Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Karakteristik lingkungan fisik, biologi...

(Arda D & Pandji W)

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN FISIK, BIOLOGI, DAN SOSIAL DI


DAERAH ENDEMIS DBD KOTA BANJAR TAHUN 2011

Characteristics of Physics, Biology, and Social Environment in DHF Endemic of


Banjar City in 2011

Arda Dinata1, Pandji Wibawa Dhewantara1


1
Loka Litbang P2B2 Ciamis Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Email: p.dhewantara@gmail.com

Diterima: 13 Nopember 2012; Disetujui: 30 Nopember 2012

ABSTRACT

Dengue Haemmorhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by dengue virus transmitted by Aedes
aegypti as a main vector. This research aims to study the characteristics of the physics, biology and social
environment in DHF endemic of Banjar City. The purpose of this research was to see the characteristics of
the physical environment, biology and social. This is a descriptive and cross sectional study. The results
show that the characteristic of the physical environment includes: the density of house area: high endemic
(517,884 units/km2), moderate endemic (271,713 and 331,584 units/km2), and low endemic (392,171
units/km2); the existence of container: high endemic (95,9 percent), moderate endemic (95 and 100
percent), and low endemic (100 percent); air temperature in house: high endemic (27, 47 0C), moderate
endemic (17 and 27, 930C), and low endemic (26,850C); indoor humidity: high endemic (56,71 percent),
moderate endemic (60,2 and 62,47 percent), and low endemic (65,43 percent); the presence of hanging
clothes: high endemic (89,8 percent), moderate endemic (80 and 85 percent) and low endemic (81,8
percent); the existence of gauze: high endemic (30.6 percent), moderate endemic (10 and 25 percent), and
low endemic (27.3 percent); the presence of ornamental plants: high endemic (61,2 percent), moderate
endemic (30 and 95 percent), and low endemic (81,8 percent); the existence of the farm yard: high endemic
(98 percent), moderate endemic (75 and 95 percent), and low endemic (100 percent); the existence of
mosquito larva: high endemic (27 percent), moderate endemic (20 and 35 percent), and low endemic (36
percent). High endemic area of DHF are mostly Senior High School graduated, while mostly Junior High
School graduated in low endemic area. Most of them have the same job, namely self employee and
housewive. Most have the same income of Rp 750,000-1,000,000/month. The mobility of population: high
endemic (49 percent), moderate endemic (55 and 85 percent), moderate endemic (100 percent). The
existence of DHF-concerned groups: high endemic (40.8 percent), moderate endemic (20 and 50 percent),
low endemic (45.5 percent). PSN activities: high endemic (61,2 percent), moderate endemic (95 percent),
and low endemic (100 percent).

Keywords: DHF, endemicity, physics, biology, and social environment

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah penyakit menular akibat virus dengue yang ditularkan Aedes
aegypti sebagai vektor utama. Penyakit ini dapat menimbulkan KLB di Kota Banjar. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji karakteristik lingkungan fisik, biologi dan sosial daerah endemis DBD Kota
Banjar. Tujuan penelitian ini melihat karakteristik lingkungan fisik, biologi dan sosial. Penelitian ini
dilakukan secara deskriptif dengan rancangan potong lintang. Hasilnya menunjukan bahwa karakteristik
lingkungan fisik yang meliputi: Kepadatan rumah: daerah endemis tinggi (517,884 unit/km2), endemis
sedang (271,713 dan 331,584 unit/km2), dan endemis rendah (392,171 unit/km2). Keberadaan kontainer:
daerah endemis tinggi (95,9%), endemis sedang (95% dan 100%), dan endemis rendah (100%). Suhu udara
rumah: daerah endemis tinggi (27,470C), endemis sedang (27,2% dan 27,930C), dan endemis rendah
(26,850C). Kelembaban ruangan: daerah endemis tinggi (56,71%), endemis sedang (60,2% dan 62,47%)
dan endemis rendah (65,43%). Keberadaan baju menggantung: daerah endemis tinggi (89,8%), endemis
sedang (80% dan 85%) dan endemis rendah (81,8%). Keberadaan kasa: daerah endemis tinggi (30,6%),
endemis sedang (10% dan 25%) dan endemis rendah (27,3%). Keberadaan tanaman hias: daerah endemis
tinggi (61,2%), endemis sedang (30% dan 95%) dan endemis rendah (81,8%). Keberadaan lahan
pekarangan: daerah endemis tinggi (98%), endemis sedang (75% dan 95%) dan endemis rendah (100%).
Keberadaan jentik nyamuk: daerah endemis tinggi (27%), endemis sedang (20% dan 35%) dan endemis
rendah (36%). Daerah endemis tinggi DBD dan endemis sedang sebagian besar berpendidikan tamat
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 4,Desember 2012 : 315 – 326

SLTA, endemis rendah tamat berpendidikan SLTP. Sebagian besar memiliki kesamaan pekerjaan, yaitu
wiraswata dan ibu rumah tangga. Sebagian besar memiliki kesamaan penghasilan, yaitu Rp. 750.000-
1.000.000/bulan. Mobilitas penduduk: endemis tinggi (49%), endemis sedang (55% dan 85%), endemis
rendah (100%). Keberadaan kelompok peduli DBD: endemis tinggi (40,8%), endemis sedang (20% dan
50%), endemis rendah (45,5%). Aktivitas PSN: endemis tinggi (61,2%), endemis sedang (95%), dan
rendah (100%).

Kata kunci: DBD, endemisitas, lingkungan fisik, biologi, dan sosial

PENDAHULUAN curah hujan mencapai puncak tertinggi.


Kemudian DBD menurun sesuai dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD)
menurunnya curah hujan (Djunaedi, 2006).
adalah penyakit menular disebabkan oleh
Kejadian ini sesuai hasil penelitian Haryadi
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk
yang menunjukan ada hubungan antara curah
Aedes aegypti sebagai vektor utama. Penyakit
hujan dengan IR kasus DBD (Haryadi, 2007).
ini dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) dengan jumlah kematian yang besar. DBD di Indonesia setiap tahun
DBD merupakan penyakit demam akut yang cenderung meningkat dan persebarannya
menyerang orang dewasa maupun anak-anak, semakin luas sampai tingkat desa (P2MPL,
tetapi lebih banyak menimbulkan korban 2001). Kabupaten/ kota di Provinsi Jawa
pada usia kurang dari 15 tahun, yang ditandai Barat dilaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
dengan adanya perdarahan dan dapat DBD pada tahun 2007 (Nusa, 2008).
menimbulkan syok yang dapat Berdasarkan data tiga tahun terakhir, jumlah
mengakibatkan kematian pada penderita penduduk yang terjangkit DBD masih cukup
(Soedarto, 1996). tinggi di Jawa Barat. DBD di Jabar mencapai
23.209 kasus dimana 231 orang meninggal
DBD ditemukan pertama kali tahun
dunia pada tahun 2008. DBD meningkat
1953 dari hasil laporan Quintus di Filiphina
signifikan menjadi 37.861 kasus dengan
tentang adanya epidemi penyakit dengan
korban meninggal dunia sebanyak 307 kasus
gejala panas, pendarahan akut dan shok.
pada tahun 2009. Kemudian kasus DBD di
Selanjutnya ditemukan pada 58 anak
Jabar mencapai 23.951 penderita dengan
penderita dengan gejala yang sama bahkan
pasien meninggal dunia 166 kasus pada tahun
28 di antaranya meninggal. Hal ini
2010 (Syarif, 2011). Berdasarkan data Dinas
menyatakan demam berdarah sudah terdapat
Kesehatan Kota Banjar kasus DBD mencapai
di Asia Tenggara. Beberapa tahun kemudian,
303 penderita pada tahun 2009; sebanyak 100
ditemukan di beberapa Negara Asia, antara
orang pada tahun 2010; dan 44 orang pada
lain Thailand tahun 1958, Vietnam Utara
tahun 2011.
tahun 1958, Singapura tahun 1960, Laos
tahun 1962 dan India tahun 1963. Perkiraan Perubahan kasus DBD disebabkan
Pusat pengendalian dan Pencegahan karena adanya beberapa faktor yang terkait,
Penyakit, Amerika Serikat menyatakan, antara lain: (1) Kondisi geografis yang
bahwa setiap tahun terjadi 50 hingga 100 juta memungkinkan tempat perkembangbiakan
kasus demam dengue dan ratusan ribu kasus nyamuk Aedes aeygpti secara cepat pada
DBD di seluruh dunia (Saskia, 2003). ketinggian kurang dari 1000 meter dpl; (2)
Mobilitas penduduk yang tinggi; (3) Masalah
Berdasarkan data WHO, pada tahun
sanitasi lingkungan yang buruk; dan (5)
1975 dan 1995, DBD ditemukan di 102
Mutasi gen virus dengue.
negara termasuk 20 negara di Afrika, 42 di
Amerika, 7 di Asia Tenggara, 4 di Strata endemisitas DBD adalah
Mediterania Timur, dan 29 di negara Pasifik tingkatan untuk mengetahui apakah suatu
Barat (WHO, 2004). Di negara yang daerah tersebut endemis tinggi, sedang atau
mempunyai 4 musim, epidemi DBD rendah di suatu daerah. Dalam menentukan
berlangsung pada musim panas meskipun tingkat endemisitas berdasarkan IR yaitu:
ditemukan kasus-kasus sporadis pada musim untuk endemis tinggi bila IR>5 per 10.000
dingin. Di negara Asia Tenggara, epidemi penduduk; endemis sedang, dengan IR 3-5
DBD terjadi pada musim penghujan. Epidemi per 10.000 penduduk; dan endemis rendah,
diperoleh angka tertinggi pada bulan setelah
Karakteristik lingkungan fisik, biologi...(Arda D & Pandji W)

IR < 3 per 10.000 penduduk (Dinkes Tegal, berkembangbiak pada tempat penampungan
2009). air bersih yaitu di bak mandi/ wc, drum dan
kaleng bekas, tempat minum burung dan pot
Faktor lingkungan yang berpengaruh
tanaman hias. Di luar rumah ditemukan pada
terhadap penyebaran kasus DBD antara lain:
pelepah daun, lubang pagar/ bambu dan
faktor lingkungan fisik (kepadatan rumah,
lubang tiang bendera (Saniambara, 2003).
keberadaan kontainer, suhu, kelembaban);
Hasil penelitian Suyasa mengatakan ada
faktor lingkungan biologi (keberadaan
keterkaitan antara tanaman hias dengan
tanaman hias, pekarangan, jentik nyamuk);
keberadaan vektor DBD.
faktor lingkungan sosial (pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, mobilitas penduduk, Lingkungan sosial mempunyai
kepadatan penduduk, PSN). peranan penting dalam penularan penyakit
DBD. Dalam suatu daerah bila
Rumah penduduk yang berdekatan
masyarakatnya mempunyai persepsi/
mempunyai risiko tinggi tertular penyakit
pandangan tentang pentingnya menjaga
DBD karena jarak terbang Aedes pendek
kebersihan untuk mencegah penyakit DBD
yaitu 100 meter (Yatim, 2011). Hasil
akan mempengaruhi tingkat kejadian BDB di
penelitian lain menyatakan daerah yang
daerah tersebut (Chahaya, 2003). Penelitian
terjangkit DBD adalah kota/ kelurahan yang
Sarwono mengatakan masyarakat dengan
penduduknya padat, rumah yang berdekatan
pendidikan tinggi cenderung lebih besar
memudahkan penularan penyakit (Antonius,
kepeduliannya terhadap masalah kesehatan
2003). Kepadatan rumah sebagai indikator
yang di hadapinya dan lebih mudah
banyaknya kontainer yang ada. Keberadaan
menerima ide-ide baru (Sarwono, 1992).
kontainer sangat berperan dalam peningkatan
kepadatan vektor Aedes aegypti. Hal tersebut Menurut Dalimuthe, pekerjaan dapat
akan memudahkan Ae. aegypti untuk mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
berkembang biak sehingga populasi nyamuk melakukan pemberantasan DBD
tersebut meningkat terus. Hasil penelitian (Dalimunthe, 2008). Menurut Cut Irsanya,
Nicholas Duma menyatakan keberadaan pekerjaan dapat mempengaruhi penghasilan
kontainer mempunyai korelasi positif dengan yang mana penghasilan berkaitan dengan
kejadian DBD (Duma dkk, 2007). daya beli masyarakat untuk mendapatkan
jaminan kesehatan dan fasilitas yang di
Suhu udara merupakan salah satu
dapatkan pada saat sakit serta mempengaruhi
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
kunjungan untuk berobat ke puskesmas dan
pertumbuhan nyamuk Ae. Aegypti dengan
rumah sakit (Sari, 2005). Penelitian Pambudi
suhu optimum 25-27°C, pada suhu udara di
mengungkapkan penghasilan mempunyai
bawah 10°C atau di atas 40°C pertumbuhan
pengaruh terhadap partisipasi dalam
akan berhenti (Depkes, 2001).
pemberantasan DBD (Pambudi, 2009).
Ae. Aegypti beristirahat pada pakaian
Menurut pendapat Sunaryo,
yang tergantung di kamar yang telah dipakai,
mobilitas penduduk memudahkan penularan
karena pada pakaian terdapat beberapa zat
dari satu tempat ke tempat lainnya dan
yang dapat menarik nyamuk seperti asam
biasanya penyakit menjalar dimulai dari
amino, asam laktat dan zat-zat lainnya.
suatu pusat sumber penularan kemudian
Nyamuk tertarik pada aroma tubuh manusia
mengikuti lalu lintas penduduk. Makin ramai
karena karbondioksida dari pernafasan.
lalu lintas itu, makin besar kemungkinan
Selanjutnya jika pakaian tersebut digantung
penyebaran (Sunaryo, 2003). Menurut
maka akan meningkatkan populasi nyamuk
Antonius, penyebaran penyakit DBD secara
yang hidup di dalam rumah. (Soetaryo,
pesat sejak tahun 1968 di Indonesia
2004). Hasil penelitian Suyasa menyatakan
dikarenakan oleh virus semakin mudah
adanya hubungan positif antara kebiasaan
penyebarannya menulari lebih banyak
menggantung pakaian dengan keberadaan
manusia karena di dukung oleh
vektor DBD dan penelitian(Arman, 2005).
meningkatnya mobilitas penduduk (Antonius,
Keberadaan tanaman hias 2003).
berpengaruh terhadap siklus gonotrofik
Hasil penelitian Arsin & Wahiduddin
nyamuk Aedes. Ae. aegypti dapat
tentang faktor-faktor yang berpengaruh
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 4,Desember 2012 : 315 – 326

terhadap kejadian demam berdarah dengue di Hasil penelitian di kecamatan


Kota Makasar dapat diketahui bahwa faktor endemis tinggi, sedang dan rendah
pengurasan dan menutup tempat mempunyai lingkungan fisik yang berbeda-
penampungan serta mengubur barang bekas beda. Untuk kepadatan rumah menunjukkan
memiliki pengaruh terhadap kejadian DBD banyaknya rumah (unit) pada suatu daerah
(Arsin, 2004). Sedangkan hasil penelitian tertentu. Berdasarkan data monografi dari 3
Siwi, mengungkapkan ada hubungan antara kecamatan didapatkan hasil kepadatan
aktivitas menutup tempat penampungan air rumah, yaitu: Kecamatan Banjar terdapat
dengan keberadaan jentik (Triwinasis, 2009). 517,884 rumah/km2, Kecamatan Langensari
392,171 rumah/km2, Kecamatan Pataruman
271,713 rumah/km2, dan Kecamatan
BAHAN DAN CARA Purwaharja terdapat 331,584 rumah/km2.
Penelitian ini dilakukan di Kota Banjar Selain itu, kondisi kepadatan rumah
Propinsi Jawa Barat ; akan mempengaruhi keberadaan kontainer.
Kecamatan Banjar, Kecamatan Hal ini disebabkan setiap rumah biasanya
Langensari, Kecamatan Pataruman, dan mempunyai kontainer. Kontainer ini
Kecamatan Purwaharja. Kecamatan Banjar dimaksudkan sebagai tempat penampungan
mempunyai kepadatan rumah lebih tinggi air yang dipakai masyarakat. Sebagian besar
dari Kecamatan lainnya (Langensari, air yang ditampung dalam kontainer tersebut
Pataruman, dan Purwaharja). Kondisi ini, adalah air bersih yang dipakai sehari-hari.
tentu sangat mendukung adanya jumlah Kondisi air tersebut merupakan tempat yang
kasus Demam Berdarah Dengue di disukai nyamuk Aedes aegypti sebagai
Kecamatan Banjar yang lebih tinggi dari tempat berkembang biak.
Kecamatan Langensari, Pataruman, dan Bahan kontainer yang banyak
Purwaharja. Jenis penelitian adalah penelitian digunakan oleh masyarakat sebagai tempat
deskriptif dengan desian potong lintang. penampungan air adalah kontainer yang
Yaitu menggambarkan karakteristik berbahan plastik maupun semen dan
lingkungan fisik, biologi dan sosial pada kecenderungan warna kontainer ialah gelap,
kelurahan yang mempunyai tingkat sehingga memudahkan nyamuk untuk
endemisitas DBD berbeda. berkembangbiak karena Aedes lebih
Populasi dalam penelitian ini adalah menyukai tempat-tempat yang gelap, terbuka
kepala keluarga yang bertempat tinggal di lebar dan terlindungi dari sinar matahari
daerah endemis tinggi, endemis sedang, dan langsung.
endemis rendah. Metode pemilihan sampel Untuk kondisi suhu udara merupakan
dilakukan dengan teknik stratified salah satu faktor lingkungan yang
propotional random sampling yaitu populasi mempengaruhi kehidupan Aedes aegypti.
yang terdiri dari unit yang mempunyai Suhu merupakan besaran yang menyatakan
karakteristik yang berbeda-beda atau derajat panas dingin suatu benda dan alat
heterogen. Bila perbedaan strata dianggap yang digunakan untuk mengukur suhu adalah
sama, maka akan diperoleh sampel dengan thermometer (Sidik, 2011). Berdasarkan hasil
variasi yang sangat besar dan menghasilkan pengukuran suhu udara di lingkungan rumah
simpulan penelitian dengan bias yang sangat responden di Kota Banjar diketahui untuk
tinggi (Saryono, 2008). Kecamatan Banjar yang merupakan tingkat
endemisitas tinggi memiliki rerata suhu
27,47°C; untuk tingkat endemisitas sedang
HASIL adalah Kecamatan Pataruman (27,93°C) dan
Karakteristik Lingkungan Fisik Kecamatan Purwaharja (27,2°C); untuk
endemisitas rendah adalah Kecamatan
Karakteristik lingkungan fisik yang Langensari (26,85°C). Berdasarkan hasil
diteliti ini hanya dibatasi pada aspek pengukuran tersebut menunjukkan tidak
kepadatan rumah, keberadaan kontainer, adanya rentang rerata suhu udara yang cukup
suhu, kelembaban, keberadaan baju jauh dari ketiga kecamatan sebagai tempat
menggantung dan keberadaan kasa nyamuk. penelitian.
Karakteristik lingkungan fisik, biologi...(Arda D & Pandji W)

Suhu juga dapat mempengaruhi Untuk kecamatan dengan tingkat endemisitas


kelembaban, apabila suhu tinggi maka akan sedang, yaitu: Kecamatan Pataruman (85%)
menyebabkan kelembaban yang rendah yang dan Kecamatan Purwaharja (80%). Adapun
dapat menjadi faktor pendukung untuk Kecamatan Langensari yang
perkembangbiakan nyamuk. Kelembaban merupakan kecamatan dengan tingkat
udara merupakan banyaknya kandungan uap endemisitas rendah adalah sebanyak 81,81%.
yang terkandung di dalam udara yang Berdasarkan hasil tersebut, keberadaan
biasanya dinyatakan dalam persen (%), pakaian menggantung di kecamatan endemis
kelembaban udara merupakan salah satu tinggi lebih banyak dibandingkan endemis
faktor yang berpengaruh terhadap sedang dan rendah.
perkembangan nyamuk termasuk di
Pakaian merupakan kebutuhan
dalamnya adalah nyamuk Aedes aegypti.
sandang bagi setiap manusia yang
Berdasarkan hasil pengukuran keberadaannya tidak pernah lepas dari
kelembaban udara di dalam lingkungan kehidupan manusia. Namun, penanganan
rumah responden di Kota Banjar diketahui pakaian setelah digunakan seringkali
bahwa kecamatan yang memiliki tingkat diabaikan. Seperti halnya kebiasaan
endemisitas tinggi (Kecamatan Banjar) menggantung pakaian dapat menyebabkan
memiliki rerata kelembaban udaranya adalah jumlah nyamuk di dalam rumah bertambah
56,71%, kecamatan dengan tingkat karena seringkali nyamuk lebih senang
endemisitas sedang yaitu Kecamatan hinggap pada pakaian yang menggantung.
Pataruman memiliki rerata kelembaban udara
Faktor lain yang mempengaruhi
60,2% dan Kecamatan Purwaharja memiliki
kepadatan nyamuk adalah keberadaan kasa
kelembaban 62,47%. Sedangkan untuk
nyamuk. Kasa nyamuk adalah salah satu alat
kecamatan dengan tingkat endemisitas
pelindung yang terbuat dari kawat dan
rendah memiliki rerata kelembaban udara
biasanya dipasang di lubang ventilasi.
65,43%.
Berdasarkan hasil observasi tentang
Berdasarkan data tersebut dapat keberadaan kasa nyamuk di rumah responden
disimpulkan bahwa kelembaban di di Kota Banjar diketahui bahwa responden
kecamatan endemis tinggi lebih rendah Kecamatan Banjar yang merupakan
dibandingkan dengan kecamatan endemis kecamatan dengan tingkat endemisitas tinggi,
sedang dan rendah, akan tetapi kelembaban hasilnya ternyata yang menggunakan kasa
udara kecamatan endemis rendah paling nyamuk sebanyak 30,61%. Untuk kecamatan
tinggi diantara ketiga kecamatan. yang merupakan kecamatan dengan tingkat
endemisitas sedang, ternyata yang
Faktor lainnya, yang dapat
menggunakan kasa nyamuk sebanyak 25%
mempengaruhi kepadatan nyamuk Aedes
(Kecamatan Pataruman) dan 10%
aegypti adalah menggantung pakaian.
(Kecamatan Purwaharja). Sedangkan
Berdasarkan hasil penelitian di dalam
kecamatan dengan tingkat endemisitas
lingkungan rumah responden diketahui
rendah, hasilnya yang menggunakan kasa
Kecamatan Banjar yang merupakan tingkat
nyamuk adalah sebanyak 27,27%
endemisitas tinggi, keberadaan pakaian
(Kecamatan Langensari) (Gambar 1).
menggantung adalah sebanyak 89,76%.
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 4,Desember 2012 : 315 – 326

Gambar 1. Grafik Karakteristik Lingkungan Fisik Menurut Strata


Endemisitas DBD di Kota Banjar Provinsi Jawa Barat

Karakteristik Lingkungan Biologi biasa di tanam di pekarangan rumah adalah


tanaman yang memiliki daun yang lebat dan
Berdasarkan hasil penelitian di dalam
kadang tanaman yang berbuah seperti pohon
rumah responden di Kota Banjar diketahui
palem, pohon mangga, pohon blimbing dan
bahwa Kecamatan Banjar merupakan tingkat
lainnya.
endemisitas tinggi, jumlah rumah yang
memiliki tanaman hias sebanyak 61,23%. Berdasarkan hasil penelitian di
Kecamatan dengan tingkat endemisitas lingkungan rumah responden di Kota Banjar
sedang, jumlah rumah yang memiliki diketahui bahwa Kecamatan Banjar dengan
tanaman sebanyak 95% (Kecamatan tingkat endemisitas tinggi, jumlah rumah
Pataruman) dan 30% (Kecamatan yang memiliki lahan pekarangan sebanyak
Purwaharja). Untuk kecamatan dengan 97,96%. Kecamatan dengan tingkat
tingkat endemisitas rendah, jumlah rumah endemisitas sedang, jumlah rumah yang
yang memiliki tanaman hias sebanyak memiliki tanaman pekarangan sebanyak 95%
81,82% (Kecamatan Langengsari). Hal ini (Kecamatan Pataruman) dan 75%
dapat diketahui bahwa responden di (Kecamatan Purwaharja). Untuk kecamatan
kecamatan endemis tinggi mempunyai dengan tingkat endemisitas rendah, jumlah
tanaman hias yang lebih sedikit dibandingkan rumah yang memiliki lahan pekarangan
kecamatan endemis sedang dan rendah. sebanyak 100% (Kecamatan Langensari).
Lingkungan biologi lain yang dapat Keberadaan lahan pekarangan yang di
mempengaruhi siklus hidup nyamuk DBD kecamatan endemis tinggi dan rendah lebih
adalah keberadaan lahan pekarangan. Lahan banyak dibanding kecamatan endemis
pekarangan merupakan sebidang tanah yang sedang. Atas dasar ini, maka perlu
terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan diwaspadai karena kondisi tanaman
jelas batasnya, ditanami dengan satu atau pekarangan yang cenderung lembab dan
berbagai jenis tanaman dan masih gelap merupakan tempat yang sangat disukai
mempunyai hubungan pemilikan dengan Aedes untuk beristirahat (Gambar 2).
rumah yang bersangkutan. Tanaman yang
Karakteristik lingkungan fisik, biologi...(Arda D & Pandji W)

Gambar 2. Grafik Karakteristik Lingkungan Biologi Menurut Strata Endemisitas DBD di


Kota Banjar Provinsi Jawa Barat

Karakteristik Lingkungan Sosial Artinya, dalam suatu daerah bila


masyarakat mempunyai persepsi/ pandangan
Lingkungan sosial mempunyai
tentang pentingnya menjaga kebersihan
peranan yang cukup penting dalam penularan
untuk mencegah penyakit demam baerdarah,
penyakit DBD. Pada lingkungan sosial
maka akan mempengaruhi tingkat kejadian
dibatasi pada variabel pendidikan, mobilitas
demam berdarah di daerah tersebut
penduduk, pekerjaan, penghasilan,
(Saniambara, 2003). Dalam penelitian ini,
keberadaan kelompok peduli DBD dan
ternyata untuk tiga strata endemisitas DBD
aktivitas PSN.
tinggi, sedang, dan rendah rata-rata tingkat
Pendidikan adalah usaha sadar dan pendidikannya tidak jauh berbeda yaitu
terencana untuk mewujudkan suasana belajar sebagian besar pada Tamat SLTP dan Tamat
dan proses pembelajaran agar peserta didik SLTA. Begitu pun untuk aspek pekerjaan,
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk tiga daerah strata endemisitas DBD
untuk memiliki kekuatan spiritual tinggi, sedang, dan rendah sebagian besar
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, pekerjaannya adalah Swasta dan Ibu Rumah
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan Tangga.
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Demikian juga untuk aspek
Pendidikan pada responden di Kota pendapatan, strata endemisitas DBD sedang,
Banjar sudah dianggap cukup baik karena dan rendah sebagian besar penghasilannya
rata-rata responden telah mengenyam adalah lebih dari Rp. 1.000.000,- per bulan,
pendidikan dasar seperti yang dicanangkan kecuali untuk dan bahkan justru pada daerah
oleh pemerintah wajib belajar 9 tahun. strata endemisitas tinggi, penghasilannya
Pembangunan di bidang pendidikan adalah antara Rp. 750.000-1.000.000.
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
Tingkat pendidikan dapat
terhadap kesehatan. Konsep sehat dan sakit
berpengaruh pada pekerjaan yang di
dapat mempengaruhi persepsi/ pandangan
dapatkan. Apabila seseorang mempunyai
cara hidup dan upaya seseorang untuk dapat
pendidikan yang tinggi maka kemungkinan
meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan
dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik.
demikian pemberantasan Aedes dapat
Pekerjaan merupakan aktivitas utama yang
dilakukan untuk menyehatkan diri dan
dilakukan oleh manusia. Pekerjaan
lingkungan.
digunakan untuk melakukan suatu tugas atau
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 4,Desember 2012 : 315 – 326

kerja yang menghasilkan uang bagi rendah angka mobilitasnya lebih tinggi, yaitu
seseorang. Pekerjaan dapat dilakukan di endemisitas sedang sebanyak 85%
dalam maupun di luar rumah. (Kecamatan Pataruman) dan endemisitas
rendah sebanyak 100% (Kecamatan
Mobilitas penduduk berpengaruh
Langensari).
terhadap penyebaran DBD. Mobilitas
penduduk adalah perpindahan penduduk dari Aktivitas Pemberantasan Sarang
suatu tempat ke tempat lain. Migrasi antar Nyamuk (PSN) adalah memberantas nyamuk
desa tentunya dapat pula membawa akibat dengan cara memberantas jentik di tempat
terhadap pola dan penyebaran penyakit berkembangbiak yaitu tempat penampungan
menular di desa-desa yang bersangkutan air dan tempat umum sekurang-kurangnya
maupun desa-desa di sekitarnya. Peranan seminggu sekali. Kegiatan ini lebih lanjut
migrasi atau mobilitas geografis didalam berkembang dengan metode menguras,
mengubah pola penyakit di berbagai daerah menutup dan mengubur barang bekas.
menjadi lebih penting dengan makin
Berdasarkan hasil penelitian tentang
lancarnya perhubungan darat, udara dan laut;
aktivitas Pemberantasan Sarang Nyamuk
hal tersebut dapat dilihat misalnya pada
(kegiatan menguras, menutup tempat
penyakit demam berdarah.
penampungan air serta mengubur barang
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata bekas) di kecamatan endemisitas tinggi
untuk kecamatan yang memiliki endemititas responden yang melakukan PSN sebanyak
DBD tinggi justru sedikit tingkat 61,22%, kecamatan endemis sedang
mobilitasnya, yaitu Kecamatan Banjar (49%). sebanyak 95%, dan endemisitas rendah
Sedangkan untuk endemisitas sedang dan sebanyak 100%.

Tabel 1. Karakteristik Lingkungan Sosial di empat desa di Kota Banjar, Jawa Barat tahun
2012
Strata Endemisitas DBD
Karakteristik Lingkungan Tinggi Sedang Sedang Rendah
Banjar Pataruman Purwaharja Langensari
Sosial
Penghasilan ( ≥ UMR) (%):
< 500.000 10,2 30 5 36,36
500.000-750.000 10,2 10 10 0
750.000-1.000.000 14,29 10 25 27,27
>1.000.000 65,31 50 60 36,36
Pendidikan (%)
TT SD 14,29 5 0 0
T SD 18,37 20 30 36,36
T SLTP 16,32 30 35 18,18
T SLTA 28,57 25 20 36,36
Akademi 8,16 5 5 9,09
PT 14,29 15 10 0
Pekerjaan:
TNI/ POLRI 2,04 0 0 0
PNS 8,16 20 5 9,09
Swasta 20,41 35 20 18,18
Petani 0 0 15 9,09
IRT 18,37 30 30 45,45
Tdk Bekerja 8,16 0 10 0
Mahasiswa/Pelajar 42,86 15 20 18,18
Mobilitas penduduk (%) 49 85 55 100
Aktivitas PSN (%) 61,22 95 95 100
Karakteristik lingkungan fisik, biologi...(Arda D & Pandji W)

PEMBAHASAN akan menyebabkan terjadinya penguapan dari


dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga
Analisis lebih lanjut, maka kondisi
mengeringkan cairan tubuh. Hal ini dapat
kepadatan rumah tersebut dapat menjadi
memperpendek usia nyamuk. Sebaliknya,
salah satu faktor resiko penularan penyakit
pada kelembaban tinggi nyamuk Aedes
DBD. Yang mana, nyamuk Aedes merupakan
aegypti cenderung dapat bertahan hidup
nyamuk yang jarak terbangnya pendek yaitu
dalam waktu yang lebih lama. Pada
100 meter. Oleh karena itu, nyamuk tersebut
kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk
bersifat domestik. Sehingga apabila rumah
akan pendek karena tidak cukup untuk siklus
penduduk saling berdekatan, tentu hal ini
pertumbuhan parasit di dalam nyamuk.
dapat dengan mudah berpindah dari satu
rumah ke rumah yang lain. Kalau dianalisis lebih jauh, aktivitas
menggantung pakaian ini merupakan
Artinya, apabila penghuni salah satu
kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat.
rumah ada yang terkena penyakit Demam
Ada anggapan dari masyarakat bahwa
Berdarah Dengue (DBD), maka virus
menggantung pakaian adalah cara praktis dan
tersebut dapat ditularkan kepada tetangga,
efisien dalam menyimpan pakaian setelah
tentunya tetangga yang paling dekat dengan
dipakai. Selain itu, pakaian yang di gantung
penderita yang memiliki resiko lebih besar
juga tidak terlalu kusut jika hendak dipakai
untuk tertular penyakit DBD (Yatim, 2001).
kembali.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Artinya, selain ada manfaat dari
penelitian Antonius yang menyebutkan
menggantung pakaian itu, ternyata
bahwa daerah yang terjangkit demam
keberadaan pakaian menggantung dapat
berdarah dengue pada umumnya adalah kota/
dijadikan salah satu tempat hinggap yang
kelurahan yang padat penduduknya. Rumah-
disukai nyamuk Aedes aegypti. Di mana
rumah yang saling berdekatan memudahkan
dalam pakaian yang telah dipakai terdapat
penularan penyakit (Antonius, 2003).
beberapa zat yang membuat nyamuk tertarik
Keberadaan kontainer itu sendiri untuk mendekat seperti asam amino, asam
sangat berperan dalam peningkatan laktat dan zat-zat lainnya yang berasal dari
kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti, keringat manusia. Nyamuk juga senang
karena semakin banyak jumlah kontainer dengan aroma tubuh manusia yang
yang ada di suatu wilayah maka semakin mengeluarkan karbondioksida dari
banyak pula tempat yang digunakan sebagai pernafasan yang kemudian menempel pada
perindukan nyamuk Aedes aegypti. Hal pakaian.
tersebut akan memudahkan nyamuk Aedes
Selanjutnya, jika pakaian tersebut
aegypti untuk berkembang biak, sehingga
digantung maka akan meningkatkan populasi
populasi nyamuk tersebut akan terus
nyamuk yang hidup di dalam rumah,
meningkat. Tingginya populasi nyamuk
terutama yang hinggap di pakaian
Aedes aegypti ini akan menyebabkan resiko
menggantung (Soetaryo, 2004). Penelitian
terjadinya inveksi virus DBD lebih cepat,
Arman menyebutkan ada hubungan antara
sehingga jumlah kasus DBD pun ikut
kebiasaan menggantung pakaian dengan
meningkat di wilayah tersebut. Kondisi ini
endemisitas Demam Berdarah Dengue
didukung penelitian Nicholas Duma yang
(Arman, 2005).
menyatakan keberadaan kontainer (tempat
penampungan air) sangat berpengaruh Berdasarkan data tersebut, ternyata
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue keberadaan kasa nyamuk untuk daerah
(Duma, 2007). endemis tinggi justru lebih banyak yang
menggunakan kasa nyamuk di rumahnya. Hal
Terkait dengan data kelembaban,
ini berarti, walaupun pemakaian kasa pada
diketahui bahwa sistem pernafasan nyamuk
ventilasi merupakan pencegahan secara fisik
Aedes aegypti menggunakan pipa udara
terhadap nyamuk yang bertujuan agar
(trachea) dengan lubang-lubang pada dinding
nyamuk tidak sampai masuk rumah. Namun,
tubuh nyamuk (spiracle). Adanya spiracle
ternyata bukan merupakan faktor penentu
yang terbuka lebar tanpa adanya mekanisme
pencegahan kehadiran nyamuk di rumah. Hal
pengaturan, maka pada kelembaban rendah
ini dikarenakan di daerah Kecamatan Banjar
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 4,Desember 2012 : 315 – 326

kondisi kepadatan rumahnya lebih padat dari Apabila tanaman pekarangan banyak
Kecamatan lainnya yang merupakan endemis terdapat di daerah pantai, maka akan
sedang dan rendah. memperpanjang umur nyamuk yang nantinya
akan terjadi penularan demam berdarah di
Arti lainnya, hasil penelitian
daerah tersebut sepanjang tahun. Pada waktu
mengenai karakteristik lingkungan fisik ini
musim penghujan akan terjadi penularan
memperlihatkan bahwa kepadatan rumah
demam berdarah ke daerah sekitar dan bila
mempunyai kecenderungan untuk dapat
musim kemarau penularan terjadi di daerah
menyebabkan tingkat endemisitas DBD yang
semula yang menjadi pusat penularan.
berbeda pada masing-masing kecamatan. Hal
ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang Selain keberadaan tanaman hias dan
menunjukkan pada kecamatan yang endemis lahan pekarangan, faktor lain yang dapat
tinggi mempunyai kepadatan rumah yang mempengaruhi lingkungan biologi adalah
paling tinggi di antara kecamatan endemis keberadaan jentik. Keberadaan jentik
sedang dan rendah. nyamuk di tempat penampungan air akan
berpengaruh pada terjadinya Demam
Berdarah Dengue. Tempat penampungan air
Analisis Karakteristik Lingkungan Biologi yang potensial untuk tempat hidupnya jentik
Menurut Strata Endemisitas adalah bak mandi, ember, vas bunga, ban
Keberadaan lingkungan biologi yang bekas, gentong, dan lainnya. Menurut
dapat mempengaruhi siklus hidup nyamuk Sutaryo, virus dengue ini memiliki masa
DBD adalah keberadaan tanaman hias, inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara
keberadaan lahan pekarangan dan keberadaan 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh
jentik. manusia. Oleh kerena itu, apabila keberadaan
jentik nyamuk dibiarkan maka yang terjadi
Tanaman hias merupakan tanaman adalah kejadian demam berdarah dengue
yang biasa dipergunakan sebagai dekorasi yang akan terus meningkat.
baik di dalam ruangan dan luar ruangan.
Tanaman hias memiliki berbagai macam Keberadaan jentik di Kecamatan
jenis mulai dari tanaman berbunga sampai Langensari sebanyak 100% (endemisitas
tanaman yang berbentuk unik. Bentuk rendah) lebih banyak dari pada Kecamatan
tanaman ini sangat beraneka ragam dan Pataruman sebanyak 35% (endemisitas
masing-masing tanaman memiliki daya tarik sedang), dan Kecamatan Banjar sebanyak
tersendiri untuk layak dikoleksi (Arman, 26,53% (endemisitas tinggi). Hal ini,
2005). dikarenakan masyarakat masih banyak yang
tidak membersihkan tempat penampungan
Tanaman hias dapat berupa tanaman air, mereka beranggapan kalau tempat
yang media tumbuhnya tanah dan penampungan airnya menggunakan ember
menggunakan air. Di sini, tanaman hias yang biasanya tidak akan ada jentik karena setiap
tumbuhnya menggunakan air sangat beresiko hari airnya pasti habis untuk mandi dan
menjadi tempat perindukan nyamuk. Hal ini, mencuci.
dikarenakan air yang menggenang dan bersih
pada tanaman tersebut biasanya dalam
kondisi terbuka. Artinya, apabila air tersebut Analisis Karakteristik Lingkungan Sosial
tidak diganti secara rutin maka dapat menjadi Menurut Strata Endemisitas
tempat bertelur dan berkembangbiaknya
Menurut Dalimunthe, pekerjaan
nyamuk.
dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat
Menurut Saniambara, nyamuk Aedes dalam melakukan pemberantasan DBD
aegypti dapat berkembangbiak di tempat (Dalimunthe, 2008). Menurut Cut Irsanya,
penampungan air yang bersih dan beralaskan pekerjaan dapat mempengaruhi penghasilan
tanah, seperti: bak mandi/wc, drum dan yang mana penghasilan berkaitan dengan
kaleng bekas, tempat minum burung dan pot daya beli masyarakat untuk mendapatkan
tanaman hias. Kadang-kadang ditemukan jaminan kesehatan dan fasilitas yang di
juga di pelepah daun, lubang pagar/bambu dapatkan pada saat sakit serta mempengaruhi
dan lubang tiang bendera.
Karakteristik lingkungan fisik, biologi...(Arda D & Pandji W)

kunjungan untuk berobat ke puskesmas dan KESIMPULAN DAN SARAN


rumah sakit (Chahaya, 2003).
Kesimpulan
Kepadatan penduduk adalah jumlah
Kondisi karakteristik lingkungan
penduduk yang menempati tiap satuan luas
fisik menurut strata edemisitas DBD di Kota
wilayah. Berdasarkan data monografi dari 3
Banjar terdapat kepadatan rumah daerah
kecamatan di dapatkan data jumlah penduduk
endemis tinggi (517,884 unit/km2), endemis
Kecamatan Banjar sebanyak 2.056 jiwa/km2,
sedang (271,713 dan 331,584 unit/km2), dan
Kecamatan Purwaharja sebanyak 626
endemis rendah (392,171 unit/km2).
jiwa/km2 dan Kecamatan Pataruman
Keberadaan kontainer daerah endemis tinggi
sebanyak 1.032 jiwa/km2, dan Kecamatan
(95,9%), endemis sedang (95% dan 100%),
Langensari sebanyak 3.008 jiwa/km2. Dari
dan endemis rendah (100%). Suhu udara
data tersebut, dapat disimpulkan bahwa
rumah daerah endemis tinggi (27,470C),
Kecamatan Banjar yang merupakan endemis
endemis sedang (27,2% dan 27,930C), dan
tinggi mempunyai jumlah penduduk yang
endemis rendah (26,850C). Kelembaban
banyak sehingga penularan Demam Berdarah
ruangan daerah endemis tinggi (56,71%),
cepat menyebar.
endemis sedang (60,2% dan 62,47%) dan
Kepadatan penduduk menunjang endemis rendah (65,43%). Keberadaan baju
atau sebagai salah satu faktor risiko menggantung daerah endemis tinggi (89,8%),
penularan penyakit DBD. Semakin padat endemis sedang (80% dan 85%) dan endemis
penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes rendah (81,8%). Keberadaan kasa nyamuk
menularkan virusnya dari satu orang ke orang daerah endemis tinggi (30,6%), endemis
lainnya. Pertumbuhan penduduk yang tidak sedang (10% dan 25%) dan endemis rendah
memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang (27,3%).
tidak terencana serta tidak terkontrol
Sedangkan kondisi karakteristik
merupakan salah satu faktor yang berperan
lingkungan biologi menurut strata
dalam munculnya kembali kejadian luar
endemisitas DBD di Kota Banjar yaitu:
biasa penyakit DBD (Chahaya, 2003).
keberadaan tanaman hias daerah endemis
Menurut pendapat Sunaryo, tinggi (61,2%), endemis sedang (30% dan
mobilitas penduduk memudahkan penularan 95%) dan endemis rendah (81,8%).
dari satu tempat ke tempat lainnya dan Keberadaan lahan pekarangan daerah
biasanya penyakit menjalar dimulai dari endemis tinggi (98%), endemis sedang (75%
suatu pusat sumber penularan kemudian dan 95%) dan endemis rendah (100%).
mengikuti lalu lintas penduduk. Makin ramai Keberadaan jentik nyamuk daerah endemis
lalu lintas itu, makin besar kemungkinan tinggi (27%), endemis sedang (20% dan
penyebaran (Dalimunthe, 2008). 35%) dan endemis rendah (36%). Untuk
kondisi karakteristik lingkungan sosial
Penelitian ini di dukung oleh
menurut strata endemisitas DBD di Kota
penelitian Arsin dan Wahiduddin tentang
Banjar adalah: Pendidikan daerah endemis
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tinggi DBD dan endemis sedang sebagian
kejadian demam berdarah dengue di Kota
besar (Tamat SLTA), endemis rendah (Tamat
Makasar dapat diketahui bahwa faktor
SLTP). Jenis pekerjaan ternyata sebagian
pengurasan dan menutup tempat
besar memiliki kesamaan, yaitu wiraswata
penampungan serta mengubur barang bekas
dan ibu rumah tangga. Penghasilan berkisar
memiliki pengaruh terhadap kejadian Demam
antara Rp. 750.000-1.000.000/bulan.
Berdarah Dengue (Dalimunthe, 2008).
Mobilitas penduduk endemis tinggi (49%),
Pada penelitian mengenai endemis sedang (55% dan 85%), endemis
karakteristik lingkungan sosial dapat rendah (100%). Keberadaan kelompok peduli
simpulkan bahwa tingkat penghasilan, DBD endemis tinggi (40,8%), endemis
kepadatan penduduk dan aktivitas PSN sedang (20% dan 50%), endemis rendah
tersebut hanya memiliki kecenderungan (45,5%). Aktivitas PSN endemis tinggi
untuk dapat menyebabkan tingkat (61,2%), endemis sedang (95%), dan rendah
endemisitas DBD yang berbeda pada masing- (100%).
masing kecamatan.
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 4,Desember 2012 : 315 – 326

Saran Djunaedi D. (2006) Demam Berdarah: Epidemiologi,


Imnopatologi, Patogenesis, Diagnosis dan
Bagi masyarakat terutama untuk Penatalaksanaanya. Malang: Penerbit
daerah yang memiliki kepadatan rumah yang Universitas Muhammadiyah
tinggi agar memperhatikan tempat Duma N, (2007) Darmawansyah, Arsunan A. Analisis
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
penampungan air (kontainer) yang ada di Demam Berdarah Dengue di Kecamatan
rumah dan halaman, membersihkan Baruga Kota Kendari. Analisis. ISSN 0852-
pekarangan dari benda-benda yang 8144 Vol 4 No.2 September 2007:91-100
menampung air karena memiliki potensi Haryadi D. (2007) Analisis Spasial Penyakit Demam
Berdarah Dengue di Kabupaten Karawang
terjadinya penyebaran nyamuk penular DBD Tahun 2005-2007 (Tesis). Fakultas
dan mengaktifkan kelompok peduli demam Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
berdarah yang bertugas melakukan Murti. (1997) Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi.
pemantauan jentik nyamuk secara berkala ke Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
rumah-rumah. Penyuluhan tentang upaya Pambudi. (2009) Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi Kader Jumantik Dalam
pencegahan demam berdarah perlu Pemberantasan DBD di desa Ketitang
ditingkatkan, bagi masyarakat secara intensif Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali
sesuai dengan karakteristik lingkungan fisik, Tahun 2009. Surakarta: UMS
biologi, dan sosial daerahnya. Roy Nusa, dkk. (2008) Sero-Epidemiologi Infeksi
Dengue di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008
(Laporan Penelitian). Ciamis: Loka Litbang
P2B2 Ciamis
DAFTAR PUSTAKA Saniambara, N, Effendi, dan Ndoen E (2003). Penyakit
yang ditularkan oleh nyamuk di NTT.
Antonius, W.K. (2003) Kebijakan Pemberantasan
Available from: http://www.infomedia.com.
Wabah Penyakit Menular, Kasus Kejadian
Sari, Cut Irsanya N. (2005) Pengaruh Lingkungan
Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (KLB
Terhadap Perkembangan Penyakit Malaria
DBD). Available from :
dan Demam Berdarah Dengue. Bogor: IPB
http://www.theindonesianinstitute.com.
Sarwono. (1992) Psikologi Lingkungan. Jakarta: PT.
Arman, E.P. (2005). Faktor Lingkungan dan Perilaku
Grasindo
Kesehatan yang Berhubungan dengan
Saryono. (2008) Metodologi Penelitian Kesehatan
Endemisitas Demam Berdarah
Penuntun Praktis Bagi Pemula. Yogyakarta:
Dengue.Surabaya
Mitra Cendikia
Arsin AA dan Wahiduddin. (2004) Faktor-faktor yang
Saskia, I. (2003) Klinik Keluarga Terapi Demam.
Berpengaruh Terhadap Kejadian Demam
Jakarta: Progres
Berdarah Dengue di Kota Makasar. Jurnal
Sidik, (2011)
Kedokteran Yarsi. Vol. 12 No. 2 : 23
http://sidikpurnomo.net/pembelajarafisika/su
Chahaya, I. , (2003) Pemberantasan Vektor Demam
hu.
Berdarah di Indonesia. Sumatra: FKM USU
Soedarto MD. (1996) Penyakit Infeksi di Indonesia.
Dalimunthe. (2008). Faktor-faktor Yang
Jakarta: Widya Medika
Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Soetaryo. (2004) Dengue. Yogyakarta: Medika
Dalam Program Pencegahan Malaria Di
Fakultas Kedokteran UGM
Kecamatan Saibu Kabupaten Mandailing
Sunaryo, S. (2003) Demam Berdarah Dengue Pada
Natal. [Tesis]. Fakultas Kesehatan
Anak. Jakarta: UI
Masyarakat Sumatra Utara.
Syarif A. (2011) Kasus DBD Diprediksi Meningkat
Depkes RI. (2001) Pedoman Pelaksanaan Sanitasi
Februari Hingga Maret. Available from:
Lingkungan Dalam Pengendalian Vektor.
http://antarajawabarat.com.
Jakarta: DirJen PP & PL Depkes RI
Triwinasis, Siwi. (2009) Hubungan Antara Praktik
Dinkes Kota Tegal. (2009) Laporan Kegiatan Fogging
Pemberantasan Nyamuk dengan Keberadaan
Sarang Nyamuk Kota Tegal. Tegal: Dinkes
jentik Aedes aegypti di Kelurahan Parakan
Dit. Jen.PPM dan PLP. (1990) Survei Entomologi
Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta
Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Dit.
(Skripsi). Semarang: FKM UNDIP
Jen.PPM dan PLP
WHO. (2004) Panduan Lengkap Pencegahan dan
Ditjen PPM & PL Depkes R.I. (2001) Pencegahan dan
Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah
Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Dengue dan Demam Berdarah. Jakarta:
Yatim, F. (2001) Macam-macam Penyakit dan
Departemen Kesehatan R.I.
Pencegahannya. Yogyakarta: Pustaka
Populer Obor

You might also like