Professional Documents
Culture Documents
Jurnal GaGe-Chrisviandi Wennardy-0000013659
Jurnal GaGe-Chrisviandi Wennardy-0000013659
Jurnal GaGe-Chrisviandi Wennardy-0000013659
1
tersebut menunjukkan karakteristik lalu lintas ruas jalan Jenderal Sudirman melebihi kondisi
ideal yang dihitung secara teoritis. Tanggapan masyarakat mengenai kondisi lalu lintas pada ruas
jalan Jenderal Sudirman adalah kemacetan masih terjadi pada saat hari kerja dan waktu saat
kebijakan Ganjil Genap diberlakukan. Dengan demikian, kebijakan Ganjil Genap belum dapat
mengakomodasi kemacetan pada ruas jalan Jenderal Sudirman.
Kata kunci : ganjil-genap, kemacetan, lalu lintas
PENDAHULUAN
Tingginya jumlah arus lalu lintas pada DKI Jakarta hingga saat ini adalah salah satu
permasalahan kota yang terus dibahas dan diupayakan untuk diatasi. Jakarta Pusat merupakan
salah satu kota yang memiliki tingkat aktivitas tinggi dan sebagian besar aktivitas harus
dilakukan dengan mobilisasi orang dan barang yang berkontribusi dalam tingginya jumlah arus
lalu lintas.
Untuk mengatasi kemacetan tersebut, dilakukan banyak kebijakan pengaturan lalu-lintas dan
salah satunya adalah dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur Nomor 155 Tahun 2018
tentang penerapan Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap (GaGe) yang
menggantikan kebijakan three in one (3 in 1). Penerapan ini diberlakukan dari hari Senin hingga
Jumat mulai saat pagi (07.00-10.00) dan sore (16.00-20.00), kemudian dilakukan terjadi
perubahan untuk waktu pagi menjadi pukul 06.00-10.00 mulai tahun 2019. Kendaraan roda
empat dapat melintas pada ruas jalan yang telah ditentukan dengan ketentuan nomor genap pada
tanggal genap dan sebaliknya.
Ruas jalan Jenderal Sudirman merupakan ruas jalan yang mengalami penerapan kebijakan GaGe.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, selama penerapan ganjil genap ternyata volume
kendaraan pada ruas jalan Jenderal Sudirman masih padat khususnya pada saat waktu sibuk.
Penelitian yang dilakukan oleh Nafila (2018:35) juga menyatakan bahwa penerapan kebijakan
GaGe tidak dapat mengurangi jumlah volume lalu lintas khususnya pada arah selatan. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan kebijakan lalu lintas masih belum dapat mengatasi kemacetan.
Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui dampak perubahan kebijakan GaGe, maka perlu
dilakukan evaluasi dengan mengidentifikasi karakteristik lalu lintas pada saat penerapan GaGe
2
dan tidak diberlakukan serta persepsi masyarakat mengenai kondisi lalu lintas saat ini. Dengan
demikian, dapat memberikan gambaran mengenai dampak hasil penerapan yang sedang
diberlakukan dalam mengatasi kemacetan.
3
Perbandingan lalu lintas pada tahun 2013 dan 2019 hanya mempertimbangkan parameter volume
lalu lintas. Tahun 2013 merupakan penerapan kebijakan 3 in 1 berdasarkan data Dishub dan
diprediksi hingga tahun 2019 apabila kebijakan ini tetap diberlakukan. Tahun 2019 merupakan
penerapan kebijakan GaGe berdasarkan hasil traffic counting.
Perbandingan lalu lintas pada tahun 2018 dan 2019 hanya mempertimbangkan parameter
kecepatan. Tahun 2018 dan 2019 merupakan penerapan kebijakan GaGe dengan adanya
perubahan waktu yang lebih awal pada waktu sibuk pagi hari di tahun 2019.
Gambar 2. Grafik Perbandingan Kecepatan Tempuh Ganjil-Genap Tahun 2018 dan 2019
4
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2019, kecepatan kendaraan untuk arah utara baik
pada waktu sibuk pagi dan sore mengalami peningkatan. Pada arah selatan hanya mengalami
peningkatan pada saat waktu sibuk pagi, sedangkan pada waktu sibuk sore mengalami penurunan
kecepatan hingga -150.18% dari kecepatan pada tahun 2018 yang akhirnya menimbulkan
kemacetan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan GaGe masih belum dapat
mengakomodasi ruas jalan Jenderal Sudirman, khususnya pada arah selatan saat sore hari.
Hasil dan Pembahasan 3
Terdapat tiga parameter yang dapar menentukan performa karakteristik lalu lintas pada ruas jalan
Jenderal Sudirman sebagai berikut.
1. Kecepatan
Sesuai dengan Direktorat Pembinaan Jalan Kota (1990) bahwa jalan arteri sekunder dirancang
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 23 ayat
4 menetapkan batas kecepatan paling tinggi 50 km/jam untuk kawasan perkotaan. Dengan
demikian, kecepatan secara teoritis pada jalan Jenderal Sudirman berada pada interval 30
km/jam sampai 50 km/jam. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukan kecepatan arah selatan khususnya pada saat pengamatan siang dan sore
hari masih belum sesuai dengan kecepatan yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan pengamatan
saat siang dan sore lalu lintas arah selatan sering mengalami kemacetan.
2. Kepadatan
5
Nilai kepadatan secara teoritis diperoleh dengan mempertimbangkan kecepatan kendaraan
secara teoritis. Fricker and Whitford (2004:62) menyatakan terdapat ketentuan untuk
pengendara dalam menentukan jarak aman antar kendaraan yaitu memiliki waktu antara
sebesar dua detik terhitung dari bumper depan mobil hingga bagian belakang mobil
selanjutnya untuk mencapai kondisi ideal. Waktu tersebut dipertimbangkan juga terhadap
reaksi pengemudi agar memperoleh jarak yang cukup untuk memberhentikan kendaraan.
Hasil analisis menunjukkan kepadatan pada saat kecepatan arus bebas sebesar 24 ekr/km/lajur
dan saat kecepatan mínimum sebesar 37 ekr/km/lajur. Nilai kepadatan harus berada pada
interval tersebut, namun apabila kepadatan kurang dari 24 ekr/km/lajur maka dapat
diasumsikan tetap sesuai dengan kepadatan teoritis. Kondisi tersebut dapat terjadi apabila
kecepatan kendaraan melebihi kecepatan arus bebas atau pada saat kondisi arus lalu lintas
yang masuk rendah/jalanan sepi. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa kepadatan pada arah selatan saat siang dan sore hari masih
belum sesuai dengan kondisi teoritis. Hal tersebut dapat dikarenakan pada arah selatan telah
melewati kecepatan kritis, sehingga muncul waktu tundaan yang membuat kecepatan semakin
menurun hingga akhirnya volume lalu lintas bergerak dengan lambat dan akhirnya diam.
3. Derajat Kejenuhan dan Tingkat Pelayanan
Derajat kejenuhan adalah rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor
utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Fricker dan Whitford (2004)
menyatakan bahwa perhitungan derajat kejenuhan dapat memberikan penilaian secara
kuantitatif untuk menentukan kinerja jalan. Tingkat pelayanan (Level of Service/LOS)
merupakan metode yang mengukur kondisi operasional lalu lintas terhadap arus lalu lintas,
6
kecepatan dan waktu tempuh, kebebasan dalam berpindah lajur, gangguan lalu lintas, serta
kenyamanan. (TRB, 2000:2.2)
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 pada Pasal 9 Nomor 2 menyatakan
bahwa jalan arteri sekunder memiliki LOS sekurang-kurangnya C. Kondisi tersebut
menggambarkan bahwa karakteristik lalu lintas memiliki arus yang stabil. Hasil pengamatan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tingkat pelayanan ruas jalan Jenderal Sudirman untuk arah utara telah sesuai dengan tingkat
pelayanan teoritis, sedangkan arah selatan hampir secara keseluruhan masih belum sesuai. Hal
ini ditunjukkan dengan arah selatan memiliki nilai LOS yang mayoritas lebih dari LOS C.
Secara keseluruhan, ruas jalan Jenderal Sudirman masih belum mengakomodasi dengan baik
volume yang melintasi jalan tersebut.
Berikut ini merupakan hasil kuesioner tanggapan masyarakat mengenai kebijakan lalu lintas
yang pernah berlaku serta kondisi lalu lintas pada ruas jalan Jenderal Sudirman yang dapat
dilihat pada Gambar 3.
7
Ket : <30% = Sangat Menambah, 30-50% = Menambah, 50-70% = Tidak Berdampak, 70-90% = Mengurangi, >90% = Sangat Mengurangi
Gambar 3. Diagram Persentase Dampak Penerapan Kebijakan Lalu Lintas Terhadap Kemacetan
Gambar 3 menunjukkan persepsi masyarakat bahwa kebijakan lalu lintas yang dapat mengurangi
kemacetan dan polusi udara adalah GaGe sebesar 71.6%. Nafila (2018:35) melakukan penelitian
terhadap penerapan kebijakan GaGe dengan penyebaran survei yang menunjukkan kebijakan
GaGe terhadap waktu tempuh menjadi lebih singkat (35%), tidak mengalami perubahan (25%),
dan menambah waktu tempuh serta kondisi lalu lintas semakin macet (40%). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kebijakan GaGe perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat mengetahui
dampak yang terjadi secara kuantitatif.
Kebijakan 3 in 1 dianggap tidak berdampak dengan persentase sebesar 62.32%. Mochtar & Hino
(2006) menyatakan kebijakan ini menimbulkan adanya jasa joki untuk memenuhi peraturan
tersebut yang semakin meningkatkan kemacetan dan jumlah kendaraan. Hanna, et al (2017) juga
menyatakan bahwa dengan adanya kebijakan 3 in 1 tidak menjadi solusi dalam mengatasi
kemacetan di Jakarta, sehingga pada tahun 2016 kebijakan ini tidak diberlakukan kembali.
Kebijakan penerapan ERP dianggap tidak berdampak dengan persentase sebesar 69.04%. Nilai
tersebut diperoleh hanya berdasarkan pandangan responden dan perlu dikaji lebih lanjut.
Untuk dapat mengetahui kondisi lalu lintas pada ruas jalan Jenderal Sudirman dapat dilihat pada
Gambar 4 dan 5.
8
Gambar 4. Diagram Persentase Frekuensi Macet Pada Jalan Jenderal Sudirman Dalam Hari
Gambar 5. Diagram Persentase Frekuensi Macet Pada Jalan Jenderal Sudirman Dalam Waktu
Gambar 4 menunjukkan frekuensi macet sering terjadi khususnya pada hari kerja dengan urutan
tertinggi adalah Senin (89.63%), Jumat (78.77%), Selasa (54.57%), Rabu (53.09%), dan Kamis
(52.84%). Gambar 4.36 menunjukkan frekuensi macet dalam waktu saat pagi terjadi pada pukul
08.00-10.00 (58.52%) dan 06.00-08.00 (57.28%), saat siang terjadi pada pukul 12.00-14.00
(22.22%), serta saat sore terjadi pada pukul 16.00-18.00 (79.51%) dan 18.00-20.00 (64.94%).
Dengan menghubungkan hasil survei dan pelaksanaan pengamatan dapat mendukung hasil
pengamatan yang telah dilakukan merepresentasikan kondisi lalu lintas pada saat hari kerja dan
waktu dimana kebijakan GaGe sedang diberlakukan. Dengan demikian, kebijakan GaGe saat ini
masih belum dapat mengakomodasi kemacetan pada ruas jalan Jenderal Sudirman.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Dampak penerapan kebijakan GaGe saat ini dapat mengurangi volume lalu lintas pada ruas
jalan Jenderal Sudirman apabila dibandingkan dengan perkiraan penerapan kebijakan 3 in 1.
9
2. Dengan melakukan perbandingan dengan kondisi lalu lintas pada tahun 2018, kebijakan ini
dapat meningkatkan kecepatan tempuh kendaraan namun masih belum dapat mengakomodasi
arah selatan khususnya saat sore hari.
3. Penerapan kebijakan GaGe saat ini masih belum dapat mengakomodasi ruas jalan Jenderal
Sudirman yang ditunjukkan dengan parameter penentu lalu lintas masih belum sesuai dengan
kondisi teoritis.
4. Tanggapan masyarakat mengenai kondisi lalu lintas ruas jalan Jenderal Sudirman adalah
masih sering terjadi kemacetan pada saat waktu kebijakan GaGe diberlakukan.
SARAN
Berikut merupakan saran yang untuk penelitian selanjutnya:
1. Survei lalu lintas dilakukan dengan menggunakan alat hitung otomatis yang dilakukan selama
beberapa hari untuk memperoleh lalu lintas harian rata-rata.
2. Evaluasi karakteristik lalu lintas perlu meninjau jaringan jalan yang diberlakukan kebijakan
GaGe
DAFTAR PUSTAKA
Flaherty, CA.O.(2006). Transport Planning and Traffic Engineering. Elsevier Ltd., Netherlands.
Roads Department. (2004). Traffic Data Collection and Analysis. Gaborone, Botswana: Ministry
of Works and Transportation Roads Department.
Hanna, Rema., Kreindler, Gabriel., dan Olken, Benjamin A. (2017). Citywide Effects On
High-Occupancy Vehicle Restrictions: Evidence From ‘Three In One’ In Jakarta. Science
357, 6346 : 89-93. http://dx.doi.org/10.1126/science.aan2747.
Mochtar, Muhammad Z., dan Hino, Yasuo. (2006). Principal Issues To Improve The Urban
Transport Problems In Jakarta. Mem. Fac. Eng., Osaka City University 47, 31-38.
https://core.ac.uk/download/pdf/35261927.pdf
Republik Indonesia. (2018). Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Dengan Sistem Ganjil-Genap.
Jakarta: Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
10
Fricker, Jon D., Whitford, Robert K. (2004). Fundamentals Of Transportation Engineering; A
Multimodal Approach. United States of America: Pearson Prentice Hall.
Republik Indonesia. (2006). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006
Tentang Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas Di Jalan. Jakarta: Biro Hukum dan
KSLN.
Republik Indonesia (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta : Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia.
11