Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK

Januaria Yustina Uis Loim


Fakultas Hukum/Universitas Nusa Cendana Kupang
e-mail: auisloim@gmail.com

Pembimbing 1, Dr. Rudepel Petrus Leo, S.H., M.Hum.


Fakultas Hukum, Universitas Nusa Cendana, Kupang

Pembimbing 2, Daud Tallo, S.H., M.A., M.Hum.


Fakultas Hukum, Universitas Nusa Cendana, Kupang

ABSTRACT

DISPARITY OF JUDGES' DECISIONS IN CASES OF SEXUAL VIOLENCE AGAINST CHILDREN. Written


by: Januaria Yustina Uis Loim. Supervised by: Rudepel Petrus Leo as Advisor I and Daud Tallo as Advisor II.
Crimes against children from time to time increase. Sexual violence is the highest and most threatening
level of violence compared to physical and psychological violence. Based on data from the Indonesian Child
Protection Commission (KPAI) in 2015, out of 1,726 cases of sexual abuse that occurred, around 58 percent were
experienced by children. Meanwhile, out of 3,339 cases of crime against children in 2014, cases of sexual
harassment reached 52 percent. Meanwhile in 2013, out of 2,700 criminal cases involving minors, 42 percent were
cases of sexual harassment. The formulation of the problem in this study: (1) Why is there a disparity in the judge's
decision in cases of sexual violence against children? (2) What are the efforts to minimize the disparity in judge's
decisions in cases of sexual violence against children?
The type of research used is normative juridical research. The aspects studied are the causes of disparity in
judge's decisions in cases of sexual violence against children and efforts to minimize disparities in judge's decisions
in cases of sexual violence against children. The research location is in the Class 1A Library of the District Court of
Kupang City.
The results of the study show that (1) There are two factors for the reasons for the disparity in judge
decisions in cases of sexual violence against children, namely internal factors originating from within the judges
themselves. External factors, namely legal factors or statutory regulations themselves, factors in the circumstances
of the perpetrator or the accused, and another factor is that there is no guideline for the awarding of a sentence. (2)
Efforts that can be made to minimize the occurrence of criminal disparities are making a sentencing guideline in the
Criminal Code, increasing the role of the court of appeal in order to minimize the occurrence of criminal
disparities, conducting consultations with other members of the panel of judges especially in sensitive cases and
applying the principle of proportionality.
Keywords: Disparity, Sexual violence, Judge's decision.

ABSTRAK

DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK. Oleh:
Januaria Yustina Uis Loim. Dibimbing oleh: Rudepel Petrus Leo sebagai Pembimbing I dan Daud Tallo sebagai
Pembimbing II.
Kejahatan terhadap anak dari waktu ke waktu meningkat. Kekerasan seksual merupakan tingkat kekerasan
yang paling tinggi dan paling mengancam dibandingkan dengan kekerasan fisik dan psikologis. Berdasarkan data
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2015 menunjukkan, dari 1.726 kasus pelecehan seksual yang
terjadi sekitar 58 persennya dialami anak-anak. Sementara itu, dari 3.339 kasus kejahatan terhadap anak tahun 2014
kasus-kasus pelecehan seksual mencapai 52 persen. Adapun pada tahun 2013, dari 2.700 kasus kriminal yang

1
melibatkan anak di bawah umur, 42 persen merupakan kasus pelecehan seksual. Rumusan masalah dalam penelitian
ini: (1) Mengapa terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak? (2) Bagaimanakah
upaya untuk meminimalisir disparitas putusan hakim dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak?
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Aspek-aspek yang diteliti adalah sebab-
sebab terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak dan upaya untuk
meminimalisasi disparitas putusan hakim dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Lokasi penelitian di
Perpustakaan Pengadilan Negeri Kota Kupang kelas 1A.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Sebab-sebab terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus
kekerasan seksual terhadap anak, ada dua faktor yaitu faktor internal yang bersumber dari dalam diri hakim itu
sendiri. Faktor eksternal, yaitu faktor hukum atau peraturan perundang-undangan itu sendiri, faktor keadaan pada diri
pelaku atau terdakwa, dan faktor lain adalah tidak ada pedoman pemberian pidana. (2) Upaya yang dapat dilakukan
untuk meminimalisir terjadinya disparitas pidana adalah membuat suatu pedoman pemidanaan di dalam KUHP,
meningkatkan peranan pengadilan banding guna meminimalisir terjadinya disparitas pidana, melakukan konsultasi
dengan anggota majelis hakim lainnya terutama pada kasus-kasus yang sensitif dan menerapkan asas
proporsionalitas.
Kata kunci: Disparitas, Kekerasan seksual, Putusan hakim.

1. PENDAHULUAN kekerasan yang paling tinggi dan paling


Kasus kejahatan adalah bagian dari mengancam dibandingkan dengan kekerasan
perubahan sosial. Salah satu bentuk fisik dan psikologis lainnya. Kekerasan
kejahatan yang sangat merugikan dan seksual yang terjadi merupakan tindak
meresahkan masyarakat adalah kejahatan pemaksaan, pengancaman dalam suatu
terhadap anak, di mana anak menjadi korban aktivitas seksual. Aktivitas seksual yang
kekerasan seksual, baik terjadi pada anak dimaksud dapat berupa melihat, meraba,
perempuan maupun laki-laki. Namun sangat penetrasi atau tekanan serta pencabulan dan
disayangkan ketika korban kejahatan seksual pemerkosaan.
tersebut adalah anak perempuan. Kejahatan CATAHU tahun 2020 terdapat
terhadap anak dari waktu ke waktu catatan khusus mengenai Kekerasan
meningkat. Terhadap Anak Perempuan (KTAP)
Berdasarkan data Komisi melonjak sebanyak 2.341 kasus, tahun
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun sebelumnya sebanyak 1.417. Kenaikan dari
2015 menunjukkan, dari 1.726 kasus tahun sebelumnya terjadi sebanyak 65%.
pelecehan seksual yang terjadi sekitar 58 Sementara KTI dan KDP secara konsisten
persennya dialami anak-anak. Sementara itu, meskipun KTI terdapat sedikit kenaikan, dan
dari 3.339 kasus kejahatan terhadap anak KDP penurunan 14% dari tahun sebelumnya
tahun 2014 kasus-kasus pelecehan seksual dari 2.073 kasus menjadi 1.815 kasus.
mencapai 52 persen. Adapun pada tahun Kenaikan 65% kekerasan terhadap anak
2013, dari 2.700 kasus kriminal yang perempuan menjadi pertanyaan besar bagi
melibatkan anak di bawah umur, 42 persen Komnas Perempuan. Kekerasan terhadap
merupakan kasus pelecehan seksual. 1 anak perempuan berjumlah terbanyak, yaitu
Kekerasan seksual merupakan tingkat sebesar 770 kasus dan disusul oleh
kekerasan seksual sebanyak 571 kasus dan
fisik sebanyak 536 kasus. 2 Dominannya
1 KPAI Catat Pelecehan Seksual Dialami Anak Capai kasus inses dan kekerasan seksual terhadap
58%”, Okezone News, Jumat, 22 Januari 2016, anak perempuan, menunjukkan bahwa
http://news.okezone.com/read/2016/01/22/33
7/1294743/kpai-catat-pelecehan-seksual-dial 2
https://www.komnasperempuan.go.id/reads-
ami-anak- capai-58. catatan-tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-
2020

2
perempuan sejak usia anak dalam situasi mengalami perbedaan padahal untuk perkara
yang tidak aman dalam kehidupannya, yang sama. Wewenang dan kekuasaan
bahkan oleh orang terdekat.3 hakim yang begitu besar dalam memutuskan
Pemerintah sudah memiliki Undang- perkara mengakibatkan disparitas putusan
undang yang memberikan perlindungam dalam kasus yang bobot kejahatannya sama
terhadap korban khususnya pada anak yang yaitu kasus-kasus kekerasan seksual
telah diatur dalam Undang-undang Nomor terhadap anak. Hal ini disebabkan karena
35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas timbulnya perbedaan secara substansial yang
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tajam antara putusan hakim yang satu
tentang Perlindungan Anak. Namun dengan putusan hakim yang lainnya
keberadaan Undang-undang ini belum mengenai perkara yang sama ini, padahal
memberikan perlindungan bagi anak, karena semuanya mengacu pada peraturan yang
terbukti bahwa angka kasus kekerasan sama. Hal ini dapat memicu keraguan pada
terhadap anak tetap mengalami peningkatan. pihak korban dan pada masyarakat karena
Kemudian Pemerintah Menetapkan merasa tidak selaras dengan apa yang telah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- terjadi pada pihak korban kejahatan tersebut.
undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Disparitas putusan pidana ini sangat erat
Perubahan kedua atas Undang- undang kaitannya dengan kebebasan hakim dalam
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan memutus perkara dari beberapa terdakwa
Anak menjadi Undang-undang.4 yang melakukan tindak pidana yang sama.
Pada strategi-strategi hukum yang Sehubungan dengan hal ini, menurut
akhirnya diputuskan oleh yang berwenang, Sudarto bahwa kebebasan hakim dalam
banyak terjadi praktik hukum yang tidak menetapkan pidana tidak boleh sedemikian
memberikan kepuasan bagi pihak korban rupa, sehingga memungkinkan terjadinya
dan keluarga, kerap kali keluarga merasa ketidaksamaan yang menyolok, hal mana
tidak menguntungkan, terutama bagi akan mendatangkan perasaan tidak sreg
putusan hakim atas kasus kejahatan yang (onbehagelijk) bagi masyarakat, maka
diderita korban dan keluarga. Hal ini pedoman memberikan pidana dalam KUHP
disebabkan karena perbedaan putusan dan sangat diperlukan, sebab ini akan
atau ketidaksamaan putusan pada kasus mengurangi ketidaksamaan tersebut
yang bobot kejahatannya sama. Korban dan meskipun tidak dapat menghapuskannya
keluarga merasa putusan tidak setimpal sama sekali.5
dengan apa yang sudah dilakukan pelaku Dari latar belakang masalah diatas
pelecahan seksual terhadap korban kejahatan penulis kemudian tertarik untuk melakukan
tersebut. Putusan yang telah dijatuhkan penelitian terkait Disparitas Putusan Hakim
dalam perkara pelecehan seksual tersebut Dalam Kasus Kekerasan Seksual terhadap
Anak.
3
Rumusan masalah penelitian ini
Komnas Perempuan (2020). Catatan Kekerasan
adalah:
Terhadap Perempuan Thaun 2019. Diakses dari
https://drive.google.com/file/d/18fePLROxYEoNbDu a. Mengapa terjadi disparitas putusan
FvH9IEshykn_y9RpT/view. hlm.11 hakim dalam kasus kekerasan seksual
4
Yuliati, Vironika Sri, Y. (2017). Kajian hasil terhadap anak?
penelitian hukum. Disparitas Putusan Hakim b. Bagaimanakah upaya untuk
Pada Tindak pidana kekerasan seksual terhadap
meminimalisir disparitas putusan hakim
anak Sebagai Korbannya Di Pengadilan Negeri
Kupang Kelas 1A, 1 (2)(November), 46–65. hlm
47. 5
Toliango, F. (2016). Disparitas pemidanaan penyalah
guna narkotika. Jurnal Katalogis, 4, 173–183.hlm.173

2
dalam kasus kekerasan seksual terhadap seksual.
anak? Hukum menjadi tataran tertinggi
2. METODE PENELITIAN yang bertanggungjawab atas martabat dan
Jenis penelitian yang digunakan dalam integritas negara. Nilai-nilai
penelitian ini adalah metode penelitian penghormatan terhadap nilai luhur
hukum yuridis normatif. Metode yuridis kemanusiaan menjadi pondasi dasar
normatif adalah metode pendekatan tegaknya hukum yang berkeadilan dan
dengan menggunakan data-data hakim menjadi pelaksana utama atas
kepustakaan, yaitu penelitian hukum tanggungjawab integritas negara tersebut.
yang dilakukan dengan cara meneliti Tentunya, bisa dibayangkan bila hukum
atau mempelajari masalah dilihat dari berat sebelah, terjajah dan tidak memiliki
segi aturan hukumnya, meneliti bahan kemandirian. Selain keadilan yang tidak
pustaka atau data sekunder. 6 didapatkan, tentunya amukan massa bisa
HASIL PENELITIAN DAN terjadi di mana-mana. Tak bisa
PEMBAHASAN dipungkiri, di tengah negara Indonesia
Sebab-Sebab Terjadinya Disparitas berkumandang negara hukum yang setiap
Putusan Hakim dalam Kasus permasalahan sebaiknya diselesaikan
Kekerasan Seksual terhadap Anak secara hukum masih terdapat aksi main
Kejahatan seksual terhadap anak hakim sendiri. Aksi hakim jalanan itu
dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan tentu bukan tanpa sebab, hal tersebut
dilakukan oleh siapa saja, termasuk karena sudah kesal dengan hukum yang
orang-orang yang dianggap sebagai tak semestinya dijalankan dengan baik
pelindung seperti ayah kandung/tiri, dan benar. Pincangnya hukum di
paman, kakek atau saudara, bahkan Indonesia bukan karena tata hukum yang
tetangga dekat sekalipun. Korbannya salah. Perbaikan demi perbaikan untuk
bukan saja anak perempuan, anak laki- pembaharuan hukum tidak ada hentinya,
laki pun berpotensi menjadi korban, namun yang selalu terjadi pelanggaran
walaupun dari kasus-kasus terungkap hukum masih saja dilakukan oleh mereka
korban umumnya anak perempuan. yang notabene bertahta di lembaga
Fenomena tindak pidana ini terus penegakan hukum itu sendiri. Untuk
meningkat dengan berbagai modus memahami dan menyikapi hal demikian
operandinya. Dengan terdapatnya hukum yang tidak berwibawa, sudah
perkara pencabulan dengan anak sebagai saatnya negara harus profesional
korbannya, hal ini termasuk dalam menempatkan aktor-aktor yang menjadi
kejahatan kesusilaan yang sangat penggerak penegak hukumnya. Pasalnya
mencemaskan dan menimbulkan kemubaziran dalam pembaharuan
pengaruh psikologis terhadap korbannya, peraturan hukum pasti saja terjadi apabila
terutama jika korbannya masih anak- manusia-manusia pelaksana hukum itu
anak, bahkan kerapkali dapat sendiri masih belum merdeka, masih
mengganggu pendidikannya. Semakin terjajah, dan dipenuhi ambisi pribadi
meningkatnya perkara asusila tersebut maupun golongannya. Padahal, hakikat
menunjukkan bahwa masih belum hukum merupakan kemerdekaan, yang
terjaminnya perlindungan terhadap mana semua orang di mata hukum dan
perempuan dari segala bentuk kekerasan hakim itu sama. Melihat fenomena
demikian Indonesia akan menjadi negara
6
Soejono dan H. Abdurahman. 2003. Metode hukum dalam wacana belaka. Praktiknya
Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. hlm 28.

3
kewibawaan dan kemandirian hukum menimbulkan inkonsistensi putusan
masih jauh dari faktanya. Padahal tugas peradilan dan juga bertentangan dengan
hakim merupakan tugas mulia yang konsep rule of law yang dianut oleh
sekaligus petaka bila tak bisa Indonesia. Selanjutnya, konsep equality
mempertanggungjawabkan.7 before the law yang menjadi salah satu
Pada tataran hukum, banyak ciri negara hukum pun perlu
terjadi praktik-praktik hukum yang tidak dipertanyakan terkait dengan realita
menguntungkan bagi korban kasus yang ada, dimana disparitas pidana
kekerasan seksual, terutama berkaitan tampak begitu nyata dalam penegakan
dengan putusan hukuman yang hukum. Fakta tersebut merupakan
dijatuhkan oleh hakim. Hal tersebut bentuk dari perlakuan peradilan yang
dikarenakan tidak ada keseragaman tidak sama terhadap sesama pelaku
dalam hal penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana sejenis yang kemudian
kejahatan pencabulan, khususnya dengan diberikan hukuman yang berbeda.
anak sebagai korban kekerasan seksual. Misalnya dalam kasus kekerasan seksual
Adanya perkara kekerasan seksual yang sifat dan karakteristiknya sama,
terhadap anak sebagai korbannya, maka tetapi hakim menjatuhkan hukuman
hal ini termasuk dalam kejahatan yang jauh berbeda.
kesusilaan yang sangat mencemaskan Pernyataan yang hampir sama
dan memunculkan pengaruh psikologis juga dikemukakan oleh Muladi dan
terhadap korbannya yang juga di bawah Barda Nawawi Arief, yang menyebutkan
umur. bahwa “terpidana yang setelah
Meningkatnya kejahatan memperbandingkan pidana kemudian
kekerasan seksual terhadap Anak tidak merasa menjadi korban terhadap judicial
terlepas dari putusan yang dijatuhkan caprice akan menjadi terpidana yang
oleh hakim yang cenderung tidak sama tidak menghargai hukum, padahal
sehingga terjadi disparitas dalam putusan penghargaan terhadap hukum tersebut
hakim meskipun merujuk pada pasal merupakan salah satu target di dalam
yang sama. Disparitas pidana membawa tujuan pemidanaan”.8
problematika tersendiri dalam penegakan Berdasarkan hal ini akan muncul
hukum di Indonesia. Di satu sisi suatu persoalan yang serius, sebab akan
pemidanaan yang berbeda atau disparitas merupakan suatu indikator dan
pidana ini merupakan bentuk dari manifestasi dari kegagalan suatu sistem
diskresi hakim dalam menjatuhkan untuk mencapai persamaan keadilan di
putusan, tapi di sisi lain pemidanaan dalam negara hukum dan sekaligus akan
yang berbeda ini pun membawa melemahkan kepercayaan masyarakat
ketidakpuasan bagi terpidana, korban terhadap sistem penyelenggaraan hukum
bahkan masyarakat pada umumnya. pidana. Sesuatu yang tentu tidak
Muncul pula kecemburuan sosial dan diharapkan terjadi bilamana disparitas
juga pandangan negatif oleh masyarakat pidana tersebut tidak diatasi, yaitu
pada institusi peradilan, yang kemudian timbulnya demoralisasi dan sikap anti
diwujudkan dalam bentuk rehabilitasi di kalangan terpidana yang
ketidakpedulian pada penegakan hukum mendapat hukuman pidana lebih berat
dalam masyarakat. Keadaan ini tentu daripada terpidana yang lain dalam

7 8
Kif Aminanto, Bunga Rampai Hukum, Jember Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan
katamedia, Kupang: 2018, hlm 50-51 Kebijakan Pidana., Alumni, Bandung, 2010, hlm.58.

4
kasus yang sama. Situasi demikian pada hakim dalam mempertimbangkan suatu
akhirnya dapat menjadi penghambat bagi keputusan adalah:
kelancaran pelaksanaan pidana yang 1. Faktor subyektif
telah dijatuhkan oleh hakim dan tujuan a. Sikap dan perilaku yang apriori
dari pemidanaan itu sendiri. Sering kali hakim dalam mengadili
Hal ini tentu tidak suatu perkara sejak awal dihinggapi
menguntungkan di dalam konteks upaya suatu prasangka atau dugaan bahwa
menumbuhkan kepercayaan terpidana terdakwa bersalah, sehingga harus
terhadap hukum. Selanjutnya, Muladi dihukum atau dinyatakan sebagai
dan Barda Nawawi Arief menyebutkan pihak yang kalah. Sikap ini jelas
bahwa “disparitas pidana itu dimulai dari bertentangan dengan asas yang
hukum sendiri”.9 Di dalam hukum dijunjung tinggi dalam peradilan
pidana positif Indonesia, Hakim modern, yakni asas praduga tak
mempunyai kebebasan yang sangat luas bersalah (presumption of innocence)
untuk memilih jenis pidana (strafsoort) dalam perkara pidana. Sikap yang
yang dikehendaki, sehubungan dengan bersifat memihak salah satu pihak
penggunaan sistem alternatif di dalam dan tidak adil ini dapat saja terjadi
pengancaman pidana dalam Undang- karena hakim terjebak oleh rutinitas
undang. penanganan perkara yang menumpuk
Di samping hal-hal yang dan target penyelesaian yang tidak
bersumber pada hukum, maka ada hal- seimbang.
hal lain yang menyebabkan disparitas b. Sikap perilaku emosional
pidana, yaitu faktor-faktor yang Perilaku hakim yang mudah
bersumber dari diri hakim sendiri, baik tersinggung, pendendam dan
yang bersifat internal maupun eksternal pemarah akan berbeda dengan
yang tidak dapat dipisahkan karena perilaku hakim yang penuh
sudah terpaku sebagai atribut seseorang pengertian, sabar dan teliti dalam
yang disebut sebagai human equation menangani suatu perkara. Hal ini
(insan peradilan) atau personality of sangat berpengaruh pada hasil
judge dalam arti luas yang menyangkut keputusannya.
pengaruh latar belakang sosial, c. Sikap Arrogence Power
pendidikan, agama, pengalaman dan Hakim yang memiliki sikap arogan,
perilaku sosial”.10 Hal-hal tersebut yang merasa dirinya berkuasa dan pintar
seringkali memegang peranan penting di melebihi orang lain seperti jaksa,
dalam menentukan jenis dan beratnya penasihat hukum apalagi terdakwa
hukuman daripada sifat perbuatannya atau pihak-pihak yang berperkara
sendiri dan kepribadian dari pelaku lainnya, seringkali mempengaruhi
tindak pidana yang bersangkutan. suatu keputusan.
Pendapat yang hampir sama juga d. Moral
disampaikan oleh Al Wisnubroto yang Faktor ini merupakan landasan yang
menjelaskan bahwa terdapat faktor- sangat vital bagi insan penegak
faktor yang mempengaruhi hakim dalam keadilan, terutama hakim. Faktor ini
mengambil keputusan. Adapun beberapa yang berfungsi membentengi
faktor (internal) yang mempengaruhi tindakan hakim terhadap cobaan-
cobaan yang mengarah pada
9
Ibid, hlm. 56-57 penyimpangan, penyelewengan dan
10
Ibid, hlm. 58-59

5
sikap tidak adil lainnya. keputusan. Masalah ini juga sering
Bagaimanapun juga, pribadi seorang dikaitkan dengan kode etik di
hakim diliputi tingkah laku yang lingkungan peradilan. Oleh sebab itu,
didasari oleh moral pribadi hakim hakim yang menangani suatu
tersebut, terlebih dalam memeriksa perkara dengan berpegang teguh
serta memutus suatu perkara. pada etika profesi tentu akan
2. Faktor obyektif menghasilkan putusan yang lebih
a. Latar belakang sosial, budaya dan dapat dipertanggungjawabkan karena
ekonomi. Latar belakang sosial tujuannya tiada lain untuk
seorang hakim mempengaruhi sikap menyelesaikan perkara, menegakkan
perilaku hakim. Dalam beberapa hukum dan memberikan keadilan.11
kajian sosiologis menunjukkan Berdasarkan hal tersebut di
bahwa hakim yang berasal dari status atas, maka dapat diketahui bahwa
sosial tinggi berbeda cara faktor yang mengakibatkan
memandang suatu permasalahan timbulnya disparitas putusan hakim
yang ada dalam masyarakat dengan dalam tindak pidana kekerasan seksual
hakim yang berasal dari lingkungan terhadap anak sebagai korban adalah
status sosial menengah atau rendah. faktor internal dan faktor eksternal.
Selain itu, kebudayaan, agama dan 1. Faktor internal, yaitu yang
pendidikan seorang hakim juga ikut bersumber dari dalam diri hakim itu
mempengaruhi suatu putusan hakim. sendiri sebagai atribut seseorang
Di samping itu, latar belakang yang disebut sebagai insan peradilan.
ekonomi juga ikut mempengaruhi Hakim sebagai salah satu aparat
perilaku hakim. Bisa saja karena penegak hukum, merupakan pilar
desakan ekonomi, seorang hakim yang sangat penting dalam sistem
yang pada awalnya memiliki peradilan pidana guna menegakkan
pendirian yang teguh, memiliki supremasi hukum. Oleh karena itu,
komitmen yang kuat pada diharapkan hakim dalam
idealismenya, secara berangsur- menjalankan tugasnya haruslah
angsur melemahkan pendiriannya benar-benar bersikap profesional dan
dan menjadikannya bersikap selalu menjunjung tinggi hukum dan
pragmatis. Pada taraf inilah bisa saja nilai-nilai keadilan dan
mendorong hakim berani melakukan memperhatikan tujuan-tujuan
“unjustice action” hanya untuk daripada hukum itu sendiri. Tidak
mendapatkan imbalan materi. Faktor dapat dipungkiri bahwa masih
ini tentu saja tidak bersifat absolut, dijumpai aparat penegak hukum yang
sebab hakim yang memegang teguh salah menggunakan norma-norma
kode etik kehormatan hakim, tidak hukum yang sudah ada, baik itu yang
dapat dipengaruhi oleh faktor disengaja maupun tidak. Hal ini
apapun, termasuk desakan ekonomi. dikarenakan hakim sebagai
b. Profesionalisme pengambil keputusan sangat
Profesionalisme yang meliputi mungkin dalam memanfaatkan
knowledge dan skill yang ditunjang peluang yang diberikan oleh
dengan ketentuan dan ketelitian
merupakan faktor yang memengaruhi 11
Al-Wisnubroto, Hakim dan Peradilan di Indonesia,
cara hakim dalam mengambil cet. I, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta,
1997, hlm. 88-90

6
Undang-undang. Dengan demikian, disparitas penjatuhan pidana pada
hakim dapat saja dengan mudah untuk dasarnya dimulai dari hukum itu
mempermainkan hukum atau sendiri. Dalam hal ini adalah
memperlakukan hukum sesuai Undang-undang Nomor 17 tahun
dengan apa yang dipikirkannya. 2016 tentang Penetapan
Namun, hal ini juga dapat disebabkan Peraturan Pemerintah Pengganti
oleh kurangnya sumber daya hakim Undang-undang Nomor 1 Tahun
dalam memahami dan mengerti 2016 tentang Perubahan kedua
maksud dari kandungan hukum yang atas Undang-undang Nomor 23
terdapat dalam Undang-undang. Oleh Tahun 2002 tentang
karena itu, hal yang diperlukan untuk Perlindungan Anak yang
mengurangi adanya disparitas pidana membuka terjadinya disparitas
berawal dari moral penegak hukum pidana karena adanya batas
itu sendiri. Hal ini dikarenakan minimum dan maksimum
meskipun Undang-undang sudah pemberian hukuman. Dengan
bagus dan tepat mengatur sanksi demikian, hakim bebas bergerak
pidana bagi pelaku tindak pidana untuk mendapatkan pidana yang
kekerasan seksual terhadap anak tepat menurut pendapat hakim itu
sebagai korban, namun jika moral sendiri. Hal inilah yang
dari penegak hukum itu kurang maka menimbulkan perbedaan
hukum akan sulit ditegakkan. hukuman atau yang
Demikian pula jika moral penegak menyebabkan terjadinya
hukum sudah bagus, maka meskipun disparitas penjatuhan pidana.
Undang-undang kurang lengkap Dalam kerangka kebebasan
mengatur sanksi pidana, hukum akan hakim untuk menentukan berat-
tetap dapat ditegakkan. Apa lagi ringannya hukuman di mana ia
hakim sebagai pemutus suatu dapat bergerak dalam batas-batas
perkara, dapat memvonis seseorang maksimal hukuman ataupun
melebihi tuntutan Jaksa, misalkan untuk memilih jenis hukuman.
dalam proses persidangan hakim Dalam batas maksimal dan
menilai sendiri dan melihat bahwa minimal tersebut, hakim bebas
kejahatan pelaku sangat keji maka dalam mencari hukuman yang
hukuman harus berat. Terutama dijatuhkan terhadap terdakwa
dalam kasus kekerasan seksual secara tepat. Kebebasan hakim
terhadap Anak ini, karena pelaku ini adalah kebebasan untuk
dalam kasus ini telah menjatuhkan jenis pidana
menghancurkan masa depan bangsa, (strafsort) dan berat pidana
di mana Anak adalah bibit penerus (strafmaat) yang sesuai dengan
bangsa yang diharapkan. rumusan pasal Undang-undang
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang pidana. Sebagaimana dalam
mempengaruhi putusan hakim yang Undang-undang Nomor 35
berasal dari luar diri hakim, antara Tahun 2014 tentang Perubahan
lain: Atas Undang-undang Nomor
a. Faktor hukum atau peraturan 23 Tahun 2002 tentang
perUndang-undangan itu sendiri Perlindungan Anak, di mana
Salah satu penyebab terjadinya dalam Undang-undang tersebut,

7
khususnya dalam Pasal 81 dan keadaan yang terdapat dalam diri
Pasal 82 yang mengatur tentang terdakwa. Hakim akan
ancaman pidana, maka mengenai mempertimbangkan apakah
ukuran berat ringannya sangat terdakwa pernah dihukum
tergantung dari minimal dan sebelumnya atau tidak, sopan
maksimal khususnya sesuai atau tidaknya terdakwa dalam
dengan pasal maksimum yang persidangan, mengakui dan
diancamkan dengan pasal yang menyesali perbuatannya atau
bersangkutan. Undang-undang tidak. Pertimbangan juga
Nomor 35 Tahun 2014 tentang dilakukan terhadap peranan
Perubahan Atas Undang-undang terdakwa apakah sebagai pelaku
Nomor 23 Tahun 2003 tentang utama atau hanya turut
Perlindungan Anak merupakan serta/membantu melakukan
Undang-undang yang mengatur perbuatan pidana serta jumlah
masalah mengenai anak. Oleh barang bukti yang diajukan ke
karena itu, di dalam penegakan persidangan yang turut
hukumnya Undang-undang inilah mempengaruhi berat atau
yang menjadi acuan dasar dalam ringannya hukuman yang
pengenaan sanksi atau hukuman dijatuhkan kepada seorang
kepada pelaku tindak pidana pelaku/terdakwa. Dengan
terhadap anak di bawah umur. demikian, dapat dikatakan bahwa
b. Faktor keadaan pada diri pelaku / terjadinya disparitas penjatuhan
terdakwa pidana terhadap pelaku tindak
Adanya disparitas pidana dalam pidana kekerasan seksual
penjatuhan pidana terhadap terhadap anak sebagai korbannya
pelaku tindak pidana kekerasan adalah bersifat kasuistis. Adanya
seksual terhadap anak sebagai perbedaan dalan penjatuhan
korban tidak terlepas dari pidana disebabkan oleh keadaan-
keadaan-keadaan yang terdapat keadaan yang memberatkan dan
dalam diri pelaku/terdakwa. Oleh meringankan pada diri terdakwa
karena itu, hakim dalam yang meliputi: hal-hal yang
menjatuhkan putusan pemidanaan memberatkan adalah: perbuatan
memerhatikan hal-hal yang dapat terdakwa meresahkan
digunakan sebagai pertimbangan masyarakat, perbuatan terdakwa
untuk menjatuhkan jenis dan termasuk perbuatan yang amoral,
berat ringannya pemidanaan. perbuatan terdakwa merusak
Hal-hal tersebut adalah hal-hal masa depan saksi korban, dan
yang memberatkan dan hal-hal perbuatan terdakwa dapat
yang meringankan pemidanaan menimbulkan trauma bagi
baik yang terdapat di dalam korban. Adapun hal-hal yang
Undang-undang maupun di luar meringankan adalah : terdakwa
Undang-undang. Hakim sebelum belum pernah di jatuhi pidana,
menjatuhkan berat atau ringannya terdakwa bersikap sopan dan
pidana terhadap terdakwa dalam berterus terang sehingga
persidangan, harus mendasarkan memperlancar jalannya
diri dengan melihat dan menilai persidangan, dan terdakwa

8
menyesali perbuatanya dan selain kepada negara dan
berjanji tidak akan mengulangi bangsanya. Putusan pengadilan
lagi. yang diucapkan dengan irah-irah
Faktor-faktor “Demi Keadilan Ketuhanan
sebagaimana disebutkan di atas Yang Masa Esa”, merupakan
merupakan faktor-faktor yang pertanggungjawaban yang besar
dapat mempengaruhi putusan pada Tuhan. Dengan demikian
hakim sehingga menyebabkan selain menjadi kemuliaan atas
terjadinya disparitas. Hal tersebut kedudukan menjadi hakim tak
diperkuat dengan pendapat menampak pula adanya petaka di
Antonius Sudirman yang dalam kedudukan tersebut
mengatakan bahwa “terdapat apabila keputusan yang diambil
beberapa faktor yang dapat tidak berdasarkan kebenaran dan
memengaruhi putusan hakim”. 12 keadilan, terlebih tiadanya
Faktor-faktor tersebut adalah bersandar kepada Ketuhanan
dinamika diri individu, dinamika Yang Maha Esa. 13
para kelompok orang dalam Dampak atau Akibat dari Disparitas
organisasi, dinamika dari Putusan Hakim dalam Kasus
lingkungan organisasi, adanya Kekerasan Seksual terhadap Anak
tekanan dari luar, adanya Dari faktor-faktor yang dapat
pengaruh kebiasaan lama, adanya mempengaruhi putusan, juga akan
pengaruh sifat pribadi, adanya bermunculan dampak daripada disparitas
pengaruh dari kelompok luar, dan tersebut. Disparitas pemidanaan ini tidak
adanya pengaruh kebiasaan masa dapat dilepaskan dari sistem perumusan
lalu. Sebab-sebab sebagaimana dan pengancaman pidana dalam
tersebut, sudah umum terjadi perUndang-undangan yang ada. Dengan
dalam sidang pengadilan perkataan lain, dapat merupakan sumber
dimanapun tempatnya dan tidak langsung terjadinya sumber
siapapun hakimnya. Dalam disparitas pidana. Dan apabila ini
setiap persidangan pasti akan dibiarkan akan berakibat timbulnya
terjadi disparitas putusan hakim sikap apatis, sinis dan ketidakpuasan
terhadap perkara yang sama, warga masyarakat dengan melakukan
termasuk dalam hal ini adalah main hakim sendiri atau mengadakan
kasus tindak pidana kekerasan reaksi langsung terhadap si pelaku
seksual terhadap anak sebagai tindak pidana dan aparat penegak
korbannya. hukum, maka Undang-undanglah yang
Kif Aminanto dalam menjadi sumber tidak langsung
bukunya mengatakan bahwa terjadinya disparitas pidana. Disparitas
sejatinya tugas hakim tidak dalam pemidanaan disebabkan oleh
hanya berlaku di dalam konteks hukum sendiri dan penggunaan
kenegaraan saja, tetapi ada kebebasan hakim, yang meskipun
pertanggungjawaban lebih tinggi kebebasan hakim diakui oleh undang-
dari kedudukan seorang hakim undang dan memang nyatanya
diperlukan demi menjamin keadilan
12
Antonius Sudirman, Hati Nurani Hakim dan tetapi seringkali penggunannya
Putusannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007,
13
hlm.90. Kif Aminanto, op.cit, hlm. 51

9
melampaui batas sehingga menurunkan itu sendiri maka solusinya dapatlah kita
kewibawaan hukum di Indonesia. gunakan pandangan dari Muladi yang
Problematika mengenai disparitas pidana menyatakan bahwa upaya terpenting
yang telah tumbuh dalam penegakan yang harus ditempuh dalam menghadapi
hukum ini tentu menimbulkan akibat problematika disparitas pidana adalah
yang tidak bisa dielakkan. Akibat dari perlunya penghayatan hakim terhadap
disparitas pidana yang menyolok ini, asas proporsionalitas antara kepentingan
menurut Edward M. Kennedy, masyarakat, kepentingan Negara,
sebagaimana juga dikutip Barda Nawawi kepentingan si pelaku tindak pidana dan
ialah:14 kepentingan korban tindak pidana.
1. Dapat memelihara tumbuhnya Dalam penelitian ini, Penulis
atau berkembangnya perasaan sedikit memberikan ulasan mengenai
sinis masyarakat terhadap sistem dampak disparitas putusan hakim dalam
pidana yang ada. kasus kekerasan seksual terhadap anak.
2. Gagal mencegah terjadinya Dalam hal ini berkaitan dengan dampak
tindak pidana. bagi pelaku, korban dan masyarakat.
3. Mendorong terjadinya tindak Adapun dampak yang terjadi adalah
pidana. sebagai berikut:
4. Merintangi tindakan-tindakan
1) Bagi Pelaku
perbaikan terhadap para
pelanggar. Sebagaimana yang • Pelaku tidak merasa takut dan pelaku
dikemukakan oleh Muladi dan tidak merasa jera oleh hukum, karena
Barda Nawawi Arief bahwa tidak ada kesamaan putusan bagi
terpidana akan membandingkan pelaku-pelaku kekerasan seksual
dengan terpidana yang lainnya, terhadap anak terutama pelaku yang
yang kemudian setelah divonis lebih kecil daripada pelaku
membandingkannya merasa lainnya, meskipun kejahatan yang
menjadi korban (victim) “the dilakukan sama. Akibatnya pelaku
judicial caprice”, akan menjadi dapat saja mengulang perbuatannya
terpidana yang tidak menghargai ketika selesai masa tahanan.
hukum, padahal penghargaan
terhadap hukum tersebut • Terpidana yang setelah
merupakan salah satu target di memperbandingkan pidana kemudian
dalam tujuan pemidanaan.15 merasa menjadi korban, akan menjadi
Problematika mengenai terpidana yang tidak menghargai
Disparitas pidana dalam penegakkan hukum, padahal penghargaan hukum
hukum di Indonesia memang tidak dapat tersebut merupakan salah satu target di
dihapuskan begitu saja. Yang dapat dalam tujuan pemidanaan. Dari sini
akan Nampak suatu persoalan yangs
ditempuh hanyalah upaya-upaya dalam
rangka meminimalisir dispatitas pidana serius sebab akan merupakan suatu
yang terjadi. Dengan berbagai indicator dan manifestasi daripada
pandangan sarjana dihubungkan dengan kegagalan suatu system untuk
falsafah pemidanaan dan tujuan hukum mencapai persamaan keadilan di dalam
Negara hukum dan sekaligus akan
14
Barda Nawawi Arief, op.cit, hlm. 8. melemahkan kepercayaan masyarakat
15 terhadap system penyelenggaraan
Muladi dan Barda Nawawi Arief, op.cit, hlm. 54.

10
hukum pidana. 16 Maka muncul rasa tergantung pandangan masyarakat
ketidakpuasan karena diperlakukan tentang pemahaman tindakan
tidak sama bagi pelaku yang divonis kekerasan seksual terhadap anak.
lebih berat. Maka, hukum akan Dampak bagi masyarakat terhadap
dipandang tidak dapat memberikan disparitas putusan hakim dalam
keadilan yang sesungguhnya. kasus kekerasan seksual terhadap
anak yaitu sama halnya dengan
2) Bagi Korban
korban, sebagai masyarakat
• Selain mengalami gangguan mental, Indonesia yang menjunjung tinggi
kesehatan dan trauma akibat hukum yang adil dan beradab.
kekerasan seksual yang terjadi pada Masyarakat juga tidak mempercayai
korban. Dampak disparitas putusan hukum dan merasa adanya
hakim bagi korban yaitu korban ketidakadilan dalam hukum. Dalam
dapat merasakan ketidakadilan bagi hal ini, oleh keluarga korban akan
putusan hakim terhadap pelaku, merasa lebih baik tidak diproses
karena korban merasa hukuman hukum masalah kekerasan seksual
pelaku tidak sebanding dengan apa daripada putusannya tidak setara
yang sudah terjadi pada diri korban. dengan apa yang dialami korban.
Masyarakat akan lebih memilih
• Korban merasa tidak nyaman dan membunuh atau main hakim sendiri
aman karena korban dapat pula kepada pelaku dari pada pelaku
menjadi korban bagi pelaku lainnya. hanya dihukum beberapa tahun
• Korban tidak percaya pada hukum kemudian keluar dan tidak
karena merasa tidak ada keadilan merasakan sakit hati keluarga
dalam hukum. Apalagi korban yang korban.
akhirnya merasa malu dan tidak • Pelaku tidak diterima oleh
melanjutkan pendidikannya. masyarakat. Bagi keluarga pelaku,
Kemudian dampak yang membuat mereka akan memaafkan dan
korban merasa tidak adil ialah ketika menerima kembali pelaku, tapi tidak
pelaku sudah dijatuhi hukuman dan dengan masyarakat apalagi keluarga
ia bebas dari masa tahanan, korban. Masyarakat akan
membiarkan pelaku tampil kembali memandang rendah diri pelaku
di muka publik, justru kekerasan seksual, bahkan memaki-
membangkitkan rasa ketidakadilan maki diri pelaku dan tidak
bagi korban apalagi korban adalah memperkenankan pelaku untuk
seorang anak yang masih ambil bagian dalam kehidupan
membutuhkan perlindungan. Hal bermasyarakat.
inilah yang akan membangkitkan Upaya untuk meminimalisir
psikis anak kembali terganggu. terjadinya Disparitas
3) Bagi Masyarakat Disparitas hukuman sering
dihubungkan dengan independensi
• Kekerasan seksual juga berdampak hakim. Model pemidanaan yang diatur
besar terhadap masyarakat. Namun, dalam perUndang-undangan (perumusan
dampaknya bisa bermacam-macam sanksi pidana maksimal) juga ikut
memberi andil. Dalam menjatuhkan
16
ibid hlm 54
putusan, hakim tidak boleh diintervensi

11
pihak manapun. Undang-undang Nomor (misalkan terjadi dalam setahun).
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Upaya lain yang dapat dilakukan
Kehakiman menyebutkan hakim wajib untuk memperkecil adanya disparitas
menggali, mengikuti, dan memahami adalah Mahkamah Agung juga dapat
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang melakukan pembinaan lebih dalam
hidup dalam masyarakat. kepada para hakim terutama hakim
Hakim juga wajib muda. Hal tersebut agar hakim dapat
mempertimbangkan sifat baik dan jahat bersikap adil dan tidak memihak dalam
pada diri terdakwa. Independensi hakim menangani suatu perkara dan juga dapat
dalam menjatuhkan sanksi pidana bukan menjunjung tinggi keadilan dan
tanpa batas. “Asas nulla poena sine lege kebenaran. Selain itu untuk hakim yang
yang memberi batas kepada hakim sudah lebih berpengalaman maka dapat
dalam memutuskan sanksi pidana melakukan pengkoordinasian dengan
berdasarkan takaran yang sudah hakim lainnya. Hal tersebut dapat
ditentukan dalam peraturan perUndang- dilakukan secara informal dengan
undangan”.17 Meskipun ada takaran, bertukar pendapat karena hakim
masalah disparitas akan tetap terjadi memiliki independensi dan tidak boleh
karena jarak antara sanksi pidana saling mempengaruhi dan terintervensi.
minimal dan maksimal dalam takaran Kemudian juga bisa memiliki wawasan
tersebut terlampau besar. Menghapuskan yang luas serta memiliki rasa
sama sekali perbedaan putusan hakim tanggungjawab terhadap putusan yang
untuk kasus yang sama tidak mungkin dihasilkannya. Kemudian upaya untuk
dilakukan. Oleh karena itu upaya yang memperkecil adanya disparitas juga
dapat dilakukan untuk meminimalisir dapat dilakukan dengan memanfaatkan
disparitas, dapat dilakukan dengan cara yurisprudensi yang sudah ada sebagai
membuat pedoman pemidanaan salah satu sumber hukum tetap untuk
(sentencing guidelines). Konsepsi menjadi tambahan pengetahuan bagi
kebijakan pemidanaan mendatang untuk hakim. Memanfaatkan yurisprudensi
mereduksi terjadinya disparitas tersebut dapat dilakukan dengan cara
pemidanaan yang mencolok mengenai hakim dapat melihat atau menimbang
tindak pidana kekerasan seksual putusan dengan perkara serupa yang
terhadap anak adalah kebijakan sudah ada terlebih dahulu, sehingga
pemidanaan yang substansinya memuat dapat memberikan pertimbangan yang
pedoman pemidanaan dan rambu-rambu sesuai agar tidak menghasilkan putusan
pemidanaan baru yang berkaitan dengan yang berbeda jauh dan mengakibatkan
berat ringannya pidana. Misalnya, dalam adanya disparitas.
pedoman pemidanaan tersebut memuat Selain itu untuk memperkecil
ancaman pidana minimum khusus yang adanya disparitas pidana maka hakim
salah satu fungsinya diharapkan dapat dapat merumuskan substansi hukumnya
menghindari adanya disparitas pidana dengan cara yang tepat, kemudian
yang sangat mencolok bagi tindak pidana memahami kesesatan hukum atau
yang sama atau kurang lebih sama fallacies of law, dan juga dalam
kualitasnya. Apalagi untuk kasus yang menimbang dan memutuskan suatu
terjadi dalam waktu yang sama perkara dapat menggunakan penalaran
dengan cara induksi dan deduksi dengan
17
Eva Achjani Zulfa, Pergeseran Paradigma cara yang tepat, dan yang terakhir hakim
Pemidanaan, UI Press, Depok, 2011, hlm. 33.

12
dapat melakukan penemuan hukum dan pemidanaannya, setelah terbukti bahwa
juga penerapan hukum. tertuduh telah melakukan perbuatan yang
Upaya untuk mengurangi dituduhkan kepadanya. 19 Selain itu
terjadinya disparitas pidana dalam meningkatkan peranan pengadilan
kasus tindak pidana kekerasan banding pun dapat dilakukan untuk
dengan anak sebagai korbannya mengurangi disparitas pidana, apalagi
dapat dilakukan dengan: kasus yang tidak memberikan rasa
a) menetapkan suatu pedoman keadilan bagi korban maupun pelaku dan
pemberian pidana (statutory ingin banding agar mendapat kepuasan
guidelines for sentencing), dari putusan banding tersebut.
b) meningkatkan peranan Adapun upaya yang dilakukan
pengadilan banding untuk oleh Hakim untuk mengurangi terjadinya
mengurangi disparitas pidana, disparitas pidana dalam kasus kekerasan
c) membentuk semacam lembaga seksual terhadap anak, adalah sebagai
“sentencing council” (suatu berikut:
badan yang bertanggungjawab a. Melakukan konsultasi dengan anggota
untuk mengembangkan pedoman majelis hakim
hukuman, memantau penggunaan Hakim yang sedang mengadili
pedoman dan menilai serta perkara dan mempunyai tanggung jawab
meninjau berbagai keputusan untuk menjatuhkan pidana dalam
yang berkaitan dengan perkara asusila terhadap anak dapat
hukuman), berkonsultasi kepada rekan-rekannya.
d) melakukan seleksi dan pelatihan Apalagi dalam suatu persidangan
bagi para Hakim dalam rangka biasanya dilakukan dalam bentuk majelis
menuju konsistensi hakim. Oleh karena itu, dengan adanya
18 majelis hakim ini dapat dimanfaatkan
pemidanaan.
Oleh karena itu, upaya untuk untuk mengurangi terjadinya disparitas
mengurangi terjadinya disparitas pidana pidana dan memperhatikan putusan-
dalam kasus tindak pidana kekerasan putusan kasus yang sama dalam waktu
seksual terhadap anak sebagai korbannya yang tidak berbeda jauh.
dapat dilakukan dengan menciptakan Hal tersebut sesuai dengan pendapat
suatu pedoman pemberian pidana Muladi dan Barda Nawawi Arief yang
(statutory guidelines for sentencing), menyatakan bahwa “dalam persidangan
yang memberikan kemungkinan bagi dilakukan dalam bentuk majelis
hakim untuk memperhitungkan seluruh hakim”. 20
Untuk majelis hakim
facet daripada kejadian-kejadian. Menurut sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) orang
Prof. A. Sudarto bahwa pedoman hakim, kecuali Undang-undang
pemberian pidana akan memudahkan menentukan lain. Adanya Majelis Hakim
hakim dalam menetapkan ini dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi disparitas pidana.
b. Menerapkan asas proporsionalitas
18 Yuliati, Vironika Sri, Y. (2017). Kajian hasil Asas proporsionalitas merupakan
penelitian hukum. Disparitas Putusan Hakim Pada asas yang mengutamakan keseimbangan.
Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak Asas proporsional ini diterapkan dengan
Sebagai Korbannya Di Pengadilan Negeri Sleman, 1
(2)(November), 46–65. hlm 61. 19
Muladi dan Barda Nawawi Arief, op.cit, hlm.67
20
Muladi dan Barda Nawawi Arief, op.cit., hlm. 70

13
melihat keseimbangan antara dihindarkan dalam praktik hukum.
kepentingan masyarakat, kepentingan Suatu peraturan perUndang-
negara, kepentingan pelaku tindak undangan yang lebih banyak
pidana dan kepentingan korban tindak memenuhi tuntutan kepastian hukum
pidana, khususnya dalam tindak pidana maka semakin besar pula
kekerasan seksual. Hal tersebut kemungkinan aspek keadilan
dikarenakan untuk menghilangkan terdesak. Ketidaksempurnaan
disparitas pidana sama sekali adalah peraturan perUndang-undangan ini
tidak mungkin. Oleh karena itu, yang dalam praktik dapat diatasi dengan
dapat dilakukan oleh Hakim adalah jalan memberi penafsiran atas
pemidanaan yang tepat dan serasi peraturan perundangundangan
berdasarkan asas proprosional. tersebut dalam penerapannya pada
Hal tersebut sejalan dengan kejadian konkret. Jika dalam
pendapat dari Harkristuti Harkrisnowo penerapan yang konkret, terjadi
yang menyebutkan bahwa “penjatuhan pertentangan antara kepastian
hukuman hendaknya sesuai dengan hukum dan keadilan, hakim sedapat
tingkat keseriusan kejahatan yang mungkin mengutamakan keadilan di
dilakukan”.21 Nilai dan norma yang atas kepastian hukum).
berlaku dalam masyarakat serta budaya - Ayat (2) : Jika dalam menegakkan
cenderung menjadi determinan dalam hukum dan keadilan sebagaimana
menentukan peringkat sanksi yang dimaksud pada ayat (1) terdapat
dipandang patut dan tepat dalam konteks pertentangan antara kepastian hukum
historis tertentu. Oleh karena itu, dengan dan keadilan, hakim wajib
menerapkan asas proporsionalitas dalam mengutamakan keadilan.
putusannya, hakim mengutamakan Pasal 54 berbunyi :22
keseimbangan, khususnya hakim tetap - Ayat (1) : Dalam pemidanaan wajib
memperhatikan kepentingan pelaku dipertimbangkan: (a)bentuk
tindak pidana dan kepentingan korban kesalahan pelaku tindak pidana;
tindak pidana dalam tindak pidana (b)motif dan tujuan melakukan
kekerasan seksual terhadap anak. tindak pidana; (c)sikap batin pelaku
Adapun dalam Rancangan tindak pidana; (d)tindak pidana
Undang-undang Republik Indonesia dilakukan dengan direncanakan atau
Tentang Kitab Undang-undang Hukum tidak direncanakan; (e)cara
Pidana (KUHP) mengenai Pedoman melakukan tindak pidana; (f)sikap
Pemidanaan pada pasal 53 berbunyi : dan tindakan pelaku sesudah
- Ayat (1) : Dalam mengadili suatu melakukan tindak pidana; (g)riwayat
perkara pidana, hakim wajib hidup, keadaan sosial, dan keadaan
menegakkan hukum dan keadilan ekonomi pelaku tindak pidana;
(beserta penjelasan ayat : Kepastian (h)pengaruh pidana terhadap masa
hukum dan keadilan merupakan 2 depan pelaku tindak pidana;
(dua) tujuan hukum yang kerap kali (i)pengaruh tindak pidana terhadap
tidak sejalan satu sama lain dan sulit korban atau keluarga korban;
(j)pemaafan dari korban dan/atau
21
Harkristuti Harkrisnowo, Rekonstruksi Konsep
22
Pemidanaan : Suatu Gugatan Terhadap Proses Legislasi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
dan Pemidanaan di Indonesia, Universitas Indonesia, Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum
Depok, 2003, hlm. 12 Pidana

14
keluarganya; dan/atau (k)nilai dapat dirasakan bagi pelaku,
hukum dan keadilan yang hidup korban maupun masyarakat luas.
dalam masyarakat. 4. PENUTUP
(beserta penjelasan ayat : Ketentuan Kesimpulan
ini memuat pedoman pemidanaan Adapun beberapa kesimpulan yang dapat
yang sangat membantu hakim dalam penulis paparkan sebagai berikut:
mempertimbangkan takaran atau 1. Sebab-sebab terjadinya disparitas
berat ringannya pidana yang akan putusan hakim dalam kasus
dijatuhkan. Dengan kekerasan seksual terhadap anak
mempertimbangkan hal-hal yang adalah faktor internal dan eksternal.
dirinci dalam pedoman tersebut a. Faktor internal yang bersumber
diharapkan pidana yang dijatuhkan dari dalam diri hakim itu sendiri,
bersifat proporsional dan dapat dimana hakim sebagai salah satu
dipahami baik oleh masyarakat aparat penegak hukum
maupun terpidana. Rincian dalam merupakan pilar yang sangat
ketentuan ini tidak bersifat limitatif, penting dalam sistem peradilan
artinya hakim dapat menambahkan pidana guna menegakkan
pertimbangan lain selain yang supremasi hukum. Oleh karena
tercantum pada ayat (1) ini). itu, diharapkan hakim dalam
1.3.1.a.1.1 Ayat (2) : Ringannya perbuatan, menjalankan tugasnya harus
keadaan pribadi pelaku, atau keadaan benar-benar bersikap profesional
pada waktu dilakukan Tindak Pidana dan selalu menjunjung tinggi
serta yang terjadi kemudian dapat hukum dan nilai-nilai keadilan
dijadikan dasar pertimbangan untuk yang dapat dimulai dari moral
tidak menjatuhkan pidana atau tidak penegak hukum itu sendiri.
mengenakan tindakan dengan b. Faktor ekternal yang berasal dari
mempertimbangkan segi keadilan luar diri hakim, antara lain:
dan kemanusiaan. (beserta • Faktor hukum atau peraturan
penjelasan ayat : Ketentuan pada perUndang-undangan itu
ayat ini dikenal dengan asas sendiri dimana salah satu
rechterlijke pardon atau judicial penyebab terjadinya
pardon yang memberi kewenangan disparitas penjatuhan pidana
kepada hakim untuk memberi maaf pada dasarnya dimulai dari
pada seseorang yang bersalah hukum itu sendiri. Dalam hal
melakukan Tindak Pidana yang ini adalah Undang-undang
sifatnya ringan. Pemberian maaf ini Nomor 35 tahun 2016 tentang
dicantumkan dalam putusan hakim Perlindungan Anak yang
dan tetap harus dinyatakan bahwa membuka terjadinya
terdakwa terbukti melakukan Tindak disparitas pidana karena
Pidana yang didakwakan adanya batas minimum dan
kepadanya.) maksimum pemberian
1.3.1.a.1.2 Melalui aturan ini, salah satu hukuman. Dengan demikian,
upaya mengurangi disparitas hakim bebas bergerak untuk
putusan bagi hakim dalam mendapatkan pidana yang
memutuskan suatu perkara harus tepat menurut pendapat
melihat pada unsur keadilan yang hakim itu sendiri.

15
• Faktor keadaan pada diri para Hakim sehingga akan dapat
pelaku/terdakwa dimana tercipta suatu standar pemidanaan.
adanya perbedaan dalan Melakukan pelatihan bagi hakim-
penjatuhan pidana hakim tingkat bawah (Pengadilan
disebabkan oleh keadaan- Negeri) untuk menuju konsistensi
keadaan pada diri terdakwa. di dalam kebijakan pemidanaan
Terjadinya disparitas putusan dan memberikan informasi tentang
hakim khususnya pada masalah-masalah yang berkaitan
perkara tindak pidana dengan pemidanaan, obyek
kekerasan seksual terhadap pemidanaan dan bagaimana untuk
anak adalah dengan melihat menjadi hakim yang sukses dan
kasuistis perkara yang bijak.
ditanganinya sehingga 3. Hakim dapat menerapkan asas
menyebabkan disparitas. proporsionalitas dapat diterapkan
2. Upaya yang dapat dilakukan untuk dalam tindak pidana kekerasan
meminimalisir terjadinya disparitas seksual terhadap anak. Oleh karena
pidana adalah: membuat suatu itu, penting bagi Hakim untuk
pedoman pemidanaan, meningkatkan menghayati asas proporsional ini.
peranan dari pengadilan banding 5. DAFTAR PUSTAKA
guna meminimalisir terjadinya Buku
disparitas pidana, pelatihan bagi para
hakim muda, melakukan konsultasi Aminanto, Kif. 2018. Bunga Rampai
dengan anggota majelis hakim Hukum. Kupang: Jember
terutama pada kasus-kasus yang Katamedia.
sensitif dan menerapkan asas Aryadi, Gregorius. 1995. Putusan Hakim
proporsionalitas. Dalam Perkara Pidana.
Saran Yogyakarta: Penerbit UAJY.
Adapun saran yang dapat penulis
sampaikan sebagai berikut: Asrun, A. Muhammad. 2004. Krisis
1. Pedoman pemberian pidana dalam Peradilan: Mahkamah Agung di
RUU KUHP yang baru dapat bawah Suharto. Jakarta: ELSAM.
digunakan dan dapat diperhatikan
oleh aparat penegak hukum Fachmi. 2011. Kepastian Hukum
terutama hakim dalam mengadili Mengenai Putusan Batal Demi
perkara yang berkaitan dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan
kekerasan seksual terhadap anak Pidana Indonesia. Jakarta: PT
sehingga tidak terjadi disparitas Ghalia Indonesia Publishing.
putusan yang begitu mencolok.
2. Mahkamah Agung dapat Gosita, Arief. 2003. Masalah Korban
membentuk suatu lembaga Kejahatan. Jakarta: Akademindo
semacam “Lembaga Konsultasi” Pressindo.
untuk memberikan pelatihan bagi
para Hakim sehingga dapat tercipta Gultom, Maidin. 2012. Perlindungan
konsistensi pemidanaan. Lembaga Hukum terhadap Anak dan
ini diharapkan dapat berfungsi Perempuan. Medan: PT Refika
seperti lembaga pendidikan bagi Aditama.

16
Harkrisnowo, Harkristuti. 2003. Sudirman, Antonius. 2007. Hati Nurani
Rekonstruksi Konsep Hakim dan Putusannya.
Pemidanaan: Suatu Gugatan Bandung: Citra Aditya Bakti.
Terhadap Proses Legislasi dan
Pemidanaan di Indonesia. Sutiyoso, Bambang. 2007. Metode
Universitas Indonesia, Depok. Penemuan Hukum Upaya
Mewujudkan Hukum yang Pasti
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori- dan Berkeadilan. Yogyakarta:
Teori Dan Kebijakan Pidana. UII Press.
(Bandung: Alumni, 1984).
Teguh, Harrys Pratama. 2018. Teori dan
Nauw, S., Mingkid, E., & Marentek, E. Praktek Perlindungan Anak
(2018). Peranan Komunikasi dalam Hukum Pidana. Jakarta:
Keluarga Dalam Meningkatkan ANDI Yogyakarta.
Minat Belajar Anak. Acta Diurna
Komunikasi. Ujan, Andre Atta. 2009. Filsafat Hukum,
Membangun Hukum, Membela
Pratama, V. A. Y. U. (2021). Penegakan Keadilan. Yogyakarta: Pustaka
hukum bagi anak berhadapan Filsafat, Kanisius.
dengan hukum berdasarkan
pendekatan keadilan restoratif Zulfa, Eva Achjani. 2011. Pergeseran
tesis. Paradigma Pemidanaan. Depok:
UI Press.
Rahayu, Yusti Probowati. 2005. Di Balik
Putusan Hakim (Kajian Psikologi Jurnal
Hukum Dalam Perkara Pidana). Darmawan, Devi. 2010. Problematika
Citra Media, Sidoarjo. Disparitas Pidana Dalam
Penegakan Hukum Di Indonesia
Soesilo, R. Kitab Undang-undang
https://devidarmawan.wordpress.
Hukum Pidana (KUHP) serta
com/2010/10/07/problematika
komentar-komentarnya lengkap
disparitaspidana-dalam-
pasal demi pasal. Sukabumi:
penegakan-hukum-di-indonesia/.
Politeia-Bogor, 1988.
Gultom, Maidin. Era Hukum Jurnal
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudja.
Ilmiah Ilmu Hukum No.4/Th
2001. Penelitian Hukum
V/April 1999, Universitas
Normatif (Suatu Tinjauan
Tarumanegara, Jakarta, hlm.274-
Singkat), Rajawali Pers, Jakarta.
275. Dikutip dari Maidin
Soejono dan H. Abdurahman. 2003. Gultom, Perlindungan Hukum
Metode Penelitian Hukum. Terhadap Anak Dalam Sistem
Jakarta: Rineka Cipta. Peradilan Pidana Anak di
Indonesia, Cetakan Ke Dua,
Sudarto. 1977. Hukum dan Hukum Refika Aditama, Bandung, 2010.
Pidana. Bandung: Alumni.
J, J. (2021). Kebenaran Materil dalam
Kajian Hukum Pidana.
REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum,

17
8(2), 118. Nasution, Adella Erida. (2021).
https://doi.org/10.29103/reusam. Perlindungan Hukum Terhadap
v8i2.3811 Anak Sebagai Korban Kekerasan
Seksual Yang Dilakukan Oleh
Kelly, K. (2020). Upaya Yuridis Ayah Tiri (Studi di Kepolisian
Memperkecil Disparitas Putusan. Medan Labuhan). Fakultas
Jurnal Hukum Adigama, 3(2), Hukum Universitas
1119–1137. Muhammadiyah Sumatra Utara.
http://journal.untar.ac.id/index.ph
p/adigama/ article/view/10607 Putra, A. S., & Ariawan, I. G. K. (2019).
Perlindungan Hukum Terhadap
Kurniawan, D. D., & Purnama, G. I. Anak Sebagai Korban Tindak
(2002). Disparitas Pemidanaan Pidana Kekerasan Seksual (Studi
Dalam Pasal 81 Undang-undang Kasus Di Polda Bali).
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang KerthaWicara:JournalIlmuHuku
Perlindungan Anak ( Studi di m,https://ocs.unud.ac.id/index.ph
Pengadilan Negeri Sukoharjo dan p/kerthawicara/article/view/3904
Pengadilan Negeri Boyolali )
Disparity Of Sentencing In Safaruddin Harahap, I. (2016).
Article 81 Act Number 23 Of Perlindungan Hukum Terhadap
2002 On Child Protection Anak Korban Kejahatan Seksual
(Researched In Sukoharjo dalam Perspektif Hukum
District Court And Boyolali Progresif. Jurnal Media Hukum.
District Court). https://doi.org/10.18196/jmh.201
5.0066.37-47
Komnas Perempuan (2020). Catatan
Kekerasan Terhadap Perempuan Toliango, F. (2016). Disparitas
Thaun 2019. Diaksesdari pemidanaan penyalah guna
https://drive.google.com/file/d/18 narkotika. Jurnal Katalogis.
fePLROxYEoNbDuFvH9I
Eshykn_y9RpT/view. Yuliati, Vironika Sri, Y. (2017). Kajian
hasil penelitian hukum.
KPAI Catat Pelecehan Seksual Dialami Disparitas Putusan Hakim Pada
Anak Capai 58%”, Okezone Tindak pidana kekerasan seksual
News, Jumat, 22 Januari 2016, terhadap anak Sebagai
http://news.okezone.com/read/20 Korbannya Di Pengadilan Negeri
16/01/22/33 7/1294743/kpai- Sleman.
catat-pelecehan-seksual-dialami-
Peraturan Perundang-undangan
anak-capai-58 https://www.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979
komnas perempuan.go.id/reads-
tentang Kesejahteraan Anak.
catatan-tahunan-kekerasan-
terhadap-perempuan-2020 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Lilua, A. N. (2016). Perlindungan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
Hukum Terhadap Anak Sebagai
tentang Perlindungan Anak.
Korban Kejahatan Seksual
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014
Menurut Hukum Pidana
tentang Perubahan atas Undang-
Indonesia. Jurnal Lex Privatum.
18
undang Nomor 23 Tahun 2002 Tahun 2002 tentang
tentang Perlindungan Anak. Perlindungan Anak.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 Undang-undang Republik Indonesia
tentang Penetapan Peraturan Nomor 1 Tahun 2023 tentang
Pemerintah Pengganti Undang- Kitab undang-undang Hukum
undang Nomor 1 Tahun 2016 Pidana.
tentang Perubahan kedua atas
Undang-undang Nomor 23

19

You might also like