6741 18389 1 SM

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Pengaruh Role Model dan Religiusitas Terhadap Perilaku Antikorupsi

pada Mahasiswa Organisatoris di Jawa Timur

Sakinah Nur Rokhmah Julia Tirta Putri


sakinah.snr@gmail.com
Akbar Prasetyo Utomo

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak
Indonesia is ranked in 117 out of 175 from the most corrupt countries in the world. The corruption
phenomenon can be analyzed from the individual micro elements. In a person's life, there are people
considered as a role model / anti-corruption figures. Considering that one could not control his desire, he
tends to justify any way for his pleasure. It might be said that self-control is closely related to religiosity.
In fact, corruption not only happens in official governors, but also in university students. It is ironic when
we compare it with the ideal expectations of the community toward students as the future generation. The
purpose of this research is to know the influence of role models and religiosity toward anti-corruption
behavior. Quota Sampling is used to collect the data ( 440 students from nine universities in East Java)
and moderated regression analysis (MRA) is utilised to analyze them. The result shows that the religiosity
variable can not moderate independence and dependence variables. Nevertheless, role models have a
significant effect to predict anti-corruption behavior by 12.7%. Of four role model figures, teacher/lecturer
figure has the largest contribution by 12,7% toward anti-corruption behavior. Unfortunately, this figure
is considered having low anti-corruption behaviour by their student. The result of this research would be
recommendation for the government to find the right agent to prevent and intervene corruption behavior
and for the students to choose the right figure in fostering anti-corruption behaviour.

Keywords : Role model; Religiosity; Anti-corruption Behaviour

Psikoislamika : Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam (JPPI) Volume 15. Nomor 2, Tahun 2018.
copyright © 2018. Pusat Penelitian dan Layanan Psikologi.

Degradasi moral semakin marak Berdasarkan survey Transparency


diperbincangkan bangsa ini. Degradasi moral International, pada 2011 hingga 2015, indeks
berkaitan dengan karakter bangsa yang menjadi persepsi korupsi (IPK) Indonesia masih mencapai
sumber dari berbagai permasalahan yang ada di angka 3, yang artinya Indonesia menempati
Indonesia. Rubiyantoro (2014) menjelaskan peringkat ke 100 dunia dari 183 negara, dan hasil
persoalan karakter bangsa akhir-akhir ini kian survei terakhir pada 2015 ini Indonesia menempati
menjadi sorotan tajam masyarakat. Dari berbagai urutan ke 117 dari 175 negara terkorup di dunia
kasus yang ada, korupsi adalah yan paling (Kompas, 11 Desember 2015). Berdasarkan
merugikan. penelitian ahli, beberapa dampak yang merugikan
dari korupsi adalah menurunnya pertumbuhan
Tabel 1. Peningkatan Jumlah Kasus Korupsi ekonomi dan investasi, dan berkurangnya alokasi
Tahun Jumlah Kasus dari belanja publik untuk pendidikan dan
2012 402 kesehatan, serta efisiensi alokasi sumber daya
2013 560 (Gathy, Paternostro & Rogolini, 2003).
2014 629 Namun, fakta yang berbeda terbukti dari hasil
TOTAL 1.271 survey indeks perilaku antikorupsi tahun 2012-

26
2014 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (dalam yang dilakukan oleh role model menciptakan
Budiharto, 2015), dapat dilihat di tabel berikut: harapan jika hal serupa dilakukan oleh sang
pengamat tersebut (Bandura, 1986). Ketika melihat
Tabel 2. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) orang lain berperilaku korupsi dan menganggap
Indonesia 2012-2014 korupsi dapat memberikan kesenangan secara
Tahun Indeks Kategori instan tanpa kerja keras yang berlebihan, hal
2012 3.55 Anti Korupsi tersebut membuat individu cenderung ingin
melakukannya juga. Terutama jika kita melihat
2013 3.63 Anti Korupsi kurangnya penegakan hukum terhadap koruptor
yang terbukti korupsi.
2014 3.61 Anti Korupsi Menurut Hidayat (2013), salah satu sifat
bawaan manusia itu selalu mendekati dan mengejar
kesenangan (pleasure) dan menghindari
Keterangan : Nilai Indeks bergerak dari 0-5 penderitaan (pain). Dalam konteks korupsi,
0-1.25: Sangat permisif terhadap korupsi mengingat korupsi cepat mendapatkan kekayaan
1.26 – 2.50: permisif; tanpa mesti kerja keras, secara psikologis seseorang
2.51 – 3.75: anti korupsi;
akan mudah tergerak untuk korupsi. Jika seorang
3.76 – 5.00: sangat anti korupsi
individu tidak dapat mengontrol hasrat tersebut,
maka akan memiliki kecenderungan untuk
Hasil survey tersebut dapat dimaknai, bahwa
menghalalkan segala cara agar mendapatkan
masyarakat Indonesia memiliki potensi yang baik
kesenangan tersebut. Kontrol diri yang ada pada
untuk bangkit dari keterpurukan korupsi. Namun,
individu erat kaitannya dengan religiusitas.
hal ini menjadi pertanyaan besar mengapa hingga
Religiusitas memberikan kerangka moral, sehingga
saat ini kasus korupsi di Indonesia masih saja
membuat seseorang mampu membandingkan
tinggi. Secara psikologis, korupsi menyebabkan
tingkah lakunya (Desmita, 2005). Kontrol diri yang
rendahnya rasa saling percaya (trust) antar orang
rendah, salah satunya disebabkan karena
dan kurangnya perghargaan pada norma-norma
religiusitas yang rendah. Terkait hubungan
hukum yang berlaku. Penelitian Dayakisni (2015)
religiusitas dan intensi antikorupsi pernah
pada remaja di Balikpapan, membuktikan bahwa
dilakukan penelitian sebelumnya oleh Wahyuni
sinisme sosial berhubungan positif dengan perilaku
dkk (2015), hasil penelitiannya membuktikan
korupsi pada remaja. Sinisme sosial erat kaitannya
bahwa terdapat hubungan yang positif antara
dengan fenomena kurangnya penghargaan pada
orientasi religius dengan intensi antikorupsi.
norma hukum yang telah ada.
Seharusnya Indonesia dengan jumlah mayoritas
Korupsi tentunya dapat terjadi karena adanya
penduduknya beragama memiliki jumlah kasus
niat dari sang pelaku. Dalam ilmu psikologi, kita
korupsi yang rendah. Namun, pada kondisi
mengenal niat sebagai intensi. Salah satu faktor
kenyataannya masih belum seperti itu.
intensi seseorang adalah pengalaman yang telah
Jumlah kasus korupsi di Indonesia banyak
dilewatinya. Dalam kehidupan seseorang pastinya
melibatkan orang-orang terkemuka baik itu tokoh
terdapat interaksi dengan orang lain di sekitarnya,
masyarakat maupun pemerintahan yang ada di
yang membuat individu menganggap orang lain
birokrasi. Pejabat pemerintah sebagai model dan
sebagai figur/role model. Role model bisa jadi
panutan, segala perilakunya akan dijadikan contoh
berasal dari lingkungan terdekatnya, atau orang
oleh masyarakat. Sehingga, role model dapat
yang dianggap memiliki kesamaannya dengannya.
berdampak pada perilaku masyarakat. Menurut
Pengalaman inilah yang dapat mempengaruhi
Gacther dan Ranner (2014), politisi, pejabat
intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku.
pemerintah, dan manajer dapat berfungsi sebagai
Termasuk pada kasus korupsi, pengalaman yang
role model yang dianggap tepat dan dapat
telah dilewati seseorang dapat memunculkan
membentuk kepercayaan pengikutnya tentang
intensinya dalam berkorupsi. Terutama
suatu perilaku. Wakhidah (2014), juga menjelaskan
pengalaman yang berkaitan dengan orang yang
bahwa korupsi juga dapat terjadi karena dukungan
dianggap sebagai role model. Perilaku role model
sosial. Baik oleh orang tua maupun pihak keluarga
yang akhirnya diresapi oleh individu adalah ketika
yang bermental materialis, hingga membuat

27
seseorang mengambil keputusan untuk melakukan Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan
tindak korupsi. Role model juga dapat muncul dari masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah
lingkungan kerja maupun teman. Penelitian pengaruh role model dan tingkat religiusitas dengan
Aultman (1976) membuktikan bahwa korupsi di perilaku antikorupsi pada mahasiswa organisatoris
kepolisian dapat timbul karena proses interaksi di Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah
antar individu polisi yang melibatkan untuk mengetahui pengaruh role model dan tingkat
penyalahgunaan kewenangan peran kerja petugas religiusitas dengan perilaku antikorupsi. Urgensi
polisi. dari penelitian ini, karena saat ini Indonesia sedang
Pada kenyataanya, kasus korupsi tidak hanya mengalami darurat korupsi, dibutuhkan penerus
terjadi di lingkungan politik dan pemerintahan saja, yang nantinya dapat membangkitkan dan
namun juga pada mahasiswa. Menurut Walida membenahi bangsa Indonesia di masa depan, dan
(2015), beberapa perilaku korupsi yang muncul mahasiswa adalah salah satu penerus nyata
pada mahasiswa diantaranya korupsi waktu, perjuangan bangsa Indonesia.
mahasiswa tidak berangkat ke kampus, lebih Antikorupsi terbentuk oleh beberapa aspek
memilih untuk membolos, tidak mengerjakan tugas (Wahyuni, 2015), yaitu: (1) Anti-bribe
dan pulang lebih cepat/awal sebelum waktunya. (antipenyuapan), (2) Anti-gratification
Selain itu, beberapa mahasiswa yang terlibat dalam (antigratifikasi),(3) Anti-fraud (antipenipuan)\, (4)
kegiatan keorganisasian di kampus juga sering Anti-mark up (Antipenggelembungan dana),(5)
melakukan kebiasaan perilaku korupsi, misalnya Anti-black mail (Antipemalsuan) dan (6) Anti-
saja merancang pendanaan kegiatan yang besar, nepotism (Antinepotisme). Sedangkan, antikorupsi
lalu menyalahgunakan dana sisa untuk merupakan kebalikan dari korupsi. Sehingga dapat
kepentingannya sendiri. Perilaku lainnya dalam disimpulkan bahwa, antikorupsi adalah bentuk
bidang akademik, misalnya mencontek saat ujian menghindari perilaku jahat, busuk, dan merusak
dan menjiplak atau melakukan plagiasi karya milik yang berkaitan dengan penyelewengan kekuasaan.
orang lain dan mengakui sebagai miliknya. Model dalam dalam kamus psikologi
Sungguh ironi, jika kita sandingkan dengan (Reber&Reber, 2010) diartikan sebagai sebuah
harapan ideal masyarakat kepada mahasiswa. representasi yang mencerminkan,
Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa, menduplikasikan, mengimitasikan, atau sejumlah
tanggungjawab Indonesia nantinya akan dipegang cara mengilustrasikan suatu pola hubungan yang
oleh mahasiswa saat ini. bisa diamati di data atau alam. Sebuah gambaran
Selain itu, banyak pula organisasi dan ideal, sebuah standar, sebuah contoh yang dibentuk
komunitas gerakan antikorupsi yang telah sebagai imitasi atau salinan yang berharga. Role
digencarkan oleh mahasiswa, namun justru pada model memainkan peranan penting karena sebagian
mahasiswa sendiri banyak perilaku korupsi yang besar sosialisasi diasumsikan berlangsung lewat
muncul, dan jika kebiasaan tersebut terus pengimitasian perilaku model panutan. Role model
berlangsung, maka dapat dipastikan mahasiswa adalah bagian dari teori modelling Bandura (1986).
saat ini dapat menjadi calon koruptor di masa depan Tahapan observational learning(Modelling) yaitu,
nantinya. Penelitian Falah (2012) menunjukkan (1) Atensi/perhatian, (2) Retensi/ingatan (3)
bahwa mahasiswa menilai perilaku korupsi yang Produksi perilaku, dan (4) Motivasi/dorongan
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki (Boeree, 2010, Feist&Feist, 2010).
keterlibatan dengan dirinya sebagai hal yang Hill dkk menjelaskan religiusitas berasal dari
negatif, tetapi bila ada perilaku korupsi yang bahasa Latin yaitu “religio” yang menghubungkan
memiliki keterlibatan dengan dirinya akan antara manusia dan sesuatu yang lebih agung atau
cenderung lebih ditoleransi. Mahasiswa memang Tuhan. Pargament menawarkan definisi religiusitas
tidak secara nyata melakukan tindakan korupsi sebagai mencari makna dalam cara-cara yang
terhadap uang negara seperti layaknya pejabat sakral atau suci (Raiya, 2008). Religiusitas
pemerintah, namun mereka melakukan memiliki lima aspek yaitu keyakinan, perbuatan,
pelanggaran terhadap hal yang diamanahkan pada ethical - conduct do’s, ethical - conduct don’t dan
mereka. kebersaman dalam Islam.

28
Hipotesa dari penelitian ini adalah ada pengaruh meliputi anti bribe, anti gratification, anti fraud,
yang positif antara role model dengan antikorupsi, anti mark up, anti black mail dan anti nepotism.
semakin tinggi modelling pada tokoh yang Untuk mengukur tiga hal tersebut digunakan
berperilaku antikorupsi maka diikuti tingginya beberapa alat ukur, Psychological Measure of
perilaku antikorupsinya. Pengaruh tersebut akan Islamic Religiousness (PMIR) Raiya (2008) yang
dipertimbangkan dengan tingkat religiusitas yang telah diadaptasi sebelumnya oleh Namira (2015)
tinggi atau rendah pada diri individu tersebut. kemudian diadaptasi kembali oleh peneliti.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif Sedangkan, variabel role model dan antikorupsi,
korelasional, yaitu bertujuan untuk mengetahui diukur oleh skala yang telah dibuat peneliti yaitu
pengaruh variabel role model terhadap variabel Skala Role model (SRM) dan Skala Antikorupsi
perilaku antikorupsi yang nantinya akan Mahasiswa Organisatoris (SAMO). Berikut hasil
dimediatori oleh variabel religiusitas. Penelitian ini uji validitas dan reliabilitas ketiga alat ukur
dilaksanakan pada saat bulan Maret hingga bulan tersebut.
Juni, tahun 2017. Bertempat di perguruan tinggi Tabel 3. Hasil Uji validitas dan Reliabilitas Alat
yang digunakan sebagai sample diantaranya, Ukur
Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Jumlah Rentang
Brawijaya, Universitas Islam Negeri Malik Alat Indeks
Item Indeks
Ibrahim, Universitas Negeri Malang, Universitas Ukur Reliabilitas
Valid Validitas
Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh November,
PMIR 23 item 0,173 – 0,814
Universitas Negeri Surabaya, Universitas Islam
0,596
Negeri Sunan Ampel, dan Universitas Negeri
Jember.
0,170 –
Subjek penelitian adalah mahasiswa S1 yang 0,857
SRM 33 item 0,594
beragama islam, berstatus aktif dan memiliki
rentang usia 18-24 tahun yang terdapat di
perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi
SAMO 0,305 –
swasta di Malang, mahasiswa tersebut telah/sedang 24 item 0,875
0,629
mengikuti kegiatan organisasi kampus, kurang
lebih selama satu tahun. Penelitian ini fokus kepada
mahasiswa organisatoris yang beragama islam,
karena di Indonesia islam merupakan agama
mayoritas. Teknik sampling dalam penelitian ini Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan
dilakukan dengan cara Quota Sampling yaitu instrumen (skala). Selanjutnya dilakukan try out
sampel yang dipilih berdasarkan kuota yang telah pertama dilakukan pada 60 subjek mahasiswa di
ditentukan oleh peneliti. Penelitian ini melibatkan Universitas Muhammadiyah Malang, SAMO
440 mahasiswa, peneliti memberikan kuota berhasil mencapai nilai validitas dan reliabilitas
sebanyak 50 mahasiswa, di tiap universitasnya. yang sesuai, dan dapat langsung digunakan.
Adapun yang menjadi variabel dalam Namun, pada PMIR dan SRM, belum mencapai
penelitian ini (1)Variabel bebas : role model yaitu nilai tersebut. Selanjutnya, peneliti melakukan try
persepsi subjek terhadap figure dalam perilaku out kedua hingga instrumen penelitian mencapai
antikorupsi. Figure tersebut diantaranya orang tua, angka validitas dan reliabilitas yang sesuai. Proses
guru/dosen, temandan tokoh masyarakat. pengambilan data di sembilan universitas sample di
(2)Variabel moderator : Religiusitas merupakan Jawa Timur.
keyakinan beragama islam yang dipraktikan dalam Data perlu melewati uji prasyarat sebelum
perbuatan, melakukan yang diperintah dan dilakukan analisa data menggunakan Moderated
mengindari yang dilakukan serta mengakui Regression Analysis (MRA). Uji prasyarat tersebut
persaudaraan antar umat muslim.(3) Variabel yaitu, uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
terikat : antikorupsi adalah rencana, hasrat dan heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Berikut
keyakinan untuk cenderung menghindari perilaku tabel hasil analisanya MRA :
jahat, busuk, dan merusak yang berkaitan dengan
penyelewengan kekuasaan. Aspek antikorupsi

29
Tabel 4. Hasil Analisa MRA (F.Hayyes) signifikan jika dihubungkan langsung dengan
perilaku antikorupsi (p=0,1540; p>0.05), hal ini
yang membuat variabel religiusitas tidak dapat
menjadi variabel moderat. Sedangkan, variabel role
model jika dihubungkan langsung dengan perilaku
antikorupsi hasilnya signifikan (p=0,0; p>0.05).
Dari hasil uji tersebut, dinyatakan bahwa hipotesa
Hasil analisa data, menunjukkan data tidak ditolak, variabel religiusitas tidak dapat menjadi
signifikan (p=0.4185; p>0.05). Analisa regresi variabel moderator, namun terdapat hubungan yang
sederhana role model dan perilaku antikorupsi signifikan antara role model dan perilaku
hasilnya signifikan(p=0,0; p<0.05). Variabel antikorupsi. Selanjutnya, dilakukan uji linieritas
religiusitas tidak sesuai menjadi variabel dari empat figure role model terhadap perilaku
moderator, pada pengaruh role model terhadap antikorupsi. Berikut tabel hasil uji linieritasnya :
perilaku antikorupsi. Sehingga, tingkat religiusitas
yang dimiliki individu tidak mampu meningkatkan Tabel 6. Hasil Uji Linieritas Empat Figure
maupun mereduksi pengaruh role model terhadap
perilaku antikorupsi. Seseorang yang memiliki role Figure R Square Persentase
model antikorupsi yang kuat, tinggi rendahnya Guru/Dosen 0,127 12,7 %
tingkat religiusitas tidak memberikan pengaruh Teman 0,094 9,4 %
munculnya perilaku antikorupsi.
Orang Tua 0,087 8,7 %
Tabel 5. Hasil Analisa Regresi Berganda Tokoh 0,070 7%
Masy.

Hasilnya, figure guru/dosen menempati


persentase tertinggi (12,7%) yang mempengaruhi
Namun, dengan model analisa regresi perilaku antikorupsi. Hal ini berarti lembaga
berganda, religiusitas dan role model yang pendidikan memiliki peran yang kuat dalam
dimasukkan secara bersama dan kedudukannya penanaman perilaku antikorupsi pada individu.
sama sebagai variabel bebas, hasilnya Selanjutnya, teman sebaya menempati posisi
signifikan(p=0,0; p<0.05), dengan r square 0,1314. tertinggi kedua (9,4%) yang memiliki pengaruh
Analisa regresi linier sederhana menunjukkan terhadap perilaku antikorupsi.
variabel religiusitas tidak memiliki pengaruh yang

Tabel 7. Tingkat Persepsi Perilaku Antikorupsi terhadap Figure Role Model


Orang
Kategori Teman Tua Guru/Dosen Tokoh Masy.
F % F % F % F %
Rendah 178 40,5 224 50,9 228 51,8 376 85,5
Tinggi 262 59,5 216 49,1 212 48,2 64 14,5

30
Tabel 8. Kategorisasi Ketiga Variabel

Role model Religiusitas Antikorupsi


Kategori
Interval F % Interval F % Interval F %
Rendah 45 - 85 229 52,0 48 - 82,5 126 28,6 27 - 61,5 169 38,4
Tinggi 84 - 125 211 48,0 82,6 – 117 314 71,4 61,6 - 96 271 61,6
Namun, figure guru/dosen ini justru religiusitas yang diukur menggunakan self report,
dipersepsikan subjek memiliki perilaku memiliki beberapa kelemahan menurut Hill dan
antikorupsi yang rendah (51,8%). Hal ini berarti, Pargament (dalam Paloutzian&Park,2003)
figure guru/dosen masih dianggap memberikan diantaranya (1) Beberapa aspek dalam skala
contoh perilaku antikorupsi kepada peserta religiusitas dan spiritualitas kurang begitu
didiknya. mampu mengukur terutama dalam kesulitan
Selain itu, berdasarkan skor total tiap subjek mengartikulasikan pertanyaan tertutup.
variabelnya, sebagian subjek memiliki perilaku (2) Variabel religiusitas dan spiritualitas mudah
antikorupsi yang rendah (38,4%) sehingga terkena bias atau social desiribility. (3) Beberapa
cenderung melakukan perilaku korupsi. skala juga membutuhkan kemampuan membaca
Hasil dari penelitian membuktikan bahwa yang baik, dan kurang sesuai untuk anak-anak,
variabel religiusitas tidak dapat menjadi variabel orang dewasa dengan pendidikan rendah serta
moderator. Sejalan dengan hal tersebut, populasi klinis. (4) Skala sejenis ini juga
penelitian yang dilakukan oleh Lau,Choe dan Tan memungkinkan subjek untuk bosan dan tidak
(2013) yang menggunakan variabel religiusitas menyelesaikan pertanyaan yang ada. Hal tersebut
ekstrinsik sebagai variabel moderator antara adalah kelemahan dari variabel ini. Meskipun
money ethics (etika uang) dan tax evasion peneliti telah berusaha dengan memberikan
(penghindaran pajak) juga menyatakan bahwa instruksi yang tepat, namun hal tersebut tetap saja
variabel religiusitas ekstrinsik tidak dapat dapat muncul.
menjadi variabel moderator. Pada penelitian Penyebab lainnya adalah karena pemaknaan
tersebut religiusitas dibagi menjadi ekstrinsik dan dari korupsi beberapa masih dianggap bias jika
instrinsik. Variabel intrinsiknya berhasil menjadi dilihat dari sisi religiusitas, misalnya saja di islam
variabel moderator. Sehingga, variabel dianjurkan untuk saling memberi hadiah,
religiusitas tidak secara mutlak dapat menjadi Rasulullah bersabda “Berilah hadiah sesama
variabel moderator dalam berbagai penelitian, kalian, karena hadiah akan menghilangkan
karena hasil beberapa penelitian yang berbeda. kesedihan dan menghapus dendam dan benci.”
Salah satu penyebabnya, karena diketahui Anjuran inilah yang sering disalah artikan bahwa
bahwa religiusitas tidak memiliki pengaruh yang memberi hadiah sebagai bentuk terima kasih
signifikan jika dihubungkan langsung dengan diperbolehkan, padahal itu bagian dari perilaku
perilaku antikorupsi. Hal ini yang mengganggu gratifikasi. Pemaknaan terhadap hadist tersebut
variabel role model dan perilaku antikorupsi. belum sepenuhnya dipahami, karena penjelasan
Rashid dan Ibrahim (2008) juga menyebutkan detailnya bahwa pemberian hadiah tersebut tidak
bahwa, religiusitas yang tinggi bukan jaminan boleh disertai dengan kesusahan bagi diri sendiri
bahwa individu tersebut juga memiliki ethical dan orang lain, karena tujuan dari perbuatan ini
value yang tinggi juga. Sehingga, terkait adalah menciptakan kecintaan dan keharmonisan
pengaruh variabel religiusitas pada berbagai (Thabarsi,1385 H).
penelitian korupsi maupun unethical behavior Padahal, di dalam al-qur’an secara nyata
lainnya masih tidak konsisten dan terdapat gap. dijelaskan bahwa praktik risywah (suap) yang
Selain itu religiusitas yang merupakan hal merupakan salah satu bentuk penyakit sosial atau
normatif, dalam proses pengukuran dapat perilaku yang menyimpang dalam kehidupan
menimbulkan subjek menjawab sesuai norma bermasyarakat sehingga tidak dibenarkan dalam
yang ada, sehingga tidak menampakan perilaku ajaran Islam bahkan dilaknat (dikutuk) oleh Nabi
religiusitas yang sesungguhnya dimiliki. Variabel Muhammad saw. Syariat Islam mengharamkan

31
praktik risywah sebagaimana melarang sumbangan prediktor terbesar, yaitu 12,7%
pengambilan harta yang bukan haknya secara terhadap munculnya perilaku antikorupsi pada
batil. (QS. Al-Baqarah:188). Sehingga mahasiswa organisatoris. Dapat disimpulkan
pemaknaan secara mendalam terkait religiusitas bahwa role model merupakan variabel yang
perlu dimiliki oleh diri individu tersebut. secara independen mempengaruhi perilaku
Guru/dosen memiliki pengaruh yang positif antikorupsi.
terhadap perilaku antikorupsi. Dalam penelitian
ini ditemukan guru/dosen memiliki sumbangan SARAN
12% terhadap munculnya perilaku antikorupsi.
Guru/dosen merupakan figure yang ada di dalam Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan
lingkungan pendidikan, diamana mengajarkan agar mahasiswa menemukan figure yang tepat
nilai moral baik dalam bentuk kurikulum maupun dalam membentuk perilaku antikorupsi.
materi bahasan di sekolah dan kampus, yang Guru/dosen yang memiliki peran kuat, perlu
menggunakan beberapa pendekatan mulai dari memberikan contoh perilaku dan pendidikan
pembentukan kebiasaan, pembelajaran materi antikorupsi, terutama di lingkungan pendidikan.
hingga modelling (Nurdin, 2014). Sehingga dapat menjadi acuan bagi pemerintah
Berdasarkan hasil penelitian ini, dalam menentukan kebijakan terkait pendidikan
pembentukan perilaku antikorupsi yang efektif, antikorupsi. Perlu peningkatan pengetahuan
tidak hanya dilakukan lewat pengajaran dan guru/dosen tentang perilaku antikorupsi, yang
penanaman nilai-nilai moral yang tepat pada menjadi figure bagi peserta didiknya guna
individu. Namun, juga perlu adanya figure mencegah perilaku antikorupsi sejak dini. Bentuk
antikorupsi, yang ada di sekitar mahasiswa. tindak lanjut penelitian ini, perlu adanya teknik
Figure inilah yang akan memberikan contoh dan intervensi melalui psikoedukasi kepada
suri tauladan perilaku antikorupsi. Figure yang guru/dosen serta mahasiswa, terkait perilaku
ada di sekitar kehidupan mahasiswa ini menurut antikorupsi hingga adanya pemaknaan secara
Fiest (2010) merupakan representasi dari model mendalam dalam kesehariannya. Pemahaman
atraktif yang membuat individu cenderung yang baik secara kognitif terkait contoh perilaku
melakukan modelling terhadap segala perilaku korupsi, membuat individu dapat menghindari
yang dilakukan oleh model/figure tersebut. perilaku korupsi tersebut, sehingga terwujud
perilaku antikorupsi. Selanjutnya, untuk peneliti
SIMPULAN yang juga akan mengambil topik sejenis,
disarankan untuk menggunakan alat ukur yang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah itemnya secara langsung mengaplikasikan
dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan perilaku antikorupsi. Selain itu, peneliti
bahwa role model memiliki hubungan positif menyarankan agar peneliti selanjutnya
terhadap perilaku antikorupsi, dengan menggunakan variabel-variabel lain yang
sumbangan sebesar 12,7%. Namun, dalam mempengaruhi perilaku antikorupsi sehingga
Moderated Regression Analysis (MRA) diketahui akan semakin memperkaya bahan kajian dalam
bahwa variabel religiusitas bukan merupakan psikologi sosial terutama di bidang kajian
variabel moderator yang dapat mempengaruhi korupsi.
kuat atau lemahnya pengaruh antara role model
dan perilaku antikorupsi. Salah satu Daftar Pustaka
penyebabnya, karena religiusitas tidak signifikan Aultman,M.G. (1976). A social psychological
jika dihubungkan secara langsung dengan approach to the study of police corruption.
variabel perilaku antikorupsi. Sehingga, tinggi Journal of Criminal Justice Volume 4.
rendahnya religiusitas seseorang jika ia tidak Bandura, A. (1986). Social foundation of thought and
action: A social cognitive theory. Englewood
memiliki figure antikorupsi, maka ia akan
Cliffs, NJ: Prentice Hall.
berperilaku korupsi, Selain itu, dari keempat Boeree, G. (2010). Personality theories: melacak
figure yang ada pada variabel role model kepribadian anda bersama psikolog dunia.
diketahui bahwa kesemuanya berpengaruh Jogjakarta : Primasophie.
signifikan, khususnya guru/dosen yang memiliki

32
Budiharto, S. (Februari, 2015). Peran kepemimpinan Rubiyantoro, Y. (2014). Kembangkan karakter sejak
profetik dalam kepemimpinan nasional. usia dini. DIKBUD No. 03 Tahun V. From :
Presented in at the 1st National Conference http://www.kemdiknas.go.id/ .
on Islamic Psychology (NCIP), Yogyakarta.
Thabarsi,A.H. (1385 H) Misykât al-Anwâr.
Dayakisni, T. (2015). Hubungan sinisme sosial dengan
Kitabkhane Haidariyyah. Najaf. from :
sikap remaja terhadap korupsi. Seminar
islamquest.net .
Psikologi dan Kemanusiaan, Psychology
Forum, UMM. Transparency International Indonesia. (2015). Indeks
Desmita. (2005). Psikologi perkembangan. Bandung : persepsi korupsi di Indonesia. Harian
Remaja Rosdakarya. Kompas, 11 Desember 2015.
Falah, F. (2012). Perilaku korup di mata mahasiswa,
Wahyuni, Z. I., Adriani, Y., dan Nihayah, Z. (2015).
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami,
The relationship between religious
151-158.
orientation, moral integrity, personality,
Feist, J.& Feist, G.J. (2010). Teori kepribadian.
organizational climate and anti corruption
Jakarta : Salemba Humanika.
intentions in Indonesia. International Journal
Gachter,S.,& Renner,E. (2014). Leaders as role of Social Science and Humanity, Vol. 5, No.
models for the voluntary provision of public 10.
goods. CeDEx Discussion Paper No. 2014-11
Wakhidah, N. (2014, April). Revitalisasi peran
University of Nottingham.
keluarga dalam pendidikan antikorupsi
Gathy, R., Patternostro, S., & Rigolini, J. (2003). menuju 100 tahun kemerdekaan Indonesia,
Individual attitude toward corruption ? Do from : http://psikologi.uin-malang.ac.id.
social effect matters. World Bank Policy
Walida, H.A.. (2015). Hubungan religiusitas dengan
Research Working Paper 3122, August 2003.
sikap terhadap korupsi pada
Hidayat, K. (2010). Psikologi korupsi. From: mahasiswa.Skripsi, Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang.
www.antikorupsi.org/en/content/psikologi-
korupsi .
Lau,T.C., Choe,K.L., & Tan,L.P. (2013). The
moderating effect of religiosity in the
Relationship between money ethics and tax
evasion. Asian Social Science; Vol. 9.
Nurdin,H.M. (2014). Pendidikan antikorupsi:
strategi internalisasi nilai-nilai islami dalam
Menumbuhkan kesadaran antikorupsi di
sekolah. Yogyakarta : Ar-ruzz Media.
Paloutzian,R.F., & Park,C.L. (2003). Handbook of the
psychology of religion and spirituality. New
York : The Guilford Press.
Raiya,H.A. (2008). A psychological measure of
islamic religiousness: evidence for
relevance, reliability and validity. Disertasi
doktoral, Bowling Green State
University,USA
Rashid,M.Z. & Ibrahim,S. (2008). The Effect of
Culture and Religiosity on Business ethics:
A Cross-cultural Comparison. Journal of
Business Ethics, 82.
Reber, A.S. dan Reber, E.S. (2010). Kamus psikologi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar

33

You might also like