Jurnal GaGe-Chrisviandi Wennardy-0000013659

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

EVALUASI PENERAPAN KEBIJAKAN GANJIL GENAP KENDARAAN BERMOTOR

RUAS JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA


EVALUATION OF THE ODD-EVEN SCHEME AT JENDERAL SUDIRMAN STREET
JAKARTA
Chrisviandi Wennardy1), Sunie Rahardja, M.S.C.E.2), dan Dr. –Ing Jack Widjajakusuma3)
1
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan,
2
Dosen Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan,
3
Dosen Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan,
Korespondensi : 1chrisviandiwennardy@hotmail.com, 2sunie.rahardja@uph.edu,
3
jack.widjajakusuma@uph.edu
ABSTRACT
Jenderal Sudirman street has high traffic activity and always suffers for congestion. To resolve it,
the Government of DKI Jakarta has implemented traffic demand management policy, the
odd-even scheme. This study aims to evaluate the effect of the odd-even scheme on traffic
condition. This study is utilizing quantitative and qualitative research method by obtaining data
from traffic surveys, observations, literary studies, and questionnaires. The result from this study
shows the odd even scheme can reduce traffic flow respectively than the three in one scheme.
Unfortunately, the vehicular speed at south is decreased on the evening for the odd-even scheme
period 2018. The highest degree of saturation for traffic is 0.93 with the lowest level of service at
F and lowest vehicular speed at 3.39 km/hour. Those parameters indicate the traffic characteristic
at Jenderal Sudirman street is under the ideal condition based on theoretical analysis. The
questionnaire result shows the Jenderal Sudirman street still suffers congestion on weekdays and
at the time when odd-even scheme is implemented. Hence, the implementation of the odd-even
scheme is insufficient to resolve congestion.
Keywords : odd-even, congestion, traffic
ABSTRAK
Ruas jalan Jenderal Sudirman menjadi salah satu ruas jalan dengan aktivitas lalu lintas yang
tinggi dan selalu mengalami kemacetan. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta telah menetapkan kebijakan pembatasan jumlah kendaraan bermotor yang melintasi
ruas jalan tersebut dengan kebijakan Ganjil Genap. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
kondisi lalu lintas untuk melihat pengaruh adanya penerapan kebijakan Ganjil Genap. Penelitian
menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan data yang diperoleh dari survei lalu
lintas, observasi, studi literatur, dan penyebaran kuesioner. Hasil analisis menunjukkan
perbandingan antara kebijakan three in one dan Ganjil Genap bahwa volume kendaraan
mengalami penurunan. Sedangkan, kecepatan pada arah selatan saat sore hari mengalami
penurunan apabila dibandingkan dengan kebijakan Ganjil Genap pada tahun 2018. Nilai derajat
kejenuhan tertinggi 0.93, level of service terendah adalah F, dan kecepatan kendaraan terendah
3.39 km/jam yang terjadi pada saat penerapan kebijakan Ganjil Genap diberlakukan. Parameter

1
tersebut menunjukkan karakteristik lalu lintas ruas jalan Jenderal Sudirman melebihi kondisi
ideal yang dihitung secara teoritis. Tanggapan masyarakat mengenai kondisi lalu lintas pada ruas
jalan Jenderal Sudirman adalah kemacetan masih terjadi pada saat hari kerja dan waktu saat
kebijakan Ganjil Genap diberlakukan. Dengan demikian, kebijakan Ganjil Genap belum dapat
mengakomodasi kemacetan pada ruas jalan Jenderal Sudirman.
Kata kunci : ganjil-genap, kemacetan, lalu lintas

PENDAHULUAN
Tingginya jumlah arus lalu lintas pada DKI Jakarta hingga saat ini adalah salah satu
permasalahan kota yang terus dibahas dan diupayakan untuk diatasi. Jakarta Pusat merupakan
salah satu kota yang memiliki tingkat aktivitas tinggi dan sebagian besar aktivitas harus
dilakukan dengan mobilisasi orang dan barang yang berkontribusi dalam tingginya jumlah arus
lalu lintas.
Untuk mengatasi kemacetan tersebut, dilakukan banyak kebijakan pengaturan lalu-lintas dan
salah satunya adalah dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur Nomor 155 Tahun 2018
tentang penerapan Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap (GaGe) yang
menggantikan kebijakan three in one (3 in 1). Penerapan ini diberlakukan dari hari Senin hingga
Jumat mulai saat pagi (07.00-10.00) dan sore (16.00-20.00), kemudian dilakukan terjadi
perubahan untuk waktu pagi menjadi pukul 06.00-10.00 mulai tahun 2019. Kendaraan roda
empat dapat melintas pada ruas jalan yang telah ditentukan dengan ketentuan nomor genap pada
tanggal genap dan sebaliknya.

Ruas jalan Jenderal Sudirman merupakan ruas jalan yang mengalami penerapan kebijakan GaGe.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, selama penerapan ganjil genap ternyata volume
kendaraan pada ruas jalan Jenderal Sudirman masih padat khususnya pada saat waktu sibuk.
Penelitian yang dilakukan oleh Nafila (2018:35) juga menyatakan bahwa penerapan kebijakan
GaGe tidak dapat mengurangi jumlah volume lalu lintas khususnya pada arah selatan. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan kebijakan lalu lintas masih belum dapat mengatasi kemacetan.
Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui dampak perubahan kebijakan GaGe, maka perlu
dilakukan evaluasi dengan mengidentifikasi karakteristik lalu lintas pada saat penerapan GaGe

2
dan tidak diberlakukan serta persepsi masyarakat mengenai kondisi lalu lintas saat ini. Dengan
demikian, dapat memberikan gambaran mengenai dampak hasil penerapan yang sedang
diberlakukan dalam mengatasi kemacetan.

BAHAN DAN METODE


Pengumpulan Data
Terdapat empat metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Kuesioner
Kuesioner disebar secara langsung dan online yang dimulai dari 27 Maret 2019 hingga 7
April 2019. Penyebaran secara langsung dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner pada
responden di sekitar jalan Jenderal Sudirman, sedangkan penyebaran secara online dilakukan
menggunakan google form.
2. Traffic Counting
Traffic counting merupakan perhitungan volume kendaraan dalam sebuah survei lalu lintas
dengan mengkategorikan jenis kendaraan dan durasi pengamatan. (Roads Department, 2004)
Pengambilan data dilaksanakan pada saat pagi (07.00-09.00), siang (11.30-13.30), dan sore
(16.30-18.30) selama empat hari dalam kurun waktu 10 Januari 2019 hingga 23 Januari 2019
dengan menggunakan rekaman video. Pengamatan dilakukan untuk arah menuju Bundaran HI
(Utara) dan Blok M (Selatan).
3. Spot Speed
Spot speed adalah metode yang digunakan untuk memperoleh kecepatan kendaraan selama
masa pengamatan. (Flaherty, 2006) Pengambilan data kecepatan kendaraan diamati melalui
rekaman video untuk kendaraan ringan.
4. Data Historikal Lalu Lintas
Data historikal lalu lintas diperoleh dari Dinas Perhubungan (Dishub) untuk volume lalu lintas
ruas jalan Jenderal Sudirman pada tahun 2013 dan 2018.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dan Pembahasan 1

3
Perbandingan lalu lintas pada tahun 2013 dan 2019 hanya mempertimbangkan parameter volume
lalu lintas. Tahun 2013 merupakan penerapan kebijakan 3 in 1 berdasarkan data Dishub dan
diprediksi hingga tahun 2019 apabila kebijakan ini tetap diberlakukan. Tahun 2019 merupakan
penerapan kebijakan GaGe berdasarkan hasil traffic counting.

Gambar 1. Grafik Perbandingan Volume 3 in 1 Dan Ganjil-Genap


Dengan penerapan 3 in 1 diberlakukan hingga mencapai tahun 2019, tidak dapat mengakomodasi
seluruh kendaraan untuk melintas. Dengan perubahan kebijakan menjadi GaGe, terjadi
penurunan volume lalu lintas pada seluruh waktu pengamatan untuk masing-masing arah.
Penurunan terbesar terjadi pada arah selatan saat sore hari dengan persentase sebesar -130.93%
dan penurunan terkecil terjadi pada arah utara saat sore hari dengan persentase sebesar -11.79%.
Dari kondisi ini, dapat disimpulkan bahwa kebijakan GaGe mampu mengurangi volume lalu
lintas pada ruas Jalan Jenderal Sudirman.

Hasil dan Pembahasan 2

Perbandingan lalu lintas pada tahun 2018 dan 2019 hanya mempertimbangkan parameter
kecepatan. Tahun 2018 dan 2019 merupakan penerapan kebijakan GaGe dengan adanya
perubahan waktu yang lebih awal pada waktu sibuk pagi hari di tahun 2019.

Gambar 2. Grafik Perbandingan Kecepatan Tempuh Ganjil-Genap Tahun 2018 dan 2019

4
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2019, kecepatan kendaraan untuk arah utara baik
pada waktu sibuk pagi dan sore mengalami peningkatan. Pada arah selatan hanya mengalami
peningkatan pada saat waktu sibuk pagi, sedangkan pada waktu sibuk sore mengalami penurunan
kecepatan hingga -150.18% dari kecepatan pada tahun 2018 yang akhirnya menimbulkan
kemacetan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan GaGe masih belum dapat
mengakomodasi ruas jalan Jenderal Sudirman, khususnya pada arah selatan saat sore hari.
Hasil dan Pembahasan 3

Terdapat tiga parameter yang dapar menentukan performa karakteristik lalu lintas pada ruas jalan
Jenderal Sudirman sebagai berikut.
1. Kecepatan
Sesuai dengan Direktorat Pembinaan Jalan Kota (1990) bahwa jalan arteri sekunder dirancang
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 23 ayat
4 menetapkan batas kecepatan paling tinggi 50 km/jam untuk kawasan perkotaan. Dengan
demikian, kecepatan secara teoritis pada jalan Jenderal Sudirman berada pada interval 30
km/jam sampai 50 km/jam. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Kecepatan Kendaraan Ringan


Interval
Arah Waktu Kecepatan, Keterangan
V (km/jam)
Utara Pagi 39.46 - 42.05 Sesuai
Siang 33.97 - 51.81 Sesuai
Sore 37.39 - 48.43 Sesuai
Selatan Pagi 33.96 - 52.13 Sesuai
Siang 5.42 - 55.26 Belum Sesuai
Sore 3.39 - 6.76 Belum Sesuai

Tabel 1 menunjukan kecepatan arah selatan khususnya pada saat pengamatan siang dan sore
hari masih belum sesuai dengan kecepatan yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan pengamatan
saat siang dan sore lalu lintas arah selatan sering mengalami kemacetan.
2. Kepadatan

5
Nilai kepadatan secara teoritis diperoleh dengan mempertimbangkan kecepatan kendaraan
secara teoritis. Fricker and Whitford (2004:62) menyatakan terdapat ketentuan untuk
pengendara dalam menentukan jarak aman antar kendaraan yaitu memiliki waktu antara
sebesar dua detik terhitung dari bumper depan mobil hingga bagian belakang mobil
selanjutnya untuk mencapai kondisi ideal. Waktu tersebut dipertimbangkan juga terhadap
reaksi pengemudi agar memperoleh jarak yang cukup untuk memberhentikan kendaraan.
Hasil analisis menunjukkan kepadatan pada saat kecepatan arus bebas sebesar 24 ekr/km/lajur
dan saat kecepatan mínimum sebesar 37 ekr/km/lajur. Nilai kepadatan harus berada pada
interval tersebut, namun apabila kepadatan kurang dari 24 ekr/km/lajur maka dapat
diasumsikan tetap sesuai dengan kepadatan teoritis. Kondisi tersebut dapat terjadi apabila
kecepatan kendaraan melebihi kecepatan arus bebas atau pada saat kondisi arus lalu lintas
yang masuk rendah/jalanan sepi. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Kepadatan


Kepadatan,
Arah Waktu Keterangan
D (ekr/km)
Utara Pagi 34 - 37 Sesuai
Siang 22 - 36 Sesuai
Sore 23 - 29 Sesuai
Selatan Pagi 25 - 36 Sesuai
Siang 17 - 129 Belum Sesuai
Sore 117 - 241 Belum Sesuai

Tabel 2 menunjukkan bahwa kepadatan pada arah selatan saat siang dan sore hari masih
belum sesuai dengan kondisi teoritis. Hal tersebut dapat dikarenakan pada arah selatan telah
melewati kecepatan kritis, sehingga muncul waktu tundaan yang membuat kecepatan semakin
menurun hingga akhirnya volume lalu lintas bergerak dengan lambat dan akhirnya diam.
3. Derajat Kejenuhan dan Tingkat Pelayanan
Derajat kejenuhan adalah rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor
utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Fricker dan Whitford (2004)
menyatakan bahwa perhitungan derajat kejenuhan dapat memberikan penilaian secara
kuantitatif untuk menentukan kinerja jalan. Tingkat pelayanan (Level of Service/LOS)
merupakan metode yang mengukur kondisi operasional lalu lintas terhadap arus lalu lintas,

6
kecepatan dan waktu tempuh, kebebasan dalam berpindah lajur, gangguan lalu lintas, serta
kenyamanan. (TRB, 2000:2.2)
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 pada Pasal 9 Nomor 2 menyatakan
bahwa jalan arteri sekunder memiliki LOS sekurang-kurangnya C. Kondisi tersebut
menggambarkan bahwa karakteristik lalu lintas memiliki arus yang stabil. Hasil pengamatan
dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Derajat Kejenuhan Dan Level Of Service


Derajat
Arah Waktu Kejenuhan LOS Keterangan
(Dj)
Utara Pagi 0.89 - 0.95 D & E Belum Sesuai
Siang 0.69 - 0.78 B & C Sesuai
Sore 0.65 - 0.80 B & C Sesuai
Selatan Pagi 0.77 - 0.83 D & C Sesuai
Siang 0.43 - 0.59 B & F Belum Sesuai
Sore 0.53 - 0.60 F Belum Sesuai

Tingkat pelayanan ruas jalan Jenderal Sudirman untuk arah utara telah sesuai dengan tingkat
pelayanan teoritis, sedangkan arah selatan hampir secara keseluruhan masih belum sesuai. Hal
ini ditunjukkan dengan arah selatan memiliki nilai LOS yang mayoritas lebih dari LOS C.
Secara keseluruhan, ruas jalan Jenderal Sudirman masih belum mengakomodasi dengan baik
volume yang melintasi jalan tersebut.

Hasil dan Pembahasan 4

Berikut ini merupakan hasil kuesioner tanggapan masyarakat mengenai kebijakan lalu lintas
yang pernah berlaku serta kondisi lalu lintas pada ruas jalan Jenderal Sudirman yang dapat
dilihat pada Gambar 3.

7
Ket : <30% = Sangat Menambah, 30-50% = Menambah, 50-70% = Tidak Berdampak, 70-90% = Mengurangi, >90% = Sangat Mengurangi
Gambar 3. Diagram Persentase Dampak Penerapan Kebijakan Lalu Lintas Terhadap Kemacetan

Gambar 3 menunjukkan persepsi masyarakat bahwa kebijakan lalu lintas yang dapat mengurangi
kemacetan dan polusi udara adalah GaGe sebesar 71.6%. Nafila (2018:35) melakukan penelitian
terhadap penerapan kebijakan GaGe dengan penyebaran survei yang menunjukkan kebijakan
GaGe terhadap waktu tempuh menjadi lebih singkat (35%), tidak mengalami perubahan (25%),
dan menambah waktu tempuh serta kondisi lalu lintas semakin macet (40%). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kebijakan GaGe perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat mengetahui
dampak yang terjadi secara kuantitatif.
Kebijakan 3 in 1 dianggap tidak berdampak dengan persentase sebesar 62.32%. Mochtar & Hino
(2006) menyatakan kebijakan ini menimbulkan adanya jasa joki untuk memenuhi peraturan
tersebut yang semakin meningkatkan kemacetan dan jumlah kendaraan. Hanna, et al (2017) juga
menyatakan bahwa dengan adanya kebijakan 3 in 1 tidak menjadi solusi dalam mengatasi
kemacetan di Jakarta, sehingga pada tahun 2016 kebijakan ini tidak diberlakukan kembali.
Kebijakan penerapan ERP dianggap tidak berdampak dengan persentase sebesar 69.04%. Nilai
tersebut diperoleh hanya berdasarkan pandangan responden dan perlu dikaji lebih lanjut.
Untuk dapat mengetahui kondisi lalu lintas pada ruas jalan Jenderal Sudirman dapat dilihat pada
Gambar 4 dan 5.

8
Gambar 4. Diagram Persentase Frekuensi Macet Pada Jalan Jenderal Sudirman Dalam Hari

Gambar 5. Diagram Persentase Frekuensi Macet Pada Jalan Jenderal Sudirman Dalam Waktu

Gambar 4 menunjukkan frekuensi macet sering terjadi khususnya pada hari kerja dengan urutan
tertinggi adalah Senin (89.63%), Jumat (78.77%), Selasa (54.57%), Rabu (53.09%), dan Kamis
(52.84%). Gambar 4.36 menunjukkan frekuensi macet dalam waktu saat pagi terjadi pada pukul
08.00-10.00 (58.52%) dan 06.00-08.00 (57.28%), saat siang terjadi pada pukul 12.00-14.00
(22.22%), serta saat sore terjadi pada pukul 16.00-18.00 (79.51%) dan 18.00-20.00 (64.94%).
Dengan menghubungkan hasil survei dan pelaksanaan pengamatan dapat mendukung hasil
pengamatan yang telah dilakukan merepresentasikan kondisi lalu lintas pada saat hari kerja dan
waktu dimana kebijakan GaGe sedang diberlakukan. Dengan demikian, kebijakan GaGe saat ini
masih belum dapat mengakomodasi kemacetan pada ruas jalan Jenderal Sudirman.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Dampak penerapan kebijakan GaGe saat ini dapat mengurangi volume lalu lintas pada ruas
jalan Jenderal Sudirman apabila dibandingkan dengan perkiraan penerapan kebijakan 3 in 1.

9
2. Dengan melakukan perbandingan dengan kondisi lalu lintas pada tahun 2018, kebijakan ini
dapat meningkatkan kecepatan tempuh kendaraan namun masih belum dapat mengakomodasi
arah selatan khususnya saat sore hari.
3. Penerapan kebijakan GaGe saat ini masih belum dapat mengakomodasi ruas jalan Jenderal
Sudirman yang ditunjukkan dengan parameter penentu lalu lintas masih belum sesuai dengan
kondisi teoritis.
4. Tanggapan masyarakat mengenai kondisi lalu lintas ruas jalan Jenderal Sudirman adalah
masih sering terjadi kemacetan pada saat waktu kebijakan GaGe diberlakukan.

SARAN
Berikut merupakan saran yang untuk penelitian selanjutnya:
1. Survei lalu lintas dilakukan dengan menggunakan alat hitung otomatis yang dilakukan selama
beberapa hari untuk memperoleh lalu lintas harian rata-rata.
2. Evaluasi karakteristik lalu lintas perlu meninjau jaringan jalan yang diberlakukan kebijakan
GaGe

DAFTAR PUSTAKA

Flaherty, CA.O.(2006). Transport Planning and Traffic Engineering. Elsevier Ltd., Netherlands.
Roads Department. (2004). Traffic Data Collection and Analysis. Gaborone, Botswana: Ministry
of Works and Transportation Roads Department.
Hanna, Rema., Kreindler, Gabriel., dan Olken, Benjamin A. (2017). Citywide Effects On
High-Occupancy Vehicle Restrictions: Evidence From ‘Three In One’ In Jakarta. Science
357, 6346 : 89-93. http://dx.doi.org/10.1126/science.aan2747.
Mochtar, Muhammad Z., dan Hino, Yasuo. (2006). Principal Issues To Improve The Urban
Transport Problems In Jakarta. Mem. Fac. Eng., Osaka City University 47, 31-38.
https://core.ac.uk/download/pdf/35261927.pdf
Republik Indonesia. (2018). Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Dengan Sistem Ganjil-Genap.
Jakarta: Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

10
Fricker, Jon D., Whitford, Robert K. (2004). Fundamentals Of Transportation Engineering; A
Multimodal Approach. United States of America: Pearson Prentice Hall.
Republik Indonesia. (2006). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006
Tentang Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas Di Jalan. Jakarta: Biro Hukum dan
KSLN.

Republik Indonesia (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta : Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia.

11

You might also like