Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 40

LIBRARY MANAGER

DATE SIGNATURE

BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN April 2023
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Aspek Medikolegal Kasus Abortus Provokatus Kriminalis

Oleh:
Evelyn Joslin C014212077
Sholeha Khuldy C014212155
Nirwana Safitri Faras C014212121
Zakiyyah Hadrawi C014212178

Residen Pembimbing
dr. Suardi AL

Supervisor Pembimbing
dr. Muh. Husni Cangara, PhD,Sp.PA,DFM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Evelyn Joslin C014212077


Sholeha Khuldy C014212155
Nirwana Safitri C014212121
Zakiyyah Hadrawi C014212178
telah menyelesaikan tugas referat dengan judul “Aspek Medikolegal Kasus Abortus
Provokatus Kriminalis” yang dibawakan dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Forensik Dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, April 2023

Mengetahui,

Residen Pembimbing Pembimbing Utama

dr.Suardi AL dr. Muh.Husni Cangara, PhD,Sp.PA,DFM

1
PERSPEKTIF SNPPDI 2019

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN i
PERSPEKTIF SNPPDI 2019............................................................................. ...ii
DAFTAR ISI iii
KERANGKA TEORI iv
KERANGKA KONSEP v
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Definisi Abortus Kriminalis 4
2.2. Epidemiologi 4
2.3. Klasifikasi Abortus 5
2.4. Metode Pelaksanaan Abortus 6
2.5. Pemeriksaan Korban Abortus 7
2.6. Obat-Obatan Dalam Abortus 15
2.7. Komplikasi Abortus 16
2.8. Aspek Medikolegal Abortus 18
BAB III KESIMPULAN 27
DAFTAR PUSTAKA 29

3
KERANGKA TEORI

KERANGKA KONSEP

4
KERANGKA KONSEP

5
BAB I

PENDAHULUAN

Setiap dokter ahli kandungan yang menangani perempuan hamil seringkali


menghadapi keadaan dimana kehamilan seorang perempuan ternyata telah
menyebabkan atau diperkirakan akan menyebabkan ancaman kehidupan
perempuan tersebut. Dalam hal keadaan ini maka merupakan kewajiban dokter ahli
kandungan untuk mempertahankan kesehatan atau keselamatan perempuan tersebut
dengan terpaksa mengorbankan janin atau dengan kata lain melakukan abortus
provokatus terapeutikus atau medisinalis. 1
Kejahatan kerap terjadi dimanapun kita berada, baik dilakukan di
lingkungan masyarakat atau dalam keadaan sendiri. Hal ini membuat kita harus
waspada. Tetapi bagaimana jika terdapat sesosok mayat yang tidak jelas
kematiannya dan tidak terdapat saksi ataupun adanya janin yang dibuang tanpa tau
siapa yang membuang janin tersebut. Sehingga hal tersebut membuat kita
memerlukan sebuah bukti untuk mengungkap kematian tersebut atau dalam
mengungkap kasus perkara pidana aborsi tersebut. Di dalam kedokteran forensik,
kita dapat mengetahui sebab dan akibat kematian seseorang termasuk pada bayi
aborsi.2
Pengguguran kandungan atau aborsi adalah suatu tindakan yang sebenarnya
lazim terjadi di dunia medis, proses tersebut biasa terjadi secara spontan yang
disebut abortus spontan dan bisa juga terjadi akibat tindakan provokasi atau
tindakan yang disengaja dari luar yang disebut abortus provokatus. Abortus
merupakan masalah kontroversi di masyarakat dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberikan dampak pada morbiditas dan mortalitas ibu. 3
Aborsi dapat dilakukan atas dasar suatu indikasi medis yang disebut Abortus
provokatus terapeutikus atau medisinalis dan juga dapat dilakukan tanpa indikasi
medis yang disebut abortus provokatus kriminalis.1
Di dalam masyarakat Indonesia kejadian abortus provokatus sebenarnya
sangat banyak akan tetapi sangat disayangkan karena tidak adanya data yang akurat
mengenai jumlah kasus aborsi, hal ini terjadi karena kasus yang dilaporkan hanya
sedikit dari kasus yang sesungguhnya terjadi dalam masyarakat itu sendiri dan
hanya sebagian kecil dari kasus tersebut yang di sidangkan di pengadilan. Pada

1
prinsipnya, hukum pidana di Indonesia melarang tindak pidana abortus provokatus
kriminalis. Abortus provokatus kriminalis ini dalam hukum positif di negara
Indonesia diatur dalam Bab XIX Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang
mengatur tentang kejahatan terhadap nyawa orang. Pasal 346 KUHP mengatur
pemberian sanksi pidana terhadap perempuan yang dengan sengaja melakukan atau
menyuruh orang melakukan perbuatan menggugurkan atau mematikan buah
kandungan seorang perempuan.1
Kedokteran forensik adalah suatu pemeriksaan terhadap mayat atau orang
hidup dengan menggunakan ilmu medis untuk membantu proses kepentingan
penegakkan hukum dan keadilan. Pelayanannya berupa: penyelidikan medis
terhadap orang sudah meninggal maupun yang masih hidup, dan penyelidikan
medis terhadap bahan yang berasal dari jasad manusia seperti darah, urine, air seni,
rambut, kuku dan lain-lain buat kepentingan penyidikan serta peradilan.
Penyelidikan akan dilakukan sesuai dengan KUHAP, menurut Pasal 184(1)
KUHAP), alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa. Hasil pemeriksaan kedokteran forensik ini
merupakan informasi tertulis dari dokter yang telah disumpah atau disebut juga
dengan Visum et Repertum. Alat bukti ini hanya dapat diminta oleh penyidik yang
mana Visum et Repertum sangat membantu proses penyidikan hingga peradilan.2
Dalam perkara pidana aborsi, ilmu kedokteran forensik memiliki peranan
untuk membuat visum et repertum dan dokter ahli forensik sebagai saksi ahli.
Paradigma yang digunakan dalam pemeriksaan medikolegal sangat berbeda
dibandingkan dengan pemeriksaan klinis untuk kepentingan pengobatan. Tujuan
pemeriksaan medikolegal pada seorang korban adalah untuk menegakkan hukum
pada peristiwa pidana yang dialami korban melalui penyusunan VeR yang baik.
Tujuan pemeriksaan klinis pada peristiwa perlukaan adalah untuk memulihkan
kesehatan pasien melalui pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medis lainnya.
Apabila seorang dokter yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan
medikolegal menggunakan orientasi dan paradigma pemeriksaan klinis,
penyusunan VeR dapat tidak mencapai sasaran sebagaimana yang seharusnya. Dari
segi medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan dalam merinci luka dan

2
kecederaan adalah untuk dapat membantu merekonstruksi peristiwa penyebab
terjadinya kecederaan.4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Abortus
Dalam pengertian awam istilah aborsi adalah pengguguran
kandungan, keluarnya hasil konsepsi atau pembuahan sebelum waktunya.
Abortion dalam kamus Inggris Insonesia diterjemahkan dengan
pengguguran kandungan. Menurut Blaks’s Law Dictionary, keguguran
dengan keluarnya embrio atau fetus tidak semata-mata karena terjadi secara
ilmiah, akan tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan
(provokasi) manusia.5
Aborsi memiliki definisi tersendiri disetiap landasan yang berlaku.
Dalam ilmu kedokteran forensik, abortus didefinisikan sebagai pengeluaran
dari hasil konsepsi pada setiap stadium dari perkembangannya sebelum
masa kehamilan yang lengkap tercapai 38-40 minggu. Aborsi menurut sudut
pandang hokum dijelaskan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”) terdapat ketentuan yang melarang perbuatan aborsi
sebagaimana yang diatur pada Pasal 346 KUHP yang menyatakan: Seorang
wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam pidana penjara paling lama empat
tahun. Dalam hal ini, KUHP sebagai aturan yang bersifat Lex Generalis
dengan tegas menyatakan bahwa perbuatan aborsi adalah sesuatu yang
dilarang sehingga dapat dijerat dengan Pasal 346 KUHP. Sedangkan
berdasarkan UU kesehatan, serupa dengan ketentuan Pasal 346 KUHP,
dalam ketentuan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (”UU Kesehatan”) dengan tegas melarang tindakan
aborsi, yang menyatakan sebagai berikut: Setiap orang dilarang melakukan
aborsi.2
Abortus provocatus criminalis adalah pengguguran yang dilakukan
tanpa dasar indikasi medis yang hampir sebagian besar tindakan aborsi
dilakukan pada bulan ke 2 dan 3 kehamilan. Misalnya, aborsi yang
dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks diluar perkawinan atau
untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.19 Sedangkan,

4
Abortus provocatus medicinalis adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter
atas dasar indikasi medis,yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan
membahayakan jiwa ibu. Abortus provokatus
medisinalis/artificialis/therapeuticus adalah aborsi yang dilakukan dengan
disertai indikasi medis. Adapun syarat-syarat yang ditentukan sebagai
indikasi medis adalah:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medis harus lengkap.19

2.2 Epidemiologi
Aborsi adalah salah satu prosedur medis yang paling aman jika
dilakukan mengikuti pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tetapi
juga menjadi penyebab satu dari enam kematian ibu akibat komplikasi
ketika dilakukan tidak aman. Di dunia, terjadi 208 juta kehamilan dengan
41 juta mengarah ke aborsi dan 11 juta mengarah ke aborsi spontan.
Menurut WHO, diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di
ASEAN dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura,
750.000–1,5 juta dilakukan di Indonesia, 155.000–750.000 dilakukan di
Filipina dan 300.000– 900.000 dilakukan di Thailand. Pada tahun 2015
Praktek abortus akibat kehamilan yang tidak di inginkan terjadi 42 juta
kasus abortus pertahun, 22 juta (52,4%) dilakukan dengan metode medis
dan sebanyak 20 juta (48,6%) dilakukan secara tidakaman yang berakhir
dengan kematian.

5
Kasus abortus kriminalis terjadi di Indonesia, sampai kini
diperkirakan mencapai 2 juta per tahun, 750.000 diantaranya dilakukan
kalangan remaja. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran
hidup. Sejak lama diketahui bahwa abortus spontan hanyalah sebagain kecil
dari kejadian abortus. karena abortus provocatus yang dilakukan dengan
sengaja akibat kehamilan yang tidak diingini banyak tidak dilaporkan,
kecuali apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian abortus spontan
hanya disertai gejala dan tanda ringan sehingga pertolongan medik tidak
diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat oleh
masyarakat. 15% - 50 % kematian ibu disebabkan karena tindakan aborsi
yang tidak aman, khususnya sebagian besar dilakukan oleh remaja. Dari 15
pasien, 11 orang diantaranya karena kehamilan yang tidak diinginkan
dengan usia< 20 tahun atau berumur remaja.3
Kehamilan yang tidak diingini dalam jumlah yang besar juga terjadi
pada kelompok remaja. Para remaja yang dihadapkan pada realitas
pergaulan bebas masyarakat modern, tidak dibekali dengan pengetahuan
tentang fisiologi reproduksi dan perilaku seksual yang benar. Berdasarkan
data WHO diketahui bahwa di seluruh dunia, setiap tahunnya diperkirakan
ada sekitar 15 juta remaja yang mengalami kehamilan, dan sekitar 60 %
diantaranya tidak ingin melanjutkan kehamilan tersebut dan berupaya
mengakhirinya.3
2.3 Klasifikasi Abortus
Secara garis besar abortus dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

● Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontan)


1. Abortus Spontan Adalah abortus yang terjadi dengan tidak
didahului faktor-faktor mekanisme ataupun medisinalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor ilmiah. Abortus ini terbagi lagi
menjadi :
a. Abortus Kompletus ( keguguran lengkap) adalah seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan, sehingga rongga rahim kosong.

6
b. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa) adalah hanya sebagian
dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua
dan plasenta.
c. Abortus Insipiens ( keguguran sedang berlangsung ) adalah
abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan
ketuban yang teraba.
d. Abortus Iminens ( keguguran membakat ) adalah ancaman
terhadap keselamatan kehamilan berupa munculnya perdarahan dari
vagina pada saat hamil muda. Dalam hal ini, janin masih hidup di
dalam rahim dan belum terjadi aborsi. Namun janin terancam aborsi
bila tidak dilakukan penanganan yang tepat.
e. Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi
tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau
lebih.
f. Abortus Habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami
keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
g. Abortus Septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritoneum.

● Abortus yang sengaja dibuat (abortus provokatus)


- Abortus provokatus medicinalis
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan
bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat
persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
- Abortus provokatus kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
20 % dari semua kehamilan berakhir dengan abortus. 50-60% dari semua
kasus abortus adalah abortus spontan. Abortus spontan dapat diduga apabila
terjadi pada pasangan suami istri yang belum mempunyai anak, ibu yang
sudah mempunyai anak tapi masih mendambakan anak, penyebab abortus

7
spontan dari faktor medis antara lain adanya kelainan uterus, kelainan
ovarium, penyakit sistemik ibu, hormonal, rhesus faktor, dan psychogenic
instability, sedangkan abortus provokatus kriminalis terjadi pada wanita
hamil diluar pernikahan atau pada kehamilan yang tidak dikehendaki. 19

2.4 Metode Pelaksanaan Abortus


Tergantung dari alasan pelaksanaan abortusnya, maka aborsi dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu abortus spontan dan abortus
provocatus (medicinalis dan kriminalis). Berdasarkan alasannya, maka
terdapat metode yang sering dipergunakan dalam abortus provocatus yang
perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan
bermanfaat dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk
menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus dengan kematian yang
terjadi pada ibu. Metode-metode yang dipergunakan biasanya disesuaikan
dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan semakin tinggi
risikonya. Hal ini perlu diketahui penyidik dalam kaitannya dengan
pengumpulan barang-barang bukti.7,8,10,16
Untuk abortus provocatus medicinalis, maka metode yang
digunakan tergantung dari usia kehamilan.16
1. Metode selama trimester pertama
a. Metode medis biasanya menggunakan obat - obatan seperti :
i. Prostaglandin : PGE1 dan PGE2 yang berfungsi
menyebabkan kontraksi uterus dan ekspulsi fetus.
ii. Antiprogesteron : zat yang menghambat kerja progesteron
pada reseptornya. Kompetisi pada reseptor progesteron akan
menghambat efek biologis progesteron pada uterus yang
akan menyebabkan pematangan dan pelunakan serviks.
Selain itu dapat meningkatkan kontraktilitas endometrium
sehingga terjadi ekspulsi produk konsepsi. Selain itu, juga
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap prostaglandin
eksogen, sehingga ketika digunakan bersama misoprostol
maka dosis yang digunakan lebih rendah.

8
b. Metode pembedahan
i. Dilatasi dan kuretase (D dan C)
ii. Vacuum suction
Pada kedua metode ini, dilakukan dilatasi kanalis servikalis
menggunakan dilator atau laminaria di bawah anestesi
umum atau lokal, kemudian produk konsepsi dikeluarkan
dengan menarik keluar menggunakan kuretase uterus atau
dihisap dengan menggunakan vacuum suction.

2. Metode selama trimester kedua


a. Metode medis yang digunakan saat ini adalah salah satu atau
kombinasi dari pemberian intra-uterus dengan larutan salin
hipertonik (20% NaCl), urea, rivanol, dan/atau prostaglandin
melalui berbagai rute. Salin hipertonik dapat digunakan baik injeksi
intra-amniotik atau ekstra-amniotik. Namun, penggunaan
prostaglandin pada trimester kedua ditemukan lebih aman
dibandingkan salin hipertonik dalam menginduksi aborsi.
Mekanisme kerja salin hipertonik belum diketahui dengan baik,
namun beberapa faktor ditemukan terlibat : (1) Pelepasan
prostaglandin dari desidua dan jaringan fetus; (2) Supresi sintesis
progesteron dari plasenta, sehingga menyebabkan blok progesteron;
(3) Keracunan garam akut yang menyebabkan hipertonisitas dan
dehidrasi fetus sehinggat terjadi kematian fetus; (4) Overdistensi
uterus karena penarikan cairan oleh cairan hipertonik; (5) Perubahan
keseimbangan elektrolit pada cairan amnion.
b. Metode pembedahan
i. Dilatasi dan kuretase
ii. Histerektomi (indikasi pada pasien usia lanjut dengan
penyakit fibroid dan patologi pelvis lainnya)

9
Untuk abortus provocatus kriminalis, maka terdapat tiga metode
yang sering digunakan, yaitu dengan obat-obatan, tindakan medis,
tradisional:10,16
1. Obat induksi abortus
Obat-obatan ini digolongkan kedalam :
● Ekbolik : Obat yang menginisiasi kontraksi uterus dan menyebabkan
aborsi (preparat ergot, estrogen sintetik, oksitosin, kuinin)
● Emmenagogik : Obat yang mendorong kongesti uterus dan
menyebabkan perdarahan sehingga menyebabkan ekspulsi produk
konsepsi (boraks, sanguinarine, minyak savin)
● Iritan : (1) iritan traktus genitourinaria, obat yang menyebabkan
inflamasi traktus genitourinarius yang kemudian secara refleks
menyebabkan iritasi uterus dan menginduksi kontraksi uterus
(minyak turpentin); (2) iritan saluran cerna, obat yang menyebabkan
refleks kontraksi otot uterus (minyak croton, dll); (3) agen
teratogenik seperti metotreksat, merkuri, dan tembaga; (4) pil aborsi
seperti pil yang mengandung prostaglandin, anti-progesterone.

2. Tindakan medis : metode yang biasanya dilakukan oleh orang / tenaga


ahli untuk memastikan terjadinya evakuasi komplit dengan segera dari
isi uterus, dan metode yang digunakan serupa dengan metode terapeutik.
Pada trimester pertama, dapat dilakukan aspirasi vakum dengan
dilatasi serviks atau dilatasi dan kuretase. Penggunaan laminaria (6-12
jam sebelum tindakan) biasanya dilakukan untuk membantu proses
dilatasi serviks. Laminaria menarik cairan dan menyebabkan
pembengkakan porsio sehingga membantu dalam menyebabkan dilatasi
serviks. Pada trimester kedua penggunaan prostaglandin atau obat
seperti larutan salin dapat diberikan secara amniosentesis atau
pervaginam. Laparotomi dengan tujuan mengeluarkan hasil konsepsi
bisa dilakukan pada trimester pertama dan kedua.

10
3. Cara kekerasan/mekanik :
● Kekerasan umum : dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung pada uterus seperti olahraga berlebihan (bersepeda, berlari,
melompat); pemukulan atau tendangan pada abdomen atau aplikasi
tekanan berlebihan dengan pijat pada abdomen.
● Kekerasan lokal :
○ Unskilled atau semiskilled :
■ Menyebabkan ruptur membran dengan stik aborsi, tongkat
besi, jarum, atau jepitan rambut, dll.
■ Penggunaan pasta aborsi
■ Penggunaan akar atau batang tanaman yang dimasukkan ke
dalam rahim untuk memicu aborsi
■ Syringing : baik dengan melakukan aspirasi cairan atau
mengisi kavum uteri dengan cairan atau udara
○ Orang ahli / Skilled : sama dengan tindakan medis

Gambar 1. Alat yang digunakan


untuk abortus provocatus
criminalis :16
1. Jepitan rambut
2. Spoit
3-5. alat pedicure dan stik aborsi
7. douche
8. spoit Higginson

2.5 Pemeriksaan
Korban Abortus

11
Pembuktian pada kasus abortus7
Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan
akibat dari tindakan abortus diperlukan petunjuk-petunjuk:
a. Adanya kehamilan
b. Umur kehamilan
c. Adanya hubungan sebab-akibat antara abortus dan kematian
d. Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan
saat kematian
e. Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus
sesuai dengan metode yang dipergunakan
f. Alasan atau motif untuk melakukan abortus itu sendiri

Pemeriksaan pada ibu


a. Pemeriksaan korban hidup
Pada pemeriksaaan ibu yang diduga melakukan aborsi, tugas dokter
adalah mendapatkan tanda tanda sisa kehamilan dan menentukan
cara pengguguran serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan
ini sebaiknya dilakukan oleh Sp.OG. Pemeriksaan tes kehamilan
masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari
kandungan, dijumpai adanya colostrum pada peremasan payudara,
nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayora, labia
minora, dan serviks, tanda-tanda luka, infeksi, bahan bahan yang
tidak lazim dalam liang senggama, ataupun sisa bahan abortivum.
Terkadang, sisa plasenta masih dapat ditemukan sesaat setelah
melahirkan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan secara
histopatologi (patologi anatomi). Selain itu, dapat dilakukan
pemeriksaan DNA untuk memastikan hubungan ibu-janin.9
Pemeriksaan Tanda-Tanda Kehamilan
Tanda-tanda kehamilan: tes kehamilan masih dapat dilakukan
beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan di mana
serum dan urine wanita akan memberikan hasil positif hCG sampai
sekitar 7-10 hari.

12
o Mammae: padat dan membesar disertai colostrum pada
peremasan payudara (sulit ditemukan pada kehamilan muda),
aerola hiperpimentasi

Gambar 2.1. Perubahan pada mammae. 10

o Abdomen: kendur/berkerut, striae gravidarum, linea nigra dan


nyeri tekan daerah perut (agak sulit dijumpai pada kehamilan
muda)

Gambar 2.2. Abdomen dengan tanda stirae. 10

o Genitalia: kongesti, memar, dan infeksi pada labia mayor, labia


minor, dan serviks (sulit dijumpai pada kehamilan muda)

13
Gambar 2.3. Kondisi genitalia eksterna. 10

o Perubahan pada uterus: usia kehamilan dapat diperkirakan


melalui tinggi fundus uteri. Pada usia kehamilan 12 minggu
setinggi simfisis pubis, usia kehamilan 24 minggu setinggi
umbilicus dan usia kehamilan 36 minggu setinggi dua jari di
bawah prosesus xyphoideus.

Tanda partus dan keguguran (tanda penghentian kehamilan):


Tanda-tanda ini harus dicari karena terkait dengan cara aborsi.
a. Genitalia eksterna dan perineum: luka abrasi, laserasi, memar, dll
b. Ostium serviks: dalam beberapa hari biasanya masih terdilatasi
dengan ukuran sesuai ukuran fetus yang dikeluarkan. Dapat pula
ditemukan luka abrasi, laserasi, atau memar bila dimasukkan suatu
peralatan ke uterus.

14
b. Pemeriksaan korban mati
Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan
dalam (autopsy). Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan
perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk ini
diperiksa7:
- Payudara secara makros maupun mikroskopis
- Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara
mikroskopik
- Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara
mikroskopik adanya sel sel trophoblast dan sel sel decidua.

Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan:


a. Mencari tanda tanda kekerasan lokal seperti memar, luka,
perdarahan jalan lahir
b. Mencari tanda tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril
c. Menganalisis cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum
uteri

Menentukan sebab kematian. apakah karena perdarahan, infeksi, syok,


emboli udara, emboli cairan atau emboli lemak.11
Hasil temuan pemeriksaan atas tubuh seorang wanita yang meninggal
setelah pada dirinya dilakukan tindakan pengguguran kandungan
tergantung dari metode yang dipakai dalam pengguguran tersebut.
Temuan pemeriksaan post-mortem tergantung pada cara abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. 12 Pemeriksaan
post mortem korban abortus kriminalis bertujuan untuk Mencari bukti
dan tanda kehamilan, mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya
tindakan kriminal dengan obat-obatan atau instrumen, menentukan
kaitan antara sebab kematian dengan abortus, dan menilai setiap
penyakit wajar yang ditemukan.
Pemeriksaan korban mati terdiri atas pemeriksaan luar, pemeriksaan
dalam, dan pemeriksaan tambahan.

15
Pada pemeriksaan luar dilakukan identifikasi tinggi badan dan berat
badan, umur, pakaian, tanda-tanda kontak dengan suatu cairan,
terutama pada pakaian dalam. Kemudian kondisi umum jenazah,
selain itu melakukan pemeriksaan tanda kehamilan untuk menentukan
wanita tersebut dalam keadaan hamil atau tidak.
Pada pemeriksaan dalam dilakukan pemeriksaan untuk menentukan
korban hamil atau tidak dengan melihat ovarium untuk mencari
adanya corpus luteum persisten (mikroskopis) dan uterus dimana
dilihat besar uterus, sisa hasil konsepsi, sel-sel trofoblast dan desidua
(mikroskopis). Selain menentukan korban hamil atau tidak, juga
dilakukan Pemeriksaan organ secara keseluruhan. Biasanya akan
menemukan organ-organ yang pucat dengan pooling darah di organ
viscera. Pada kasus kematian karena perdarahan akan ditemukan
bahwa tidak ada darah yang keluar dari jantung pada saat pemotongan
jantung, hepar berwarna kekuningan, limpa pucat dan berkerut.
Pemeriksaan organ lokal (genitalia interna) � akan terlihat tanda-
tanda kekerasan yang tidak wajar di genitalia interna.
Dapat pula dilakukan pemeriksaan tambahan seperti emboli udara,
terutama dilakukan pada vena cava inferior dan jantung. Toksikologi,
dimana pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan bahan berupa
darah dari jantung, cairan dalam cavum uteri dan vagina atau rongga
abdomen, urine. Histopatologi dengan bahan berupa sisa konsepsi,
plasenta, dan jaringan uterus untuk mencari sel trofoblast, kerusakan
jaringan, dan sel-sel radang. Ambil sampel semua organ untuk
pemeriksaan histopalogis. Golongan darah merupakan salah satu
pemeriksaan dalam proses identifikasi terutama identifikasi orang tua
bayi dan mikrobiologi pemeriksaan mikrobiologi perlu dilakukan
sebab pada APC dengan unsafe abortion sering terjadi komplikasi
berupa infeksi. Bahan yang digunakan dapat berupa swab uterus dan
jaringan lain yang dimasukkan dalam formalin.

16
Gambar 2.4 Gambar 2.5
Gambar 2.4. Septik endometritis setelah abortus ilegal. Pendarahan
pada cervix menunjukkan dimana instrument menembus saluran
cervical.
Gambar 2.5. Infeksi Clostridium perfringen (‘gas gangrene’) pada
abotus ilegal.

Gambar 2.6. Autopsy menunjukan uterus septik pada abortus


ilegal12

Pemeriksaa janin dan plasenta.11,13


Evaluasi fetus pada kasus suspek aborsi illegal fokus ke tiga aspek
fundamental; (1) Eksklusi malformasi kongenital, (2) evaluasi anomali fetus,
(3) Analisis mikroskopik histologik alveolus paru. Polisi dapat meminta
pemeriksaan medis untuk memeriksa substansi yang diduga sebagai hasil

17
konsepsi yang telah dikeluarkan dari rahim. Dokter harus memeriksa
substansi ini secara hati-hati.
o Dugaan hasil konsepsi harus dicuci terlebih dahulu. Jika substansi
tersebut benar merupakan hasil konsepsi, dapat diduga sebagai kasus
abortus provokatus kriminalis.
o Kesulitan akan muncul jika substansi yang ditemui masih pada
kondisi usia awal kehamilan, embrionya masih kecil atau tidak
ditemukan.
o Selama tiga bulan pertama kehamilan, janin dikeluarkan bersamaan
dengan membran dan massa plasenta, tapi setelah periode ini janin
akan lahir terlebih dahulu dan kemudian setelah itu plasenta yang akan
terlepas keluar.
o Penting untuk mengetahui usia janin. Perkiraan usia janin dapat
ditentukan taksirannya dengan menggunakan rumus Haase di mana
usia dapat ditaksir dari ukuran panjang badan (ukuran dari puncak
kepala hingga kaki).

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan) (Puncak kepala – tumit)
1 1x 1 = 1
2 2x 2 = 4
3 3x 3 = 9
4 4x 4 = 16
5 5x 5 = 25
6 6x 5 = 30
7 7x 5 = 35
8 8x 5 = 40
9 9x 5 = 45
10 1x 5 = 50
Tabel 2.1. Usia janin menurut rumus Haase11

18
o Melakukan Penilaian Terhadap Plasenta11,13
Pemeriksaan ini dilakukan setelah bayi keluar akan terjadi proses
pengeringan tali pusat baik dilahirkan hidup maupun mati. Pada
tempat lekat akan terbentuk lingkaran merah setelah bayi hidup kira-
kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mengering menjadi seperti
benang dalam waktu 6-8 hari dan akan terjadi penyembuhan luka yang
sempurna bila tidak terjadi infeksi dalam waktu 15 hari. Pada
pemeriksaan mikroskopik daerah yang akan melepas akan tampak
reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa sebukan sel-
sel lekosit berinti banyak, kemudian akan terlihat sel-sel limfosit dan
jaringan granulasi. Pada bayi yang telah dirawat, tali pusat telah
terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5 cm dari
pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke
dalam air, akan terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu
menyangkal melakukan pembunuhan dengan mengatakan telah
terjadi partus presipitatus (keberojolan). Pada keadaan ini tali pusat
akan terputus dekat perlekatannya pada uri atau pusat bayi dengan
ujung yang tidak rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan partus
presipitatus adalah terdapatnya kaput suksedenum, molase hebat dan
fraktur tulang tengkorak serta ibu yang primipara.

2.6 Obat-obatan dalam Abortus


Tujuan pemakaian berbagai macam jamu dan obat adalah memberi
peredaran darah yang berlebihan di perut bagian bawah, hiperemia, sehingga
rahim menjadi peka dan mudah berkontraksi atau membuat perut merasa
mulas, kejang, dan rahim ikut berkontraksi.7
Abortivum, obat yang sering dipakai untuk pengguguran. Obat
obatan dapat memprodukse kongesti dari mukosa rahim dan menyebabkan
perdarahan rahim, diikuti dengan kontraksi rahim dan ekspulsi fetus, atau
dapat menyebabkan kontraksi rahim dengan menstimulasi otot myometrium
secara langsung. Obat-obatan ini dapat dibagi dalam beberapa golongan 7,8:
a. Obat yang menyebabkan muntah, emetikum

19
b. Obat yang menyebabkan murus, purgativum, pencahar. Obat yang
bekerja melalui tractus digestivus seperti pencahar yang bekerja cepat,
castor oil, dan lain-lain, menyebabkan peredaran darah di daerah pelvik
meningkat, sehingga memengaruhi hasil konsepsi.
c. Obat yang menyebabkan haid menjadi lancar, obat peluruh haid,
emenagogum. Emenagoga yang merangsang atau memperlancar haid
seperti apiol, minyak pala, oleum rutae.
d. Obat yang menyebabkan otot rahim menjadi kejang, ekbolikum
Ecbolica membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot, kinina, ekstrak
pituitary, estrogen. Obat-obatan ini, tujuan abortivum harus
dipergunakan dalam dosis tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya
e. Garam logam timah hitam yang menyebabkan kandungan mati setelah
beberapa minggu
f. Obat-obatan yang meningkatkan sirkulasi darah di daerah panggul
sehingga memengaruhi uterus seperti ekstrak cantharidium
g. Obat-obatan iritan. Iritan tractus urogenital; mebyebabkan inflamasi
tractus urogenital dan iritasi uterius dan menginduksi kontraksi uterus
(Cantharides, turpentine oil). Iritan traktus gastrointestinal;
menyebabkan refleks kontraksi otot rahim (Cronton oil, colocynth).
Systemic poison; arsenic, merkuri, calatropis, tembaga, papaya mentah,
plumbago. Pil aborsi; yang mengandung Diphenylephylene

Obat atau jamu yang mujarab untuk pengguguran tidak ada,


kebanyakan obat malah menyebabkan si ibu mengalami intoksikasi. 7

2.7 Komplikasi Abortus


Komplikasi potensial yang berhubungan dengan tindakan aborsi
meliputi nyeri, perdarahan, aborsi inkomplit, ataupun infeksi pada saluran
genitalia bagian atas. Sebagian besar komplikasi berkembang sebagai akibat
dari evakuasi inkomplit, sehingga terdapat hasil konsepsi yang masih
tertinggal di dalam rahim. Selain itu, bisa juga diakibatkan oleh infeksi dan
cedera yang disebabkan oleh instrumen yang digunakan saat melakukan
prosedur aborsi yang dapat menyebabkan laserasi serviks, perforasi uterus

20
dengan usus yang berhubungan, serta cedera pada kandung kemih.
Sementara infeksi yang terjadi bisa menyebabkan endometritis, ooforitis,
parametritis, dan salpingitis.14
Secara umum, komplikasi dari abortus provokatus kriminalis yang
merupakan penyebab kematian terbanyak terbagi atas komplikasi segera
(immediate complications) dan juga komplikasi tertunda (delayed
complications).15
A. Komplikasi segera (immediate complications)
1. Inhibisi vagal atau syok refleks
Telah diketahui dengan baik bahwa inhibisi vagal atau syok refleks
dapat menyebabkan henti jantung jika serviks atau uterus
dimanipulasi, terutama dalam kondisi tidak dilakukan anestesi dan
apabila pasien ada dalam keadaan ketakutan. Adanya kerahasiaan
dan ketergesaan dari proses prosedur abortus provokatus kriminalis
pasti akan menciptakan ketidakseimbangan emosional dalam
pikiran korban, yang bisa menyebabkan syok. Kematian mendadak
akibat inhibisi vagal juga dapat terjadi akibat insersi jarum suntik
secara kasar ke dalam serviks ataupun memasukkan cairan panas
atau dingin secara cepat.
2. Emboli udara
Emboli udara merupakan komplikasi yang umum terjadi akibat
penggunaan jarum suntik enema untuk menyuntikkan larutan sabun
ke dalam uterus. Sekitar 100 ml udara dianggap cukup untuk
menyebabkan air-lock dan kematian.
3. Perdarahan hebat
Perdarahan hebat dapat terjadi akibat adanya laserasi/perforasi
uterus atau vagina karena instrumentasi, dan menjadi penyebab
kematian. Penggunaan tongkat aborsi (abortion stick) terkadang
disertai dengan laserasi dan perforasi yang dapat menyebabkan
kematian segera.

21
4. Emboli cairan amnion
Dari semua penyebab terjadinya kematian mendadak dalam
persalinan, emboli cairan ketuban menempati peringkat tertinggi.
Hal ini merupakan penyebab kematian maternal yang tidak dapat
diprediksi dan tidak dapat dicegah. Selama persalinan dan segera
setelah masa nifas, kandungan cairan amnion dapat masuk ke dalam
vena uterina dan mencapai sisi kanan jantung yang dapat
mengakibatkan komplikasi fatal. Cairan ini mengandung squames
janin, bahan dari vernix, sel-sel dari korion dan amnion, mekonium,
dan detritus seluler lainnya. Mekanisme bagaimana komponen
cairan amnion masuk ke dalam sirkulasi maternal masih belum jelas.
Kemungkinan, komponen cairan amnion masuk melalui robekan
pada myometrium dan endoserviks, atau carian amnion dipaksa
masuk ke dalam sinusoid uterus oleh kontraksi uterus yang kuat.
Penyebab kematian mungkin masih tidak jelas, namun kematian
dapat terjadi sebagai akibat dari salah satu mekanisme berikut:

● Reaksi anafilaktoid terhadap komponen cairan amnion

● Penyumbatan mekanis pada sirkulasi pulmonal pada emboli


ekstensif

● Disseminated intravascular coagulation (DIC) akibat


pelepasan tromboplastin oleh cairan amnion

● Manifestasi perdarahan akibat trombositopenia dan


afibrinogenemia.

B. Komplikasi tertunda (delayed complications)


Penyebab utama kematian tertunda dalam abortus provokatus
kriminalis adalah sepsis dan kegagalan hepatorenal. Infeksi dapat
dengan mudah ditularkan dari instrumen atau perineum ke dalam
kavum uteri. Cedera apapun yang terjadi pada dinding rahim atau
daerah sekitarnya, atau adanya produk iritan dengan nekrosis jaringan
akan mendukung infeksi tersebut. Infeksi dapat terjadi segera atau
beberapa hari/minggu kemudian. Syok sepsis akibat endotoksin dapat

22
dikaitkan dengan septikemia enterobasiler. Septikemia dapat berasal
dari organisme yang bervariasi dari E. coli hingga Staphylococci dan
Streptococci nonhemolitik. Hal ini terjadi lebih cepat dari invasi uterus
oleh organisme anaerob seperti C. welchii. Gagal ginjal akibat nekrosis
tubular akut dulunya merupakan penyebab kematian yang cukup umum
sebelum metode dialisis.15
Selain itu, bagi para pelaku aborsi, ketahuilah bahwa praktik ini
dapat meningkatkan risiko kanker, seperti kanker serviks, kanker
ovarium, kanker payudara, dan kanker lainnya. Kanker serviks sendiri
merupakan jenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma
virus (HPV) onkogenik yang menyerang serviks. Kanker ini biasanya
akan menyebabkan pendarahan pada organ vital wanita, namun gejala
kanker ini tidak terlihat hingga kanker memasuki stadium lebih lanjut.
18

Proses aborsi bukan sekedar proses yang memiliki resiko tinggi


dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi
juga memiliki dampak yang sangat besar terhadap kondisi mental
seorang wanita. Fenomena ini dikenal dalam psikologi sebagai
"sindrom pasca-aborsi" atau PAS. Berdasarkan data ditemukan bahwa
50% wanita yang melakukan aborsi akan mengalami trauma emosional
atau trauma psikologis. Beberapa ciri dari trauma psikologis tersebut
adalah kesedihan yang mendalam, depresi, marah, takut untuk
membuka diri, merasa tidak siap untuk hamil lagi, mimpi buruk, terjadi
disfungsi seksual, kedinginan, peningkatan penggunaan alkohol dan
obatobatan, gangguan makan, kecemasan, digambarkan melanjutkan
proses aborsi kembali, bahkan hingga bunuh diri. Depresi mendalam
karena kehilangan sering terjadi pada ibu yang kehilangan bayinya
karena aborsi.18
\

23
2.8 Aspek Medikolegal Abortus
2.8.1 Landasan Hukum Aborsi
Hukum yang berlaku di Indonesia berbunyi setiap usaha
untuk mengeluarkan hasil konsepsi sebelum masa kehamilan yang
lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana, apapun alasannya.
Abortus atas indikasi medik ini kini diatur dalam Undang Undang
No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

● Pasal 75 dan penjelasannya


Abortus dilarang, hanya diperbolehkan berdasar:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan.
c. Sebelum dan sesudah tindakan abortus yang dibolehkan
atas indikasi di atas, harus dilakukan konseling oleh
konselor yang bersertifikat, konselor adalah setiap orang
yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui
pendidikan dan pelatihan, contohnya dokter, psikolog,
tokoh masyarakat, tokoh agama dan setiap orang yang
mempunyai minat dan memiliki ketrampilan untuk itu

● Pasal 76
Abortus yang dibolehkan dalam undang undang ini hanya
dapat dilakukan :
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung
dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratan medis,

24
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
Menteri,
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan,
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri.

● Pasal 77 dan penjelasannya


Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 2 dan ayat
3 yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang undangan

● Pasal 194 UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, yang


menyebutkan,
“Tiap orang yang dengan sengaja melakukan pengguguran
tidak memenuhi Pasal 75 (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
1.000.000.000 (satu miliar rupilah)”
Terdapat beberapa pasal dalam KUHP yang mengatur abortus
provocatus antara lain :

● Pasal 299 KUHP


1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita
atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan
atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling
banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari
keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga

25
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya
untuk melakukan pencaharian

● Pasal 346 KUHP


Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

● Pasal 347 KUHP


1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun
2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut
dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun

● Pasal 348 KUHP


1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
nmmematikan kandungan seseorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan
2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita
tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh
tahun

● Pasal 349 KUHP


Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346 ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348 maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan.

26
● Pasal 535 KUHP
Barang siapa secara terang terangan mempertunjukkan suatu
sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang
terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara
terang terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta,
menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang
demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

2.8.2 Peranan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Perkara Pidana Aborsi


Aborsi sebagai perkara pidana yang menghilangkan atau
menggugurkan nyawa (janin) dalam kandungan memiliki unsur-
unsur sebagaimana terdapat dalam Pasal 346 KUHP yaitu:2
1. Unsur seseorang perempuan ; yang dimaksud dengan unsur
seorang perempuan yaitu orang atau subyek hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan perbuatan atau tindakannya,
maksudnya tidak mempunyai alasan pembenar maupun alasan
pemaaf yang subjeknya adalah seorang perempuan yang
tengah mengandung;
2. Unsur dengan sengaja; maksud unsur ini adalah perempuan
yang sedang mengandung mengetahui serta menghendaki dan
ditujukan bahwa perbuatan yang dilakukan dengan sadar yang
bertujuan untuk menggugurkan kandungannya;
3. Menggugurkan atau meniadakan kandungannya atau meminta
orang lain untuk itu; dalam hal ini, si ibu dari janin yang
dikandungnya meneggugurkan kandungannya sendiri atau
meminta orang lain untuk menggugurkan kandungannya
dengan maksud agar kandungannya digugurkan.
Dalam perkara pidana aborsi, ilmu kedokteran
forensik memiliki peranan untuk membuat visum et
repertum dan dokter ahli forensik sebagai saksi ahli.
Pertama, visum et repertum dibuat oleh dokter ahli, yang

27
dalam perkara pidana aborsi dibuat oleh dokter ahli
kandungan. Surat keterangan ini dibuat oleh dokter dalam
kasus-kasus peristiwa pidana yang berkaitan dengan tubuh
manusia, khususnya kasus-kasus kematian seseorang yang
memerlukan pembedahan terhadap mayat-mayat yang
ditemukan dan diduga telah terjadi kejahatan pidana
terhadap mayat tersebut.
Dalam hal ini, visum et repertum digunakan sebagai
alat bukti surat. Kedua, dokter ahli forensik sebagai saksi ahli
yang berkedudukan sebagai pembuat surat keterangan atau
visum et repertum. Dokter ahli diberikan tugas sepenuhnya
untuk membuat visum et repertum sebagai pembantu hakim
untuk menemukan kebenaran materiil dalam memutuskan
perkara pidana. Dalam hal ini, dokter diikutsertakan untuk
turut menyampaikan pendapatnya sesuai dengan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya dalam pemeriksaan peristiwa
pidana.
Diperlukannya pendapat dokter ahli forensik
disebabkan hakim selaku pemutus masalah tidak memiliki
bekali pengetahuan-pengetahuan yang memiliki hubungan
dengan anatomi tubuh manusia. Oleh karenanya, peranan
dokter sebagai ahli forensik sangat diperlukan buat
membenarkan karena, metode dan durasi kematian yang
diduga terjadi sebab pembantaian, bunuh diri, musibah
kecelakaan, ataupun kematian yang dianggap meragukan.
Dalam hal ini, jasad korban yang tidak diketahui identitasnya
dibutuhkan penyelidikan agar identitasnya diketahui, serta
yang terjadi pada korban aborsi, pembunuhan,
penganiayaan, peracunan serta peristiwa lain yang
dibutuhkan pengecekan oleh dokter pakar ilmu mayat untuk
menerangkan insiden itu dengan cara kedokteran (secara
medis).

28
Dalam perihal ini, aborsi yang bisa dikecualikan
terhadap larangan aborsi ataupun pengguguran kandungan
sebagaimana terdapat dalam Pasal 75(2) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan selaku
berikut:
1. Gejala dalam kedaruratan kedokteran yang dideteksi
semenjak umur kehamilan, baik yang mengancam nyawa
ibu ataupun janin, yang cacat bawaan ataupun mengidap
penyakit genetik berat, serta bayi yang sulit untuk hidup
di luar kandungan karena tidak bisa diperbaiki atau
disembuhkan; atau
2. Perkosaan yang mengakibatkan kehamilan
menimbulkan trauma psikologis untuk korban
perkosaan.
Dalam hal ini, sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang aborsi di atas, aborsi hanya dapat
dilaksanakan jika telah dikonsultasikan dan/atau dinasihati
oleh konsultan yang berkualifikasi dan berwenang sebelum
aborsi dilakukan dan setelah aborsi diakhiri sesuai Pasal 75
UU No. 36 Tahun 2009 tentang ayat (3) Kesehatan. Oleh
karena itu, semua aborsi yang melanggar peraturan
perundang-undangan tersebut di atas adalah pengguguran
kandungan ilegal dan pelakunya akan dikenakan sanksi
pidana berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan No. 36 Tahun
2009.
Selanjutnya, dalam perkara pidana aborsi untuk
membuktikan dilakukannya aborsi ilegal, maka surat
keterangan dokter sebagai alat bukti surat diperlukan
apabila tidak terdapat bukti lain, karena dalam hal
pembuktian diperlukan minimal 2 alat bukti. Seperti yang
dikemukakan sebelumnya, bahwasanya peran surat
keterangan dokter ialah alat bukti yang legal seperti yang

29
terdapat dalam dalam Pasal 184(1) huruf c KUHAP. Selaku
alat bukti yang sah surat keterangan dokter memiliki
kekuatan yang sama dengan alat bukti lainnya, yang apabila
terdapat dalam berkas perkara, maka surat keterangan
dokter juga harus disebutkan serta digunakan sebagai bahan
pertimbangan majelis hakim. Sebagaimana Pasal 184 (1)
KUHAP juga Pasal 187 KUHAP perihal penjelasan yang
dimaksud menggunakan alat bukti surat, surat keterangan
dokter sudah memenuhi kriteria dalam alat bukti tersebut,
jelas merupakan alat bukti yang sah. Peran surat keterangan
dokter sebagai alat bukti pada pembuktian perkara pidana
aborsi sangat membantu, serta bisa menolong penyidik
untuk menemukan petunjuk dalam hal mengungkap suatu
perkara pidana.
Dari Pasal 346, 347 dan 348 KHUP, jelas bahwa
undang-undang tidak mempersoalkan masalah umur
kehamilan atau berat badan dari fetus yang keluar.
Sedangkan pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman
hukuman untuk orang-orang tertentu yang mempunyai
profesi atau pekerjaan tertentu bila mereka turut membantu
atau melakukan kejahatan seperti yang dimaksud ke tiga
pasal tersebut.
Yang dapat dikenakan hukuman adalah tindakan
menggugurkan atau mematikan kandungan yang termasuk
tindakan pidana sesuai dengan pasal-pasal pada KUHP
(abortus kriminalis). Sedangkan tindakan yang serupa demi
keselamatan ibu yang dapat dipertanggungjawabkan secara
medis (abortus medicinalis atau abortus therapeuticus),
tidaklah dapat dihukum walaupun pada kenyataan dokter
dapat melakukan abortus medisinalis, itu diperiksa oleh
penyidik dan dilanjutkan dengan pemeriksaan di
pengadilan.

30
Pemeriksaan oleh penyidik atau hakim di
pengadilan bertujuan untuk mencari bukti-bukti akan
kebenaran bahwa pada kasus tersebut memang murni tidak
ada unsur kriminalnya, semata-mata untuk keselamatan
jiwa Si ibu. Perlu diingat bahwa hanya Hakimlah yang
berhak memutuskan apakah seseorang itu (dokter) bersalah
atau tidak bersalah.

31
BAB III
KESIMPULAN

Aborsi menurut sudut pandang hukum dijelaskan bahwa dalam Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) terdapat ketentuan yang melarang
perbuatan aborsi sebagaimana yang diatur pada Pasal 346 KUHP yang menyatakan:
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
Aborsi menurut UU Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang dilarang
melakukan aborsi. Dalam ilmu kedokteran forensik, abortus didefinisikan sebagai
pengeluaran dari hasil konsepsi pada setiap stadium dari perkembangannya
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai 38-40 minggu.
Secara garis besar abortus dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : abortus
dengan penyebab yang wajar (abortus spontan) dan abortus yang sengaja dibuat
(abortus provokatus) yang terdiri dari abortus provokatus medicinalis (dengan
indikasi medis) dan abortus provokatus kriminalis
Hukum yang berlaku di Indonesia berbunyi setiap usaha untuk
mengeluarkan hasil konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
adalah suatu tindak pidana, kecuali atas indikasi medis. Abortus atas indikasi medik
ini kini diatur dalam Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
- Pasal 75 dan penjelasannya
- Pasal 76
- Pasal 77 dan penjelasannya
- Pasal 194
Beberapa pasal dalam KUHP yang mengatur abortus provocatus
diantaranya:
- Pasal 299 KUHP
- Pasal 346 KUHP
- Pasal 347 KUHP
- Pasal 348 KUHP
- Pasal 349 KUHP
- Pasal 535 KUHP

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Satya W. Pembuktian Delik Aborsi yang Dilakukan oleh Tenaga


Kesehatan (Studi Kasus Putusan No. 515/Pid.B/2009/PN.Jkt.Ut.).
repository.ubharajaya. 2011.
2. Khairunisa T, Priyana P. Kedudukan Alat Bukti Forensik dalam Proses
Pembuktian Perkara Pidana Aborsi. Wajah Huk. 2022;6(1):1.
3. Hasmi H, Kombo MH, Tambing Y. Abortus Provokatus Di Rsud Abepura
Kota Jayapura Provinsi Papua. Jambura J Heal Sci Res. 2020;2(2):53–8.
4. Afandi D. Visum et Repertum Perlukaan : Aspek Medikolegal dan
Penentuan Derajat Luka. Maj Kedokt Indones [Internet]. 2010;60(4):188.
Available from:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/722/
717
5. Suryono Ekotama, 1979-; Harum Pujianto, 1962-; Widiartana, G. 1964-.
(2001). Abortus provocatus bagi korban perkosaan : perspektif
viktimologi kriminologi dan hukum pidana / penulis, Suryono Ekotama,
Harum Pudjiarto, G. Widiarto. Yogyakarta :: Universitas Atmajaya
Yogyakarta
6. Berer M. (2017). Abortion Law and Policy Around the World: In Search of
Decriminalization. Health and human rights, 19(1), 15
7. Aflanie, I., Nirmalasari, N., & Arizal, M. H. (2017). Ilmu Kedokteran
Forensik & Medikolegal. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
8. Mun'im Idries, A., & Tjiptomartono, A. L. (2017). Penerapan ilmu
kedokteran forensik dalam proses penyidikan, edisi revisi. Jakarta: Sagung
Seto.
9. Biswas, gautam. Review of Forensic Medicine and Toxicology 3ed. 2015,
India: The Health Sience Publisher. p337
10. Bardale,R. Principles of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi
:Jaypee Brothers Medical Publisher Ltd.
11. Idries Abdul. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik: Abortus dan Abortus
Provokatus. Bina Rupa Aksara. Tanggerang. Hal 269-80.

33
12. Andalangi, syukrina, Tindakan Aborsi Dengan Indikasi Medis Karena
Terjadinya Kehamilan Akibat Perkosaan, 2015, p 95-97
13. Aquila, I., Ricci, P., Mocciaro, R., & Gratteri, S. (2018). A case of suspected
illegal abortion: how clinicians may assist the forensic pathologist. BMJ
Case Reports, bcr–2017–220577. doi:10.1136/bcr-2017-220577
14. Carlsson, Isabelle & Breding, Karin & Larsson, P.-G. (2018).
Complications related to induced abortion: A combined retrospective and
longitudinal follow-up study. BMC Women's Health. 18. 10.1186/s12905-
018-0645-6
15. Nainggolan, Alex Jefrianto (2018) ABORSI DALAM PERSPEKTIF
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. S1 thesis, UAJY.

16. Rao N.G. Chapter 26 : Sexual Jurisprudence. in Textbook of Forensic


Medicine and Toxicology 2nd ed. Jaypee Brothers Medical Publisher. 2010.
p351-81

17. Vij K. Chapter 26 : Abortion and Delivery. in Textbook of Forensic


Medicine and Toxicology : Principles and Practice 5 ed. Elsevier. 2011.
p380-92.

18. Nugraha, A. s., Indrianti, v. & Nugroho, B., 2018. Abortion In The Aspects
of Criminal Law And Health, pp. 64-76.

19. Ajmal, M., Sunder, M., & Akinbinu, R. (2022). Abortion. In StatPearls.
StatPearls Publishing.

34

You might also like