Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol.

20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356


Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

TUBUH PEREMPUAN DALAM BUDAYA KONSUMEN:


ANTARA KESENANGAN DIRI, STATUS SOSIAL, DAN NILAI PATRIARKI

1 2
Ida Rosida

Submitted Article: 03 May 2018 Reviewed Article: 10 May 2018 Accepted Article: 14 June 2018

Abstract

This article discusses the Jakarta urban women body in Indonesian consumer culture
as reflected in Miss Jinjing Belanja Sampai Mati (2008) by Amelia Masniari. Within
consumer culture, consuming commodities is seen as a natural. However, it is the
impact of the power (dominant ideologies) that present in that culture. The primary
objective of this paper is to explore how the Jakarta urban woman body is
constructed within Indonesia’s consumer culture in which portrayed in Miss Jinjing
Belanja Sampai Mati (2008) through the character of Amelia Masniari. This is a
qualitative research with cultural studies approach. The concept of Mike Featherstone
about the body in consumer culture is used to analyze the text. The results show that
the Jakarta urban woman body as reflected through Amelia's character is constructed
by capitalism, consumerism and patriarchal ideology. The emergence of these three
ideologies are seen through contradictions in the text such as the contradiction
between values of self-pleasure, social status as well as patriarchal values. In
conclusion, the Jakarta urban woman body (Amelia) in Indonesian consumer culture
as reflected in Miss Jinjing Belanja Sampai Mati (2008) is site of ideological
contestation; capitalism, consumerism and patriarchal ideology. The presence of
these ideologies are not mutually tearing down but mutually reinforcing one another
and in the end there is coherence between each ideology.

Keywords: Woman body construction, urban life style, consumer culture, ideology

Abstrak

Artikel ini membahas tubuh perempuan urban Jakarta dalam budaya konsumen
Indonesia seperti tercermin dalam Miss Jinjing Belanja Sampai Mati (2008) karya
Amelia Masniari. Dalam budaya konsumen, mengonsumsi seolah menjadi hal yang
alami. Namun, sesungguhnya hal tersebut merupakan dampak dari adanya kekuasaan
(ideologi-ideologi dominan) yang hadir dalam sebuah budaya. Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menunjukkan bagaimana tubuh perempuan urban Jakarta
dikonstruksi oleh budaya konsumen Indonesia seperti tercermin dalam Miss Jinjing
Belanja Sampai Mati (2008) melalui tuturan Amelia Masniari di dalam teks. Perilaku
konsumsi Amelia di dalam teks tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan ideologi yang
pada akhirnya turut menentukan gaya hidupnya sebagai perempuan urban Jakarta
yang konsumtif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan Cultural
Studies. Selanjutnya, konsep Mike Featherstone mengenai tubuh dalam budaya
konsumen digunakan untuk menganalisis teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tubuh perempuan urban Jakarta yang tercermin melalui tokoh Amelia dikonstruksi
oleh ideologi kapitalisme, konsumerisme dan ideologi patriarki. Munculnya ketiga

1
Dosen Program Studi Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
2
Korespondensi Penulis, email: idarosida@uinjkt.ac.id
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
85 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

ideologi ini terlihat melalui kontradiksi-kontradiksi dalam teks seperti kontradiksi


antara nilai-nilai kesenangan diri, status sosial juga nilai-nilai patriarki. Dari analisis
tersebut dapat disimpulkan bahwa tubuh perempuan urban Jakarta (Amelia) dalam
budaya konsumen Indonesia seperti tercermin dalam Miss Jinjing Belanja Sampai
Mati (2008), merupakan situs pertarungan ideologi yaitu ideologi kapitalisme,
konsumerisme dan ideologi patriarki. Ketiga ideologi ini saling mengukuhkan satu
sama lain dan tidak ada satu ideologi pun yang runtuh, sehingga pada akhirnya terjadi
koherensi antar masing-masing ideologi.

Kata Kunci: Konstruksi tubuh perempuan, gaya hidup urban, budaya konsumen,
ideologi

A. PENDAHULUAN images of the body. Senada dengan Lurry


(2013) yang menyebutkan bahwa salah satu

K
ehidupan perempuan urban khusus penyebab berkembangnya budaya konsu
nya di Jakarta tak bisa dilepaskan dari men adalah terjadinya manipulasi ruang dan
urusan konsumsi. Maraknya fasilitas- waktu melalui media periklanan. Media ini,
fasilitas perkotaan seperti pusat-pusat kemudian, mengarahkan masyarakat untuk
perbelanjaan, restoran, kafe, salon dan meraih kebutuhan akan eksistensi diri
klinik kecantikan turut menunjang perilaku (Noerhadi, 2014), dan hal yang dilakukan
masyarakat urban yang gemar mengon selanjutnya adalah mengonsumi komoditas
sumsi. Begitu pula halnya dengan akses yang dapat mengahadirkan citra yang yang
terhadap informasi yang dapat diperoleh diinginkan.
dengan mudah melalui media cetak maupun Menurut Kozinet (dalam Arnould dan
elektronik berupa internet, televisi, dan Thompson, 2005), istilah budaya konsumen
berbagai teknologi lainnya. Tak hanya itu, juga mengkonseptualisasikan sistem yang
maraknya on line shopping semakin saling berhubungan antara gambar, teks,
memanjakan mereka untuk membeli segala dan objek komersil yang digunakan oleh
komoditas yang diinginkan. Keberadaan kelompok-kelompok tertentu melalui kon
fasilitas-fasilitas tersebut mempermudah struksi praktek, identitas, dan makna.
perempuan urban dalam menentukan gaya Artinya, segala praktek budaya yang dilaku
hidupnya dan menjadi konsumtif. Su kan masyarakat konsumen tak lepas dari
pangkat, dkk (2005) mengatakan bahwa sebuah sistem yang merupakan sebuah
salah satu ciri yang melekat dalam konstruksi sosial terhadap segala bentuk
masyarakat urban adalah terciptanya gaya komoditas. Menurut Arnould dan Thompson
hidup konsumtif. Maraknya konsumsi (2005) makna ini diwujudkan dan dinego
komoditas tiada batas ini menandakan siasikan oleh konsumen dalam peran dan
bahwa budaya konsumen di Indonesia hubungannya dalam situasi sosial tertentu.
semakin berkembang. Dalam budaya konsumen, tubuh meme
Budaya konsumen adalah sebuah gang peranan penting karena melalui
budaya dimana sebuah komoditas dibuat tubuhlah seseorang baik laki-laki atau
sedemikian rupa sehingga memunculkan perempuan dapat mengkonstruksi identitas
impian-impian yang sengaja dikonstruksi nya berdasarkan apa yang dikonsumsinya.
secara sosial, utamanya oleh sistem Jagger (2000) mengatakan “anyone can be
kapitalis. Misal, iklan dalam media mampu anyone as long as they have the means to
menyulap komoditas tertentu dan memberi participate in consumption”, sesorang bisa
kan konsep tubuh yang ideal versi kapitalis. menjadi siapapun selama Ia memiliki modal
Featherstone (1982) mengungkapkan “with untuk membeli segala yang dikonsumsinya.
in consumer culture, advertisements, the Tindakan mengonsumsi kemudian bisa
popular press, television and motion menjadi alat bagi seseorang untuk menego
pictures, provide a proliferation of stylised siasikan dan mengartikulasikan identitasnya.

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

86 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

Budaya konsumen menitikberatkan pada Jakarta yang hidup dalam lingkaran budaya
citra tubuh, tubuh langsing, tubuh sexy, dan konsumen Indonesia.
tubuh ideal. Tubuh, kemudian bukanlah Sebagai sebuah fenomena budaya,
tubuh yang sifatnya pribadi (private) tapi tindakan mengonsumsi bagi perempuan
secara sosial, tubuh menjadi public political urban Jakarta seperti Amelia merupakan hal
issues (Shilling, 2016). Anthony Synnott, yang tak terpisahkan dalam kesehariannya.
dalam bukunya Tubuh Sosial, Simbolisme, Ia hidup di kota metropolitan dan biasa
Diri dan Masyarakat (2007) menuturkan menikmati berbagai fasilitas yang tersedia
bahwa tubuh tak bisa lepas dari konstelasi seperti pusat-pusat perbelanjaan, salon-
sosial, politik, ekonomi dan budaya yang salon kecantikan, restoran, juga cafe-cafe
melingkupinya. Hal ini menegaskan bahwa yang sengaja diciptakan untuk menunjang
kehadiran tubuh dalam sebuah masyarakat aktifitas masyarakat perkotaan. Mengonsum
tak lepas dari aspek sosial, politik, ekonomi si telah menjadi salah satu rutinitas dalam
dan budaya sehingga tubuh menjadi tubuh keseharian perempuan urban saat ini
sosial dan memiliki nilai politis. Dengan termasuk Amelia, dan pada akhirnya
demikian, jelas bahwa dalam budaya mengonsumsi merupakan cara terbaik yang
konsumen, tubuh tidak dilihat sebagai tubuh dipilih perempuan untuk mengonstruksi
biologis saja tetapi sebagai tubuh sosial tubuhnya sesuai dengan kriteria-kriteria
yang sarat dengan nilai-nilai budaya dimana yang diinginkannya.
tubuh tersebut hadir. Dalam budaya Ada pun permasalahan yang muncul
konsumen ini pun, tubuh bisa dikonstruksi dalam Miss Jinjing Belanja Sampai Mati
oleh berbagai macam ideologi (Mochtar, (2008) yaitu mengenai sosok Amelia
2008). sebagai cermin perempuan urban Jakarta
Salah satu buku non fiksi gaya hidup yang mengonstruksi tubuhnya melalui
dengan judul Miss Jinjing Belanja Sampai paparannya dalam mengonsumsi berbagai
Mati (2008) karya Amelia Masniari komoditas sebagai akibat adanya berbagai
memperlihatkan bagaimana tubuh khusus macam ideologi yang ada dalam budaya
nya tubuh seorang perempuan memiliki konsumen Indonesia. Dalam budaya konsu
makna penting dalam sandaran budaya men, tubuh tidaklah dilihat sebagai tubuh
konsumen. Tubuh tidak hanya dilihat yang tanpa nilai karena ia dipengaruhi oleh
berdasarkan wujud fisiknya saja melainkan sosial budaya tempat dimana tubuh tersebut
dilihat dari apa yang melekat pada tubuh hadir, sehingga tindakan mengonsumsi pun
tersebut. Buku ini memaparkan pengalaman dapat dipengaruhi oleh ideologi-ideologi
pribadi Amelia, seorang perempuan asal dominan yang ada dalam sebuah masya
Jambi yang berdomisili di Jakarta yang rakat. Mengonsumsi seolah menjadi hal
dikenal dengan gaya hidup konsumtif. yang alami, namun sesungguhnya hal
Didalamnya, buku ini memaparkan gaya tersebut dipengaruhi oleh adanya ke
hidup perempuan yang praksis dari dirinya kuasaan yang melekat dalam praktek
dan yang dia cerap dari diri perempuan lain. budaya. Begitupula halnya dengan Amelia,
Adapun isi dari buku tersebut yaitu berupa perilaku konsumsinya tidak bisa dilepaskan
tips-tips berbelanja, curhat, dan filosofis dari kekuasaan ideologi yang pada akhirnya
mengenai sisi perempuan yang tidak bisa turut menentukan gaya hidupnya sebagai
dilepaskan dari kehidupan laki-laki. Buku ini perempuan urban Jakarta yang konsumtif.
telah dibaca oleh 10.000 orang dan 90% Dari latar belakang yang telah
pembacanya adalah perempuan (Masniari, disampaikan diatas, muncul pertanyaan
2011, Komunitas Belanja Sampai Mati, penelitian: Bagaimana tubuh perempuan
http://belanja-sampai-mati.blogspot.com/ urban Jakarta yang tercermin melalui sosok
2011/10/komunitas-miss-jinjing.html, diakses Amelia dalam Miss Jinjing Belanja Sampai
tanggal 30 April 2018). Perilaku konsumsi Mati (2008) dikonstruksi dalam budaya
dan gaya hidup perempuan urban Jakarta konsumen Indonesia?
seperti tercermin dalam Miss Jinjing Belanja
Sampai Mati (2008), merupakan sebuah
fenomena mengenai perempuan urban

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
87 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

B. METODE PENELITIAN komoditas itu sendiri karena ia diukur dari


nilai tukar atau nilai jual yang dimilikinya.

K
ajian ini adalah kajian terhadap teks Buku non fiksi Miss Jinjing Belanja Sampai
(buku non fiksi gaya hidup) Miss Mati (2008) karya Amelia Masniari
Jinjing Belanja Sampai Mati (2008) mengungkap bagaimana tubuh menjadi
karya Amelia Masniari. Metodologi penelitian media yang sangat penting khususnya
yang digunakan dalam kajian ini adalah dalam mengartikulasikan identitas sosial dan
metode kualitatif dengan pendekatan sebagai sarana untuk mendapatkan kese
Cultural Studies. Pendekatan ini melihat nangan.
bagaimana perilaku konsumsi sebagai Buku ini terdiri dari 26 bab yang
sebuah praktek kebudayaan memiliki relasi dipaparkan Amelia dengan begitu singkat
yang kuat dengan kekuasaan. Dalam hal ini, dan menarik dengan menggunakan bahasa
ideologi mainstream yang muncul dalam Indonesia dan bahasa Inggris. Melalui
sebuah budaya memiliki kuasa atas tubuh tulisannya Amelia menjadikan pembaca
yang mengonsumsi. Metodologi penelitian sebagai teman curhat, hal ini terlihat dari
terfokus pada pembacaan teks dan melihat sapaan “hi...” dan paparan yang dilontar
isu yang muncul di dalam teks. Analisis kannya pada pembaca seperti “Semasa
dilakukan dengan melihat sosok Amelia di kecil, saya punya imajinasi lebih daripada
dalam teks sebagai cermin perempuan anak-anak sebaya saya......setelah menikah,
urban Jakarta melalui perilaku konsumsinya saya sempat berhenti menekuini menulis,
dengan menggunakan konsep tubuh dalam biasalah karena urusan anak dan suami
budaya konsumen Mike Featherstone. Ia yang tak ada habisnya”(hal: 2). Paparan
adalah teoretikus konsumsi postmodern tersebut merupakan salah satu contoh
yang mengungkapkan bahwa dalam sekaligus menjadi ciri khas tulisan Amelia
posmodernisme, manusia mengonsumsi dalam Miss Jinjing Belanja Sampai Mati
bukan karena use value (nilai guna) tetapi (2008) yang mencoba berbicara kepada
karena nilai simbolik (symbolic value) yang pembaca layaknya seorang teman. Pada
dilihat dari nilai tukar dibalik sebuah awal bab buku ini pun ia menulis “saya
komoditas (Soedjatmiko dalam Rosida, sangat menikmati setiap acara berbelanja”
2014). Konsepnya mengenai tubuh dalam (hal:5) yang memperjelas identitasnya
budaya konsumen adalah bahwa tubuh sebagai perempuan urban Jakarta yang gila
menjadi sarana untuk mendapatkan belanja. Dengan menjadikan pembaca
kesenangan dan ekspresi diri (Featherstone, sebagai teman curhat, Amelia juga mencoba
1982, 1991, 2010). Dengan menggunakan mempengaruhi pembaca khususnya perem
konsep tubuh dalam budaya konsumen puan Indonesia kelas menengah untuk
tersebut, kemudian dilihat bagaimana mengonsumsi seperti dirinya.
perilaku konsumsi Amelia dan bagaimana Dalam halaman sampul, tubuh Amelia
tubuhnya dikonstruksi oleh ideologi-ideologi sendiri dihadirkan dan ditampilkan sebagai
dominan yang muncul dalam budaya sosok perempuan berusia dibawah 40 tahun
konsumen Indonesia. dengan tas-tas belanjaan di sebelah kiri dan
kanan tubuhnya. Ia juga tampil dengan per
C. HASIL DAN PEMBAHASAN hiasan seperti anting, cincin dan gelang
warna emas yang cukup menarik perhatian.

D
alam budaya konsumen, tubuh Berbelanja pada akhirnya menjadi hal yang
memegang peranan penting, karena penting untuk ditampilkan di ruang urban
melalui tubuhlah seseorang dapat Indonesia.
mengkonstruksi identitasnya berdasarkan Seiring diterbitkannya buku ini, Amelia-
apa yang dikonsumsinya. Dalam budaya ini, pun mendirikan sebuah komunitas yang
tubuh diartikan sebagai tubuh yang diberi nama Komunitas BSM (Belanja
mengonsumsi berbagai komoditas yang Sampai Mati) yang sebagian besar ang
ditawarkan industri kapitalis, dan dalam gotanya adalah pembaca buku ini dan
waktu yang sama tubuh juga menjadi perempuan-perempuan urban Indonesia

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

88 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

yang memiliki hobi yang sama dengannya pada hari itu dan akan dilanjutkan di hari-
yaitu berbelanja. Amelia sendiri saat ini hari berikutnya.
dikenal sebagai ikon BSM. Miss Jinjing Melalui analisis teks Miss Jinjing Belanja
Belanja Sampai Mati menjadi judul buku ini Sampai Mati (2008), ditemukan bahwa
berkenaan dengan berbagai pengalaman tubuh perempuan urban Jakarta dalam
Amelia yang mencari dan memburu budaya konsumen Indonesia yang tercermin
belanjaan seperti baju, sepatu, tas, melalui tokoh Amelia dikonstruksi oleh
perhiasan dan komoditas-komoditas lain dari ideologi kapitalisme, konsumerisme dan
berbagai pelosok di Indonesia seperti jambi, ideologi patriarki. Ketiga ideologi ini muncul
bengkulu dan lain-lain hingga ke luar negeri. bersamaan tanpa saling meruntuhkan. Jadi,
Ia seringkali berbelanja dari mulai buka dapat dikatakan bahwa tubuh perempuan
hingga tutupnya pusat-pusat perbelanjaan urban Jakarta (Amelia) dalam budaya
yang mengakibatkan kelelahan pada dirinya. konsumen Indonesia menjadi situs pertaru
Rasa lelah yang mendera Amelia tersebut ngan ideologi.
bukan hanya disebabkan oleh lamanya Adapun argumen yang diangkat melalui
waktu yang dihabiskan untuk berbelanja pembacaan teks Miss Jinjing Belanja
tetapi juga disebabkan oleh banyaknya Sampai Mati (2008) adalah mengenai tubuh
jinjingan belanjaan yang memenuhi tangan sebagai etalase status sosial, relasi komo
kiri dan kanannya. Hal tersebut menye ditas dengan tubuh, nilai patriarki dan nilai
babkan Amelia tak sanggup lagi untuk diri serta citra tubuh dan kecantikan ideal.
berbelanja dan pada akhirnya ia memutus Semua argumen tersebut didapat berdasar
kan untuk mengakhiri aktifitas belanjanya kan ideologi yang muncul dibalik
pembacaan teks.

Konstruksi tubuh perempuan urban


Jakarta dalam
budaya konsumen Indonesia

Kapitalisme

Patriarki
Tubuh Konsumsi Komoditas Konsumerisme
Amelia dan Fasilitas Urban

Patriarki
Status sosial, kepuasan dan
kesenangan untuk diri sendiri &
suami, waktu luang, citra tubuh
Situs dan kecantikan ideal
pertarungan
ideologi

1. Tubuh sebagai Etalase Status Sosial performatif dimana mereka bisa menunjukan
siapa diri mereka dan berasal dari kelas
Bagi sebagian orang, status sosial yang mana. Maka dari itu, mengenakan produk-
disandangnya merupakan hal yang penting produk bermerk yang memiliki nilai jual
untuk ditunjukkan. Bagi orang seperti ini, tinggi dianggap hal yang tepat dalam
konsumsi bisa jadi berfungsi sebagai media mengomunikasikan status sosial tersebut.

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
89 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

Dalam Miss Jinjing Belanja Sampai Mati lakanginya memiliki pengaruh yang cukup
(2008), Amelia mengatakan bahwa hal besar terhadap gaya hidupnya sebagai
terpenting dalam mengonsumsi produk perempan urban.
branded adalah status sosial yang diperoleh Tas branded yang dimiliki Amelia
melalui konsumsi produk tersebut. Hal sebagaimana dituturkannya, membuat
tersebut disampaikan Amelia dalam sebuah dirinya merasa lebih dihargai, disegani dan
bab yang berjudul “20 Items You Should dihormati oleh orang lain. Hal ini disebabkan
Buy Before You Die” Ia menuturkan pengala oleh adanya nilai tukar tinggi yang dimiliki
mannya ketika bepergian dengan tas tersebut, sehingga siapapun yang
menenteng Louis Vuitton, produk branded mengenakan tas ini dianggap memiliki nilai
asal Francis tukar yang tinggi pula. Baudrillad (dalam
Haryatmoko, 2010) menuturkan, akan selalu
“.......saat traveling ke luar negeri, ada perbedaan antara dihargai berdasarkan
menenteng koper LV itu gengsinya kualitas alamiah dan dihargai berdasarkan
beda. Kalau nggak percaya, silahkan suatu model atau kode yang dibentuk.
praktikkan sendiri. Tas LV itu Pendapat ini menegaskan bahwa penghar
membuat kita mendapat perlakuan gaan yang diberikan pada setiap orang akan
baik dan senyuman manis dari officer, berbeda-beda, dan dalam hal mengonsumsi
GRO, sampai bell boy”( 2008: 95). tas branded, seseorang dihargai karena
dikaitkan dengan model dan kode tertentu
Teks di atas memberi gambaran bahwa yang dimiliki tas tersebut.
status sosial yang disandang seseorang Tas branded yang dipakai oleh Amelia,
sangatlah penting untuk ditunjukkan. Untuk dijadikan alat untuk mengontruksi identitas
menunjukkan kelas sosial tersebut, kon sosial yang ingin ia tunjukkan. Tas Louis
sumsi produk branded pun menjadi pilihan. Vuitton dianggap bisa mengonstruksi iden
Louis Vuitton adalah tas produksi Francis titas sosialnya karena ia memiliki nilai tukar
yang menduduki urutan Pertama high ends yang tinggi. Tubuh Amelia dalam budaya
brand pada tahun 2004-2006 dengan harga konsumen Indonesia dilihat layaknya
US$ 17,606 (Okonkwo: 2016). Dapat sebuah komoditas. Tinggi rendahnya nilai
dibayangkan bahwa siapapun yang men tukar sebuah komoditas yang dikenakan
jinjing tas ini pasti memiliki kemampuan Amelia, akan berpengaruh terhadap peni
finansial yang tinggi. Dalam hal ini, tas laian orang mengenai status sosial yang ia
branded dengan harga ratusan juta rupiah miliki. Maka dari itu, Amelia berusaha
menjadi salah satu pilihan Amelia untuk mengonstruksi tubuhnya ke dalam komo
menunjukkan siapa dirinya dan berasal dari ditas tertentu untuk mendapatkan penilaian
kelas mana. Ia memiliki keinginan untuk mengenai identitas sosialnya. Amelia
menunjukkan siapa dirinya dan diakui melalui tulisannya mencoba mantasbihkan
sebagai golongan kelas tertentu berda dirinya dan tubuhnya dengan gaya hidup
sarkan apa yang Ia konsumsi. Menurut urban yang sebaiknya diikuti oleh perem
Ismail (2017), beberapa orang dalam puan urban seusianya. Dengan kata lain,
sebuah masyarakat memiliki gaya hidup tubuh Amelia disini merupakan etalase
tertentu dengan tujuan untuk sosial karena dilihat dari tampilan dan apa
memperlihatkan siapa dirinya, dan melihat yang melekat pada tubuhnya.
apa persamaan dan perbedaan dirinya Konsumsi Amelia terhadap produk
dengan orang lain. Ia mengungkapkan branded memperlihatkan kerja ideologi kapi
bahwa gaya hidup yang dipilih seseorang talis untuk membangun sebuah pemaknaan
disebabkan oleh beberapa faktor diantara sosial yang melekat dalam sebuah
nya faktor struktural seperti status dan kelas komoditas, yaitu semakin tinggi nilai sebuah
sosial dan faktor non-struktural seperti komoditas, semakin tinggi pula status sosial
selera (Ismail, 2017 dari Weber 1966; yang dimiliki seseorang. Hal ini terinter
Veblen 1966; Bourdieu 1984; Reimer 1989). nalisasi dalam diri Amelia yang meyakini
Dalam pemilihan tas yang dilakukan Amelia, bahwa dengan tas branded ia akan lebih
selera dan kelas sosial yang melatarbe
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

90 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

dihormati dan disegani karena tas tersebut dandan, tidak rapi, bahkan hanya
memiliki nilai tukar yang sangat tinggi. menggunakan sandal flip-flop. Baik yang
Kemudian, ketika Amelia melakukan rapi atau tidak, yang dandan atau tidak,
travelling dan menenteng tas LV di luar memakai high heels atau flip-flop, semua
negeri, ia menjadikan negara tersebut dilayani dengan sopan dan ramah sehingga
sebagai ruang urban dimana ia bisa didilihat Amelia-pun merasa nyaman berada didalam
dan dihargai sebagaimana komoditas yang mall tersebut.
ia kenakan. Dalam budaya konsumen, Dari paparan di atas, bisa dilihat bahwa
ruang-ruang yang ada di kota-kota besar ada kontradiksi dari tuturan Amelia yang
menjadi arena persaingan dan ajang pamer menganggap bahwa status sosial itu penting
di mana setiap orang bisa melihat dan dilihat untuk ditunjukkan yakni melalui konsumsi
untuk dinilai sama seperti komoditas- produk-produk branded. Namun, disisi lain ia
komoditas lain yang memiliki nilai jual atau menginginkan sebuah kebebasan untuk
nilai tukar. menjadi diri sendiri tanpa dipandang status
Disisi lain, ada sebuah kontradiksi antara sosialnya. Kontradiksi ini menunjukkan
keinginan Amelia untuk menunjukkan status bahwa tubuh Amelia dalam budaya
sosialnya melalui konsumsi produk branded konsumen Indonesia sangat dipengaruhi
dengan keinginannya untuk bebas menjadi oleh ideologi kapitalisme, sehingga ia
diri sendiri tanpa dinilai status sosialnya. Hal berusaha mengonstruksi identitas sosialnya
tersebut ditemukan pada bab Miss Jinjing melalui konsumsi produk branded. Dengan
and Friends yang membahas pengalaman mengenakan tas branded yang memiliki nilai
Amelia ketika berbelanja di Singapura. tukar atau nilai jual yang tinggi, ia pun
mendapatkan apresiasi dari apa yang telah
“........kita bebas jalan-jalan di mall dikonsumsinya yaitu pelebelan status sosial
hanya dengan mengenakan short, dan keinginan untuk dihargai dan dihormati
tank top dan sandal flip-flop, tanpa sesuai dengan kelas sosialnya tersebut. Hal
harus dilirik dengan sinis oleh orang ini terjadi karena di Indonesia penampilan
lain dan sales attendant butik. Coba luar sangat dilihat, sehingga pengonsumsian
kalau di Indonesia, berpenampilan komoditas dengan nilai tukar tinggi dapat
seadanya pasti malah dipandang mempengaruhi pelebelan status sosial bagi
sebelah mata, melecehkan. Pokoknya setiap orang termasuk Amelia.
harus rapi, wangi, dan niat dandan. Di sisi lain, ketika tubuh Amelia berada di
Beda banget........”(2008: 21) Singapura, ia tampil sederhana dan apa
adanya tanpa ingin dinilai status sosialnya.
Dalam kutipan di atas, Amelia menya Hal ini menunjukkan bahwa ideologi
takan bahwa pelayanan baik dari sales kapitalisme yang muncul di Indonesia, tidak
attendant di berbagai mal Indonesia akan hadir dalam tubuh Amelia yang berada
didapatkan jika kita sebagai pembeli dalam budaya konsumen Singapura.
berpenampilan rapi, wangi, dan berdandan. Artinya, ideologi kapitalisme ini hanya
Seandainya hanya mengenakan sandal flip- muncul dalam budaya konsumen Indonesia
flop dan memakai baju yang tidak rapi dan sehingga Amelia tidak berusaha mengon
tidak dandan, maka kita akan dipandang struksi identitas sosialnya dalam budaya
sebelah mata dan dianggap tidak mampu bangsa lain. Dalam hal ini, tindakan
membeli produk yang tersedia di pusat- mengonsumsi Amelia di Singapura bebas
pusat perbelanjaan tersebut. Artinya, bahwa dari ideologi kapitalisme sebagaimana
status sosial pun harus ditunjukkan ketika ideologi ini sangat kuat terdapat dalam
berbelanja di Indonesia. Namun, Amelia budaya konsumen Indonesia.
menginginkan kebebasannya sebagai diri Perilaku konsumsi Amelia yang berkaitan
sendiri tanpa dinilai status sosialnya, dimana dengan kelas sosial selain terdapat pada
ia merasa lebih bebas dan merasa lebih pengonsumsian komoditas, bisa dilihat juga
senang ketika berbelanja. Di Singapura, ia melalui penulisan buku Miss Jinjing Belanja
merasa senang karena sales attendant di Sampai Mati (2008) yang banyak menggu
pusat perbelanjaan disana tidak akan nakan bahasa Inggris. Bahasa Inggris yang
memandang rendah pengunjung yang tidak
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
91 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

digunakan Amelia dalam memaparkan Dari kutipan diatas, konsumsi Amelia


pengalamannya merupakan sebuah cara terhadap sepatu high heels adalah demi
yang dipilih Amelia untuk mengonstruksi tercapainya rasa percaya diri yang tinggi.
identitas kelasnya. Penggunaan bahasa Walaupun sebenarnya memakai high heels
Internasional dianggap mampu memperjelas tersebut membuat capek kaki, namun, demi
identitasnya sebagai perempuan kelas mendapatkan rasa percaya diri dan tampil
menengah-atas. cantik, Amelia tidak pernah merasa bosan
untuk mengenakan sepatu high heels
2. Relasi Komoditas dengan Tubuh tersebut. Dalam hal ini, kecantikan sangat
Selain sebagai penguat status sosial, bergantung pada konsumsi tubuh terhadap
penggunaan komoditas memiliki hubungan sebuah komoditas. Penggunaan high heels
erat dengan tubuh perempuan tepatnya yang dianggap Amelia membuat dirinya
melalui sebuah komoditas yang pema tampil seksi dan cantik, menunjukkan bahwa
kaiannya tidak bisa dilepaskan dari tubuh dalam tindakan mengonsumsi tersebut,
pemakainya, sebagai contoh, sepatu, kecantikan dikonstruksi oleh tubuhnya.
kebaya dan berlian. Ketiga komoditas ini Dapat dikatakan bahwa tubuh cantik Amelia
melekat pada tubuh dan tidak dapat di ia konstruksi melalui pemakaian high heels
tanggalkan di sembarangan tempat sebagai karena kecantikan tubuhnya bisa dicapai
mana penggunaan tas. dengan menggunakan sepatu high heels
Komoditas pertama yang memiliki relasi tersebut. Semakin tinggi hak sepatu yang
dengan tubuh adalah sepatu, komoditas ini dikenakan, semakin tinggi pula rasa percaya
memiliki kekuatan untuk mengonstruksi diri yang didapatkan.
kecantikan perempuan, sehingga sepatu ini Dalam pengonsumsian terhadap high
harus tetap melekat pada tubuh. Hal heels, Amelia mengonstruksi tubuhnya
tersebut dipaparkan Amelia yang senang sebagai pengaruh ideologi konsumerisme
berburu sepatu high heels–stilleto dan yang sangat kuat dalam budaya konsumen
dibahas pada bab Busted I’m Addicted Indonesia. Amelia mengonstruksi tubuhnya
to...(hal:99-111). Ia mengatakan bahwa didasarkan pada ideologi konsumerisme
kegemarannya terhadap sepatu high heels- yang menanamkan nilai-nilai kepuasan dan
stilleto adalah demi menunjang kecanti kesenangan diri. Ia dapat dengan mudah
kannya dan demi menumbuhkan rasa mengonstruksi kecantikan tubuhnya melalui
percaya diri. Ia menyetujui pendapat Edward konsumsinya terhadap komoditas yang
Hutabarat yang mengatakan bahwa jika dianggap mampu menyulap dirinya menjadi
perempuan memakai stilleto, postur seseorang yang lebih baik dan lebih cantik.
tubuhnya jadi lebih bagus karena badan jadi Sepatu dikatakan berkorelasi dengan
lebih tegap dan dada membusung. Amelia tubuh bisa terlihat dari perilaku Amelia yang
menuturkan pengalamannya ketika menge memiliki kebiasaan aneh yang biasa ia
nakan high heel nya: lakukan setiap kali membeli sepatu. Ketika
malam hari tiba, Amelia akan memakai tidur
“Waktu kerja jadi sales apartment, sepatunya itu hingga pagi.
saya setiap hari kuat memakai sepatu
10 cm, naik tangga darurat bangunan ”Sehabis belanja sepatu, saya punya
yang belum jadi. Pernah, tanpa kebiasaan yang tidak normal. Setiap
pemberitahuan sebelumnya, di punya sepatu baru, saya biasanya
gedung Chase Plaza ada latihan harus”memerawankan”sepatu itu
pemadam kebakaran. Saya turun dengan membawanya tidur semalam.
tangga 21 lantai pakai stilleto. Buset Kalau baru bangun, rasanya senang
deh. Tapi, saya tidak kapok, tuh. sekali”.(2008: 103)
justru tidak percaya diri kalau tidak
pakai stilleto. Semakin tinggi, semakin Kebiasaan Amelia yang selalu memakai
berasa percaya diri banget dan seksi”. sepatu barunya semalaman nyatanya
(2008: 102). memberi kepuasan tersendiri bagi dirinya. Ia
merasa sangat senang ketika membawa
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

92 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

tidur sepatunya itu hingga pagi. Amelia penjual berlian. Kebiasaan Amelia dan
menggunakan kata memerawankan dalam teman-teman perempuannya mengoleksi
tanda kutip seolah ingin menyampaikan berlian adalah untuk menunjang penam
bahwa pleasure yang ia dapatkan dari pilannya, karena dengan mengenakan
memakai sepatu barunya semalaman sama berlian, mereka merasa lebih cantik dan
halnya dengan sexual pleasure yang seksi. Hal tersebut dibahas Amelia pada bab
didapatkan pada malam pertama. Dalam hal Bling-Bling Surprise (hal 49-91). Amelia
ini, sepatu merupakan komoditas yang menyampaikan pendapatnya mengenai efek
memiliki relasi dengan tubuh terutama pada pemakaian berlian terhadap dirinya
kesenangan yang dirasakan tubuh itu
sendiri. Sebagaimana dikatakan Feather “Sekejap, setelah telinga, lengan dan
stone (1991), bahwa dalam budaya leher dihias aneka berlian yang rata-
konsumen, penampilan adalah faktor utama rata lebih dari lima karat, efeknya
dalam menentukan nilai jual, karena tubuh bikin kita merasa seperti makhluk
diyakini sebagai sarana untuk menikmati Tuhan yang paling seksi.”(2008: 53)
kesenangan dan ekspresi diri sehingga ia
mencerminkan jati diri seseorang. Bagi Amelia, berlian bisa memberi efek
cantik dan seksi bagi tubuhnya. Komoditas
“The body is proclaimed as a vehicle seperti berlian dan tubuh nyatanya memiliki
of pleasure and self expression. relasi yang kuat dalam menimbulkan rasa
Images of the body beautiful, openly cantik dalam dirinya. Tindakan Amelia yang
sexual and associated with hedonism, gemar mengonsumsi berlian untuk memper
leisure and display, emphasizes the cantik tubuhnya, memperlihatkan bahwa
importance of appearance and the tubuh dinilai dari ada tidaknya faktor-faktor
‘look’. . . . for more marketable self” yang dianggap merepresentasikan
that “the closer the actual body kecantikan. Ada tidaknya faktor-faktor terse
approximates to the images of youth, but menentukan nilai jual seseorang dalam
health, fitness and beauty the higher masyarakat, karena pada dasarnya
its exchange-value” seseorang senantiasa dilihat dari penampi
lannya. Jadi, cantik atau tidaknya seseorang
Inilah nyatanya yang terjadi pada Amelia. akan bergantung pada kemampuan dirinya
Dengan membawa tidur sepatunya itu untuk menghadirkan kecantikan tersebut
semalaman, tubuhnya dijadikan sarana yang salah satunya bisa diperoleh melalui
untuk mengekspresikan diri dan kesena pemakaian berlian. Sebagaimana dikatakan
ngan atas kecantikan yang didapatkan Jagger (2000) “anyone can be anyone-as
melalui sepatu high heels tersebut. long as they have the means to participate
Kecantikan itu pun tak lepas dari Ideologi. in consumption”. Setiap orang dapat
Dalam budaya konsumen Indonesia, menjadi apapun seperti yang ia inginkan
kecantikan memiliki kriteria tertentu, seperti asalkan memiliki modal untuk membayar
cantik itu putih, tinggi, langsing dan segala yang dikonsumsinya. Kemampuan
sebagainya. Ideologi ini kemudian Amelia untuk mengonsumsi berlian
terinternalisasi dalam diri perempuan memberinya kemudahan untuk menjadi
Indonesia termasuk Amelia, sehingga ia kannya seperti siapapun yang diinginkan
berusaha kuat untuk mengonstruksi termasuk menjadi makhluk Tuhan yang
tubuhnya berdasarkan kriteria-kriteria cantik paling seksi. Konstruksi tubuh Amelia
tersebut melalui konsumsinya terhadap melalui konsumsi berlian tentu didasarkan
komoditi seperti sepatu. pada ideologi cantik yang ada dalam budaya
Komoditas lain yang dapat dikatakan konsumen Indonesia.
berkorelasi dengan tubuh perempuan Selain sepatu dan berlian, komoditas lain
adalah berlian. Hal ini terlihat dari hobi yang dapat dikatakan berkorelasi dengan
Amelia yaitu mengoleksi berlian. Ia biasa tubuh adalah kebaya. Bagi Amelia, pakaian
membeli berlian bersama teman-teman khususnya kebaya memiliki relasi yang kuat
perempuannya yang lain di rumah khusus untuk menghadirkan kecantikan pada
tubuhnya. Hal tersebut dibahas Amelia pada
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
93 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

bab 20 Items You Should Buy Before You Indonesia yang melambangkan kecantikan
Die (hal: 91-98). Amelia menyampaikan seorang wanita. Maka dari itu, Amelia
pendapatnya dalam kutipan berikut mengonstruksi kecantikan tubuhnya melalui
pemakaian kebaya buatan Edward Huta
“perancang lain boleh datang dan barat.
pergi, tapi kebaya pengantin Edward
Hutabarat akan selalu ada selama 3. Nilai Patriarki
nya. Harus diakui, harga kebaya
rancangannya memang benar-benar Merawat tubuh merupakan salah satu
bikin kepala pusing, tapi saat gaya hidup yang terbentuk dalam masya
dikenakan maka sama-sama setuju, rakat perkotaan saat ini. Fasilitas-fasilitas
dengan saya. Ada harga ada mutu. yang terdapat diperkotaan seperti salon
perasaan saat kain kebaya melekat kecantikan, spa, klinik kecantikan dan lain-
dibadan, tuh, kayak puteri keraton lain memberi kemudahan tersendiri bagi
saja-yang cantik, ayu, dan juga perempuan urban Jakarta untuk melakukan
langsing. Bang edo bisa bikin saya perawatan tubuh apapun termasuk perawa
yang merasa seperti itik buruk rupa ini tan tubuh yang paling sensitif. Dalam Miss
menjadi angsa cantik yang meme Jinjing Belanja Sampai Mati (2008), Amelia
sona”(2008: 91-92) mengatakan bahwa gaya hidup perempuan
urban di Jakarta terutama terhadap perawa
Sama halnya dengan sepatu dan berlian, tan tubuh dan kecantikan adalah demi
kebaya yang dikenakan Amelia membuat menyenangkan dan memuaskan suami. Hal
nya merasa cantik. Melalui kebaya inilah, tersebut bertujuan demi terjaganya jalinan
Amelia merasakan dirinya yang ia ibaratkan rumah tangga yang harmonis baik lahir
seperti itik buruk rupa menjadi perempuan maupun batin, dan sebagai pencegahan
cantik yang diibaratkan dengan angsa cantik supaya suami tidak berselingkuh. Melekat
yang memesona. Kebaya Edward Hutabarat nya nilai-nilai patriarki dibalik perilaku
dianggapnya memiliki kekuatan untuk konsumsi perempuan urban Jakarta yang
menyulap dirinya menjadi puteri keraton tercermin melalui tokoh Amelia dalam Miss
yang cantik, ayu dan langsing. Jinjing Belanja Sampai Mati (2008)
Dalam tindakan mengonsumsi, segala menunjukkan bahwa tubuh perempuan
sesuatu dimungkinkan akan terjadi. Maksud urban Jakarta dalam budaya konsumen
nya adalah bahwa dalam tindakan Indonesia sangat dipengaruhi oleh ideologi
mengonsumsi, seseorang bisa menjadi patriarki yang telah lama mengakar dalam
siapapun yang mereka inginkan sejauh budaya Indonesia. Dalam budaya konsumen
mereka telah siap untuk mengonsumsi. Indonesia, perempuan seolah memiliki
Tubuh pun dinilai layaknya komoditas kebebasan untuk mengonsumsi berbagai
karena ia memiliki nilai tukar atau nilai jual. komoditas dan fasilitas yang tersedia
Kecantikan yang ditimbulkan dari didaerah perkotaan, namun disisi lain
pengonsumsian kebaya di atas menunjuk perempuan ini diikat ideologi ibuisme yang
kan bahwa tubuh bisa dikonstruksi melalui menekankan kodrat perempuan sebagai istri
komoditas yang dikenakan. Nilai tubuh dan ibu termasuk dalam hal memuaskan
bergantung pada nilai komoditas yang suami secara seksual. Nilai patriarki tersebut
melekat pada tubuh. Sehingga kecantikan dibahas Amelia dalam bab tersendiri pada
komoditas identik dengan kecantikan tubuh. halaman 151-161 dengan judul “Things To
Kecantikannya bergantung pada bagaimana Do To Satisfied Your Husband” (sic).
seseorang mengenakan nilai tukar sebuah
produk untuk mengonstruksi kecantikannya. Berikut kutipan Amelia mengenai
Pengonsumsian Amelia terhadap kebaya perawatan tubuh yang ia lakukan demi
pun tak lepas dari ideologi yang muncul suaminya:
dalam budaya konsumen Indonesia. Kebaya
merupakan pakaian tradisional masyarakat “dimulailah penotokan vagina. Dipijat
hanya dengan pencetan ujung jari
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

94 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

namun, gila bener rasanya. Titik-titik Selain ideologi patriarki, ideologi


yang ada di atas, bawah konsumerisme juga muncul dibalik perilaku
selangkangan, paha atas, lutut, betis konsumsi perempuan urban Jakarta
titik-titik di kaki. Tampaknya, semua terhadap perawatan. Hal ini bisa dilihat
otot-otot itu saling berhubungan. melalui kesenangan dan kepuasan yang
Mmmppphhh, enak juga......”.( 2008: dirasakan Amelia setelah mengonsumsi
157) perawatan tubuh tersebut. Konsumerisme
sendiri merupakan suatu pola pikir dan
Kutipan diatas menjelaskan perasaan tindakan dimana orang mengonsumsi bukan
senang yang dirasakan Amelia ketika karena kebutuhan, melainkan karena
menikmati pijatan pada area sensitifnya. dengan tindakan mengonsumsi itu membe
Sekalipun ia melakukan treatment tersebut rikan kepuasan padanya. Sebagaimana
untuk memuaskan suaminya secara dikatakan Soedjatmiko (2008), ketika orang
seksual, namun disisi lain ia pun menikmati membeli sesesuatu yang sebenarnya tidak
treatment tersebut dan merasa puas. dibutuhkan, hal ini disebutnya sebagai akar
Dalam budaya konsumen Indonesia, dari konsumerisme dimana anggota masya
konsumsi perempuan urban Jakarta rakat tak henti mengonsumsi.
terhadap perawatan vagina sebagaimana Kontradiksi antara nilai-nilai patriarki
dituturkan Amelia dipengaruhi oleh ideologi dengan kesenangan diri yang rasakan
patriarki dan ideologi konsumerisme. Tubuh Amelia menunjukkan bahwa ada pertaru
Amelia dikonstruksi melalui pengonsumsian ngan dua ideologi yakni ideologi patriarki
perawatan tubuh karena tubuh Amelia dan ideologi konsumerisme. Kedua ideologi
tersebut dimaknai sebagai tubuh sosial yang ini memiliki pengaruh yang sangat kuat
tumbuh dalam budaya patriarki di Indonesia. dimana perempuan urban Jakarta mengon
Pada akhirnya Ideologi ini dijadikan acuan struksi tubuhnya berdasarkan ideologi-
dalam segala hal termasuk dalam mengon ideologi yang muncul dalam budaya
sumsi komoditas tertentu. Ideologi yang konsumen Indonesia. Baik ideologi patriarki
berakar pada ideologi ibuisme ini maupun ideologi konsumerisme, keduanya
dipopulerkan oleh negara pada masa Orde berdampingan satu sama lain tanpa saling
Baru. Ideologi tersebut menekankan kodrat meruntuhkan. Hal ini bisa terlihat dalam teks
sebagai unsur utama dalam mengatur dimana Amelia tetap melakukan perawatan
perilaku perempuan, terutama pada peran tubuh demi kepuasan seksual suami tetapi
ganda perempuan sebagai istri dan ibu disisi lain ia juga merasakan kesenangan
termasuk didalamnya memuaskan suami dari perawatan tubuh tersebut.
secara seksual (Mochtar, 2010). Mengutip
pendapat Kate Millet yang dibaca dari 4. Nilai Diri
disertasi Diana Teresa Pakasi (2006), ia Amelia adalah penggemar berat kopi. Kafe
mengatakan bahwa seks itu bersifat politis pun menjadi tempat favorit baginya untuk
karena senantiasa berlandaskan paradigma menikmati secangkir kopi dan cemilan lain
hubungan kekuasaan yang dilegitimasi oleh yang tersedia. Menurut Amelia, neneknya
ideologi patriarki. Pendapat Millet tersebut pernah berkata bahwa perempuan harus
memberi pemahaman bahwa dalam hal memiliki me time yang berguna untuk
seksualitas, ideologi patriarki tidak bisa introspeksi diri, cari inspirasi, pergaulan,
dilepaskan daripadanya. Maka dari itu, relaksasi dan lain-lain. Bagi Amelia sendiri,
keinginan Amelia untuk memuaskan suami me time nya adalah duduk di kafe sambil
nya secara seksual melalui perawatan ngopi. Hal ini dibahas Amelia pada bab
vagina yang dilakukannya, merupakan Busted I’m Addicted to...(Hal: 99-111).
sebuah kerja ideologi budaya patriarki yang Amelia menuturkannya dalam kalimat
telah tertanam dalam kehidupannya. Bisa berikut:
dikatakan bahwa Amelia berusaha
mengonstruksi tubuhnya untuk menjadi istri “dan, buat saya sekarang, me time
ideal sesuai dengan budaya patriarki melalui adalah duduk di kafe sambil ngopi
perawatan bagian tubuhnya. dan makan sesuatu....., saya punya
sahabat, Omar, pakar investasi....kita
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
95 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

berdua selalu menyediakan waktu gaya hidup tersebut karena ia memiliki


khusus untuk ngopi dan makan cake kemampuan finansial yang mendukung
yang enak, atau sekedar nyobain kafe sehingga adanya fasilitas-fasilitas perkotaan
baru.Biasanya, tidak terasa, kita bisa seperti cafe menunjang kebutuhan Amelia
menghabiskan waktu berbincang- untuk mendapatkan kesenangan pada
bincang dari yang curhat pribadi, non dirinya. Dapat disampaikan bahwa Amelia
sense, sampai masalah serius negara telah menjadikan tubuhnya sebagai sarana
ini. Kami pernah janjian di Singapura, untuk menikmati kesenangan dengan
makan bebek peking kesukaan kami menghabiskan waktu luang yang dimilikinya
berdua, lalu ngopi sampai malam. di sebuah ruang urban yaitu kafe.
Serasa surga”. (2008:110-111)
5. Citra Tubuh dan Kecantikan Ideal
Ngopi dan makan di kafe bisa dikatakan Citra tubuh dan kecantikan ideal
sebagai gaya hidup masyarakat perkotaan merupakan hal yang diidamkan banyak
saat ini. Hal ini didukung dengan adanya perempuan. Tidak sedikit dari mereka yang
waktu luang yang bisa mereka gunakan berusaha sekeras mungkin untuk menam
untuk menyenangkan diri baik dilakukan pilkan tubuh ideal yang sesuai dengan
sendiri, bersama teman-teman atau bersa kriteria-kriteria cantik seperti putih, tinggi,
ma keluarga. Me time yang dikatakan langsing dan seterusnya, yang pada
Amelia adalah kebebasan yang ia punya akhirnya berpengaruh pada perilaku
untuk menyenangkan dirinya sendiri konsumsi mereka. Hal tersebut didukung
dengan menikmati hidangan kopi dan cake pula oleh industri kecantikan yang terus-
yang nikmat. Amelia memiliki kebebasan menerus memproduksi dan menawarkan
dalam menggunakan waktu luangnya sesuai produk-produk kecantikan yang dianggap
dengan keiinginannya. Selain kesenangan bisa mewujudkan tubuh ideal tersebut.
yang ia dapat dari mengonsumsi secangkir Dalam Miss Jinjing Belanja Sampai Mati
kopi di kafe, ia pun bisa bertukar pikiran dan (2008) tepatnya pada bab Size Doesn’t and
bersosialisasi dengan teman yang ia ajak Does Matter (hal: 37-48), Amelia
untuk nongkrong di kafe tersebut. Bisa memaparkan usahanya untuk mendapatkan
dikatakan bahwa kafe yang dikunjungi berat tubuh yang ideal yang dapat
Amelia dijadikan salah satu tempat penting menunjang kecantikannya. Bagi Amelia,
di mana ia bisa bersosialisasi, bersantai kegemukan badan membuatnya frustasi dan
bersama teman-teman, atau sekedar tidak percaya diri. Baginya keinginannya
menghabiskan waktu. Dapat dikatakan pula untuk mengubah penampilan (gemuk
bahwa keberadaaan fasilitas-fasilitas diper menjadi langsing) adalah segalanya. Hal ini
kotaan seperti kafe ini, menawarkan terkait dengan adanya interview dan sesi
kebebasan bagi perempuan urban Jakarta pemotretan disebuah majalah (Chic). Amelia
seperti Amelia untuk menciptakan ruang ingin tampil cantik dengan badan yang
sosialnya di luar rumah sehingga ia bisa langsing dalam interview dan sesi
bebas melakukan berbagai kesenangan pemotretan tersebut. Ia-pun rela melakukan
yang diinginkan. Ia bisa bersantai dan akupuntur walaupun sebenarnya ia takut
bersosialisasi untuk kepuasan dan dengan jarum, baik jarum suntik, jarum
kesenangan dirinya. akupuntur atau jarum infus. Amelia
Dalam hal ini, konstruksi tubuh Amelia menceritakan terapinya yang dibantu oleh
didasarkan pada budaya waktu luang yang Shinse Oleng disebuah Klinik Akupuntur
diciptakan industri kapitalis. Kafe dijadikan
industri untuk menarik masyarakat kedalam “kata shinse Oleng, si pembuluh
ranah konsumsi yang berbeda. Kafe tidak darah kita, tuh, ada banyak sekali
hanya dijadikan sebagai tempat untuk lemak, terutama orang yang obesitas
minum kopi saja, tetapi sengaja diciptakan seperti saya. Jadi, proses pemanasan
untuk memfasilitasi kebutuhan seseorang itu dilakukan agar lemak-lemak luruh,
untuk bersosialisasi dengan sahabat, rekan peredaran darah jadi lancar......Ko
kerja atau keluarga. Amelia mengonsumsi
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

96 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

Oleng bilang saya harus datang dua Images of the body beautiful, openly
kali seminggu....nah, pas mau pulang, sexual and associated with hedonism,
ada pesan dari Ko Oleng, kalau mau leisure and display, emphasizes the
lebih cepet kurus, harus ngurangin importance of appearance and the
makan dan rajin olahraga”. (2008: 44- ‘look’. . . . for more marketable self”
45) that “the closer the actual body
approximates to the images of youth,
Amelia menganggap tubuh yang langsing health, fitness and beauty the higher
adalah tubuh yang cantik dan diidamkan. its exchange-value”
Tubuh yang cantik adalah tubuh yang
langsing. Perempuan senantiasa berusaha Usaha untuk melangsingkan tubuh yang
untuk menghilangkan lemak pada tubuh dilakukan Amelia menandakan bahwa tubuh
karena lemak tersebut dapat mengurangi tersebut menjadi sarana kesenangan dan
kecantikan seorang perempuan. Timbunan ekspresi dirinya. Citra tubuh yang cantik bisa
lemak dalam tubuh dianggap sebagai didapatkan melalui tindakan konsumsi yang
sesuatu yang buruk dan berdampak pada dalam hal ini, terapi akupuntur dipilih Amelia
turunnya nilai seseorang karena tubuhnya untuk mengonstruksi kecantikan tubuhnya.
yang tidak cantik. Haskins dan Ransford Konstruksi tubuh Amelia ini tentu
(1999) mengatakan bahwa berat badan dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme yang
berpengaruh pada karir dan penghasilan menciptakan berbagai macam produk-
perempuan. Hal ini berlaku bagi Amelia produk kecantikan untuk menghilangkan
yang menginginkan tubuh langsing dan ideal kekurangan seseorang dan menciptakan
untuk menunjang karirnya sebagai penulis tubuh yang ideal. Dalam budaya konsumen
terkenal. Hal tersebut juga menunjukkan Indonesia, pengonsumsian sering kali
bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh yang dikaitkan dengan keberhasilan seseorang
dihargai dan bernilai lebih tinggi, sehingga untuk tampil cantik. Ideologi ini menyusup
kebanyakan perempuan melakukan segala dalam pikiran Amelia sehingga ia meyakini
usaha untuk melangsingkan tubuhnya. bahwa tubuh yang gemuk bukanlah tubuh
Menurut Wolf (1990) yang dibaca dari Sarah yang cantik dan pada akhirnya ia berusaha
Gamble (2004), ia mengatakan “obsesi mengubah dirinya menjadi langsing. inilah
terhadap kecantikan dan ketidakpuasan cara kerja kapitalisme yang terus-menerus
terhadap diri sendiri karena tidak sesuai menekankan pada ketidakpuasan pada
dengan tuntutan yang dicitrakan mengaki tubuh yang telah dimiliki seseorang.
batkan perempuan melukai tubuh mereka Featherstone (2010) memaparkan lebih jauh
dengan operasi plastik dan gangguan pola “The vast range of dietary, slimming,
makan”. Hal ini berlaku bagi Amelia yang exercise, and cosmetic body maintenance
merasakan ketidakpuasan atas tubuhnya product wich are currently produced,
yang gemuk, sehingga ia mau melakukan marketed and sold print to the significance of
terapi tusuk jarum yang menyakitkan demi appearance and bodily presentation within
tercapainya citra cantik bagi tubuhnya. late capitalist society”. Pemaparan tersebut
Dengan tubuh yang langsing, kepuasan memperjelas bahwa dalam masyarakat
terhadap diri sendiri muncul sebagaimana kapitalis, penampilan tubuh menempati
dikatakan Bordo (1989) “thinner women may posisi utama dalam kehidupan sehari-hari
be perceived as both feminine and having mereka. Jelas, bahwa ideology kapitalisme
power and control over their bodies”. berperan aktif terhadap citra tubuh yang
Setelah mendapat kepuasan dengan idamkan.
memiliki tubuh langsing, kesenangan diri Selain menuturkan pengalamannya
pun akan muncul, dengan mengutip kembali melakukan terapi akupuntur untuk melang
pendapat Featherstone (1991), ia menga singkan tubuh, Amelia-pun menuliskan
takan bahwa tubuh dianggap sebagai ukuran badannya sebelum dan sesudah
sarana kesenangan dan ekspresi diri terapi tersebut dilakukan. Berikut adalah
catatan Amelia:
“The body is proclaimed as a vehicle
of pleasure and self expression.
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
97 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

“Lingkar panggul=105 (dulu paling Wajah cantik adalah wajah tanpa keriput.
gendut Cuma 90) Dalam hal ini, keriput pada wajah menjadi
Lingkar pinggang= 90 (oh, sesuatu yang menakutkan bagi sebagaian
nooooooo...dulu hanya 68) perempuan termasuk Amelia. Ia menga
Lingkar dada=101( it was 95) takan bahwa nasib perempuan tidaklah
Lingkar paha atas= 70 seberuntung laki-laki khususnya dalam hal
Lingkar ketiak ke atas bahu= 48 ketampanan dan kecantikan wajah. Menurut
(pantes saja pakai baju tidak pernah Amelia, ketampanan laki-laki tak lekang oleh
nyaman)” (2008: 46). waktu, makin tua justru makin menarik,
Hasil setelah terapi satu bulan sangat jauh berbeda dengan perempuan
“Lingkar panggul=101 ( - 4 ) yang kecantikannya akan pudar seiring
Lingkar pinggang= 86 ( - 4 ) bertambahnya usia. Ia tuturkan penda
Lingkar dada=99 ( -2 ) patnya sebagai berikut
Lingkar paha atas= 67 ( -3 )
Lingkar ketiak ke atas bahu = 46 ( -2)” “........... perempuan sepertinya
(2008: 47) dimusuhin banget sama waktu.
Kerutan seperti momok menakutkan
Dengan menuliskan ukuran badan yang membuat kita, perempuan-
sebelum dan setelah terapi, hal ini perempuan malang ini, berjuang
menunjukkan bahwa Amelia menginginkan ekstra keras untuk mempertahankan
pengakuan akan citra cantik tubuhnya kecantikan sebisa mungkin. Kalau
karena ia telah berusaha keras untuk benar-benar mau melihat sendiri
mendapatkan tubuh ideal dan kriteria cantik sampel perempuan-perempuan takut
melalui terapi akupuntur tersebut. Dengan tua ini, cari saja yang sekarang
demikian, dapat dikatakan bahwa tubuh menginjak usia tiga puluh plus-
langsing Amelia ini sangat penting untuk plus”.(2008: 151)
ditampilkan di ruang urban. Setelah
melakukan terapi dan mendapatkan tubuh Melalui kutipan di atas, dapat dipahami
langsing, Amelia kembali mendapatkan bahwa citra cantik yang melekat pada diri
kepercayaan diri dan merasa cantik. Amelia seorang perempuan sangatlah penting.
menuturkan kegembiraannya yang berhasil Usaha apapun dilakukan demi tercapainya
menurunkan berat badan setelah terapi keinginan untuk tetap tampil cantik. Usaha
selama satu bulan sebagai berikut: keras yang dikatakan Amelia diatas terkait
dengan konsumsi pemakain produk-produk
“Wow, saya kaget. OMG, ada juga kecantikan yang dianggap bisa mengurangi
hasil perjuangan saya....pada bahkan menghilangkan tanda-tanda penua
awalnya saya buat ini untuk dilihat an pada wajah, atau melakukan treatment-
orang, tapi sekarang saya merasa treatment kecantikan di salon-salon, spa,
melakukannya untuk menghargai atau klinik kecantikan tertentu. Semua hal
hidup saya sendiri. I love me and tersebut dilakukan sebagai cara perempuan
myself...big thanks to Ko Oleng for untuk mengekspresikan dirinya melalui
boosting my confidence.” (2008: 47- kecantikan wajah, karena pada dasarnya
48) dalam budaya konsumen, penampilan tubuh
terutama wajah merupakan unsur terpenting
Kutipan di atas memperjelas bahwa dalam penggambaran diri seseorang.
tubuh cantik yang berusaha didapatakan Menurut Thompson and Hirschman
Amelia hanya bertujuan untuk mendapatkan (1995), citra tubuh didasarkan atas ideologi
pengakuan cantik dari orang lain. Bisa budaya yang meletakkan kepuasaan
dikatakan bahwa tubuh cantik seorang terhadap tubuh, yakni tubuh yang diimpikan
perempuan bergantung pada ukuran ideal (ideal). Dan, usaha-usaha yang dilakukan
berat tubuhnya. Citra tubuh dan kecan tikan seseorang untuk mendapatkan tubuh yang
ideal tidak hanya dapat ditampilkan melalui ideal tersebut dimotivasi oleh sebuah
berat badan saja, melainkan pada wajah. ideologi. Dalam hal kecantikan ideal ini,
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

98 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

ideologi yang berperan adalah ideologi perempuan urban Jakarta. Analisis teks
kapitalisme dimana industri memproduksi menunjukkan bahwa tubuh perempuan
beragam kosmetik dan produk-produk urban Jakarta yang tercermin melalui tokoh
kecantikan tanpa henti sehingga memun Amelia dalam budaya konsumen Indonesia
culkan sebuah wacana yang terus menerus dikonstruksi oleh ideologi kapitalisme,
dibangun mengenai tubuh yang diidamkan, konsumerisme dan ideologi patriarki.
direpresntasikan, dan dikomo ditikan Munculnya ketiga ideologi ini terlihat melalui
(Meliono, 2004). Pada akhirnya, Ideologi ini kontradiksi-kontradiksi dalam teks seperti
menyusup pikiran dan terinter nalisasi dalam kontradiksi antara nilai-nilai kesenangan diri,
diri perempuan, sehingga perempuan terus status sosial juga nilai-nilai patriarki. Dalam
mengonsumsi produk-produk yang dianggap hal ini, tubuh Amelia dikonstruksi ke dalam
mampu mengonstruksi kecantikan tubuhnya. komoditas sebagai akibat munculnya ideo
Melalui konsumsi produk-produk kecantikan logi dominan dalam budaya konsumen
terse butlah, keinginan untuk mendapatkan Indonesia.
kecantikan ideal bisa didapatkan. Dalam hal
ini, Amelia-pun terpengaruh ideologi D. KESIMPULAN
kapitalis yang terinternalisasi dalam dirinya

D
sehingga terus mengonsumsi komoditas ari penjelasan di atas, dapat
yang dianggapnya mampu menghadirkan disimpulkan bahwa tubuh perempuan
kecantikan dalam dirinya. urban Jakarta (Amelia) dalam budaya
Dari analisis di atas, dapat disampaikan konsumen Indonesia seperti tercermin
bahwa tubuh adalah proyeksi yang paling dalam Miss Jinjing Belanja Sampai Mati
utama dalam mendukung status sosial (2008) merupakan situs pertarungan
perempuan urban Jakarta dan dapat ideologi, yaitu ideologi kapitalisme, konsu
dipastikan bahwa hal tersebut bukan terletak merisme dan ideologi patriarki. Ketiga
pada penampilan sebuah komoditas tetapi ideologi ini saling mengukuhkan satu sama
pada nilai orisinalitas komoditas tersebut. lain dan tidak ada satu ideologi pun yang
Selain itu, tubuh perempuan merupakan runtuh, sehingga pada akhirnya terjadi
tempat persemaian nilai-nilai patriarki yang koherensi antar masing-masing ideologi.
mengatur kehidupan perempuan urban Implikasi praktis dari penelitian ini adalah
Jakarta terutama yang telah menikah. Hal ini perempuan urban dapat menjadi lebih kritis
terkait dengan ideologi ibuisme yang terhadap kekuasaan (ideologi-idelogi) yang
menekankan kodrat perempuan sebagai ibu mengungkung tubuhnya melalui praktek
dan istri yang didalamnya termasuk aturan konsumsi. Mereka tidak perlu mengonstruksi
untuk melayani dan memuaskan suami tubuh sesuai tuntutan kapitalis. Menjadi diri
secara seksual.Hal lain yang dapat sendiri dan berpuas diri dengan tubuh yang
disampaikan dari analisis di atas adalah dimiliki. Penelitian ini tidak berhenti pada
bahwa tubuh adalah sarana yang paling analisis teks saja, tetapi masih banyak hal
tepat yang digunakan perempuan urban yang bisa diteliti. Amelia Masniari memiliki
Jakarta untuk mendapatkan kepuasan dan komunitas yang ia beri nama Komunitas
kesenangan terhadap diri, dan dapat BSM (Belanja Sampai Mati) yang
dipastikan bahwa hal tersebut terkait erat anggotanya 90% perempuan urban dari
dengan citra cantik dan tubuh ideal yang seluruh Indonesia (60% asal Jakarta).
dimiliki seorang perempuan. Keterlibatan peneliti secara langsung
Selanjutnya, konstruksi tubuh perempuan mengamati dan mengikuti perilaku konsumsi
urban Jakarta dalam budaya konsumen perempuan urban Jakarta yang tergabung
Indonesia dalam Miss Jinjing Belanja dalam komunitas tersebut sangat penting
Sampai Mati (2008) karya Amelia Masniari untuk memberikan gambaran yang lebih
dapat dilihat dari nilai kapitalisme yang utuh dan jelas mengenai fenomena budaya
dapat mengonstruksi kecantikan tubuh perempuan urban Jakarta dalam budaya
perempuan, nilai konsumerisme yang dapat konsumen Indonesia.
mengukuhkan identitas sosial juga nilai
patriarki yang tetap mengatur kehidupan

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
99 | P a g e
Tubuh Perempuan dalam Budaya Konsumen

E. UCAPAN TERIMAKASIH Andalas, atas perkenannya mempublika


sikan artikel ini.

P
enulis berterima kasih kepada
pihak redaksi Jurnal Antropologi:
Isu-Isu Sosial Budaya, Universitas

Daftar Pustaka

Arnould, E. J., & Thompson, C. J. (2005). Consumer culture theory (CCT): Twenty years of
research. Journal of consumer research, 31(4), 868-882.
Bordo, Susan. 2003. Unbearable weight: feminism, Western culture, and the body. 10th
Anniversary Edition. California: University of California Press.
Featherstone, M. (1982). The body in consumer culture. Theory, culture & society, 1(2), 18-
33.
Featherstone, M. (2010). Body, image and affect in consumer culture. Body & Society, 16(1),
193-221.
Featherstone, Mike. (1991). The Body in Consumer Culture. London: Sage.
Gamble, Sarah. (2004). The Routledge Companion to Feminism and Posfeminism. (Tim
Penerjemah Jalasutra, penerjemah.). Yogyakarta: Jalasutra.
Haryatmoko, J. (2010). Dominasi penuh muslihat: akar kekerasan dan diskriminasi. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Haskins, K. M., & Ransford, H. E. (1999, June). The relationship between weight and career
payoffs among women. In Sociological Forum (Vol. 14, No. 2, pp. 295-318). Kluwer
Academic Publishers-Plenum Publishers.
Ismail, R. (2017). Musik Rock Alternatif Dalam Kalangan Remaja: Isu Sub-Budaya Remaja
Dan Pembangunan Insan Dalam Era Globalisasi. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial
Budaya, 19(1), 11-25. doi:https://doi.org/10.25077/jantro.v19.n1.p11-25.2017
Jagger, Elizabeth. 2000. “Consumer bodies” dalam The body, culture and society: an
introduction. Buckingham, Philadelphia: Open University Press.
Lury, C. (1996). Consumer culture. Rutgers University Press.
Masniari, Amelia (2011). Komunitas Belanja Sampai Mati, http://belanja-sampai-
mati.blogspot.com/2011/10/komunitas-miss-jinjing.html, diakses tanggal 30 April
2018).
Masniari, Amelia. (2008). Miss Jinjing Belanja Sampai Mati. Jakarta: Gagas Media.
Meliono, I. Budianto. 2004. Ideologi Budaya. Jakarta: Kota Kita.
Mochtar, J. (2008). Membaca ideologi jender dalam chick lit Inggris dan Indonesia (Doctoral
dissertation, Universitas Indonesia. Fakultas Pengetahuan Budaya).
Noerhadi, Toeti Heraty. (2014). Aku Dalam Budaya; Telaah Metodologi Filsafat Budaya.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Okonkwo, U. (2016). Luxury fashion branding: trends, tactics, techniques. Springer.
Pakasi, D. T. (2006). Teks dan pembaca; konstruksi tubuh, hasrat, dan relasi seksual
perempuan dalam fitur majalah popular (Doctoral dissertation, FPascasarjana-UI).
Rosida, I. (2014). Hasrat komoditas di ruang urban Jakarta: sebuah kajian budaya. Buletin
Al-Turas, 20(1), 57-66.
Shilling, Christ. (2016). The Body: A very short introduction. Oxford university press.
Soedjatmiko, Haryanto. (2008). Saya Berbelanja, Maka Saya Ada: Ketika Konsumsi dan
Design Menjadi Gaya Hidup Konsumeris. Yogyakarta: Jalasutra.
Supangkat, S. H., & dkk. (2015). Pengenalan dan Pengambangan Smart City. Bandung: e-
Indonesia Initiative dan Institut Teknologi Bandung(ITB).
Synnott, Anthony. 2003. Tubuh sosial: simbolisme, diri, dan masyrakat. Yoyakarta:
Jalasutra.

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

100 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 85-101_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

Thompson, C.J. & Hirschman,E. C. (1995). Understanding the Socilized Body: A


Postructuralist Analysis of Consumers Self-Conception, Body Images, and Self-Care
practises. Journal of Consumer Research,22, 139-153.

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p85-101.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
101 | P a g e

You might also like