Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Vol. 5 No.

2, July - December 2021


ISSN: 2579-9703 (P) | ISSN: 2579-9711 (E)

Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan


Kebangsaan

Dinar Bela Ayu Naj’ma1*, Syamsul Bakri2


Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Abstact
This paper aims to explain the importance of strengthening religious moderation and
national insight for the community through educational institutions, both formal, non-
formal and informal educational institutions. This research is a qualitative research
to find the meaning of a phenomenon. The data analysis uses the triangulation
method, which is to cross check from a document source with another source, or from
a document source with a historical fact. These results are (1) Formal educational
institutions are the right means in carrying out religious moderation activities because
in formal education there is a structured, systemic and easy-to-evaluate learning
space, (2) religious moderation learning in non-formal institutions, is very effective
in developing insight nationality considering that non-formal educational institutions
are built on public awareness and are doctrinal in character, (3) the implementation
of religious moderation education in informal educational institutions is also no less
strategic considering that informal educational institutions that are integrated in the
community can effectively stem radical religious beliefs that easily accessible and
consumed by the public.

Keywords: Religious Moderation; National Insight; Educational Institutions

Abstrak
Paper ini bertujuan untuk memaparkan pentingnya penguatan moderasi beragama
dan wawasan kebangsaan bagi masyarakat melalui lembaga pendidikan, baik
lembaga pendidikan formal, non-formal maupun informal. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif untuk menemukan makna dari sebuah fenomena. Adapun
analisis data menggunakan metode triangulasi, yakni melakukan cross check dari

Corresponding author
Email: najmaayu31@gmail.com, 2syamsbakr99@iain-surakarta.ac.id
1*
422 Dinar Bela Ayu Naj’ma, Syamsul Bakri

sebuah sumber dokumen dengan sumber lain, atau dari sumber dokumen dengan
sebuah fakta historis. Hasil ini adalah (1) Lembaga pendidikan formal menjadi
sarana tepat dalam melaksanakan kegiatan moderasi beragama karenma di
pendidikan formal itulah terjadi ruang pembelajaran yang terstruktur, sistemik
dan mudah dievaluasi, (2) pembelajaran moderasi beragama di lembaga non-
formal, sangat efektif dalam pengambangan wawasan kebangsaan mengingat
bahwa lembaga pendidikan non-formal dibangun di atas kesadaran masyarakat
dan bercorak doktriner, (3) pelaksanaan pendidikan moderasi beragama di
lembaga pendidikan informal juga tidak kalah strategisnya mengingat bahwa
lembaga pendidikan informal yang menyatu di lingkungan masyarakat dapat
efektif membendung paham keagamaan yang radikal yang mudah diakses dan
dikonsumsi oleh masyarakat.

Kata Kunci : Moderasi Beragama; Wawasan Kebangsaaan; Lembaga Pendidikan

PENDAHULUAN

Setiap agama memiliki dua aspek yakni aspek vertikal dan horizontal.
Aspek vertikal mengharuskan manusia untuk mengabdi dan melakukan
penghgambaan seutuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan
dalam bentuk melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi semua larangannya.
Adapun aspek horisontal agama mencakup keharusan berbuat baik kepada
sesama manusia bahkan pada hewan dan benda mati sekalipun. Kedua aspek
tersebut berbeda tetapi tidak terpisahkan. Artinya, kesadaran teologis (vertikal)
harus dimanifestasikan dalam dataran perilaku terhadap sesama makhluk (aspek
horizontal), dan sebaliknya perilaku keagamaan horisontal harus memiliki ruh
teologis yang vertikal. Manusia diciptakan dengan keunggulan akal dan budi
pikir, sehingga menjadi hamba Tuhan yang diberi mandat untuk memimpin dan
mengelola bumi. Agama harus dibumikan dalam mencipta kebaikan di bumi,
terutama dalam penguatan wawasan kebangsaan.
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, sehingga agama perlu
dimenifestasikan untuk menjadi problem solver dalam mengatasi persoalan-
persoalan bangsa. Salah satu persoalan bangsa adalah adanya pemikiran dan
gerakan radikalisme yakni pemikiran dan perilaku yang lebih memberikan
penekanan pada pemahaman keagamaan yang sifatnya keras dan ekstrim,

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan 423

dan kurang mengedepankan doktrin-doktrin yang bernuansa moderat dan


lunak (Bakri, Hasan, Rohmadi, & Purwanto, 2019). Orang yang ekstrem sering
terjebak dalam praktik beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela
keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan. Orang yang
beragama dengan cara ini rela membunuh sesama manusia “atas nama Tuhan”
padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama
(Wibisono, Louis, & Jetten, 2019). Tantangan bagi setiap agama masyarakat
karena ekstremisme tidak hanya merusak ajaran agama secara internal, bahkan
secara eksternal, itu menciptakan citra iman yang jahat yaitu pemgertin dari
Ekstremisasi. Pada abad ke-21 ekstremisme sering dilihat sebagai salah satu
ancaman paling berbahaya bagi umat manusia (Manshur, 2020).
Dalam konteks inilah maka pemahaman keagamaan yang moderat
menjadi penting. Moderat berarti tidak ekstrim. Kata moderat dan moderasi
beragama sesbenarnya diambil dari padanan kata Bahasa Arab, yaitu al-
wasathiyah sebagaimana termaktub dalam Q.S. 2: 143. Kata al-Wasath memiliki
arti terbaik atau tengah-tengah (tidak ekstrim) (Islam & Khatun, 2015). Sikap
moderat dalam beragama juga dilandaskan pada hadis yang popular, yang
menyebutkan bahwa sebaik-baik persoalan adalah yang berada di tengah-
tengah.
Moderasi juga dapat diartikan kemampuan beradaptasi dan tidak kaku.
Faham Islam moderat berupaya beradaptasi dan berkompromi dengan situasi
dan kondisi riil di masyarakat tanpa harus keluar dari prinsip dasar agama.
Oleh karena itu sebagai perwujudan dari moderasi beragama adalah selalu
mengedepankan penghargaan keapada keyakinan dan kultur lain, toleransi,
tidak ekstrim, tidak anarkis, dan mau menerima perbedaan dengan tetap
meyakini kebenaran keyakinan agama sendiri (Darlis, 2017). Moderasi dalam
beragama bukan hanya ada di Islam tetapi juga di dalam mainstream agama
lain. Dalam Islam, moderasi beragama berwujud dalam banyak idiom kata
sebagaimana ada dalam konsep Islam washatiyah seperti tawassuth (tengah
tengah), i’tidal (adil), tawazun (berimbang), dan tasamuh (toleran) (Fahri &
Zainuri, 2019).

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


424 Dinar Bela Ayu Naj’ma, Syamsul Bakri

Istilah moderasi beragama menjadi populer sejak tahun 2019. Menteri


Agama Lukman Hakim Saifuddin, menetapkan tahun 2019 sebagai Tahun
Moderasi Beragama. Wacana moderasi beragama menjadi core dalam kegiatan
akademik maupun keagamaan khususnya di Kementrian Agama dan di PTKIN.
Sebagai Menteri Agama, Lukman Hakim sengaja mengutamakan moderasi
beragama menjadi corak dan karakter khas keberagamaan masyarakat Indonesia
yang majemuk. Begitu juga lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-
Bangsa yang juga menjadikan tahun 2019 sebagai The Internasional Year of
Moderation atau Tahun Moderasi Internasional.
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin ddan umat islam mendapatkan
tugas sebagai khalifah fil ardl yakni wakil Tuhan di muka bumi. Sebagai wakil
Tuhan maka manusia memiliki tugas mengelola bumi guna kemaslahatan
bersama. Tugas merawat bangsa dan negara adalah bagian dari tugas ini. Artinya
umat islam wajib mengupayakan kemaslahatan bangsa dan negara. Oleh karena
itulah maka wawasan kebangsaaan menjadi penting.
Pendidikan moderasi beragama dalam penguatan wawasan kebangsaan
menjadi penting apalagi dalam beberapa tahun terakhir keragaman dibumi
Indonesia sedang diuji dengan adanya sikap keberagamaan yang ekstrem yang
diekspresikan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan agama. Hal
ini terjadi dalam aksi-aksi di dunia nyata maupun statement di dunia maya.
Kelompok ekslusif dan intoleran ini membahayakan bagi iklim keberagamaan
di Indoensia. Ideologi transnasional ini sering menafikan persoalan kebangsaan
dan kearifa lokal. Ide keberagamaan ekslusif ini lebih mudah masuk ke alam
pikiran umat islam yang pamahaman keagamaannya minim serta kurang
mengetahui sejarah bangsa sendiri (Aksa, 2017; Syaoki, 2017). Dalam konteks
inilah moderasi beragama sangat dibutuhkan untuk membangun peradaban
dan solidoritas kemanusiaan.
Agama dan negara adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan,
maka pengamalan agama yang berwawasan kebangsaan menjadi penting untuk
dilakukanteruatama di negara Indonesia yang multikultur. Keseimbangan
semangat beragama dan berkebangsaan adalah modal terbesar bagi bangsa ini.
Sejarah perjuangan pendahulu telah menunjukkan tentang peran agama dan
kebangsaan dalam kemerdekaan.

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan 425

Pentingnya pendidikan moderasi beragama di Indonesia adalah fakta


bahwa masyarakat Indonesia itu sangat plural dan multikultural. Bangsa
Indonesia terdiri dari beragam etnis, suku, agama, budaya dan agama. Keragaman
atau heterogenitas meniscayakan adanya perbedaan, dan setiap perbedaan
berpotensi melahirkan konflik atau gesekan, yang dapat menimbulkan ketidak
seimbangan sosial. Dalam konteks inilah pendidikan moderasi beragama
perlu hadir untuk menciptakan kesimbangan dalam kehidupan berbangsa dan
beragama.
Pendidikan moderasi beragama dimaksudkan untuk menjaga agar
praktik ajaran agama tidak terjebak secara ekslusif yang meniadakan wawasan
kebangsaan. Meskipun Islam agama mayoritas, tetapi pemerintah memfasilitasi
kepentingan seluruh agama tanpa terkecuali. Hal ini dapat dilihat, antara
lain, dalam kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang paling banyak
menetapkan hari libur nasional berdasarkan hari besar semua agama. Begitu
juga dalam soal ritual kebudayaan masyrakat yang berakar pada tradisi dan
adat istiadat serta kearifan lokal juga banyak dilestarikan pemerintah guna
menjaga harmoni sosial. Peran pemerintah ini sangat penting dan menentukan
terciptanya moderasi beragama.
Pendidikan moderasi beragama dalam penguatan wawasan kebangsaan
juga penting dalam menghadapi era disrupsi seperti saat ini yang dikenal
dengan era revolusi industri 4.0, dimana internet menjadi sentral dalam
jejaring kehidupan. Dalam konteks inilah seluruh paham keagamaan, baik
yang moderat maupun ekstrem sama-sama cepat menyebar ke masyarakat.
Praktek radikalisme yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama tidak
dapat dialamatkan kepada agama sehingga propaganda media Barat yang
memojokkan agama dan umat beragama tertentu secara umum sulit diterima
nalar sehat. Tidak ada satu agamapun yang mengajarkan radikalisme, tetapi
perilaku kekerasan sekelompok umat sering berbeda dengan spirit agamanya
akibat tidak tepat dalam memahami doktrin agama dan salah dalam memahami
realitas sosial (Bakri, 2004). Hal ini menjadi tantangan bagaimana moderasi
beragama harus menggunakan teknologi informasi dalam mengisi ruang
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


426 Dinar Bela Ayu Naj’ma, Syamsul Bakri

Revolusi industri 4.0 membawa perubahan dalam seluruh kehidupan


masyarakat termasuk kehidupan beragama. Akibatnya terjadi dislokasi kultural
dan intelektual, serta mendorong terciptanya identitas kelompok yang ekslusif.
Ruh revolusi industri 4.0 adalah teknologi informasi dan komunikasi yang
mengubah gaya dan pola hidup. Anak muda generasi Z tidak lagi belajar agama
kepada para ulama yang ahli di bidang kepakaran masing-masing, tetapi justru
malah belajar kepada internet, yaitu situs-situs yang adminnya tidak memiliki
otoritas keilmuan yang jelas. Jika hal ini dibiarkan maka dapat mengancam
otoritas keagamaan tradisional.
Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah menerjemahkan materi
atau muatan yang fundamental dari tokoh agama, budayawan, dan akademisi,
menjadi konten dan sajian yang lebih mudah dipahami oleh generasi muda
milenial tanpa kehilangan esensinya. Mengambil langkah-langkah konkret untuk
memimpin gerakan literasi keagamaan di kalangan generasi Z agar mereka
melek agama yang semuanya bertujuan dalam rangka penguatan keberagamaan
yang moderat. Agama perlu dikembalikan kepada perannya sebagai panduan
spiritualitas dan moral, bukan hanya pada aspek ritual dan formal, yang mudah
diakses untuk semua kalangan. Jika terlambat memberikan respons, era disrupsi
akan mengakibatkan efek domino merusak tatanan kehidupan keagamaan.
Disinilah kaitan moderasi beragama dengan revolusi industri.
Wawasan kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang
membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan.
Dalam catatan sejarah nasional, para pahlawan telah membuktikan tentang
patriotisme mereka. Kesadaran itulah yang perlu diajarkan dalam pendidikan
agama sehingga agama memiliki peran nyata dalam menciptakan kemaslahatan
bangsa. Agama perlu dipahami berbarengan dengan penguatan wawasan
kebangsaan. Sumbangan agama untuk menciptakan kemaslahatan bangsa
adalah ciri keberagamaan yang paling tepat di Indonesia (Faizah, 2020).
Pokok persoalan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan
pendidikan moderasi beragama dalam penguatan wawasan Kebangsaan
melalui (1) jalur pendidika formal, (2) jalur pendidikan non-formal, dan (3) jalur
pendidikan informal.

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan 427

METODE PENELITIAN

Tulisan ini berbasis pada sebuah review research atas sumber-sumber


jurnal dan buku dengan melihat fakta umum pendidikan moderasi beragama di
lembaga pendidikan dalam kerangka menciptakan wawasan kebangsaan yang
kuat. Metode yang digunakan tentu metode kualitatif guna menemukan makna
dari sebuah fenomena (Moleong, 2017).
Adapun analisis data menggunakan metode triangulasi, yakni melakukan
cross check dari sebuah sumber dokumen dengan sumber lain, atau dari sumber
dokumen dengan sebuah fakta historis (Moleong, 2017).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pendidikan Moderasi Beragama Melalui Pendidikan Formal

Pendidikan adalah hal mutlak yang wajib dimiliki oleh semua individu,
di dalam setiap ajaran agama menganjurkan agar setiap individu wajib berusaha
untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur
formal, non-formal dan informal. Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menegasan bahwa penddikan dilakukan melalui
tiga jalur, yaitu pendidikan formal, nonformal dan informal.
Pendidikan formal adalah yang sering disebut pendidikan persekolahan,
berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku misalnya SD, SMP, SMA
dan PT (Perguruan Tinggi). Pendidikan formal lebih difokuskan pada pemberian
keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat dalam lingkungan formal ini setiap
individu akan mendapatkan pendidikan yang lebih luas mengenai pedoman
dan etika moral kemanusiaan untuk bekalnya dalam menghadapi pergaulan di
masyarakat. Untuk pendidikan formal, jika bersinggungan dengan kebijakan
pembatasan mata pelajaran, maka pendidikan moderasi beragama dapat
diajarkan secara integratif, pengayaan, sintesis, ekstrakurikuler, atau muatan
lokal.
Lembaga pendidikan formal merupakan laboratorium paling tepat dalam
pengembangan moderasi beragama karena di lembaga formal itulah kader-

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


428 Dinar Bela Ayu Naj’ma, Syamsul Bakri

kader bangsa pembentukan karakter berbasis pendidikan yang terstruktur


dan sistematis. Lembaga pendidikan formal dapat menumbuhkan pola pikir
moderasi beragama kepada seluruh siswa dan mahasiswa, sehingga calon
pemimpin masa depan tersebut memiliki padangan yang ekslusif, toleran,
moderat dan multikultural. Dengan demikian, maka diharapkan tindakan dan
sikap inklusif, sektarian bahkan kekerasan dengan jubah agama yang bisa
merusak kemajemukan bangsa dapat dikurangi atau bahkan dihentikan oleh
kader-kader muda terdidik.
Lembaga pendidikan formal menjadi sarana tepat guna menyebarkan
sensitifitas peserta didik pada ragam perbedaan. Di sinilah pentingnya peletakan
batu pertama moderasi beragama dibangun atas dasar filosofi universal dalam
hubungan sosial kemanusiaan. Dilembaga pendidikan formal itulah terjadi
ruang dialog, guru memberikan pemahaman bahwa agama membawa risalah
cinta bukan benci dan sistem di sekolah leluasa pada perbedaan tersebut.
Pemerintah perlu merekomondasikan kepada seluruh klembaga
pendidikan formal untuk melakukan upaya-upaya penguatan moderasi
beragama sebagai arus utama dalam endidikan agama. Begitu juga sekolah-
sekolah yang dilaksanakan oleh ormas seperti NU dan Muhammadiyah. Kedua
ormas tersebut adalah ormas Islam terbesar di Indonesia yang memiliki banyak
sekolah sehingga memiliki kekuatan besar untuk membumikan Islam moderat
demi tegaknya NKRI secara lebih efektif (Asroor, 2019). Begitu juga dengan
ormas seperti Al-Irsyad, Al Islam, MTA dll juga perlu mengarusutakamakan
pendidikan agama yang moderat dan berwawasan kebangsaan. Begitu juga
sekolah-sekolah yang dikelola oleh Yayasan.
Pemerintah harus melibatkan lembaga pendidikan formal lainnya
dalam memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kerukunan beragama,
dan moderasi beragama. Pemerintah juga perlu melakukan pengembangan
literasi keagamaan (religious literacy) didalam kurikulum sekolah dan perguruan
tinggi dan pendidikan lintas iman (interfaith education). Hal ini tentu melibatkan
stakeholder di lembaga pendidikan formal. Pihak sekolah dan perguran tinggi
juga perlu memperbanyak praktik pengamalan keagamaan yang moderat dan
berwawasan kebangsaan yang serta menjalin kerja sama antar pemeluk lintas

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan 429

agama berbasis lembaga pendidikan (Amrullah & Islamy, 2021; Faruq & Noviani,
2016; Sutrisno, 2019).

Pendidikan Moderasi Beragama Melalui Pendidikan NonFormal

Pendidikan nonformal menurut Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor


20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang diperkuat dengan
terbitnya peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya Pasal 1 ayat 31 menyebutkan
bahwa Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Lingkungan ketiga yang menjadi penentu sukses tidaknya pendidikan
individu adalah lingkungan masyarakat (nonformal). Lingkungan ini menuntut
pengaplikasian pendidikan yang telah didapat oleh seorang individu baik dari
lingkungan keluarga maupun dari lingkungan formal. Pendidikan nonformal
juga strategis dalam pelaksanaan pendidikan moderasi beragama berwawasan
kebangsaan, pendidikan nonformal tertutama yang dikelola oleh ormas, yayasan
dianggap lebih dekat dengan kultur dimasyarakat sehingga pengarus utamaan
pendidikan Islam moderat menjadi efektif.
Pembelajaran moderasi beragama di lembaga non-formal seperti TPA,
Madin (Madrasah Diniyah), PAUD, pondok pesantren, maupun lembaga lembaga
kursus keagamaan perlu mengarustamakan pendidkan moderasi beragama dan
penguatan wawasan kebangsaan. Implementasi pendidikan karakter berbasis
moderasi beragama pada anak harus dimulai sejak awal pada usia emas,
karena usia dini adalah masa yang tepat untuk memberikan landasan karakter
moderat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Disinilah pentingnya posisi
PAUD, TPA, Madrasah Diniyah dan Pesantren sebagai agen moderasi beragama.
Implementasi pembelajaran moderasi beragama pada anak usia dini diTPA,
PAU, Madrasah diniyah, Pondok Pesantren di fokuskan pada tiga aspek yaitu:
1) Penguatan Aqidah; 2) Pendidikan Akhlak; dan 3) Pembinaan Nilai Toleransi.
Ketiga fokus ini diimplementasikan melalui program pembelajaran, pembiasaan
dan pemberian teladan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


430 Dinar Bela Ayu Naj’ma, Syamsul Bakri

karakter moderat pada anak yaitu: faktor lingkungan, faktor guru, dukungan
orang tua dan Komite sekolah serta pihak Yayasan (Priatmoko, 2021).

Pendidikan Moderasi Beragama Melalui Pendidikan In-Formal

Pendidikan moderasi beragama berwawasan keagamaan harus


ditanamkan sejak dini dan dilingkungan masyarakat yang luas. Disinilah tititk
strategis perlunya Pendidikan moderasi beragama pada Lembaga pendidkan in-
formal. Pendidikan in-formal atau pendidikan keluarga adalah pendidikan yang
dimulai dari keluarga yakni terjadi dalam keluarga ataupun masyarakat, seperti
pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan psikis, pendidikan sosial dan
lain-lain (Sudiapermana, 2009). Pendidikan informal memiliki peranan yang
sangat penting. Ini karena setiap individu mendapatkan pendidikan yang
pertama berasal dari lingkungan keluarga. Di dalam keluarga individu dididik
untuk menjadi seorang anak yang baik, yang tahu sopan santun dan etika serta
mempunyai moral sifat yang terpuji.
Pendidikan moderasi diharapkan dapat menjadi instrumen edukatif
dalam pengenalan, sosialisasi, penyuluhan, dan penyadaran umat terhadap isu
-isu keagamaan, kenegaraan dan global. Pendidikan moderasi dimaksudkan
untuk membangun dan menguatkan Islam rahmatan lil ‘alamin. Permasalahannya
pendidikan moderasi di saat ini belum membumi, karena itu perlunya penguatan
pendidikan moderasi di setiap jenjang pendidikan. Pendidikan moderasi
dimaknai sebagai upaya mewujudkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai
agama yang moderat (tawasut, tasammuh dan wathaniyah) yang terhindar dari
bentuk pemahaman dan praktek keagamaan yang berlebih-lebihan dan ekstrem,
tidak radikal dan tidak liberal.
Untuk pendidikan informal, pembelajaran moderasi beragama bisa
dilaksanakan dimajelis taklim, pondok pesantren, organisasi keagamaan,
masjid, paguyuban karang taruna. Bahwa pada generasi Z ini, seorang anak muda
yang besar kemungkinan terjadi akibat dampak perkembangan teknologi yang
cepat yang memudahkan seorang anak menangkap ide atau paham keagamaan
secara personal (tanpa guru). Dan seiring perkembangan media, berkembang

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan 431

pula paham keagamaan yang radikal yang mudah diakses dan dikonsumsi
pelaku. Oleh karena itu, beberapa pemuka agama, tokoh masyarakat, aparatur
keamanan memandang perlu pengembangan pendidikan moderasi beragama
berbasis keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu maka, pendidikan moderasi
beragama perlu dikembangkan dalam ruang pendidikan informal. Terutama di
lingkungan keluarga.
Beberapa teknis pendidikan moderasi beragama yang bisa dilakukan
orang tua antara lain sering-sering orang tua mengajak dialog secara terbuka
pada anak untuk membangun sikap moderat dalam paham keagamaan anak
serta dalam beberapa kesempatan mengajak anak untuk bersosiala atau
mengikuti kajian majlis taklim setempat untuk menumbuhkan sikap empati
anak terhadap berbagai masalah sosial dan diajak berpikir memecahkan
permasalahan sosial berbasih moderasi beragama. Pendidikan moderasi
beragama juga penting dilaksanakan dimajlis taklim, pesantren. untuk itu
maka diperlukan pengembangan SDM dan peningkatan kualitas akademik
dan keilmuan bagi para ustaz dan kiai dengan kualitas akademik yang baik
maka akan tercipta cara pandang keagaamaan yang moderat. Semakin memiliki
paradigma berfikir yang baik maka seorang religious leader akan memiliki sikap
yang moderat dan tidak radikal (Sabic-El-Rayess, 2020). Ustaz, kiai dan mubalig
yang memiliki kecakapan akademik maka pemikirannya menjadi luas sehingga
dapat memoderasi cara pandang agama bagi santri dan jamaahnya (Haryani,
2020).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan tersebut, maka terdapat beberapa


kesimpulan. Pertama, lembaga pendidikan formal menjadi sarana tepat dalam
melaksanakan kegiatan moderasi beragama. Di lembaga pendidikan formal
itulah terjadi ruang pembelajaran yang terstruktur, sistemik dan mudah
dievaluasi sehingga dapat memberikan pencerahan moderasi beragama dalam
penguatan wawadsan kebangsaan. Kedua, pembelajaran moderasi beragama di

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


432 Dinar Bela Ayu Naj’ma, Syamsul Bakri

lembaga non-formal, sangat efektif dalam pengambangan wawasan kebangsaan


mengingat bahwa lembaga pendidikan non-formal dibangun di atas kesadaran
masyarakat. Apalagi sifat pendidikan di lembaga pendidikan nonformal bercorak
doktriner sehingga lebih udah membawa murid kea rah pemikiran yang
dicanangkan yayasan atau lembaga yang memayunginya. Ketiga, pelaksanaan
pendidikan moderasi beragama di lembaga pendidikan informal seperti
majelis taklim, pondok pesantren, organisasi keagamaan, dan sebagainya
juga tidak kalah strategisnya mengingat bahwa lembaga pendidikan informal
yang menyatu di lingkungan masyarakat dapat efektif membendung paham
keagamaan yang radikal yang mudah diakses dan dikonsumsi oleh masyarakat.
Oleh karena itu maka, pendidikan moderasi beragama di lingkungan keluarga
dan masyarakat sebagai benteng masyarakat terdepan perlu dikuatkan.

Saran

Dari hasil penelitian tersebut diperlukan riset lebih lanjut tentang


pendidikan moderasi beragama dalam penguatan wawasan kebangsaan dengan
mengambil lokasi yang lebih mengerucut baik dilembaga pendidikan formal,
informal, maupun nonformal.

DAFTAR PUSTAKA

Aksa, A. (2017). Gerakan Islam Transnasional: Sebuah Nomenklatur,


Sejarah Dan Pengaruhnya Di Indonesia. Yupa: Historical Studies
Journal, 1(1), 1–14. https://doi.org/10.30872/yupa.v1i1.86
Amrullah, M. K., & Islamy, M. I. (2021). Moderasi Beragama: Penanaman
Pada Lembaga Pendidikan Formal Dan Nonformal. NIZHAM:
Jurnal Studi Keislaman, 9(2), 57–69.
Asroor, Z. (2019). Islam Transnasional Vs Islam Moderat: Upaya NU Dan
MD Dalam Menyuarakan Islam Moderat Di Panggung Dunia.
AT-TURAS: Jurnal Studi Keislaman, 6(2), 31–73. https://doi.
org/10.33650/at-turas.v6i2.807

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan 433

Bakri, S. (2004). Islam dan Wacana Radikalisme Agama Kontemporer.


Jurnal DINIKA, 3(1), 4 – 5.
Bakri, S., Hasan, A. K., Rohmadi, Y., & Purwanto. (2019). Reviewing
The Emergence Of Radicalism In Globalization: Social Education
Perspectives. International Journal of Innovation, Creativity and
Change, 6(9), 363–385.
Darlis. (2017). Menyusung Moderasi Islam Ditengah Masyarakat Yang
Multikultural. Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin Dan
Filsafat, 13(2), 225–255. https://doi.org/10.24239/rsy.v13i2.266
Fahri, M., & Zainuri, A. (2019). Moderasi Beragama Di Indonesia. Intizar,
25(2), 95–100. https://doi.org/10.19109/intizar.v25i2.5640
Faizah, R. (2020). Penguatan Wawasan Kebangsaan Dan Moderasi Islam
Untuk Generasi Millenial. Jurnal PROGRESS: Wahana Kreativitas
Dan Intelektualitas, 8(1), 38–61.
Faruq, U. Al, & Noviani, D. (2016). Pendidikan Moderasi Beragama
Sebagai Perasai Radikalisme Di Lembaga Pendidikan. Jurnal
Pendidikan Islam, 14(01), 78–90.
Haryani, E. (2020). Pendidikan Moderasi Beragama Untuk Generasi
Milenia: Studi Kasus ‘’Lone Wolf” Pada Anak di Medan. EDUKASI:
Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan, 18(2), 145–158.
https://doi.org/10.32729/edukasi.v18i2.710
Islam, T., & Khatun, A. (2015). “Islamic Moderation” In Perspectives:
A Comparation Between Oriental And Occidental Scholarships.
International Jaournal Of Nusantara Islam, 03(02), 69–78. https://
doi.org/10.15575/ijni.v3i2.1414
Manshur, F. M. (2020). Promoting Religious Moderation Through Literary-
Based Learning: A Quasi-Experimental Study. International Journal
Of Advanced Science And Technology, 29(06), 5849–5855.
Moleong, J. L. (2017). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Priatmoko, S. (2021). Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis
Pesantren Di Madrasah. MIDA : Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 4(1),

Vol. 5 No. 2, July - December 2021


434 Dinar Bela Ayu Naj’ma, Syamsul Bakri

1–10. https://doi.org/10.52166/mida.v4i1.601
Sabic-El-Rayess, A. (2020). Epistemological Shifts In Knowledge And
Education In Islam: A New Perspective On The Emergence
Of Radicalization Amongst Muslims. International Journal Of
Educational Development, 73(December 2019), 102148. https://doi.
org/10.1016/j.ijedudev.2019.102148
Sudiapermana, E. (2009). Pendidikan Informal. Jurnal Pendidikan, 4(2),
1–7.
Sutrisno, E. (2019). Aktualisasi Moderasi Beragama Di Lembaga
Pendidikan. Jurnal Bimas Islam, 12(2), 323–348. https://doi.
org/10.37302/jbi.v12i2.113
Syaoki, M. (2017). Gerakan Islam Transnasional Dan Perubahan Peta
Dakwah Di Indonesia. Komunike, ix(2), 167–182.
Wibisono, S., Louis, W. R., & Jetten, J. (2019). A Multidimensional Analysis
Of Religious Extremism. Conceptual Analysis, 10, 1–12. https://doi.
org/10.3389/fpsyg.2019.02560

Vol. 5 No. 2, July - December 2021

You might also like