Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 24

KEBIJAKAN KENAIKAN PANGAKAT/GOLONGAN APARATUR SIPIL

NEGARA DI PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Chinya Ayu Melinda Simanjuntak


bazrok2321@gmail.com

Ridham Priskap
ridham.p@unja.ac.id

Kosariza
kosariza.fh@unja.ac.id

Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi

Abstract
This study aims to: 1. To find out and analyze the mechanism for the
Promotion of Ranks/Classes of State Civil Apparatus Policies in Regional
Governments Based on Legislation in Indonesia. 2. To find out and analyze
the authority of the State Civil Service Agency in the Promotion of the Ranks
of the State Civil Apparatus in Regional Government according to the
Indonesian Legislation. The problems or formulation of the problem that will
be discussed in this study are 1. How are the Regulations for the Promotion
of Ranks/Classes of State Civil Apparatus in Regional Governments based on
Indonesian Legislation? 2. What is the Authority of the State Civil Service
Agency in Promotion of the Ranks of State Civil Apparatus in Regional
Governments? So the author here takes a normative juridical research
method through a conceptual approach, a statutory approach, and a
historical approach. The author sees that in this case the regulation issued by
the Head of the State Civil Service Agency contradicts Law Number 5 of 2014
concerning State Civil Apparatus which states that regular ASN promotions
are at least 4 years in the previous rank, while according to the Regulation of
the Head of the State Civil Service Agency Number 33 of 2011 concerning
Promotion of the Ranks of Civil Servants who obtain a Certificate of Graduate
Studies/diplomas can be promoted at least 1 year to their previous rank,
therefore to resolve conflicts between laws and regulations we can see the
legal principle of Lex Superior Derogat Legi Imperor which is where conflicts
of norms often occur in positive legal systems because the legal substance is
complex and dynamic. It is complex because the substance of the law covers a
very broad scope of regulation concerning all aspects of state life.

1
Keywords: Policy, ASN Rank Promotion, Bureaucracy, Local Government.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis
mekanisme Kebijakan Kenaikan Pangakat/Golongan Aparatur Sipil Negara di
Pemerintahan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Di
Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Badan
Kepegawaian Negara dalam Kenaikan Pangakat Aparatur Sipil Negara di
Pemerintahan Daerah menurut Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia. Permasalahan atau Rumusan Masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah 1. Bagaimana Peraturan Kenaikan Pangakat/Golongan
Aparatur Sipil Negara di Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia? 2. Bagaimana Kewenangan Badan
Kepegawaian Negara dalam Kenaikan Pangkat Aparatur Sipil Negara di
Pemerintah Daerah? Maka penulis disini mengambil metode penelitian
yuridis normatif melalui pendekatan konseptual, pendekatan Perundang-
Undangan, serta pendekatan sejarah. Penulis melihat bahwa Dalam hal ini
peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara yang menyatakan kenaikan pangakat reguler ASN
sekurang-kurangnya berada 4 tahun di pangakat sebelumnya, sementara
menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 33 Tahun
2011 tentang Kenaikan Pangakat Pegawai Negeri Sipil yang Memperoleh
Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah bisa naik pangkat paling kurang 1 tahun
menduduki pangkat sebelumnya, maka dari itu untuk menyelesaikan konflik
antara Peraturan Perundang-Undangan kita dapat melihat asas hukum Lex
Superior Derogat Legi Imperior yang dimana Konflik norma seringkali terjadi
dalam tata hukum positif karena substansi hukum bersifat kompleks dan
dinamis. Bersifat kompleks karena substansi hukum mencakup ruang
lingkup pengaturan yang begitu luas menyangkut seluruh aspek kehidupan
bernegara.

Kata Kunci: Kebijakan, Kenaikan Pangkat ASN, Birokrasi, Pemerintahan


Daerah.

2
A. Pendahuluan

Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu


pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan
perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah
dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi
daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk
menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur
tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Dalam hal desentralisasi
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18:
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang,
dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-
daerah yang bersifat istimewa.
Dalam menjalankan desentralisasi disini pemerintah daerah tak luput
pula dari asas-asas pemerintahan yang baik yang bertujuan untuk
menjadikan suatu pemerintahan tersebut agar menjadi pemerintahan yang
baik agar terlepas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menurut Pipin
Syarifin, dan Dedah Jubaedah asas-asas umum pemerintahan yang baik
terdiri atas 5 (lima) unsur berikut:
1. Asas kejujuran (fair play);
2. Asas kecermatan (zorgvuldigheid);
3. Asas kemurnian dalam tujuan (zuiverheid dan oogmerk);
4. Asas keseimbangan (evenwichtigheid);
5. Asas kepastian hukum (rechts zakerheid).1
Urusan Pemerintah Daerah menurut Pipin Syarifin, dan Dedah
Jubaedah untuk kabupaten/kota meliputi urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian bangunan;
b. Perencanaan pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan;
g. Penanggulangan masalah social;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

1
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, CV, Pustaka Setia,
Bandung, 2010, hlm 88.

3
i. Pemberian fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan;
l. Pelayanan kependudukan;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainya dan;
p. Urusan wajib lainya yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-
Undangan.2
Urusan pemerintah dalam hal ini adalah urusan pemerintah untuk
mewujudkan tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota, yaitu kewenangan pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam
pengelolaan barang milik daerah.
Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan negara,
yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan mulai dari
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan
negara lain yang bertindak untuk dan atas nama negara. Ridwan HR
menyatakan “Dalam pengertian sempit pemerintah adalah cabang untuk dan
atas nama negara. Serta dalam arti sempit pemerintah adalah cabang
kekuasaan eksekutif”.3
Dengan penyerahan kekuasaan tersebut daerah pasti memiliki
struktur organisasi sendiri yang biasa kita kenal dengan pemerintahan
daerah yang terdiri dari Gubernur selaku pimpinan tinggi Provinsi,
Wakikota/Bupati selaku pimpinan tertinggi Kota/Kabupaten. Dalam hal ini
pimpinan tinggi di daerah tidak bisa mengelola atau mengurus daerahnya
sendiri, pasti membutuhkan bantuan terhadap organ-organ pemerintahan
lain.
Dalam hal ini dalam badan pemerintahan daerah tersebut terdapat
ASN yang melaksanakan tugasnya selaku Aparatur Sipil Negara yang dimana
dapat kita ketahui bersama dalam struktur organisasi di pemerintah daerah
setiap ASN tersebut tidak sama, maksudnya tidak sama, setiap ASN tersebut
memiliki golongan dan jabatan tertentu di pemerintahan daerah tersebut
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajmen
Pegawai Negeri Sipil dalam Pasal 1 Ayat (6) sampai (12) menyatakan:
a) Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi, tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai ASN dalam
suatu satuan organisasi.
b) Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPI adalah
sekelompok Jabatan tinggi pada instansi pemerintah.
c) Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki JPI.

2
Ibid, hlm. 49.
3
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Yogyakarta, 2014, hlm 30.

4
d) Jabatan Administrasi yang selanjutnya disingkat JA adalah
sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
pembangunan.
e) Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki JA pada
instansi pemerintah.
f) Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah
sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan
keterampilan tertentu.
g) Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki JF pada
instansi pemerintah.
Pegawai memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Arti penting dari pegawai sebagai
sarana pemerintahan oleh Utrecht,4 dikaitkan dengan pengisian jabatan
pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil. Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara selanjutnya
disebut ASN, Pegawai Negeri Sipil adalah “Warga Negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan”.
Jabatan dalam pemerintahan daerah pada hakikatnya terbagi atas
jabatan fungsional dan jabatan struktural. Ketika jabatan fungsional
menekankan pada tataran jenjang karier atau fungsional kepegawaian, maka
jabatan struktural menunjukkan pada kedudukan, tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak seorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan
organisasi.
Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Sebenarnya peraturan ini tidak
menetapkan ketentuan baku dalam mengatur tentang mekanisme dan
prosedur pengangkatan PNS dalam jabatan struktural melainkan hanya
sebatas persyaratan. Oleh karena itu tidak heran jika di masyarakat, proses
pengangkatan PNS dalam jabatan sering dikaitkan dengan praktik korupsi,
kolusi, nepotisme, money politic, sistem yang tertutup, balas jasa, atau pun
kedekatan politik dengan penguasa. Adapun persyaratan ASN agar dapat
menduduki jabatan structural menurut Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun
2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural
dalam Pasal 5 dan 6 yakni:
Pasal 5
Persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, adalah :
a. Berstatus Pegawai Negeri Sipil;

4
W. Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan, Universitas Atmajaya, Yogyakarta,
2013, hlm 173.

5
b. Serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat dibawah
jenjang pangkat yang ditentukan;
c. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan;
d. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
e. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan; dan
f. Sehat jasmani dan rokhani.
Pasal 6
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah perlu memperhatikan faktor senioritas dalam
kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, dan pengalaman
yang dimiliki.

Serta dalam pengangkatan jabatan fungsional ASN/PNS melalui


beberapa cara diantaranya dengan cara inpassing (penyesuaian),
pengangkatan pertama, pengangkatan perpindahan dari jabatan lain. Adapun
jenjang jabatan fungsional dibedakan menjadi 2 yakni jenjang ahli, dan
jenjang trampil. Inpassing adalah “proses pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan fungsional guna memenuhi kebutuhan organisasi sesuai
dengan peraturan perundangan dalam jangka waktu tertentu”. Adapun
beberapa persyaratan untuk dapat menduduki jabatan fungsional tersebut
diantaranya:
Kategori Keterampilan
1. Berijazah paling rendah SLTA atau sederajat /Diploma I/Diploma
II/Diploma III sesuai dengan persyaratan kualifikasi pendidikan
dari jabatan yang akan diduduki ;
2. Pangkat paling rendah Pengatur Muda, golongan ruang I I /a sesuai
dengan persyaratan kepangkatan dari jabatan yang akan diduduki;
3. Memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang jabatan
fungsional yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;
4. Mengikuti dan lulus uji kompetensi di bidang jabatan fungsional
yang akan diduduki;
5. Nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun
terakhir;
6. Syarat lain yang ditentukan oleh instansi Pembina.

Kategori Keahlian
1. Berijazah paling rendah Sarjana (S1)/Diploma IV (D IV) atau
berijazah paling rendah Magister (S2) atau yang sederajat dari
pendidikan tinggi yang terakreditasi sesuai dengan persyaratan
kualifikasi pendidikan dari jabatan yang akan diduduki ;
2. Pangkat paling rendah Penata Muda, golongan ruang I II /a sesuai
dengan persyaratan kepangkatan dari jabatan yang akan diduduki;
3. Memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang jabatan
fungsional yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

6
4. Mengikuti dan lulus uji kompetensi di bidang jabatan fungsional
yang akan diduduki
5. Nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun
terakhir; dan
6. Syarat lain yang ditentukan oleh instansi Pembina.5

Adapun disini menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002


tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil dalam Pasal 6 dan Pasal 7
menyatakan:
Pasal 6
(1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil
termasuk Pegawai Negeri Sipil yang:
a. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki
jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; dan
b. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi
induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang telah
ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional
tertentu.
(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan
langsungnya.
Pasal 7
Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat
diberikan setingkat lebih tinggi apabila :
a. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

Kedudukan dan peran dari pegawai negeri dalam setiap organisasi


pemerintahan sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri Sipil merupakan
tulang punggung pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Peran dari Pegawai Negeri Sipil seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran
yang berbunyi not the gun, the man behind the gun, yaitu bukan senjata yang
penting melainkan manusia yang menggunakan senjata itu. Senjata yang
modern tidak mempunyai apa-apa apabila manusia yang dipercaya
menggunakan senjata itu tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar. 6
Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri Sipil, Kranenburg mengatakan
bahwa “Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat yang ditunjuk, jadi pengertian

5
Internet, Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional
http://bkd.jabarprov.go.id/uploads/media/upload-gambar-pendukung/ppt%20jafung.pdf
6
Sri Hartini, dkk, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Cetakan III,Sinar Grafika, Jakarta,
2014, hlm 31.

7
tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili
seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainya”.7
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil dalam pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa
Jabatan fungsional yaitu “jabatan yang menunjukan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka
menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk
mencapai tujuan organisasi”.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa pelaksanaan pembinaan dalam
jabatan fungsional dapat dijadikan sebagai salah satu pemicu
profesionalisme pegawai dalam rangka melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan. Memperhatikan nilai strategi dari
pemegangan jabatan fungsional dalam perannya mengenai tugas umum
pemerintahan dan pembangunan, dituntut adanya kemampuan dan
kemahiran manajerial yang dapat mengintegrasikan dan mengarahkan
seluruh sumberdaya kepada pencapaian tugas pokok, sasaran dan misi
organisasi.
Kenaikan pangkat ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri
Sipil yang memangku jabatan fungsional untuk kenaikan pangkatnya di
samping harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan diharuskan pula
memenuhi angka kredit, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat
lebih tinggi, daitur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Pasal 9 Kenaikan pangkat
pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang:
a. Menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
b. Menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan
dengan Keputusan Presiden;
c. Menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
e. Diangkat menjadi pejabat negara;
f. Memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah;
g. Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan
struktural atau jabatan fungsional tertentu;
h. Telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan
i. Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi
induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah
ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.

Namun, dalam kenyataanya masih terdapat beberapa persoalan,


diantaranya adalah pada proses pengisian jabatan yang masih didominasi
dengan unsur kedekatan dan koneksi yang mengakibatkan kompetensi
maupun kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang tidak
dijadikan sebagai penilaian utama dalam menempatkan aparatur dalam

7
Ibid.

8
suatu jabatan tertentu, sehingga para aparatur yang memiliki kompetensi
dan kemampuan yang baik kemudian akan sulit mendapatkan atau
menduduki jabatan yang sesuai karena telah tersingkirkan oleh pihak-pihak
yang memiliki kedekatan tertentu atau memiliki ikatan kekerabatan dengan
kepala daerah selaku pengambil kebijakan. Seperti yang kita ketahui
bahwasanya disaat setiap kali penggantian Kepala Daerah disetiap daerah
pasti setiap Kepala Kedinasan di suatu instansi tersebut pasti terganti. Oleh
karena itu tidak heran jika di masyarakat, proses pengangkatan Aparatur
dalam jabatan sering dikaitkan dengan praktik korupsi, kolusi, nepotisme,
money politik, sistem yang tertutup, balas jasa, atau pun kedekatan politik
dengan penguasa.
Maka dari itu, seiring dengan kesiapan pelaksanaan perubahan
organisasi terhadap pembangunan sumber daya manusia aparatur negara
sebagai wujud dari kelanjutan pelaksanaan reformasi birokrasi maka lahirlah
Undang-undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dibentuk dengan dasar pemikiran
utama bahwa untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik pegawai ASN
harus memiliki kompetensi profesional. Maka sehubungan dengan hal
tersebut, salah satu hal yang penting dalam menciptakan pemerintahan yang
efektif adalah memilih dan mengangkat aparatur pada suatu jabatan
berdasarkan sistem merit. Adapun pengertian sistem merit menurut A.W.
Widjaja yakni:
Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara
yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan
wajar. Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latar belakang
politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan. Sistem merit memiliki
dua konsekuensi, yakni semua jabatan harus memiliki standar
kompetensi dan seluruh pejabat harus memahami tugas dan target
kerjanya.8

Dengan adanya sistem merit proses penyeleksian akan terselenggara


dengan baik dan terjamin karena penjaringan sumberdaya aparatur dapat
dilihat dari kompetensi para pengisi jabatan dan kualitas kinerja aparatur
tersebut. Hal ini sebagai langkah solutif untuk mewujudkan reformasi
birokrasi yang sekarang mendapat respon negatif dari masyarakat dalam hal
pelayanan.
Dengan pengisian jabatan dengan unsur kedekatan dan koneksi maka
disini banyak sekali peraturan perundang-undangan tentang ASN yang
dilangar yang mana diantaranya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
8
A.W. Widjaja, Administrasi Kepegawaian, Rajawali, Bandung, 2006, hlm 110.

9
Adanya Pangkat dan jabatan pegawai berhubungan sangat erat.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil, Pangkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 ayat (1)
menyatakan bahwa “pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan
tingkatan Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak,
dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar
penggajian”.
Selanjutnya pangkat dan golongan menunjukan ruang gaji yang
dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan gaji pokok.Masa kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap
tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat
pengabdian, serta masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai
Negeri Sipil dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 33 Tahun
2011 tentang Kenaikan Pangakat Pegawai Negeri Sipil yang Memperoleh
Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah dalam Pasal 2 menyatakan:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar
Ijazah yang lebih tinggi dapat dinaikkan pangkatnya secara
bertahap dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil yang rnemperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang
setingkat, yang masih berpangkat Juru Muda golongan ruang Ia
atau Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Juru golongan ruang IIc;
b. Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I atau
yang setingkat, Surat Tanda Tamat Belajar Ijazah Sekolah Guru
Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II, Ijazah Sarjana Muda,
Ijazah Akademi atau ljazah Diploma III yang masih berpangkat
Juru Muda golongan ruang I/a sampai dengan Juru Tingkat I
golongan ruang I/d dapat dinaikkan pangkatnya menjadi
Pengatur Muda golongan ruang II/a, Pengatur Muda Tingkat I
golongan ruang II/b, atau Pengatur golongan ruang II/c sesuai
dengan ljazah yang diperoleh;
c. Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh ljazah Sa rjana (SI) atau
Ijazah Diploma IV, ljazah Dokter, ljazah Apoteker, ljazah
Magister (S2), atau ljazah lain yang setara dan ljazah Doktor
(S3) yang rnasih berpangkat Pengatur Muda golongan ruang
IIIa sampai dengan Pengatur Tingkat I golongan ruang IIId
dapat dinaikkan pangkatnya rnenjadi Penata Muda golongan
ruang IVa Penata Muda Tingkat I golongan ruang IVb, atau
Penata golongan ruang IVc sesuai dengan ljazah yang
diperoleh.
(2) Mernperoleh Surat Tanda Tamat Belajar Ijazah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) termasuk bagi Pegawai Negeri Sipil yang

10
telah memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Ijazah yang diperoleh
sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil.
(3)Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (I), dapat
diberikan apabila:
a. Adanya formasi yang lowong;
b. Diangkat dalam jabatan diberi tugas yang memerlukan
pengetahuan keahlian yang sesuai dengan Ijazah yang
diperoleh, dibuat dalam bentuk uraian tugas yang
ditandatangani oleh pejabat struktural paling rendah eselon II;
c. Paling kurang telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir;
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai
baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
e. Memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang
menduduki jabatan fungsional tertentu; dan
f. Lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat.

Dapat kita lihat menurut peraturan kepala BKN tersebut yang dimana
kenaikan pangakat ASN dalam Pasal 2 tersebut dapat naik
pangakat/golongan paling kurang 1 tahun dalam pangakat terakhirnya yang
dimana jelas disini peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala BKN terjadinya
konflik norma dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara yang mengatur akan halnya kenaikan pangkat ASN di
Indonesia yang dimana PERKA BKN tersebut bertentangan dengan pasal 7
ayat (1), dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara yang menyatakan:
(1) Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila:
a. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki Ijazah Spesialis I dapat
dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi menjadi Penata,
golongan ruang III/c, apabila:
a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; dan
b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.

Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara menyatakan bahwa Kenaikan Pangkat Reguler merupakan
penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan tidak menduduki jabatan
struktural atau fungsional. Pemberian pangkat reguler dimaksud diberikan

11
sepanjang tidak melebihi pangkat atasan langsung, kecuali yang
bersangkutan menduduki jabatan fungsional tertentu.
Untuk pengangkatan pertama, mereka akan diberi pangkat sesuai
dengan surat tanda tamat belajar/ijazah/akta/diploma yang dimiliki dan
digunakan untuk melamar. Setelah itu merekapun akan memiliki hak untuk
menerima kenaikan pangkat reguler, yaitu kenaikan pangkat yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil di mana telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan tanpa memperhatikan jabatan yang dipangkunya.
Dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan
Kepegawaian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan kenaikan pangakat
reguler ASN sekurang-kurangnya berada 4 tahun di pangakat sebelumnya,
sementara menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 33
Tahun 2011 tentang Kenaikan Pangakat Pegawai Negeri Sipil yang
Memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah bisa naik pangkat paling
kurang 1 tahun menduduki pangkat sebelumnya, maka dari itu untuk
menyelesaikan konflik antara Peraturan Perundang-Undangan kita dapat
melihat asas hukum Lex Superior Derogat Legi Imperior yang dimana Konflik
norma seringkali terjadi dalam tata hukum positif karena substansi hukum
bersifat kompleks dan dinamis. Bersifat kompleks karena substansi hukum
mencakup ruang lingkup pengaturan yang begitu luas menyangkut seluruh
aspek kehidupan bernegara. Bersifat dinamis karena substansi hukum
dituntut untuk selalu dapat menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan
hukum masyarakat. Konflik norma dapat terjadi antara peraturan yang lebih
rendah dan peraturan yang lebih tinggi (vertikal), antar peraturan yang
sederajat (horizontal), atau bahkan antar norma dalam satu instrumen
pengaturan itu sendiri (internal). Salah satu cara yang lazim dipraktikan
dalam mengatasi persoalan ini adalah dengan menerapkan apa yang penulis
sebut dalam tulisan ini sebagai asas konflik norma, yaitu asas lex superior
derogat legi inferiori, lex posterior derogat legi priori, dan lex specialis derogat
legi generali. Adapun menurut Hans Kelsen dalam bukunya yang menyatakan
hubungan norma hukum antara lain:
Hubungan antar norma hukum dapat digambarkan sebagai hubungan
antara “superordinasi” dan “subordinasi” yang merupakan kiasan
keruangan. Tatanan hukum, terutama tatanan hukum yang
dipersonifikasikan dalam bentuk negara, bukanlah sistem norma yang
satu sama lain hanya dikoordinasikan, yang berdiri sejajar atau
sederajat, melainkan suatu tatanan urutan norma dari tingkatan yang
berbeda. Kesatuan norma ini ditunjukkan oleh fakta bahwa
pembentukan norma yang lebih rendah ditentukan oleh norma lain
yang lebih tinggi yang pembentukannya ditentukan oleh norma lain
yang lebih tinggi lagi, dan bahwa regressus (rangkaian proses
pembentukan hukum) ini diakhiri oleh suatu norma dasar tertinggi. 9
9
Hans Kelsen. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung, 2008,
hlm. 179.

12
Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, tulisan ini
akan membahas mengenai pemaknaan, problematika, dan penggunaan asas
tersebut sebagai alat penalaran dan argumentasi hukum dalam mengatasi
persoalan konflik norma. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu
ini serta pendekatan konseptual yang merujuk pada asas, prinsip, dan logika
hukum yang berkaitan dengan konflik norma serta doktrin yang
dikembangkan oleh para ahli hukum.

B. PERATURAN KENAIKAN PANGAKAT/GOLONGAN APARATUR SIPIL


NEGARA DI PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Kenaikan Pangkat/Golongan Aparatur Sipil Negara Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014


Tentang Aparatur Sipil Negara Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Menurut Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengenai Pegawai
Negeri Sipil berubah istilah menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 Pegawai Aparatur Sipil Negara dibagi
menjadi 2 yaitu “Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja”.
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
adalah:
Setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya,
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Logemann, Pegawai Negeri Sipil adalah tiap pejabat yang


mempunyai hubungan dinas publik. Lebih lanjut Logemann melanjutkan
bahwa hubungan dinas publik itu terjadi jika seseorang mengikat dirinya
untuk tunduk pada perintah deari pemerintah untuk melakukan sesuatu atau
beberapa macam jabatan tertentu dengan mendapatkan penghargaan berupa
gaji dan beberapa keuntungan lain. Jadi seseorang yang mempunyai
hubungan dinas publik dengan negara, berarti dia menjadi Pegawai Negeri. 10
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa pegawai Aparatur Sipil Negara
terdiri atas:

10
Sudibyo Triatmodjo, Hukum Kepegawaian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm.27.

13
1) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a
merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diangkat sebagai
pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki
nomor induk pegawai secara nasional.
2) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi
Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini.

Kenaikan Pangkat/Golongan Aparatur Sipil Negara Berdasarkan


Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil

Terkait Pangkat dan Jabatan, menurut PP Manajemen PNS ini, pangkat


merupakan kedudukan yang menunjukkan tingkatan jabatan berdasarkan
tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak, dan persyaratan kualifikasi
pekerjaan yang digunakan sebagai dasar penggajian. Pangkat sebagaimana
dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai gaji,
tunjangan dan fasilitas bagi PNS,” begitu bunyi Pasal 46 ayat (2) PP tersebut.
Sebagaimana terlihat sepanjang sejarah, kedudukan dan peranan
Pegawai Negeri Sipil adalah penting dan menentukan, karena Pegawai Negeri
Sipil adalah unsur Aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
dan pembangunan dalam rangka usaha mencapai tujuan Nasioanl.
Tujuan Nasioanl seperti termaksud di dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh
Tanah Tumpah Darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tujuan
nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui Pembangunan Nasional yang
direncanakan dengan terarah dan reallistis serta dilaksanakan secara
bertahap, bersungguh- sungguh, berdaya guna, dan berhasil guna.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
Pembangunan Nasional terutama tergantung dari kesempurnaan Aparatur
Negara dan kesempurnaan Aparatur Negara pada pokoknya tergantung dari
kesempurnaan Pegawai Negeri Sipil. Dalam rangka mencapai tujuan Nasional
sebagai tersebut di atas diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang penuh
kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah serta yang bersadu padu, bermental baik,
berwibawa, kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi, dan
sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat.Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagai yang
dimaksud di atas, maka Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-
baiknya atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja.

14
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Kenaikan pangkat adalah suatu
penghargaan bagi pegawai untuk lebih meningkatkan dalam prestasi kerja
dan pengabdian serta mewujudkan keadilan dalam memberikan
penghargaannya, maka prinsip pembinaan pegawai berdasarkan pada sistem
prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi
kerja, sehingga diperlukan terkait peraturan tentang jenjang kepangkatan
pada setiap jabatan.
Jabatan merupakan kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi
Negara.Dan suatu jabatan memiliki syarat yang harus dipenuhi atau dimiliki
oleh seseorang untuk menduduki suatu jabatan dan syaratnya ditunjukan
dengan keahlian atau keterampilan kerja yang diidentifikasi dari pemilikan
pengetahuan kerja, pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja dan
kemampuan dari aspek psikologis dan kekuatan fisik.
Pangkat dan jabatan pegawai berhubungan sangat erat.Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil, Pangkat sebagaimana dimaksud pada pasal 46 ayat (1)
menyatakan bahwa “pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan
tingkatan Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak,
dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar
penggajian”. Selanjutnya pangkat dan golongan menunjukan ruang gaji yang
dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan gaji pokok. Masa kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap
tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat
pengabdian, serta masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai
Negeri Sipil dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

b. KEWENANGAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DALAM KENAIKAN


PANGKAT APARATUR SIPIL NEGARA DI PEMERINTAH DAERAH

Tujuan Pemerintah Dalam Kebijakan Kenaikan Pangkat Melalui


Penyesuaian Ijazah Di Daerah

Maksud diadakannya ujian penyesuaian ijazah di Sektor


Pemerintahan ini adalah agar tercapai Pegawai Negeri yang berkualitas, dan
diharapkan bertujuan untuk :
a. Mewujudkan selektifitas secara obyektif dalam hal penentuan
kenaikan pangkat penyesuaian ijazah.
b. Meningkatkan pengetahuan dibidang kepegawaian dan bidang lain
pada umumnya dan pengetahuan substansi pada khususnya serta
diharapkan dapat meningkatkan sikap dan perilaku untuk
melaksanakan tugasnya sehari-hari secara profesional dengan
dilandasi kepribadian dan etika pegawai negeri.

15
c. Memantapkan sikap sebagai calon Penata Muda (III/a) atau Penata
Tingkat I (III/b) yang berorientasi pada pelayanan terhadap
masyarakat.
Disamping hal-hal di atas, yang menjadi sasaran utama diadakannya
ujian penyesuaian ijazah ini adalah agar terwujud pegawai negeri yang
memiliki kompetensi sebagai calon pejabat pada Pemerintah Daerah yang
berkualitas.

Kewenangan Badan Kepegawaian Negara dalam Kebijakan Kenaikan


Pangkat Melalui Penyesuaian Ijazah Di Daerah

Kenaikan pangkat bagi PNS yang memperoleh STTB/ijazah termasuk


jenis kenaikan pangkat pilihan. Hal ini diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2000 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan
Pangkat PNS, dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 33
Tahun 2011 tentang Kenaikan Pangkat Bagi PNS Yang Memperoleh Surat
Tanda Tamat Belajar/Ijazah.
Ada beberapa ketentuan yang krusial mengatur tentang kenaikan
pangkat bagi PNS yang memperoleh STTB/ijazah sesuai Perka BKN Nomor
33 Tahun 2011, yaitu: syarat untuk diberikan kenaikan pangkat pilihan
karena memperoleh STTB/ijazah adalah:
a. Adanya formasi yang lowong.
b. Diangkat dalam jabatan/diberi tugas yang memerlukan
pengetahuan/keahlian yang sesuai dengan ljazah yang diperoleh,
dibuat dalam bentuk uraian tugas yang ditandatangani oleh pejabat
struktural paling rendah eselon II.
c. Paling kurang telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir.
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai baik
dalam 1 (satu) tahun terakhir.
e. Memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang
menduduki jabatan fungsional tertentu.
f. Lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat.
Secara umum, ketentuan tersebut memberikan apresiasi kepada PNS
yang memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi. Ketika seorang PNS berhasil
menyelesaikan pendidikan lanjutan dan memenuhi lima syarat tersebut di
atas, maka PNS tersebut dapat diberikan penghargaan berupa kenaikan
pangkat pilihan setara dengan jenjang pendidikan barunya. Kenaikan
pangkat tersebut sesuai dengan tabel 1 sehingga memungkinkan seorang
PNS melompati beberapa jenjang pangkat yang secara reguler harus
dilaluinya. Sebagai contoh seorang PNS berpendidikan SMA pada pangkat
Pengatur Muda (II/a) berhasil memperoleh ijazah Strata 1 dan memenuhi
syarat di atas, maka pada periode kenaikan pangkat berikutnya PNS tersebut
dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda (III/a) yang berarti

16
melompati jenjang pangkat Pengatur Muda Tk. I (II/b), Pengatur (II/c), dan
Pengatur Tingkat I (II/d). Jenjang pangkat Penata Muda (III/a) yang apabila
ditempuh secara reguler membutuhkan waktu 16 tahun (4 kali 4 tahun)
dapat dipersingkat menjadi kurang dari 2 tahun saja.

C. Kesimpulan

Penerbitan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara yang mengatur


bahwa syarat mengikuti UKPPI adalah telah 1 (satu) tahun menjadi PNS, dan
tidak lagi mengatur syarat masa kerja dalam pangkat dan golongan ruang
minimal, memberikan kesempatan yang lebih luas bagi PNS yang memiliki
STTB/ijazah untuk mengikuti UKPPI. Dalam impementasinya, perubahan
kebijakan tersebut ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah
kenaikan pangkat PNS di setiap Kabupaten/Kota. Perubahan implementasi
kebijakan kenaikan pangkat melalui penyesuaian ijazah di Pemerintahan
Daerah tidak serta merta berpengaruh terhadap jumlah kenaikan pangkat
PNS di Pemerintahan Daerah. Artinya kekhawatiran bahwa saat Pemerintah
Pemerintahan Daerah berketetapan untuk mengikuti peraturan perundang-
undangan yang berlaku akan berpengaruh terhadap peningkatan realisasi
kenaikan pangkat secara drastis sehingga mengakibatkan komposisi pangkat
menjadi tidak ideal tidak terbukti.
1. Pemerintah Daerah membuka informasi tentang formasi dan
kebutuhan PNS setiap tahun memuat jenjang pangkat, jenjang
pendidikan, jurusan, jumlah, dan unit kerja yang membutuhkan.
Informasi ini akan menjadi pedoman bagi BKPSDM dan PNS dalam
merealisasikan pengusulan kenaikan pangkat penyesuaian ijazah yang
sesuai dengan kebutuhan SDM daerah.
2. Pemerintah Daerah memberikan pembimbingan kepada PNS yang akan
melanjutkan pendidikan agar mampu memilih jurusan yang sesuai
dengan arah pengembangan karirnya, dan mampu memilih lembaga
penyelenggara pendidikan tinggi yang tepat. Penerbitan izin belajar
dilakukan setelah melalui proses pembimbingan tersebut.
3. Pemerintah Daerah bersikap tegas dalam membuat keputusan terkait
realisasi penerbitan kenaikan pangkat melalui penyesuaian ijazah
berpedoman pada formasi yang telah ditetapkan. Kenaikan pangkat
adalah penghargaan. Oleh karena itu selayaknya penghargaan yang
istimewa ini hanya diberikan kepada PNS yang benar-benar memenuhi
syarat kualifikasi, kompetensi, dan prestasi kerja.

17
DAFTAR PUSTAKA

Artikel/Buku/Laporan

A.W. Widjaja, 2006. Administrasi Kepegawaian, Bandung: Rajawali.

Agus Pramusinto dan Erwan Agus Purwanto, 2009, Reformasi Birokrasi,


Kepemimpinan, dan Pelayanan Publik: Kajian Tentang Pelaksanaan Otonomi
Daerah Di Indonesia, Cet. Pertama, Gava Media, Yogyakarta.

Amin Priatna, Disertasi Analisis Implementasi Kebijakan Kesejahteraan, Dosen pada


Universitas Pendidikan Indonesia, Paca Sarjana UNJ, tahun 2008

Ani Sri Rahayu, 2018. Pengantar Pemerintahan Daerah, Jakarta Timur: Sinar Grafika.

Ani Sri Rahayu, 2018. Pengantar Pemerintahan Daerah, Sinar Grafika, Jakarta:
Timur.

Arifin Tahir, 2020, Kebijakan Publik Dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah


Daerah, Cet. Ketiga, Alfabeta, Bandung.

Bachtiar, 2019. Metode Penelitian Hukum, Banten: Unpam Press.

Bahder Johan Nasution., 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: CV, Mandar
Maju.

Bambang Rudito, dkk, 2016, Aparatur Sipil Negara Pendukung Reformasi Birokrasi,
Cet. Pertama, Kencana, Jakarta.

Eko Prasojo, 2020, Memimpin Reformasi Birokrasi Kompleksitas Dan Dinamika


Perubahan Birokrasi Indonesia, Cet. Pertama, Kencana, Jakarta.

Hans Kelsen. 2008. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa Media.

Heinz Weihrich and Haroid Koontz, 1993. Management A.Global Perspective Tent
Edition, New York: McGraw-Hill.

I Made Pasek Diantha, 2017. Metodelogi Penelitian Hukum Normatif dalam


Justifikasi Teori Hukum, Jakarta: Kencana.

Ismail Namawi, 2009. Public Policy, Surabaya: PMN.

Jimly Assiddiqie, 2004. Menjaga Denyut Nadi Konstitusi: Refleksi Satu Tahun
Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Konstitusi Perss.

Lijan Poltak Sinambela, dkk, 2018, Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan
Implementasi, Cet. Pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta.

Lijan Poltak Sinambela, dkk, 2019. Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta: PT.Bumi
Aksara.

18
Lili Rasjidi, 2011. Sejarah Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama.

Luthfi J. Kurniawan, 2017. Hukum dan Kebijakan Publik, Malang: Setara Press.

M.Manullang, 2005. Dasar–Dasar Manajemen, Yogyakarta: Gadjah Mada.

Miftah Thoha, 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Miftah Thoha, 2014, Birokrasi Pemerintah Indonesia Di Era Reformasi, Cet.


Keempat, Kencana, Jakarta.

Muntoha, 2013, Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Cet. Pertama,
Kaukaba, Yogyakarta.

Musanef, 1996. Manajemen Kepegawaian Di Indonesia, Jakarta. Gunung Agung.

Noeng Muhadjir, 2000. Ilmu pendidikan dan Perubahan Sosial. Teori Pendidikan
Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta: Raka Sarasin.

Peter Mahmud Marzuki, 2008. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana.

Peter Mahmud Marzuki, 2017. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.

Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, 2010. Pemerintahan Daerah di Indonesia, Bandung:


CV, Pustaka Setia.

Ridwan H.R., 2014. Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Rajawali Press.

Safri Nugraha, 2005. Hukum Administrasi Negara, Depok: Fakultas Hukum


Universitas Indonesia.

Sedarmayanti, 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Refika Aditama.

Sondang P. Siagian, 2014. Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung.

Sri Hartini, dkk, 2014. Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Cetakan III, Jakarta: Sinar
Grafika.

Sudibyo Triatmodjo, 1983. Hukum Kepegawaian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sunarmi, 2016. Sejarah Hukum, Jakarta: Prenadamedia Group.

W. Riawan Tjandra, 2013. Hukum Sarana Pemerintahan, Yogyakarta: Universitas


Atmajaya.

A. Rosyid Al Atok, Negara Hukum Indonesia, Makalah disampaikan dalam Kajian


Rutin di Laboratorium Pancasila Universitas Negeri Malang, dengan tema
“Konsep dan Aktualisasi Negara Hukum Pancasila”. Jum’at, 22 April 2016

19
Achmad Irwan Hamzani, 2014, “Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum Yang
Membahagiakan Rakyatnya”, Jurnal Yustisia, Edisi 90 September –
Desember.

Agung Kurniawan Dan Suswanta, 2020, “Manajemen Aparatur Sipil Negara Dalam
Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik”, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 05 Nomor 01 Agustus.

Aidul Fitriciada Azhari, 2012, “Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan


Rekonstruksi Tradisi”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Volume 19 Nomor 4,
Oktober.

Ali Abdul Wakhid, 2011, “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber Dalam Reformasi
Birokrasi Di Indonesia”, Jurnal Tapis, Volume 7 Nomor 13, Juli-Desember.

Amelia Martira Dan Harsanto Nursadi, 2020, “Hubungan Keuangan Pemerintah


Pusat Dan Daerah Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional”,
Jurnal Hukum Dan Pembangunan, Volume 50 Nomor 1.

Arief Hidayat, “Negara Hukum Berwatak Pancasila”, Disampaikan dalam kegiatan


"Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Asosiasi
Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan (ADPK) & Asosiasi Profesi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KnI)" di Bogor
pada tanggal 21 Agustus 2019 serta juga pernah disampaikan pada Seminar
Nasional Dalam Rangka Pekan Fakultas Hukum 2017 Universitas Atmajaya
Yogyakarta, pada 9 September 2017 bertempat di Universitas Atmajaya,
Yogyakarta.

Arif Christiono Soebroto, Kedudukan Hukum Peraturan/Kebijakan Dibawah


Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
https://jdih.bappenas.go.id/data/file/WORKSHOP_Peraturan_kebijakan_di_
Kementerian_PPN_bappenas.pdf.

Atang Hermawan Usman, 2014, “Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah


Sebagai Faktor Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia”, Jurnal Wawasan
Hukum, Volume 30 Nomor 1 Februari.

Benny Daryono, Administrasi Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Kementerian


Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Cet I, BPSDM KUMHAM Press, Depok, 2020

Bobi Aswandi dan Kholis Roisah, 2019, “Negara Hukum Dan Demokrasi Pancasila
Dalam Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (Ham)”, Jurnal Pembangunan
Hukum Indonesia, Volume 1 Nomor 1.

E-Journal, Bilal Derwansyah, Kedudukan Peraturan Menteri dalam Peraturan


Perundang-Undangan,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5264d6b08c174/ke
dudukan-peraturan-menteri-dalam-hierarki-peraturan-perundang-
undangan.

20
E-Journal, Eprints, https://eprints.uny.ac.id/24013/3/BAB%20II.pdf.

E-Journal, Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat- Sebuah Studi


Tentang Prinsip- prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam
Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan Administrasi
Negara, Bina Ilmu, Surabaya, 1987,

E-Journal, Researchgate Publication Hukum Kelembagaan Negara Kajian Teoritis


Perkembangan Lembaga Negara Pasca Reformasi.E-Journal, LinovHR,
Jabatan Fungsional dan Jabatan Struktural dalam Kepegawaian Pemerintah,
https://www.linovhr.com/jabatan-fungsional-dan-jabatan-struktural/

Farda dwi, Pengaruh Prestasi Kerja Karyawan Terhadap Promosi Jabatan, S1


Kearsipan, Universitas Brawijaya, 2013

Fikri Habibi, 2020, “Pemetaan Riset Reformasi Birokrasi Di Indonesia Research


Mapping Of Bureaucratic Reform In Indonesia” Jurnal Borneo Administrator,
Volume 16 Nomor 2.

Haposan Siallagan, 2016, “Penerapan Prinsip Negara Hukum Di Indonesia”, Jurnal


Sosiohumaniora, Volume 18 Nomor 2 Juli.

Happy Susanto, 2016, “Remunerasi Dan Problem Reformasi Birokrasi Di Indonesia”


Jurnal Ilmu Administrasi Publik, Volume 01 Nomor 01, April.

Hendrikus Triwibawanto Gedeona, 2013, “Birokrasi Dalam Praktiknya Di Indonesia:


Netralitas Atau Partisan?”, Jurnal Ilmu Administrasi, Volume X Nomor 2,
Agustus.

https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/414/241 diakses pada


tanggal 26 Februari 2022

https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/470698/pengangkatan-penjabat-
kepala-daerahdari-asn-sangat-riskan-dilakukan diakses pada tanggal 27
Februari 2022.

I Wayan Wesna Astara, 2016, “Dinamika Birokrasi Dan Perlunya Reformasi


Birokrasi Lingkungan”, Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 Nomor 1,
Desember.

Imam Ropii, 2015, “Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah
Dalam Otonomi Daerah (Konsepsi Dan Dinamikanya)”, Maksigama Jurnal
Hukum, Tahun 18 Nomor 1 Periode November.

Internet,
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/63787/MzA1ODkx/Prosedur-
Kenaikan-Pangkat-Pegawai-Negeri-Sipil-PNS-di-Sekretariat-Daerah-
Kabupaten-Magetanpdf.

21
Internet, Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional,
http://bkd.jabarprov.go.id/uploads/media/upload-gambar-pendukung/ppt
%20jafung.pdf

Internet, Sistem Merit, Komptensi, dan Kinerja dalam Undang-Undang Aparatur Sipil
Negara, www.bppk.kemenkeu.go.id,

Jaenudin, jurnal Administrasi Negara, Vol 21 No 2, Agustus 2015

Janpatar Simamora, 2014, “Tafsir Makna Negara Hukum Dalam Perspektif Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, Jurnal Dinamika
Hukum, Volume 14 Nomor 3, September.

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, https://pn-


gunungsitoli.go.id/artikel/gagasan-negara-hukum-indonesia diakses pada
tanggal 26 Februari 2022.

Jorawati Simarmata, 2015, “Perspektif Kebijakan Daerah Dalam Konteks UU No. 23


Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Dan Peraturan Perundang-
Undangan Terkait (The Perspective Of Local Policy In Contex Of Law
Number 23 Of 2014 On Local Government And Other Related Laws), Jurnal
Legislasi Indonesia, Volume 12 Nomor 2.

Lesmana Rian Andhika, 2019, “Pemodelan Kebijakan Publik: Tinjauan Dan Analisis
Untuk Risalah Kebijakan Pemerintah (Public Policy Modeling: Overview And
Analysis For Government Policy Brief”, Jurnal Riset Pembangunan, Volume 2
Nomor 1.

Lili Romli, 2008, “Masalah Reformasi Birokrasi” Jurnal Kebijakan dan Manajemen
PNS, Volume 2 Nomor 2, November.

M. Fachri Adnan, 2013, “Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah Dalam Upaya


Peningkatan Pelayanan Publik”, Jurnal Humanus, Volume XII Nomor 2.

Made Hendra Wijaya, 2015, “Karakteristik Konsep Negara Hukum Pancasila”, Jurnal
Advokasi, Volume 5 Nomor 2, September.

Maleha Soemarsono, 2007, “Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori
Tujuan Negara”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-37 Nomor 2
April-Juni.

Meita Istianda Dan Darmanto, 2009, “Pelayanan Birokrasi Di Era Reformasi,


Bagaimana Seharusnya?”, Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 9 Nomor
2 Juli.

Mifta Farid, dkk, 2017, “Kewenangan Pemerintah Daerah dan Partisipasi Masyarakat
dalam Pengelolaan Potensi Daerah”, Jurnal Lentera Hukum, Volume 4 Nomor
2.

22
Mohammad Thahir Haning, 2018, “Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari
Perspektif Administrasi Publik”, Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan
Publik, Volume 4 Nomor 1, Juni.

Novy Setia Yunas, 2016, “Kepemimpinan Dan Masa Depan Reformasi Birokrasi Di
Indonesia”, Jurnal Dimensi, Volume 9 Nomor 2.

R Siti Zuhro, 2010, “Good Governance Dan Reformasi Birokrasi Di Indonesia”, Jurnal
Penelitian Politik, Volume 7 Nomor 1.

R. Agus Abikusna, 2019, “Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah”,
Jurnal Sosfilkom, Volume XIII Nomor 01, Januari-Juni.

Ratna Ani Lestari, 2019, “Reformasi Birokrasi Sebagai Pelayan Publik”, Jurnal
Dinamika Governance Fisip Upn “Veteran” Jatim, Volume 9 Nomor 1, April.

Researchgate Publication Hukum Kelembagaan Negara Kajian Teoritis


Perkembangan Lembaga Negara Pasca Reformasi.

Septi Nur Wijayanti, 2016, “Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014”, Jurnal Media Hukum, Volume 23 Nomor 2, Desember.

Suwarno, 2008, “Birokrasi Indonesia: Perspektif Teoritik dan Pengalaman Empirik”,


Jurnal UNISIA, Volume XXXI Nomor 69 September.

Yusriadi, 2018, “Reformasi Birokrasi Indonesia: Peluang dan Hambatan Indonesian


Bureaucratic Reform: Opportunities and Obstacles”, Jurnal Administrasi
Publik, Volume 8 Nomor 2, Desember.

Zaini Juniansyah D, 2021, “Upaya Badan Kepegawaian Daerah


Mengimplementasikan Kebijakan Disiplin ASN dalam Mengelola Keuangan
Daerah di Kabupaten Agam” Jurnal Terapan Pemerintahan Minangkabau,
Volume 1 Nomor 2 Edisi Juli–Desember.

Zulkarnain Ridlwan, 2012, “Negara Hukum Indonesia Kebalikan Nachtwachterstaat”


Jurnal Ilmu Hukum, Volume 5 Nomor 2 Mei-Agustus.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan


Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai
Negeri Sipil;

23
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil;

Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 33 Tahun 2011 tentang Kenaikan


Pangkat Bagi Pegawai Negeri Sipil yang Memperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar/Ijazah.

24

You might also like