Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

UNDERSTANDING BUSSINESS MODEL OF SOCIAL INNOVATION:

KAJIAN DESA WISATA BISNIS TEGAL WARU

Retno Kusumastuti1*, Eko Sakapurnama2, Achmad Fauzi3, Prima Nurita4


1,2,3,4
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
E-mail : rekusuma@yahoo.com1 , sakapurnama@gmail.com2, afauzi_ui@yahoo.com3,
prima.nurita@gmail.com4

ABSTRACT
Social innovation studies are unique studies and are still relatively rare. The study contains that
business models from among those who are often marginalized can also be a source of income. In
addition, the importance is also that the utilization of resources owned by a region can be a source
of competitive advantage when properly managed considering that each region has a different
context. This study analyzes the social innovation model in Tegal Waru Village which was originally
a poor and underdeveloped village in 2010 but later it can transform into an economically
independent village. This study uses a qualitative approach with data collection methods through in-
depth interviews and also observations. The selection of informants is based on the criteria that the
person understands the business processes carried out and is also a stakeholder of Tegal Waru
Tourism Village. The results showed that the Tegal Waru Tourism Village was a village that managed
to enhance its natural and human resources so that it became a source of competitive advantage
through the establishment of a Business Tourism Village which is still rare in Indonesia. A unique
business model is offering entrepreneurship education with a value proposition to educate everyone
to become entrepreneurs by relying on the core competencies and resources they have with
philosophy hence provide benefits to many people.

Key word: social innovation, business model, core competence

MEMAHAMI MODEL BISNIS PRAKTEK INOVASI SOSIAL:


KAJIAN DESA WISATA BISNIS TEGAL WARU

ABSTRAK
Kajian social innovation merupakan kajian yang unik dan masih relatif jarang. Kajiannya berisi
bahwa model bisnis dari kalangan yang seringkali termajinalkan juga dapat menjadi sumber
penghasilan. Selain itu, pentingnya juga adalah bahwa pemanfaatan sumber daya yang dimiliki oleh
suatu daerah dapat menjadi sumber keunggulan bersaing manakala dikelola dengan baik mengingat
masing-masing daerah memiliki konteks yang berbeda-beda. Penelitian ini menganalisis tentang
model inovasi sosial di Desa Tegal Waru yang awalnya merupakan desa miskin dan tertinggal di
tahun 2010an tetapi kemudian dapat menjelma menjadi Desa yang mandiri secara ekonomi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui
wawancara mendalam dan juga observasi. Pemilihan informan berdasarkan kriteria bahwa yang
bersangkutan memahami proses bisnis yang dijalankan dan sekaligus merupakan stakeholder Desa
Wisata Tegal Waru. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Desa Wisata Tegal Waru merupakan desa yang berhasil mengelola sumber daya alam dan manusia
yang dimilikinya sehingga menjadi sumber keunggulan bersaing melalui pembentukan Desa Wisata
Bisnis yang masih langka di Indonesia. Bussiness model yang unik yaitu menawarkan pendidikan
entrepeneruship dengan value proposition mendidik setiap orang agar dapat menjadi entrepreneur
dengan mengandalkan core competence dan sumber daya yang dimilikinya dengan falsafah agar
dapat memberikan manfaat untuk banyak orang.

Kata kunci: social innovation, business model, core competence

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 131
Vol.3, No. 2, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
PENDAHULUAN keserasian dengan lingkungan, menonjolkan
Untuk konteks Indonesia, yang disebut budaya daerah dan penguatan jati diri bangsa.
dengan Desa yaitu suatu daerah yang letaknya Pembangunan desa akan bersifat sustainable
jauh dari keramaian kota, yang dihuni oleh manakala berakar dari masyarakat desa itu
kelompok masyarakat dengan karakteristik sendiri.
cenderung homogen. Biasanya dicirikan juga Proses pembelajaran masyarakat
dengan masih kuatnya kekerabatan sehingga sesungguhnya merupakan upaya pencarian
memiliki nilai-nilai indigenous dan kearifan solusi atas suatu masalah sosial yang mana
lokal yang cukup kuat. Pengertian Desa menurut membutuhkan inovasi di dalam setiap aksi
UU RI Nomor 6 Tahun 2014 BAB I Pasal 1 sosialnya agar perubahan yang terjadi bersifat
menjelaskan bahwa Desa dan desa adat atau berkelanjutan. Inovasi pada kelompok sosial
yang disebut dengan nama lain, adalah kesatuan biasanya agak sulit diidentifikasi. Berbeda
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah dengan kajian inovasi yang mengambil lokus
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus penelitian pada korporasi biasanya lebih mudah
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat karena memiliki struktur yang matang dan juga
setempat berdasrkan prakarsa masyarakat, hak kerangka hukum yang kuat (Duncan, 1976). Hal
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui ini tentunya akan memudahkan tata kelolanya
dan dihormati dalam sistem pemerintahan manakala terdapat kejelasan fungsi dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. wewenang di setiap bagian organisasi. Bentuk
Berdasarkan UU R.I Nomor 6 tahun struktural pada konteks korporasi ini akan lebih
2014 Tentang Desa, disebutkan dalam BAB I memudahkan pelaksanaan fungsi kordinasi dan
Pasal 1 nomor 8 yang isinya, Pembangunan desa kontrol. Selain itu inovasi juga sangat
adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan bermanfaat di dalam proses adaptasi organisasi
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dengan linkungan yang berubah (Oliver dan
masyarakat Desa. Selanjutnya disebutkan pada Ross, 2000).
nomor 12, Pemberdayaan Masyarakat Desa Berlawanan dengan konteks korporasi,
adalah upaya mengembangkan kemandirian dan situasi di dalam masyarkat sangat kompleks.
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan Pembelajaran masyarakat merupakan satu
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, aktivitas yang ada di dalam masyarakat.
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan Pembelajaran inovasi merupakan dalah satu
sumberdaya melalui penetapan kebijakan, proses pembelajaran masyarakat atas respon
program, kegiatan, dan pendampingan yang terhadap berbagai permasalahan yang ada.
sesuai dengan esensi masalah prioritas Menurut Johansens, pembelajaran masyarakat
kebutuhan masyarakat Desa. merujuk kepada berbagai macam proses
Phillips dan Pittman (2009) menjelaskan bahwa pembelajaran, apda berbagai konteks, di mana
pemberdayaan masyarakat merupakan proses ketidakpastian dan perubahan bersifat
pembelajaran bagaimana masyarakat secara problematis (Johansens, et.all., 2013). Grand
bersama-sama mencari solusi atas suatu theory ini juga mengacu kepada konsepsi
permasalahan. Selanjutnya pemberdayaan Bandura (1977) di dalam Johansens yang
masyarakat juga didefinisikan sebagai menyatakan bahwa proses pembelajaran sosial
sekelompok orang dalam suatu komunitas yang ini adalah merupakan proses pembelajaran oleh
berupaya menginiasi proses aksi sosial yang individu melalu observasi dengan yang lain dan
bertujuan untuk melakukan perubahan pada juga interaksi sosial di dalam kelomppok.
aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan Aktivitas pembelajaran ini pada gilirannya akan
(Christenson, dkk., 1989). Pemberdayaan menjadi inovasi sosial. Lebih jauh pembelajaran
masyarakat yang baik adalah pemberdayaan individu sesungguhnya adalah merupakan
yang bukan hanya berorientasi kepada bagian dari pembelajaran sosial (Handbook of
pengembangan kemandirian dan kesejahteraan Social Innovation, 2013).
sosial tetapi juga harus tetap menjaga aspek nilai Inovasi sosial dipengaruhi oleh individu

132 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan
Vol.3, No. 4, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
yang memiliki kemampuan pembelajaran berorientasi ekonomi. Untuk mendapatkan
kreatif. Individu dapat berperilaku inovatif kajian yang komprehensif maka kajian ini akan
secara eksploitatif dan eksploratif (Tushman dan melihat bukan hanya aspek sosial saja tetapi juga
O’Reilly, 2008). Hal ini dapat terjadi dalam bahkan ekonomi bahkan nilai budaya.
berbagai cara yaitu: (a) sebagai respon dari
tuntutan sosial akibat tidak tersedianya TINJAUAN PUSTAKA
kebutuhan kelompok marjinal di pasar, (b) Dalam perspektif Kompetensi Inti (Core
merupakan bagian dari masyarakat yang lebih Competence Theory), untuk mendapatkan
luas manakala merujuk kepada sebuah keunggulan bersaing (competitive advantage)
perubahan sosial di mana batas antara sosial dan organisasi dapat menggunakan 2 (dua)
ekonomi menjadi tidak jelas, dan gerakan ini pendekatan yaitu pendekatan yang berbasis
dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan, sumber daya yang dimiliki (resource based
(c) jenis sistemik yang berkaitan dengan approach) dan pendekatan berbasis pasar
perubahan mendasar dalam hal sikap dan nilai- (market based approach). Penelitian ini
nilai dalam masyarakat, kebijakan dan strategi, dilakukan berdasarkan pendekatan pertama yaitu
struktur organisasi dan proses, delivery systems resource based approach yang melihat pada
and services (European Union, 2010). kemampuan organisasi untuk mengembangkan
Yang menarik adalah semua aktivitas keunggulan bersaingnya melalui sumber daya
inovasi yang ada di masyarakat umumnya yang dimiliki. Istilah core competence
bersifat temporal, apalagi bagi kelompok dipopulerkan oleh Gary Hamel dan CK Prahalad
masyarakat yang terpinggirkan. Kondisi ini di tahun 90’an untuk menggambarkan
disebabkan karena masih kurangnya kordinasi kemampuan yang dimiliki sebuah organisasi
dan dukungan dari Pemerintah Daerah (Loban, sebagai dasar kepemimpinan dalam pasar
et. All., 2013). Kajian terkait dengan inovasi dengan berbagai produk barang maupun jasa
sosial di masyarakat masih sedikit, terlebih lagi yang ditawarkan. Untuk memiliki kompetensi
semakin langka pada kajian yang berbicara inti sebuah organisasi membutuhkan waktu 5, 10
tentang indigenous society dan indigenous tahun bahkan lebih untuk mengenali
innovation yang merupakan cikal bakal dari kemampuan yang unggul yang dimilikinya
indigenous enterprise. Sama halnya dengan dibandingkan dengan pesaingnya. Sehingga
organisasi yang sudah mapan yang harus terus upaya untuk membangun kompetensi inti
belajar agar berkelanjutan (Birkinshaw, 2008), bukanlah pekerjaan sebentar dan sederhana,
indigenous society juga harus terus belajar bukan namun melalui proses kajian yang intensif
hanya untuk dapat hidup secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan visi dan misi jangka
tetapi juga agar dapat memiliki daya saing. panjang organisasi.
Negara-negara yang sudah memiliki kajian yang Apa sebenarnya kompetensi inti sehingga
cukup terdepan terkait dengan indigenous social membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
innovation antara lain Finlandia, Inggris, China, menemu kenalinya. Hammel dan Prahalad
Norwegia, Jepang dan New Zealand. (1990) menjelaskan kompetensi sebagai
Berdasarkan latar belakang yang sudah integrasi dari berbagai kemampuan yang
diuraikan di bagian awal, maka tujuan penelitian dimiliki sebuah organisasi. Kompetensi
ini adalah untuk mengalisis core competence dan merepresentasikan sejumlah keahlian yang
kearifan lokal serta indigenous business model dimiliki individu maupun unit yang ada di dalam
dari indigenous social innovation yang ada di sebuah organisasi. Untuk mengetahui apakah
Desa Tegal Waru, Kabupaten Bogor. sebuah organisasi telah memiliki kompetensi inti
Sedangkan kebaruan dan signifikansi dari atau tidak maka Hammel dan Prahalad (1990)
penelitian ini secara teoritis: Menghasilkan membuat 3 (tiga) indikator untuk
indigenous business model yang merupakan mengetahuinya. Pertama, apakah sebuah
sintesis konsep pemberdayaan masyarakat yang organisasi memiliki kemampuan untuk
selama ini banyak berfokus kepada aspek sosial menghantarkan manfaat dasar bagi
dengan indigenous social entreprise yang pelanggannya (customer value). Kedua, adalah

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 133
Vol.3, No. 2, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
apakah organisasi memiliki sebuah pembeda kompetensi inti, yaitu: visi bersama (shared
dengan pesaingnya (competitor differentiation) vision), kerjasama (cooperation) dan
dan ketiga apakah memiliki kemampuan untuk pemberdayaan (empowerment) (Sanchez, 2004;
persaingan dalam jangka panjang dan di masa Hafeez et al., 2002; Javidan, 1998; King &
yang akan datang (extendability). Zeithaml, 2001; Hafeez & Essmail,2007).
Dalam Strategic Management Journal Visi bersama didefinisikan sebagai
Leonard dan Barton (1992) mendefinisikan minat perusahaan dalam berbagi pandangan
kompetensi inti sebagai kemampuan yang organisasi tentang tujuan, sasaran, kebijakan,
membedakan perusahaan dari lingkungannya. prioritas, dan harapan (Santos dan Vijande et al.,
Menurut Sanchez dan Heene (1997), kompetensi 2005). Penting untuk menjamin pembelajaran
inti biasanya adalah hasil dari proses terjadi dalam arah yang sama dan memotivasi
"pembelajaran kolektif" dan apa adanya yang bahwa itu benar-benar terjadi. Perusahaan
dimanifestasikan dalam kegiatan dan proses dengan visi bersama lebih besar kemungkinan
bisnis. Kompetensi inti adalah kemampuan unik, meningkatkan keunggulan bisnis dan
yang biasanya menjangkau lebih dari beberapa kesuksesan. Kemudian, perusahaan tampaknya
produk atau pasar (Hafeez et al., 2002). Javidan memanfaatkan visi bersama untuk membangun
(1998) menunjukkan, kompetensi inti adalah produk dan layanan yang inovatif dan memenuhi
kumpulan kompetensi yang tersebar luas di pelanggan dan persyaratan pasar
perusahaan dan merupakan hasil dari interaksi (Ussahawanitchakit, 2008).
antara kompetensi unit bisnis strategik yang Kerja sama juga merupakan faktor kunci
berbeda. Kompetensi inti adalah keterampilan yang memainkan peran dalam pengembangan
dan bidang pengetahuan yang dibagikan kepada kompetensi inti. Kerja sama adalah perilaku
seluruh anggota organisasi di dalam bersama menuju tujuan tertentu yang menjadi
menciptakan produk di seluruh unit bisnis dan kepentingan bersama yang melibatkan hubungan
hasil dari integrasi dan harmonisasi kompetensi interpersonal (Croteau et al., 2001). Kerja sama
unit bisnis strategik. sebagai kompetensi Inti tahu kapan dan cara
Prahalad dan Hamel (1990) berpendapat menarik, menyusun kembali, dan memanfaatkan
bahwa “kompetensi inti adalah pembelajaran tim untuk mengoptimalkan hasil. Bertindak
bersama dalam organisasi, terutama bagaimana untuk membangun kepercayaan, menginspirasi
mengkoordinasikan beragam keterampilan antusiasme, mendorong orang lain, dan
produksi dan mengintegrasikan ke dalam membantu menyelesaikan konflik dan
beberapa aliran teknologi. Ljungquist (2008) mengembangkan konsensus dalam menciptakan
menegaskan bahwa kompetensi inti awalnya kinerja tinggi (Berger et al., 2004).
diciptakan sebagai alat untuk membenarkan Pemberdayaan adalah proses atau
diversifikasi bisnis yang dilakukan perusahaan keadaan psikologis yang terwujud dalam empat
besar, dan untuk mendukung proses internal kognisi: makna, kompetensi, penentuan nasib
seperti pengembangan produk (Prahalad dan sendiri, dan dampaknya. Secara khusus, makna
Hamel, 1990). Pentingnya konsep ini juga diakui berkaitan dengan rasa perasaan bahwa pekerjaan
ketika menguji pelaksanaan kompetensi inti seseorang adalah pribadi penting (Zhang &
sebagai strategi (Clark, 2000; Clark & Scott, Partol, 2010). Memberdayakan cenderung
2000). Selain mengidentifikasi kompetensi, meningkatkan kebermaknaan pekerjaan dengan
tugas pentingnya adalah untuk menilai posisi membantu suatu karyawan memahami
relatif perusahaan terhadap pesaing. Meskipun pentingnya kontribusinya terhadap efektivitas
perusahaan dapat mengidentifikasi sejumlah organisasi secara keseluruhan. Sehingga untuk
kompetensi yang dilakukan lebih baik selanjutnya dalam penelitian ini akan
dibandingkan dengan pesaingnya, tidak semua menggunakan ketiga dimensi tersebut sebagai
kompetensi adalah “inti” sebagaimana parameter untuk mengetahui kompetensi inti
dijelaskan pada bagian sebelumnya. Untuk yang ada.
membangun kompetensi inti tersebut, sebagian Social entrepreneurship didefinisikan
besar penulis berfokus pada tiga dimensi sebagai aktifitas apapun yang melibatkan

134 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan
Vol.3, No. 4, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
penggunaan dan kombinasi sumber daya yang 5. Dffuse
efisien dalam memanfaatkan peluang sehingga Tahap ini sudah merupakan tahap inovasi
mendorong terciptanya perubahan sosial daam sosial yang sangat matang di mana
rangka memenuhi kebutuhan sosial. Dapat juga aplikasinya sudah menyebar melampaui
dikatakan bahwa social entrepreneurship manfaat di tujuan awal dan bahkan
merupakan praktek yang melibatkan integrasi dipergunakan oleh masyarakat di luar
dari aktifitas dan penciptaan nilai sosial komunitas awal.
berbarengan dengan nilai ekonomi (Mari and Model Bisnis adalah merupakan konsep
Martí, 2006). Biasanya dalam konteks ini, sang yang digunakan untuk membantu memahami
entrepreneur memiliki misi usaha bersama yang bagaimana sebuah bisnis dijalankan.
berakar kepada kesepahaman bersama dengan Kegunanaan lain dari model bisnis adalah
para stakeholdernya yaitu pimpinan, pendiri dan menganalisis kinerja sebuah organisasi dengan
masyarakat (Dees, Emerson, Economy, 2002). menilai pelaksanaan manajemen, pengelolaan,
Perrini and Marino (2006), juga menyatakan komunikasi dan bahkan inovasinya (Osterwalder
bahwa misi yang diusung dalam sebuah inovasi & Pigneur, 2010). Sebuah model bisnis juga
sosial biasanya mewakili jiwa dan kepercayaan menaruh perhatian ke dalam bagaimana
kelompok masyarakat ini yang tercermin di organisasi menyusun strategi keunggulan
dalam aktifitas bisnisnya, jasa yang diberikan, bersaingnya melalui disain produk dan jasa yang
penerima jasa, area jasa dan produk yang ditawarkan (Rasmussen, 2007). Bisnis model
dihasilkan, penerima jasa dan juga outcome juga diartikan sebagai bagaimana sebuah
yang diharapkan. organisasi mengelola sumber daya dan
Jenis inovasi sosial dapat dibedakan kompetensi dan kemampuan yang dimilikinya
menjadi individual level, team level dan menjadi nilai ekonomis (Teece, 2010). Model
organizational level. Sedangkan dinamika Business Canvas, merupakan suatu tools model
inovasi sosial dapat dijelaskan sebagai berikut bisnis yang menggambarkan secara rasional dari
(Alongkorn, 2013) : suatu organisasi dalam menciptakan usaha,
1. Good Idea mengembangkan produk dan nilai dan
Pemikiran kreatif dari seorang inisiator yang bagaimana produk atau jasa yang dibuat dapat
ada di dalam kelompok masyarakat untuk disalurkan ke pelanggan (Osterwalder &
mengatasi masalah yang terjadi di Pigneur, 2010).
komunitas tersebut. METODE PENELITIAN
2. Immature Social Innovation Kajian ini searah dengan Program
Pada saat ini ide yang dicetuskan sudah Pemberdayaan Masyarakat Desa yang sedang
mulai diaplikasikan di kelompok diusung oleh Pemerintah saat ini. Pemberdayaan
masyarakat tetapi masih sedikit partisipasi Masyarakat Desa menjadi penting karena semua
komunitas yang terlibat sehingga disebut desa mendapatkan kesempatan di dalam
immature. Ada kalanya aplikasi demikian mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki
sulit dilakukan karena adopsi ide yang ada dalam rangka kemandirian desa, kesejahteraan
tidak mudah dilakukan. sosial dan juga self determination.
3. Mature Social Innovation Lokasi penelitian dipilih desa Tegal
Pada tahap ini praktek inovasi sosial sudah Waru, Kabupaten Bogor dengan pertimbangan
dilakukan secara merata oleh semua anggota core competence sebagai desa yang gersang
komunitas secara efisien dan efektif ternyata dapat menjadi desa pendidikan bisnis
sehingga mengubah pola perilaku komunitas yang masih sangat jarang di Indonesia.
tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah positivis
4. Extension dengan metode pengumpulan data melalui
Pada tahapan ini, inovasi sosial yang terjadi wawancara mendalam dan observasi di tahun
sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan awal 2018.
tetapi sudah mengalami perluasan
manfaatnya bagi komunitas tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 135
Vol.3, No. 2, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
Kompetensi Inti Desa Wisata Bisnis Tegal 2. Peningkatan produk yang telah dibuat
Waru dengan kegiatan pelatihan serta membuat
Kompetensi inti sangat terkait dengan alokasi inovasi dari produk yang sudah ada
sumber daya, kemampuan, pengetahuan, 3. Membantu pemasaran dengan melibatkan
keterampilan, dan keahlian bersama yang media massa maupun melalui internet.
dimiliki sebuah organisasi di dalam di dalam 4. Pengembangan bisnis lainnya sebagai upaya
kerangka rantai nilai. Perlu tiga elemen: pengembangan klaster bisnis.
keterampilan, sumber daya dan proses (Torkkeli, 5. Mengajak untuk tetap memiliki misi social
Tuominen, 2002: 282) dari komunikasi, seperti memberikan santunan kepada
keterlibatan, dan komitmen yang dalam terhadap masyarakat kurang mampu dan yatim.
batasan organisasi yang bekerja (Franklin, 1997: Melalui upaya-upaya tersebut maka Desa
373). Sumber daya pengetahuan, kreativitas dan Wisata Bisnis Tegal Waru Kabupaten Bogor
keahlian inovatif adalah faktor sukses yang dibangun hingga maju seperti saat ini.
menciptakan potensi kritis dari suatu organisasi Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan,
yang disebut kompetensi inti (Godbout, kompetensi inti yang dimiliki Desa Wisata
2000:77). Oleh karena itu, kompetensi inti dari Bisnis Tegal Waru Kabupaten Bogor dapat
sebuah organisasi didefinisikan sebagai satu set dilihat berdasarkan 3 (tiga) dimensi pembentuk
pemecahan masalah dan pemecahan masalah kompetensi inti yang telah dibahas sebelumnya,
wawasan yang menumbuhkan pengembangan yaitu visi bersama (shared vision), kerjasama
strategi alternatif pertumbuhan (Lei et al., 1996: (cooperation) dan pemberdayaan
549). Sebagai tambahan, kompetensi inti adalah (empowerment). Berikut ini adalah pembahasan
kumpulan keterampilan terpadu dan teknologi dari masing-masing dimensi tersebut.
yang unik dan kompetitif untuk dapat Visi Bersama (Shared Vision)
disebarluaskan (Clark, 2000: 117). Menjadi desa yang dapat
1. Demikian halnya upaya untuk membangun mensejahterakan masyarakatnya menjadi visi
kompetensi inti di Desa Wisata Bisnis Tegal dan misi yang hendak dicapai dari pembangunan
Waru Kabupaten Bogor dilakukan melalui Desa Wisata Bisnis Tegal Waru Kabupaten
rangkaian aktfitas yang panjang. Berangkat Bogor. Dengan komitmen yang kuat dari
dari kepedulian akan kondisi masyarakat di masyarakat untuk mencapai tujuan
desa tersebut, narasumber mencoba kesejahteraan bersama itu maka upaya untuk
melakukan terobosan pemberdayaan membangun Desa yang memiliki keunikan dan
masyarakat dengan memanfaatkan sumber menjadi tempat belajar bagi masyarakat sekitar
daya yang dimiliki pada masyarakat Desa dibangun. Dengan melibatkan seluruh
Tegal Waru. Dengan modal pengetahuan stakeholder yang ada, dengan strategi yang
tentang social entrepreneurship yang didasarkan pada prinsip social entrepreneurship
diperolehnya dari pelatihan yang yaitu menjadi solusi bagi permasalahan yang ada
diselenggarakan Dompet Dhuafa Jakarta, di masyarakat maka berbagai elemen bersama-
narasumber melakukan pemetaan akan sama menjadikan Desa Tegal Waru sebagai
potensi yang ada di masyarakat desa dan salah satu tujuan wisata. Sehingga berbagai
peluang yang dapat dikembangkan. keputusan dalam rangka memajukan Desa
Selanjutnya dari usaha yang dijalankan menjadi langkah bersama yang diambil
masyarakat sekitar, dilakukan pembinaan mengingat semangat partisipatif menjadi bagian
dengan pendekatan masyarakat melalui yang dibangun di desa tersebut.
beberapa cara, yaitu : Pencarian modal
melalui perusahaan yang berminat untuk Kerjasama (Cooperation)
bermitra dan memberikan dana corporate Mewujudkan visi dan misi besar sudah
social responsibility (csr) untuk barang tentu tidak bisa dilakukan sendirian.
pengembangan usaha mikro di Desa Tegal Keterlibatan seluruh pihak dan membangun
Waru. kerjasama semua stakeholder menjadi cara
untuk mencapai kesuksesan. Hal tersebut yang

136 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan
Vol.3, No. 4, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
dilakukan narasumber dalam membangun Desa yang dibangunnya ini sudah dapat memberikan
Wisata Bisnis Tegal Waru Kabupaten Bogor manfaat buat masyarakat luas dan menyebar
seperti sekarang ini. Meskipun membutuhkan melampaui manfaat di tujuan awal karena
waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit, dipergunakan oleh masyarakat di luar komunitas
namun usahanya untuk meyakinkan seluruh awal.
pihak untuk mau bersama-sama membantu dan Analisis proses difusi inovasi yang
bekerja sama dapat diwujudkan. Diawali dengan terjadi dalam konteks Desa Bisnis Tegal Waru
meyakinkan masyarakat sekitar untuk sama- jika ditinjau dari Teori Difusi Inovasi yang
sama membangun desa menjadi pekerjaan yang dikemukakan Rogers (1983) maka terdapat
dirasakan sangat sulit mengingat meyakinkan empat elemen pokok, yaitu: suatu inovasi,
masyarakat akan manfaatnya tidak mudah. dikomunikasikan melalui saluran komunikasi
Dengan dukungan berbagai pihak akhirnya tertentu, dalam jangka waktu dan terjadi diantara
dapat tercapai keinginan mengajak masyarakat anggota-anggota suatu sistem sosial.
untuk partisipasi dalam membangun Desa Inovasi sosial di Desa Tegal Waru
Wisata Bisnis tersebut. adalah memberikan berbagai paket pengalaman
Kemudian tidak berhenti disitu, belajar menjadi entrepreneur kepada masyarakat
membangun kerjasama dengan pihak swasta desa dan juga masyarakat luar desa Tegal Waru.
untuk dapat memberikan dana bantuan Adapun pembelajaran yang dilakukan
permodalan dan pembinaan juga dilakukan. Dari melibatkan semua stakeholder internal dengan
kerjasama tersebut dihasilkan beberapa sentra mengandalkan kepada kompetensi masing-
industri seperti tas, sepatu dan lainnya yang masing kelompok. Beberapa usaha mikro dan
sudah berjalan dengan baik dan satu dengan kecil yang dibina di dalam Desa Wisata Bisnis
lainnya saling mendukung untuk kemajuan antara lain adalah Usaha Mikro Kecil dan
bersama. Menengah (UMKM) wayang golek, golok,
pacul, selai kelapa, nata de coco, rumah herbal,
Pemberdayaan (Empowerment) kerajinan tangan, ternak ayam kambing domba
Semangat untuk membangun Desa dan dan ikan, pembuatan tas untuk kepeluan pribadi
mensejahterakan masyarakat menjadi cita-cita ataupun pesanan massal, dan lain-lain. Setiap
bagi narasumber untuk berkontribusi. Melalui penawaran pelatihan entrepreneur yang
pemberdayaan masyarakat yang ada dilakukan dilakukan di Desa WIsata Tegal Waru pasti
pengembangan potensi Desa menjadi Desa melibatkan para UMKM tersebut, sehingga
Wisata seperti saat ini. Setelah disepakati secara langsung memberikan dampak
bersama dan upaya kerjasama diantara peningkatan kemampuan ekonomi bagi
masyarakat yang ada, maka selebihnya masyarakat setempat. Untuk itu Tatiek tidak
masyarakat diberikan keleluasaan untuk bosan menggagas kerjasama dengan seluruh
mengembangkan potensi usahanya. Tidak lagi elemen masyarakat untuk mengembangkan
mengandalkan bantuan dan dukungan Kampoeng Wisata Bisnis Tegal Waru sejak
Pemerintah saja, usaha-usaha yang dijalankan 2010 yang ditayangkan di TRANS TV, AN TV,
masyarakat Desa Tegal Waru saat ini sudah Metro TV, Net TV, Megaswara TV dll. Media
mandiri. Hal ini tentunya akan lebih sosial lain yang digunakan untuk penyebaran
mendewasakan masyarakat untuk maju. Meski atau difusi inovasi yang dilakukan adalah
demikian fungsi pengawasan dan pembinaan melalui media sosial berupa Instagram,
tetap dilakukan sebagai langkah untuk menjaga facebook, open source dan bahkan publikasi
kualitas serta mengembangkan inovasi dari ilmiah hasil para peneliti dan mahasiswa yang
usaha yang dijalankan. mengambil lokus desa ini sebagai obyek
Inovasi Sosial Desa Wisata Bisnis Tegal Baru penelitiannya.
Dalam model Alongkorn (2013),
inovasi sosial yang dibangun oleh inisiatornya Business Model Desa Wisata Bisnis Tegal
yaitu Ibu Tatiek sudah mencapai tahapan diffuse Waru
(difusi) di mana packaging Desa Wisata Bisnis Dalam menyusun model bisnis canvas,

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 137
Vol.3, No. 2, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
terdapat 9 aspek yang perlu dijelaskan sehingga Berbagai UKM yang dilakukan oleh warga
usaha Kampoeng Wisata Tegal Waru dapat diantaranya sebagai pengrajin anyaman bambu
mengembangkan usaha yang telah dan bilik, golok ukir, tanaman obat, buah dan
dikembangkan saat ini. Dari hasil wawancara tanaman hias, serta berbagai kerajinan tas.
dengan founder Ibu Tatiek Kancaniati serta Ibu Dalam menjalankan usahanya sebagai
Rara, terdapat value proposition yang sociopreneur, Ibu Tatiek memiliki berbagai
ditawarkan kepada pelanggan yaitu sumberdaya kunci (key resources) meliputi
keanekaragaman jenis usaha UMKM dalam satu (1)kompetensi dalam hal memberikan pelatihan
wilayah yang dapat menjadi inspirasi usaha bagi wirausaha beserta modul dab kurikulum
peserta. Selain itu, Kampoeng Wisata Tegal program pelatihannya; (2) sebagai mantan
Waru juga dapat memberikan pembelajaran jurnalis, jejaring dengan media cetak maupun
interaktif antara kombinasi pemahaman konsep media televisi menjadi modal bagaimana
wirausaha dan aplikasi contoh nyata usaha dari Kampoeng Wisata Tegal Waru dapat
para pelaku UMKM yang menjadi mitra di diperkenalkan ke khalayak masyarakat; (3)
sekitar Desa Tegal Waru. Suasana pedesaan di Platform kewirausahaan sosial dengan misi
lokasi usaha yang ditawarkan oleh Kampoeng memajukan perekonomian warga Desa Tegal
Wisata Tegal Waru juga menjadi keunikan Waru menjadi sumberdaya kunci tersendiri.
tersendiri bagi para keluarga ataupun Aspek ke-7 yaitu key partners yaitu
masyarakat yang hidup di kota besar khususnya menjelaskan pihak mitra kerja yang diperlukan
Jabodetabek, sehingga hal ini menjadi penarik dlam menjalankan usaha Kampoeng Wisata
bagi pelanggan. Tegal Waru. Merujuk pada wawancara dengan
Segmen pelanggan yang dibidik pun Ibu Tatiek, beragam UMKM warga Desa Tegal
meliputi pelajar/mahasiswa, karyawan, Waru menjadi mitra kerja utama. Selain itu,
komunitas serta keluarga yang ingin mencari kerjasama dengan para pihak pemerintah lokal di
alternative wisata. Untuk memasarkan level Desa maupun Kecamatan juga terjalin
produknya, Kampoeng Wisata Tegal Waru dengan baik. Kampoeng Wisata Tegal Waru
menggunakan platform media sosial dan daring juga memanfaatkan lokasi Rumah Joglo untuk
untuk memasarkan produk jasanya. Selain itu, dijadikan tempat pelaksanaan pelatihan,
secara personal, Ibu Tatiek sebagai founder juga penginapan serta kegiatan pelayanan kepada
mengggunakan relasi medianya sehingga para pelanggan. Penginapan yang ada
berbagai liputan baik media cetak maupun media ditawarkan berbentuk joglo dengan disain
televisi menjadi saluran tersendiri yang menyatu dan terbuka dengan lingkungan.
menghubungkan Kampoeng Wisata Tegal Waru Terdapat beberapa joglo dan sebuah joglo dapat
dengan para calon pelanggan. ditempati oleh pengunjung hingga maksimal 10
Aspek selanjutnya, yaitu aktivitas- orang.
aktivitas kunci (key activities) yang Dari sisi sumber penerimaan keuangan
dilaksanakan oleh pengelola Kampoeng Wisata (revenue stream), Ibu Tatiek hanya
Tegal Waru meliputi: pelaksanaan pelatihan dan mengupayakan menjual berbagai paket pelatihan
Pendidikan kewirausahaan sosial, bisnis kepada para individu, komunitas, pelajar
pemberdayaan kepada mitra UMKM di Desa dan mahasiswa maupun segmen karyawan
Tegal Waru, juga melakukan berbagai kerjasama perusahaan. Dengan tagline “Wisata Bisnis
dengan berbagai pihak. Hal ini diperlukan Pertama di Indonesia”, Kampoeng Wisata Tegal
karena fokus Kampoeng Wisata Tegal Waru Waru menawarkan berbagai macam paket
sebagai social entrepreneur bertujuan untuk pelatihan dimulai dari Rp.120.000,- sampai
mengembangkan potensi warga desa Tegal dengan paket in-house training sebesar Rp.
Waru dalam mengembangkan usahanya. 1.500.000/sesi, dengan minimal peserta 20 orang
Dari hasil observasi dan kajian literatur, (https://www.wisatabisnistegalwaru.com/trainin
Desa Tegal Waru terdiri dari 6 RW dan 38 RT, g-bisnis-ndeso-kreatif/).
dimana masing-masing RW memiliki spesifikasi Desa berpenduduk sekitar 12.123 jiwa
usaha masyarakat dengan skala home industry. ini akhirnya dikenal sebagai kampung wisata

138 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan
Vol.3, No. 4, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
bisnis di mana memang sebagian besar
warganya mengembangkan home industry. Di
wilayah RW 01 merupakan basis usaha anyaman
bambu dan bilik, sedangkan RW 02 terlihat
beberapa bengkel pandai besi yang membuat
golok, pacul dan lainnya. Saat berkunjung ke
RW berikutnya terdapat usaha herbal melalui
optimalisasi lahan pekarangan dan kebun untuk
penanaman tanaman obat herbal, tanaman hias
dan juga buah-buahan khas lokal. Di RW 04
terdapat industri makanan dari mulai nata de
coco, selai kelapa dan makanan daerah yang
terbuat dari ketan, ubi dan lain lain. Juga terdapat
industri peternakan ikan patin dan ikan hias. Di
RW berikutnya kunjungan tim peneliti
menemukan adanya dua klaster kelompok
pengrajin tas yang memberdayakan para ibu
rumah tangga untuk melakukan proses
penjahitan di rumah sendiri dengan mesin jaiht
milik sendiri atau dipinjamkan dari klaster yang
ada. Hasil produksi tas ini juga selain menerima Gambar 1. Business Model Canvas
pesanan eceran tetapi juga menerima pesanan Kampoeng Wisata Tegal Waru
untuk acara besar seperti seminar dan lainnya.
Selain itu produksi tas ini juga mengirimkan Konsep ekosistem kewirausahaan
hasilnya ke industri tas di daerah Tajur menurut Moore (1993) muncul karena bisnis
Kabupaten Bogor. tidak terjadi secara tersendiri, melainkan dengan
Sedangkan di sisi kebutuhan adanya hubungan interaksi antara pemangku
pembiayaan, usaha Kampoeng Wisata Bisnis kepentingan yang melekat dalam proses
Tegal Waru, setidaknya memerlukan biaya pertumbuhan perusahaan. Konsep ekosistem
untuk gaji pegawai, biaya operasional untuk kewirausahaan didefinisikan sebagai
pelatihan dan biaya pemasaran. Selengkapnya seperangkat pelaku dan faktor yang saling
bisnis model canvas Kampoeng Wisata Bisnis tergantung untuk membangun komunitas
Tegal Waru dapat digambarkan sebagai berikut: kewirausahaan yang dikoordinasikan
sedemikian rupa sehingga memungkinkan usaha
berkembang secara produktif dalam wilayah
tertentu dan memiliki kesempatan lebih baik
untuk tumbuh, dan menciptakan lapangan kerja,
dibandingkan dengan perusahaan yang dibuat di
lokasi lain (Stam dan Spigel, 2015). Dalam
konteks Kampoeng Wisata Bisnis Tegal Waru,
ekosistem kewirausahaan terbentuk antara Ibu
Tatiek selaku konseptor utama dengan warga
Kampung Tegal Waru yang memiliki UMKM.
Selain itu, dukungan para mitra dari perangkat
desa dan kecamatan serta jejaring Ibu Tatiek di
media menjadi daya ungkit yang menjadikan
usaha Kampoeng Wisata Bisnis Tegal Waru
dapat beroperasi.
Yang tidak kalah menarik dari inovasi

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 139
Vol.3, No. 2, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
sosial ini adalah terkait branding yang konteks yang dimiliki memiliki keunikan khas
ditonjolkan yaitu Kampung Wisata Bisnis Tegal daerah tersebut. Inovasi sosial yang terjadi sudah
Waru. Secara teoritis, maka inovasi sosial ini berada dalam tahap difusi di mana kampung
termasuk dalam kategori cultural branding di
wisata bisnis Tegal Waru ini sudah
mana image yang ditampilkan adalah
mengembangkan reputasi mengenai lingkungan dikomunikasikan secara luas melalui berbagai
dan usaha dari masyarakat yang ada di dalam media komunikasi sehingga diketahui oleh
desa tersebut. Sehingga citra yang ditampilkan banyak orang luar yang ditunjukkan dengan
oleh Kampung wisata Bisnis Tegal Waru banyaknya kunjungan dan tamu yang datang.
memiliki keunikan tersendiri dan menjadi
pembeda dari desa lainnya. Dengan demikian DAFTAR PUSTAKA
tentunya produk dan jasa yang ditawarkan oleh Moulaert, Frank., Mehmood., Abed., Handbook
Kampung ini mudah dibedakan dengan of Social Innovation : Collective Action,
kampung lainnya. Social Learning and Transdisciplinary
Penelitian ini terselenggara berkat Research, (2013), Edward Elgar
dukungan dana dari Fakultas Ilmu Administrasi Publishing Limited, Cheltenham UK,
melalui klaster CIGO. Penelitian ini juga Southampton USA.
merupakan salah satu dari rangkaian grant riset Christensen, C., & Johnson, M. 2009. What Are
multiyear dengan topik “Model Pembelajaran Business Models, and How Are They
Sosial Kain Tradisional Khas Indonesia” tahun Built?, Harvard Business School,
2017-2018, “Peran Indigenous Innovation di Module Note, Vol. Aug 10. Cambridge:
dalam Pemberdayaan Masyarakat dan Harvard Business School.
Pembangunan Daerah” tahun 2018 dan Christenson, J.A. and Robinson, J.W. (1989)
mendukung riset tahun depan dengan tema Community Development in
“Indigenous Ambidexterity dalam membangun Perspective. Iowa State University
Community Based Tourism” dengan dukungan Press, Ames Iowa.
dana dari Kemenristekdikti. Duncan, R. B. (1976). The Ambidextrous
Organization: Designing Dual
SIMPULAN Structures for Innovation. Dalam
Kampung wisata bisnis Tegal Waru Kilmann, R. H., Pondy, L.R., dan
merupakan bentuk inovasi sosial dengan value Slevin, D. (Ed.), The Management of
proposition memberikan kemaslahatan untuk Organization, Vol. 1: 167-188. New
York: North-Holland.
banyak orang dengan memberikan pembinaan
Dees, J. G., Emerson, J., & Economy, P. 2002.
dan pendidikan entrepreneur melalui disain Strategic Tools for Social
pembelajaran interaktif bagi pengunjungnya Entrepreneurs: Enhancing the
dengan memberikan contoh aplikasi berbagai Performance of Your Enterprising
jenis usaha pemberdayaan masyarakat desa. Nonprofit. New York: John Wiley &
Berbagai jenis usaha yang ada di desa Tegal Sons, Inc.
Waru merupakan bentuk pemberdayaan Mari, J., & Martí, I. 2006. Social
Entrepreneurship: A Source of
masyarakat berbasis kepada inidgenous values
Explanation, Prediction, and Delight.
yang mengandalkan kompetensi sumber daya Journal of World Business, 41(1): 36-
alam dan human capital. Kolaborasi yang terjadi 44.
di antara stakeholder kunci di dalam Perrini, F. 2006. Social Entrepreneurship
pembentukan konsep kampung wisata bisnis ini Domain: Setting Boundaries. In F.
menjadikan kampung wisata bisnis Perrini (Ed.), The New Social
merepresentasikan model bisnis unik yang Entrepreneurship: What Awaits Social
Entrepreneurial Ventures?: 1-25.
merupakan mengandung nilai indigenous karena
Cheltenham, UK: Edward Elgar.

140 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan
Vol.3, No. 4, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
Perrini, F., & Marino, A. 2006. The Basis for Stam, E., & Spigel, B. (2015). Entrepreneurship
Launching a New Social Ecosystem. Handbook for
Entrepreneurial Venture. In F. Perrini Entrepreneurship and Small Business,
(Ed.), The New Social 1-18.
Entrepreneurship: What Awaits Social Hamel, G and Prahalad, C.K. (1990). The core
Entrepreneurial Ventures? : 46-64. competence of the corporation. Harvard
Cheltenham, UK: Edward Elgar. Business Review, Vol. 68 No. 3: 79-92.
Rasmussen, B. 2007. Business Models and the Leonard-Barton, D. (1992). Core capabilities and
Theory of the Firm, Working Paper. core rigidities: A paradox in managing
Melbourne, Australia: Victoria new product development. Strategic
University of Technology. Management Journal, 13(Special issue),
Stam, E., & Spigel, B. (2015). Entrepreneurship 111−125.
Ecosystem. Handbook for http://dx.doi.org/10.1002/smj.42501310
Entrepreneurship and Small Business, 1- 09
18. Sanchez and Heene, A. (1997). Reinventing
Hamel, G and Prahalad, C.K. (1990). The core strategic management: New theory and
competence of the corporation. Harvard practice for competence-based
Business Review, Vol. 68 No. 3: 79-92. competition. Eur. Manage. J., vol. 15,
BEPA, European Commision, Empowering no. 3, pp. 303–317.
people, driving change: Social http://dx.doi.org/10.1016/S0263-
innovation in the European Union, 2373(97)00010-8
2010. Hafeez, Khalid; Zhang, Y., and Malak, N.
Dees, J. G., Emerson, J., & Economy, P. 2002. (2002). Core competence for sustainable
Strategic Tools for Social competitive advantage: a structured
Entrepreneurs: Enhancing the methodology for identifying core
Performance of Your Enterprising competence. IEEE Transactions on
Nonprofit. New York: John Wiley & Engineering Management, Vol. 49 No.
Sons, Inc. 1: 28-35.
Mari, J., & Martí, I. 2006. Social http://dx.doi.org/10.1109/17.985745.
Entrepreneurship: A Source of Javidan, Mansour. (1998). Core Competence:
Explanation, Prediction, and Delight. What Does it Mean in Practice?. Long
Journal of World Business, 41(1): 36- Range Planning, Vol. 31 No. 1: 60-70.
44. http://dx.doi.org/10.1016/S0024-
Perrini, F. 2006. Social Entrepreneurship 6301(97)00091-5
Domain: Setting Boundaries. In F. Ljungquist, Urban. (2008). Specification of core
Perrini (Ed.), The New Social competence and associated components:
Entrepreneurship: What Awaits Social A proposed model and a case
Entrepreneurial Ventures?: 1-25. illustration. European Business Review,
Cheltenham, UK: Edward Elgar. Vol. 20, No. 1:73 – 90.
Perrini, F., & Marino, A. 2006. The Basis for http://dx.doi.org/10.1108/09555340810
Launching a New Social 843708.
Entrepreneurial Venture. In F. Perrini Clark, Delwyn N., (2000), Implementation
(Ed.), The New Social Issues in Core Competence Strategy
Entrepreneurship: What Awaits Social Making, Strategic Change, 9, pp.115-
Entrepreneurial Ventures? : 46-64. 127.
Cheltenham, UK: Edward Elgar. Clark, D.N. and Scott, Dorian N., (2000), Core
Rasmussen, B. 2007. Business Models and the Competence Strategy Making and
Theory of the Firm, Working Paper. Scientific Research: The Case of
Melbourne, Australia: Victoria HortResearch, New Zealand, Strategic
University of Technology. Change, 9, 495-507.

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 141
Vol.3, No. 2, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142
Sanchez, Ron. (2004). Understanding Rogers, Everett M. (1983). Diffusion of
competence-based management Innovation. Canada: The Free Press, A
Identifying and managing five modes of Division of Macmillan Publishing Co.,
competence. Journal of Business Inc. New York.
Research, Vol. 57: 518– 532. Torkkeli, M. And Tuominen, Markku, (2002),
http://dx.doi.org/10.1016/S0148- The Contribution of Technology
2963(02)00318-1. Selection to Core Competencies,
King, Adelaide Wilcox & Zeithaml, Carl, P. International Journal of Production
(2001). Competences and Firm Economics, 77, pp.271-284.
Performance: Examining the Causal Franklin, Peter, (1997), Competitive Advantage
Ambiguity Paradox. Strategic and Core Competences, Strategic
Management Journal, Vol.22: 75-99. Change, 6, pp.371-375
http://dx.doi.org/10.1002/1097- Godbout, Alain J., (2000), Managing Core
0266(200101)22:1<75::AID- Competencies: The Impact of
SMJ145>3.0.CO;2-I Knowledge Management on Human
Hafeez, Khalid & Essmail, Essmail Ali. (2007). Resources Practices in Leading-edge
Evaluating organization core Organizations, Knowledge and Process
competences and associated personal Management, 7, pp.76-86.
competences using analytical hierarchy Lei, D., Hitt, M., & R. Bettis. (1996). Dynamic
process. Management Research News, Core Competences through Meta-
Vol. 30 No. 8: 530-547. Learning and Strategic Context. Journal
http://dx.doi.org/10.1108/01409170710 of Management, 22(4), 549-569.
773689 http://dx.doi.org/10.1177/01492063960
Santos-Vijande, Maria Leticia, Sanzo-Perez, 2200402
Maria Jose, Alvarez-Gonzalez, Luis I., Zhang X., and Bartol K.M. (2010). Linking
and Vazquez- Casielles, Rodolfo. Empowering leadership and employee
(2005). Organizational Learning and creativity: The influence of
Market Orientation: Interface and Psychological Empowerment, Intrinsic
Effects on Performance. Industrial Motivation and Creative engagement.
Marketing Management, Vol.34: 187- Academy of Management Journal, Vol.
202. 53, No. 1, 107–128.
http://dx.doi.org/10.1016/j.indmarman. http://dx.doi.org/10.5465/AMJ.2010.48
2004.08.004 037118
Ussahawanitchakit P. (2008). Impacts of
organizational learning on innovation
orientation and firm efficiency: an
empirical assessment of accounting
firms in Thailand. International Journal
of Business Research, Volume 8,
Number 4.
Croteau Ann-M, Solomon S., Raymond L., and
Bergeron F. (2001). “Organizational and
Technological Infrastructures
Alignment”, hicss, vol. 8, pp.8049, 34th
Annual Hawaii International
Conference on System Sciences (
HICSS-34)-Volume 8, 2001
Berger L. A., and Berger D. R. (2004). The
Talent Management Handbook.
McGraw-Hill.

142 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan
Vol.3, No. 4, Agustus 2018, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v3i2.18667 , hal. 131-142

You might also like