Professional Documents
Culture Documents
Analisis Tindak Tutur Dalam Naskah Drama Pada Suatu Hari Karya Arifin C. Noer Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SLTP
Analisis Tindak Tutur Dalam Naskah Drama Pada Suatu Hari Karya Arifin C. Noer Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SLTP
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh:
Maisyah Rahmanita Putri
1111013000112
Tulisan ini dilandasi oleh pandangan bahwa karya sastra berupa naskah drama
mencerminkan tindak tutur dalam naskah drama tersebut. Naskah drama sebagai
dokumen yang terlahir dalam konteks fenomena di masyarakat dalam bertindaktutur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil tindak tutur lokusi,
ilokusi, dan perlokusi yang terdapat dalam naskah drama Pada Suatu Hari karya
Arifin C. Noer. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data dalam
penelitian ini berupa teks naskah drama Pada Suatu Hari yang menggambarkan
tindak tutur sehari-hari dalam naskah drama tersebut.
Kata kunci: Tindak Tutur, Naskah Drama, Arfin C Noer, Pembelajaran Sastra dan
Bahasa Indonesia
i
ABSTRACT
This paper is based on the view that the literary work of drama script reflects
the act of speech in the drama script. Drama script as a document that was born in the
phenomenon context in the act of speech of society.
This study aims to find out how the results of speech acts location, ilocution
,and perlokusi contained in drama script Pada Suatu Hari by Arifin C. Noer. This type
of study is qualitative research. The method used is descriptive qualitative method.
The data in this study is a drama script text Pada Suatu Hari which describes the daily
speech act in the drama script.
Based on the results of the analysis and discussion of the data, there are forms
of speech acts, which are: (1) Locutions consisting of declarative, interrogative,
imperative, interjective, and simultaneous types, (2) Ilocution consisting of types of
affirmation acts, acts of action, combination of illocution acts and verbs, and
combinations of verbs in a single act of illocution and (3) Perlokusi consisting of
responding, explaining, answering, annoying, filing, transferring, convincing,
frightening confusing, doing, disturbing, complicating, affecting sympathy,
understanding, awakening, cheering, boring, inspiring, and without perlocution,
obeying, responding, approving, paying attention, tolerating.
Keywords: Speech Act, Drama, Arfin C Noer, Literature and Indonesian Language
ii
KATA PENGANTAR
iii
pengetahuan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis selama
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Teruntuk yang lebih berperan penting dalam hal ini ialah (alm) ayah Thaif Abd
Manan dan (almh) mama Siti Atiqah, yang selama hidupnya tidak behenti untuk
terus mendukung, mendoakan dan selalu member motivasi serta bantuan moril
kepada penulis dengan tulus dan kasih sayangnya. Skripsi ini adalah hadiah
special untuk ayah dan mama.
6. kakak terbaik Hulyatun Jannah terimakasih selalu menjadi inspirasi adikmu ini
dan Aa Emha Rizky Rahman Putra, yang selalu bawel mengingatkan untuk
selalu cepat menyelesaikan skripsi ini dan adikku Nur ‘Azmy juga Wita Andriani
dan Aisyah Putri Utami yang selalu ada memberikan energi semangat, keceriaan
dan kasih sayang sehingga dapat terselesaikan skripsi ini terimakasih.
7. Anak didikku dan staff di Saung Qur’an AlManan terimakasih karena kalian
tidak ada kata letih selalu menyelipkan nama penulis didalam doa kalian.
8. Sahabat seperjuangan Marsita Fajarwati, Nurlaily Hanifah, dan Septi Liawati.
Makasih selalu jadi teman terbaik yang mau direpotkan, selalu ada keceriaan
setiap skripsian, saling membantu sama lain dan Alhamdulillah nazar kita
terlaksana, bisa wisuda bareng.
9. Teman-teman tersayang Iin, Intan, Sifa, Mimah, Via dan Amel terimakasih selalu
memberi semangat kepada penulis dan selalu setia mendengarkan keluh kesah
dalam proses pembuatan skripsi ini.
10. Keluarga besar PBSI UIN ‘11 terutama untuk kelas C, kalian adalah sahabat
sekaligus memberikan pengalam terbaik.
iv
Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Dengan segala
kebaikan dan doake pada penulis, semoga senatiasa mendapat pahala juga limpahan
rahmat-Nya. Selain itu, besar harapan penulis skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi banyak pihak, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan pembelajaran
sastra Indonesia.
Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
E. TujuanPenelitian. ........................................................................ 5
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
BAB II :KAJIAN TEORI
A. Pragmatik .................................................................................... 7
1. Pengertian Pragmatik dalam Penggunaan Bahasa ................ 8
B. Hakikat Tindak Tutur ........................................................................... 9
v
D. Pengolahan Data. ....................................................................... 44
E. Penyajian Data ............................................................................ 44
BAB V :PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 61
B. Saran ........................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LEMBAR UJI REFERENSI
PROFIL PENULIS
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1
Abdul Chaer dan Leonie Agustina,Sosiolingustik Perkenalan awal, (Jakarta:Rineka
Cipta,2004), hlm. 47
1
yang mengemukakan bahwa di dalam berbicara, pembicaraan melakukan
tindak tutur sekaligus, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Lokusi adalah
tindakan mengatakan sesuatu dalam bentuk lingual, ilokusi adalah maksud
penutur mengatakan sesuatu, sedangkan perlokusi adalah efek atau akibat
yang dihasilkan dari ucapan pembicara terhadap pendengar. Tindak tutur
biasa terjadi dalam komunikasi sehari-hari, seperti dalam percakapan, dialog,
diskusi, tanya-jawab, wawancara, dan komunikasi lisan lainya. Selain itu, kita
dapat menemukan tindak tutur dalam berkomunikasi yang berbentuk tulisan,
seperti pada kolom surat pembaca majalah atau surat kabar, di dalam cerpen,
roman, naskah drama, ataupun wacana tulisan lainnya.
Tindak tutur dalam sebuah wacana lisan lebih mudah dipahami dari
pada tindak tutur dalam wacana tulisan. Hal ini disebabkan karena di dalam
wacana lisan faktor gerak seperti gerak-gerik, mimik, irama, jeda, serta unsur-
unsur nonlinguistik lainnya ikut membantu mempelancar jalannya komunikasi
terhadap seseorang disekitar. Unsur-unsur nonlinguistik itu tidak terdapat
dalam wacana tulisan, sehingga menyulitkan komunikasi dan member
peluang terjadinya kesalah pahaman.
Oleh karena itu, tindak tutur di dalam wacana tulisan direncanakan
dulu dalam menuturkan agar pembaca dapat memahami maksud penulisan
dengan mudah. Dalam hal ini, penulis harus menguasai dam mampu
menggukan ejaan dan tanda baca untuk mengantikan beberapa unsur
nonlinguistik yang diperlukan dalam memperjelas maksud penulis. Jadi,
dalam sebuah wacana tulisan tindak tutur yang terjadi direncanakan terlebih
dahulu. Hal ini juga berlaku dalam wacana yang berbentuk karya sastra yang
berbentuk naskah drama berjudul Pada Suatu Hari Karya Arifin C. Noer.
Naskah drama Pada suatu hari, karya Arifin C. Noer diamana
mengisahkan tentang sepasang suami istri yang sudah memasuki umur yang
bisa di bilang tidak muda lagi, mereka ingin mengadakan acara ulang tahun
pernikahan mereka untuk ke sekian kalinya mereka bersama. Sejak masih
2
muda sampai sekarang ini sepasang suami ini adalah pasangan yang romantis
dan selalu bahagia di dalam kehidupannya dan menjadi pasangan romantis.
Sampai pada suatu hari setelah tergelarnya acara ulang tahun mereka,
datanglah seorang janda yang seksi yang bernama nyonya Wenas, yang
berkunjung kekediaman sepasang suami istri ini. niat nyonya Wenas ini
datang berkunjung bermaksud untuk meminta maaf kepada kakek dan nenek
karena tidak bisa hadir diacara yang mereka gelar itu. Akan tetapi seketika
nenek marah, dan merasa kesalx karena yang nenek tau nyonya Wenas tidak
diundang oleh nenek dan kakek untuk hadir keacara ulang tahun pernikahan
mereka. Namun pada saat itulah hubungan kakek dan nenek ini mulai
renggang. Pengalaman konflik ini dialami dalam kehidupan rumah tangga
ketika dirinya masuk masa tuanya karena kata perceraian sanggat mudah
diuangkapkan dalam drama ini. Lewat tokoh Nenek yang terdapat di dalam
naskah drama ini bahwasannya dalam mengambil tindakan atau keputusan
tidak harus memandang hanya satu sisi saja, melainkan harus juga
mempertimbangkan segala sesuatunya.
Penelitian ini, penulis berharap agar peserta didik mendapatkan ilmu
tentang kebahasaan yang di mana mereka akan mempelajari dan juga
mengelompokan macam-macam bahasa. Salah satu karya sastra yang dipilih
oleh Arifin C. Noer yaitu sebagai proses kreatifannya, karena banyaknya
nahkah yang diselesaikannya sendiri sehinga menjadi sebuah pementasan.
Naskah drama karya Arifin C. Noer ini berbeda dari karya sastra lainya yang
merupakan kumpulan dialog yang berderet, bertek-tok, dan berirama
keseharian. Namun dengan demikian, naskah drama adalah bagian dari karya
sastra yang mengandung unsur kesenian yang utuh. Maka dari itu penulis
mengangkat judul “ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM NASKAH
DRAMA PADA SUATU HARI KARYA ARIFIN C. NOER DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI SLTP.”
3
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Karya sastra mengambarkan sebuah pemikiran dan sebuah alat
komunikasi, dan naskah drama merupakan media yang tepat sebagai alat
kritik terlebih terhadap tindak tuturnya.
2. Naskah-naskah dra ma karya Arifin C. Noer menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh masyarakat terutama pada naskah Pada suatu hari
yang mempunyai situasi tutur antar tokoh yang beragam di dalam naskah
drama.
3. Pada Suatu Hari karya Arifin C. Noer sangat menarik untuk dikaji,
sehingga perlunya sebuah pemahaman lebih mendalam mengenai tindak
tutur yang terdapat di dalam naskah.
4. Seperti tindak lokusi yang tindakannya mengatakan atau mengucapkan
sesuatu dalam bentuk linguistik. Tindak lokusi mencakup ujaran
deklaratif, ujaran interogratif, ujaran imperatif, dan ujaran interjektif.
5. Tindak ilokusi yang berfungsi sebagai sebuah pernyataan, tawaran dan
pernyataan.
6. Tindak perlokusi mempunyai fungsi yang dapat menghasilkan dampak
yang di timbulkan dari ungkapan kepada pendengar sesuai dengan situasi
dan kondisinya.
4
c. Implikasi peristiwa tindak tutur dala bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di sekolah.
5
1.6 Manfaat Penelitian
Penulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teorits dan
praktis sebagai berikut:
A. Manfaat Teoritis
Penelitian ini mengharapkan dapat memperkaya peneliti sastra
Indonesia dan mempekaya khazanah ilmu pegetahuan sehingga dapat
bermanfaat bagi perkembangan sastra Indonesia.
B. Manfaat praktis.
a. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Hasil penelitian ini dapat digunakan guru bahasa dan sastra
Indonesia sebagai masukan bahan ajar apresiasi sastra dalam
pengembangan materi pembelajaran apresiasi sastra sehingga
memudahkan proses mengajar bahasa dan sastra Indonesia terutama
bagi dunia pendidikan.
b. Siswa
Sastra diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan siswa
tentang tindak tutur dalam naskah drama Pada Suatu Hari karya
Arifin C. Noor.
c. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra
dengan permasalahan yang sejenis dan dapat menambah wawasan
kepada penikmat karya sastra tentang tindak tutur dalam naskah drama
Pada Suatu Hari karya Arifin C. Noor.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pragmatik
Pada dasarnya sebuah kajian prosa bersifat naratif, menjelaskan, atau
menguraikan. Dengan juga pada naskah drama Pada Suatu Hari karya Arifin
C. Noer juga menceritakan sesuatu keadaan. Drama ini akan lebih hidup,
bervariasi dan bernilai seni apabila pada saat penampilan sang pemain peran
bisa membawa audiens merasa seperti merasakan masuk di dalamnya. Karena
sebuah tuturan bisa membuat seseorang terbawa atau dengan mudah
terpengaruh, akan tetapi pada hakikatnya dapat juga dikaji melalui suatu teori
kebahasaan yang sudah dikenal dengan istilah tindak tutur. Teori tindak tutur
merupakan salah satu kajian dari ilmu pragmatik. Oleh karena itu, apabila
seseorang membicarakan teori tindak tutur berarti pula membicarakan
pragmatik begitu pula sebaliknya.
Bahasa sendiri berada di dalam sebuah keadaan yang berada pada
benak seseorang, karena tidak bisa langsung didapatkan oleh pengamat
apabila pengamat tersebut mendapatkannya tanpa melalui pencapaian
standarnya seperti dikamus dan buku tata bahasa. Dan pada kenyataannya
bahasa itu muncul sebuah tindakkan yaitu tindak tutur atau perbuatan
seseorang itu sendiri.
Bahasa adalah wahana komunikasi dan tutur adalah penggunaan
wahana itu oleh karena itu pada suatu kejadian tertentu, sebuah kode tutur
adalah pengkodean (encode) dari pesan khusus yang kemudian akan diartikan
oleh seseorang pendengar atau lebih.
Dengan demikian, suatu ujaran itu mengandung di dalam nya tiga
unsur, yaitu tindak ujar (speech acts), muatan proposisi (propositional
content), dan muatan tematik (thematic content).1
Sebuah tindak tutur mempunyai dua segi yaitu fisik dan psikologis
bunyi tuturan yang sering didengar. Dengan demikian bahasa hanya dapat
1
Sunjono dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia) hlm 94.
7
dicapai dengan melalui kegiatan bertutur. Itulah yang menyebabkan peneliti
menganalisis ujaran seseorang yang diharapkan dapat mengidentifikasi dari
kesatuan bahasa.
2
Geoffrey Leech, The Principles of Pragmatic, Terj, Prinsip-Prinsip Pragmatik, M.D.D Oka
M.A(Jakarta: Universitas Indonesia, 2011)hml 3-4.
3
Abd Syukur Ibrahim, Kajian Wacana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) hlm, 106.
8
meliputi tempat terjadinya dalam penggunaan bahasa dalam suatu
komunikasi, objek yang ada di dalam peristiwa komunikasi itu adalah
tindakan atau sikap pada saat berkomunikasi, serta para pemain peran
dalam peristiwa komunikasi tersebut. (2). Konteks epitemis atau latar
belakang pengarang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh
pembicara atau pendengar. (3). Konteks linguistik yang terdiri dari
kumpulan kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mencoba uuntuk
mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam kegiatan
berkomunikasi. (4). Konteks sosial yaitu relasi sosial dan latar setting yang
melengkapi hubungan anara pembicara (mitra tutur) dengan penutur.
Bedasarkan macam-macam konteks, teori tindak tutur adalah
sebuah bagian yang dikaji dari pragmatik dan pengertian dari pragmatik
itu sendiri adalah merupakan konteks. Dengan demikian, pragmati
mempunyai cangkuppan dengan cara memakai bahasa-bahasa untuk
menerapkan pengalaman atau pengetahuan untuk mengunterprestasi dari
ucapan-ucapan. Dan pernyataan tersebut menunjukan bahwasannya
menganalisis tindak ujar merupakan bagian dari kajian pragmatik. Oleh
karena itu dari pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa tindak tutur
merupakan kajian dari pragmatik.
9
apabila suatu bahasa lebih banyak dipakai, maka bahasa itu akan berkembang.
Tapi sebaliknya bahasa yang tidak banyak digunakan, maka kosa katanya
akan terdesak oleh pemakaian bahasa yang lebih dominan. 4
Bahasa itu sendiri adalah sejumlah kombinasi dari berbagaimacam kosa
kata yang digenerasikan oleh sebuah tataan bahasa. Dalam artian yaitu bahasa
adalah sejumlah formula yang mengalami sebuah kegiatan interpretasi secara
semantik ketia diletakan dalam hubungan sistematis di dalam objek lain.
Misalnya dengan susunan dari bahasa lain, dengan kondisi dari pengguna
bahasa atau kondisi-kondisi yang mungkinnya terjadi tanpa disadari.
Hal ini sering terjadi karena dalam pelaksanaan interaksi sosial itu
berhubungan dengan bahasa karena tanda yang disadari dalam pemerolehan
sebuah bahasa itu tidak pernah berfikir apakah kata-kata yang sering
diungkapkan itu memenuhi syarat fonologi, morfologi, atau sintaksis. Karena
sebuah kata yang dikeluarkan pada saat berkomunikasi tersebut adalah sebuah
pemerolehan kata itu tanpa disadari ke luar secara tidak disengaja, walaupun
sering kali hanya membutuhkan satu kata saja tetapi di dalam komunikasi
tersebut secara sepontan menjelaskan panjang lebar penjelasannya padahal
hanya membutuhkan satu kata saja.
Dalam pembahasan untuk meneliti sebuah kata atau beberapa kata dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi tindak tutur. Pengertian tindak tutur itu
sendiri adalah sesuatu yang dilakukan dalam rangka berbicara atau suatu inti
bahasa yang berfungsi di dalam sebuah percakapan. Tuturan juga
menjelaskan tentang pengutaraan sesuatu dengan jelas atau menerangkan
sesuatu dengan sejelas-jelasnya. Setelah penutur melakukan tindakan
menjelaskan ini diharapkan mitra tutur memahami penjelasan penutur dengan
baik.5
Tindak tutur (speech act theory) di perkenalkan oleh John Langshaw
Austin dalam buku How To Do Things With Words. Ia mencoba memecahkan
persoalan-persoalan dengan mengajukan pemikirannya mengenai dua macam
4
Mansoer Pateda, Sosiolinguistik, (Bandung: Angkasa,2001) hlm, 12.
5
Arono dan Nadrah, “Tindak tutur wacana dialog liputan enam SCTV, Jurnal Penelitian Bahasa,
Sastra dan Pengajarannya”, Vol.8, 2009, hlm 91.
10
cara pemakaian bahasa, yaitu tuturan konstatif dan tuturan perpomatif.
Tuturan perpomatif adalah pernyataan yang tidak dapat dinyatakan benar atau
salah karena menggambarkan suatu fakta atau realita indrawi atau tuturan
berupa kalimat atau bagian kalimat untuk melakukan sesuatu tindkaan yang
tidak lazin dideskripsikan untuk menyatakan sesuatu. Sedang tuturan konstatif
adalah pernyataan yang dapat dinilai benar atau salah bedasarkan fakta atau
pernyataan deklaratifnya tidak dapat diukur contohnya “aya mempunyai uang
lima ribu rupiah”, pernyataan ini dapat di nilai benar atau salah karena adanya
fakta yang dinyatakan di dalam nya.6
Tuturan perfomatif menyatakan suatu perbuatan, tertentu yang akan
dilakukan melalui pengucapan kata-kata atau dalam sebuah kalimat. Misalnya
dalam suatu upacara peresmian, seorang gubenur berkata “saya menyatakan
pameran kerajinan tangan ini di buka” ia tidak menyatakan sesuatu realita
indrawi namun membuat pernyataan yang berfokus pada sebuah tindakan. Jadi
bisa diartikan bahwa Austin menyatakan atau mengklarifikasi sebuah tuturan
perfomatis ini menjadi dua, yaitu wajar dan tidak wajar. Menurut Austin agar
dapat terlaksana ada tiga syarat yang harus terpenuhi dalam performatif
seperti:
1. Pelaku dan situasi harus sesuai (The persons and circumstances
must be appropriate)
Misalnya, tuturan sering disampaikan kepada pasangan pengantin
“saya nyatakan saudara-saudara sebagai suami istri” hal tersebut hanya
dapat terpenuhi bila mengucapkan adalah seorang yang memang
berwewenang untuk mengucapkan tuturan tersebut, misalnya pendeta
dan penghulu. Sebaliknya jika tuturan seorang penghulu yang berbunyi
“saya nyatakan saudara-saudara sebagai suami istri” tidak dapat
dianggap berlaku apabila pengantinya bukan sepasang pria dan wanita.
2. Tindakan harus dilaksanakan dengan lengkap dan benar oleh
pelaku (The act must be executed completely and correctly by all
participants)
6
Abd Syukur Ibrahim, Kajian Wacana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm, 64.
11
Misalnya, seorang pemimpin yang menyatakan “Anda betul-betul
salah” kepada bawahannya namun tidak mampu menunjukan
kesalahannya ataupun peraturannya apa yang membuatnya dianggap
salah merupakan tuturan yang tidak valid.
7
FX. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2009) hlm,12.
12
mengandung tindakan sebagai suatu kesatuan fungsional dalam
komunikasi yang mempertimbangkan aspek situasi tutur. 8
Dan kajian Austin diteruskan oleh Searle ia menjelaskan perincian
tindak tutur menjadi beberapa kelompok:9
1. Representatif (Representative): tindak tutur yang memerikan suatu
keadaan atau peristiwa seperti ( pernyataan, dugaan, laporan, dan
pemerintan) tindak tutur ini dapat benar dan salah.
Misalnya: Ini namanya lumpia (padahal sebenarnya ini adalah risoles)
2. Komisif (Commisseve): Tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melakukan sesuatu ( janji, sumpah, dan ancaman)
Misalnya: Siapa saja yang ketahuan menyontek, tidak tanggung-
tanggung saya akan kasih nilai E.
3. Direktif (Directive): tindak tutur yang dimaksudkan agar pendengar
melakukan tindakan ( minta tolong, perintah, menantang, dan
mengundang).
Misalhnya: Seorang pengawas berkata pada murid yang berisik
“Harap tenang karena ini sedang ulangan”.
4. Deklarasi (Declaration): tindak tutur yang dapat mengubah atau
mendatangkan suatu keadaan (pembabtisan, pengukuhan, dan
keputusan).
Misalnya: salah satu rektor dari fakultas kedokteran menyatakan
kepada mahasiswanya “Selamat untuk kalian, karena kami nyatakan
lulus menjadi dokter”.
5. Ekspresif (Expressive): tindak tutur yang menunjukan keadaan
psikologis atau sikap terhadap penuturnya (memberi salam, minta atau
memberi maaf, ucapan selamat, ucapan belasungkawan dan memberi
pujian).
Misalnya: Seorang muird yang terlambat kasuk ke dalam kelas dan
berkata “maaf pak, saya terlambat”.
8
Basuki Suhardi , Pedoman Penelitian Sosiolinguistik, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2009) hml, 34.
13
Tindak tutur dan peristiwa tutur sangat erat terkait. Keduanya
merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses
komunikasi. Peristiwa tutur merupakan peristiwa sosial karena
menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam satu situasi dan tempat
tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari
sejumlah tindak tutur (speech act) yang terorganisasikan untuk
mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, tindak tutur selalu berada
dalam peristiwa tutur. Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial
seperti disebut di atas, maka tindak tutur merupakan gejala individual,
bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jika
dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi
dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam
tuturannya.
Karena tindak tutur adalah sesuatu yang dilakukan dalam rangka
berbicara atau suatu inti bahasa yang berfungsi di dalam sebuah
percakapan. Tuturan juga menjelaskan tentang pengutaraan sesuatu
dengan jelas atau menerangkan sesuatu dengan sejelas-jelasnya.
Setelah penutur melakukan tindakan menjelaskan ini diharapkan mitra
tutur memahami penjelasan penutur dengan baik.
Menurut Austin di dalam buku kesantunan berbahasa Abdul Chaer
menjelaskan bahwasannya sebuah tindak tutur itu tidak hanya di
fokuskan untuk sebuah tuturan melainkan dapat menyatakan adanya
sebuah perbuatan atau tindakan yang terdapat di dalam kajian
pragmatik. Dan Abdul Chaer juga merumuskan sebagai ketiga
tindakan yaitu sebagai tindak lokusi ialah tindakan untuk menyatakan
sesuatu sebagaimana adanya atau an act of saying something tindakan
yang dilakukan untuk mengatakan sesuatu, tindak tutur ilokusi
bertindak untuk melakukan sesuatu (an act doing something), dan
tindak tutur perlokusi yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap
lawan tuturan bisa juga dengan orang yang mendengar tuturan tersebut
14
maka tindak tutur perlokusi sering di sebut an act of affecting someone
(tidak memberi dampak buruk untuk orang lain).10
Dari penjelasan di atas bahwa tindak lokusi dapat menyatakan
sesuatu lokusi juga dapat melakukan sebuah tindakan, maka dari itu
tindak ilokusi ini sangat berpengaruh besar dalam menyampaikan
maksud kepada seseorang, apabila seseorang itu berada di dalam
konteksnya. Oleh karena itu tindak ilokusi sangat berdampak kepada
implikatur di dalam sebuah percakapan. Contohnya seperti:
A. Kamu diam.!!
B. Apakah kamu tidak bisa tutup mulut kamu??
C. Seandainya saya jadi kamu, saya pasti sudah menutup mulut saya.
10
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahsa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hml 27-28.
15
tindakan, jadi paham fundamentalnya (dasar) yang berfokus pada bagian
mana makna dan tindakan dihubungkan dengan bahasa. Teori tindak tutur
berawal dengan kerja John Austin. Yang dimana ide-ide itu dikembangkan
dan digabungkan ke dalam teori linguistik oleh Jhon Searle. Karena Searl
juga memunculkan pertanyaan penting mengenai inventarisasi dan
klarifikasi tindakan yang dikenal orang dan cara tuturan tunggal dapat
diasosiasikan dengan lebih dari satu tindakan. Hal ini pada awalnya
digunakan kerangka kerja yang menganalisis wacana isu yang mengarah
pada tindak tutur (makna, penggunaan, dan tindakan).11
11
Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007), hml 63.
12
Sri Utari Subyakto Nababan, Psikolinguistik Suatu Pengatar, (Jakarta: Gramedia Utama, 1992)
hlm 31.
16
kenyataannya terjadi bermacam-macam maksud dapat diwujudkan dengan
cara melalui tindakan bertutur atau sebaliknya bermacam-macam tuturan
dapat diungkapkan melalui sebuah maksud tertentu. Dari teori yang
disampaikan Austin setiap tuturan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam tindakan yang berbeda-beda, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Klasifikasi ini yang kemudian akan menjadi acuan penulis untuk
menganalisis tindak tutur yang terkandung dalam sebuah naskah drama.
13
Kunjana rahardi, Pagmantik (Jakarta: Erlangga,2006 )hlm 135.
17
C. Macam-macam Tindak Tutur
1. Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu
(informasi). Karena apa yang diucapan oleh penutur yang semata-mata
hanya untuk menginformasikan saja.
Dan secara pragmatik tindak tutur lokusi adalah suatu tindakan yang
difungsikan untuk memberikan sebuah informasi. Karena di dalam jurnal
yang dibuat oleh Saras Wati yang berjudul bahasa dan sastra serta
pendidikan berpendapat bahwa pendapat Austin tentang tindak tutur lokusi
ialah sebuah tindakan untuk menyatakan sesuatu, dalam kata lain lokusi
hanya di fokuskan untuk menyampaikan sebuah amat kepada mitra
tuturnya. Misalnya: “Harimau itu binatag buas” dari kata buas ini yaitu
bahwasannya harimau adalah binatang yang tidak boleh semata-mata
orang mendekati binatang ini karena binatang ini tergolong binatang buas.
Arti buas sendiri menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ialah
binatang yang galak, kejam atau liar.14
Menurut Searle yang mengembangkan sebuah teori yang dimana
bahwa hakikatnya semua tuturan mengandung sebuhah arti dan tindakan,
dan bukan hanya tuturan yang mempunyai kata kerja yang perfomatif. Dan
di dalam buku pragmatik dan penelitian pragmatik Searle berpendapat
bahwa tindak lokusioner adalah tindak tutur yang semata-mata
menyatakan sesuatu, biasanya dianggap kurang penting dalam kajian
tindak tutur.15 Dan Heri Guntur tarigan dalam buku pengejaran Pragmatik
berpendapat tentang buku karya Austin yang berjudul How to do things
with words yaitu membedakan jenis tindak ujar, yaitu Tindak lokusi (
melakukan tindakan untuk mengatakan sesuatu), tindak ilokusi
14
Ni Made Sueni, “Pragmatik dalam tindak berbahasa dan relevansi terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia, wacana,” Majalah Ilmiyah tentang bahasa-sastra serta pendidikan bahasa dan sastra,
2007, hal: 38.
15
FX. Nadar Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2009) hlm 14.
18
(melakukan sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak
perlokusi (melakukan sesuatu tindakan dengan mengatakan sesuatu). 16
Bedasarkan pernyataan di atas, tindak lokusi adalah melakukan
tindakan untuk mengatakan sesuatu. Tindakan yang dimaksud adalah
berbicara atau berkomunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi.
Oleh karena itu, Tarigan menjelaskan bahwa tindak lokusi itu disamakan
dengan pengiriman pesan atau (komunikasi ideasional). Pengiriman atau
penyampaian informasi berupa kata-kata tertentu yang diucapkan dengan
perasaan, makna, dan acuan tertentu. Tindak lokusi ini berfungsi untuk
melakukan tindakan dalam menyampaikan sesuatu. Jadi, makna
mengatakan sesuatu tersebut yaitu adanya sebuah tindakan yang dilakukan
untuk menyampaikan maksud penutur untuk memelihara kerja sama dan
sopan santun dalam hubungan sosial.
Tindakan lokusi yang bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat. Sesuai
dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat tersebut. Di
dalam lokusi ini biasanya tidak mempermasalahkan maksud batin dan
fungsi tuturan yang disampaikan oleh si penutur. Oleh karena itu, tindak
lokusi tampak seperti implikatur percakapan. Tindak perlokusilah yang
merupakan pengaruh akibat yang disebabkan oleh ucapan pembicara
terhadap lawan bicara yang berupa perubahan sikap, gerak-gerik, tingkah
laku, atau tanggapan yang verbal.
Menurut Austin di dalam buku kesantunan berbahasa Abdul Chaer
menjelaskan bahwasannya sebuah tindak tutur itu tidak hanyya difokuskan
untuk sebuah tuturan melainkan dapat menyatakan adanya sebuah
perbuatan atau tindakan yang terdapat di dalam kajian pragmatik. Abdul
Chaer juga merumuskan bahwa lokusi adalah tindakan untuk menyatakan
sesuatu sebagaimana adanya atau an act of saying shomething tindakan
yang dilakukan untuk mengatakan sesuatu.17
16
Herry Guntur Tarigan Pengajaran PragmatikI, (Bandung: Angkasa, 1990), hlm 100.
17
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahsa, (Jakart:Rineka Cipta, 2010), hml 27-28.
19
Dari penjelasan di atas bahwa tindak lokusi dapat menyatakan sesuatu
lokusi juga dapat melakukan sebuah tindakan, maka dari itu tindak ilokusi
ini sangat berpengaruh besar dalam menyampaikan maksud kepada
seseorang, apabila seseorang itu berada di dalam konteksnya. Oleh karena
itu tindak ilokusi sangat berdampak kepada implikatur di dalam sebuah
percakapan. Contohnya seperti:
A. Kamu diam.!!
B. Apakah kamu tidak bisa tutup mulut kamu??
C. Seandainya saya jadi kamu, saya pasti sudah menutup mulut saya.
20
Untuk kemudahan pengertian, kita akan menggunakan istilah
proposisi.
b. Tindak bahasa ilokusi (ilocutionary act): yakni tindakan bahasa
yang diidentifikasi dengan kalimat pelaku yang eksplisit.
c. Tindakan bahasa perlokusi (perlocutionary act): yakkni tindak
bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau efek dari suatu ucapan
orang lain.18
2. Ilokusi
Sopan santun sering diartikan secara kecil digunakan sebagai
tindakan yang hanya sekedar menjaga sikapnya saja. Dan sopan santun itu
bersifat asimetris yang artinya tuturan yang sopan bagi satu pihak atau
pihak ketiga dan bukan dari tuturan yang sopan baginya. Sikap sopan
santun itu sangat diperlukan dalam melakukan interaksi terhadap
seseorang karena sikap yang sopan mengambarkan bahwa seseorang yang
bertutur tersebut memiliki sifat yang baik. Sikap yang baik akan terlihat
dari bagaimana caranya ia bersikap juga berbicara. Seperti halnya tindak
ilokusi ini.
Pada sebuah tingkatannya ilokusi yang paling umum dan fungsi-
fungsinya dapat diklarifikasi menjadi empat jenis yaitu:
a) Kompetitif (competitive): Tujuan ilokusi bersaingan
dengan tujuan sosial. Misalnya > memerintah, meminta,
menuntut, dan mengemis.
18
Sri Utari Subyakto Nababan, Psikolinguistik Suatu Pengatar (Jakarta: Gramedia Utama, 1992)
hlm 31.
21
b) Menyenangkan (convivial): tujuan ilokusi sejalan dengan
tujuan sosial. Misalnya > menawarkan, mengajak,
mengundang, menyapa, dan mengucapkan terimakasih.
c) Berkeja sama (collaborative): tujuan ilokusi tidak
menghiraukan tujuan sosial itu sendiri. Misalnya >
menyatakan, melapor, mengummumkan, dan
mengajarkan.
d) Bertentangan (conflictive): tujuan ilokusi bertentangan
dengan tujuan sosial. Misalnya > mengancam seseorang,
menuduh, menympahi, dan memarahi.
Dari empat jenis ilokusi ini sudah pasti melibatkan sopan santun di
dalam sebuah komunikasi seperti halnya jenis yang pertama kompetitif
pada sikap ini mempunyai sifat negatif dan bertujuan untuk mengurangi
ketidak harmonisan yang terdapat dalam kompetisi antara apa yang ingin
dicapai oleh penutur dengan apa yang dituntut oleh sopan santun dalam
bertutur. Fungsi yang kedua pada dasarnya tindak ini mempunya tata
krama dan sopan santun dalam bertutur karna fungsi kedua ini bertujuan
untuk menyenangkan seseorang untuk memberi kesempatakan kepada
seseorang yang bertutur dalam menciptakan hal untuk beramah tamah.
Sedangkan fungsi ke tiga mengandung unsur yang tidak melibatkan sopan
santun dalam bertutur karena sopan santu tidak relevan atau tidak cocok
dengan fungsi kerja sama ini, karena sebagaian besar tindak ilokusi
terhadap tindak tutur masuk difungsi ini. dan fungsi yang terakhir yaitu
fungsi bertentangan sudah jelas dari kata bertentangan hal ini pasti tidak
mengandung unsur sopan santun dalam berbicara atau berkomunikasi.
Maka dari itu fungsi ini sangat mengandung unsur marginal atau tidak
menguntungkan karena akan menciptakan dampak yang tidak bagus
terhadap kegiatan bertutur.
John Searle mengklarifikasi mengenai tindakan ilokusi yang
berdasarkan terhadap kriteria-kriteria tindak ilokusi tersebut, tindakannya
22
seperti: asertif (assertive), direktif (directives), komusif (commissives),
ekspresif (expressives) dan deklarasi (declaration).
Sertif pada lokusi itu ialah penutur yang sangat terikat pada
kebenaran karena mengandung unsur sebuah pengungkapan yang dapat
dipercaya, namun ada beberapa pengecualian jika sebuah percakapan
tersebut mengandung kata atau kalimat yang dianggap tidak sopan. Karena
dari segi semantik ilokusi bersifat propesioal. Direklatif ialah ilokusi pada
kriteria ini bertujuan untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang
dilakukan penutur. Jenis ilokusi ini sering kali dimasukan kedalam
katagori kompetitif karena mencakup dalam katagori ilokusi yang
membutuhkan sopan santun agar istilah directive tidak dikacaukan dengan
ilokusi-ilokusi langsung dan tidak langsung. Komisif pada ilokusi ini
kurang lebih berkaitan dengan suatu tindakan dimasa depan karena jenis
ilokusi ini cendrung berfungsi menyenangkan dan kurangnya bersifat
kompetitif karena tidak mengacu kepada kepentingan penutur tetapi
kepentingan penutur. Ekspresif fungsi ilokusi ini mengungkapkan atau
mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat
dalam ilokusi tersebut. Dan sebagai mana dengan ilokusi komisif ini,
ilokusi ekspresif cendrung menyenangkan, karena itu secara unsur inrisik
ilokusi ini sopan kecuali dalam tindakan seperti mengancam dan menuduh.
Dan yang terakhir ialah Deklarasi sikap ilokusi ini mampu dalam
melakukan sebuah pelaksaan. Searle mengatakan bahwa tindakan-tindakan
ini merupakan katagori tindakan khusus, karena tindakan-tindakan ini
merupakan katagori ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang dalam
sebuah karangan untuk dijadikan acuan dalam sebuah kelembagaan karena
diberikan wewenang untuk melakukannya. Dari semua klarifikasi yang
diajukan oleh John Searle tempat utama bersikap sopan santun negatif
ialah di dalam katagori ilokusi deriktif. Sedangkan tempat sopan santun
positif ialah di dalam katagori ilokusi komisif dan katagori ilokusi
ekspresif.
23
Austin di dalam buku ancangan kajian wacana bahwasanya
tuturan ilokusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu tuturan perfomatif
dengan tuturan konstantif yaitu peryataan dekralatif yang benar atau
tidaknya dapat diukur. Perfomatif dapat dikatakan mempunyai kondisi
yang benar sehingga konstatif bisa di katakan sesuai dengan kondisi yang
baik. Karena tuturan perpomatif menyatakan sesuatu perbuatan tertentu
yang akan dilakukan melalui pengucapan kata-kata atau kalimat. Misalnya
dalam suatu upacara peresmian, seorang gubenur berkata “Saya
menyatakan pameran kerajinan tangan ini dibuka” pemilik toko kerajinan
itu tidak hanya menyatakan sesuatu realita indrawinya saja akan tetapi
membuat pernyataan yang merujuk pada sebuah tindakan.
John Searle dalam Abdul Wahab menambahkan suatu kategori
dalam tiga speech act buah pikiran austin yaitu
“Membujuk, meyakinkan, menakut-nakutin, yaitu melaksanakan
tindakan bicara yang tanggapannya berupa sikap dan keyakinan
pendengar. Penutur yang demikian disebut performing perlocutionary acts.
19
19
Abdul wahab. MA, Isu linguistik, (Surabaya: Airlangga University Press, 1991) hlm 136.
24
mempertahankan kerja sama, sopan santun dan sebagainya. Karena itu
perhatikan diagram cara sampai tujuan tindak ilokusi ini. 20
Namun sebuah ide yang mendorong Austin untuk membuat suatu
klarifikasi mengenai tindak-tindakan ilokusi yaitu dia berpendapat
bahwasannya perpomatif merupakan batu ujian yang mempunyai sifat
berterus terang dan tidak berbelit-belit dalam melakukan sebuah tindakan
komunikasi. Lalu ia juga mengklarifikasi mengenai tindakan ilokusi ke
dalam verdictives, exercitives, commissives, behahitives, dan expositives.
Meskipun Austin menyatakan klarifikasi tindak tutur Searle
berpendapat bahwa taksonomi Austin tidak menjaga perbedaan yang jelas
antara ilokusi kata kerja dan tindak tutur, untuk menyatakan klarifikasi
tersebut Searle menyatakan ada lima kelompok tindak tutur yaitu
resperentatif (misalnya: menuntut), komisif (misalnya: janji), ekspresif
(misalnya: berterimakasih), dan deklaratif (misalnya : penunjukan).21
Jadi, tindak ilokusi adalah tindak bahasa dalam menyampaikan
maksud penutur yang disampaikan bersaan dengan kalimat pelaku yang
eksplisit atau jelas tidak berbelit-belit. Tindak tutur ilokusi ini dapat
berhasil menyampaikan maksud penutur bila berada di dalam konteksnya.
Adapun maksud pembicara dapat dikatagorikan atas menanyakan,
menegaskan, memprediksi, meminta, meyakinkan, menyuruh,
mempertanyakan, mengingatkan, menyadarkan, menjelaskan, meminta
maaf, menyanggah, mengijinkan, menyatakan, menyesalkan,
menunjukkan, menyadari, melarang, mengajak, menolak, mengadu,
menawarkan, memotivasi, memprotes, menasihati, memuji,
memperingatkan, membenarkan, menyetujui, menyimpulkan,
menyarankan, dan berterima kasih.
20
Geoffrey Leech, The Principles of Pragmatic, Terj, Prinsip-prinsip pragmatik, (Jakarta:
Universitas Indonesia, 2011)hml 319.
21
Abd Syukur Ibrahim, Kajian Wacana (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)hal 75.
25
3. Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi yaitu mengacu kepada suatu dampak yang
ditimbulkan oleh penutur dengan mengatakan sesuatu, seperti membuat
seseorang merasa yakin, senang atau merasa termotivasi dari sebuah
tindakan. Adapun contoh tindak perlokusi yang merupakan sebuah
tindakan yang menumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur.
Menurut Austin di dalam buku kesatuan berbahasa Abdul Chaer
tindak perlokusi adalah tutur yang mempunyai pengaruh atau efek
terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu. Maka dari itu
tindak perlokusi itu sendiri sering disebut juga sebagai The act of affective
someone (tindak yang memberi efek pada orang lain). Seperti contoh
seorang guru yang mencoba menjelaskan sesuatu kepada kelapa
sekolahnya tentang kemarin si guru itu tidak dapat hadir di dalam sebuah
rapat penyusunan jadwal pelajaran.22
a. rumah saya jauh sih.
b. minggu lalu saya tidak ada keperluan keluarga yang tidak dapat
ditinggalkan.
22
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hml 28.
26
Perlokusi menurut Nababan adalah hasil atau efek yang
ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan
kondisi pengucapan. Searle dalam Geoffrey Leech juga mengelompokkan
tindakan perlokusi menjadi tiga jenis yaitu:
a. Perlokusi Verbal
Jika seorang lawan tutur menanggapi penutur dengan
menerima atau menolak maksud penutur. Misalnya,
menyangkal, melarang, tidak mengizinkan, dan meminta
maaf.
b. Perlokusi Nonverbal
Jika lawan menanggapi penutur dengan gerakan seperti
megangguk, menggeleng, tertawa, senyuman dan bunyi
decakan mulut.
c. Perlokusi verbal nonverbal
Jika lawan tutur menanggapi penutur dengan mengucapkan
ucapan verbal yang disertai dengan gerakan. Misalnya,
berbicara sambil tertawa, berbicara sambil berjalan, dan
tindakan-tindakan yang diminta oleh lawan tutur.
23
Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Bahasa, (Surabaya: Airlangga University Press,1995)
hlm 41.
27
tindak bahasa tidak langsung yang biasanya dikaitan dengan
sebuah pertanyaan dari penutur terhadap mitra tuturnya.
Contohnya : apa anda bisa menggunakan handphone ini?
24
FX. Nadar Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2009) hlm, 19-21.
28
1) Tindak tutur langsung literal
Tindak tutur langsung literal yang dimaksud sama dengan
makna dan kata-kata yang menyusunnya. Maksud memerintah
disampaikan yaitu dengan menggunakan kalimat perintah,
memberitakan dengan menggunakan kalimat berita,
menyatakan sesuatu dengan kalimat tanya, dsb. Misalnya:
a. Rina sangat pandai
b. Tutup mulutmu!
c. Jam berapa sekarang?
29
Dalam konteks ini seorang ibu rumah tangga
berbicara dengan pembantunya pada kata yang tuturan ini
tidak hanya mencoba menginformasikan saja akan tetapi
mengandung maksud memerintah yang diungkapkan secara
tidak langsung dengan kalimat berita yang menggambarkan
bahwa baju ini kotor. Demikian pula dengan konteks b
seorang suami bertutur dengan istrinya dengan tujuan untuk
memerintahkan kepadanya supaya mengambilkan baju
yang tidak kotor. Kalimat ini diungkapkan secara tidak
langsung dengan sebuah kalimat tanya. Untuk memperjelas
maksud memerintah seorang ibu rumah tanggan dan
suaminya yaitu dengan konteks:
a. Bajunya kotor
- Baik bu, saya akan mencucinya sekarang, Bu.
b. Di mana sabunya?
- Sebentar, saya akan ambilkan sambunnya.
3. Tindak tutur langsung tidak literal
Tindak langsung tidak literal ini adalah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud
tuturan, akan tetapi kata-kata yang menyusunnta tidak memiliki
makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contohnya
seperti:
a. Suaramu bagus, kok.
b. Bu, bolehkah saya meminta sambalnya?
30
yang dikatan penting. Akan tetapi bagai mana cara
mengatakannya. Hal ini yang perlu diketahui adalah kalimat
tanya tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tindak tutur
langsung tidak literal ini.
31
dapat ditemukan tindak tutur di dalam dialog-dialognya. Naskah drama
memegang peranan yang sangat menentukan apakah suatu drama
digolongkan ke dalam karya sastra atau tidak. Drama dapat digolongkan
dalam karya sastra apabila drama tersebut memiliki naskah dalam
bentuk tertulis.
Naskah drama merupakan tulisan yang berisi percakapan atau
dialog yang dilakukan oleh para pelakunya. Dialog dalam naskah drama
biasanya berupa kalimat langsung serta dijelaskan dengan sikap, gerakan,
latar, dan cara pengungkapan kalimat yang dilakukan para oleh para
pemain peran pada saat diatas panggung. Dialog dalam drama tidak selalu
berbentuk kalimat melaikan dapat juga dibentuk dengan kata atau frase.
“Drama adalah salah satu bentuk dari sebuah gendre sastra. Kata
drama berasal dari bahasa yunani Dramoi yang artinya berbuat, bertindak,
bereaksi, dan menirukan.”25 “Dan drama atau sandiwara adalah seni yang
mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku
26
jasmani dan ucapan kata-kata.” Dimaksud dari hal tersebut adalah
drama merupakan bagian dari seni yang tidak hanya berkumpul dalam
imaji seseorang, melainkan dipertontonkan di hadapan oarang banyak atau
penonton.
Drama adalah sebuah gendre sastra yang penampilan fisiknya
memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau percakapan diantara
tokoh-tokoh yang ada “selain didominasi oleh percakapan yang langsung
itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam
petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang
suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh.27
Drama yaitu kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan
atau diproyeksikan diatas pentas sebagai suatu bentuk kwalitet
komunikasi, situasi, aksi, (dan segala apa yang terlihat dalam pentas baik
secara objektif maupun subjektif) yang menimbulkan perhatian,
25
Suhabudi, dkk, Bahasa Indonesia 2 edisi pertama (Surabaya: Amanah Pustaka, 2009), hal 7.
26
Rendra, Seni Drama Untuk Remaja, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1993), hal 97.
27
Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra (Magelang: Indonesia Tera, 2006), hal 95.
32
kehebatan, keterunyahan, dan ketegangan perasaan pada pendengar atau
penonton dimana konflik sikap dan sifat manusia sebagai tulang
punggungnya.28
Dilihat dari beberapa pengertian drama diatas, bahwasannya drama
memiliki dua dimensi yaitu drama sebagai teks sastra dan drama sebagai
seni pertunjukan atau seni lakon. Drama sebagai seni pertunjukan atau seni
lakonya adalah perpaduan yang humoris antara sekian banyak seni yang
mewujudkan sesuatu kisah kehidupan diatas pentas. Pertunjukan sebuah
drama haruslah indah dan menjelma menjadi kenikmatan yang diterima
oleh pikiran penonton. Naskah drama akan senantiasa berada di dalam
sebuah pikiran pembaca saja jika naskah drama tersebut tidak di
pentaskan. Sedangkan gendre sastra, drama ditulis dengan menggunakan
bahasa yang memikat dan elegan. Drama dapat ditulis oleh pengarangnya
dengan menggunakan bahasa yang puitis sehingga terkadang membuat
penonton merasa ada di dalam naskah tersebut dan mengalami sendiri
kejadiannya itu.
Adapun para ahli yang memberikan definisi kata drama, yaitu Aris
Toteles yang mendefinisikan drama sebagai tiruan manusia dalam gerak-
gerik. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang
melukiskan sikap dan sifat manusia dengan gerak. Moulton
mendefinisikannya sebagai kehidupan yang dilukis dengan gerak.
Ferdinand Brunetieere mendefinisikan drama sebagai kehendak manusia
yang diungkapkan dengan action. Sedangkan Alvin B Keman menjelaskan
bahwa drama berasal dari kata “dram” yang berarti berbuat (to do) atau
(to act)29. Drama merupakan bentuk yang paling kongkrit yang secara
artistik dapat menceritakan kembali situasi kemanusiaan, dan hubungan
kemanusiaan.30
28
Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogjakarta: C.V. Nur Cahaya, 1979), hal 12.
29
Drs. Hasanuddin, M.Hum, Drama Karya Dua Dimens, (Bandung: Angkasa, 1996), hal 2.
30
Rizanur Gani, Pengajaran SastrI Indoneisa, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Pustaka,
1988) hal 253.
33
Drama adalah suatu bentuk karya sastra yang memiliki bagian
untuk diperankan oleh aktor. Kosa kaya ini berasal dari bahasa Yunani
yang berarti “aksi = perbuatan. Dan drama ialah pertunjukan pertunjukan
cerita atau drama adalah sebuah pementasan atau pertunjukan adegan yang
disengaja untuk menggambarkan sebuah peristiwa yang disampaikan
manusia, dan drama mengemukakan konflik manusia.31
Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra. Bedanya
dengan bentuk lain (prosan dan puisi). Drama bukanlah sekedar teks yang
dipentaskan, dimaikan, dan dilakonkan. Karena itu drama menarik
menikmatnya dengan cara melalui proses menyaksikan ataupun menonton
pementasan drama. Kata drama dalam bahasa Yunani “dromai” yang
bearti perbuatan, bertindak, dan bereaksi.32
Dari tanggapan Widjojo dan Endang Hidayat di atas bahwasannya
drama itu bukanlah subah karya yang kita hanya bisa membacanya saja,
akan tetapi sebuah drama kita bisa merasakan masuk ke dalam cerita pada
saat pementasan drama karena pementasan drama bukan hanya kita bisa
menyaksikannya saja akan tetapi para pemain drama akan memikirkan
bagaimana para penonton bisa merasakan dan bisa terbawa keadaan sesuai
dengan alur cerita sebuah drama tersebut. Makanya para pemain
memainkan perannya sesuai denga kisah cerita dan memerankan seolah-
olah akulah yang merasa menjadi tokoh tersebut.karena drama merupakan
perilaku, sikap, dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari
yang disusun dalam sebuah naskah untuk dipentaskan. Dengan demikian,
drama mencerminkan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Drama
memiliki dua aspek yaitu aspek cerita dalam bentuk naskah drama dan
pementasan.
Drama adalah bentuk dari sebuah karya sastra yang bertujuan
unutk mengambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan
emosi melalui lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak
31
Suryadi San, Drama Konsep Teori dan Kajian (Medan, CV. Pratama Mitra Sari 2013) hlm 5.
32
Drs. Widjojoko “Teori dan Sejarah Sastra Indonesia” (Bandung, UPI PRESS, 2006) hlm 66.
34
jauh beda dengan lakuan dan dialog yang terjadi pada kehidupan sehari-
hari.33
Sebagai sebuah wacana yang mempunyai ciri-ciri struktural dan
stilistis yang khusus (genre sastra). Misalnya: dongeng, parabel, lirik, dsb.
Drama dibangun dan di bentuk oleh sebuah unsur-unsur sebagai mana
terlihat dalam genre sastra lainnya terutama fisik. Secara umumnya, fisik
yang terdapat di dalam unsur yang dapat membangun dan membentuk dari
dalam karya sastra itu sendiri (intrisik), dan unsur yang mempengaruhi
penciptaan karya yang tentunya berasal dari luar karya (ekstrinsik).
Dengan demikian, kemampuan drama sebagai karya sastra
haruslah dimengerti dan dipahami bahwa drama tidak lahir begitu saja
namun sebagai karya kreatif kemunculan drama disebabkan oleh banyak
hal terutama unsur ekstrinsik yang sangat bisa mempengaruhi dalam
penciptaan dalam suatu karya seperti drama karena penciptaan karya
drama tidak hanya dapat dari pemikiran saja namun sebuah karya drama
ini bisa saja timbul dari pengalaman si penulis atas apa saja yang terjadi di
dalam kehidupannya tersebut. Sedangkan dari dalam karya drama itu
sendiri cerita dibentuk dari unsur-unsur penokohan, alur, latar, konflik-
konflik, tema, amanat, dan gaya bahasa. Adapun karakteristik drama yaitu:
1. Drama karakteristiknya, pengembangan unsur yang membangunnya
dari segi genre sastra terasa lebih lugas, lebih tajam, dan lebih detil,
terutama unsur penokohannya dan perwatakannya.
2. Pengarang tidak secara leluasa mengembangkan kemampuan
imajinasinya di dalam drama. Artinya pengarang ingin melukiskan
suatu kehidupan dialam tertentu yang secara konvensional belum dapat
diterima logika umum amatlah sulit. Pengarang juga tidak mungkin
mengembangkan suatu yang abstrak, misalnya isi pikiran seseorang,
renungan seseorang, perasaan hati seseorang. Jika pengarang harus
memaksa tokoh-tokohnya berbicara lewat ujaran-ujaran, dialog, gerak
atau perilaku.
33
E. Kokasih, Apresiasi Sastra Indonesia, (jakarta, Nobel Edumedia, 2008) hlm 81.
35
3. Dalam dimensi sebagai seni pertunjukan drama dapat
memberipengaruh emosional yang lebih besar dan terarah kepada
penikmat (audiens). Karena jika dibandingakn dengan menyaksikan
secara langsing peristiwa langsung diatas pentas, unsur emosional
penikmat lebih mudah digugah atau terugah. Karena kesan yang
tinggal dalam pemikiran penikmat juga akan lebih lama dibandingkan
genre sastra lainya.
4. Keterkaitan sastra dengan dimensi seni pertunjukan mengharuskan
para aktor atau pemain menghidupkan tokoh-tokoh yang digambarkan
pengarangnya lewat apa-apa yang diucapkan tokoh-tokoh tersebut
dalam bentuk dialog-dialog.
5. Unsur pangung memang membatasi pengarang drama dalam
menuangkan imajinasinya. Namun dengan demikian panggung juga
akan memberi kesempatan penuhnya kepada pengarang untuk dapat
mempergunakannya supaya menarik dan memusatkan perhatian
penikmat dan penonton pada situasi tertentunya, yaitu situasi
panggung.
6. Bentuk yang khusus dari drama adalah keseluruhan peristiwa
disampaikan melalui dialog tersebut, karena bukankah sebuah karya
ilmiah atau perenungan filsafatpun dapat disampaikan dalam bentuk
dialog. Pembedaan dialog-dialog selain drama adalah materi dialog
drama. Menurut Oemarjati bentuk-bentuk dialog yang tidak bersifat
sastra, lebih khususnya lagi merupakan drama, karena tidak ditandai
oleh adanya suatu kepribadian. Dialog-dialog di dalam drama sampai
dengan materinya membentuk suatu kesatuan yang pada akhirnya
menampilkan suatu kepribadian.
7. Konflik kemanusian menjadi syarat mutlak. Bentuk dialognya yang
menuntut adanya konflik tersebut di dalam drama. Tanpa konflik
peristiwa tidak akan bergerak. Satu-satunya peristiwa baru dapat
36
berjalan dan menciptakan alur atau plot dalam bentuk dialog. Jika satu-
satunya peristiwa itu dikontroversikan melalui konflik-konflik.34
34
Hasanuddin WS. Drama karya dalam dua dimensi kajian teori, sejarah dan analisis, (Bandung,
Angkasa 1996) hml 10-12.
37
Tindak tutur dapat ditemukan dalam setiap komunikasi baik lisan
maupun tulisan. Sebuah tindak tutur di dalam komunikasi lisan biasanya
ditemukan dalan percakapan sehari-hari, diskusi, tanya jawab, wawancara,
dan komunikasi lisan lainnya. Tindak tutur dalam komunikasi tulisan
dapat ditemukan dalam wacana yang bersifat interaksional, yaitu wacana
yang berisi tentang bagai mana mementingkan sebuah komunikasi timbal
balik, seperti tulisan wawancara, cerpen, novel, roman, dan dalam naskah
drama.
Naskah drama termasuk dalam wacana interaksional, karena di
dalam sebuah naskah drama tersebut terdapat dialog atau percakapan para
penutur. Naskah drama merupaka tulisan otentik yang disusun untuk
dipentaskan di atas panggung oleh para pemain dari masing-masing
perannya. Naskah drama dibuat bedasarkan fenomena yang terjadi dalam
masyarakat. Oleh karena itu percakapan sehari-hari yang mencerminkan
adanya tindak tutur para pemeren drama tersebut.
Tindak tutur dalam naskah drama yang akan dianalisis ini dikaji
bedasarkan teori tindak tutur, tindak tutur menurut Austin yang
mencangkup tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Disetiap ujaran dalam
sebuah dialog, naskah akan dianalisis. Bagian tersebut merupakan konteks
yang membantu penulis melakukan analisis. Adapun analisis tindak tutur
yang dimaksud peneliti dalam menganalisis naskah drama Pada Suatu
Hari karya Putu Wijaya sebagai berikut :
1. Tindak lokusi adalah tindakan yang menyatakan sesuatu dalam
bentuk linguistik. Tindak lokusi ini sudah mencangkup ujaran
deklaratif, ujaran introgatif, ujaran imperatif dan ujaran interjektif.
2. Tindak ilokusi adalah suatu tindakan yang berfungsi untuk
menyampaikan maksud penutur yang bersamaan dengan kalimat
pelaku yang eksplisit (dikatakan tentang informasi secara formal yang
diwakili melalui seuatu wacana seperti dengan kata-kata morfem,
urutan elemen, dsb). Adapun maksud yang disampaikandapat berupa:
menanyakan, menegaskan, memprediksi, meminta, meyakinkan,
38
menyuruh, mempertanyakan, mengingatkan, menyadarkan,
menjelaskan, meminta maaf, menyanggah, mengijinkan, menyatakan,
menyesalkan, menunjukkan, menyadari, melarang, mengajak,
menolak, mengadu, menawarkan, memotivasi, memprotes, menasihati,
memuji, memperingatkan, membenarkan, menyetujui, menyimpulkan,
menyarankan, dan berterima kasih, melaporkan, mengumumkan,
meramalkan, mengakui, mennayakan, menegur, memohon,
menyarankan, memerintahkan, memesan, mengusulkan,
mengungkapkan, mengungkapkan selamat dan menyajikan.
3. Tindak perlokusi adalah tindakan yang dilakukan sebagai efek atau
sebuah akibat dari ucapan si penutur. Tindak perlokusi mencakup:
meyakinkan, menipu, memperdayakan, membohongi, mengajurkan,
membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu, mendongkolkan,
menakuti, memikat, menawan, menggelikan hati, membuat penyimak,
melakukan, mengilhami, membingungkan. Dan membuat penyimak
mikirkan tentang, mengurangi ketegangan, memalukan, mempersukar,
menarik perhatian, menjemukan, dan membosankan.
35
Soediro Satoto, Stilistika, (Yogjakarta, Ombak, 2012) hlm 142.
39
hampir menggunakan gaya bahasa yang berbeda-beda contohnya yaitu
dalam naskah-naskah yang dikarang atau dibuat oleh Arifin C.Noer yang
dimasukan suasana lokal dengan menggunakan bahasa-bahasa lokal pula.
36
Ibid., hlm 139-140.
40
Gaya bahasa drama sastra adalah gaya bahasa yang menggunakan
gaya bahasa arkaik (kuno, sudah tidak lagi digunakan). Sedangkan gaya
bahasa drama realisme adalah merupakan jenis sastra yang paling objektif
dari pada jenis prosa dan puisi. Dan gaya bahasa drama absurdisme adalah
gaya bahasa para sastrawan (pada umumnya) akan menggunakan bahasa
pengungkapannya sesuai dengan kurunnya zaman.
Namun dalam hal ini gaya bahasa yang di gunakan Arifin C.Noer
yaitu gaya bahasa solilokui pada gaya bahasa realisme karena sering kali
kita jumpai di dalam naskah karyanya misalnya dalam naskah kapai-kapai.
Karena gaya bahasa solilokui ini berbentuk percakapan seorang diri untuk
menerangkan atau melukiskan hal-hal yang akan datang. Gaya solilokui
ini bisa dikatagorikan sebagai konvensional atau naive soliloquy. Solilokui
demikian hanyalah berfungsi sebagai penjelas, bukan penafsir watak.
37
Ibid., hlm 143-144.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini yaitu
menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Data yang didapatkan
berupa deskriptif tentang tindak tutur dalam naskah drama Pada Suatu Hari
karya Arifin C. Noor. Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah salah satu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi sesuatu, system pemikiran ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.1
Dalam penelitian ini digunakan triangulasi teori, yang dimana
triangulasi ini dilakukan berdasarkan tanggapan bahwa fakta tertentu tidak
dapat diperiksa derajat kepercayaanya dengan satu atau lebih rinci, maa dalam
penelitian ini dikumpulkan beberapa teori dari beberapa ahli untuk mengambil
dialog dan konteks yang bisa dikatagorikan dalam objek pragmatic.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka setelah data di
klarifikasi peneliti menganalisis data dengan metode padan. Teknik yang
digunakan adalah referensial dan teknik pragmatis. Teknik refensial yang
biasa digunakan untuk mendeskripsikan dialog tuturan dalam drama Pada
Suatu Hari karya Arifin C. Noer, sedangkan teknik pragmatis digunakan
untuk menjelaskan maksud dari tuturan yang mengandung tindal lokusi,
ilokusi dan perlokusi dan arti atau maksud-maksud tuturan yang di tutur oleh
mitra tutur.
1
Lexy, J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) hml 18.
42
B. Sumber dan Data Penelitian
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teks
karya sastra yaitu naskah drama Pada Suatu Hari karya Arifin C. Noer.
Peneliti menggunakan naskah ini karena jumlah data yang terdapat dalam
naskah tersebut dianggap sudah mencukupi untuk keperluan penelitian dan
bervariasi.
C. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono menyatakan bahwa “teknik Pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data”2. Pengumpulan data dalam penelitian
merupakan suatu keharusan. Tekniik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan teknik membaca dan mencatat. Penulis membaca dan mencatat
penggalan ujaran dan petunjuk laku dalam naskah drama Pada Suatu Hari
yang mengandung tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Peneliti hanya memfokuskan pada kalimat atau percakapan yang
mengandung unsure tindak tutur didalam naskah. Data yang diperoleh
kemudian dicatat dalam data yang telah disiapkan. Ujaran dan petunjuk mitra
tutur yang teridentifikasi mengandung unsur tindak lokusi, ilokusi, dan
perlokusi selanjutnya dianalisis kembali untuk menjadi data penelitian.
2
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 224
43
D. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data
yang diperoleh mengenai tindak tutur yang terdapat dalam naskah drama.
Pada penelitian ini menentukan data sesuai dengan teori yang di kemukakan
oleh John Austin tentang sebuah tindakan yang dibagi dialam tiga macam
tindak tutur serta dibagi sesuai katagori dari masing-masing tindakkan.
1. Data yang diperoleh dicatat.
2. Setelah data disimpan, kemudian dianalisis dari tindak lokusi,
ilokusi dan perlokusi.
3. Hasil analisis tersebut diklasifikasikan didalam sebuah kolom data
yang mana dari masing-masing jenis tindak tutur dan dibagi di
setiap kolom katagori tindak tersebut.
4. Pada tahap penyelesaian, penulis mengecek kembali analisis dan
perbaikanya bila ada kesalahan pada penulisan. Setelah itu penulis
menyimpulkan dari semua hasil penelitian yang dilakukan.
E. Penyajian data
Analisis data merupakan upaya untuk mengelompokkan data yang
telah diperoleh. Selanjutnya pemaparan hasil analisis, menurut Sudaryanto
yang dikuti oleh Muhammad ada dua cara untuk menyajikan hasil penelitian
yaitu dalam metode formal dan informal. Metode formal ada penyajian
dengan mengunakan tanda dan lambang.3 Sedangkan penyajian dengan
metode informal adalah dengan kata-kata biasa untuk merumuskan kaidah
sesuai dengan domainnya dan hubungan anta kaidah.4
dalam penelitian ini penulis menggunakan metode informal, karena
penyajian data berbentuk tuturan yang didalamnya terdapat tuturan yang
mengandung unsur tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi.
3
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm 266.
4
Ibid, hlm 288.
44
BAB IV
Tindak tutur lokusi dalam naskah drama Pada Suatu Hari karya Arifin
C. Noer meliputi: (1) deklaratif, (2) interogatif, (3) imperatif, (4) interjektif,
(5) simultan. Dari keseluruhan data pada ujaran dan petunjuk laku diperoleh
23 data yang mematuhi prinsip tindak tutur Leech yaitu 9 deklaratif, 7
interogatif, 3 imperatif, 4 interjektif, dan 0 simultan.
45
Tabel 2. Hasil penelitian tindak tutur ilokusi
Tindak tutur ilokusi dalam naskah drama Pada Suatu Hari karya
Arifin C. Noer meliputi: (1) tindak penegasan, (2) tindak meminta, (3)
tindak menyarankan, (4) tindak melakukan, (5) tindak otoritas kegiatan, (6)
tindak penempatan, (7) kombinasi tindak ilokusi beserta verbanya, (8)
kombinasi verba dalam satu tindak ilokusi. Dari keseluruhan data pada
ujaran dan petunjuk laku diperoleh 38 data yang mematuhi prinsip tindak
tutur yaitu 19 tindak penegasan, 6 tindak meminta, 9 tindak menyarankan, 0
tindak melakukan, 2 tindak otoritas kegiatan, 0 tindak penempatan, 1
kombinasi tindak ilokusi beserta verbanya, dan 1 kombinasi verba dalam
satu tindak ilokusi.
46
4 Menjengkelkan 0
5 Mengajukan 4
6 Mengalihkan 5
7 Meyakinkan 7
8 Menakuti 0
9 Membingungkan 1
10 Melakukan 0
11 Mengganggu 0
12 Mempersulit 1
13 Mempengaruhi 0
14 Menuruti 0
15 Merespon 9
16 Menyetujui 1
17 Memperhatikan 0
18 Memaklumi 0
19 Bersimpati 0
20 Memahami 0
21 Menyadarkan 4
22 Menggelikan Hati 0
23 Membosankan 0
24 Mengilhami 0
25 Tanpa Perlokusi 1
Jumlah 74
Tindak tutur perlokusi dalam naskah drama Pada Suatu Hari karya Arifin
C. Noer meliputi: (1) menanggapi, (2) menjelaskan, (3) menjawab, (4)
menjengkelkan, (5) mengajukan, (6) mengalihkan, (7) meyakinkan, (8)
menakuti, (9) membingungkan, (10) melakukan, (11) mengganggu, (12)
mempersulit, (13) mempengaruhi, (14) menuruti, (15) merespon, (16)
menyetujui, (17) memperhatikan, (18) memaklumi, (19) bersimpati, (20)
memahami, (21) menyadarkan, (22) menggelikan hati, (23) membosankan,
47
(24) mengilhami, (25) tanpa perlokusi. Dari keseluruhan data pada ujaran
dan petunjuk laku diperoleh 74 data yang mematuhi prinsip tindak tutur
yaitu 12 menanggapi, 23 menjelaskan, 6 menjawab, 0 menjengkelkan, 4
mengajukan, 5 mengalihkan, 7 meyakinkan, 0 menakuti, 1 membingungkan,
0 melakukan, 0 mengganggu, 1 mempersulit, 0 mempengaruhi, 0 menuruti,
9 merespon, 1 menyetujui, 0 memperhatikan, 0 memaklumi, 0 bersimpati, 0
memahami, 4 menyadarkan, 0 menggelikan hati, 0 membosankan, 0
mengilhami, dan 1 tanpa perlokusi.
1. Tindak Lokusi
48
(2) Konteks: Saat Nyonya Wenas (Janda) datang kerumah mereka.
Nenek: Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
(4) Konteks: Saat Kakek menanyakan hal yang tidak sopan kepada
Janda.
Nenek: Maafkan suami saya, Nyonya. Kadangkala dia amat kasar,
tapi sebenarnya dia lelaki yang amat lembut.
49
Nenek: Jadi kau selalu berdusta dengan istrimu sendiri?
(7) Konteks: Novia menyuruh Joni untuk mengajak Meli dan Feri
untuk menonton ikan.
Joni: Ayo kita nonton ikan.
50
interogatif karena dalam tuturan itu Kakek menanyakan secara tegas
kepada Novia mengenai sikapnya yang akan meminta cerai dari
suaminya.
(10) Konteks: Saat Meli dan Feri hilang, namun ternyata mereka
diculik oleh ayahnya sendiri dan Kakek marah-marah karena hal
itu.
Nenek: Lalu apa kau berharap semua ini sungguh-sungguh? Apa
memang kau berharap agar Meli dan Feri diculik?
51
2. Tindak Ilokusi
(1) Konteks: Saat Kakek dan Nenek sedang duduk santai berdua di
kursi.
Kakek: Sekarang kau nyanyi.
52
(3) Konteks: Saat Kakek selalu saja membicarakan kematian kepada
Nenek.
Nenek: Sayang, kenapa kau berfikir kesana? Itu sangat tidak baik,
lagi tak ada gunanya. Sayang, berhentilah kau berfikir tentang hal
itu.
(4) Konteks: Saat Janda bertamu ke rumah mereka dan Kakek lebih
memilih untuk pergi ke ruang baca.
Kakek: Saya takut dia betul-betul demam karena kedatangan janda
itu. Ah, lebih baik saya menyingkir ke ruang baca. (Exit)
(7) Konteks: Saat pesuruh datang saat dipanggil oleh Nenek untuk
membuatkan minuman.
Nenek: Bikin es susu dan dua gelas jeruk panas.
54
Nita: Novia, apakah kau tidak pernah memperhatikan baik-baik
betapa jernih mata anak-anakmu yang lucu itu. Meli dan Feri.
(10) Konteks: Saat ketahuan kalau Meli dan Feri bukan hilang,
melainkan diculik oleh ayahnya sendiri.
Kakek: Keterlaluan! Keterlaluan! Saya tidak bisa memaafkan
permainan kasar seperti ini ini.
3. Tindak Perlokusi
55
merespon, menyetujui, memperhatikan, memaklumi, bersimpati,
memahami, menyadarkan, menggelikan hati, membosankan,
mengilhami, tanpa perlokusi.
56
Ujaran yang diucapkan Nenek dikatakan terdapat tindak tutur
perlokusi dalam kategori mengajukan. Dikatakan tindak tutur kategori
mengajukan karena dalam tuturan tersebut Nenek mengajukan syarat
kepada Kekek kalau ia tidak akan memaafkan Kakek kalau Kakek terus
menerus membicarakan kematian.
57
Ujaran yang diucapkan Pesuruh dikatakan terdapat tindak tutur
perlokusi dalam kategori meyakinkan. Dikatakan tindak tutur kategori
meyakinkan karena dalam tuturan tersebut Pesuruh menanyakan ulang
agar yakin minuman yang diminta Nenek.
(8) Konteks: Saat Nenek mulai kesal dengan Kakek yang memiliki
masa lalu dengan Janda.
Nenek: Kau sendiri yang membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga
pesta kita dengan kaktus-kaktus pacar kau.
Ujaran yang diucapkan Nenek dikatakan terdapat tindak tutur
perlokusi dalam kategori merespon. Dikatakan tindak tutur kategori
merespon karena Nenek sudah merasa kesal dengan kedatangan Janda
yang memiliki masa lalu dengan Kakek dengan bahasa kias.
58
Sayang diamlah. Lagi jangan terlalu keras kau menangis nanti kau
batuk kalau batuk tenggorokan bisa luka dan suara bisa serak.
Selain itu apa kata anak-anak nanti kalau mereka satang. Sayang.
Atau kau mau saya membaca kitab suci? Dongeng? Saya akan
membaca bagaimana nabi Nuh melayani singa betina yang bunting,
sementara seekor kera sakit enfluensa.
59
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
60
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
dalam naskah drama Pada Suatu Hari karya A Rifin C Noor, dapat di tarik
Ditemukan beragam tindak tutur dari tindak tutur lokusi sebagai informasi,
dijadikan sebagai efek dari tindak tutur tersebut. Adapun bentuk-bentuk tidak
tutur, yaitu (1) Lokusi yang terdiri atas jenis deklaratif, interogatif, imperatif,
interjektif; dan simultan. (2) Ilokusi yang terdiri atas jenis tindak penegasan,
kombinasi verba dalam satu tindak ilokusi dan (3) Perlokusi yang terdiri atas
macam jenis tindak tutur tindak lokusi di dalam naskah terdapat tindak tutur
terbanyak 35,65% dari jenis tindak deklaratif dari lima jenis tindak ilokusi.
61
62
penegasan dari delapan jenis tindak tutur ilokusi, dan perlokusi terdapat
tindak perlokusi yang mempunyai 25 jenis tindak tutur. Jadi, didalam naskah
drama ini.
B. SARAN
peneliti ini dengan topik lain seperti pelanggaran prinsip kerja dan
62
DAFTAR PUSTAKA
Achmad H.P. 1998. Diktat Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Arono dan Nadrah. 2009. Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan 6 SCTV, Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 8.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolingustik Perkenalan awal. Jakarta:Rineka
Cipta.
Damono, Sapardi Djoko. 2006. Anologi Drama Indonesia. Jakarta: The Henry Luce
Foundation, Inc.
Drs. Widjojoko. 2006. Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: UPI PRESS.
Hasanuddin WS. 1996. Drama Karya dalam Dua Dimensi Kajian Teori, Sejarah dan
Analisis. Bandung: Angkasa.
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/775-sutradara-film-g-30-s-
pki, 24 februari 2012.
San, Suryadi. 2013. Drama Konsep Teori dan Kajian. Medan: CV. Pratama Mitra
Sari.
Sueni, Ni Made. 2007. “Pragmatik dalam Tindak Berbahasa dan Relevansi terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia, Wacana” dalam Majalah Ilmiah Tentang
Bahasa-Sastra Serta Pendidikan Bahasa dan Sastra.
Wahab, Abdul Wahab. 1991. Isu Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
LAMPIRAN
BIOGRAFI
Bab ini berisi tentang riwayat hidup Arifin C. Noor, seorang sineas
dan juga seorang dramawan yang karya tulisnya menjadi objek penelitian
penulis dalam pembuatan skripsi ini.
A. Biografi Pengarang
Arifin mulai mengenal dunia sastra serta teater saat masih duduk di
bangku SMP. Pada masa itulah karya-karya puisinya ia kirimkan ke majalah
yang terbit di Cirebon dan Bandung, honornya ia belikan buku cerita, baik
dalam maupun luar negeri. Sejak kecil ia memang gemar membaca,
khususnya buku anak-anak terbitan Balai Pustaka 1950-an. Baik fiksi-ilmiah
maupun petualangan Karl May. Tetapi yang paling digemarinya adalah buku
biografi orang-orang besar. Karena banyak pelajaran yang bisa dipetik dari
pengalaman serta kerja keras mereka. Hal itu kemudian sangat memengaruhi
filsafat hidupnya untuk gemar bekerja dan berpikir keras.
31
Januardi “Berbincang-bincang dengan Arifin C Noor” Majalah Kartini. hlm 34
32
Dendy Sugono, Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009), hlm, 34-36
“dewasa”nya yang pertama. Naskah itu kemudian populer pada 1960-an,
karena banyak dipentaskan oleh grup-grup drama di Jawa.
Tidak hanya dalam dunia teater, Arifin panggilan pria berkepala botak
yang dilahirkan 10 Maret 1941 di Cirebon ini adalah juga seorang sineas
(orang yang ahli tata cara pembuatan film) yang lengkap. Dia bukan hanya
bisa menyutradarai, tetapi pandai pula menulis cerita dan dijadikan skenario.
Arifin sendiri menulis cerita dan skenario dalam film Bibir Mer, dan langsung
menjadi sutradara, maka apa yang ingin disampaikan ke penonton bisa
diterima secara utuh. Kelancaran bertutur, dan menyelesaikan konflik yang
tidak bertele-tele menjadi ciri khas dan sekaligus kekuatan film-film Arifin.
Untuk sampai ke Bibir Mer, Arifin telah melakukan perjalanan panjang. Dia
giat mementaskan sandiwara sejak tahun 1957. Pertama kali, waktu dia
menulis dan sekaligus sebagai sutradara pementasan berjudul Dunia yang
Retak. Tiga tahun kemudian melanjutkan sekolah ke Solo, sampai di sana
bergabung dalam Himpunan Peminat Sastra Surakarta (HPSS), sambil
mencanangkan hari puisi.
33
Adi M “Namana tak Hanya Menjulang Lataran Dunia Pentas” Majalah Vista. hlm 82.
pemenang pertama sayembara penulisan lakon Teater Muslim. Karyanya
yang lain adalah Mega-Mega, pemenang kedua sayembara naskah drama
Badan Pembina Teater Nasional Indonesia (BPTNI) tepatnya tahun 1967.
Sepasang suami istri yang sudah memasuki masa tua dan baru saja
menggelar acara ulang tahun pernikahan mereka. Sejak muda mereka selalu
bahagia dan selalu menjadi pasangan yang romantis hingga pada masa tua.
Sampai di suatu hari setelah tergelarnya acara ulang tahun mereka. Si kakek ingin
kakek ingin mendengarkan suara si nenek. Tak lama kemudian datang seorang
janda seksi (Nyonya Wenas) berkunjung ke kediaman pasangan tua itu (nenek dan
kepada kakek dan nenek karena tidak bisa hadir diacara yang mereka gelar itu.
Nenek seketika marah dan merasa kesal, karena yang nenek tahu nyonya Wenas
tidak diundang oleh nenek dan kakek untuk hadir ke acara ulang tahun pernikahan
mereka. Nyonya Wenas yang ternyata adalah mantan kekasih kakek menjadi
penyebab utama kemarahan nenek kepada kakek. Nenek yang saat itu sedang
merasa kesal, bertambah kesal karena seketika Joni (pembantu rumah tangga)
memberikan minuman susu dingin yang diketahui bahwa minuman itu adalah
kesukaan Nyonya Wenas. Tanpa pikir panjang, nenek saat itu juga meminta
bercerai kepada kakek. Dengan segala cara kakek memohon agar dimaafkan dan
agar nenek menarik kembali perkataannya tapi nenek tetap kuat dengan apa yang
telah dilontarkannya.
tertua nenek dan kakek) berkunjung menemui kedua orang tuanya. Nita hanya
terdiam mendengan dan melihat pertengkaran nenek dan kakek. Dan Novia adik
sudah meminta cerai kepada suaminya (Vita) karena cemburu berlebih kepada
pasien suaminya itu. Karena, tidak mau rumah tangga anaknya rusak. Nenek
memikirkan kembali demi masa depan anak-anaknya. Seolah tidak ada masalah
apapun nenek menasehati Novia agar tidak bercerai dengan kakek. Akhirnya
masalah di antara nenek dan kakek terhapus begitu saja karena anaknya Novia.
Dan di akhir cerita, anak-anak novia di bawa pergi oleh vita ketika anak-anaknya
Analisis Naskah Drama Pada Suatu Hari dalam Tindak Tutur lokusi
Lokusi
No Penutur Tuturan
Deklaratif Interogatif Imperatif Interjektif Simultan
Habis kaupun selalu mengejek setiap kali
1 Nenek
saya menyanyi.
Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu
2 Nenek
tentang pesta kita?
Kami sangat berharap sekali nyonya hadir
3 Nenek kemarin. Suami saya juga heran kenapa
nyonya tidak datang kemudian.
Maaf, saya lupa. Maksud saya apa tujuan
4 Kakek
nyonya datang kemari?
Maafkan suami saya, Nyonya. Kadangkala
5 Nenek dia amat kasar, tapi sebenarnya dia lelaki
yang amat lembut.
Kalau begitu sayapun berterus terang.
6 Nenek
Nyonya semakin tua semakin cantik.
Apa tidak indah kemeriahan flamboyan,
7 Nenek yang mampu menciptakan jalan selalu
diliputi senja?
Sayang sekali kita telah sepakat menerima
8 Janda kehadiran matahari, sehingga saya kini telah
ditegurnya. Sudah cukup lama.
… Saya di jamu di sini. Saya minta diri
sekali lagi saya mengucapkan selamat atas
9 Janda perkawinan emas tuan dan nyonya. Sayang
sekali dia sedang sakit. Saya harus segera
pulang.
Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta
10 Kakek
emas dengan kata-kata seru.
Sejak muda kau begitu yakin seakan saya
pernah punya hubungan percintaan dengan
perempuan tadi. Saya heran kenapa kau
begitu berhasil menciptakan tokoh yang
11 Kakek
fantatis itu menjadi tokoh yang seolah nyata
dalam diri kau sehingga tokoh itu mampu
mempermainkan kau sendiri selama hidup
kau.
Jadi kau selalu berdusta dengan istrimu
12 Nenek
sendiri?
Saya kira pertanyaan ini sudah bersifat
13 Pesuruh sangat amat pribadi, nyonya dan kurang
sopan.
Kau memang jago silat. Baik. Sekarang kau
akui saja siapa yang menyuruh kau
14 Nenek
menyiapkan tiga gelas es susu begitu tamu
tadi datang?
Biarpun kau dukung saya dari sini ke kamar
15 Nenek
saya tidak akan diam.
16 Kakek Kau rupanya ingin kita pisah.
17 Joni Ayo kita nonton ikan.
Kau dan ibumu memang satu jiwa. Alasan
apa yang mendorong kau meminta
18 Kakek
kesedihan serupa itu? Kebodohan macam
apa yang mengotori otakmu? Cerai! Seakan
dengan mendapatkan kata itu kau dapat
mengecap hidup ini lebih nikmat? Novia,
kau jangan seperti gadis ingusan. Kamu kira
rumah tangga itu rumah-rumahan dari kotak
geretan yang dengan mudah kau bongkar-
bongkar dank au susun-susun? Novia, kau
sudah waktunya menginsafi bahwa rumah
tangga adalah rumah suci lain, seperti
masjid, gereja, dan kelenteng. Dan rumah
suci adalah tempat dimana firman-firman
Tuhan yang agung dan suci dimulyakan,
rumah suci adalah tempat dimana cinta
kasih ditumbuh-kembangkan menjadi gairah
hidup, untuk meraih maka hidup yang
samara dalam semsta ini.
Analisis Naskah Drama Pada Suatu Hari dalam Tindak Tutur Ilokusi
Ilokusi
Tindak Ilokusi
Menyarankan
Verba dalam
Penempatan
Satu Tindak
Melakukan
Kombinasi
Kombinasi
Penegasan
Verbanya
Meminta
Kegiatan
Otoritas
Beserta
Tindak
Tindak
Tindak
Tindak
Tindak
Tindak
Ilokusi
No Penutur Tuturan
Analisis Naskah Drama Pada Suatu Hari dalam Tindak Tutur Perlokusi
Perlokusi
Menggelikan Hati
Membingungkan
Tanpa Perlokusi
Memperhatikan
Menjengkelkan
Mempengaruhi
Membosankan
Menyadarkan
Mengalihkan
Mengganggu
Menjelaskan
Mempersulit
Mengajukan
Meyakinkan
Menanggapi
Memaklumi
Mengilhami
Melakukan
Memahami
menyetujui
Bersimpati
Menjawab
Merespon
Menakuti
Menuruti
No Penutur Tuturan
(RPP) KE-8
A. Kompetensi Inti
3.16 3.16.1
Menelaah karakteristik unsur dan kaidah Mendiskusikan karakteristik unsur drama
kebahasaan dalam teks drama yang dan kaidah kebahasaan teks drama
berbentuk naskah atau pentas. 3.16.2
Mendiskusikan cara menulis teks drama dan
penyajiannya
4.16 4.16.1
Menyajikan drama dalam bentuk pentas Menulis teks drama
atau naskah 4.16.2
Mementaskan drama secara berkelompok
C. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
Pertemuan Kedua
b. Menanggapi dan melaporkan secara lisan dan atau tulis isi drama
yang ditonton
Pertemuan Ketiga
Pertemuan Keempat
Pertemuan Pertama
(1) Faktual
Contohteks drama
Arloji
Karya P.Hariyanto
Para Pelaku
Kisah ini terjadi di sebuah ruang tamu keluarga yang cukup terpandang
terdapat berbagai perlengkapan yang lazim di ruang tamu tetapi yang
terpenting ialah seperangkat meja dan kursi tamu kira kira pukul 09.00 drama
ini terjadi.
Pak Pikun : (muncul, langsung menuju ke arah Jidul) Ayo! Mana! Berikan
kembali padaku! Ayo! Mana!
Jidul : (ber-ah-uh, sambil memberikan isyarat yang menyatakan
ketidakmengertiannya)
Pak Pikun : Dasar pencuri! Belum sampai sebulan di sini kamu sudah
kambuh lagi, ya? Dasar nggak tau diri! Ayo, kembalikan
kepadaku! Mana, heh?
Pak Pikun : (semakin keras suaranya) Jidul! Kamu mau kembalikan apa
tidak? Mau insaf apa tidak? Apa mau kupanggilkan orang-
orang sekampung untuk menggerebekmu? Ayo, mana?
Ibu : (muncul tergesa-gesa) Eh, ada apa, Pak Pikun? Ada apa
dengan Jidul?
Pak Pikun : Anak ini memang tidak pantas dikasihani, Bu. Dia mencuri
lagi, Bu!
Pak Pikun : Mungkir, ya? Padahal jelas, Bu! Tadi saya mandi. Setelah itu,
alroji saya tertinggal di kamar mandi. Lalu, dia masuk entah
mengapa. Lalu, tidak ada lagi alroji saya, Bu.
Pak Pikun : Bukan hilang, Bu! Jelas dicurinya! Ayo, ngaku saja! Kamu
ngaku saja, Jidul!
Pak Pikun : Maaf, Bu. Ini biar saya urus sendiri! (menarik Jidul) Sini!
Tritis : (muncul membawa buku dan alat tulis) Uh, pagi-pagi sudah
mencuri! Mengganggu orang belajar saja!
............................................................................................................................
..........
(2) Konsep
(3) Prosedur
Pertemuan Kedua
c. Menanggapi dan melaporkan secara lisan dan atau tulis isi drama yang
ditonton
Pertemuan Ketiga
Pertemuan keempat
1. Materi Pembelajaran Reguler
E. Metode Pembelajaran
1. Paedagogik Genre
2. Saintifik
a. Media
b. Bahan
1) kertas manila
2) kertas plano
G. Sumber Belajar
Harsiati, Titik.dkk. 2016. Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP. Kemdikbud : Jakarta
H. Langkah-langkah Pembelajaran
e. Membentuk kelompok antara 4-5 Peserta didik, dengan Peserta didik yang
pandai menjadi kelompok dan yang lainnya menjadi anggota.
c. Peserta didik mengumpulkan informasi tentang teks drama dari buku teks
Peserta didik.
c. Guru dan Peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari dengan
bimbingan guru.
f. Membentuk kelompok antara 4-5 Peserta didik, dengan Peserta didik yang
pandai menjadi kelompok dan yang lainnya menjadi anggota
c. Peserta didik mencari jawaban atas pertanyaan yang mereka susun dari buku
teks.
a. Peserta didik mengamati struktur, isi, ciridan struktur dari contoh teks drama
b. Peserta didik menanyakan hal-hal yang belum diketahui tentang struktur teks
drama
d. Peserta didik berdiskusi tentang struktur, isi, dan ciri dari contoh teks drama
dengan menggunakan lembar kerja dari guru.
c. Guru dan Peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari dengan
bimbingan guru.
d. Guru menutup pembelajaran dengan doa dan salam.
f. Membentuk kelompok antara 4-5 Peserta didik, dengan Peserta didik yang
pandai menjadi kelompok dan yang lainnya menjadi anggota
b. Peserta didik membuat pertanyaan tentang susunan struktur, isi dan ciri dari
contoh teks drama yang disediakan.
c. Peserta didik mencari jawaban atas pertanyaan dari contoh yang tersedia dari
buku teks.
d. Peserta didik berdiskusi untuk menyusun teks drama yang disediakandengan
memperhatikan susunan struktur, isi dan ciri teks drama.
f. Peserta didik mementaskan hasil diskusi tentang teks drama yang telah
dibuat.
d. Guru memberikan tugas secara mandiri untuk menyusun teks drama yang
disediakan) dengan memperhatikan susunan struktur, isi, ciri dan unsur teks
drama.
I. Penilaian
Teknik Penilaian
a. Sikap (Observasi/jurnal)
b. Pengetahuan
- Tes tertulis
c. Keterampilan
- Produk
- Praktik
Kelas/Semester : VIII/Semester II
KOPETENSI
NO MATERI INDIKATOR SOAL
DASAR
3.15 Pengertian/karakteris 3.15.1 1. Disajikan sebuah teks drama
Mengidentifikasi -tik teks drama. Memperhatikan suatu 2. Peserta didik menentujkan ciri-ciri
unsur-unsur Unsur-unsur teks model teks drama teks drama
drama drama. 3.15.2 3. Disajikan sebuah model teks drama
(tradisional dan Penjelasan isi drama. Merumuskan 4. Peserta didik menentujkan ciri-ciri
moderen) yang pengertian/karakteristik teks drama
disajikan dalam drama. 5. Disajikan sebuah teks drama
bentuk pentas 3.15.3 6. Peserta didik menentujkan ciri-ciri
atau naskah. Mendiskusikan unsur- teks drama
unsur dan isi drama 7. Peserta didik dapat menyebutkan
struktur teks drama
8. Disajikan sebuah model teks drama.
9. Peserta didik menentukan unsur
teks drama
3.16 Karakteris-tik teks 3.16.1
Menelaah drama berdasar-kan Mendiskusikan
karakteris
struktur dan karakteristik unsur
tik unsur
dan kaidahnya drama dan kaidah
kaidah
kebahasaan teks drama
kebahasa
an dalam Disajikan sebuah teks Pantun.
teks Peserta didik menentukan struktur
drama a. Disajikan sebuah model teks
yang drama
berbentuk
naskah Peserta didik menentukan struktur
atau a. Disajikan sebuah teks drama
pentas b. Peserta
didik
menent
ukan
unsur
yang
digunak
an
PERTEMUAN PERTAMA
Skore maksimal = 22
PERTEMUAN KETIGA
SKOR
NO URAIAN
JUMLAH
SKORE MAKSIMAL = 22
Instrumen Penilaian
Kelas/Semester : VIII/Semester II
Langkah-
langkah
pementas-an
drama
1. Disajikan sebuah teks drama, uraikan apa isi yang terkandung pada teks
dramayang disajikan?
a. Perhatikan struktur
b. Perhatikan isi
c. Perhatikan unsur
d. Perhatikan keindahan.
RUBRIK PENILAIAN DAN PEDOMAN PENSKORAN
PERTEMUAN KEDUA
SKOR
NO RINGKASAN
JUMLAH
1. Ketepatan
a. Skor 5 jika menuliskan semua pokok-pokok isi teks
drama dengan tepat
b. Skor4 jika terdapat satu pokok isi teks drama yang tidak
tepat
c. Skor 3 jika terdapat dua pokok isi teks drama yang tidak
tepatSkor2 jika hanya satu pokokteks drama
d. Skor 1 jika tidak tidak dapat menuliskan pokok-pokok isi
teks drama dengan tepat
PERTEMUAN KEEMPAT
SKOR
NO RINGKASAN
JUMLAH
1. Ketepatan
a. Skor 5 jika menuliskan semua pokok-pokok isi teks
dengan tepat
b. Skor 4 jika terdapat satu pokok isi teks yang tidak tepat
c. Skor 3 jika terdapat dua pokok isi teks yang tidak tepat
d. Skor 2 jika hanya satu pokokteks
e. Skor 1 jika tidak tidak dapat menuliskan pokok-pokok isi
teks dengan tepat
2. a. Skor 5 jika menyuguhkan 4 aspek
b. Skor 4 jika menyuguhkan 3 aspek
c. Skor 3 jika menyuguhkan 2 aspek
d. Skor 2 jika menyuguhkan 1 aspek
3. a. Skor 3 jika menyuguhkan 3 aspek
b. Skor 2 jika menyuguhkan 2 aspek
c. Skor 1 jika menyuguhkan 1 aspek
(LKPD 1)
Kelas : ................................................................
1.