus bersih yang dapat diperoleh oleh petani adalah
tambahan surplus area A dikurangi kehilangan surplus area B. Akhirnya (A-B) akan
positif artinya ada tambahan surplus produsen bila kurva permintaan cukup elastis. Akan
tetapi petani produser akan mendapatkan dampak negatif terhadap peningkatan
produksi sebagai dampak penerapan teknologi baru bila kurva permintaan inelastik.
Dengan kata lain, penurunan harga produksi sebagai penerapan teknologi baru melebihi
dampak terhadap peningkatan produksi, sehingga secara keseluruhan petani produsen
akan mengalami kerugian.

Dari sisi konsumen dampak teknologi selalu menguntungkan, mereka akan selalu
menikmati kerugian yang dialami petani produsen karena harga turun (area B),
ditambah surplus yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi (area C). Surplus bersih
konsumen (B+C) selalu positif dan akan mereka peroleh sebagai dampak penerapan
teknologi baru.
P
Penawaran bukan Tek. Unggulan

Penawaran dg Tek. Unggulan


C
B

Permintaan

Q Q’ 16
Gambar 3.3.
Dampak Teknologi Terhadap Surplus Ekonomi

BAB 4
TENAGA DAN ORGANISASI PENELITIAN

Alokasi
Bidang Jenjang
Tugas/Jabatan Nama & Gelar NIP Waktu
Keahlian Fungsional
jam/Mg
Penanggung Rachmat 080041319 Sosek Peneliti 20
jawab Hendayana, Ir, MS Pertanian Utama
Anggota Darman M Arsyad, 080036004 Pemuliaan Peneliti 15
Dr, Ir.MS &Gen.Tan Utama
Anggota Achmad Djauhari, 080 SUP Peneliti
Ir, MS Madya
Anggota Enrico Syaefulloh, 080125861 Pasca Peneliti
Dr, STP, MSi Panen
Anggota Idha Widi Shanti, 080126806 Sosek Peneliti 10
Dr Pertanian
Anggota Ume Humaedah, 080138599 Agronomi Penyuluh 10
SP, MSi
Anggota Aryana Citra K, 080138598 Agronomi Peneliti 10
SSi, MP
Anggota Harmi Andryanita, Pasca Peneliti 10
SP, MSi Panen

Jadwal Palang
Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan:
- Studi pustaka
- Pembuatan/Penyem-
purnaan proposal
-Penyusunan kuesioner
2. Pengumpulan data
3. Pengolahan dan
analisis data
4. Penulisan laporan
5. Seminar
6. Perbaikan laporan
7. Penulisan laporan akhir

17
8. Penggandaan laporan

BAB 5
ANGGARAN
Harga
Jumlah
No Jenis Pengeluaran Volume Satuan
(Rp.)
(Rp.)
1.     Belanja Bahan      
          ATK, komputer supplies, dan bahan      
pembantu lainnya
        Fotokopi, jilid, cetak, pengiriman 4 Trw 700 2,800,000
surat/laporan, dokumentasi
        Konsumsi , perbanyakan makalah dalam 4 Trw 700 2,800,000
rangka persiapan dan evaluasi kegiatan
  16 keg 500 8,000,000
Jumlah 13,600,000
2.     Honor yang terkait output kegiatan      
           Upah entry data, penyusunan, dan 300 OH 20 6,000,000
pengetikan laporan
        Pengolahan dan Analisis data 149 OH 50 7,450,000
        Honor Penanggung Jawab Kegiatan 20 OB 400 8,000,000
        Honor Anggota Kegiatan 60 OB 150 9,000,000
Jumlah 30,450,000
3.     Belanja Sewa      
          Sewa Kendaraan Roda 4 30 Hr 500 15,000,000
Jumlah 15,000,000
4.     Belanja Jasa Profesi      
          Nara Sumber 20 OJ 500 10,000,000
Jumlah 10,000,000
5.     Belanja Perjalanan Lainnya      
  Perjalanan dalam rangka persiapan, konsinyasi,      
sosialisasi, advokasi, seminar, evaluasi kerja dan
koordinasi di wilayah Indonesia
        Lumpsum + transport 50 OP 3.500.000 175,000,000
        Perjalanan pendek + transport 45 OP 250 11,250,000
Jumlah 186,250,000
TOTAL 255,300,000

18
DAFTAR PUSTAKA
Acoba, E. P. 2001. Related Issues to Promote Farmer Participation in Agricultural
Technology Transfer. APEC-ATCEG Seminar on Agricultural Technology Transfer
and Training. Yogyakarta, Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Rancangan Dasar Program
Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima
Tani), tidak diterbitkan.
Basuki, I., Wahyu, K., Abdul Gani, J., Prisdiminggo, Sudjudi. 2000. Evaluasi Peran
Penyuluh dalam Transfer Teknologi di Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan di
NTB. Laporan Akir Pengkajian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian Mataram. Proyek Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian ARMP-II-
NTB. Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian. Depertemen Pertanian.
Dermoredjo,S.K dan Khairina Noekman. 2007. Analisis Penentua Indikator Utama
Pembangunan Sektor Pertanian Di Indonesia: Pendekatan Analisis Komponen
Utama. ,Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
http://ditpolkom.bappenas.go.id/ Indikator Pembangunan Sektor Pertanian
Indonesia.pdf
Falconi, Cesar, A. 1993. Economic Evaluation in Monitoring and Evaluating Agricultural
research. A. Sourcebook. Eds. Horton, D., P.Ballantyne, W. Peterson, B.Uribe,
D.Gapasin and K.Sheridan. International Services for National Agricultural
Research, The Hague, The Netherlands. Cab. International. University Press,
Cambridge.
Harison, S., and John Herbohn. 2007. Financial and Economic Research Methods for
Agricultural Research Managers Training Workshop. School of Natural and Rural
Systems Management. The University of Queesland Auatralia. Australian Centre
for International Agricultural Research.
Hasanuddin, A. 2004. Klasifikasi Keluaran Program Penelitian dan Pengkajian Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Prosiding Pertemuan Lokakarya Pertemuan
Regional BPTP.
Malian, A.H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi pada
Skala Pengkajian. Makalah disajikan dlam Pelatihan Analisis Finansial dan
Ekonomi bagi Pengembangan Sistem Usaha Agribisnis Wilayah, Bogor, 29 Nov-9
Des 2004.Malian,2004
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Rusastra, W., 2005. Studi Dampak Pengembangan Teknologi Unggulan di BPTP Binaan
PAATP. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Proyek
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP)
Simatupang. P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan
Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Volume 2 Nomor 3.

19
Sulaiman, F. 2002. Assessment of Agricultural Innovation Transfer System in the
Decentralization Era. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Vol. 20 (2). Bogor.
Swastika, D.K.S. 2004. Beberapa Teknik Analisis Dalam Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Pusat penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Vol.7, No. 1
Swastika, 2004
Syafa’at, N. 2000. Kajian Peran Pertanian Dalam Strategi Pembangunan Ekonomi
Nasional : Analisis Simulasi Kebijaksanaan dengan Pendekatan Imbas Investasi
(Induced Investment). Disertasi. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
Todaro, M.P.. 1997. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jilid 2. Edisi Ke-6. Penerbit
Erlangga. Jakarta

20

You might also like