Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 13

1

Publication Manuscript

CORRELATION BETWEEN NOISE STRESSOR


AND SLEEP DISORDER OF PATIENTS
AT CARDIAC CARE INSTALLATION
OF DR. SARDJITO HOSPITAL

Naskah Publikasi
HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR
PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan
Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh :

SUJIATI
07/255078/EIK/612

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008
2

HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR


PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

CORRELATION BETWEEN NOISE STRESSOR


AND SLEEP DISORDER OF PATIENTS
AT CARDIAC CARE INSTALLATION
OF DR. SARDJITO HOSPITAL

Sujiati1, Sri Setiyarini2, Syahirul Alim2


ABSTRACT

Background: Sleep disorder of patients at intensive care may be caused by noise, acute or
chronic disease, psychological stress, ignorance, frequent monitoring, medication and
treatment given. Expression of sleep disorder in general are frequent wake ups, sleep onset
exposure, being awake early, and low quality of sleep.

Objective: This study aimed to find out correlation between noise stressor and sleep disorder
of patients and identify sources of noise and potential places of noise at Cardiac Care
Installation of Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta.

Method: The study was conducted for 2 months (September – November 2008). It was a
descriptive analytical study with cross sectional approach. Samples were taken from the
population that fulfilled inclusion criteria using total sampling technique. This study used
observation sheet for sleep pattern and hypersomnia sleep disorder and questionnaire for
insomnia. Data analysis to find out correlation between noise stressor and sleep disorder used
fisher’s exact test, and to identify source of noise and potential places for noise used
frequency and average statistical test.

Result: There was significant correlation between noise stressor and sleep disorder with
p=0.020; r=0.378 (CI 1.005-1.769) and OR=1.333. Sources of noise came from nursing
activities, entry of new patients, activities of lung cardiac resuscitation, alarm of numerous
instruments used (bedside monitor, syringe pump, DC shock, mechanical ventilation). Other
noisy and restless patients contributed to the production of noise at inpatient room. Places of
potential noise in average contributed noise intensity at medium scale.

Conclusion: There was significant correlation between noise stressor and sleep disorder of
patients.

Keywords: noise stressor, sleep disorder, intensive cardiac care

1. Intensive Cardiac Care Unit, Dr. Sardjito Hospital


2. Nursing Education Program, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University

HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR


3

PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG


RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Sujiati1, Sri Setiyarini2, Syahirul Alim2


INTISARI

Latar Belakang: Gangguan tidur pada pasien di perawatan intensif disebabkan oleh
kebisingan, penyakit akut dan kronis yang diderita, stres psikologis, ketidaktahuan, seringnya
tindakan monitoring, pengobatan dan perawatan yang dilakukan. Ungkapan gangguan tidur
yang terjadi pada umumnya adalah sering terbangun, pemanjangan onset tidur, terbangun
lebih awal dan kualitas tidur yang rendah.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan antara stresor bising dengan gangguan
tidur pasien dan untuk mengetahui sumber-sumber kebisingan dan tempat-tempat yang
berpotensi menimbulkan kebisingan di Instalasi Rawat Jantung RSUP DR. Sardjito
Yogyakarta.

Metode: Penelitian dilakukan selama 2 bulan (September - November 2008), berupa


penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dari
populasi yang memenuhi kriteri inklusi penelitian dengan menggunakan teknik Total
Sampling. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi untuk pengukuran
kebisingan, pola tidur dan hipersomnia serta kuesioner tentang insomnia. Analisis data untuk
mengetahui hubungan antara stresor bising dengan gangguan tidur dilakukan dengan
menggunakan rumus Fisher’s Exact Test, dan untuk mengetahui sumber-sumber kebisingan 1
serta tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kebisingan dengan uji statistik frekuensi
dan rata-rata.

Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara stresor bising dengan gangguan tidur
dengan p: 0.020; r: 0.378 (CI: 1.005-1.769) dan OR: 1.333. Sumber-sumber kebisingan
berasal dari aktivitas perawatan, penerimaan pasien baru, aktivitas resusitasi jantung paru,
alarm dari berbagai peralatan yang dipakai (bed side monitor, syringe pump, DC Shock, dan
ventilasi mekanik) dan juga dari pasien lain yang gaduh gelisah. Hasil pengukuran
kebisingan di ruang jaga perawat, ruang rawat pasien, meja konsultasi, dan di pintu keluar-
masuk rata-rata berada dalam skala intensitas kebisingan kuat, sedangkan di ruang istirahat
perawat, ruang tindakan dan di kamar mandi umum rata-rata dalam skala intensitas
kebisingan sedang.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara stresor bising dengan gangguan
tidur pada pasien.

Kata Kunci: stresor bising, gangguan tidur, perawatan jantung intensif

__________________________________________________________________
¹ Instalasi Rawat Jantung, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
² Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

PENDAHULUAN
4

Suara, dengan berbagai manifestasinya, dapat menimbulkan gangguan pada pasien,


petugas, dan pengunjung pasien di rumah sakit. Kebisingan, yang dalam berbagai literatur
didefinisikan sebagai “suara yang tidak dikehendaki” bisa diartikan berbeda antara pasien
dan petugas kesehatan. Hal lain dari suara, isi pembicaraan dan siapa yang menjadi
pendengar, sangat penting dikomunikasikan antara pasien dengan petugas dan antar petugas
dalam rumah sakit. Penyampaian informasi penting yang didiskusikan antara pasien dengan
petugas kesehatan atau antar petugas kesehatan di hadapan pasien, bisa dianggap
mengganggu pasien yang bersangkutan maupun pasien lain, selain itu juga hal-hal yang
bersifat pribadi bisa didengar oleh pihak lain sehingga bisa menimbulkan ketidaknyamanan
bagi pasien 1.
Kebisingan dapat mempengaruhi kita tanpa kita sadari. Tidak seperti sistem
penglihatan kita yang dapat memilih sesuatu yang ingin kita lihat dan yang tidak ingin kita
lihat, sistem pendengaran kita tidak dapat melakukannya. Sistem pendengaran kita tetap
dalam kondisi siaga meskipun kita dalam keadaan tertidur 2. Dampak kebisingan bukan hanya
gangguan pendengaran saja, melainkan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah. Hal ini
dipicu oleh emosi yang tidak stabil yang bisa menimbulkan stress. Jika ditambah dengan
penyempitan pembuluh darah, maka dapat memacu jantung untuk bekerja lebih keras
memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu yang lama akan mengakibatkan terjadinya
hipertensi3.
Sumber-sumber kebisingan diantaranya adalah perawatan, berbagai alarm dan telepon,
televisi, ventilasi, dan percakapan staf. Petugas kesehatan sering tidak sadar tentang kerasnya
percakapan mereka dan gangguan yang bisa mereka timbulkan dalam pikiran para pasien 4.
Hingga saat ini masalah kebisingan tetap saja jadi tantangan. Tempat-tempat tidur yang
dikelilingi oleh mesin-mesin dan peralatan yang bising akan menakutkan bagi pasien,
keluarga, dan perawat baru dalam perawatan kritis. Kebisingan menjadi bahaya lingkungan
yang menciptakan ketidaknyamanan pada seorang pasien. Konsekuensi dari lingkungan yang
bising diantaranya adalah tergangggunya tidur, terhalanginya penyembuhan luka, dan
aktivasi sistem saraf simpatik. Level-level kebisingan yang moderat bisa menghasilkan
vasokonstriksi. Kondisi terbangunkan yang sering, yang disebabkan oleh kebisingan, dapat
saja terjadi selama berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu untuk para pasien yang
opname lama di ICU4.
Gangguan tidur di ICU disebabkan oleh kebisingan 5 6 7 8 9 10 , penyakit akut dan kronis,
sepsis, gangguan paru-paru, penyakit jantung, stroke, epilepsi, pembedahan 6 11, stres
psikologis, ketidaktahuan, seringnya tindakan monitoring (diagnostic test) yang dilakukan,
tindakan pengobatan dan perawatan 5 8 12, umur dan jenis kelamin5. Tidur merupakan bagian
penting dari kehidupan manusia, di mana pada saat tidur banyak terjadi peristiwa penting
meliputi peningkatan status imunologi, fungsi berpikir dan pemulihan fungsi-fungsi otot 11.
Gangguan tidur merupakan masalah yang sering terjadi di rumah sakit 13. Kurang tidur
dan istirahat ini mempunyai andil besar dalam menimbulkan ketakutan dan kegelisahan
pasien4. Normalnya tidur REM (rapid eye movement) meningkatkan pemulihan emosional,
restorasi otak, dan pertumbuhan. Sedangkan tidur NREM (non rapid eye movement)
meningkatkan penyembuhan fisik dan pertumbuhan13.
Gangguan tidur seperti penurunan durasi tidur dan sering terbangun merupakan
kejadian yang biasanya dialami pasien yang dirawat di lingkungan perawatan kritis dan hal
ini bisa mengakibatkan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai hasil yang
diharapkan karena adanya penurunan fungsi kekebalan (imunitas), proses penyembuhan
luka, fungsi pikir, gangguan emosional, status fungsional dan peningkatan tingkat stress.
Faktor lingkungan seperti pencahayaan, kebisingan, dan seringnya tindakan untuk
memonitor, perawatan dan pengobatan biasanya menyebabkan terjadinya gangguan tidur
pada pasien yang dirawat di lingkungan perawatan kritis 8. Angka kejadian ungkapan
5

gangguan tidur pada perawatan akut dan perawatan ICU antara 22% sampai 61%. Pada
umumnya yang terjadi adalah sering terbangun, pemanjangan onset untuk jatuh tertidur,
terbangun lebih awal dan sebagian besar terjadi kualitas tidur yang rendah. Pasien juga
melaporkan bahwa tidur mereka di rumah sakit lebih buruk daripada waktu mereka di rumah
dan gangguan tidur ini dirasakan sangat menimbulkan stres.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat kuantitatif, dengan
menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional study) dengan metode deskriptif
analitik.Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan kegawatan kardiovaskuler yang
dirawat di Instalasi Rawat Jantung (IRJAN) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Pengambilan sampel dengan total sampling14; kriteria inklusi: semua pasien baru di
IRJAN, bersedia menjadi responden, dan dapat berkomunikasi dengan petugas (mempunyai
orientasi baik) dan kriteria eksklusi adalah: (a) pasien yang keluar dari IRJAN sebelum
3 hari perawatan; (b) pasien yang mengalami nyeri skala 5-10 (dari skala nyeri 1-10); (c)
pasien yang mendapat terapi medis sedatif secara kontinyu; (d) pasien yang terdiagnosa
medis mengalami gangguan neurologis dan atau psikologis yang dapat mempengaruhi
fungsi kognitif pasien, sehingga kemungkinan akan mempengaruhi persepsi mereka
terhadap gangguan tidur dan stresor yang mempengaruhinya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian di Instalasi Rawat Jantung


RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2008 (n=40)

Frekuensi Persentase
No. Karakteristik Responden
(f) (%)
1. Umur
a. 31-40 tahun 4 10,0
b. 41-50 tahun 6 15,0
c. 51-60 tahun 16 40,0
d. 61-70 tahun 10 25,0
e. >70 tahun 4 10,0
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 23 57,5
b. Perempuan 17 42,5
3. Status Perkawinan
a. Tidak Menikah 3 7,5
b. Menikah 37 92,5
4. Pendidikan
a. SD 10 25,0
b. SLTP 8 20,0
c. SLTA 14 35,0
d. Perguruan Tinggi 8 20,0
5. Pekerjaan
a. Ibu RT/Tidak Bekerja 13 37,5
b. Pensiunan 8 20,0
c. Buruh 6 15,0
d. Swasta/Wiraswasta 6 15,0
e. PNS/Guru/Dosen 5 12,5
Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui karakteristik subjek penelitian berdasarkan
umurnya, mayoritas berumur 51- 60 tahun (40,0%); berjenis kelamin laki-laki (57,5%);
6

dengan status perkawinan “menikah” (92,5%); berpendidikan SLTA (35,0%); dilihat status
pekerjaannya mayoritas ibu rumah tangga atau tidak bekerja (37,5%). Sesuai dengan
prevalensi penyakit kardiovaskuler, sebagian besar pasien yang masuk ke ruang rawat
jantung mempunyai faktor resiko usia di atas 35 tahun dan laki-laki lebih banyak daripada
wanita.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Pasien di Instalasi Rawat Jantung


RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2008 (n=40)

Rata-rata
Tingkat Kebisingan Kategori
dB(A)
1. Hari I 60,96 Sedang
2. Hari II 60,95 Sedang
3. Hari III 60,96 Sedang
Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan rata-rata responden pada hari
pertama, kedua dan ketiga, berada dalam kategori tingkat kebisingan intensitas sedang. Hasil
penelitian menunjukkan tingkat kebisingan rata-rata 60,96 dB(A). Kebisingan disebabkan
oleh pasien lain, aktivitas perawatan saat menerima pasien baru yang datang dari UGD dan
dari ruangan lain, resusitasi pasien yang kritis, alarm monitor, serta percakapan antar staf
dan juga saat jam kunjung keluarga.
Dalam penilaian bising ini mungkin terjadi penilaian yang subyektif maupun obyektif.
Hal tersebut dapat terjadi karena dalam penilaian tergantung temperamen/watak seseorang,
kondisi psikis dan kebiasaan dalam mendengarkan bunyi15.

B. Analisis Deskriptif (Univariat)

Tabel 3. Analisis Univariat Variabel Penelitian di Instalasi Rawat Jantung


RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, 2008 (n=40)

Variabel Frekuensi (f) Prosentase (%)


1. Kebisingan:
Kuat 24 60,0
Sedang 16 40,0
2. Gangguan Tidur:
Ya:
a. Pola Tidur 12 30,0
b. Hipersomnia 0 0,0
c. Insomnia 0 0,0
d. Pola tidur dan Hipersomnia 0 0,0
e. Pola tidur dan Insomnia 22 55,0
f. Pola tidur, Hipersomnia dan Insomnia 2 5,0
g. Hipersomnia dan Insomnia 0 0,0
Tidak 4 10,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa pada variabel stressor bising, dari 40 orang
pasien; 40,0% pasien didapatkan rata-rata intensitas kebisingannya sedang; dan 60,0% pasien
7

didapatkan rata-rata intensitas kebisingannya kuat. Mayoritas pasien di Instalasi Rawat


Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mengalami tingkat kebisingan pada kategori
intensitas kebisingan kuat.
Variabel ganggunan tidur diukur dari terdapatnya satu atau lebih dari gangguan pola
tidur, hipersomnia, dan insomnia. Responden yang mengalami gangguan pola tidur saja ada
12 (30%), yang mengalami gangguan pola tidur dan insomnia ada 22 (55%), dan yang
mengalami ketiga gejala (gangguan pola tidur, hipersomnia dan insomnia) ada 2 (5%).
Sedangkan responden yang tidak mengalami gangguan tidur hanya ada 4 (10%) saja.

C. Analisis Bivariat

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: “terdapat hubungan antara stresor
bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta”. Pengujian hipotesis tersebut digunakan analisis statistik non parametrik,
dengan teknik analisis Fisher’s Exact Test.

Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur

Tabel 4. Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur Pasien


di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2008, (n=40)

Gangguan Tidur Total p r CI OR


Kebisingan
Ya Tidak
f (%)
f (%) f (%) 0,020 0.378 1.005- 1.333
Kuat 24 (60,0) 0 (0,0) 24 (60,0) 1.769
Sedang 12 (30,0) 4 (10,0) 16 (40,0)
Total 36 (90) 4 (10,0) 40 (100,0)
Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Dari 40 responden; 60,0% mengalami kebisingan yang kuat dan 40,0% mengalami
kebisingan dengan tingkat sedang. Analisis terhadap variabel gangguan tidur; pada indikator
gangguan tidur hampir semua responden, 36 (90,0%) mengalami gangguan tidur dan hanya
4 (10,0%) yang tidak mengalami gangguan tidur. Berdasarkan tabel tersebut di atas, dengan
menggunakan rumus Fisher’s Exact Test, didapatkan hasil penghitungan signifikansi atau p
sebesar = 0,020. Ternyata p < 0,05; disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara
stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Dilihat dari contingency coefficient sebesar = 0,378 dapat diartikan
bahwa keeratan hubungannya rendah. Confidence Interval sebesar 1.005 -1.769 dapat
diartikan bahwa penelitian ini bermakna. Rentang CI yang sempit menunjukkan bahwa
kemaknaan penelitian ini tidak hanya bermakna secara statistik tetapi juga secara klinis
terhadap gangguan tidur. Odds Ratio sebesar 1.333 menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami tingkat kebisingan kuat mempunyai kemungkinan terkena gangguan tidur 1.333
kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang mengalami tingkat kebisingan sedang.
Penyebab gangguan tidur di ICU adalah lingkungan perawatan kritis, penyakit medik
akut maupun kronis, nyeri, stres psikologis, dan banyaknya pengobatan dan tindakan
perawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit kritis, kebisingan, dan pencahayaan
yang konstan6 11 12. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan gangguan pola tidur, yaitu
faktor psikologis, fisiologis, lingkungan dan faktor parental. Faktor lingkungan yang bisa
8

mempengaruhi tidur adalah suhu, kelembaban yang berubah-ubah, stimulasi yang


berlebihan, kurangnya privasi/pengendalian tidur, pencahayaan, pengobatan (depresan atau
stimulan), kegaduhan, bau yang berbahaya, perawat (yang membangunkan pasien) untuk
perawatan, pemantauan, dan test laboratorium, restrein fisik, pasangan tidur, dan
perlengkapan tidur yang asing16.
Kebisingan dan aktivitas perawatan pasien menyebabkan gangguan tidur 7. Pada
penelitian lain juga didapatkan bahwa faktor-faktor non-lingkungan seperti pengobatan,
nyeri, demam, dan penyakit kronis yang mendasari juga berdampak buruk pada kualitas
tidur17.

Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Pola Tidur


Keteraturan tidur adalah suatu manifestasi dari irama sirkardian, pada siklus 24 jam
dari jam tubuh. Jam ini tersinkron secara harian oleh paparan cahaya dan kejadian-kejadian
yang teratur. Jam sirkardian ini bisa terganggu oleh karena sakit, jet lag, kerja shiff atau tidur
yang terus-menerus terpapar cahaya. Karena banyak hormon, misalnya kortisol, tiroid
stimulating hormon yang disekresikan sesuai dengan irama harian, gangguan irama
sirkardian dan gangguan tidur dapat merupakan masalah pada hampir semua sistem tubuh 18.
Penyebab gangguan tidur selama di ICU bersifat multifaktorial. Pada penelitian
tersebut didapatkan bahwa walaupun secara subyektif pasien ICU mengalami kualitas tidur
yang lebih buruk daripada saat di rumah, intervensi petugas dan pemeriksaan diagnostik
lebih berperan sebagai penyebabnya dibandingkan dengan kebisingan lingkungan
perawatan17.
Tidur pasien ICU pada umumnya ditandai dengan tidur tingkat 1 dan tingkat 2,
berkurang atau tidak adanya tingkat 3 dan 4, memendeknya periode tidur REM (Rapid Eye
Movement), sering terbangun dan adanya fragmentasi tidur 17. Penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa 40-50% total waktu tidur di ICU terjadi pada siang hari, dan
membutuhkan beberapa hari untuk menormalkannya setelah dipindah ke ruang rawat biasa.

Hubungan Stresor Bising dengan Hipersomnia.


Dari 40 responden, hanya 5,0% yang mengalami hipersomnia dan hampir semua
responden (95,0%) tidak mengalaminya. Kebisingan ruang perawatan tidak terbukti
berhubungan dengan gangguan tidur hipersomnia.
Hipersomnia adalah jumlah tidur yang berlebihan dan mengantuk (somnolent) yang
berlebihan di siang hari, diikuti dengan tanda dan gejala antara lain bisa jatuh tertidur saat
bekerja, saat makan, atau saat bercakap-cakap. Pada saat tersadar, orang tersebut sering
mengalami disorientasi, mudah tersinggung, kehilangan kekuatan, dan mengalami
perlambatan dalam berbicara dan proses berpikir 19 20.
Penyebab hipersomnia bervariasi, di antaranya adanya gangguan tidur lain (misal sleep
apnea), ketergantungan obat atau alkohol, cedera kepala atau cedera sistem saraf pusat, efek
dari obat-obatan tertentu, depresi dan obesitas20.

Hubungan Stresor Bising dengan Insomnia


Insomnia sering terjadi pada usia di atas 60 tahun, wanita (terutama yang telah
menopause), dan orang dengan riwayat depresi. Gangguan tidur insomnia ini dapat juga
terjadi saat periode stress, dalam situasi lingkungan yang berbeda dengan biasanya, sesudah
perjalanan yang melintasi batas zona waktu (jet lag), dan bisa juga diakibatkan efek obat-
obatan tertentu20.
Lingkungan rumah sakit seringkali menurunkan stimulus sensori normal pasien
sementara memberi mereka stimulus sensori asing yang tidak ditemui di lingkungan rumah.
Situasi ini, suatu kombinasi dari penurunan sensori dan kelebihan sensori disebut fenomena
9

rumah sakit. Bunyi normal di rumah termasuk suara-suara orang yang dicintai, teman, radio
dengan gelombang yang disukai, bunyi telepon, suara anak-anak bermain, dan lain-lain
merupakan bunyi-bunyi yang biasa didengar4.
Dukungan psikososial sangat dibutuhkan oleh pasien di unit perawatan kritis termasuk
bantuan dalam mengatasi efek perawatan di rumah sakit. Suara dan aktivitas-aktivitas unit
mengganggu pasien selama 24 jam sehari, selain itu, pasien harus mengatasi rasa takut akan
penyakitnya. Stimulus yang berlebihan di lingkungan perawatan kritis bisa menyebabkan
masalah psikologis pada pasien4.

D. Analisa Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan di beberapa tempat di IRJAN

Tabel 5. Rata-rata tingkat kebisingan per hari di beberapa tempat


di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2008

No. Tempat Rata-rata (dBA) Intensitas Kebisingan


1. Ruang jaga perawat 65,72 Kuat
2. Ruang rawat pasien 66,38 Kuat
3. Ruang istirahat perawat 59,46 Sedang
4. Meja konsultasi 68,08 Kuat
5. Ruang tindakan 54,84 Sedang
6. Kamar mandi umum 60,00 Sedang
7. Pintu masuk-keluar 66,42 Kuat
Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan di beberapa tempat
di IRJAN yang diukur dalam waktu 5 X 24 jam, tingkat kebisingan di ruang jaga perawat
berada dalam skala intensitas kuat, di ruang istirahat perawat dalam skala sedang, di meja
konsultasi dalam skala kuat, di ruang tindakan dalam skala sedang, di kamar mandi umum
dalam skala sedang, sedangkan di pintu masuk-keluar dalam skala kuat.
Tingkat kebisingan di ICU sebagian besar melebihi standar yang direkomendasikan
untuk rumah sakit dan pada umumnya berkisar antara 60-70 dBA. Pengukuran di beberapa
tempat yang berbeda di lingkungan ICU tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Kebisingan bisa ditimbulkan oleh pasien lain, bunyi alarm monitor, percakapan
staf/petugas21.
Percakapan staf ini terjadi saat visite dokter dan perawat, biasanya disertai oleh
praktikan yang ada di IRJAN, antara lain mahasiwa dari Pendidikan Dokter (residen dan co
ass), mahasiswa dari Pendidikan Keperawatan (Diploma III dan SI-Ners). Saat visite ini
dokter dan atau perawat, setelah memberi penjelasan pada pasien tentang kondisi kesehatan
dan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan, kadang-kadang sambil memberikan
penjelasan juga terhadap praktikan (diskusi kecil) di dekat pasien. Hal lain yang bisa
menjadi sumber kebisingan adalah aktivitas perawatan dan pengobatan dan monitoring yang
dilakukan pada pasien, aktivitas penerimaan pasien baru, aktivitas saat ada tindakan
resusitasi jantung paru, dan juga dari pasien yang dalam kondisi gaduh gelisah.
Timbulnya bising yang disebabkan intensitas yang tinggi, sumber bunyi yang beraneka
ragam, ataupun bunyi yang irreguler, akan menimbulkan dampak/efek negatif terutama pada
proses pendengaran (misalnya timbul tuli sementara atau menetap), menimbulkan
kejengkelan, rasa tidak senang, mengganggu proses komunikasi, mengganggu proses tidur,
dan penurunan semangat kerja15. Kebisingan menjadi bahaya lingkungan yang menciptakan
10

ketidaknyamanan pada seorang pasien. Konsekuensi dari lingkungan yang bising diantaranya
adalah tergangggunya tidur, terhalanginya penyembuhan luka, dan aktivasi sistem saraf
simpatik. Level-level kebisingan yang moderat bisa menghasilkan vasokonstriksi. Kondisi
terbangunkan yang sering, yang disebabkan oleh kebisingan, dapat saja terjadi selama
berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu untuk para pasien yang opname lama di
ICU4.

Tabel 6. Rata-rata tingkat kebisingan per shift jaga di beberapa tempat


di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2008

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam


No
Tempat
. Rata-rata Intensitas Rata-rata Intensitas Rata-rata Intensitas
dB(A) dB(A) dB(A)
1. Ruang jaga 71,50 Kuat 62,64 Kuat 63,20 Kuat
perawat
Ruang rawat 69,82 Kuat 64,64 Kuat 64,76 Kuat
2. pasien
3. Meja konsultasi 73,96 Kuat 66,22 Kuat 62,36 Kuat
4. Ruang istirahat 58,90 Sedang 58,90 Sedang 59,64 Sedang
perawat
5. Ruang tindakan 58,88 Sedang 53,16 Sedang 52,48 Sedang
6. Kamar mandi 64,14 Kuat 56,58 Sedang 59,36 Sedang
umum
7. Pintu masuk- 71,48 Kuat 66,94 Kuat 62,88 Kuat
keluar
Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan per shift jaga di
beberapa tempat di IRJAN yang diukur dalam waktu 5 X 24 jam, yang dilakukan pada hari
yang tidak berturutan, tingkat kebisingan di ruang jaga perawat, baik pada shift jaga Pagi,
Sore maupun Malam berada dalam skala intensitas kuat. Kebisingan di ruang jaga perawat
berasal dari suara monitor sentral, 2 buah pesawat telepon yang sering berbunyi, suara
percakapan petugas, suara bel pemanggil dari pasien dan kadang-kadang suara vacuum
cleaner saat membersihkan karpet di ruang jaga perawat. Sesuai dengan pernyataan4 sumber-
sumber kebisingan diantaranya adalah perawatan, berbagai alarm dan telepon, televisi,
ventilasi, dan percakapan staf.
Tingkat kebisingan rata-rata di ruang rawat pasien, berada dalam skala intensitas kuat
baik pada saat shift jaga Pagi, Sore maupun Malam. Hal ini dikarenakan aktivitas perawatan
pada pasien di IRJAN relatif hampir sama di semua shift jaga. Adanya aktivitas perawatan,
penerimaan pasien baru, aktivitas resusitasi jantung paru pada pasien kritis, bed side monitor
di setiap pasien, syringe pump dan kadang-kadang ada pasien yang terpasang ventilasi
mekanik, atau sering juga ada pasien yang gaduh gelisah ikut memberikan andil dalam
menimbulkan kebisingan di ruang rawat pasien. Akan tetapi angka kebisingan tertinggi
berada pada shift jaga Pagi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian 22 yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan tingkat kebisingan yang signifikan antara shift Pagi dengan shift Sore dan
Malam, di mana shift Pagi tingkat kebisingan lebih tinggi daripada shift Sore dan Malam dan
tidak ada perbedaan yang signifikan antara shift Sore dengan shift Malam.
Dampak kebisingan bukan hanya gangguan pendengaran saja, melainkan dapat
menyebabkan kenaikan tekanan darah. Hal ini dipicu oleh emosi yang tidak stabil yang bisa
11

menimbulkan stress. Jika ditambah dengan penyempitan pembuluh darah, maka dapat
memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu
yang lama akan mengakibatkan terjadinya hipertensi 3.
Tingkat kebisingan rata-rata di ruang istirahat perawat, dalam 5 hari pengukuran
berada dalam skala intensitas sedang, baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam. Hal ini
dikarenakan perawat selalu saling bergantian untuk beristirahat sejenak di ruang istirahat.
Saat ada yang beristirahat, sebagian yang lain berjaga di ruang jaga perawat dan di ruang
perawatan pasien. Dengan demikian tingkat kebisingan yang ditimbulkan di ruang istirahat
perawat masih dalam skala sedang. Ruang istirahat perawat ini juga digunakan sebagai ruang
istirahat dokter jaga. Di samping itu juga sebagai ruang komputer, perpustakaan perawat,
serta sebagai ruang makan dan minum bagi perawat dan dokter jaga.
Tingkat kebisingan rata-rata di meja konsultasi, dalam 5 hari pengukuran, pada shift
jaga Pagi, Sore maupun Malam, rata-rata dalam intensitas kuat. Keadaan ini terjadi baik pada
saat ada keluarga pasien berkonsultasi maupun tidak dikarenakan penempatan meja
konsultasi sangat strategis untuk memantau pasien sehingga saat tidak ada keluarga yang
konsultasi, dipakai oleh petugas/perawat untuk duduk menulis catatan asuhan keperawatan
sambil memantau pasien. Pada shift Malam, biasanya keluarga pasien jarang ada yang
berkonsultasi, kecuali saat ada pasien yang baru masuk, perawat yang bertugas hanya
berjumlah 4 orang, dokter jaga 1-2 orang, biasanya akan duduk berpencar di semua penjuru
ruangan dalam memantau pasien (ruang jaga perawat, ruang rawat pasien dan di meja
konsultasi) sehingga tingkat kebisingan di meja konsultasi sedikit menurun.
Tingkat kebisingan rata-rata di ruang tindakan, untuk shift jaga Pagi, Sore, maupun
Malam, berada dalam intensitas sedang. Hal ini dikarenakan ruang tindakan di IRJAN
dipersiapkan untuk melakukan tindakan-tindakan invasif yang bersifat emergensi/darurat
saja, seperti pemasangan vena dalam dan pemasangan pacu jantung sementara (Temporary
Pace Maker/TPM) sedangkan untuk tindakan invasif yang terencana dilaksanakan di ruang
catheterisasi jantung di bagian Radiologi RSUP DR. Sardjito. Selama pengambilan data
penelitian, hanya ada 1 kali pemasangan vena dalam pada tanggal 1 Oktober 2008 jam
08.00-09.00 WIB dan 4 kali tindakan pemasangan pacu jantung sementara (TPM) yaitu pada
tanggal 1 Oktober 2008 jam 10.00-11.30 WIB, tanggal 20 Oktober 2008 jam 13.00-14.30
WIB, tanggal 24 Oktober 2008 jam 19.00-21.00 WIB dan tanggal 27 Oktober 2008 jam
01.00-03.00 WIB.
Tingkat kebisingan di kamar mandi umum, selama 5 hari pengukuran, untuk shift jaga
Pagi, rata-rata dalam intensitas kuat, untuk shift jaga Sore rata-rata dalam intensitas sedang,
untuk shift jaga Malam didapatkan rata-rata dalam intensitas sedang. Hal ini dikarenakan di
saat shift jaga Pagi banyak kegiatan bersih-bersih yang dilakukan, seperti menguras bak
mandi, membersihkan lantai, mencuci waskom mandi, urinal, pispot, instrumen ganti balut,
dan lain-lain. Sedangkan untuk jaga Sore dan Malam, kegiatan bersih-bersih hanya bersifat
insidental saja dan khusus untuk jaga malam, intensitas kebisingan yang kuat rata-rata pada
jam 05.00 – 06.00 WIB saat perawat mempersiapkan air mandi untuk pasien.
Di pintu masuk-keluar selama 5 hari pengukuran, di semua shift Pagi, Sore dan
Malam, rata-rata semua berada dalam skala intensitas kuat. Akan tetapi angka kebisingan
tertinggi berada pada saat shift jaga Pagi. Hal ini dikarenakan pada shift jaga Pagi, banyak
petugas yang keluar masuk dalam rangka menjalankan tugasnya sehingga menimbulkan
angka kebisingan yang tinggi di pintu masuk-keluar.

KESIMPULAN
12

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, penelitian ini
menyimpulkan: terdapat hubungan yang bermakna antara stresor bising dengan gangguan
tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

SARAN

Berdasarkan beberapa kesimpulan tersebut di atas, peneliti memberikan beberapa


saran, sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Pengadaan berbagai macam peralatan yang dilengkapi dengan sistem alarm dalam
kriteria tidak bising tetapi masih bisa menunjukkan adanya suatu kejadian yang perlu
diwaspadai.
2. Bagi Keperawatan
a. Pertimbangkan untuk penataan ulang yang bisa meminimalkan tingkat intensitas
kebisingan, misalnya dengan mengelompokkan penempatan pasien sesuai tingkat
kekritisannya dan menyediakan ruangan khusus untuk konsultasi pasien di tempat
yang terpisah dari ruang rawat pasien.
b. Hindari pemberian aktivitas perawatan saat pasien kemungkinan tidur.
c. Kelompokkan tindakan-tindakan perawatan pasien untuk memungkinkan tidur
pasien tidak terganggu baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam.
d. Turunkan tingkat kebisingan ruang rawat pasien terutama saat malam hari. Alternatif
yang bisa diambil adalah dengan mengatur setting alarm peralatan yang terpasang
pada pasien bunyi monitor pada posisi off pada kondisi fisiologis dan hanya on saat
kondisi patologis saja.
e. Jaga tingkat kebisingan serendah mungkin pada siang hari, diskusi tentang pasien
dalam rangka pendidikan kepada praktikan bisa dilakukan di ruangan tersendiri
(tidak di dekat pasien), bed side teaching dan ronde keperawatan dilakukan pada
saat pasien tidak sedang butuh istirahat tidur.
f. Optimalisasi hubungan keluarga dengan pasien saat jam kunjung sehingga tidak
akan ada kunjungan keluarga di luar jam berkunjung yang telah ditentukan.
3. Bagi Peneliti lain
Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh kebisingan ruang rawat
terhadap semua gangguan yang bisa timbul baik pada pasien maupun petugas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Joseph A. (2007). Sound Control for Improved Outcomes in Healthcare Settings,


www.healthdesign.org.
2. Goines, L.and Hagler, L. (2007). Noise Pollution: A Modern Plaque, Southern Medical
Journal, http://www.medscape.com/viewpublication/402_index.
3. Kurniawati, D. (2007). Intensitas Kebisingan dan Keluhan Subyektif (Non Auditory
Effect) pada Perawat di IRNA Medik RSU DR. Soetomo Surabaya, Skripsi, Bidang
Penelitian dan Pengembangan RSU Dr. Soetomo Surabaya.
4. Hudak, C.M., and Gallo, B.M. (1997). Keperawatan Kritis: Penedekatan Holistik. Alih
bahasa Allenidekania, Susanto, B., Asih, Y. Editor Ester, M. EGC Jakarta.
5. Freedman, NS, Gazendam J, Levan L, Pack AI, Schwab RJ. (2001). Abnormal
sleep/wake cycles and the effect of environmenttal noise on sleep disruption in the
intensive care unit, Am J Respir Crit Care Med. 2001 Feb;163(2):45-7.
13

6. Cooper AB; Gabor JY; Hanly PJ, (2001), Sleep in the critically ill patient, Semin Respr
Crit Care Med. 2001;22(2):153-64.
7. Gabor JY, Cooper AB, Crombach SA, Lee B, Kadikar N, Bettger HE, et al. (2003).
Contribution of the intensive care unit environment to sleep disruption in menhanically
ventilated patients and healthy subjects, Am J Respir Crit Care Med. 2003 Mar
1;167(5):708-15. www.atsjournals.org.
8. Tamburri, L.M., Rosean D., Zozula, R., Redeker N.S. (2004). Nocturnal Care
Interactions With Patients in Critical Care Units, American Journal of Critical Care,
04/12/2004.
9. Stanchina, ML, Abu-Hijleh M, Chaudhry BK, Carlisle CC, Millman RP. (2005). The
Influence of white noise on sleep in subjects exposed to ICU noise, E:\data update\ [Sleep
Med_2005] Sep;6(5):423-8. Epub 2005 Mar 31.
10. Stokowski, L.A. (2008). The Inhospitable Hospital: No Piece, No Quiet, Medscape
Nurse, 06/3/2008, http://www.medscape.com/viewprogram/14587_authors
11. Walder B, Haase U, Rundshagen I, (2007). Sleep disturbances in critically ill patients,
Article in German PMID: 16953422 [PubMed – indexed for MEDLINE].
12. Weinhouse, G.L. and Schwab, R.J. (2006). Sleep in critically ill patient, Sleep.2006 May
1;29(5):707-16. PMID: 16774162 [PubMed – indexed for MEDLINE].
13. Lower, J. and Bonsack, C. (2002). High-Tech High-Touch: Mission Possible? Creating
an environment of Healing, Dimension of Critical Care Nursing; 21(5), 201-5
14. Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian, Revisi terbaru, cetakan keduabelas,
Penerbit IKAPI Jawa Barat.
15. Gabriel J.F. (2001). Fisika Lingkungan, Penerbit Hipokrates, Jakarta.
16. Wilkinson, J.M. (2000). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Alih bahasa, Widyawati, Alim, S., Dwihapsari, E., Nurjannah, I.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.
17. Freedman NS, Kotzer N, Schwab RJ. (1999). Patient perception of sleep quality and
etiology of sleep disruption in the intensive care unit, Am J Respir Crit Care Med. 1999
Apr; 159 (4 Pt 1): 1155-62.
18. Reishtein J.I. (2005). Measurement of sleep in critically ill patients, Critical Care
Nursing of North America. Volume 17 No. 3
19. Kaplan, H.I. and Sadock, B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri, Edisi ke-7 Jilid 2, Alih bahasa
Dr. Wijaya Kusuma Binarupa Aksara Jakarta.
20. Taylor, C.R., Lillis, C., LeMone, P., Lynn, P. (2008). Fundamental of Nursing The Art
and Science of Nursing Care, Sixth Edition, Wolters Kluwer, Lippincott Williams &
Wilkins.
21. Akansel, N. and Kaymakci S. (2008). Effect of intensive care unit noise on patients: a
study on coronary artery bypass graft surgery patients, Journal of Crinical Nursing,
Vol.17 Issue 12 Page 1581 -1590, June 2008, diakses tgl 20-6-2008.
22. Christensen M., (2007). Noise level in a general intencive care unit: a descriptive study.
Nurs Crit Care. 2007 Jul-Aug;12(4):188-97. Links

You might also like