Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Paguyuban Wedangan Baron Rifky
Jurnal Paguyuban Wedangan Baron Rifky
Jurnal Paguyuban Wedangan Baron Rifky
TAHUN 1990-2011
ABSTRACT
This Research took the theme of Pawon Association in Surakarta. This research was
conducted with the aims to know about (1) history of the start of Pawon Association, (2)
social networking that was created from wedangan tradesman, (3) benefits from the creation
of the association for wedangan tradesman.
In accordance with the aims, this research used historical research methods involving:
Heuristic, Source Criticism which include internal and external critic, Data Interpretation, and
Historiography. Sources of this research is obtained from Solo Pers Monument’s archive,
Pawon Association, Interview with Totok Mulyanto, Nico, Seno and Wiyadi. Other sources
are reference books, and newspaper from the same timeline.
The result of this research showed that wedangan business first appeared in Surakarta
in 1940. By 1990, wedangan business had grown considerably that a group consisted of
wedangan tradesman and food vendors was created. Because of the high enthusiasm for
wedangan business, in 2003 an association which consisted of wedangan tradesman and food
vendors was created and named Pawon. It’s purpose were to help fellow members, and
provide economic, social, and cultural benefits. The Association’s existence also serve as
This research concluded that the creation of Pawon association were very important
for wedangan tradesman because it unified the goal of wedangan tradesman and help them
prosper through the association’s activity.
A. Pendahuluan
Kondisi Kota Surakarta pada tahun 1901 ketika memasuki malam hari keadaanya gelap
karena kurangnya penerangan. Penerangan yang digunakan saat itu hanyalah lampu ting,
yaitu lampu teplok yang memakai semprong yang disatukan dengan tempat yang terbuat dari
seng berbentuk persegi maupun bulat dan memakai kaca. Pemasangan lampu ting ini dengan
cara digantung di sepanjang jalan yang dianggap ramai dan setiap seratus meter dipasang satu
lampu.
dengan tenaga diesel pada tahun 1902 yang dipasang dekat Stasiun Nederlandsch Indische
menggantikan penerangan yang sebelumnya menggunakan gas dan adanya instalasai listrik
ini membuat keadaan kota menjadi semarak karena adanya perkantoran dan tempat hiburan.1
merantau karena melihat perkembangan kota dan menangkap peluang ekonomi yang ada
Baladan, Kauman dekat dengan jalan raya Slompretan, pencuri yang bernama Jugil yang lari
dari pengejaran banyak orang di tengah kegelapan malam. Pencuri yang dikejar bersembunyi
dalam sebuah wadah keranjang pikulan yang biasa digunakan untuk membawa makanan dan
air kopi. Ketika dalam pencarian pencuri tengah bersembunyi di dalam wadah keranjang
tersebut beserta barang curian seketika masyarakat yang menemukan berteriak pencuri berada
dalam wadah angkringan, dari peristiwa yang tengah terjadi maka penyebutan pedagang yang
membawa pikulan keranjang yang berisi makanan minuman disebut pedagang angkringan. 2
Akan sangat keliru bila kata angkringan berasal dari kata Nangkring yaitu duduk dengan
menaikan satu kaki dan menghadap ke aneka rupa jajanan dan salah satu kaki di bawah
1
Wanto Budi Raharjo, Perumahan dan Hotel di Mangkunegaran tahun 1917-1937
Skripsi,Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta, hlm. 58.
2
Heri Priyatmoko.“Angkringan dan Wong Cilik”. Kompas, Senin 23 April 2018,
hlm.12.
berayun, dalam budaya jawa itu sendiri, cara duduk seperti ini biasanya tidak diperbolehkan
karena dianggap tidak etis apalagi bila dilakukan pada saat makan selain nama angkringan.
menjajakan dagangannya dengan dipikul berkeliling kampung keluar masuk gang untuk
menghampiri pembelinya, berjalanya waktu sudah sedikit sekali pedagang yang menjajakan
dagangannya dengan cara dipikul keliling kampung, dengan nama HIK, diambil dari cara
para pedagang yang menjajakan dagangannya untuk memanggil para pembeli dengan
bertetiak “Hik yeek” sehingga masayarakat yang akan membeli dengan mudah
mengenalinya.3
Kesatuan ekonomi dari pedagang wedangan sendiri termasuk dalam usaha sektor
informal yang mengarah pada transaksi jual beli, dilihat dari kegiatannya termasuk suatu
kejadian sosial budaya karena terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Interaksi yang
dilakukan memicu terbentuknya masyarakat yang guyub rukun karena kegiatan ekonominya
masih tradisional. Sistem ekonomi yang di terapkan oleh pedagang wedangan masih
tradisional karena mengandalkan tampilan dari warungnya yang masih menggunakan lampu
minyak atau yang disebut dengan teplok maupun yang lebih modern dengan lampu voltase
kecil suasana yang tradisional tersebut menarik minat masyarakat. 4 Karena perkembangan
Kota Surakarta pada tahun 1990 menarik minat masyarakat di sekitar Kota Surakarta yang
terjadi pada tahun 1997 PKL disepanjang Jalan Slamet Riyadi padagang makanan yang
3
Okta Hadi Nurcahyono,”Mekanisme Bertahan Pedagang Angkringan di Era Disrupsi
(Studi Modal Sosial Pada Pedagang Angkringan di Kawasan JL. KI Hadjar Dewantara,
Surakarta)” Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Vol 3 No.1, 2019 .hlm. 42
4
Edy Susanto, Sudiro, Hik Naik Kelas (Kajian Sosial Ekonomi Warung HIK
(Hidangan Istimewa Kampung) di Kota Surakarta) Sebagai Usaha Kecil Menengah Berbasis
Kerakyatan. Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 1 No.2 , 2014, hlm. 6.
menjajakan dagangannya memiliki daya tarik sendiri. Pandangan wedangan yang dulu
sebagai tempat makan kelas ekonomi menengah ke bawah kini berubah lebih menarik semua
golongan masyarakat tanpa batasan status dan jabatan, perubahan pola pikir masyarakat di
dorong oleh tentang suatu kegiatan untuk kebutuhan hidupnya. Interaksi kegiatan
ekonominya mengarah kegiatan jual beli, dapat dilihat sebagai suatu kejadian sosial budaya
karena terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Interaksi yang terjadi tersebut
menyebabkan terbentuknya masyarakat yang saling terikat pada kesatuan karena masih
didasari oleh sektor yang masih tradisional.5 Dalam suasana tradisional yang ditawarkan oleh
wedangan tersebut dimanfaatkan oleh pembeli untuk menikmati hidangan makanan dan
keakraban diantara pembeli. Suasana yang tradisional yang tergambar pada wedangan
menarik minat masayarakat umum karena suasana tersebut tidak terdapat pada warung makan
membuat paguyuban wedangan di tahun 2003, dengan tujuan untuk menghimpun sesama
pedagang wedangan dan suplier makanan agar tercipta suasana guyub rukun. Jaringan sosial
juga memainkan peranan bagi masyarakat yang ingin membuka usaha warung wedangan,
dengan adanya jaringan tersebut menjadi jembatan bagi masyarakat agar saling membantu
kepada sesama yang membutuhkan bantuan, munculnya wedangan modern pada tahun 2011
B. Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka metode yang digunakan adalah
metode sejarah. Metode sejarah adalah cara yang digunakan untuk melakukan penelitian
5
SoloPos, 4 Oktober 1997, Solo gudang makanan khas, hlm. 14.
terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat
terbukti secara ilmiah dengan melakukan 4 langkah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi
dan historiografi.
dengan tema penelitian. Penulis mengumpulkan sumber yang didapat dari berbagai
literatur penelitian, baik berupa buku, jurnal penelitian, laporan penelitian dan
internet yang relevan dengan tema penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian
a. Studi dokumen
dari penelitian ini. Studi dokumen mempunyai arti metode yang sangat penting, sebab
selain bahan dokumen, sejumlah fakta-fakta dan sejarah, bahan ini juga dapat
digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, kapan, siapa, di mana, mengapa, dan
b. Studi Pustaka
data pendukung yang berisi informasi yang mendukung. Data yang didapat dari
studi pustaka adalah data yang bersifat sekunder untuk melengkapi data primer.
Beberapa bahan pustaka yang mendukung dalam penelitian ini adalah buku yang
6
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia :Suatu Alternatif, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1982), hlm. 97.
didapatkan dari Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Monumen
c.Wawancara
Sumber sejarah yang penting dalam penelitian sejarah yaitu sumber lisan
yang diperoleh dari tokoh yang mengalami peristiwa sejarah itu. Untuk
(Pengunjung Wedangan)
2. Kritik Sumber
kritik eksternal. Kritik internal berguna untuk menentukan kredibilitas data. Suatu
data dianggap kredibel apabila unsur-unsurnya paling dekat dengan peristiwa yang
sesungguhnya terjadi pada waktu lampau dan sekarang. Kritik eksternal merupakan
cara yang digunakan untuk melihat data dari keadaan fisik sumber yang digunakan
3. Interpretasi
untuk dikritisi dengan fakta sejarah yang ada. Kegiatan interpretasi dilakukan untuk
agar penelitian yang dilakukan sejalan dengan apa yang telah dirumuskan.
4. Historiografi
penulisan sejarah yang dihasilkan dari data-data yang sudah dikumpulkan berdasarkan
fakta-fakta yang telah dipilih. Data-data yang telah diseleksi kebenarannya akan
memberikan argumen yang kuat dan harmonis sehingga isi penulisannya dapat
C. Hasil Penelitian
Kota Surakarta yang berada di bagian Selatan Propinsi Jawa Tengah memiliki
karakter tersendiri dalam kegiatan maupun perkembangan fisik kota. Secara geografis
7º56’00”LS dengan luas wilayah 44,04 Km². Kota Surakarta berbatasan dengan
Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali pada sebelah utara. Batas Selatan kota
kecamatan seluas keseluruhan 44,04 km2 dengan jumlah penduduk sesuai sensus tahun
2000 sejumlah 490.214 jiwa. Kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling besar
yaitu Kecamatan Banjarsari (14,81 km2) sedangkan kecamatan yang mempunyai luas
paling kecil yaitu Kecamatan Serengan.7 Kota Surakarta memiliki jumlah penduduk
sebanyak 490.214 jiwa yang tersebar ke 5 wilayah kecamatan. Kepadatan rata-rata adalah
12.594 jiwa/km2. Wilayah dengan penduduk terpadat adalah Kecamatan Serengan dengan
7
Profil Kabupaten/Kota Surakarta, hlm. 1.
Perkembangan pedagang wedangan atau yang biasa disebut HIK di Kota Surakarta
tidak dapat dipisahkan dari sejarah keberadaan listrik pertama di tahun 1902. Keberadaan
listrik menambah geliat malam di Kota Solo yang relatif sepi. Geliat malam ini ditunjukan
melalui pertunjukan layar tancap, bioskop di taman Sriwedari dan di gedung Abipraya
singosaren dan Societet Harmony.8 Para penikmat malam yang telah selesai menonton
bioskop, layar tancap atau wayang orang mereka tentunya lapar dan membutuhkan tempat
Sejarah munculnya wedangan di mulai dari seorang yang bernama Karso dikromo atau
Djukut seorang warga dukuh sawit desa Ngerangan kecamatan Bayat, Klaten merantau ke
Solo berjualan terik dengan pikulan tumbu. Kemudian pada sekitar tahun 1940an Karso
Djukut mengembangkan usahanya dengan menambahkan cerek atau tempat air pada tumbu
sisi belakang untuk minuman. Tahun 1943 pikulan tumbu berganti dengan angkringan berupa
pikulan dengan beban kotak kayu pada kedua sisinya untuk menempatkan anglo beserta cerek
serta membawa aneka jajanan serta nasi bungkus. Tahun 1970an pikulan angkring berubah
menjadi gerobak yang menyajikan menu nasi kucing dan minuman seperti jahe dan teh
oplosan dari berbagai merek. Pada tahun 1990 wedangan telah merebak di Surakarta seiring
dengan banyaknya pendatang dan hingga kini dari 1900 keluarga di Ngerangan, 600
diantaranya berprofesi sebagai pedagang wedangan menyebar di Jawa Tengah, DIY, Aceh,
Melihat geliat perkembangan usaha inilah masyarakat desa tertarik datang ke kota
8
Okta Hadi Nurcahyono, Mekanisme Bertahan Pedagang Angkringan di Era Disrupsi
(Studi Modal Sosial Pada Pedagang Angkringan di Kawasan JL. KI Hadjar Dewantara,
Surakarta), Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Vol. 3 No. 1, 2019 hlm. 44.
9
Whisnupaksa Kridhangkara http://m.solopos.com/sejarah-angkringan-dari-bayat-
klaten-hingga-ke-pelosok-negeri-1042785 diakses pada tanggal 10 Februari 2020 pukul 15.08
WIB.
dipikul berkeliling kampung keluar masuk gang untuk menghampiri pembelinya, karena
dinilai kurang efektif dari segi waktu dan menguras energi. Para pedagang angrkingan kini
memilih menetap di pinggir jalan menggunakan gerobak yang mulai buka dari sore hingga
larut malam. Ciri khas warung wedangan berupa tenda yang biasanya berwarna orange biru,
dingklik (kursi panjang tanpa sandaran), tikar untuk lesehan dan lampu remang-remang untuk
menikmati jajanan. Jajanan yang disajikan bukanlah jajanan mahal, hanya jajana istimewa
khas dari kampung berupa nasi bungkus dengan lauk bandeng yang dipotong kecil serta
sambalnya dan bermacam gorengan.10 Salah satu yang menjadi idola adalah teh ginastel
(legi,panas,kenthel) yang artinya teh manis, panas dan kental. Serta adanya interaksi sesama
pembeli. Keramahan suasana sebagai tanda kegigihan warga kelas bawah dalam memenuhi
tanpa pendidikan yang tinggi dengan tujuan mengadu nasib dan mengikuti jejak kerabat,
tetangga maupun teman yang terlebih dahulu bekerja atau pun membuka usaha.11
Warga desa tertarik dengan ajakan berdagang wedangan dikarenakan tanah di desa
kurang bagus untuk bercocok tanam, hal lain yang menjadi faktor pendukung karena warga
desa melihat keberhasilan tetangga mereka yang terleih dahulu berdagang serta adanya ingin
mencari peruntungannya di kota.12 Bergulirnya waktu pada tahun 1990 semakin banyak
Peran dari pedagang wedangan yang semakin berkembang inilah yang manjadikan
10
Heri Priyatmoko. “Kearifan Angkringan”. http://news,detik.com/kolom/d-
3969893/kearifan-angkringan diakses pada 11 Juli 2019 pukul 20.03 WIB.
11
Sukanto, Karseno, Ekonomi Perkotaan (Yogyakarta: BPFE, 1982), hlm.97
12
Hans Dieter,Evers, Sosiologi Perkotaan: urbanisasi dan sengketa tanah di
Indonesia dan Malaysia, (Jakarta: LP3S, 1986,Cetakan ke- 3), hlm. 9.
mewadahi pedagang wedangan dan pedagang makanan agar dapat dibina dan meningkatkan
taraf hidup bagi pedagang, manyatukan tujuan para pedagang serta tempat untuk bertukar
pikiran maupun informasi sehingga mereka mampu mempertahankan usaha yang dibangunya
yang membuka usaha untuk memenuhi kebutuhan dagangan makanan bagi pedagang
wedangan, para pembuat makanan sudah mulai berdagang di Kampung Baron Gede Rt 1
Rw1 pada tahun 1990, dan belum memiliki nama sebelumnya, lokasi berdagang awalnya di
halaman depan rumah warga. Karena pemilik tempat ingin membangun rumah di tempat
berdagang mereka, akhirnya para pedagang pindah tempat dan mencari tempat yang baru.
Selama mecari tempat berdagang banyak dari pedagang menghentikan sementara usahanya.
Karena antusias pedagang wedangan para pedagang makanan berusaha dan berinisiatif
membuka usaha kembali dengan mencari tempat baru yang dapat untuk membuka lapak,
lokasi yang ditempati setelah pindah masih berada di satu kampung tidak jauh dari lokasi
Surakarta.14 Area yang di tempat tidak terlalu luas hanya berada di sebuah lorong gang
dengan luas sekitar 50 meter dan mampu menggerakkan semangat berdagang masyarakat.
Pada tahun 2003 secara resmi tempat tersebut didirikan paguyuban dengan nama Paguyuban
Paguyuban merupakan media pendorong ekonomi bagi anggota yang berasal dari
masyarakat kecil dan sebagai alat untuk mempererat tali silaturahmi antar pedagang.
kebanyakan berasal dari Bayat Klaten yang berada di sekitar Baron, dalam perkembangannya
paguyuban menerima anggota baru yang berasal dari berbagai daerah. Pedagang wedangan
yang ingin bergabung diwajibkan untuk mendaftar dengan membawa identitas diri disertai
Peraturan yang kedua pedagang wedangan yang berjumlah 150 orang diwajibkan untuk
mengambil mengambil makanan dari 30 pembuat makanan yang ada di paguyuban, makanan
juga sudah di sediakan sesuai dengan jumlah dan harus jujur dalam menghitung makanan
agar tidak terjadi kekeliruan serta menghindari perslisihan. Kesepakatan yang telah dibuat
bersama seluruh anggota, sistem kerja yang dibuat dimaksudkan agar pembuat makanan yang
berjumalah 30 mendapat bagian semua dan pembuat jajanan di Pawon tidak khawatir jika
jajanan yang dibawanya bila makanan tidak laku.16 Sistem kerja atau peraturan telah melalui
musyawarah dan di sepakati bersama, hal ini di maksudkan agar tidak terjadi perselisihan dan
Waktu transaksi yang ada di paguyuban telah di terapkan dan di sepakati bersama
oleh para anggota paguyuban, transaksi pengambilan makanan dibuka pada pukul 14.00.
Waktu yang di tentukan dimaksudkan agar pedagang makanan telah siap menyiapkan
dagangann nya sehingga ketika sampai di paguyuban pedang makanan tinggal ambil
paling komplit, transaksi pengambilan dagangan berakhir pada pukul 15.00. Transaksi
15
Wawancara dengan Nico Aldli Susanto Seksi Anggota Pawon pada tanggal 18 Juni
2020
16
Wawancara dengan Seno Anggota Pawon pada tanggal 19 Juni 2020
selanjutnya adalah pembayaran dagangan, dilakukan pada keesokan harinya pada pukul
08.00, pembayaran menyesuaikan dengan hasil makanan yang laku terjual sedangkan sisa
makanan yang tidak laku dikembalikan ke pembuat makanan dan tidak dikenakan bayaran.
Atruan waktu tersebut yang membuat beda dari tempat lainnya. Transaksi yang dilakukan
oleh anggota paguyuban merupakan kesepakatan bersama yang telah dibuat sejak hadirnya
dan mendukung usaha baik pedagang makanan maupun pedagang wedangan yang berasal
Berkat adanya paguyuban dan juga sebagai sarana kemudahan bagi pedagang
wedangan untuk mendapatkan dan melengkapi dagangan, dan sebagai tempat menjualkan
daganagan dari pembuat makanan. Keberadaan nya memberikan manfaat serta menjadi
tujuan utama bagi pedagang makanan baik di wilayah Kota Surakarta mau pun dari daerah
sekitar Surakarta, sistem kerja mudah dipahami para anggota, pedagang tinggal ambil
dagangan yang telah disiapkan dan di tata sesuai jumlah. Aturan tersebut dinilai pedagang
yang terus brgotong royong mampu untuk menggerakan roda perekonomian yang berfokus
pada industri rumahan pembuat makanan, melalui pembinaan paguyuban di harapkan dapat
lebih produktif dalam usahanya. Dukungan paguyuban bagi pembuat makanan dan pedagang
makanan agar optimis untuk mengembangkan usahanya dengan baik di kota Surakarta,
sehingga mereka mampu bersaing dan mampu mempertahankan usaha yang dibangunya
17
Wawancara dengan Nico Aldli Susanto Seksi Anggota Baru Pawon pada tanggal 18
Juni 2020
18
Wawancara dengan Seno Anggota Pawon pada tanggal 18 Juni 2020
untuk bisa di kelola perekonomian nya, rata-rata anggota paguyuban berasal dari masyarakat
kecil, pengelolaan yang dilakukakan agar perekonomiaanya tidak mati serta berupaya untuk
yang berguna bagi pendatang untuk membantu mereka berwirausaha seperti berdagang.
Konsep jaringan sosial yang saling keterlekatan ini akan dapat mendiskripsikan nilai-nilai
yang dibangun dalam paguyuban. Berdasarkan keterkaitan para pedagang wedangan, dapat
diketahui bahwa modal dari jaringan sosial telah berperan dengan baik diantara para
pedagang wedangan dari peluang membuka usaha wedangan hingga informasi tempat
tinggal. Berkat adanya jaringan sosial dari paguyuban biasanya mereka membentuk
pedagang wedangan bisanya berisi teman atau kerabat dekat yang masih satu daerah. Dengan
adanya jaringan sosial di paguyuban, pedagang diharapkan dapat berinteraksi dengan sesama
mempertahankan usaha yang telah dirintis.20 Selain itu jaringan sosial pada paguyuban
bermanfaat dari segi sosial maupun ekonomi, interaksi sesama pedagang yang terjalin
mempunyai manfaat dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Dari segi sosial Kekompakan
paguyuban tersebut dipengaruhi karena ada ikatan kekeluargaan dan saling membantu antar
anggota, keterlekatan inilah yang di terapkan dalam kelompok paguyuban sehingga para
anggota mampu berkembang serta mampu mempertahankan usaha yang dirintis. Nilai-nilai
19
Dian Kristiyawati Utomo, “Warung Hidangan Istimewa Kampung(HIK) (Studi
Kasus Tentang Karakteristik Pengunjung, Obrolan dan Interaksi Antar Pengunjung Serta
Penjaja HIK Di Sepanjang Jalan Dr Rajiman, Solo)” Skripsi Prodi Sosiologi dan Antropologi
Universitas Sebelas Maret Surakarta , 2010 hlm. 96-98.
20
Wawancara dengan Totok Mulyanto Ketua Pawon pada tanggal 20 Juni 2020
kebersamaan dalam paguyuban pawon ditunjukan dengan adanya dengan adanya hubungan
guyub dengan sesama anggota paguyuban. Kekompakan dalam paguyuban dengan membantu
sesama anggota lain ditunjukan sebagai rasa solidaristas melalui berbagai kegiatan sosial
seperti mengunjungi anggota yang sakit, ada hajatan, melahirkan, maupun kematian.21 Semua
kegiatan yang dilaksanakan tersebut dalam rangka membangun keluargaan serta dapat
menjadi alat pemersatu bagi para anggota paguyuban karena memiliki latar sosial dan
budaya yang sama. Untuk dana dari kegiatan sosial di dapat dari kas dan pemungutan
Peran serta paguyuban mempunyai manfaat dari segi perekonomian usaha pembuat
makanan dan wedangan, selain itu pekerjaan tersebut menjajikan bagi masyarakat, karena
dilakukan di harapkan dapat mengembangkan usaha agar lebih maju serta menambah jumlah
anggota untuk bergabung.22 Bergabung dengan paguyuban agar semua pedagang dapat
menjadi satu dalam satu wadah, untuk memajukan dan membuat usaha berkembang,
di pertahankan.
jajanan tradisonal sebagai warisan budaya dan mengelolanya dengan serius, serta
mempromosikan ke wedangan melalui paguyuban agar semakin di kenal dan diterima oleh
merupakan gambaran kelompok para pedagang yang peduli dengan sesama. Dari hal tersebut
ide pembentukan paguuban Pawon merupakan langkah untuk menciptakan peluang baru
21
Wawancara dengan Nico Aldli Susanto Seksi Anggota Baru Pawon pada tanggal 18
Juni 2020
22
Wawancara dengan Totok Mulyanto Ketua Pawon pada tanggal 20 Juni 2020
dibidang pengolahan pangan, harapan pembentukan paguyuban juga dapat mengangkat
anggota. Selanjutnya cara yang di terapkan sebagai strategi pembangunan sosial oleh
anggota, dimana manafaat pembentukan paguyuban dapat menjadi wadah bagi pedagang,
serta saling bekerja sama dengan cara kekeluargaan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Selain itu adanya paguyuban juga bermanfaat bagi lingkungan di sekitar tempat paguyuban
Melalui paguyuban menempatkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam usaha yang
mengelola pedagang makanan dan pedagang wedangan agar menjadi unit usaha yang
menjanjikan untuk di kembangkan dan sebagai alat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
anggota nya. Hal tersebut menarik minat banyak masyarakat yang ingin bergabung ke dalama
paguyuban, tidak hanya dalam kota tetapi dari dari daerah sekitar Kota Surakarta banyak
yang berasal dari pendatang, masyarakat pendatang yang bergabung dengan paguyubuan
umumnya adalh pedagang wedangan dan sebagian kecil menjadi pedagang makanan.
Kehadiran dari pendatang tersebut optimis untuk mengembangkan usahanya agar bertambah
banyak, selain itu kehadiran pendatang menambah tradisi atau kebudayaan di dalam
paguyuban, tradisi ini menambah wawasan sesama dan dalam rangka membangun hubungan
kekeluargaan di antara anggota kelompok. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan anggota
yang sedang sakit, maupun kegiatan untuk anggota misalnya rekreasi, serta melakukan libur
selama satu minggu ketika memasuki hari raya.24 Kegiatan yang dilaksanan paguyuban dapat
dijadikan contoh bagi kelompok usaha lain yang bergerak di industri rumahan kreatif, di sisi
lain paguyuban pawon berperan melestarikan budaya di bidang makanan tradisional lewat
para anggotanya.
24
Wawancara dengan Totok Mulyanto Ketua Pawon pada tanggal 20 Juni 2020
Keberadaan wedangan berkonsep cafe yang muncul pada tahun 2011 juga
berpengaruh bagi anggota paguyuban utamanya dari pedagang wedangan, dengan adanya
lengkapnya fasilitas yang ditawarkan oleh wedangan modern membuat masyarakat lebih
tertarik pada wedangan berkonsep kafe dengan menawarkan fasilitas tambahan seperti
fasilitas wifi. Tidak dipungkiri akses internet menjadi salah satu fasilitas yang menarik minat
konsumen, karena konsumen dapat mengakses dunia maya dan sambil menikmati
makananan. Selain fasilitas internet wedangan berkonsep cafe mempunyai dekorasi dengan
tema lawas dan penambahan fasilitas lainnya. Lebih lanjut, paguyuban berupaya untuk
mendorong pedagang wedagan agar dapat bersaing degan wedangan modern, strategi yang
dilakukan paguyuban dengan meningkatkan kualitas makanan dan kebersihannya agar dapat
bersaing dipasaran. Strategi ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan terhadap konsumen
agar tertarik mengunjungi wedagan tradisinal. Upaya paguyuban sebagai jalan agar pedagang
wedangan dapat bersaing dan mampu mempertahankan usaha yang dirintis, dalam upaya
wedangan serta pedagang makanan.25 Oleh karena itu keberadaan paguyuban Pawon dapat
D. Kesimpulan
paguyuban pedagang wedangan di Kota Surakarta, yang berperan untuk mewadahi pedagang
wedangan dan pedagang makanan agar. Paguyuban Pawon yang terbentuk pada tahun 2003
atas prakasa dari pedagang makanan karena antusias dari semakin banyaknya pedagang
makanan. Mulanya anggota nya terdiri 100 pedagang wedangan dan 30 pedagang makanan,
25
Wawancara dengan Nico Aldli Susanto Seksi Anggota Baru Pawon pada tanggal 18
Juni 2020
kemudian pada tahun 2011 bertambah dengan 30 pedagang makanan dan 150 pedagang
wedangan.
Jaringan sosial yang ada dapat dimanfaatkan guna membangun relasi serta dapat
membantu anggota keluar dari kesulitan, serta mempermudah segala hambatan yang dimiliki
oleh anggota, karena persamaan rasa dan juga berfungsi menyatukan tujuan yang sama. Hal
ini dilakukan karena kedekatan antar individu. di lain sisi jaringan sosial bermanfaat
membantu bagi masyarakat yang ingin membuka usaha wedangan dengan perlengkapannya.
Aktivitas saling membantu yang dilakukan pedagang wedangan sehingga dapat meningkatan
kerukunan antar pedagang dan meningkatkan taraf hidup bagi anggota paguyuban.
Manfaat dari dibentuknya paguyuban dapat terlihat dari segi ekonomi, sosial dan
budaya dari segi ekonomi dapat menggerakan semangat wirausaha anggota paguyuban
manfaat di segi ekonomi ini sangat membantu anggota karena rata-rata berasal dari
masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Dari segi sosial, terdapat jaringan sosial di
dalam nya memudahkan anggota untuk saling membantu. Pembangunan sosial paguyuban
dapat menjadi wadah bagi pedagang dan bekerja dengan rasa solidaritas yang tinggi, serta
mengesampingkan persaingan agar dapat memajukan usaha wedangan. Dari segi budaya
kegiatan kegotong royongan, maupun kegiatan kunjungan anggota. Hal ini sebagai bukti
bahwa paguyuban Pawon bermanfaat di segi budaya dan dapat dijadikan contoh bagi
tradisional lewat produksinya. Di sisi lain Pawon membantu pedagang wedangan bertahan
dari berkembanganya wedangan berkonsep modern pada tahun 2011, dengan menerapkan
Upaya yang dilakukan paguyuban agar dapat bersaing dipasaran dan mendapat
mensejahterakan anggotanya. Lebih jauh lagi paguyuban Pawon juga berperan melestarikan
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Jurnal:
Edi Susanto dan Sudiro. 2014 “Hik Naik Kelas” (Kajian Sosial Ekonomi Warung HIK
(Hidangan Istimewa Kampung) di Kota Surakarta) Sebagai Usaha Kecil Menengah
Berbasis Kerakyatan Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 1 No.2
Okta Hadi Nurcahyo. 2019. ”Mekanisme Bertahan Pedagang Angkringan di Era Disrupsi
(Studi Modal Sosial Pada Perdagangan Angkringan di JL.KI Hadjar
Dewantara,Surakarta)” Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Vol. 3 No. 1
Koran:
Koran Web:
HeriPriyatmoko.2018.“KearifanAngkringan”.,http://news,detik.com/kolom/d-
3969893/kearifan-angkringan (diakses pada tanggal 11 Juli 2019 pukul 20.03 WIB)
Skripsi
Dian Kristiyawati Utomo. 2010. “Warung Hidangan Istimewa Kampung(HIK) (Studi Kasus
Tentang Karakteristik Pengunjung, Obrolan dan Interaksi Antar Pengunjung Serta
Penjaja HIK Di Sepanjang Jalan Dr Rajiman, Solo)” Skripsi Prodi Sosiologi dan
Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Raharjo,Wanto Budi. 2010 “Perumahan dan Hotel di Mangkunegaran tahun 1917-
1937.”.Skripsi Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret Surakarta