Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242


http://jurnal.untan.ac.id/index.php/PMP

CHITOSAN INHIBITION TEST AGAINST E. coli AND


DIGESTIBILITY OF THE RATION IN THE IN-VITRO
METHOD

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Staf Pengajar Universitas Sriwijaya
E-mail: elisahara.unsri@gmail.com

DOI : dx.doi.org/10.26418/jpmipa.v11i2.37996

Abstract
Diarrhea and vomiting are often caused by E coli bacteria. E coli
bacteria has a strain of Shigatoxigenic Escherichia coli (STEC),
producing Shiga poisons or poisons such as Shiga (verotoxin) which
are harmful and pollute nature. This strain of the E coli bacterium has
a detrimental effect because it excludes one or both types of Shiga Like
Toxin -1 (Stx -1) and Shiga Like Toxin-2 (Stx-2) toxins. This bacterial
infection has the potential as a zoonotic agent because it has been found
in feces and sheep meat, feces and beef meat, chicken feces and human
feces. If this bacterial colony inceases in the digestive tract of poultry it
will disturb the productivity of the livestock. Therefore it must be
watched out and studied more deeply. The objectives of the study are 1)
to see the inhibitory power of chitosan on the growth and development
of E coli bacteria in vitro 2) the test of digestibility of dry matter (BK)
and crude protein (PK) ration in vitro. The treatments given in this test
are: R0 = control (without chitosan), R1 = 0.5% chitosan, R2 = 1%
chitosan, R3 = 1.5% chitosan, R4 = 2% chitosan, R5 = 2.5% chitosan.
The parameters measured were 1) inhibition of chitosan against E. coli
growth based on clear zone diameter 2) digestibility of dry matter (BK)
and crude protein (PK) ration in vitro. The results showed that the
higher level of chitosan administration showed greater inhibition,
which was indicated by the greater diameter of the clear zone caused.
The provision of 2.5% chitosan shows medium inhibition that is has a
range of 10-14 mm. The addition of a dose of 1.5% chitosan in the
ration was able to increase the digestibility of dry matter by 7.86% and
the digestibility of crude protein 11.20% higher than the control
treatment (without chitosan). The conclusion of this study is that
chitosan can inhibit the growth of E coli and improve the digestibility
of dry matter (BK) and crude protein (PK) for the better.

Keywords: Chitosan, inhibiting ability, E coli, digestibility, in vitro

Received : 16/12/2019
Revised : 10/05/2020
Accepted : 26/07/2020
231
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

Abstrak
Penyakit diare dan muntah-muntah sering disebabkan oleh bakteri E
coli. Bakteri E coli memiliki strain Shigatoxigenic Escherichia coli
(STEC), menghasilkan racun Shiga atau racun seperti Shiga
(verotoxin) yang berbahaya dan mencemari alam. Strain dari bakteri
E coli ini mempunyai efek merugikan karena mengeluarkan salah satu
atau kedua jenis toxin Shiga Like Toxin -1 (Stx -1) maupun Shiga Like
Toxin-2 (Stx-2). Infeksi bakteri ini berpotensi sebagai agen zoonosis
karena sudah pernah ditemukan pada feses dan daging domba, feses dan
daging sapi serta feses ayam dan feses manusia. Jika koloni bakteri ini
tinggi dalam saluran pencernaan unggas akan mengganggu
produktivitas ternak tersebut. Oleh sebab itu harus diwaspadai dan
dikaji lebih mendalam. Tujuan penelitian adalah 1) melihat daya
hambat kitosan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bakteri E coli
secara in vitro 2) menguji kecernaan bahan kering (BK) dan protein
kasar (PK) ransum secara in vitro. Perlakuan yang diberikan dalam
pengujian ini adalah: R0 = kontrol (tanpa kitosan), R1 = 0,5% kitosan,
R2 = 1 % kitosan, R3 = 1,5% kitosan, R4 = 2% kitosan, R5 = 2,5%
kitosan. Parameter yang diukur adalah 1) daya hambat kitosan
terhadap pertumbuhan E. coli berdasarkan diameter zona bening (in
vitro) 2) kecernaan bahan kering (BK) dan protein kasar (PK) ransum
secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi
level pemberian kitosan menunjukkan daya hambat yang semakin besar
yang ditandai oleh semakin besarnya diameter zona bening yang
ditimbulkan. Pemberian 2,5% kitosan menunjukkan daya hambat
sedang yaitu memiliki range 10 - 14 mm. Penambahan dosis 1,5%
kitosan dalam ransum, mampu meningkatkan kecernaan bahan kering
7,86% dan kecernaan protein kasar 11,20% lebih tinggi dari perlakuan
kontrol (tanpa kitosan). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa kitosan
mampu menghambat pertumbuhan E coli dan meningkatkan kecernaan
bahan kering (BK) serta protein kasar (PK) menjadi lebih baik.

Kata kunci: Kitosan, daya hambat, E. coli, kecernaan ransum, in vitro

Faktor mikro keberhasilan di alam dan sering mencemari air dan


usaha ternak unggas yang perlu tanah adalah bakteri Escherichia coli.
diperhatikan adalah masalah Bakteri E coli juga hidup dalam usus
pencegahan dan pengendalian manusia dan hewan (Melliawati,
penyakit. Pengendalian penyakit 2009). Tapi, ada satu jenis bakteri E
dimulai dari menjaga pakan dari coli yang sangat berbahaya jika
cemaran kuman, menjaga kualitas mencemari tubuh yaitu Escherichia
pakan dan meningkatkan daya tahan coli O157:H7. Jenis bakteri E coli
tubuh. Awal mula sumber cemaran yang berbahaya tersebut adalah strain
kuman adalah lewat pakan dan air STEC atau shiga toxin produksi
minum. Salah satu kuman yang hidup bakteri E coli yang menyebabkan

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
232
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

diare, demam dan muntah. Suardana, yang sangat bermanfaat bagi tubuh
et al. (2010) menjelaskan bahwa telah manusia. Jika kitosan dicampurkan
ditemukan shiga like toxin dari ke dalam pakan atau air minum
Eschericia coli O157: H7 pada feses diharapkan akan menjaga tubuh
sapi, feses ayam, daging sapi, dan ternak dari paparan kuman serta
feses manusia yang mengindikasikan meningkatkan daya imun ternak
keberadaan bakteri tersebut sebagai tersebut. Kecuali itu kitosan yang
agen zoonosis yang sangat merupakan serat hewan ini akan
membahayakan dan mengancam menstimulasi pertumbuhan dan
kehidupan. Bakteri E coli jenis ini perkembangan mikroba yang bersifat
juga banyak hidup di alam seperti menguntungkan dalam saluran
tanah dan air kotor. Sutiknowati pencernaan untuk tumbuh dan
(2016) menegaskan bahwa E. coli di berkembang, sehingga kondisi
alam terbuka hidup di dalam tanah. saluran pencernaan unggas menjadi
Jika terjadi pencemaran (umumnya kondusif dan sehat. Salah satu jenis
pencemar organik yang ditandai bakteri menguntungkan yang hidup
dengan BOD tinggi), tanah menjadi dalam saluran pencernaan unggas
media pertumbuhan yang baik untuk adalah bakteri asam laktat (BAL).
bakteri ini dan menyebabkan Menurut Afriyanti, et al. (2019)
peningkatan konsentrasi E. coli dalam bahwa bakteri asam laktat (BAL)
tanah. Pencemaran lewat air juga yang hidup dalam saluran pencernaan
sering terjadi karena air merupakan akan menghasilkan produksi asam
media kehidupan bakteri E coli. Hal laktat dan short chain fatty acid
ini juga diungkapkan oleh Zikra, et al. (SCFH) yang akan menurunkan pH
(2018) bahwa penelitian pada depot saluran pencernaan menjadi asam.
air minum didapatkan hasil penelitian Penurunan pH saluran pencernaan
9/9 terdapat cemaran mikroba yaitu akan memaksimalkan bakteri gram
1,0 x 102. Pada Kecamatan Bungus positif dan menurunkan bakteri
Padang ditemukan 3/5 sampel merugikan sehingga nutrisi pakan
terdapat bakteri Escherichia coli. akan terserap maksimal. Hasil massa
Upaya yang bisa dilakukan protein daging yang didapatkan
untuk menghindari kuman ini adalah dengan pemberian sinbiotik 3ml/100
menjaga kebersihan dan sanitasi serta gram ransum adalah 232,15 gram
membentengi lingkungan ternak yang nyata lebih tinggi dari perlakuan
seperti air minum dan pakan dari tanpa pemberian sinbiotik yaitu
cemaran kuman tersebut. Kitosan 130,58 gram. Artinya potensi bakteri
adalah salah satu zat yang bersifat menguntungkan yang hidup dalam
sebagai anti mikroorganisme saluran pencernaan nyata
(Winiati, et al., 2016). Kitosan juga mempengaruhi tingkat retensi protein
dikenal sebagai serat hewan yang bisa dalam tubuh ternak unggas.
berperan sebagai prebiotik bagi Selanjutnya Krismaputri, et al. (2016)
ternak unggas. Fachri & Sartika juga menyatakan bahwa penurunan
(2012) menyatakan bahwa kitosan pH akibat produksi SCFH dapat
merupakan serat makanan yang meningkatkan bakteri
terdapat pada tempurung udang dan menguntungkan dan menurunkan
kepiting, terutama terdiri dari kitin bakteri merugikan sehingga dapat

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
233
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

menjaga kondisi mikroflora dalam MATERI DAN METODE


saluran pencernaan. Populasi BAL Pengujian Aktivitas Antimikroba
yang tergolong ke dalam jenis bakteri Metode Difusi Agar (Uji Daya
menguntungkan tersebut akan Hambat Kitosan terhadap E coli)
menghasilkan enzim-enzim untuk (Brocks, et al., 2006)
membantu proses pencernaan dalam Penelitian tahap ini adalah
saluran pencernaan. Hal ini sesuai untuk membuktikan daya hambat
dengan pernyataan Krismiyanto, et al. kitosan terhadap E coli dalam media
(2014) bahwa populasi BAL akan agar. Kitosan yang digunakan adalah
menghasilkan banyak enzim yang kitosan murni dari Laboratorium
mampu mendegradasi polisakarida Teknologi Pengolahan Perikanan
menjadi bentuk monomer yang lebih Institut Pertanian Bogor. Kitosan
sederhana. Hal seperti ini lah yang murni dalam berbagai level dilarutkan
akan menyebabkan kecernaan ransum dalam asam asetat 2%.
menjadi lebih baik. Dosis kitosan yang diujikan
Hasil analisa kitosan oleh CV bertingkat, adalah lanjutan dosis
biokitosan Indonesia tahun 2015 kitosan yang digunakan Sofyan, et al.
(Tabel 1), menyatakan bahwa kitosan (2008) dengan dosis terendah 0,5%
adalah non E coli dan non sampai yang tertinggi 2,5%.
Salmonella. Artinya kitosan Perlakuan yang diberikan dalam
mempunyai kekuatan untuk pengujian ini adalah:
menghambat pertumbuhan dan 1. R0 = antibiotik sebagai kontrol
perkembangan bakteri E coli dan 2. R1 = 0,5% kitosan
Salmonella. Sofyan, et al. (2008) 3. R2 = 1 % kitosan
melaporkan bahwa penambahan 4. R3 = 1,5% kitosan
kitosan 1% dalam tepung cacing 5. R4 = 2% kitosan
tanah (TCT) mampu menghambat 5. R5 = 2,5% kitosan
pertumbuhan E coli dan cenderung Sebanyak 20 µl larutan
memperbaiki retensi protein dari TCT kitosan dimasukkan ke dalam
yang dikonsumsi ayam broiler. sumuran pada media NA yang telah
Sahara (2017) sudah melaporkan juga diinokulasikan bakteri E coli yang
bahwa ransum yang dicampur dengan ditanam secara pour plate dengan
kitosan memiliki daya simpan yang kepekatan 0,5 McFarland.
lebih lama 14,47 % dibanding Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam
dengan yang tidak dicampur kitosan. pada suhu 37 0C. Zona hambat
Hal ini disebabkan karena kitosan (bening) yang terbentuk pada media
mampu menekan pertumbuhan uji diukur menggunakan jangka
mikroba. Berdasarkan hal tersebut sorong. Variabel yang diukur adalah
maka kekuatan dosis kitosan yang diameter zona hambat (bening) yang
optimal dalam menghambat terbentuk pada masing-masing
pertumbuhan E coli serta lubang sumuran dengan satuan mm.
pengaruhnya terhadap tingkat
kecernaan ransum sangat perlu
dibuktikan.

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
234
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

Pembuatan Ransum untuk digunakan untuk ransum basal adalah


Pengujian Kecernaan secara In jagung 50%, dedak padi 20%,
Vitro konsentrat 30%. Kitosan digunakan
Pada pengujian kecernaan sebagai perlakuan dengan dosis
ransum secara in vitro diperlukan bertingkat. Tahapan pengujian
pembuatan ransum terlebih dahulu kecernaan ransum secara in vitro ini
yang disesuaikan dengan susunan adalah untuk menguji kecernaan
ransum unggas petelur periode layer ransum yang terbaik dengan
yang akan diujikan nantinya ke ternak pemberian level kitosan bertingkat.
unggas pada saat uji in vivo. Uji Kitosan yang digunakan untuk
biologis ke ternak ayam (in vivo) penelitian adalah kitosan murni,
adalah merupakan tahapan penelitian diperoleh dari Laboratorium
lanjutan (pada penelitian tahap II). Teknologi Pengolahan Perikanan IPB
Ransum percobaan yang digunakan yang sudah mempunyai sertifikat
adalah disusun dengan kandungan HACCP No.
Protein 16,63% dan Energi Metabolis 24/PP/HACCP/PK/1/2010 (Tabel 1)
2853,8 kkal/kg. Bahan baku yang

Tabel 1. Hasil Analisa Kitosan


Items Specification Results Method
Appearance White or Yellow Pale Yellow
Odor Odorless Complies
Solution 99% Min. 99% UP 6% Soln.in HCl 1,0%
Moisture 12,0% Max 8,5% Infrared Moisture Meter
Content
Ash Content 1,0% Max 0,4% Ashing Method
Protein Content 1,0% Max. 0,5% Lowry Methode
De-Acetylation 70% Min. 87,5% PVSK
(DAC)
Viscocity 50 cps Max. 20 cps 0,5% Soln. In Acid
Transparency 30 cm Min. 39 cm Transparency meter
(JIS K)
pH (5% 6,5 - 7,5 7,1 pH meter
dispersion)
As 0,2 ppm Max. Complies ICP
Pb 1,0 ppm Max. Complies ICP
E-Coli Negative Negative Flat Disk Method
Salmonella Negative Negative Flat Disk Method
Particale size Crushed 70 mesh Mesh Method
Keterangan: Certificate of Analysis Chitosan (CV Bio Chitosan Indonesia) th.
2015
Susunan perlakuannya adalah; 2,5% kitosan. Sebelum ditambahkan
R0 = RB + 0,5% kitosan, R1 = RB + kitosan untuk masing-masing
1% kitosan, R2 = RB + 1,5% kitosan perlakuan, maka ransum basal yang
R3 = RB + 2% kitosan, R4 = RB + sudah dibuat terlebih dahulu

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
235
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

ditentukan kandungan bahan kering 16 jam keluarkan botol vial dari water
(BK) dan protein kasar (PK) dengan shaker bath lalu biarkan selama 15
menggunakan analisis proksimat. menit hingga residunya mengendap.
Saring supernatan perlahan-lahan
Kecernaan bahan kering (BK) dan menggunakan kertas saring yang
kecernaan Protein Kasar (PK) sudah ditimbang, lalu bilas botol
ransum in vitro mengikuti metode dengan aseton. Residu yang diperoleh
Parson (1991) yang sudah selanjutnya dianalisa kandungan
dimodifikasi bahan kering (BK) dan protein
kasarnya (PK) menggunakan analisis
Pembuatan Larutan Pepsin proksimat untuk mendapatkan data
Larutkan 6,1 ml HCL dengan persentase daya cerna dari kitosan.
1 liter aquades. Siapkan 1 liter
aquades lalu tambahkan 0,2gram Analisis Data
pepsin, kemudian homogenkan. Data kandungan bahan kering
Larutan HCL yang telah dibuat, (BK) dan protein kasar (PK) yang
dipanaskan di atas hot plate pada suhu didapat dari analisis proksimat
420 – 450 C lalu tambahkan larutan (Metode Wende, 1865 dalam
pepsin yang telah dibuat tadi dan Tillman, et al. (1991) ditabulasi dan
homogenkan hingga larut. dibaca secara deskriptif (Prabowo &
Heriyanto, 2013).
Uji In Vitro
Timbang 5 gram ransum yang HASIL DAN PEMBAHASAN
sudah diketahui kandungan bahan Kitosan mempunyai sifat
kering dan protein kasar, kemudian sebagai antimikroba. (Tabel 2).
tambahkan kitosan sesuai dosis Diameter zona bening dari uji tantang
perlakuan dan dimasukkan ke dalam kitosan dengan E coli secara in vitro
botol vial. Tambahkan 100 ml larutan menunjukkan bahwa semakin tinggi
pepsin yang sudah dihangatkan level penambahan kitosan
dengan suhu 420C – 450C. Kemudian menunjukkan diameter zona bening
botol vial dimasukkan ke dalam water yang semakin besar.
sheker bath selama 16 jam. Setelah

Gambar 1. Uji daya hambat kitosan dengan E coli secara in vitro


peningkatan kecernaan

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
236
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

Keterangan : R0 = antibiotic (tanpa kitosan sebagai kontrol)


R1 = 0,5% kitosan
R2 = 1 % kitosan
R3 = 1,5% kitosan
R4 = 2% kitosan
R5 = 2,5% kitosan

Tabel 2. Daya hambat kitosan terhadap Eschericia coli


No Perlakuan Diameter Zona Bening (mm)
Bakteri Gram (-) Escherichia coli*
1 R 0%kitosan (antibiotic) 20
2 R 0,5% kitosan 11
3 R 1% kitosan 12
4 R 1,5% kitosan 12,5
5 R 2% kitosan 13,5
6 R 2,5% kitosan 14
Keterangan:1) *Diameter cakram 6 mm
2) Hasil uji laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Unsri Th.
2019

Berdasarkan hasil Tabel 2, 2,5% kitosan menunjukkan diameter


terlihat bahwa semakin tinggi dosis zona bening 16,63 mm (termasuk
kitosan menunjukkan diameter zona beraktivitas kuat). Mekanisme daya
bening yang semakin besar. Artinya hambat kitosan diungkapkan oleh
kitosan mampu menghambat Suherman, et al. (2018) bahwa
pertumbuhan E coli. Damayanti, et molekul kitosan mempunyai
al. (2016) menyatakan bahwa kemampuan untuk berinteraksi
diameter zona hambat larutan kitosan dengan senyawa pada permukaan sel
2% terhadap bakteri E coli adalah bakteri kemudian teradsorbsi
11,67 mm lebih tinggi dibanding membentuk semacam layer atau
Bacillus subtillis 1,67 mm dan lapisan yang menghambat saluran
Staphilococcus aureus 9,17 mm. transportasi sel sehingga sel
Kekuatan daya hambat kitosan mengalami kekurangan substansi un
terhadap bakteri E coli pada tuk berkembang biak dan
penelitian ini termasuk kategori mengakibatkan matinya sel bakteri.
sedang (zona hambat 10-14 mm). Hal Hal ini membuktikan bahwa kitosan
ini sesuai dengan pernyataan Nazri, et mempunyai sifat antibakteri dan
al. (2011) dalam Djohari, et al. (2019) mempunyai kekuatan daya hambat
bahwa diameter daya hambat yang terhadap perkembangan bakteri
beraktivitas kuat (15-20 mm), patogen seperti bakteri E coli dan
diameter daya hambat yang Salmonela.
beraktivitas sedang (10-14 mm) dan
diameter daya hambat yang Pengaruh Kitosan dalam
beraktivitas lemah (< 9 mm). Pada Ransum terhadap Kecernaan
uji lain, kekuatan daya hambat Bahan Kering (BK) dan
kitosan sebagai antimikroba juga Kecernaan Protein (PK) secara
sudah terbukti dari laporan Sahara In Vitro
(2017) bahwa uji tantang kitosan
terhadap Salmonella dengan dosis

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
237
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

Kitosan tergolong ke dalam (2017) bahwa prebiotik berfungsi


serat hewan yang sukar dicerna secara menyediakan substrat untuk
langsung dalam saluran pencernaan probiotik, sehingga probiotik dapat
ayam. Hal ini disebabkan, unggas berkembang secara optimal. Serat
termasuk jenis ternak yang lebih kasar yang tidak dapat dicerna dalam
sedikit mempunyai bakteri pencerna usus halus akan difermentasi
serat dalam saluran pencernaannya, probiotik menjadi asam-asam rantai
jika dibandingkan dengan pendek mudah terbang, yang
ruminansia. Jenis bakteri yang hidup menyebabkan pH menjadi rendah.
dalam saluran pencernaan ayam Sementara itu keadaan asam dalam
adalah bakteri (predomina), fungi dan saluran pencernaan akan
protozoa (Albazaz & Bal, 2014). menghambat pertumbuhan bakteri
Febriyossa et al (2013) melaporkan patogen dan meningkatkan fungsi
hasil penelitiannya tentang komposisi enzim protease (Gabriela, 2010).
koloni bakteri yang hidup dalam Enzim protease yang meningkat akan
pencernaan ayam broiler pedaging meningkatkan kecernaan protein
yaitu bakteri pemfermentasi (57 x 107 ransum sehingga absorbsi asam-asam
cfu/g), bakteri amilolitik (118 x 107 amino sebagai bentuk paling
cfu/g), bakteri selulolitik (57 x 107 sederhana dari protein akan lebih
cfu/g) dan bakteri proteolitik (52 x gampang diserap dalam usus halus.
107 cfu/g). Mikroflora utama Selain itu, Pratiwi (2014) menyatakan
(predominan) yang hidup dalam bahwa kitosan mampu menstimulasi
saluran pencernaan ini membutuhkan pertumbuhan dengan merangsang
nutrien untuk tumbuh dan enzim tertentu (sintesa fitoaleksin,
berkembang. Berdasarkan sifat dan kitinase, pectinnase, glucanase dan
wujudnya, kitosan merupakan solusi lignin). Jika kuantitas enzim-enzim
yang cocok sebagai makanan ini meningkat jumlahnya dalam
mikroflora utama karena selain tidak saluran pencernaan, maka diprediksi
toxic juga bersifat biokompatibel kecernaan ransum akan menjadi
(Rizki, et al., 2019). Menurut meningkat sehingga lebih mudah
Kurniasih, et al. (2011) bahwa kitosan diserap tubuh. Berdasarkan hal
merupakan poli (2-deoksi-2- tersebut, peningkatan kecernaan
asetilamin-2-glukosa) dan poli (2- protein sebagai nutrien utama yang
deoksi-2-aminoglukosa) yang sangat dibutuhkan ternak unggas akan
berikatan secara (1-4) β-glikosidik. mampu meningkatkan produktivitas
Berdasarkan strukturnya ini, kitosan ternak ayam. Kecernaan ransum yang
lebih cenderung berperan sebagai dicampur kitosan dengan level
substrat dari bakteri yang bersifat bertingkat secara in vitro dapat dilihat
menguntungkan. Hal ini senada pada Tabel 3.
dengan pernyataan Wijaya, et al.

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
238
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

Tabel 3. Nilai kecernaan bahan kering (BK) dan protein kasar (PK) ransum
secara in vitro
Perlakuan Kitosan Kecernaan BK (%) Kecernaan PK (%)

R0% 77,294 75,880


R0,5% 81,915 83,798
R1% 83,109 83,857
R1,5% 83,369 84,379
R2% 80,760 82,413
R2,5% 80,255 77,769
Keterangan : BK = Bahan Kering
PK = Protein Kasar

Berdasarkan Tabel 3 terlihat yang terserap. Jika nilai kecernaan


bahwa nilai kecernaan ransum baik bahan kering meningkat akan
bahan kering maupun protein kasar memberikan gambaran terhadap
meningkat dibanding ransum tanpa peningkatan nilai kecernaan nutrien
pemberian kitosan. Hal ini utama dalam tubuh seperti halnya
membuktikan bahwa ada hubungan protein. Hal ini sesuai dengan
antara kecernaan ransum dengan pernyataan Murni, et al. (2012) bahwa
pemberian kitosan. Kitosan dapat sebahagian besar komponen bahan
menstimulasi pertumbuhan karena kering terdiri dari komponen bahan
manpu menghasilkan enzim tertentu organik. Protein, lemak dan
seperti sintesa fitoaleksin, kitinase, karbohidrat adalah nutrien yang
pectinnase, glucanase dan lignin tergolong ke dalam bahan organik.
(Pratiwi, 2014). Kitosan Menurut Haryanto (2012) bahwa
mengandung enzim lisosim dan energi dapat berasal dari berbagai
gugus aminopolisakarida yang dapat sumber bahan organik pakan,
menghambat pertumbuhan mikroba termasuk serat, karbohidrat, lemak
(Katatny, et al., 2000 disitasi Pebriani, dan protein. Penambahan kitosan
et al., 2012). Pernyataan ini 1,5% dalam ransum menunjukkan
dipertegas oleh Triyanto, et al. (2014) nilai kecernaan bahan kering dan
bahwa penambahan zat antimikroba protein kasar terbesar dibanding
serta jenis pakan akan mempengaruhi semua perlakuan. Nilai kecernaan
kecernaan bahan organik ransum. bahan kering dan protein kasar
Sitepu, et al. (2012) dengan penambahan dosis 1,5%
menyatakan bahwa semakin tinggi dalam ransum pada penelitian ini
nilai kecernaan bahan kering ransum secara berturut-turut adalah 83,369%
menggambarkan bahwa kualitasnya dan 84,379%. Nilai kecernaan bahan
baik sehingga mudah dicerna dan kering dan protein kasar ini adalah
diserap oleh unggas. Selanjutnya 7,9% dan 11,2% lebih tinggi dari
Rambet, et al. (2016) menyatakan kontrol. Nilai kecernaan tersebut
bahwa banyaknya kandungan bahan menunjukkan, bahwa ransum yang
kering yang dicerna berhubungan digunakan termasuk dalam kualitas
dengan banyaknya kandungan nutrien tinggi sesuai dengan pernyataan Reid

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
239
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

(1973) dalam Abun (2007), bahwa dan protein yang dibutuhkan untuk
ada 3 kategori kualitas bahan pakan meningkatkan produktivitas ternak
berdasarkan tingkat daya cernanya, tersebut.
yaitu: nilai kecernaan pada kisaran
50-60% adalah berkualitas rendah, KESIMPULAN
antara 60-70% berkualitas sedang dan 1. Dosis kitosan berbanding lurus
di atas 70% berkualitas tinggi. dengan kekuatan daya hambat;
Peran kitosan sebenarnya yaitu semakin tinggi dosis kitosan
lebih cenderung sebagai prebiotik, maka diameter zona bening yang
yaitu berperan sebagai makanan bagi ditimbulkan juga semakin besar,
bakteri bersifat baik yang hidup Dosis 2,5% kitosan mempunyai
dalam saluran pencernaan ayam. kekuatan sedang (10-14 mm)
Oleh sebab itu, diprediksi jumlah dalam daya hambat terhadap E
bakteri utama (predominan) yang coli.
hidup dalam saluran pencernaan akan 2. Penambahan dosis 1,5% kitosan
semakin tumbuh dan berkembang. dalam ransum, mampu
Artinya bahwa jumlah bakteri meningkatkan kecernaan bahan
pemfermentasi, bakteri amilolitik, kering 7,86% dan kecernaan
bakteri selulolitik dan bakteri protein kasar 11,20% lebih tinggi
proteolitik Febriyossa, et al. (2013) dari perlakuan kontrol (tanpa
akan tumbuh dan berkembang dalam kitosan)
saluran pencernaan unggas.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga Ucapan Terimakasih
mempertegas pernyataan bahwa Terimakasih kepada kementrian riset
potensi kitosan sebagai prebiotik teknologi pendidikan tinggi
merupakan substrat atau nutrisi untuk Universitas Sriwijaya atas bantuan
probiotik agar dapat menjalankan dana dalam penelitian ini.
kinerjanya dengan baik serta sebagai
pakan tambahan untuk meningkatkan DAFTAR PUSTAKAN
keseimbangan mikroba di dalam Abun. (2007). Pengukuran Nilai
saluran pencernaan. Prebiotik dapat Kecernaan Ransum Yang
menjadi sumber energi dan atau Mengandung Limbah Udang
nutrien terbatas lainnya bagi mukosa Windu Produk Fermentasi pada
usus dan substrat untuk fermentasi Ayam Broiler. Makalah llmiah.
bakteri cecal dalam menghasilkan Jurusan Nutrisi dan Makanan
vitamin dan antioksidan yang dapat Ternak Fakultas Peternakan
menguntungkan (Mountzouris et al., Universitas Padjajaran
2010). Jika kehidupan mikroflora Jatinangor
utama dalam usus meningkat
jumlahnya maka, berpotensi Afriyanti, R., Mangisah, I., &
meningkatkan jumlah enzim-enzim Yunianto, V. D. (2019). Nilai
pencernaan seperti protease yang Kecernaan Nutrien Broiler
sangat berguna untuk mencerna Akibat Penambahan
protein. Kondisi ini sudah cukup Lactobacillus sp. dalam Ransum
memberi gambaran terhadap yang Mengandung Mikropartikel
peningkatan kecernaan bahan kering Cangkang Telur. Jurnal sain

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
240
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

Peternakan Indonesia, 14(2), Gabriela, C. R. (2010). Effect of a


215-221. Sinbiotic Feed Additive
Suplementation on Laying Hens
Albazaz, R. I., & E. B. B. Bal. (2014). Performance and Eggs Quality. J.
Microflora of Digestive Tract in Veterinary, 53, 89-93.
Poultry. KSU Doga Bil Derg,
17(1), 39-42. Haryanto, B. (2012). Perkembangan
Penelitian Nutrisi Ruminansia.
Brocks, L., Harigan, W. F., & Jones, Wartazoa, 22(4), 169-177.
F. (2006). Laboratory Methods
in Food Microorganism. San Indonesia, CV Bio Chitosan. (2015).
Diego: Academic Press. Certificate of Analysis Chitosan.
In Chitosan Fish Collagen.
Damayanti, W., Rochima, E., & Kimia Indonesia. Retrieved Mei
Hasan, Z. (2016). Aplikasi 1, 2020, from
Kitosan sebagai Antibakteri pada www.biochitosanindonesia.com
Filet Patin Selama Penyimpanan
pada Suhu Rendah. JPHPI, Kurniasih, M., & Kartika, D. (2011).
19(3), 321-328. Aktivitas Anti Bakteri Kitosan
Terhadap Bakteri S aureus.
Djohari, M., Hasti, S., & Lestari, R. Molekul, 4(1), 1-5.
(2019). Identifikasi dan Uji
Aktivitas Daya Hambat Ekstrak Krismaputri, M. E., Suthama, N., &
Etanol Biji Pinang (Areca Sukamto, Y. B. (2016).
catechu L.) terhadap Isolat Pemberian Soybean
Bakteri Gusi. Jurnal Penelitian Oligosaccharides dari Ekstrak
Farmasi Indonesia, 7(2), 61-69. Bungkilm Kedelai terhadap pH
Usus, Populasi E coli dan PBBH
Fachri, A. R., & Sartika, A. (2012). pada Broiler. Agromedia, 12(2),
Pemanfaatan Limbah Kulit 20-25.
Udang dan Limbah Kulit Ari
Singkong Sebagai Bahan Baku Krismiyanto, L., Suthama, N., &
Pembuatan Plastik Wahyuni, H. I. (2014). Feeding
Biodegradable. Jurnal Teknik Effect of Inulin Derived from
Kimia, 3(18), 1-9. Dahlia variabilis Tuber on
Intestinal Microbes in Starter
Febriyossa, A., Nurmiati., & Period of Crossbred Native
Periadnadi. (2013). Potensi dan Chickens. J Indonesian Trop.
Karakterisasi Bakteri Alami Anim. Agric, 39 (4), 217-223.
Pencernaan Ayam Broiler
Pedaging (Gallus gallus Melliawati, R., (2009). Eschericia coli
domesticus L) Sebagai Kandidat dalam Kehidupan Manusia. Bio
Probiotik Pakan Ayam Broiler. J. Trends, 4(1), 10-14.
Bio. UA, 2(3), 201-206.
Murni, R., & Okrisandi, Y. (2012).
Pemanfaatan Kulit Buah Kakao

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
241
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

yang Difermentasi dengan Shrinking Core Model (SCM)


Kapang Phanerochaete pada Reaksi Deasetilasi Kitin
chrysosporium sebagai Menjadi Kitosan dari Limbah
Pengganti Hijauan dalam Cangkang Kepiting. Jom
Ransum Ternak Kambing. Jurnal FTEKNIK, 6(1), 1-6.
Peternakan, 2(1), 6-10.
Sahara, E. (2017). Kajian Keunggulan
Parsons, C. M. (1991). Use of Pepsin Kitosan Sebagai Protecting
Digestibility, Multyenzyme pH Agent dalam Ransum untuk
change and Protein Solubility Produktivitas dan Kualitas Telur
Assays To Predict in Vivo Protein Itik Tegal. Disertasi. Ilmu
Quality of Feedstuffs. In Peternakan. Universitas
Digestion in Vitro (MF Fuller, Padjadjaran
editor). Slough: Commonwealth
Agricultural Bureaux Sitepu, S. R. N., Supratman, H. R., &
International. Abun. (2012). Pengaruh
Imbangan Energi dan Protein
Pebriani, R. H., Rilda, Y., & Ransum terhadap Kecernaan
Zulhadjri. (2012). Modifikasi bahan Kering dan Protein Kasar
Komposisi Kitosan pada pada Ayam Broiler. Disertasi.
Proses Sintesis Komposit Ti- Universitas Padjadjaran.
O2 Kitosan. Jurnal Kimia Bandung.
Unand, 1(1), 40-47.
Sofyan, A., Damayanti, E., &
Prabowo, A., & Heriyanto. (2013). Julendra, H. (2008). Aktivitas
Analisis Pemanfaatan Buku Antibakteri dan Retensi Protein
Elektronik (E-Book) oleh Tepung Cacing Tepung Tanah
Pemustaka di Perpustakaan SMA (Lumbricus rubellus) sebagai
Negeri 1 Semarang. Jurnal Ilmu Pakan Imbuhan Dengan Taraf
Perpustakaan, 2(2), 1-9. Penambahan Kitosan. JITV,
13(3), 182-188.
Pratiwi, R. (2014). Manfaat Kitin dan
Kitosan Bagi Kehidupan Suherman, B., Latif, M., & Dewi, S. T.
Manusia. Oseana, 39 (1), 35-43. R. (2018). Potensi Kitosan Kulit
Udang Vannemei (Litopenaeus
Rambet, F., Umboh, J. F., Tulung, Y. vannamei) sebagai Anti bakteri
L. R., & Kowel, Y. H. S. (2016). terhadap Staphylococus
Kecernaan Protein dan Energi epidermidis, Pseudomonas
Ransum Broiler yang aeruginosa, Propionibacterium
Menggunakan Tepung Maggot agnes, dan Escherichia coli
(Hermetia illucens) sebagai dengan Metode Difusi Cakram
Pengganti Tepung Ikan. Jurnal Kertas. Media Farmasi, 14(1),
Zootek, 36(1), 13-22. 116-127.

Rizki, S. M., Drastinawati & Sutiknowati, L. I. (2016).


Yusnimar. (2019). Pendekatan Bioindikator Pencemar, Bakteri

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method
242
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 11, No. 2 (2020) h. 230-242

Escherichia coli. Oseana, 41(4), Manusia. Jurnal Veteriner,


63-71. 11(4), 264-270.

Tillman, A. D., Hartadi, H., Wijaya. Y., Suprijatna, E., & Kismiati,
Reksohadiprodjo, S., S. (2017). Penggunaan Limbah
Prawirokusumo, S., & Industri Jamu dan Bakteri Asam
Lebdosukojo, S. (1991). Ilmu Laktat (Lactobacillus sp.)
Makanan Ternak Dasar. Sebagai Sinbiotik Untuk Aditif
Yogyakarta: Gadjah Mada Pakan Terhadap Kualitas Interior
University Press. Telur Ayam Ras Petelur. Jurnal
Peternakan Indonesia, 19(2), 47-
Triyanto., Yunianto, V. D., & 54.
Sukamto, B. (2014). Pengaruh
Penggunaan Ekstrak Daun Winiati, W., Kasipah, C., Septiani W.,
Beluntas (Pluchea indeca less) Novrini, E., & Yulina, R. (2016).
sebagai Pengganti Klorin Aplikasi Kitosan Sebagai Zat
terhadap Kecernaan bahan Anti Bakteri pada Kain Poliester
Organik dan Retensi Nitrogen - Selulosa dengan cara
Ayam Broiler. Animal Perendaman. Arena Tekstil,
Agriculture Journal, 3(2), 341- 81(1), 1-10.
352.
Zikra, W., Amir, A., & Putra A. E.
Suardana, I. W., Artama, W. T., (2018). Identifikasi Bakteri
Asmara, W., & Daryanto, B. S. Escherichia coli (E coli) pada Air
(2010). Identifikasi Escherichia Minum di Rumah Makan dan
coli O157:H7serta Deteksi Gen Cafe di Kelurahan Jati serta Jati
Shiga Like Toxin 1 dan 2 Asal Baru Kota Padang. Jurnal
Feses Hewan, Daging dan Feses Kesehatan Andalas, 7(2), 212-
216.

Eli Sahara, Sofia Sandi, Fitra Yosi


Chitosan Inhibition Test Against E. Coli And Digestibility Of The Ration In The In-Vitro Method

You might also like