Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

STUDI POPULASI ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII) DI

KAWASAN STASIUN PENELITIAN KETAMBE TAMAN NASIONAL


GUNUNG LEUSER ACEH TENGGARA
1
Dodi Syahputra, 2 Ruskhanidar, 3 Zakiah
1,2,3
Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Pante Kulu

Email Correspondence: dodisyahputra0405@gmail.com

Abstrak
The Ketambe Research Station is an important habitat for the Sumatran
orangutan (Pongo abelli), which experiences many disturbances from the
community, such as forest encroachment and illegal logging. This condition
has caused 7% habitat destruction. The impact of habitat destruction has led
to a decline in the orangutan population. This study aims to determine the
population of Sumatran orangutans at the Ketambe research station. The
study took place at the Ketambe research station, Mount Leuser National Park
(TNGL) Aceh Tenggara, for three months from April to June 2021, using the
purposive sampling method, and the orangutan population data collection
technique using the line transect method as many as 9 (nine) transects. ,
placed: riverbanks, plains, ridges, and mountain peaks. Data analysis for this
study used the formula d = N / 2 w L: Estimating nest density (d), number of
nests (N), length of observation path (L), width of observation path (w),
according to (Van Schaik, 1995) is Estimated density of each nest/species
found. The observation paths are 1 km long each and the left and right are 25
m wide, the Sumatran orangutan population density found is 0.7291
Individuals/Km², with a total of 104 nests. From the total area of observation
45 ha (450,000m²). Based on the results of the study, the most preferred type
of meranti (hopea cernua) was the Sumatran orangutan for making nests at
the ketambe research station. The most distribution of nests based on diameter
size is 21-40 cm, based on nest height is at a height of 10-20 m, based on nest
position is in position 1, based on nest class is in class C, and based on tree
height is in class 15-25 m. Based on the results obtained, the types of trees
that orangutans prefer for nesting can be used as a type of planting activity,
orangutan habitat restoration.

Keywords: Pongo abelii, Orangutan population . Ketambe research station.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Orangutan merupakan satu-satunya jenis kera besar yang dapat ditemukan di
Asia, yang sebarannya meliputi Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Saat ini
ada tiga jenis orangutan yang hidup di Indonesia yaitu orangutan sumatera
(Pongo abelii), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan tapanuli

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


(Pongo tapnuliensis). Orangutan merupakan satwa kunci yang berperan penting
dalam penyeimbangan ekosistem di lingkungan. Salah satu perannya sebagai
penyebar biji-bijian di dalam kawasan hutan (Nurcholisudin (2020); BBTNGL
(2020)).
Stasiun Penelitian Ketambe sebagai zona inti Taman Nasional Gunung Leuser
(TNGL) memiliki kekayaan fauna 115 jenis dan flora 180 jenis (Nurcholisudin,
2020). Salah satu diantara fauna tersebut orangutan sumatera (Pongo abelii).
Kawasan (TNGL) berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem terutaman
perlindungan terhadap flora & fauna yang beranekaragam yang terdapat di
dalamnya. Flora dari berbagai komposisi, terutama tingkat pohon dapat berfungsi
sebagai tempat bersarang dan sumber pakan untuk orangutan sumatera (Pongo
abelii), serta menjadi pendukung untuk kelangsungan hidupnya (Nurcholisudin,
2020).
Namun saat ini sebagian kecil kawasan ketambe 7 %, telah mengalami
kerusakan akibat perambahan, pembalakan liar dan alih fungsi lahan untuk lahan
perkebunan. Kerusakan tersebut berdampak pada hilangnya habitat hutan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal dan sumber pakan orangutan (FKL.2020;
BTNGL, 2020).
Paparan di atas menjelaskan bahwa masih ada sebagian kecil masyarakat setempat
yang tidak peduli terhadap kehidupan flora dan fauna yang ada di kawasan
Ketambe. Apabila kegiatan ilegal tersebut terus berlanjut, maka kemungkinan
besar flora dan fauna yang ada di kawasan tersebut akan berkurang secara drastis,
termasuk di dalamnya orangutan sumatera (Pongo abelii). Saat ini populasi
orangutan di habitatnya mengalami penurunan drastis, dan diperkirakan dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir populasi tersebut telah menyusut antara 30-50%
(Nurcholisudin, 2020). Hal ini yang mendasari penelitian populasi orangutan
sumatera (Pongo abelii) di stasiun penelitian Ketambe Aceh Tenggara penting
dilakukan.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana kondisi populasi
orangutan (Pongo abelii) dikawasan Stasiun penelitian Ketambe Taman Nasional
Gunung Leuser Aceh Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
populasi orangutan sumatera (Pongo abelii), distasiun penelitian Ketambe Taman
Nasional Gunung (TNGL). Diharapkan penelitiani ini dapat menjadi sumber data
dan inrfomasi mengenai keberadaan orangutan sumatera (Pongo abelii)
dikawasan Stasiun Penelitian Ketambe Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
Aceh Tenggara, dan dapat menjadi landasan dalam perencaaan konservasi
orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), yang lebih baik di masa
yang akan datang.

METODE PENELITAN

Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Ketambe Taman Nasional
Gunung Lauser Kabupaten Aceh Tenggara. Waktu penelitian dilakukan selama 3
(tiga) bulan, yaitu April – Juni 2021. Secara geografis berada pada koordinat
03°02’50,5’’ LU dan 097°25’02,0’’ BT, secara administrasi berada di desa

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


Ketambe kecamatan, Ketambe Aceh Tenggara. Lokasi penelitian dapat dilihat
pada gambar 1, di bawah ini:

Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

Alat dan Bahan Penelitian


Objek penelitian yang diamati orangutan, dan untuk pengamatan
menggunakan peta areal untuk penentuan lokasi pengamatan, GPS untuk
pemngambilan titik koordinat, binokuler untuk memperjelas objek pengamatan,
meteran untuk mengukur diameter batang, dan kamera untuk dokumentasi serta
tallysheet sebagai tempat pencatatan data, topofil benang untuk pengukuran jalur
pengamatan,, listance laser untuk mengukur ketinggian batang serta pita
berwarna untuk menandai batang pohon. Semua ini merupakan peralatan yang
digunakan untuk membantu dan mempermudah pelaksanaan kegiatan penelitian
di lapangan.

Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode (purposive sampling), dan teknik
pengambilan data populasi orangutan menggunakan metode line transect yang
dibuat berdasarkan keberadaan sarang (purposive sampling) dengan jumlah
transek sebanyak 9 (sembilan) transek, di tempatkan pada; Pinggir sungai, dengan
ketinggian 400-500 mdpl, lereng dengan ketinggian 500-600, mdpl punggungan,
dataran dengan ketinggian 400-500 mdpl, dan Bukit dengan ketinggian 1000-1100
mdpl, berikut beberapa tempat yang akan di amati untuk pengambilan data
estimasi populasi orangutan di kawasan penelitian. Tipe habitat pada jalur tersebut
adalah hutan sekunder. Adapun jarak transek pertama dengan transek kedua yaitu
1 km (1000 m), di Kawasan Stasiun Penelitian Ketambe Taman Nasional Gunung

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


Leuser (TNGL). Metode ini sangat efektif digunakan untuk estimasi kepadatan
populasi orangutan.

Teknik Pengambilan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan membuat jalur transek (trail) sepanjang
1000 meter dengan lebar 25 meter pada masing-masing sisi kanan dan kiri jalur
pada daerah yang telah ditentukan (Atmoko dan Rifqi, 2012). Lebar jalur
diterapkan atas dasar keyakinan bahwa jarak pandang mata masih dapat
menjangkau sasaran (target) dengan baik untuk mendekteksi keberadaan sebuah
sarang orangutan. Setiap lokasi penelitian di jalur transek yang dijumpai dicatat
(titik koordinat, nama pohon, jarak sarang dari jalur, kelas sarang, ketinggian
sarang, posisi sarang, ketinggian pohon, buah pakan dan keberaadan satwa lain di
dalam Kawasan Stasiun penelitian) diberi tanda dengan pita dan posisi sarang
diambil koordinatnya. Pengumpulan data dengan cara menelusuri jalur transek
(line transect). Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan rumus :
d= N/2wL
Dimana :
d = Kepadatan Sarang (Density)
N = Jumlah Sarang
L = Panjang jalur pengamatan
w = Lebar jalur pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan Populasi Orangutan


Berdasarkan hasil analisis, jumlah sarang orangutan di stasiun penelitian
ketambe ditemukan sebanyak 104 sarang orangutan, dari luas pengamatan
450.000 m². Jumlah yang paling banyak di temukan pada transek 3 dan jumlah
paling rendah ditemukan pada transek 8. Data selengkapi dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. jumlah sarang orangutan.
Transe Jumlah sarang Kepadatan individu
k orangutan (km2)
1 18 1,296
2 7 0,360
3 18 1,317
4 7 0,700
5 22 1,241
6 13 0,820
7 10 0,050
8 2 0,222
9 7 0,556
Jumlah 104 0,729
Sumber: Data primer 2021

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


Data tabel 1, menunjukan kepadatan populasi berbeda pada setiap transek,
kepadatan sarang orangutan paling tinggi terdapat pada transek 3 sebesar 1,317
individu/km², sedangkan yang paling rendah kepadatanya ditemukan pada transek
8 sebesar 0,0222 individu/km². Perbedaan terjadi karena letak transek 1 berada di
pinggir sungai. Kondisi habitat pada transek 1 vegetasi tingkat pohon masih
tinggi. Transek 8 letaknya di bukit, hal ini yang mengakibatkan terjadinya
perbedaan kepadatan sarang orangutan. Hasil penelitian ini sesuai penelitian
sebelumnya yang di lakukan (Fahlevi, 2018) yang menyatakan bahwa kepadatan
populasi orangutan di ketambe dipengaruhi ketinggian tempat (mdpl).

Karateristik Sarang Orangutan Sumatera


Hasil Penelitian di Stasiun Penelitian Ketambe memperlihatkan karakteristik
sarang seperti kelas sarang, posisi sarang, tinggi sarang, tinggi pohon sarang dan
diameter pohon sarang. Pohon sarang merupakan pohon yang dipilih dan dipakai
untuk dijadikan sebagai tempat membangun sarang, baik sarang siang maupun
sarang malam. Tidak semua jenis pohon digunakan orangutan untuk membangun
sarang. Menurut (Misdi, 2019) belum diketahui faktor khusus yang
mempengaruhi orangutan dalam memilih suatu pohon untuk dijadikan sebagai
pohon sarang.
Namun bisa dilihat bahwa orangutan akan memilih jenis-jenis pohon yang
memiliki percabangan yang kuat, berdaun lebat, dedaunan yang lembut dan halus,
serta bukan dari jenis pohon yang mengandung banyak getah, atau daun yang
gatal, berbulu kasar atau jenis daun dan cabang yang mengandung miang (Misdi,
2019). Pohon sarang yang digunakan untuk membangun sarang berdasarkan kelas
umur pembuatnya (orangutan) juga bervariasi sesuai dengan habitat tempat
dimana orangutan tersebut berada (Misdi, 2019).

Kelas Sarang Orangutan


Berdasarkan hasil penelitian kelas sarang, yang paling tinggi di temukan
kelas 3 sebanyak 50 sarang orangutan, yakni sarang yang sudah agak tua, namun
kondisi sarang masih utuh dan dapat digunakan untuk bersarang dan beristirahat.
Sarang yang paling sedikit di temukan adalah karateristik sarang kelas 1 sebanyak
6 sarang. Sedikitnya karateristik kelas sarang baru di temukan hal ini diduga karna
orangutan jarang mencari makan pada lokasi penelitian saat pengambilan data,
karna pohon pakan belum berbuah.
Kelas sarang merupakan suatu parameter yang dapat dijadikan untuk
melihat pergerakan pada orangutan, hal tersebut karena orangutan selalu
berpindah dan membuat sarang setiap hari, sehingga sarang yang dijumpai tidak
selalu memiliki kelas yang sama. Untuk itu pada penelitian ini kelas yang
digunakan adalah kelas 1, 2, 3, dan 4, untuk membedakan kelas 1 sampai kelas 4
bisa di lihat dari segi daun dan ranting yang digunkan orangutan, sarang kelas
satu jenis daun dan ranting yang masih hijau dan masih segar, kelas 2 daun sudah
mulai tidak segar, semua daun masih ada , bentuk sarang masih utuh, warna daun
sudah coklat terutama di permukaan sarang, belum ada lubang terlihat dari bawah,
kelas 3 sarang tua , semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang,

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


sudah terlihat adanya lubang dari bawah, sedangkan kelas 4 hampir semua daun
sudah hilang. Hasil keseluruhan dapat di jelasakan pada gambar 2.

50

36

12
6

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Gambar 2. Jumlah kelas sarang yang ditemukan

Gambar 2 sebaran sarang berdasarkan kelas sarang menunjukkan bahwa kelas


1 merupakan sarang yang paling jarang dijumpai, dimana kelas tersebut
merupakan sarang yang relatif masih baru ditandai dengan daun berwarna
hijau, untuk kelas 2 merupakan sarang yang relatif baru yaitu campuran daun
hijau dan kering, kelas 3 merupakan kelas yang paling disukai dan yang paling
banyak dijumpai, dimana pada kelas tersebut merupakan kelas yang berwarna
coklat, namun bentuk masih utuh, sedangkan untuk kelas 4 merupakan sarang
yang sudah mulai berantakan, ada lubang atau potongan daun yang hilang.
Hasil olahan data yang didapat dari pengamatan orangutan berdasarkan kelas,
sarang memiliki kelas yang berbeda beda, dari yang baru sampai yang sudah
tua, dan pada umumnya sarang yang masih baru sangat jarang dijumpai.
Hal ini juga dipengaruhi berbagai macam faktor antaranya daerah jelajah
orangutan yang sangat luas, pohon buah yang terdapat di lokasi pengamatan
tersebar tidak merata sehingga kemungkinan besar orangutan tidak selalu
membuat sarang baru pada transek pengamatan, hal ini yang menjadi alasan
sarang baru sedikit ditemukan di transek pengamatan. Sedangkan menurut
(Fahlevi, 2018), sedikitnya kelas 1(satu) dan kelas 2 ditemukan pada transek
pengamatan karena orangutan selalu berpindah-pindah dalam membuat
sarang. Orangutan akan membuat sarang setiap hari ditempat yang berbeda.

Jumlah Sarang
Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa posisi sarang yang
paling banyak dijumpai pada lokasi penelitian tersebut yakni posisi 1
sebanyak 46 sarang, dan yang paling sedikit ditemukan pada posisi 4 sebanyak
3 sarang sedangkan pada posisi 0 tidak ditemukan adanya sarang. Posisi
sarang dapat dilihat pada gambar 3.

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


46
36

19

3
0
Posisi I Posisi II Posisi III Posisi IV Posisi V
Gambar 3. Posisi sarang pada pohon sarang

Gambar 3 dapat dilihat bahwa posisi 1 merupakan posisi yang paling disukai
yang terletak pada batang utama, dimana pada posisi tersebut pohon lebih kuat
untuk menampung bobot tubuh orangutan, baik jantan maupun betina, dan
anaknya. Hal ini diduga sangat ditentukan oleh faktor kesesuaian pohon untuk
membangun sarang, mudah tidaknya mendapatkan bahan membuat sarang, dan
kenyamanan orangutan itu sendiri. Pengamatan ini sesuai dengan penelitian
(Swandi, 2000), yang menyatakan bahwa orangutan menyukai tempat untuk
membangun sarang pada posisi 1 (satu). Secara umum posisi ini mempunyai
bahan sarang yang melimpah. Cabang-cabang yang mengelompok pada bagian ini
secara vertikal maupun horizontal mempermudah pembentukan lingkaran sarang,
mangkuk sarang, dan penyangga sarang yang mampu menopang berat tubuh
orangutan. Posisi 2 (dua) hampir sama dengan posisi 1 (satu) dimana mampu
menampung bobot orangutan dewasa, sedangkan pada posisi 3 (tiga) digunakan
untuk orangutan remaja untuk membuat sarang dan untuk tempat bermain dan
istrahat.
Pernyataan Muslim dan Ma’ruf, (2016) bahwa orangutan yang menggunakan
cabang utama biasanya adalah orangutan jantan dewasa, sesuai dengan berat dan
besar tubuhnya, serta betina dewasa yang memiliki anak karena posisi ini mampu
untuk menahan beban yang cukup berat. Posisi ujung dahan biasanya dipakai oleh
orangutan remaja atau yang tidak terlalu berat. Posisi pucuk pohon dipilih oleh
orangutan untuk mempermudah mengamati gangguan dari luar. Pada penelitian
ini tidak ditemukan adanya posisi sarang orangutan sumatera (Pongo abelii) pada
jalur pengamatan yang berada di permukaan tanah (posisi 0). Tidak ditemukan
sarang orangutan karena untuk melindungi dirinya dari serangan predator. Hal ini
berbeda pula dengan orangutan kalimantan yang membuat sarang pada posisi 0.

Ketinggian Sarang Pada Pohon Sarang


Berdasarakan tinggi pohon sarang banyaknya sarang yang di temukan
pada ketinggian 11-20 m sebanyak 69 sarang dari 104 individu. Menurut
pernyataan (Fahlevi, 2018), bahwa orangutan pada umumnya banyak membangun
sarang pada ketinggian 11-20 meter. Hasil yang diperoleh di sajikan pada Gambar
4.

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


69

26
9
0
0 - 10 m .11 - 20 m .21 - 30 m .31 - 40 m
Gambar 4 Jumlah sarang orangutan berdasarkan tinggi sarang pada pohon
sarang

Berdasarkan grafik di atas ketinggian pohon sarang menentukan tingkat


keamanan orangutan dari gangguan apapun yang berada disekitarnya. Orangutan
pada umumnya membangun sarang pada ketinggian 13-15 meter, namun hal ini
bergantung pada struktur hutan tempat orangutan tersebut berada, pemilihan
tinggi tempat orangutan membuat sarang juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
hutan seperti adanya serangan predator.
Semakin tinggi sarang yang dibuat orangutan, semakin sulit bagi predator
untuk menjangkaunya (Meijarard et al. 2001). Menurut (Fahlevi, 2018) pohon
yang tingginya lebih dari 25 meter, kurang disukai orangutan untuk membuat
sarang karena kondisinya yang tidak terlindung dari terpaan angin. Apabila sarang
berada pada ketinggian tersebut maka diperkirakan akan menyulitkan orangutan
untuk mengawasi kondisi di sekitarnya, karena dari pohon yang lebih tinggi akan
sulit melihat kondisi di bawah yang tertutup tajuk pepohonan yang lebih rendah.

Tinggi Pohon Sarang Orangutan


Hasil pengamatan di lapangan menunjukan tinggi pohon yang dipakai
orangutan untuk membangun sarang di Stasiun penelitian Ketambe, sangat
bervariasi mulai dari ketinggian 5 m sampai dengan 30 m diatas pohon. Hasil
analisis data menunjukan bahwa tinggi pohon sarang orangutan dapat dilihat pada
gambar 5:
67

26

11
0
0 - 10 m .11 - 20 m .21 - 30 m .31 - 40 m
Gambar 5. Tinggi pohon sarang di lokasi pengamatan

Berdasarkan hasil analisis pada gambar 5, jumlah sarang paling banyak


ditemukan pada pohon yang tingginya 11-20 m sebanyak 67 sarang
denganpersentase 64,42% sarang, sedangkan yang palaing sedikit ditemukan pada
ketingian 0-10 m sebanyak 11 sarang dengan hasil persentase 10,58% sarang.

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


Fahlevi (2018), menjelaskan bahwa ketinggian pohon sarang menentukan
tingkat keamanan orangutan dari gangguan apapun yang berada disekitarnya.
Orangutan pada umumnya membangun sarang pada ketinggian 11-20 m, namun
hal ini bergantung pada struktur hutan tempat orangutan tersebut berada,
pemilihan tinggi tempat orangutan membuat sarang juga sangat dipengaruhi oleh
kondisi hutan seperti adanya serangan predator.

Kelas Diameter Batang Pohon Sarang Orangutan


Berdasarkan hasil analisis diameter batang pohon sarang orangutan dilokasi
penelitian paling banyak di temukan sarang pada kelas diameter 21-40 cm
sebanyak 63 sarang. Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 6 di bawah ini.
63

25

7 4 1 1 0 3
0 - 20 .21 - 40 .41 - 60 .61 - 80 .81 - 100 .101 - .121 - .141 -
120 140 160
Gambar 6. Diameter pohon sarang

Gambar 6, menjelaskan bahwa sarang paling tinggi ditemukan pada pohon dengan
ukuran diameter 21-40 cm, sebanyak 63 sarang. secara keseluruhan sarang relatif
lebih banyak di bangun pada pohon yang ukuran diameter 21-40 cm. Pemilihan
ukuran diameter berkaitan dengan kekuatan pohon sarang untuk menopang dan
memberikan kenyamanan pada orangutan, karena pada umumnya orangutan
akan mencari pohon berdiameter yang sesuai dengan berat tubuhnya. Namun
faktor lainnya yang mempengaruhi diameter pohon sarang yaitu jumlah jenis
pohon pakan yang berada disekitar sarang, karena pada umumnya orangutan akan
membuat sarang dekat dengan sumber pakan.
Penelitian yang dilakukan (Fahlevi, 2018) menunjukan kecenderungan
orangutan untuk membuat sarang pada pohon dengan ukuran diameter yang lebih
kecil yaitu rata-rata diameter pohon sarang adalah 23,71 cm. Hasil penelitian
(Kuswanda, 2014) di kawasan hutan batang toru menunjukkan bahwa orangutan
umumnya menyukai pohon dengan diameter 16–35 cm. Kelompok pohon ini
memiliki cabang dan ranting yang kuat dan berdaun lebat sehingga dapat
menambah kenyamanan tidur bagi orangutan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Kepadatan
populasi orangutan sumatera rata-rata di temukan sebanyak 0,7291 individu/Km²,
dengan jumlah keseluruhan 104 sarang, Sebaran karateristik sarang lebih banyak

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam


pada pohon yang diameter 21-40 cm, sedangkan berdasarkan tinggi sarang lebih
banyak ditemukan pada ketinggian 5-20 m, berdasarkan posisi sarang berada pada
posisi 1, dan berdasarkan kelas sebaran sarang berada pada kelas 3.

Saran
Disarankan untuk konservasi orangutan di Stasiun Riset Ketambe Taman
Nasional Gunung Leuser, untuk meperbaiki habitat di lokasi penelitian dengan
menanami vegetasi yang disukai orangutan.

DAFTAR PUSTAKA
Atmoko, U.S.S., Rifqi, M.A. 2012. Buku panduan survei Orangutan. In forum
orangutan,
Indonesia.https://www.iucnredlist.org/species/121097935/123797627pong
o-abelli diakses pada tanggal 8-februari-2021.
Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL] . 2019. Keputusan
Kepala Balai Besar TNGL, tentang Sarana dan Prasara di Stasiun
penelitian Ketambe.
Fahlevi, R, Atmoko, U.S.S., Rifqi, M.A. (2018) Kepadatan Populasi Orangutan
Sumatera [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara 2018.
Fkl; TNGL Taman Nasional Gunung Leuser, 2020. Kondisi Taman Nasional
Gunung leuser. Laporan kerja
Kuswanda. 2014. Identifikasi jenis pohon bersarang orangutan, batang toru
[Skripsi]. Universitas Sumatrera Utara.
Prayogo H, Thohari, A M, Solihin, Duryadi D, Prasetyo, Budi L, Sugardjito
dan/and Jito. 2016. Permodelan Kesesuaian Habitat Orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus) di Koridor Satwa Kapuas
Hulu Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian hutan dan pelestarian alam.
Vol. 13 No. 2,: 137-150
Meijarard, E., H.D. Rijksen, S.N. Kartikasari. 2001, Di Ambang Kepunahan,
Kondisi Orangutan Liar. Peyuting S.N Kartikasari. The Gibbon
Foundation Indonesia. Jakarta.
Misdi. 2019. Karakteristik Pohon Sarang Dan Keberadaan Sarang Baru
Orangutan, [Tesis]. Uiversitas Nasional (UNAS).
Muslim., Ma’ruf, 2016. Analisis jenis pohon sarang orangutan, [Skripsi].
Universitas Sumatera Utara.
Nurcholisudin. 2020. Jenis Pohon Pakan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii
Lesson, 1827) Berdasarkan Ketinggian Tempat Di Stasiun Penelitian
Ketambe Sebagai Referensi Matakuliah Ekologi Hewan. Fakultas
Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry [Skripsi]
Banda Aceh 2020.

Swandi. 2000. Indentifikasi jenis sarang orangutan, [Skripsi]. Universitas


Sumatera Utara.

DOI.10.5281/zenodo.6402427 Jurnal Penelitian Hutan dan Sumber Daya Alam

You might also like