Professional Documents
Culture Documents
Analisis Dampak Teknologi Unggulan BPTP Dalam Pembangunan Pertanian Wilayah
Analisis Dampak Teknologi Unggulan BPTP Dalam Pembangunan Pertanian Wilayah
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Kepala Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian
2
3
SUMMARY
4
regional agricultural development.
a. Potential benefit : Local government as stakeholders will fill benefit of
assessment resulted as input of policy for improved
technology development
b. Potential impact : The assessment resulted will increase the appreciation
of stakeholders to AIAT performance, even if will
support regional agricultural development acceleration
and finally will contribution to national economic
development.
9 Description of : The assessment regarding to conduct in four provinces
Methodology selected based on improved technology existing, namely
West Java, East Java, South East Sulawesi and North
Sumatera.
Data collected comprises primary and secondary data,
through survey, indepth interview and investigation, and
iterative focus group discussion (FGD).
Survey will cover about 160 respondents of improved
technology adopters and non adopters from all location,
while FGD conduct with local researchers, extension
workers and other local government functionary, agree
with assessment purposes.
Discussion based on qualitative and descriptive
descriptive analyses and quantitative approach uses
econometric models.
1 Duration/budget : 1 year/Rp 255.300.000
0
5
BAB 1
PENDAHULUAN
Pembangunan Pertanian sampai saat ini masih tetap dianggap terpenting dari
keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini
menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya
meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif.
1
Mengingat demikian strategisnya peran inovasi teknologi pertanian unggulan,
Badan Litbang Pertanian (2004) mengeluarkan kebijakan penyebarluasan inovasi
tersebut melalui Program Prima Tani. Implementasi Prima Tani diakui menjadi
andalan dalam penyebarluasan inovasi teknologi maupun kelembagaan produk
Badan Litbang Pertanian.
Sesuai dengan prinsip dasar yang diterapkan dalam Prima Tani yakni "Build,
Operate and Transfer", maka kegiatan penyebarluasan teknologi nantinya tidak
lagi menjadi tugas Prima Tani (Simatupang, 2004). Ketika model laboratorium
agribisnis yang diinisiasi Prima Tani dipandang sudah mampu mandiri,
pematangan model lebih lanjut diserahkan kepada organisasi milik petani.
Selama masa transisi, tetap dilakukan pembinaan oleh tim teknis sampai
laboratorium agribisnsis menjadi model percontohan yang siap diadopsi dan
dikembangkan lebih lanjut oleh petani atau pelaku agribisnis secara swadana
ataupun diadopsi oleh pemerintah daerah sebagai program massal.
2
1.2. Tujuan
1.3. Keluaran
a) Paket data dan informasi keragaan teknologi unggulan yang dihasilkan BPTP
meliputi subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan di berbagai agroekosistem.
3
1.4. Prakiraan Manfaat dan Dampak
Pengkajian bermanfaat menjadi bahan masukan dan saran bagi Pemda sebagai
pemangku kepentingan dalam rangka menyusun perencanaan pengembangan
pertanian di wilayahnya berdasarkan informasi komoditas unggulan BPTP.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pengertian umum, apa yang dikatakan pembangunan senantiasa mengacu pada
suatu proses perbaikan kualitas. Demikian juga dengan pembangunan pertanian yang
akan terkait dengan peningkatan kehidupan manusia. Indikatornya akan tampak dalam
perubahan unsur pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang, papan, pelayanan
kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Todaro, 1997).
Pemenuhan persyaratan itu menjadi dasar pertimbangan dalam menyusun strategi dasar
pembangunan pertanian. Perwujudannya antara lain diketahui dari adanya arahan
pengembangan komoditas unggulan secara komparatif, pengembangan inovasi
teknologi, dan mendahulukan kesejahteraan petani (Anonim, 2008).
5
sektor lain secara tidak langsung dengan menciptakan lingkungan pembangunan yang
mantap (Dermoredjo dan Noekman, 2008).
Fakta empiris menunjukkan bahwa sektor agribisnis adalah sektor paling tangguh dalam
menghadapi krisis dan paling berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat
krisis ekonomi (Syafa’at, 2000). Ketangguhannya diindikasikan oleh kemampuan sektor
agribisnis yang tumbuh secara positif (0,22 %) pada saat krisis ekonomi. Padahal
perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi yang sangat hebat yakni
sebesar 13,7 % sehingga menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja nasional
sekitar 2,13 %. Semua sektor ekonomi (kecuali listrik) mengalami penurunan
penyerapan tenaga kerja sementara itu sektor agribisnis justru mampu meningkatkan
kapasitas penyerapan tenaga kerja sebanyak 432 ribu orang.
Kemampuan artikulatif dan responsif sektor agribisnis dapat dilihat dari keterkaitan
konsumsinya. Pangsa pengeluaran konsumsi rumah tangga pertanian sebesar 48.01 %
lebih tinggi dibanding rumah tangga non-pertanian kota dan desa yang masing-masing
sebesar 42.53 % dan 30.63 % (Syafa’at, 2000). Elastisitas pengeluaran rumah tangga
pertanian untuk konsumsi makanan adalah lebih tinggi dibandingkan rumah tangga non-
pertanian. Ini berarti bahwa dampak peningkatan pendapatan terhadap pengeluaran
konsumsi bagi rumah tangga pertanian lebih tinggi daripada rumah tangga non-
pertanian.
Akibat kegiatan inovasi akan mendorong dua perubahan yang saling terkait. Pada tahap
pertama, mendorong perubahan kinerja teknologi akibat inovasi teknis, dan perubahan
kinerja kelembagaan agribisnis akibat inovasi kelembagaan yang dilakukan. Perubahan
kinerja tersebut dapat terjadi pada bidang sarana/input usahatani, bidang
usahatani/produksi, bidang penanganan pasca panen, bidang pengolahan dan
pemasaran hasil, tergantung pada bidang mana kedua inovasi tersebut dilakukan.
Pada tahap kedua, terjadi perubahan kinerja hasil usahatani, baik sebagai dampak
langsung maupun dampak tak langsung. Dampak inovasi tersebut dapat diukur pada
tiga tingkatan mulai dari tingkat usahatani, rumah tangga sampai tingkat desa sebagai
berikut (Gambar 2.1).
Pada tingkat usahatani, perubahan kinerja terlihat dalam bentuk peningkatan kinerja
hasil usahatani yang dapat diukur secara fisik/teknis dan secara finansial. Peningkatan
kinerja hasil juga dapat diukur dalam konteks peningkatan efisiensi usaha agribisnis dan
peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya lahan.
7
konteks pembangunan sistem agribisnis dapat meningkatkan efisiensi sistem agribisnis
pedesaan.
Kinerja teknologi
Dampak Inovasi:
Tingkat Usaha Tani
Inovasi kelembagaan agribisnis
Rumah tangga
Wilayah Desa
Kinerja kelembagaan agribisnis
Gambar 2.1.
Kerangka Dampak Inovasi.
Ketersediaan inovasi pertanian yang secara berkesinambungan dan efektif mengalir dari
sumbernya menuju ke berbagai calon pengguna potensial, baik pengguna akhir
(petani/pelaku agribisnis lainnya) maupun pengguna antara (lembaga penyuluhan dan
stakeholders), merupakan salah satu syarat utama dari akselerasi pembangunan
pertanian (Sulaiman, 2004)
Walaupun selama ini telah banyak teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian
pertanian publik di tingkat nasional (Puslitbang/Balit dari Badan Litbang Pertanian) dan
di tingkat regional (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian/BPTP), tetapi relatif belum
banyak teknologi yang telah diadopsi secara luas oleh petani. Berbagai studi di negara
berkembang melaporkan bahwa hasil-hasil penelitian sering tidak sampai kepada petani
(Acoba, 2001), termasuk di Indonesia (Basuki et al., 2000; Sulaiman, 2002).
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa penerapan inovasi pertanian secara luas tidak
hanya ditentukan faktor ketersediaan teknologi. Faktor kelembagaan dalam penyiapan
dan penerapan teknologi, serta mekanisme penyiapan dan penerapan teknologi juga
8
memberikan sumbangan yang besar terhadap adopsi atau penerapan teknologi oleh
pengguna.
Disamping itu, akibat adanya kaitan fungsional yang bersifat hirarkis antara suatu bidang
agribisnis dengan bidang agribisnis lainnya maka inovasi yang dilaksanakan pada bidang
agribisnis tertentu dapat menimbulkan perubahan atau dampak tak langsung pada
kinerja teknologi di bidang agribisnis lainnya.
Dari uraian di atas, secara tidak langsung diidentifikasi beberapa indikator sebagai tolok
ukur dalam menelaah kinerja pembangunan pertanian. Untuk mengungkap dampak
teknologi unggulan terhadap pembangunan pertanian wilayah dapat dilakukan terhadap
dampak langsung berupa peningkatan produktivitas, dan pendapatan, serta eksternalitas
berupa pelestarian sumberdaya pertanian dan lingkungan, diversifikasi usahatani, dan
stabilitas sosial (Rusastra, 2005).
9
BAB 3
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Dampak pengembangan teknologi merupakan suatu proses yang tidak hanya diukur dari
peningkatan produksi dan pendapatan usahatani. Dalam proses ini ada empat aspek
yang harus dilihat secara integratif-sekuensial (Gambar 3.1) yakni:
Dampak:
Teknologi Adopsi 1) Langsung
2) Tidak langsung, Eksternalitas
(1) Keragaan
(1) Solusi/Rekomendasi
(2) Kendala/hambatan
(2) Lesson learn
(3) Persepsi
10
Aspek-aspek yang terkait dengan kinerja penciptaan teknologi adalah paradigma dan
pendekatan yang digunakan apakah telah sesuai dengan keinginan petani, apakah
perencanaan pengkajian telah sesuai dengan sarana prasarana BPTP dan sumberdaya
yang dikuasai oleh petani serta jumlah keragaan, kualifikasi dan aplikasi teknologi yang
telah dihasilkan oleh BPTP.
Kinerja diseminasi merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan dalam adopsi
teknologi yang dikembangkan oleh BPTP. Saat ini setiap BPTP memiliki kebijakan dan
program diseminasi yang belum tentu berjalan seiring dan komplemen dengan kebijakan
dan program penyuluhan pertanian di daerah. Teknologi yang diciptakan BPTP pada
dasarnya ditujukan untuk mendorong pembangunan pertanian di daerah sehjingga
semua teknologi unggulan yng dihasilkan harus sesuai dengan prioritas dan mekanisme
diseminasi teknologi itu di daerah.
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap pengembangan teknologi BPTP adalah
kinerja pengembangan agribisnis teknologi unggulan. Kinerja pasar input dan
pengembangan budidaya, pengembangan agroindustri dan pasar output serta faktor
pendukung pengembangan agribisnis sangat berbeda di setiap daerah.
Keberadaan sistem agribisnis tersebut belum tentu sesuai dan mampu mendukung
pengembangan teknologi yang dihasilkan oleh BPTP, sehingga perlu diantisipasi dan
dilakukan perbaikan bersama pelaksana pembangunan pertanian di daerah. Apabila hal
ini mampu di wujudkan maka berbagai teknologi potensial yang selama ini belum
berkembang dapat dimasukkan ke dalam teknologi unggulan yang dapat dikembangkan
dalam skala luas.
Tidak semua teknologi yang diciptakan dapat memberikan dampak seperti yang
diuraikan di atas, tetapi aspek-aspek tersebut hendaknya telah menjadi bahan
pertimbangan dalam proses penciptaan teknologi. Dengan demikian, aspek integratif
11
dan sekuensial dalam penciptaan dan diseminasi teknologi serta dukungan sistem
agribisnis sangat menentukan dalam proses pengembangan teknologi yang dihasilkan
BPTP.
Ruang Lingkup
Pada kegiatan ini pengkajian akan difokuskan pada pengkajian ex-post. Pendekatan
yang digunakan dalam studi ini adalah (1) before and after (ex-ante vs ex-post) dan (2)
adopter vs non-adopter (with vs without).
Lokasi pengkajian
Pengkajian akan mencakup 4 (empat) wilayah kerja BPTP di Jawa dan Luar Jawa. BPTP
di Jawa di wakili BPTP Jawa Barat dan Jawa Timur, sedangkan luar Jawa diwakili BPTP
Sulawesi Tenggara dan BPTP Sumatera Utara.
Pengkajian di setiap lokasi akan didasarkan pada teknologi unggulan yang sudah
berdampak di berbagai agroekosistem.
12
Data dan Sumber Data
Data yang dijadikan sumber bahasan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan dari responden yang terdiri dari Peneliti dan Penyuluh di BPTP,
Pejabat dari Dinas-dinas Lingkup Pertanian di tingkat Provinsi dan Kabupaten dimana
terletak teknologi introduksi dan kelompok tani.
Pengumpulan data
13
Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui beberapa pendekatan yakni: (1) survai
kepada petani pelaku utama dan pelaku usaha yang terpilih sebagai responden secara
acak sederhana; Besar ukuran responden dari tiap wilayah kerja BPTP contoh minimal
40 orang adopter dan non adopter. Secara keseluruhan jumlah responden mencapai 160
orang; (2) wawancara mendalam (deep interview) kepada peneliti dan penyuluh BPTP,
Pejabat pelaku usaha dan pelaku utama pembangunan pertanian yang terpilih sebagai
responden meliputi Pejabat dari Dinas-dinas Lingkup Pertanian di tingkat Provinsi dan
Kabupaten; (3) Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion-FGD) melibatkan
beberapa pakar di bidang teknologi unggulan terkait. FGD akan dilakukan secara iteratif
beberapa putaran sampai ditemukan kesimpulan final.
Data sekunder akan dikumpulkan melalui: (1) penelusuran dokumen dan publikasi yang
relevan dengan topik pengkajian di BBP2TP, Puslit/Balit yang terkait, BPTP, dan surfing
website. Sumbernya adalah institusi terkait dan relevan serta surving website.
Perumusan data dan informasi sekunder dilakukan melalui beberapa kali konsinyasi yang
melibatkan semua anggota tim.
Metode Analisis
Analisis proses penciptaan dan diseminasi teknologi teknologi serta dukungan sistem
agribisnis dilakukan secara kualitatif, sementara dalam analisis dampak pengembangan
teknologi digunakan metode analisis finansial statik. Alat analisis yang digunakan untuk
melihat kondisi sebelum dan sesudah teknologi itu dikembangkan adalah partial
budgeting analysi. Dalam pengkajian sistem usahatani alat analisis ini digunakan untuk
membandingkan tingkat penerimaan bersih dari sistem usahatani yang diuji dengan
teknologi yang diterapkan oleh petani (Swastika, 2004 dan Malian, 2004).
Perbandingan dilakukan terhadap penerimaan bersih atas biaya variabel ( return above
variable cost = RAVB), rasio marjinal penerimaan kotor dan biaya ( marginal benefit cost
ratio =MBCR), dan tingkat imbalan dari faktor-faktor produksi yang langka ( rate of
returns to scarce factors), dengan formula sebagai berikut:
RAVC = (Y x P) – TVC
Dalam hal ini Y = produktivitas tanaman atau ternak (kg/ha atau kg/ekor); P = harga
jual produk tanaman atau ternak (Rp/kg); TVC = jumlah biaya variabel (Rp/ha atau
Rp/ekor).
14
MBCR = Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P)
Total Biaya (B) – Total Biaya (P)
Untuk memperkuat analisis ekonomi, selain dilakukan melalui analisis yang sudah
disebutkan di atas, juga akan analisis surplus ekonomi ( economic surplus), dan untuk
menduga produktivitas marginal akibat penerapan teknologi di tingkat petani juga akan
digunakan model ekonometrika. Pendekatan ini mengacu pada Falconi (1993) dan
Harrison dan Herbohn (2007).
Metode ini pada dasarnya menggunakan konsep keseimbangan antara penawaran dan
permintaan. Penawaran mewakili biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani produsen
dan permintaan mewakili nilai konsumsi yang harus dikeluarkan oleh konsumen.
Tujuan utama yang akan dicapai dengan penerapan metode economic surplus adalah
untuk membandingkan kondisi petani yang mengadopsi dan menerapkan teknologi
anjuran (adopter) dengan petani yang tidak mengadopsi ( nonadopter). Dengan demikian
pengkajian terhadap dampak penerapan teknologi anjuran harus didesain sedemikian
rupa untuk dua kondisi, yaitu tanpa dan dengan teknologi anjuran ( with and without
technology). Secara umum, nilai tambah sosial dari suatu tingkat produksi dan konsumsi
tertentu dapat diungkap dengan menerapkan pendekatan surplus ekonomi yang
didefinisikan sebagai suatu nilai produksi dan konsumsi (Gambar 3.2).
Price
Ps = as+ bsQs
Kons
Surplus
15 Pd = ad+ bdQd
Quantity
q
Gambar 3.2
Permintaan, Penawaran Dan Surplus Ekonomi
Dampak teknologi telah mampu mendorong peningkatan produksi pertanian yang
ditunjukkan oleh bergesernya kurva penawaran ke kanan bawah. Pergeseran ini
mencapai keseimbangan antara penawaran dan permintaan pada tingkat harga P’ dan
volume transaksi Q’. Untuk produsen, dampak teknologi adalah menekan biaya produksi
yang dicerminkan oleh area A yaitu area antara kurva penawaran dengan Litbang dan
tanpan Litbang (Gambar 3.3). Namun demikian, dampak teknologi juga menekan harga
produk yang diterima petani yaitu mengurangi surplus produsen sebesar area B yaitu
area antara dua garis harga di atas kurva penawaran dengan teknologi dan tanpa
teknologi.
Dengan demikian produsen surplus bersih yang dapat diperoleh oleh petani adalah
tambahan surplus area A dikurangi kehilangan surplus area B. Akhirnya (A-B) akan
positif artinya ada tambahan surplus produsen bila kurva permintaan cukup elastis. Akan
tetapi petani produser akan mendapatkan dampak negatif terhadap peningkatan
produksi sebagai dampak penerapan teknologi baru bila kurva permintaan inelastik.
Dengan kata lain, penurunan harga produksi sebagai penerapan teknologi baru melebihi
dampak terhadap peningkatan produksi, sehingga secara keseluruhan petani produsen
akan mengalami kerugian.
Dari sisi konsumen dampak teknologi selalu menguntungkan, mereka akan selalu
menikmati kerugian yang dialami petani produsen karena harga turun (area B),
ditambah surplus yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi (area C). Surplus bersih
konsumen (B+C) selalu positif dan akan mereka peroleh sebagai dampak penerapan
teknologi baru.
P
Penawaran bukan Tek. Unggulan
Permintaan
Q Q’ 16
Gambar 3.3.
Dampak Teknologi Terhadap Surplus Ekonomi
BAB 4
TENAGA DAN ORGANISASI PENELITIAN
Alokasi
Bidang Jenjang
Tugas/Jabatan Nama & Gelar NIP Waktu
Keahlian Fungsional
jam/Mg
Penanggung Rachmat 080041319 Sosek Peneliti 20
jawab Hendayana, Ir, MS Pertanian Utama
Anggota Darman M Arsyad, 080036004 Pemuliaan Peneliti 15
Dr, Ir.MS &Gen.Tan Utama
Anggota Achmad Djauhari, 080 SUP Peneliti
Ir, MS Madya
Anggota Enrico Syaefulloh, 080125861 Pasca Peneliti
Dr, STP, MSi Panen
Anggota Idha Widi Shanti, 080126806 Sosek Peneliti 10
Dr Pertanian
Anggota Ume Humaedah, 080138599 Agronomi Penyuluh 10
SP, MSi
Anggota Aryana Citra K, 080138598 Agronomi Peneliti 10
SSi, MP
Anggota Harmi Andryanita, Pasca Peneliti 10
SP, MSi Panen
Jadwal Palang
Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan:
- Studi pustaka
- Pembuatan/Penyem-
purnaan proposal
-Penyusunan kuesioner
2. Pengumpulan data
3. Pengolahan dan
analisis data
4. Penulisan laporan
5. Seminar
6. Perbaikan laporan
7. Penulisan laporan akhir
17
8. Penggandaan laporan
BAB 5
ANGGARAN
Harga
Jumlah
No Jenis Pengeluaran Volume Satuan
(Rp.)
(Rp.)
1. Belanja Bahan
ATK, komputer supplies, dan bahan
pembantu lainnya
Fotokopi, jilid, cetak, pengiriman 4 Trw 700 2,800,000
surat/laporan, dokumentasi
Konsumsi , perbanyakan makalah dalam 4 Trw 700 2,800,000
rangka persiapan dan evaluasi kegiatan
16 keg 500 8,000,000
Jumlah 13,600,000
2. Honor yang terkait output kegiatan
Upah entry data, penyusunan, dan 300 OH 20 6,000,000
pengetikan laporan
Pengolahan dan Analisis data 149 OH 50 7,450,000
Honor Penanggung Jawab Kegiatan 20 OB 400 8,000,000
Honor Anggota Kegiatan 60 OB 150 9,000,000
Jumlah 30,450,000
3. Belanja Sewa
Sewa Kendaraan Roda 4 30 Hr 500 15,000,000
Jumlah 15,000,000
4. Belanja Jasa Profesi
Nara Sumber 20 OJ 500 10,000,000
Jumlah 10,000,000
5. Belanja Perjalanan Lainnya
Perjalanan dalam rangka persiapan, konsinyasi,
sosialisasi, advokasi, seminar, evaluasi kerja dan
koordinasi di wilayah Indonesia
Lumpsum + transport 50 OP 3.500.000 175,000,000
Perjalanan pendek + transport 45 OP 250 11,250,000
Jumlah 186,250,000
TOTAL 255,300,000
18
DAFTAR PUSTAKA
Acoba, E. P. 2001. Related Issues to Promote Farmer Participation in Agricultural
Technology Transfer. APEC-ATCEG Seminar on Agricultural Technology Transfer
and Training. Yogyakarta, Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Rancangan Dasar Program
Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima
Tani), tidak diterbitkan.
Basuki, I., Wahyu, K., Abdul Gani, J., Prisdiminggo, Sudjudi. 2000. Evaluasi Peran
Penyuluh dalam Transfer Teknologi di Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan di
NTB. Laporan Akir Pengkajian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian Mataram. Proyek Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian ARMP-II-
NTB. Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian. Depertemen Pertanian.
Dermoredjo,S.K dan Khairina Noekman. 2007. Analisis Penentua Indikator Utama
Pembangunan Sektor Pertanian Di Indonesia: Pendekatan Analisis Komponen
Utama. ,Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
http://ditpolkom.bappenas.go.id/ Indikator Pembangunan Sektor Pertanian
Indonesia.pdf
Falconi, Cesar, A. 1993. Economic Evaluation in Monitoring and Evaluating Agricultural
research. A. Sourcebook. Eds. Horton, D., P.Ballantyne, W. Peterson, B.Uribe,
D.Gapasin and K.Sheridan. International Services for National Agricultural
Research, The Hague, The Netherlands. Cab. International. University Press,
Cambridge.
Harison, S., and John Herbohn. 2007. Financial and Economic Research Methods for
Agricultural Research Managers Training Workshop. School of Natural and Rural
Systems Management. The University of Queesland Auatralia. Australian Centre
for International Agricultural Research.
Hasanuddin, A. 2004. Klasifikasi Keluaran Program Penelitian dan Pengkajian Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Prosiding Pertemuan Lokakarya Pertemuan
Regional BPTP.
Malian, A.H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi pada
Skala Pengkajian. Makalah disajikan dlam Pelatihan Analisis Finansial dan
Ekonomi bagi Pengembangan Sistem Usaha Agribisnis Wilayah, Bogor, 29 Nov-9
Des 2004.Malian,2004
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Rusastra, W., 2005. Studi Dampak Pengembangan Teknologi Unggulan di BPTP Binaan
PAATP. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Proyek
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP)
Simatupang. P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan
Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Volume 2 Nomor 3.
19
Sulaiman, F. 2002. Assessment of Agricultural Innovation Transfer System in the
Decentralization Era. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Vol. 20 (2). Bogor.
Swastika, D.K.S. 2004. Beberapa Teknik Analisis Dalam Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Pusat penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Vol.7, No. 1
Swastika, 2004
Syafa’at, N. 2000. Kajian Peran Pertanian Dalam Strategi Pembangunan Ekonomi
Nasional : Analisis Simulasi Kebijaksanaan dengan Pendekatan Imbas Investasi
(Induced Investment). Disertasi. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
Todaro, M.P.. 1997. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jilid 2. Edisi Ke-6. Penerbit
Erlangga. Jakarta
20