Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 19

Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473

Jurnal Syariah dan Hukum Islam

ALI MUSTOFA YA’QUB: KRITIK ATAS HADIS-HADIS BERMASALAH DAN


KONTRIBUSINYA DALAM PERKEMBANGAN KAJIAN HADIS DI INDONESIA

Mienchah Al Chasna
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
E-mail: mienchahalchasna@gmail.com

Faishol Jamil
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
E-mail: jamilfa11@gmail.com

Umi Sumbulah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
E-mail: umisumbulah@uin-malang.ac.id

ABSTRACT
Ali Mustafa Ya'qub is an important figure who plays a role in the field of hadith
criticism in Indonesia. His reconstructive thoughts on the narrative traditions
cannot be separated from the seeds he had planted since stepping into the
world of education. The pesantren tradition and the academic tradition of
Higher Education are the roots of Ali Mustafa's thought to answer questions
and verify the hadiths that have become polemic in society. Through this study,
the author wants to convey the thoughts of Ali Mustafa Ya'qub who became an
influential figure in the late 20th century because of his contribution to the
criticism of problematic hadiths and his contribution to the development of
hadith studies in Indonesia through qualitative-normative methods with a
literature approach. This research resulted in conclusions about the main ideas
of Ali Mustafa Ya'qub in answering society's problems regarding problematic
hadiths in the fields of worship, culture, education, socio-economics, and
politics, which circulate in society with three possibilities: (1) The hadith is
already well-known in the community and the basis of worship activities, but in
fact they are fake (2) The hadith is considered false, it turns out to be valid; (3)
The community does not use the hadith because it is considered weak, but in
fact the weakness is not so severe that it can still be used as a basis for
worship activities. Ali Mustafa's contribution in developing the understanding of
hadith is constructed in various lines. Direct da'wah to the public, writing in
print and mass media, and development of education based on the hadith of
the hadith and other breakthroughs of constructive thinking.
Keywords: Ali Mustafa Ya’qub, Contributions, Troubled hadiths.

ABSTRAK
Ali Mustafa Ya’qub adalah tokoh penting yang berperan dalam percaturan
kajian kritik hadis di Indonesia. Pemikirannya yang rekonstruktif terhadap
hadis-hadis nabawi tidak dapat dilepaskan dari bibit yang ditanamkan sejak
menapaki dunia pendidikan. Tradisi pesantren dan tradisi akademik Perguruan
Tinggi menjadi akar pemikiran Ali Mustafa untuk menjawab pertanyaan dan
memverifikasi hadis-hadis yang menjadi polemik di masyarakat. Melalui kajian
ini, penulis hendak menyampaikan pemikiran Ali Mustafa Ya’qub yang menjadi

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

tokoh berpengaruh abad 20 akhir karena kontribusinya dalam kritik hadis-hadis


bermasalah dan kontribusinya dalam perkembangan kajian hadis di Indonesia
melalui metode kualitatif-normatif dengan pendekatan kepustakaan. Penelitian
ini menghasilkan kesimpulan tentang pokok pemikiran Ali Mustafa Ya’qub dalam
menjawab problem masyarakat tentang hadis-hadis bermasalah di bidang
ibadah, budaya, pendidikan, sosial ekonomi, dan politik, yang beredar di
lingkungan masyarakat dengan tiga kemungkinan: (1) Hadis tersebut sudah
terkenal di masyarakat dan menjadi dasar aktivitas ibadah, tapi ternyata palsu;
(2) Hadis tersebut dianggap palsu, ternyata adalah sahih; (3) Hadis tersebut
tidak digunakan oleh masyarakat karena dinilai lemah, namun nyatanya
kelemahannya tidak terlalu parah sehingga masih bisa digunakan sebagai dasar
kegiatan ibadah. Kontribusi Ali Mustafa dalam mengembangkan pemahaman
hadis dikonstruksi dalam berbagai lini. Dakwah langsung kepada masyarakat,
penulisan di media cetak cetak maupun media massa, dan pembangunan
pendidikan berbasis fahm hadis serta gebrakan pemikiran rekontruktif lain.
Kata Kunci: Ali Mustafa Ya’qub, Kontribusi, Hadis-hadis bermasalah.

PENDAHULUAN
Kajian hadis Nabi menduduki posisi penting dalam kehidupan beragama,
karena setelah Al-Qur’an hadis menempati tempat kedua sebagai sumber
hukum Islam. Kajian hadis di era dewasa ini terbagi menjadi tiga unsur pokok.
Pertama, dalam mempertahankan otoritas hadis dari kalangan yang memiliki
sikap skeptis dan para orientalis dibutuhkan ilmu Mustalah al-Hadis. Kedua,
terkait kritik matan dan sanad serta metode takhrij.1 Dan ketiga, bahasan
tentang pemahaman sebuah hadis. Pemahaman terhadap hadis menjadi elan-
vital karena darinya pesan hadis sebagai sumber hukum Islam dapat
tersampaikan.
Dewasa ini, sebagian masyarakat keliru dalam memahami hadis.
Penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang cara memahami sebuah
hadis. Persoalan ini terbilang wajar, karena minat dan antusias umat Islam di
negara Indonesia terhadap ilmu hadis masih tergolong rendah.2 Tidak dapat
dielakkan bahwa hal tersebut ditengarai oleh terbatasnya literatur hadis dan
ilmu hadis di negeri ini. Namun jika kurangnya pengetahuan, minimnya
literatur, serta tidak adanya kalangan yang berusaha memberikan kritik

1
Ali Mustafa Ya’qub, Cara Benar Memahami Hadis (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2020), xi.
2
Ibid., xiv.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

terhadap kontruksi pemikiran masyarakat, akan berdampak pada pemahaman


yang sesat dan menyesatkan dalam sosiokultural kehidupan beribadah.
Selain itu, landasan berdakwah dikalangan masyarakat seringnya
mencatutkan hadis sebagai dasar dalam memberikan petuah-petuah
keagamaan. Hadis-hadis ini kemudian menjadi masyhur dikalangan masyarakat,
bahkan menjadi landasan amalan ibadah mereka tanpa diteliti lebih lanjut
bahwa hadis tersebut palsu (hadis dha’if atau hadis matruk). Problem lain yang
nampak adalah adanya stigma hadis palsu yang sebenarnya justru adalah hadis
sahih. Ada pula hadis yang ditinggalkan oleh masyarakat karena dinilai dha’if,
padahal kedha’ifan tidak terlalu parah dan masih bisa digunakan sebagai
Fadhail al-Amal atau untuk menghindari perbuatan-perbatan terlarang karena
substansinya masih sejaan oleh dalil-dalil lainnya yang lebih kuat kualitasnya. 3
Dalam persoalan ini Ali Mustafa hadir sebagai salah satu tokoh pemikir
kontemporer yang mempunyai peran besar dalam perjalan kajian hadis di
Negara Indonesia. Salah satu karya beliau yang memuat peran tersebut adalah
buku yang berjudul Hadis-hadis Bermasalah. Karyanya ini membahas validasi
atas 33 hadis yang beredar di masyarakat. Dilanjutkan dengan penjelasan
mengenai hadis bertema Ramadhan secara lebih spesifik dan terperinci pada
buku Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan. Selain itu, juga terdapat karya yang
masyhur yaitu Kritik Hadis. Dimana karya tersebut mengelaborasikan antara
kritik hadis pada zaman Rasulullah, kritik materi hadis, kritik sanad hadis, dan
kajian hadis di kalangan para orientalis. Dan masih banyak karya lainnya yang
membahas secara mendalam mengenai hadis-hadis bermasalah.
Selain dikenal sebagai sarjana muslim yang banyak memberi kontribusi
pemikiran utamanya dalam melakukan akselerasi pemahaman hadis dalam
ranah ke-Indonesiaan.4 Ali Mustafa Ya’qub juga sangat kental dengan semangat

3
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis Hadis Bermasalah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2019), xii.
4
Muhammad Qomarullah, “Pemahaman Hadis Ali Mustafa Ya’qub dan Kontribusinya Terhadap
Pemikiran Hadis di Indonesia”, Al Quds: Studi Al Quran dan Hadis, Vol. 4, No. 2 (bulan, 2020),
384.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

toleransi beragama yang sangat dijunjung tinggi. 5 Napak tilas keilmuan beliau
yang berasal dari Timur Tengah tidak membuatnya memalingkan diri terhadap
konsep pemikiran barat justru beliau sangat terbuka walaupun dengan sebuah
catatan.6 Hal ini sebagai dampak dari pemikiran gurunya M. M. Azami yang juga
berkiprah dalam khazanah kajian kritik hadis dalam merespon skeptisisme
orientalis terhadap otentisitas dan orisinalitas hadis. Dari beberapa macam
pemikiran Mustafa Ya’qub, penulis akan memaparkan kritik atas hadis-hadis
bermasalah dan kontribusinya dalam perkembangan kajian hadis di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah jenis penelitian kualitatif-
normatif. Dengan pendekatan kepustakaan yang bersumber pada sumber
tertulis utamanya karangan Ali Mustafa Ya’qub yang berupa buku maupun
jurnal ilmiah dan ditunjang dengan penelitian lain yang berhubungan dengan
topik kajian. Proses pengumpulan yang telah diperoleh kemudian dikaji,
ditelaah, dan diolah secara sistematis untuk kemudian dianalisis dan
menghasilkan kesimpulan.

Biografi dan Sepak Terjang Intelektual Ali Mustafa Ya’qub


Ali Mustafa Ya’qub lahir pada tahun tanggal 2 Maret tahun 1952 di desa
Kemiri, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. 7 Sejak kecil beliau
sudah berada dalam suasana keluarga yang agamis. Ibunya bernama Siti
Chabibah, wafat pada tahun 2007. Selain menjadi ibu rumah tangga, Siti
Chabibah juga adalah seorang guru agama. Sementara ayahnya bernama
Ya’qub wafat pada tahun 1997, dikenal sebagai da’i yang cukup terkemuka
pada masanya, dan juga menjadi imam di beberapa masjid di Jawa Tengah. Ali
Mustafa juga menjadi guru di satu lembaga pendidikan yang didirikan bersama-

5
Anggraeni and Suhartinah, Toleransi Antar Umat Beragama Perspektif KH. Ali Mustafa Ya’qub
(t.t.: t.p., t.th.), 59-77.
6
Rohmansyah Rohmansyah, “Hadith Hermeneutic of Ali Mustafa Ya’qub”, Kalam, Vol. 11, No. 1
(bulan, 2017), 187–214.
7
Miski, “Pemahaman Hadis Ali Mustafa Ya’qub Studi Atas Fatwa Pengharaman Serban Dalam
Konteks Indonesia” Riwayah: Jurnal Studi Hadis, Vol. 2, No. 1 (bulan, 2016), 17-18.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

sama dengan kakeknya Joyo Truno, kebanyakan santrinya adalah masyarakat


yang berasal dari sekitar rumahnya, atau biasa dikenal sebagai kyai kampung. 8
Riwayat pendidikan Ali Mustafa Ya’qub dimulai dari menempuh
pendidikan di sekolah dasar (SD) yang ada di desanya. Kemudian meneruskan
ke sekolah menengah pertama (SMP). Ketika SMP beliau mempunyai keinginan
untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah umum, namun tidak terlaksana
karena ayahnya mengarahkannya untuk pindah ke pesantren. Pada tahun 1966
beliau mulai menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Seblak Jombang dan
sekolah di tingkat Tsanawiyah hingga selesai pada tahun 1969. Setelah itu, Ali
Mustafa Ya’qub meneruskan pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng
Jombang yang lokasinya tidak jauh dari Pondok Pesantren Seblak. Di Pondok
Pesantren Tebuireng beliau menempuh pendidikan formal di Universitas Hasyim
Asy’ari di Fakultas Syari’ah, dan juga belajar kitab-kitab kuning dibawah asuhan
para kyai, antara lain: almarhum K.H Idris Kamali, K.H Syansuri Badawi, dan
almarhum Kyai Haji Shobari. Di pondok pesantren ini, tepat sampai awal tahun
1976, beliau juga menjadi guru Bahasa Arab.9
Setelah dari Pondok Pesantren Tebuireng, Ali Mustafa juga melanjutkan
pendidikan S-1 ke luar negeri, yakni Universitas Islam Imam Muhammad bin
Saud, Fakultas Syari’ah, Riyadh, Saudi Arabia, hingga lulus dan memperoleh
ijazah Licance di tahun 1980. Kemudian masih tetap di kota yang sama beliau
meneruskan di Universitas King Saud, beliau menempuh pendidikan S-2 di
Jurusan Tafsir dan Hadis, sampai tamat pada tahun 1985 dan memperoleh
ijazah Master. Di Universitas King Saud inilah Mustafa Ya’qub bertemu dengan
Mustafa al-Azami yang saat itu sedang menjadi Guru Besar Hadis dan Ilmu
Hadis. Sementara pada gelar S-3, ditempuh Ali Mustafa Ya’qub pada tahun
2005-2008 di Universitas Nizamia, Hyderabad India dengan spesialisasi Hukum
Islam.10

8
Muhammad Qamarullah, “Pemahaman Hadis Ali Mustafa Ya’qub dan Kontribusinya Terhadap
Pemikiran Hadis di Indonesia”, 385.
9
Ali Mustafa Ya’qub, Cara Benar Memahami Hadis, 267.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

Sesudah menyelesaikan pendidikan S-2, Ali Mustafa Ya’qub pulang ke


tanah air, dan menyalurkan ilmunya di beberapa lembaga pendidikan, di
antaranya: Institut Ilmu al-Qur’an, Institut Studi al-Qur’an, Sekolah Tinggi Islam
Dakwa al-Hamidiyah, dan IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beliau memiliki
banyak aktivitas diranah keilmuan islam diantaranya: Ketua STIDA al-Hamidiyah
Jakarta, menjadi Sekretaris Jendral Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin,
Pengasuh atau Pelaksana Harian Pesantren al-Hamidiyah Depok, anggota
Komisi Fatwa MUI Pusat, dan pendiri sekaligus menjadi Ketua Lembaga
Pengkajian Hadis Indonesia. Beliau juga mendapatkan gelar professor di bidang
ilmu hadis dari Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Dan gelar ini sekaligus
menjadikan beliau sebagai profesor pertama di Indonesia di bidang ilmu
hadis.11
Istri Ali Mustafa Ya’qub bernama Ulfa Uswatun Hasanah, beliau menikah
dengannya pada tanggal 5 Mei 1990. Ulfa Uswatun Hasanah adalah murid dari
beliau ketika di Institut al-Qur’an dan dikemudian hari juga menjadi pendiri dan
pengasuh di pesantren Darussunah International Institut for Hadith Sciences
yang dibangun bersama Ali Mustafa Ya’qub sejak tahun 1997 di Cengkareng. Ali
Mustafa Ya’qub hanya mempunyai satu orang putra bernama Ziaul Haramain
yang menjadi guru di Amerika Serikat tepatnya di Darul Ulum New York, dan
sekarang telah kembali ke pondok pesantren Darussunah untuk meneruskan
perjuangan dan apa yang sudah dibangun ayahnya. 12
Dalam salah satu literatur disebutkan data bahwa karya tulis Ali Mustafa
Ya’qub mencapai 49 sembilan karya. Namun dalam tulisan ini hanya
menyebutkan beberapa saja, diantaranya adalah: “Memahami Hakikat Hukum
Islam, Nasihat Nabi Kepada Pembaca dan Penghafal Al-Qur’an, Imam Bukhari
dan Metode Kritik dalam Ilmu Hadis, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya,
Kritik Hadis, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Bimbingan Islam untuk Pribadi
10
Shofaussamawati, “Kontribusi Ali Mustafa Ya’qub (1952-2016) Dalam Dinamika Kajian Hadis
di Indonesia” Riwayah: Jurnal Studi Hadis. Vol. 3, No. 1 (bulan, 2017), 13.
11
Ibid, 14.
12
Muhammad Qamarullah, Pemahaman Hadis Ali, 385.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

dan Masyarakat, Peran Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam. Kerukunan Umat
Islam dalam Prespektif Al-Qur’an dan Hadis, Islam Masa Kini, Fatwa-Fatwa
Kontemporer, MM Azami Pembela Eksistensi Hadis, Aqidah Imam Empat, Abu
Hanifah, Malik, Al-Syafi’i dan Ahmad, Kemusyrikan Menurut Madzhab Syafi’i,
Pengajian Ramadhan Kiai Daludi, Hadis-Hadis Bermasalah, dan Hadis-Hadis
Palsu Seputar Ramadhan.”13
Ali Mustafa Ya’qub meninggal pada usia 64 tahun, pada pukul 06.30 WIB
di hari Kamis, 28 April di Rumah Sakit Hermina, Ciputat, Tangerang. Jenazah
beliau disemayamkan di komplek Pondok Pesantren Darussunah dan
dimakamkan di belakang Masjid Muniroh Salamah yang lokasinya berada di
dalam pondok pesantren juga.14

Hadis-Hadis Bermasalah Dalam Kajian Ali Mustafa Ya’qub


Dalam buku Hadis-Hadis Bermasalah Ali Mustafa Ya’qub membahas
hadis-hadis yang menjadi polemik di masyarakat. Buku ini hadir untuk
merespon masyarakat yang bertanya dalam bentuk verifikasi kualitas hadis dan
menunjukkan mana yang hadis dan mana yang bukan. 15 Tema-tema yang
dibahas yaitu: Mencari Ilmu ke Negeri Cina, Perbedaan Pendapat itu Rahmat,
Ulama – Umara, Kemiskinan itu Mendekati Kekafiran, Fadhilah dan Shalat
Malam Nishfu Sya’ban, Ramadhan diawali Rahmat, Pergi Haji dengan Uang
Haram, Tanpa Nabi Muhammad Dunia tidak Tercipta, Ibadah Haji dan Ziarah
Kubur Nabi SAW, Bekerja untuk Dunia seperti akan hidup Selamanya,
Perpecahan Umat Islam menjadi Tujuh Puluh Tiga Golongan, Wanita Tiang
Negara, Siapa Menghendaki Dunia atau Akhirat Ia Wajib Berilmu, Cinta Tanah
Air sebagian dari Iman, Orang yang Mengenali Dirinya ia Mengenali Tuhannya,
Manusia Mengikuti Perilaku Pemimpinnya, Sisa Makanan Mukmin itu Obat,
Ulama itu Ibarat Nabi-Nabi Bani Israil, Keajaiban Seputar Kelahiran Nabi SAW,

13
Ali Mustafa Ya’qub, Cara Benar, 268.
14
Muhammad Qamarullah, Pemahaman Hadis Ali, 386.
15
M. Rizki Syahrul Ramadhan, “Metode Kritik Hadis Ali Mustafa Ya’qub; Antara Teori dan
Aplikasi”, Nabawi, Vol. 1, No. 1 (September, 2020), 9.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

Seekor Kijang Menyalami Nabi SAW, Tidak Makan Kecuali Lapar, Memperingati
Maulid Nabi SAW, Nabi SAW Disambut Qashidah Tala‘a al-Badr, Ramadhan
Setahun Penuh, Shalat Tasbih, Menyombongi Orang Sombong adalah Sedekah,
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih, Tidurnya Orang Berpuasa itu Ibadah, Ramadhan
tergantung Zakat Fitrah, dan Shalat memakai Surban, Bergembira dengan
Datangnya Bulan Ramadhan, Lima Perbuatan Pembatal Puasa, Surga
Merindukan Empat Orang. Berikut ini penulis akan menjelaskan beberapa hadis
yang bermasalah dalam bidang ibadah, pendidikan, budaya, sosial ekonomi,
dan politik:
Hadis di Bidang Ibadah: Shalat Tasbih
Ibadah shalat merupakan tiang dari agama islam, dan menjalankan
shalat sunnah dinilai tinggi kedudukannya. Terdapat beberapa shalat yang
pelaksaannya berbeda dengan shalat wajib pada umumnya. Salah satunya yaitu
shalat tasbih. Perbedaan ini tidak dapat langsung menjatuhkan kualitas hadis
dari kesahihannya. Namun, perlu dikaji agar ibadah yang sebaiknya
dilaksanakan karena merupakan tuntunan Rasulullah tidak kemudian
ditinggalkan karena gegabah dalam memvonisnya. Matan hadis ini sebagai
berikut:
M:‫عن أبي عباس أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال للعباس ابن عبد المطلب‬
‫ال إذا‬MM‫ر خص‬MM‫ه؟ عش‬MM‫ل ب‬MM‫ك؟ أال أفع‬MM‫ك؟ أال أهب‬MM‫يا عباس يا عماه أال أعطيك؟ أال أمنح‬
‫غيره‬M‫ده ص‬M‫اه وعم‬M‫ه خط‬M‫ه وحديث‬M‫يره قديم‬M‫ه وأخ‬M‫ك أول‬M‫ر هللا ذنب‬M‫ك غف‬M‫أنت فعلت ذل‬
‫ة‬MM‫ أن تصلى أربع ركعات تقرأ في كل ركعة فاتح‬: ‫ عشر خصال‬.‫وكبيره سره وعالنيه‬
, ‫ سبحان هللا‬: ‫ فإذا فرغت من القراءة في أول ركعة وأنت قائم قلت‬,‫الكتاب وسورة‬
‫ا وأنت‬MM‫ع فتقوله‬MM‫ ثم ترك‬, ‫رة‬MM‫ر م‬MM‫ خمس عش‬,‫بر‬MM‫ وهللا أك‬, ‫ه إال هللا‬MM‫ وال إل‬, ‫والحمد هلل‬
‫ا‬M‫وا له‬MM‫ ثم تهوي ساجدا فتق‬, ‫ ثم ترفع رأسك من الركوع فتقولها عشرا‬, ‫راكع عشرا‬
‫جد‬MM‫ ثم تس‬, ‫را‬MM‫ا عش‬MM‫جود فتقوله‬MM‫ك من الس‬MM‫ع رأس‬MM‫ ثم ترف‬, ‫را‬MM‫اجد عش‬MM‫وأنت س‬
‫ فذلك خمس وسبعون في كل ركعة‬,‫ ثم ترفع رأسك فتقولها عشرا‬, ‫فتقولها عشرا‬
‫إن لم‬MM‫ ف‬, ‫ل‬MM‫رة فافع‬MM‫ إن استطعت أن تصليها كل يوم م‬, ‫ تفعل ذلك في أربع ركعات‬,

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

‫ فإن لم تفعل ففي‬, ‫ فإن لم تفعل ففي كل شهر مرة‬, , ‫تفعل ففي كل جمعة مرة‬
16
‫ فإن لم تفعل ففي كل عمرك مرة‬, ‫كل كل سنة مرة‬

“Dari Ibn ‘Abbas, bahwa Rasulullah SAW berkata kepada al-‘Abbas bin
‘Abd al- Muththalib. Nabi berkata: Hai pamanku, ‘Abbas. Maukah kamu
saya beri sesuatu? maukah kamu saya anugerahi sesuatu? Maukah kamu
saya hadiahi sesuatu? Maukah kamu saya berbuat sesuatu? Ada sepuluh
hal, apabila kamu melakukannya, maka Allah akan mengampuni dosa-
dosa kamu. Baik dosa-dosa yang lampau atau yang sekarang. Dosa-dosa
yang lama maupun yang baru. Dosa-dosa yang tidak sengaja maupun
dosa yang sengaja. Dosa-dosa yang kecil maupun yang besar. Dosa-
dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-
terangan. Sepuluh hal, yaitu kamu shalat empat rakaat. Setiap rakaat
kamu membaca Surat al-Fatihah dan satu surat. Jika sudah selesai
membaca pada rakaat yang pertama dan kamu masih berdiri, bacalah
tasbih Subhanallah wa al-Hamdu li Allah w ala ilaha illa Allah wa Allah
Akbar, sebanyak lima belas kali. Kemudian kamu ruku’, dan bacalah
tasbih tadi ketika tadi ketika kamu sedang duduk, sepuluh kali. Kemudian
kamu angkat kepala dari ruku’, dan bacalah tasbih sepuluh kali.
Selanjutnya kamu sujud, dan bacalah tasbih pada waktu sujud sepuluh
kali. Kemudian kamu angkat kepala dari sujud, dan bacalah tasbih
sepuluh kali. Kemudian kamu sujud lagi, bacalah tasbih sepuluh kali.
Kemudian angkat kepala dan bacalah tasbih sepuluh kali. Bacaaan tasbih
tersebut jumlahnya tujuh puluh lima untuk setiap rakaat. Jika kamu
mampu, kerjakan sekali dalam satu hari. Jika tidak, kerjakanlah setiap
Jum’at. Jika tidak mampu, kerjakanlah satu bulan satu kali. Jika tidak
mampu, kerjakan satu tahun satu kali. Jika masih tidak mampu, kerjakan
sekali seumur hidup.”

16
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah,125-126.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

Shalat tasbih dalam hadis ini dikaji oleh Ali karena merespon pendapat
yang menyatakan bahwa hadis shalat tasbih tidak dapat digunakan sebagai
hujjah karena termasuk hadis maudhu’. Ali menyebut bahwa vonis ini terlalu
terburu-buru. Ibn al-Jauzi dinilai tasahul dalam menilai kemaudhu’an hadis ini.
Terdapat kesalahan penukilan Ibn al-Jauzi dalam menilai beberapa perawi
dalam riwayat Daruquthni. Selain itu, tasahul ini disinyalir karena pentakhrijan
dalam riwayat Daruquthni saja. Padahal, banyak ulama hadis klasik yang
meyatakan hadis ini sahih seperti Imam Muslim, Imam al-Bukhari, Imam Abu
Dawud, Imam ibn Mandah, al-Nawawi dan masih banyak lainnya. 17
Kesahihan hadis yang divonis palsu ini diperkuat dengan dijalankannya
shalat tasbih oleh imam-imam ahli hadis. Abdullah bin al-Mubarak dan ‘Aus bin
Abdullah al-Bashri (tabi’in yang tsiqoh) disebutkan selalu melaksanakan shalat
tasbih ketika adzan dzuhur dikumandangkan. 18 Selain itu, para ulama
Syafi’iyyah menegaskan bahwa menjalankan shalat tasbih termasuk sunnah. 19
Hadis di Bidang Budaya: Shalat Memakai Surban
Budaya memakai surban ketika shalat memang sudah lumrah di
Indonesia. Tak jarang, para imam masjid ketika hendak melaksanakan shalat
menggunakan surban sebagai bagian dari pakaian shalat. Namun, budaya yang
dianggap sebagai hadis ini perlu diluruskan agar tidak menyesatkan masyarakat
dalam melandasi perbuatan dan ucapannya. Matan hadis tersebut adalah
sebagai berikut:
20
‫ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة بال عمامة‬

“Dua rakaat dengan memakai surban lebih bagus daripada tujuh puluh
rakaat tanpa memakai surban.”

17
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah, 130-131.
18
Jalal al-Din al-Suyuti, Al-Jami’ al-Shaghir (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), 37.
19
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah, 132.
20
Ibid., 170.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

Kualitas hadis memakai surban ini dinilai oleh Ali Mustafa sebagai hadis
dha’if dengan penukilan pendapat para ulama hadis. Imam al-Suyuti, Imam al-
Minawi, Imam al-Nasai menilai bahwa hadis ini dha’if karena adanya perawi
yang bernama Thariq bin Abd al-Rahman dalam sanad hadis ini. Syekh al-Albani
yang menukilkan pendapat dari Imam Ahmad bin Hambal juga mengatakan hal
serupa yaitu, “Dia itu pendusta dan hadis itu batil.” Terdapat hadis lain yang
sejenis tentang keutamaan bersurban dalam shalat Jum’at. Hadis tersebut
diriwayatkan oleh al-Dailami, Ibn Asyakir, dan Ibn al-Najjar. Dan kesemuanya
hadis ini dinilai maudhu’ oleh Ibnu Hajar al-Asqalani. 21
Lalu diskursus tentang kesunnahan menggunakan surban masih menjadi
polemik. Dalam hadis yang lain banyak ditemukan hadis yang meriwayatkan
bahwa Rasulullah memakai surban adalah hadis sahih. Ali menjelaskan bahwa
pemahaman mengenai surban terdapat dua kelompok. Kelompok yang tekstual
menilai bahwa memakai surban adalah sunnah, sedangkan kelompok
kontekstual menilai bahwa surban adalah produk budaya masyarakat Arab pada
zaman itu.
Terlepas dari pemahaman tekstual maupun kontekstual, dalam ranah ke-
Indonesiaan, surban dianggap sesuatu yang terhormat. Tokoh agama, ulama,
kiai menggunakan surban sebagai toga yang identik dengan keulamaan. Apa
yang dianggap baik secara luas ini tentunya jika tidak menyalahi Syari’ah Islam
tidak perlu dipermasalahkan. Dengan berprinsip pada kaidah al-‘Addah
Muhakkamah maka menggunakan surban khususnya bagi ulama di negara
Indonesia sangat disunnahkan. Disamping juga terdapat dalil bahwa Nabi
memang memakai surban adalah sahih walaupun tidak ada penyebutan secara
spesifik saat shalat.22
Hadis di Bidang Pendidikan: Mencari ilmu di Negeri Cina
Sering dijumpai tulisan yang dikenal sebagai hadis masyhur ini di
kaligrafi sekolah atau lembaga pendidikan lain sebagai kata mutiara. Para

21
Ibid., 172.
22
Ibid., 177.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

pendidik juga tak jarang menggunakan hadis mencari ilmu ke negeri Cina untuk
menyemangati para pelajar untuk menjadi akademisi yang tangguh. Berikut
adalah matan hadis menuntun ilmu sampai negeri Cina:
‫اطلبوا لعلم ولو بالصين فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم‬23
”Carilah ilmu meskipun di negeri Cina, karena mencari ilmu itu wajib bagi
setiap muslim.”
Hadis ini termasuk hadis maudhu’ (palsu) disimpulkan dari tiga sanad
dari hadis ini yang masing-masing memiliki kecacatan perawi. Sanad pertama,
kecacatan berasal dari Ya’qub bin Ishaq al-Asqalani yang merupakan al-
Kadzdzab (pendusta), pendapat dari Imam al-Dzahabi. Sanad kedua, dari
Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari adalah pemalsu hadis. Sanad ketiga, menurut
Ibn Hajar al-Asqalani bahwa Ibrahim al-Nakha’i mengada-ada bahwa telah
mendengar dari Anas bin Malik. Namun, Ali menambahkan bahwa Ya’qub bin
Ishaq al-Asqalani adalah perawi yang kontroversional. Disebabkan sebagian ahli
hadis lain menilai bahwa ia tsiqoh. Kesimpulan yang diperoleh dari penilaian
kompetensi perawi tersebut adalah kaidah pengunggulan jarh (nilai negatif)
atas ta’dil (nilai positif) apabila dijelaskan sebab-sebabnya. 24
Hadis di Bidang Sosial Ekonomi: Bekerja untuk Dunia Seperti Akan
Hidup Selamanya
Petuah yang acap kali disampaikan untuk memberi motivasi bekerja
adalah hadis tentang bekerja untuk dunia seperti akan hidup selamanya.
Namun, perlu dilihat lagi tentang ke-sahih-an hadis tersebut karena dapat
menjerumuskan seseorang dalam materialistis keduniawian. Matan hadis
tersebut sebagai berikut:
‫اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا واعمل ألخرتك كأنك تموت غدا‬25

23
Ibid., 1.
24
Ibid., 6.
25
Ibid., 55.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

“Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan


hidup selamanya, dan bekerjalah kamu untuk kepentingan akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati besok.”
Ali mengutip dari pendapat Syeikh ‘Abd al-Karim al-Ghazzi, pengarang
kitab al-Jidd al-Hadis fi Bayan ma Laisa bi Hadis menyatakan bahwa kalimat
tersebut bukanlah hadis nabawi (berasal dari Nabi Saw) atau hadis marfu’.
Dalam beberapa sumber lain: “Kitab Gharib al-Hadis karya Ibn Qutaybah, kitab
Zawaid al-Harits karya al-Haitsami, kitab Tsiqah Atba’ al-Tabi’in karya Ibn
Hibban, dan kitab al-Zuhd karya Ibn al-Mubarak”, hadis diatas ditemukan
dengan sanadnya dengan bersumber dari sahabat yang bernama ‘Abdullah bin
‘Amr Bin al-‘Ash bukan dari Nabi SAW. Dalam disiplin ilmu hadis, hadis yang
bersumber dari sahabat, bukan dari Nabi Saw disebut dengan istilah hadis
mauquf. 26

Ungkapan yang berasal dari ‘Abdullah bin ‘Amr ini hanyalah produk
pemikirannya sendiri yang tidak berasal dari Rasulullah. Sehingga, pendapat ini
tidak dapat dijadikan sebagai hujjah apalagi disejajarkan dengan hadis. Namun,
lebih parahnya setelah diteliti oleh Ali, ungkapan ‘Abdullah bin ‘Amr ini dari segi
sanad ternyata munqathi’ (terputus). Dalam artian, tidak sahih pula dalam
kapasitasnya sebagai atsar sahabat.27
Hadis di Bidang Politik: Ulama-Umara
Hadis ulama-umara ini mengindikasikan bahwa bersatunya ulama dan
umara akan berimplikasi terhadap kesejahteraan rakyat. Namun jika dilihat dari
segi historis Rasulullah dan al-Khulafa al-Rasyidin tidak mendikotomi dua posisi
tersebut, justru mereka menjadi figur ulama sekaligus umara. Oleh karena itu,
otentisitas hadis ini perlu dipertanyakan. Matan hadis ini sebagai berikut:
‫ األمرآء و العلماء‬,‫صنفان من أمتي إذا صلحا صلح الناس و إذا فسد الناس‬28

26
Ahmad Husnan, Gerakan Inkaru as-Sunnah dan Jawabannya (Jakarta: Media Da’wah, 1984),
184.
27
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah, 57.
28
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din (Semarang: Maktabah Usaha Putera, t.t.), 7.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

“Ada dua kelompok dari umatku, apabila keduanya baik, maka akan
baiklah pula manusia, dan apabila keduanya rusak, maka akan rusaklah
pula seluruh manusia, dua kelompok itu adalah umara dan ulama.”
Tentang hadis ini, Ali Mustafa menyebutkan kualitas hadis ini dha’if
dengan berkamuskan pada komentar para ulama. Imam al-Suyuti yang
menyebutkan bahwa hadis ini dha’if. Lalu al-Hafidh Zein al-Din al-‘Iraqi dalam
kitabnya ‘an Haml al-Asfar fi al-Asfar fi Takhrij ma al-Ihya min al-Ahbar
menuturkan hadis ini dha’if. Sedangkan Syekh al-Bani mengatakan bahwa hadis
ini maudhu’ atau palsu.29 Al-Bani menyebutkan bahwa hadis ini maudhu’ tidak
bertentangan dengan kedua imam sebelumnya karena pada tingkatannya hadis
maudhu’ adalah yang paling parah tingkat kedha’ifannya.
Sumber kepalsuan hadis ini adalah satu rawi dalam sanad tersebut yang
bernama Muhammad bin Ziyad al-Yasykuri. Menurut Imam Ahmad bin Hambal,
Imam Yahya bin Ma’in, dan Imam al-Daruquthni, Muhammad al-Yasykuri
adalah kadzaba (pendusta) yang juga memalsu hadis. Diperkuat dengan
pendapat Imam al-Bukhari yang diberitahu oleh ‘Amr bin Zuharah, bahwa
beliau adalah tertuduh sebagai pemalsu hadis. Sementara itu, kedhai’fan hadis
ini juga dapat dilihat dari segi matannya. Ali menuturkan bahwa membuat
ruang pemisah antara ulama dan pemimpin adalah satu hal yang perlu diteliti
kembali, karena persoalan tersebut bertentangan dengan tradisi Nabi SAW
sendiri dan para pemimpin setelah beliau (al-Khulafa al-Rasyidin). Dimana
dapat dilihat zaman itu, nabi dan para al-Khulafa al-Rasyidin menduduki posisi
sebagai ulama dan sekaligus sebagai ‘umara. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hadis tersebut termasuk hadis palsu.30
Kontribusi Ali Mustafa Ya’qub dalam Dinamika Kajian Hadis di
Indonesia
Ali Mustofa sebagai cendekia yang sangat produktif dalam merekontruksi
pemikiran kajian hadis dapat dilihat dalam kontribusinya dalam berbagai aspek,

29
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah, 14.
30
Ibid., 15.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

diantaranya: pertama, sanggahan terhadap pemikiran orientalis Ignaz


Goldziher (1850-1921) dan Joseph Schacht (1902-1969). Beliau berpendapat
bahwa Goldziher tidak memiliki integritas ilmiah dalam melakukan kajian
hadis.31 Hal ini disinyalir karena Goldziher telah melakukan kesengajaan dengan
merubah teks sejarah seolah-olah al-Zuhri -ulama yang dituduh sebagai
pemalsu hadis- memberi statement bahwa ia telah dipaksa oleh Abd al-Malik
untuk menulis hadis dengan menulis “Inna haulai al-Umara akrahuna ‘ala
kitabah ahadis”. Padahal dalam kenyataannya, hadis yang ditulis oleh al-Zuhri
adalah hadis-hadis yang sudah ada namun belum terhimpun dalam buku
dengan teks aslinya “Inna haulai al-Umara akrahuna ‘ala kitabah al-Ahadis ”. 32
Pendapat ini beliau sandarkan kepada pendapat ulama yang telah mengkritik
terlebih dahulu yaitu Prof. Dr. Mustafa al-Siba’i. 33 Sementara dalam
merontokkan teori-teori dari Joseph Schacht beliau memaparkan lewat
pemikiran gurunya Prof. M.M. Azami yang beruntung diperbolehkan oleh
Universitas Cambridge untuk mengkritik Schacht dan membabat orientalis. 34
Kedua, menghilangkan dikotomi hadis ahad dan hadis mutawatir.
Penghapusan dikotomi ini tentunya sangat berarti, karena konsekuensi
pemilahan adalah tergusurnya sebagian besar ajaran Islam yang sudah diimani
oleh umat Islam. Para ulama menjadikan hujjah atas dasar kesahihan -begitu
pula hasan- suatu dalil baik dalam bidang syari’ah, aqidah maupun akhlak. Lalu
menjadikan hadis dha’if yang tidak parah kedha’ifannya hanya untuk amal-amal
kebaikan (Fadha’il al-‘Amal).35 Bukan berdasarkan kuantitas suatu hadis, kendati
hadis mutawatir lebih tinggi kedudukannya daripada hadis ahad.
Ketiga, membangun yayasan berbasis pembelajaran hadis yang terletak
di Jl. SD Inpres No. 11 Pisangan Barat Ciputat, Cireundeu, Kecamatan Ciputat

31
Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2020), 11.
32
Mustafa Al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuhafi al-Tasyri’ al-Islami (Beirut: al-Maktab al-Islami,
1978), 15.
33
Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis, 10.
34
Ibid., 26.
35
Ibid., 133.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten. 36 Yayasan ini menaungi dua lembaga,
terdiri dari: “a) Madrasah Darus-Sunnah yaitu pesantren dibawah Yayasan
Wakaf Darus-Sunnah dengan jenjang enam tahun yang setara dengan
Tsanawiyah dan Aliyah; b) Darus-Sunnah International Institute for Hadith
Sciences adalah Pesantren Mahasiswa dibawah Yayasan Wakaf Darus-Sunnah
dengan jenjang empat tahun yang diperuntukkan untuk Mahasiswa. 37 Darus-
Sunnah menerapkan sistem dzikir dan fikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Sistem tersebut merupakan perpaduan antara sistem perkuliahan di perguruan
tinggi dan sistem klasik pesantren.38 Mahasantri Darus-Sunnah ini dikategorikan
menjadi dua yaitu muntadzim dan muntasib. Mahasantri muntadzim adalah
mahasantri yang berhak tinggal di asrama, sedangkan muntasib adalah santri
yang tidak menetap (ngalong).39 Kontribusi mahasantri dalam mengabdi dan
memperjuangkan kajian ilmi hadis cukup membanggakan diantaranya menjadi
anggota dalam Bahtsul Masail LBM PWNU DKI yang mendiskusikan tentang
hukum vaksinasi di Bulan Ramadhan. 40 Selain itu juga untuk memperingati Haul
Kiai Ali, Darus-Sunnah melenggarakan klinik takhrij hadis. 41
Keempat, memberikan pengajaran dalam bentuk metode Fiqh al-Hadis
(pemahaman hadis) yang dituangkan dalam kitab yang berjudul al-Turuq al-
Sahihah fi Fahm al-Sunnah al-Nabawiyah yang diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia dengan judul Cara Benar Memahami Hadis. Karya ini diusung sebagai
cara untuk mempelajari hadis secara komprehensif agar tidak terjadi kekeliruan
dalam memahami sebuah hadis. Pembekalan ilmu yang berbasis pemahaman

36
https://spmb.darussunnah.sch.id/, diakses 9 April 2021.
37
https://darussunnah.sch.id/ diakses 9 April 2021.
38
Metode bandongan (muhadharah) yaitu guru menerangkan sementara santri mendengarkan
dan memahami. Kemudian sistem sorogan yaitu santri membaca kitab sementara pak kiai
menyimaknya kemudian mengoreksi dan menanyainya. Keduanya merupakan metode
pesantren yang diterapkan di Darus-Sunah.
39
https://darussunnah.sch.id/profil-mahad-dawly/.
40
https://darussunnah.sch.id/mahasantri-darus-sunnah-hadiri-bahtsul-masail-lbm-pwnu-dki-
membahas-hukum-vaksinasi-di-bulan-ramadhan/, diakses 9 April 2021.
41
https://darussunnah.sch.id/peringati-haul-kiai-ali-darus-sunnah-selenggarakan-klinik-takhrij-
hadis/, diakses pada 9 April 2021.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

hadis melalui buku Cara Benar Memahami Hadis karya Ali Mustafa Ya’qub ini
dihadirkan sebagai upaya mengentaskan masyarakat dari pemahaman hadis
yang kaku, sempit dan kolot. Dipadukan dengan pembelajaran mengenai ilmu
fiqih, ushul fiqh, bahasa Arab-Inggris dan materi-materi penunjang lainnya.”
Kelima, merekontruksi pemahaman hadis yang berkembang di kalangan
masyarakat melalui dialog, media massa, maupun media cetak. Dewasa ini,
masih banyak masyarakat yang keliru dalam memahami hadis dan menjadikan
hadis tersebut sebagai dalil dari ibadah yang dilakukan. 42 Kemudian sebagian
dari mereka menanyakan terkait kehujjahan sebuah hadis melalui dialog
langsung ataupun telepon kepada Ali Mustafa. Namun, dari dialog tersebut
masyarakat membutuhkan penjelasan yang lebih rinci yang tentunya tidak
dapat dijelaskan kecuali dengan kajian, bahasan, dan pembahasan yang
komprehensif atas hadis yang masyarakat pertanyakan. Dalam kajiannya, Ali
mengelaborasikan kritik sanad dengan kritik matan sekaligus menggunakan
prinsip umum dalam takhrij hadis.43 Agar hasil kajian dapat dibaca dan
dipahami oleh masyarakat luas, tulisan-tulisan itu diterbitkan oleh Majalah
Amanah, koran Republika dan media masa lain. 44 Ternyata, respon masyarakat
sangat beragam yang kemudian menginiasi Ali Mustafa untuk mencetaknya
dalam bentuk buku sebagai kodifikasi kajian hadis yang dilengkapi dengan
berbagai sumber rujukan.45

KESIMPULAN
Kritik hadis Ali Mustafa Ya’qub mengenai hadis-hadis bermasalah yang
berhubungan dengan masalah peribadatan, pendidikan, budaya, sosial
ekonomi, dan politik tentunya patut diapresiasi. Di tengah-tengah masyarakat

42
Ali Mustafa Ya’qub, Cara Benar Memahami Hadis, xi.
43
Impala Kurnia, “Pandangan Ali Mustafa Ya’qub Tentang Kritik Orientalis Terhadap Hadis ”,
Riwayah: Jurnal Studi Hadis, Vol. 5, No. 2 (2019), 235.
44
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah, xi.
45
Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013),
9.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

yang heterogen Ali mampu menjawab polemik autentisitas hadis dengan


menghadirkan karya tulis dengan pembahasan yang sistematis, rinci, dan
bahasa yang lugas. Pemahaman secara holistik yang dianutnya dengan
bersandar kepada pendapat ulama hadis terdahulu membuat beliau selamat
dalam pemerkosaan terhadap makna dan pemahaman hadis yang
menyesatkan. Selain itu, kontribusinya dalam kajian hadis Indonesia sangat
berarti dalam berbagai lini sehingga dapat merekonstruksi pemahaman
masyarakat tentang hadis.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali. Ihya ‘Ulum al-Din. Semarang: Maktabah Usaha Putera, t.th.


Al-Siba’I, Mustafa. al-Sunnah wa Makanatuhafi al-Tasyri’ al-Islami . Beirut: al-Maktab al-
Islami, 1978.
Al-Suyuti, Jalal al-Din. Al-Jami’ al-Shaghir. Beirut: Dar al-Fikr, 1981.
Anggraeni dan Suhartinah. Toleransi Antar Umat Beragama Perspektif KH. Ali Mustafa
Ya’qub. t.t.: t.p., t.th.
Husnan, Ahmad. Gerakan Inkaru as-Sunnah dan Jawabannya. Jakarta: Media Da’wah,
1984.
Kurnia, Impala. “Pandangan Ali Mustafa Ya’qub Tentang Kritik Orientalis Terhadap
Hadis”, Riwayah: Jurnal Studi Hadis, Vol. 5, No. 2 (2019).
Miski, “Pemahaman Hadis Ali Mustafa Ya’qub Studi Atas Fatwa Pengharaman Serban
Dalam Konteks Indonesia”, Riwayah: Jurnal Studi Hadis, Vol. 2, No. 1 (2016).
Qomarullah, Muhammad. “Pemahaman Hadis Ali Mustafa Ya’qub dan Kontribusinya
Terhadap Pemikiran Hadis di Indonesia”, Al Quds: Studi Al Quran dan Hadis, Vol.
4, No. 2 (2020).
Ramadhan, M. Rizki Syahrul. “Metode Kritik Hadis Ali Mustafa Ya’qub; Antara Teori Dan
Aplikasi”, Nabawi, Vol. 1, No. 1 (2020).
Rohmansyah, Rohmansyah. “Hadith Hermeneutic of Ali Mustafa Ya’qub”, Kalam, Vol.
11, No. 1 (2017).
Shofaussamawati, “Kontribusi Ali Mustafa Ya’qub (1952-2016) Dalam Dinamika Kajian
Hadis di Indonesia”, Riwayah: Jurnal Studi Hadis, Vol. 3, No. 1 (2017).
Ya’qub, Ali Mustafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2020.

12
Al-‘Adalah: e-ISSN: 2503-1473
Jurnal Syariah dan Hukum Islam

Ya’qub, Ali Mustafa. Hadis-Hadis Bermasalah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2019.


Ya’qub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2020.
Ya’qub, Ali Mustafa. Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan. Jakarta: Pustaka Firdaus,
2013.
https://spmb.darussunnah.sch.id/ diakses 9 April 2021.
https://darussunnah.sch.id/ diakses 9 April 2021.
https://darussunnah.sch.id/mahasantri-darus-sunnah-hadiri-bahtsul-masail-lbm-pwnu-
dki-membahas-hukum-vaksinasi-di-bulan-ramadhan/ diakses 9 April 2021

12

You might also like