Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

TEKNOLOGI ASPAL KARET ALAM PADAT MENJAWAB

KEBUTUHAN ASPAL MODIFIKASI BERBAHAN KARET


ALAM PADAT ASLI INDONESIA

Willy Pravianto
Balai Bahan Jalan
Direktorat Jenderal Bina Marga
Kementerian PUPR
Jln. A.H. Nasution 264, Ujungberung, Bandung
willypravianto@pu.go.id

Abstract

The need for road pavement in Indonesia, which is easy, cheap and profitable, is flexible pavement with asphalt as
a binder between aggregates. However, there are frequently asphalt pavement damages which is plastic
deformation, rutting, and cracks. Answering to those damage problems, it is necessary converting the use of asphalt
with a better quality more than Type I Asphalt, by modifying asphalt with synthetic polymer materials, i.e.
plastomer or elastomer, or it called polymer modified asphalt. However, the synthetic polymer material is still an
imported product, so it cannot add to local products value, or nowadays it is often called Domestic Component
Level. One of the government's efforts to encourage the use of local products is to use polymer derived from
vulcanized natural rubber SIR20 to modify asphalt, also known as Solid Natural Rubber Asphalt or AKAP, which
is equivalent to performance grade (PG) criteria. The aims of this paper are comparing characteristics of Asphalt
Pen 60 (Type I Asphalt) with AKAP PG 70 and Polymer Asphalt PG 70, and the Domestic Component Level value
of AKAP PG 70 with Polymer Asphalt PG 70. From Dynamic Shear testing results using DSR tool, softening point
and viscosity, shows that there are PG value similarities between AKAP PG 70 and Asphalt Polymer PG 70, with
its similar softening point value, i.e. as big as 58.8 oC and 60.9 oC, and its similar viscosity values, i.e. as big as
1326.5 cSt and 1050 cSt. Meanwhile, the price of AKAP PG 70 and Polymer Asphalt PG 70 is almost the same,
which is Rp. 15,500-Rp. 17,000/kg (exclude VAT 11%), but the Domestic Component Level of AKAP PG 70 is
high, as big as 35.37% and it is profitable as a government’s effort encouraging the use of local products.

Keywords: Asphalt; AKAP PG 70; performance grade; road pavement; TKDN

Abstrak

Kebutuhan akan perkerasan jalan di Indonesia lebih condong kepada jenis pekerasan yang mudah, murah dan
menguntungkan, yaitu jenis perkerasan lentur dengan aspal sebagai bahan pengikat antar agregat. Namun sering
terdapat kerusakan pada perkerasan jalan beraspal ini yang berupa deformasi plastis, rutting atau alur, dan retak.
Menjawab permasalahan kerusakan tersebut, diperlukan konversi penggunaan aspal dengan kualitas yang lebih
dari aspal tipe I, yaitu memodifikasi aspal dengan bahan polimer sintetis, baik plastomer maupun elastomer, atau
yang sering disebut aspal modifikasi polimer. Namun, bahan polimer sintetis tersebut masih merupakan produk
impor, sehingga tidak dapat memberi nilai tambah bagi produk lokal dalam negeri, atau sekarang ini sering disebut
TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Salah satu upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan produk
lokal, yaitu memanfaatkan polimer yang berasal dari karet alam SIR20 yang sudah divulkanisasi untuk
memodifikasi aspal, atau disebut juga Aspal Karet Alam Padat (AKAP) yang setara kelas kinerja atau performance
grade (PG). Tujuan dari tulisan ini adalah membandingkan karakteristik Aspal Pen 60 (Aspal Tipe I) dengan AKAP
PG 70 dan Aspal Polimer PG 70, dan nilai TDKN AKAP PG 70 dengan Aspal Polimer PG 70. Dari hasil pengujian
Geser Dinamis, titik lembek dan viskositas, menunjukkan terdapat kesamaan nilai PG AKAP PG 70 dengan Aspal
Polimer PG 70 dengan nilai titik lembek yang hampir sama pula, yaitu 58,8 oC untuk AKAP PG 70 dan 60,9 oC
untuk Aspal Polimer PG 70, dan nilai viskositas yang hampir sama pula, yaitu sebesar 1326,5 cSt dan 1050 cSt.
Sedangkan untuk harga AKAP PG 70 dan Aspal Polimer PG 70 hampir sama, yaitu sebesar Rp. 15.500-Rp.
17.000/kg (belum termasuk ppn 11%), namun kandungan TKDN AKAP PG 70 lebih banyak, yaitu sebesar 35,37%
dan menguntungkan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam mendorong penggunaan produk lokal dalam negeri.

Kata-kata kunci: Aspal; AKAP PG 70; kelas kinerja; perkerasan jalan; TKDN

1
PENDAHULUAN
Dewasa ini jalan raya mempunyai peran penting dalam prasarana transportasi darat dan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah, sehingga suatu daerah akan mengalami pertumbuhan
penduduk seiring dengan pembangunan prasarana transportasi tersebut. Dengan alasan tersebut,
perencanaan konstruksi jalan yang kuat, ekonomis, lancar, aman, dan nyaman sangat
dibutuhkan. Terdapat 2 (dua) jenis perkerasan jalan yang digunakan di Indonesia, yaitu
perkerasan kaku dengan semen sebagai bahan utama dan perkerasan lentur dengan aspal sebagai
bahan utama.
Kebutuhan akan perkerasan jalan di Indonesia lebih condong kepada jenis pekerasan yang
mudah, murah dan menguntungkan, yaitu jenis perkerasan lentur dengan aspal sebagai bahan
utama dan bahan pengikat antar agregat. Namun perkerasan jalan beraspal ini banyak terdapat
complain di masyarakat, yaitu kerusakan jalan yang disebabkan karena penggunaan aspal yang
kurang tepat diaplikasikan, seperti deformasi plastis, rutting atau alur, dan retak lelah yang
disebabkan oleh penuaan aspal yang digunakan.
Untuk menjawab permasalahan kerusakan perkerasan jalan beraspal ini, diperlukan konversi
atau perubahan penggunaan aspal dengan kualitas yang lebih dari aspal tipe I, salah satunya
adalah penggunaan aspal yang dimodifikasi dengan polimer, atau yang sering disebut aspal
polimer. Bahan polimer yang digunakan dapat berupa plastomer maupun elastomer. Contoh
plastomer yang digunakan antara lain polypropylene dan polyethylene, sedangkan bahan
elastomer yang digunakan adalah Styrene Butadiene Styrene atau disingkat SBS (SNI
6749:2008). Bahan-bahan tambah yang digunakan tersebut masih merupakan bahan impor,
sehingga tidak dapat memberi nilai tambah bagi produk lokal dalam negeri. Hal ini didukung
oleh beberapa peraturan pemerintah yang mengatur mengenai TKDN dan larangan impor, antara
lain adalah Peraturan Pemerintah No 29 tahun 2018 mengatur mengenai nilai TKDN minimal
25% dan nilai BMP maksimal 15% , Instruksi Presiden No 2 tahun 2021 mengatur mengenai
percepatan peningkatan pengunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro, usaha kecil
dan koperasi sehingga dapat mengurangi impor paling lambat tahun 2023 sampai 5%, dan
Peraturan Menteri PUPR No 280 tahun 2022 tentang melakukan pendampingan dan
rekomendasi penggunaan produk dalam negeri dan/atau produk yang diproduksi di dalam negeri
dalam kegiatan ke PUPR an.
Salah satu upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan produk lokal, yaitu memanfaatkan
polimer yang berasal dari karet alam sebagai pengganti polimer sintesis sebagai bahan tambah
aspal. Terdapat 2 jenis karet alam yang dapat digunakan untuk memodifikasi aspal, yaitu lateks
cair pekat dan karat alam padat SIR 20 yang harus melalui proses pravulkanisasi terlebih dahulu,

2
dan sampai saat ini, lateks cair pekat yang banyak digunakan dibandingkan dengan karet alam
padat SIR 20. Namun penggunaan lateks cair pekat ini menjadikan harga aspal modifikasi
menjadi mahal dan proses handling lateks cair pekat yang sulit untuk dilakukan oleh para petani
karet di lapangan. Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR dari tahun
2019 sampai 2021 melaksanakan pengadaan pembelian karet alam padat SIR 20 sebesar 53.000
ton yang rencananya digunakan sebagai bahan pemodifikasi aspal, namun sampai tahun 2022
hanya beberapa ton SIR 20 yang sudah diolah menjadi aspal karet alam padat.
Untuk mendukung kebijakan pemerintah tersebut di atas, di dalam tulisan ini penulis mencoba
untuk memaparkan hasil pengujian karakteritsik aspal karet alam padat dari hasil penambahan
karet alam padat SIR 20 yang sudah melalui proses vulkanisasi atau disebut juga vulkanisat SIR
20 ke dalam aspal, sehingga memperoleh aspal karet alam padat yang sesuai dengan persyaratan
yang berlaku, yaitu aspal karet yang setara dengan persyaratan Perfomance Grade (PG) atau
kelas kinerja yang terdapat pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 rev.2 dan Spesifikasi
Khusus 2.M.04 tentang Aspal Karet Alam Padat. Selain itu, di dalam tulisan ini disampaikan
juga hasil pengujian karakteristik Aspal Tipe I dan Aspal Tipe II (menggunakan polimer sintetis)
yang digunakan sebagai pembanding hasil pengujian Aspal Karet Alam Padat tersebut. Selain
itu, di dalam tulisan ini juga dibahas sedikit mengenai perbandingan nilai TKDN (Tingkat
Komponen Dalam Negeri) antara Aspal Karet Alam Padat PG 70 dengan Aspal Polimer PG 70,
sehingga dari perbandingan tersebut Aspal Karet ALam Padat PG 70 dapat dijadikan pengganti
Aspal Polimer PG 70 dan mendukung kebijakan pemerintah mengenai nilai TKDN di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Suroso (2007) menyampaikan bahwa pencampuran kedua bahan ini, karet alam dan
aspal dapat meningkatkan kinerja aspal antara lain mengurangi deformasi pada perkerasan,
meningkatkan ketahanan terhadap retak dan meningkatkan kelekatan aspal terhadap agregat.
Sedangkan menurut Tuntiworawit (2005) mengatakan bahwa karet alam sebagai polimer alam
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan aditif aspal pengganti polimer sintetis impor. Proses
pencampuran dilakukan pada temperatur 140 – 150 OC dengan kecepatan pengadukan yaitu
5000 rpm selama kurang lebih 20-30 menit. Menurut Suroso (2007), konsentrasi lateks pekat
dan karet sintetis yang digunakan antara 3 – 5 % terhadap berat aspal. Pada tahun 2016, Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan, Balitbang Kementerian PUPR melakukan uji gelar di ruas Ciawi –
Benda dengan menggunakan karet lateks pravulkanisasi sebesar 7% terhadap berat aspal.
Dengan berpedoman pada hasil kajian tahun-tahun sebelumnya, kadar karet alam yang
ditambahkan kurang lebih 7% terhadap berat aspal, sehingga dengan hasil yang sudah

3
didapatkan ini, kadar karet alam padat SIR 20 yang di tambahkan sebanyak kurang lebih 7%
terhadap berat aspal. Namun, didalam perjalanannya, aspal karet yang menggunakan karet alam
padat SIR 20 ini, masih banyak kendala pada proses atau metode pencampuran karet alam padat
SIR 20 ke dalam aspal, sehingga membutuhkan waktu pencampuran yang sangat lama dan
membutuhkan temperatur pencampuran yang lebih tinggi. Pencampuran yang lama dan
temperature yang lebih tinggi menyebabkan pemborosan energi dan memperbanyak penguapan
bagian dari aspal yang dapat menyebabkan kehilangan bahan yang cukup banyak. Salah satu
cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan cara depolimerisasi karet alam
padat SIR 20 yang digunakan (Prastanto, 2015). Prastanto (2015) juga menyimpulkan bahwa
aspal yang dimodifikasi dengan penambahan aditif karet alam terdepolimerisasi memiliki waktu
pencampuran yang lebih cepat daripada aditif karet alam biasa, dan menghasilkan nilai stabilitas
dan stabilitas sisa setelah perendaman 24 jam (retain stability), masing-masing sebesar 1135,46
kg dan 91,78%.
Depolimerisasi adalah kebalikan dari polimerisasi, yaitu proses pemutusan rantai molekul
polimer menjadi polimer dengan rantai molekul yang lebih pendek. Dalam proses pembuatan
kompon karet dikenal istilah mastikasi, yaitu proses penggilingan karet alam dalam open mill
dengan menambahkan sulfur (vulkanisasi sulfur) yang tujuannya juga untuk memutuskan rantai
molekul karet alam agar menjadi lebih lunak (Gambar 1).

Sumber: Fathurrohman, M.I (2022)


Gambar 1. Skema Proses Vulkanisasi Karet Alam
Surdia (2000) menyebutkan bahwa depolimerasi tersebut di tandai dengan adanya putusnya
ikatan rantai utama sehingga menyebabkan pemendekan Panjang rantai dan penurunan bobot
molekul. Menurut Staudinger dalam Bateman (1963), mastikasi dapat menurunkan berat
molekul karet hingga sepersepuluh dari berat molekul karet semula sekitar 106. Penurunan berat
molekul ini secara bersamaan disertai dengan penurunan viskositas karet, dan dengan penurunan
viskositas ini diharapkan karet alam menjadi lebih mudah dicampurkan dengan aspal. Selain itu,
dengan metode depolimerisasi tersebut, menjadikan karet alam padat SIR 20 tersebut menjadi
lebih elastis dan tidak mudah terdegradasi.

4
Sumber: Hasan, N.A, dkk (2014)
Gambar 2. Skema Proses Swelling Karet pada Interaksi Aspal dengan Karet Alam
Menurut Hasan, N.A. dkk (2014), mengatakan bahwa sementara pemanfaatan karet remah
dalam campuran aspal telah berkembang secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, ada
aspek yang terus dipelajari untuk lebih menjelaskan pengaruh karet pada sifat campuran aspal.
Salah satu aspek tersebut berkaitan dengan interaksi antara karet dan bitumen, yang dianggap
penting untuk lebih memahami konsep modifikasi karet baik dalam metode proses basah
maupun kering. Istilah 'interaksi' yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada difusi
fraksi aspal yang lebih ringan (minyak aromatik dalam malten) ke dalam karet yang
menyebabkan pembengkakan partikel karet (Gambar 2). Hasan, N.A. dkk (2014), juga
menyebutkan bahwa semakin tinggi intensitas interaksi karet dengan aspal, akan semakin
meningkatkan properties aspal atau memperbaiki sifat aspal. Hal ini disebabkan karena fraksi
maltene yang terkandung di dalam aspal akan terdifusi ke dalam partikel karet sehingga dapat
menyebabkan karet tersebut mengembang atau membesar sampai terjadi keseimbangan molekul
karet dan aspal. Ketika karet bersentuhan dengan bitumen, umumnya menyerap fraksi maltenes
(yang memiliki berat molekul rendah) dan meninggalkan residu bitumen yang mengandung
sebagian besar asphaltenes (berat molekul tinggi) yang meningkatkan viskositasnya (C.
Thodesen dkk, 2009). Fraksi maltenes berdifusi ke dalam partikel karet, meningkatkan dimensi
jaringan karet sampai pengembangan keseimbangan tercapai. Faktor-faktor seperti suhu dan
waktu kontak karet-aspal, komposisi kimia aspal, jenis dan ukuran karet semuanya dapat
mempengaruhi laju pengembangan karet (D. Dong dkk, 2012). Dengan panas dan waktu yang
cukup, tingkat interaksi yang lebih tinggi antara aspal dan karet dapat ditingkatkan untuk
menyebabkan depolimerisasi partikel karet (F. Xiao dkk, 2006). Selanjutnya menurut Chui-Te
(2008), semakin rendah berat molekul fraksi maltenes, semakin mudah berdifusi ke dalam karet.
Spesifikasi aspal karet yang digunakan adalah menggunakan Spesifikasi Khusus Interim SKh-
02.M.04 Aspal Karet Alam Padat yang dikeluarkan pada tahun 2022 (Tabel 1), yang merupakan
revisi dari Spesifikasi Khusus Interim SKh-01.M.04 yang dikeluarkan tahun 2021.

5
Tabel 1. Karakteristik Aspal Karet Alam Padat
Tipe II Aspal Modifikasi
No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian AKAP
PG 70 PG 76
Original Binder
1 Penetrasi pada 25⁰C (0,1 mm) SNI 2456:2011 Dilaporkan 1)
Temperatur yang menghasilkan Geser Dinamis
2 SNI 06-6442-2000 70 76
(G*/sinδ) pada osilasi 10 rad/detik ≥ 1,0 kPa, (°C)
Viskositas pada 135 oC dengan alat:
• Rotational viscometer (Pa.s), SNI 06-6441-2000 ≤ 3,0
3
atau Atau
• Saybolt furol viscometer (cSt) SNI 7729:2011 ≤ 3.000
4 Titik Lembek (⁰C) SNI 2434:2011 Dilaporkan 2)
5 Titik Nyala (⁰C) SNI 2433:2011 > 230
6 Kelarutan dalam Trichloroethylene (%) SNI 2438:2015 > 99
7 Berat Jenis SNI 2441:2011 Dilaporkan
8 Stabilitas Penyimpanan: Perbedaan Titik Lembek ASTM D 7173-20 dan
< 2,2
(⁰C) SNI 2434:2011
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT(SNI-03-6835-2002) :
9 Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 <1
10 Temperatur yang menghasilkan Geser Dinamis
SNI 06-6442-2000 70 76
(G*/sinδ) pada osilasi 10 rad/detik ≥ 2,2 kPa, (°C)
Residu aspal segar setelah PAV (SNI ASTM D 6521:2012) pada temperatur 100⁰C dan tekanan 2,1
MPa
12 Temperatur yang menghasilkan Geser Dinamis
(G*sinδ) pada osilasi 10 rad/detik ≤ 5000 kPa, SNI 06-6442-2000 31 34
(°C) 3)
1)
Diperlukan untuk pengendalian mutu di lapangan dengan ketentuan nilai penetrasi hasil uji di lapangan tidak
boleh berbeda lebih dari 5 (0,1 mm) dari hasil uji yang dilaporkan.
2)
Diperlukan untuk pengendalian mutu di lapangan dengan ketentuan titik lembek diterima kalau paling sedikit
memiliki nilai -1 dari nilai titik lembek yang dilaporkan.
3)
Bila geser dinamis fatigue factor (G*sinδ) lebih kecil dari 5.000 kPa, maka δ tidak harus memenuhi ketentuan.
Bila geser dinamis fatigue factor (G*sinδ) 5.000 kPa sampai dengan 6.000 kPa, maka δ harus memenuhi
ketentuan.
Sumber: Spesifikasi Khusus Interim SKh-02.M.04 Aspal Karet Alam Padat

Sedangkan guna menjawab dan mendukung kebijakan pemerintah dalam penggunaan produk
lokal dalam negeri Indonesia ini, perhitungan nilai TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri)
yang dijadikan sebagai dasar mengacu kepada Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/M-
IND/PER/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam
Negeri. Nilai TKDN ini dapat berupa TKDN Barang dan TKDN Jasa. Perhitungan nilai TKDN
untuk Aspal Karet Alam Padat ini, mengacu kepada perhitungan nilai TKDN Barang, dihitung
berdasarkan perbandingan antara harga barang jadi dikurangi harga komponen luar negeri
terhadap harga barang jadi. Nilai TKDN barang dinyatakan 100% jika terdapat 3 hal, apabila:
1. Barang tingkat dua diproduksi di dalam negeri;
2. Biaya barang tingkat dua di bawah 3% (tiga persen) dari biaya produksi barang tingkat satu;
3. Akumulasi biaya selurut barang tingkat dua sebagaimana dimaksud maksimal 10% (sepuluh
persen) dari total biaya barang tingkat satu.
Sumber: PerMen Perindustrian No. 16/M-IND/PER/2011

6
PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Bahan Aspal (Aspal Pen 60, AKAP PG 70 dan Aspal Polimer PG 70)
Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa hasil pengujian Geser Dinamis Aspal Karet Alam Padat
(AKAP) PG 70 dengan menggunakan alat DSR (Dynamic Shear Rheometer) bernilai sama
dengan aspal polimer PG 70, yaitu PG 70, namun kesamaan hasil PG tersebut ditunjukkan pada
hasil pengujian Geser Dinamis dengan sampel uji yang diperoleh setelah RTFOT. Sedangkan
untuk hasil pengujian AKAP PG 70 tersebut, menunjukkan adanya penurunan satu grade nilai
PG, yaitu pada pengujian original binder AKAP menghasilkan PG 76, sedangkan sampel uji
RTFOT AKAP PG 70 menghasilkan PG 70. Hal tersebut disebabkan oleh adanya proses
degradasi yang dialami oleh karet alam yang terkandung di dalam AKAP PG 70. Kandungan
karet alam SIR 20 yang terdapat di dalam AKAP PG 70 tersebut menurut infomasi dari produsen
AKAP PG 70, adalah sebanyak 5% dari berat Aspal Tipe I yang digunakan, dan karet alam SIR
20 tersebut sudah mengalami vulkanisasi terlebih dahulu, sehingga proses degradasi yang terjadi
tersebut tidak akan banyak menurunkan nilai PG yang dihasilkan.
Hasil pengujian titik lembek dan pengujian viskositas menggunakan alat Brookfield Rotational
Viscometer pada Tabel 2, menunjukkan hasil karakteristik yang wajar, karena dengan adanya
penambahan bahan tambah ke dalam Aspal Tipe I tersebut, dapat memodifikasi Aspal Tipe I
menjadi lebih baik karakteristiknya, seperti nilai titik lembek dan nilai viskositas yang
meningkat. Nilai titik lembek pada AKAP PG 70 dengan Aspal Polimer PG 70 menunjukkan
hasil yang hampir sama, masing-masing sebesar 58,9 oC dan 60,9 oC, jika dibandingkan dengan
Aspal Pen 60 (Aspal Tipe I) yang bernilai 52 oC. Sedangkan untuk nilai viskositas AKAP PG
70 dan Aspal Polimer PG 70 menunjukkan adanya peningkatan nilai viskositas yang dihasilkan,
yaitu masing-masing sebesar 1326,5 cSt dan 1050 cSt, jika dibandingkan dengan nilai viskositas
Aspal Pen 60 (Aspal Tipe I) yang sebesar 358,6 cSt.
Dari hasil pengujian titik lembek dan viskositas AKAP PG 70 dan Aspal Polimer PG 70 pada
Tabel 2, perlu diperhatikan pengaruh dari penambahan nilai titik lembek dan viskositas tersebut,
karena dapat mempengaruhi workability atau kemudahan pelaksanaan campuran beraspal panas
di lapangan, baik pada proses pembuatan campuran beraspal panas di Asphalt Mixing Plant
maupun pada proses penghamparan dan pemadatan di lapangan. Semakin tinggi nilai viskositas
aspal yang dihasilkan, semakin dibutuhkan temperatur pencampuran dan pemadatan yang tinggi
pada proses pekerjaan di lapangan, sehingga diperlukan bahan tambah untuk menurunkan
temperatur pencampuran dan pemadatan dengan menggunakan bahan tambah warm mix seperti
wax atau bahan tambah yang lainnya.

7
Tabel 2. Hasil Pengujian Karakteristik Aspal
Tipe II
Tipe I Aspal
Aspal
Aspal AKAP Modifikasi
No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian Polimer
Pen 60 PG 70 AKAP
PG 70 Pen
PG PG
60-70
70 76
Original Binder
60-70 Dilaporkan
1 Penetrasi pada 25⁰C (0,1 mm) SNI 2456:2011 64 25 53 1)

Temperatur yang
menghasilkan Geser Dinamis
2 SNI 06-6442-2000 64 76 70 - 70 76
(G*/sinδ) pada osilasi 10
rad/detik ≥ 1,0 kPa, (°C)
Viskositas pada 135 oC
dengan alat:
• Rotational viscometer
SNI 06-6441-2000
3 (Pa.s), 358,6 1326,5 1050 ≥ 300 ≤ 3,0
Atau
atau
SNI 7729:2011
• Saybolt furol viscometer ≤ 3.000
(cSt)
4 Dilaporkan
Titik Lembek (⁰C) SNI 2434:2011 52 58,9 60,9 ≥ 48 2)

5 Daktilitas pada 25 C, (cm) SNI 2432:2011 150 - - ≥ 100 -


6 Titik Nyala (⁰C) SNI 2433:2011 332 312 303 ≥ 232 > 230
7 Kelarutan dalam SNI 2438:2015
99,1 99,5 99,5 ≥ 99 > 99
Trichloroethylene (%)
8 Berat Jenis SNI 2441:2011 1,042 1,046 1,034 ≥ 1,0 Dilaporkan
9 ASTM D 7173-20
Stabilitas Penyimpanan:
dan - 0,2 0,2 - < 2,2
Perbedaan Titik Lembek (⁰C)
SNI 2434:2011
10 Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 0,05 - - <2 -
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT(SNI-03-6835-2002) :
11 Perubahan Berat (%) SNI 06-2441-1991 0,05 -0,018 -0,008 ≤ 0,8 <1
12 Temperatur yang
menghasilkan Geser Dinamis
SNI 06-6442-2000 64 70 70 - 70 76
(G*/sinδ) pada osilasi 10
rad/detik ≥ 2,2 kPa, (°C)
Residu aspal segar setelah PAV (SNI ASTM D 6521:2012) pada 8romatic8re 100⁰C dan tekanan 2,1
Mpa
13 Temperatur yang
menghasilkan Geser Dinamis
SNI 06-6442-2000 25 22 25 - 31 34
(G*sinδ) pada osilasi 10
rad/detik ≤ 5000 kPa, (°C) 3)
1)
Diperlukan untuk pengendalian mutu di lapangan dengan ketentuan nilai penetrasi hasil uji di lapangan tidak
boleh berbeda lebih dari 5 (0,1 mm) dari hasil uji yang dilaporkan.
2)
Diperlukan untuk pengendalian mutu di lapangan dengan ketentuan titik lembek diterima kalau paling sedikit
memiliki nilai -1 dari nilai titik lembek yang dilaporkan.
3)
Bila geser dinamis fatigue factor (G*sinδ) lebih kecil dari 5.000 kPa, maka δ tidak harus memenuhi ketentuan.
Bila geser dinamis fatigue factor (G*sinδ) 5.000 kPa sampai dengan 6.000 kPa, maka δ harus memenuhi
ketentuan.
Sumber: Laboratorium Balai Bahan Jalan dan BBPJN Jawa Tengah-DIY (2022)
Selain pada hasil pengujian DSR, titik lembek dan viskositas tersebut, nilai penetrasi AKAP PG
70 yang dihasilkan menunjukkan nilai yang lebih rendah dari nilai penetrasi Aspal Polimer PG
70, yaitu nilai penetrasi AKAP PG 70 adalah sebesar 25 dmm dan nilai penetrasi Aspal Polimer
PG 70 adalah sebesar 53 dmm (Tabel 2). Rendahnya nilai penetrasi ini dapat disebabkan oleh

8
beberapa sebab, baik dari kualitas vulkanisat yang dihasilkan, kuantitas vulkanisat maupun
ukuran vulkanisat yang digunakan. Menurut informasi dari Unit Riset Bogor Getas-Pusat
Penelitian Karet, terdapat beberapa cara untuk meninggikan nilai penetrasi pada AKAP PG 70,
salah satunya adalah menurunkan crosslink, yaitu dengan mengurangi penggunaan bahan
tambah pembuatan SIR 20 menjadi kompon karet, seperti jumlah sulfur yang digunakan pada
saat proses vulkanisasi SIR 20 menjadi kompon karet, sehingga akan menghasilkan kompon
karet yang lebih lunak dan dengan kompon karet yang lebih lunak diharapkan akan terbentuk
aspal karet yang masih lunak tetapi mempunyai nilai kekerasan aspal (nilai penetrasi) yang
hampir sama dengan aspal polimer PG 70.
Proses Produksi AKAP dan Nilai TKDN AKAP PG 70
Merujuk kepada Spesifikasi Khusus Interim 2.M.04, proses produksi AKAP dilaksanakan
dengan mencampurkan antara vulkanisat dengan menggunakan Aspal Tipe I di Unit atau
Terminal Aspal Curah (TAC). Vulkanisat yang digunakan adalah hasil vulkanisasi SIR 20
menjadi kompon karet dan selanjutnya dilaksankaan proses pemanasan kompon karet dengan
temperature 150 oC menjadi vulkanisat dan dilakukan pengujian hardness, tensile strength dan
elongation at break. Selanjutnya vulkanisat dicacah menggunakan cracker mill sehingga
diperoleh vulkanisat dengan ukuran maksimal lolos saringan no. 8 (2,38 mm).
Pada proses produksi AKAP di TAC tersebut, vulkanisat dimasukkan ke homogenizer dan
colloid mill yang selanjutkan di proses di dalam tangki aspal (storage tank) selama kurang lebih
2 jam dengan temperatur 150 – 160 oC dan 6000 rpm untuk menghasilkan AKAP yang
memenuhi persyaratan (Gambar 3).

Sumber: Pravianto, W (2022)


Gambar 3. Proses Produksi AKAP

9
Kualitas vulkanisat yang digunakan pada AKAP PG 70 tersebut, sangat diperngaruhi terhadap
persentase bahan tambah yang digunakan di dalam proses pravulkanisasi SIR 20 yang
menghasilkan kompon karet. Di dalam Spesifikasi Khusus Interim SKh 2.M.04, terdapat
guideline atau panduan persentase penggunaan bahan tambah di dalam proses pravulkanisasi
SIR 20 menjadi kompon karet tersebut (Tabel 3).

Tabel 3. Persentase Bahan Tambah Karet Alam Menjadi Kompon Karet


Fungsi Persentase terhadap
No Jenis Material
Material polimer utama (%)
Polimer
1 SIR 20 100
utama
2 Vulkanisator Sulfur, sulfur donor, peroksida 1–5
- ZnO 3–6
3 Aktivator
- Asam Stearat 1–2
Guanidin/Thiazol/Sulfenamida/Thiuram/Dithiokarbamat atau
4 Akselerator 0.5 – 3
campuran dari dua macam akselerator
Softener/
5 Minyak mineral, resin, faktis, aromatic oil 0–4
plasticizer
- Antioksidan phenolic (BHT) dan 10romatic amina (TMQ) 1–2
Anti
6 - Antiozonan Aromatik amina (6PPD dan IPPD) Antiozonan 1–2
degradant
petroleum wax
7 Filler Tidak diperbolehkan
Sumber: Spesifikasi Khusus Interim SKh M.04 Aspal Karet Alam Padat (2022)
Sedangkan jika dilihat dari segi harga antara Aspal Polimer PG 70 dengan AKAP PG 70,
menunjukkan harga yang kurang lebih sama, yaitu untuk harga Aspal Polimer PG 70 polimer
berdasarkan produsen Aspal Polimer PG 70 yaitu sebesar antara Rp. 15.500 sampai Rp. 17.000
per kg (exclude ppn 11%), sedangkan harga AKAP PG 70 dari PT. Bintang Djaja adalah Rp.
15.500 (exclude ppn 11%).
Contoh perhitungan nilai TKDN AKAP PG 70 berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia No. 16/M-IND/PER/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan
Tingkat Komponen Dalam Negeri, adalah sebagai berikut:
Contoh terhadap 100 kg AKAP PG 70
A. Harga Aspal Pen 60: Rp 13.000/kg x 93 kg =Rp 1.209.000 (belum termasuk ongkos kirim
dan biaya produksi). Jika sudah termasuk ongkos kirim dan biaya produksi diasumsikan
harga Aspal Pen 60 adalah sebesar Rp 1.600.000
B. Harga serbuk vulkanisat: 38.675/kg x 7 kg = Rp 270.725 (sudah termasuk ongkos kirim)
C. Harga AKAP PG 70 = A+B = Rp 1.600.000 + Rp 270.725 = Rp 1.870.725
D. Komponen impor adalah asumsi hanya Aspal Pen 60, sedangkan untuk vulkanisat yang
digunakan dianggap semuanya diproses dengan menggunakan bahan baku dalam negeri.
E. TKDN = (1.870.725 - 1.209.000) / 1.870.725 = 35,37%.
Dari hasil simulasi perhitungan nilai TKDN yang dihasilkan, AKAP PG 70 memiliki nilai

10
TKDN sebesar kurang lebih 35,37 %, sedangkan untuk Aspal Polimer PG 70 memiliki nilai
TKDN sebesar 0 %, karena asumsi semua bahan yang digunakan adalah bahan impor baik aspal
Tipe I (Aspal Pen 60 Impor) maupun polimer yang digunakan. Jika dilihat dari nilai TKDN
AKAP PG 70 tersebut, masih memenuhi persyaratan nilai TKDN yang ditentukan di dalam
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 16/M-IND/PER/2011, yaitu nilai
TKDN minimal 25%. Simulasi perhitungan nilai TKDN tersebut akan lebih besar jika peralatan-
peralatan di dalam menghasilkan vulkanisat berasal dari dalam negeri, karena sejauh ini
peralatan yang digunakan di dalam proses produksi vulkanisat sebagian besar buatan luar negeri.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian Geser Dinamis menggunakan alat DSR (Dynamic Shear
Rheometer), Aspal Karet Alam Padat (AKAP) PG 70 setelah pengujian RTFOT memperoleh
nilai PG yang sama dengan aspal polimer PG 70 setelah pengujian RTFOT, yaitu PG 70,
walaupun PG original binder AKAP menghasilkan PG 76. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
proses degradasi yang dialami oleh karet alam yang terkandung di dalam AKAP PG 70.
Hasil pengujian titik lembek AKAP PG 70 dengan Aspal Polimer PG 70 menunjukkan hasil
yang hampir sama, masing-masing sebesar 58,9 oC dan 60,9 oC, jika dibandingkan dengan Aspal
Pen 60 (Aspal Tipe I) yang bernilai 52 oC. Sedangkan untuk nilai viskositas AKAP PG 70 dan
Aspal Polimer PG 70 menunjukkan adanya peningkatan nilai viskositas yang dihasilkan, yaitu
masing-masing sebesar 1326,5 cSt dan 1050 cSt, jika dibandingkan dengan nilai viskositas
Aspal Pen 60 (Aspal Tipe I) yang sebesar 358,6 cSt.
Selain itu, nilai penetrasi AKAP PG 70 yang dihasilkan menunjukkan nilai yang lebih rendah
dari nilai penetrasi Aspal Polimer PG 70, yaitu nilai penetrasi AKAP PG 70 adalah sebesar 25
dmm dan nilai penetrasi Aspal Polimer PG 70 adalah sebesar 53 dmm.
Sedangkan dari hasil simulasi perhitungan nilai TKDN, AKAP PG 70 memiliki nilai TKDN
sebesar kurang lebih 35,37 %, sedangkan untuk Aspal Polimer PG 70 memiliki nilai TKDN
sebesar 0 %, karena asumsi semua bahan yang digunakan adalah bahan impor baik aspal Tipe I
(Aspal Pen 60 Impor) maupun polimer yang digunakan. Jika dilihat dari nilai TKDN AKAP PG
70 tersebut, masih memenuhi persyaratan nilai TKDN yang ditentukan di dalam Peraturan
Menteri Perindustrian No. 16/M-IND/PER/2011, yaitu nilai TKDN minimal 25%.

DAFTAR PUSTAKA
Bateman, L. 1963. The Chemistry and Physics of Rubber-Like Substances, Studies of The
Natural Rubber Producer's Research Association. Mac Laren & Sons Ltd, London

11
C. Thodesen, K. Shatanawi, S. Amirkhanian. 2009. Effect of Crumb Rubber Characteristics on
Crumb Rubber Modified (CRM) Binder Viscosity. Constr. Build. Mater. 23: 295
C. Chui-Te. 2008. Use of Ground Tire Rubber in Asphalt Pavements: Field Trial and Evaluation
in Taiwan. J. Conserv. Recy. 52: 522
D. Dong, X. Huang, X. Li, L. Zhang. 2012. Swelling Process of Rubber in Asphalt and Its Effect
on the Structure and Properties of Rubber and Asphalt. Constr. Build Mater. 29: 316
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2020. Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2022. Spesifikasi Khusus Interim Skh-2.M.04 Aspal Karet Alam
Padat. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta
F. Xiao, B. J. Putman, S. N. Amirkhanian. 2006. Laboratory Investigation of Dimensional
Changes of Crumb Rubber Reacting with Asphalt Binder. Asphalt-Rubber Conference.
Palm Springs, California, USA
Fathurrohman, M.I. 2022. Perkembangan Teknologi Karet Untuk Aditif Aspal. Sosialisasi
Spesifikasi Khusus Interim SKh 2.M.04. Palembang
Hasan, N.A, Jaya, P.R, Airey, G.D, Mashros, N. 2014. A Review of Crumb Rubber Modification
in Dry Mixed Rubberised Asphalt Mixtures. Jurnal Teknologi UTM Malaysia. Malaysia
Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/M-
IND/PER/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen
Dalam Negeri. Kementerian Perindustrian. Jakarta
Prastanto, H. 2014. Depolimerisasi Karet Alam Secara Mekanis untuk Bahan Aditif
Aspal. Jurnal Penelitian Karet 32 (1) : 81-87
Prastanto, H., Cifriadi, A., Ramadhan, A. 2015. Karakteristik Dan Hasil Uji Marshall Aspal
Termodifikasi Dengan Karet Alam Terdepolimerisasi Sebagai Aditif. Jurnal
Penelitian Karet, 2015, 33 (1) : 75 – 82
Pravianto, W. 2022. Spesifikasi Khusus Interim 2.M.04 Aspal Karet Alam Padat. Sosialisasi
Spesifikasi Khusus Interim SKh 2.M.04. Palembang
Suroso, T. W, 2007, Peningkatan Kinerja Campuran Beraspal dengan Karet Alam dan Karet
Sintetis, Jurnal Jalan- Jembatan, Puslitbang Jalan dan Jembatan 24 (1) : 14-25
Tuntiworawit. N., C. Phromsorm, and D. Lavansiri. 2005. The Modification of Asphalt with
Natural Rubber Latex, Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation
Studies. 5 : 679 – 694

12

You might also like