Khaerun Nisa - 2114016098 - Pengkajian Drama Indonesia - C

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 4

Nama : Khaerun Nisa

NIM : 2114016098

Mata kuliah : Pengkajian Drama Indonesia

Dosen Pengampu : Dahri Dahlan, M.Hum

IDENTIFIKASI TEATER INDONESIA DARI REALISME MENUJU


POSTMODERNISME

Presentasi teater modern di Indonesia tidak terlepas dari hal tersebut sejarah pertunjukan
teater di daerah-daerah di Indonesia. Tenggat waktu "kontemporer" mengacu pada situasi dalam
ruang dan waktu saat ini dan sekarang cara untuk menunjukkan perkembangan teater dan
perubahan di daerah ke bentuk teater modern dengan cita rasa Indonesia. Katakan pendapatmu
Mengakui teater Indonesia terutama berarti mau membaca bentuk-bentuk warisan dan pelestarian
seni teater daerah Indonesia. Kedua, kemauan membaca perkembangan kreativitas seniman di
tengah pergulatan konsep dan gagasan dunia internasional Ketiga, kemauan membaca partisipasi
aktif masyarakat untuk membentuk kongres pertunjukan teater. Rute tersebut menghadirkan
Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa

Partisipasi jangka panjang dalam pertunjukan teater Indonesia. Teater Indonesia dengan
perkembangannya sejarah dan alam alamiahnya merupakan bentuk multikulturalisme yang berarti
pertama mengadopsi unsur-unsur teater daerah. Elemen-elemen ini bersatu dengan cara tertentu
dengan opsi pencampuran baru yang unik. Kedua, multikulturalisme untuk berkomunikasi dengan
orang Indonesia yang bikultural yaitu berbicara dalam bingkai Indonesia dan budaya daerah.
Ketiga, multikulturalisme merepresentasikan sebuah komunitas yang muncul dari kontak,
perjuangan dan ketegangan secara intertekstual nilai kedaerahan dan nilai keindonesiaan.
Keempat, multikulturalisme mengungkapkan rasa Indonesia.

Maka lahirlah teater Indonesia di dalam dan bersama Indonesia Teater Indonesia tumbuh
dan berkembang. Kepekaan bangsa Indonesia terungkap dunia teater melalui ide dan konsep, gaya
teater, bentuk pertunjukan dan mode aksi kemungkinan teknologi dan keuangan dan kualitas
manajemen. Bentuk teatrikal Indonesia bukanlah teater yang hanya merupakan kolase dari
multikulturalisme, tetapi presentasi yang dapat berdialog dengan berbagai mata pelajaran di
Indonesia.

Bentuk-bentuk teater Indonesia kontemporer juga diilhami oleh gagasan-gagasan yang


berbeda Budaya abad ke-20, termasuk modernisme dan postmodernisme. Teater modernisme
(teater yang diilhami oleh gagasan modernisme) potret diri sebagai pertunjukan yang menjanjikan
kemajuan teknologi dan mengurangi peran Yang tradisi untuk memberikan tempat yang lebih baru.
Modernisme adalah dunia kemajuan sosial, pembangunan perkotaan dan penemuan diri.2 Di sisi
lain, teater modernism menolak anggapan bahwa realitas dapat direpresentasikan secara langsung.
dari sisi lain, tugas teater modernis adalah menangkap realitas yang lebih dalam. Kemudian terlibat
kemudian kesadaran dan perhatian terhadap peran “bentuk” dalam konstruksi kelengkapan makna
representasi.

Memantapkan kreativitas seniman untuk mendapatkan kedalaman bentuk membutuhkan


karya eksperimental yang memungkinkan keindahan teater modernis berbicara dalam bentuk
fragmentasi. Bentuk ini dicapai melalui montase, yaitu pemilihan dan kombinasi berbagai potret
dan figur menjadi komposisi ide dan figur yang tercerahkan yang menyatu dan direkatkan tidak
hanya oleh motivasi waktu dan realitas, tetapi juga oleh seluruh proses berpikir. 3 Tujuan dari
teknik montase yang dikembangkan oleh Sergej Eisenstein adalah menggunakan proses montase
sebagai sarana untuk menciptakan benturan intelektual antara berbagai ide dan citra simbolik.
Oleh karena itu, teater modernis menolak pemusatan kekuatan absolut sebagai pembawa
kebenaran, melainkan menunjukkan universalitas humanisme yang berakar pada cerita-cerita
“mistik-puitis” di mana penemuan-penemuan baru bekerja.

Namun, menurut Theodore W. Adorno, modernisme yang tercerahkan menekan cara


berpikir yang lain. Dunia modern membaca segala sesuatu dengan penjelasan yang rasional atau,
menurut istilah Michel Foucault, “mempertanyakan segalanya”, yang dalam konteks teater tidak
mengarah pada pencerahan filosofis atau pengayaan materi pertunjukan, melainkan pada kontrol
yang diskriminatif dan timpang. antar elemen. dari teater presentasi Misalnya, dominasi akting
atas "tubuh" sebagai alat ekspresi artistik gagal untuk benar-benar memperluas imajinasi
penonton. Keterbatasan tubuh untuk merespon percikan harapan penonton terkadang tidak
menyampaikan pesan kontekstual dari pertunjukan tersebut. Penonton kehilangan ruang lingkup
daya kreatifnya, dan tontonan kehilangan daya magis dan daya serapnya.
Pertunjukan teatrikal merupakan sinergi sekaligus realisasi dari nilai filosofi berbasis
kepercayaan pada kekuatan rakyat, dalam hal ini publik. Aspek inilah yang menjadi titik tolak dan
pembenaran untuk mengakui keberadaan seni teater modern. Teater banyak mengandung kearifan
lokal yang berbeda dan beragam, sehingga modernisme memerlukan cara pandang lain tentang
kebenaran, yaitu postmodernisme.

Secara konseptual, postmodernisme merupakan kelanjutan dari prinsip pencerahan


modernisme yang menurut Jürgen Habermas belum terwujud. Zygmunt Bauman melihat bahwa
postmodernisme memiliki potensi untuk menyuarakan politik pembebasan, politik perbedaan,
keragaman, kesempatan dan solidaritas. Penampilannya dapat dilihat sebagai bricolage yang
menyandingkan tanda-tanda yang sebelumnya tidak berhubungan menjadi kode-kode makna
baru. Bricolage sebagai gaya budaya adalah inti dari budaya postmodern. Ini mengaburkan batas
genre. Kode adalah intertekstualitas sadar diri, yaitu kutipan timbal balik dari satu teks ke teks lain
dengan kemungkinan individu yang berbeda yang mencerminkan gagasan politik "lain".
DAFTAR PUSTAKA

Novianto, W. (2019) “Ramaturgi Teater REALISME Siasat Dramatik Dan Artistik Mencipta
ilusi REALITAS,” Acintya Jurnal Penelitian Seni Budaya, 10(2). Available at:
https://doi.org/10.33153/acy.v10i2.2282.

MUNAZIF, A.K.B.A.R. (2020) “Perancangan Teater realisme Dalam Lakon Maut Dan sang
Dara Karya Ariel Dorfman Terjemahan Mimi Notokusumo,” Creativity And Research
Theatre Journal, 2(1), p. 1. Available at: https://doi.org/10.26887/cartj.v2i1.1369.

Mulia, S.W. (2016) “Realisme Magis Dalam Novel Simple Miracle Doa Dan Arwah Karya Ayu
Utami,” Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya, 5(1), p. 30. Available at:
https://doi.org/10.20473/lakon.v5i1.2780.

Putra, M.A.D. (2022) “Penciptaan Karya teater monolog Apakah Kita Sudah merdeka Dengan
Pendekatan realisme,” Creativity And Research Theatre Journal, 4(1), p. 64. Available at:
https://doi.org/10.26887/cartj.v4i1.2505.

You might also like