Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Cintya
Jurnal Cintya
Ridham Priskap
ridham.p@unja.ac.id
Kosariza
kosariza.fh@unja.ac.id
Abstract
This study aims to: 1. To find out and analyze the mechanism for the
Promotion of Ranks/Classes of State Civil Apparatus Policies in Regional
Governments Based on Legislation in Indonesia. 2. To find out and analyze
the authority of the State Civil Service Agency in the Promotion of the Ranks
of the State Civil Apparatus in Regional Government according to the
Indonesian Legislation. The problems or formulation of the problem that will
be discussed in this study are 1. How are the Regulations for the Promotion
of Ranks/Classes of State Civil Apparatus in Regional Governments based on
Indonesian Legislation? 2. What is the Authority of the State Civil Service
Agency in Promotion of the Ranks of State Civil Apparatus in Regional
Governments? So the author here takes a normative juridical research
method through a conceptual approach, a statutory approach, and a
historical approach. The author sees that in this case the regulation issued by
the Head of the State Civil Service Agency contradicts Law Number 5 of 2014
concerning State Civil Apparatus which states that regular ASN promotions
are at least 4 years in the previous rank, while according to the Regulation of
the Head of the State Civil Service Agency Number 33 of 2011 concerning
Promotion of the Ranks of Civil Servants who obtain a Certificate of Graduate
Studies/diplomas can be promoted at least 1 year to their previous rank,
therefore to resolve conflicts between laws and regulations we can see the
legal principle of Lex Superior Derogat Legi Imperor which is where conflicts
of norms often occur in positive legal systems because the legal substance is
complex and dynamic. It is complex because the substance of the law covers a
very broad scope of regulation concerning all aspects of state life.
1
Keywords: Policy, ASN Rank Promotion, Bureaucracy, Local Government.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis
mekanisme Kebijakan Kenaikan Pangakat/Golongan Aparatur Sipil Negara di
Pemerintahan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Di
Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Badan
Kepegawaian Negara dalam Kenaikan Pangakat Aparatur Sipil Negara di
Pemerintahan Daerah menurut Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia. Permasalahan atau Rumusan Masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah 1. Bagaimana Peraturan Kenaikan Pangakat/Golongan
Aparatur Sipil Negara di Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia? 2. Bagaimana Kewenangan Badan
Kepegawaian Negara dalam Kenaikan Pangkat Aparatur Sipil Negara di
Pemerintah Daerah? Maka penulis disini mengambil metode penelitian
yuridis normatif melalui pendekatan konseptual, pendekatan Perundang-
Undangan, serta pendekatan sejarah. Penulis melihat bahwa Dalam hal ini
peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara yang menyatakan kenaikan pangakat reguler ASN
sekurang-kurangnya berada 4 tahun di pangakat sebelumnya, sementara
menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 33 Tahun
2011 tentang Kenaikan Pangakat Pegawai Negeri Sipil yang Memperoleh
Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah bisa naik pangkat paling kurang 1 tahun
menduduki pangkat sebelumnya, maka dari itu untuk menyelesaikan konflik
antara Peraturan Perundang-Undangan kita dapat melihat asas hukum Lex
Superior Derogat Legi Imperior yang dimana Konflik norma seringkali terjadi
dalam tata hukum positif karena substansi hukum bersifat kompleks dan
dinamis. Bersifat kompleks karena substansi hukum mencakup ruang
lingkup pengaturan yang begitu luas menyangkut seluruh aspek kehidupan
bernegara.
2
A. Pendahuluan
1
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, CV, Pustaka Setia,
Bandung, 2010, hlm 88.
3
i. Pemberian fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan;
l. Pelayanan kependudukan;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainya dan;
p. Urusan wajib lainya yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-
Undangan.2
Urusan pemerintah dalam hal ini adalah urusan pemerintah untuk
mewujudkan tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota, yaitu kewenangan pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam
pengelolaan barang milik daerah.
Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan negara,
yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan mulai dari
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan
negara lain yang bertindak untuk dan atas nama negara. Ridwan HR
menyatakan “Dalam pengertian sempit pemerintah adalah cabang untuk dan
atas nama negara. Serta dalam arti sempit pemerintah adalah cabang
kekuasaan eksekutif”.3
Dengan penyerahan kekuasaan tersebut daerah pasti memiliki
struktur organisasi sendiri yang biasa kita kenal dengan pemerintahan
daerah yang terdiri dari Gubernur selaku pimpinan tinggi Provinsi,
Wakikota/Bupati selaku pimpinan tertinggi Kota/Kabupaten. Dalam hal ini
pimpinan tinggi di daerah tidak bisa mengelola atau mengurus daerahnya
sendiri, pasti membutuhkan bantuan terhadap organ-organ pemerintahan
lain.
Dalam hal ini dalam badan pemerintahan daerah tersebut terdapat
ASN yang melaksanakan tugasnya selaku Aparatur Sipil Negara yang dimana
dapat kita ketahui bersama dalam struktur organisasi di pemerintah daerah
setiap ASN tersebut tidak sama, maksudnya tidak sama, setiap ASN tersebut
memiliki golongan dan jabatan tertentu di pemerintahan daerah tersebut
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajmen
Pegawai Negeri Sipil dalam Pasal 1 Ayat (6) sampai (12) menyatakan:
a) Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi, tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai ASN dalam
suatu satuan organisasi.
b) Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPI adalah
sekelompok Jabatan tinggi pada instansi pemerintah.
c) Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki JPI.
2
Ibid, hlm. 49.
3
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Yogyakarta, 2014, hlm 30.
4
d) Jabatan Administrasi yang selanjutnya disingkat JA adalah
sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
pembangunan.
e) Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki JA pada
instansi pemerintah.
f) Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah
sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan
keterampilan tertentu.
g) Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki JF pada
instansi pemerintah.
Pegawai memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Arti penting dari pegawai sebagai
sarana pemerintahan oleh Utrecht,4 dikaitkan dengan pengisian jabatan
pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil. Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara selanjutnya
disebut ASN, Pegawai Negeri Sipil adalah “Warga Negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan”.
Jabatan dalam pemerintahan daerah pada hakikatnya terbagi atas
jabatan fungsional dan jabatan struktural. Ketika jabatan fungsional
menekankan pada tataran jenjang karier atau fungsional kepegawaian, maka
jabatan struktural menunjukkan pada kedudukan, tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak seorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan
organisasi.
Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Sebenarnya peraturan ini tidak
menetapkan ketentuan baku dalam mengatur tentang mekanisme dan
prosedur pengangkatan PNS dalam jabatan struktural melainkan hanya
sebatas persyaratan. Oleh karena itu tidak heran jika di masyarakat, proses
pengangkatan PNS dalam jabatan sering dikaitkan dengan praktik korupsi,
kolusi, nepotisme, money politic, sistem yang tertutup, balas jasa, atau pun
kedekatan politik dengan penguasa. Adapun persyaratan ASN agar dapat
menduduki jabatan structural menurut Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun
2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural
dalam Pasal 5 dan 6 yakni:
Pasal 5
Persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, adalah :
a. Berstatus Pegawai Negeri Sipil;
4
W. Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan, Universitas Atmajaya, Yogyakarta,
2013, hlm 173.
5
b. Serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat dibawah
jenjang pangkat yang ditentukan;
c. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan;
d. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
e. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan; dan
f. Sehat jasmani dan rokhani.
Pasal 6
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah perlu memperhatikan faktor senioritas dalam
kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, dan pengalaman
yang dimiliki.
Kategori Keahlian
1. Berijazah paling rendah Sarjana (S1)/Diploma IV (D IV) atau
berijazah paling rendah Magister (S2) atau yang sederajat dari
pendidikan tinggi yang terakreditasi sesuai dengan persyaratan
kualifikasi pendidikan dari jabatan yang akan diduduki ;
2. Pangkat paling rendah Penata Muda, golongan ruang I II /a sesuai
dengan persyaratan kepangkatan dari jabatan yang akan diduduki;
3. Memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang jabatan
fungsional yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;
6
4. Mengikuti dan lulus uji kompetensi di bidang jabatan fungsional
yang akan diduduki
5. Nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun
terakhir; dan
6. Syarat lain yang ditentukan oleh instansi Pembina.5
5
Internet, Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional
http://bkd.jabarprov.go.id/uploads/media/upload-gambar-pendukung/ppt%20jafung.pdf
6
Sri Hartini, dkk, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Cetakan III,Sinar Grafika, Jakarta,
2014, hlm 31.
7
tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili
seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainya”.7
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil dalam pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa
Jabatan fungsional yaitu “jabatan yang menunjukan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka
menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk
mencapai tujuan organisasi”.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa pelaksanaan pembinaan dalam
jabatan fungsional dapat dijadikan sebagai salah satu pemicu
profesionalisme pegawai dalam rangka melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan. Memperhatikan nilai strategi dari
pemegangan jabatan fungsional dalam perannya mengenai tugas umum
pemerintahan dan pembangunan, dituntut adanya kemampuan dan
kemahiran manajerial yang dapat mengintegrasikan dan mengarahkan
seluruh sumberdaya kepada pencapaian tugas pokok, sasaran dan misi
organisasi.
Kenaikan pangkat ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri
Sipil yang memangku jabatan fungsional untuk kenaikan pangkatnya di
samping harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan diharuskan pula
memenuhi angka kredit, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat
lebih tinggi, daitur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Pasal 9 Kenaikan pangkat
pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang:
a. Menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
b. Menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan
dengan Keputusan Presiden;
c. Menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
e. Diangkat menjadi pejabat negara;
f. Memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah;
g. Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan
struktural atau jabatan fungsional tertentu;
h. Telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan
i. Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi
induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah
ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.
7
Ibid.
8
suatu jabatan tertentu, sehingga para aparatur yang memiliki kompetensi
dan kemampuan yang baik kemudian akan sulit mendapatkan atau
menduduki jabatan yang sesuai karena telah tersingkirkan oleh pihak-pihak
yang memiliki kedekatan tertentu atau memiliki ikatan kekerabatan dengan
kepala daerah selaku pengambil kebijakan. Seperti yang kita ketahui
bahwasanya disaat setiap kali penggantian Kepala Daerah disetiap daerah
pasti setiap Kepala Kedinasan di suatu instansi tersebut pasti terganti. Oleh
karena itu tidak heran jika di masyarakat, proses pengangkatan Aparatur
dalam jabatan sering dikaitkan dengan praktik korupsi, kolusi, nepotisme,
money politik, sistem yang tertutup, balas jasa, atau pun kedekatan politik
dengan penguasa.
Maka dari itu, seiring dengan kesiapan pelaksanaan perubahan
organisasi terhadap pembangunan sumber daya manusia aparatur negara
sebagai wujud dari kelanjutan pelaksanaan reformasi birokrasi maka lahirlah
Undang-undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dibentuk dengan dasar pemikiran
utama bahwa untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik pegawai ASN
harus memiliki kompetensi profesional. Maka sehubungan dengan hal
tersebut, salah satu hal yang penting dalam menciptakan pemerintahan yang
efektif adalah memilih dan mengangkat aparatur pada suatu jabatan
berdasarkan sistem merit. Adapun pengertian sistem merit menurut A.W.
Widjaja yakni:
Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara
yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan
wajar. Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latar belakang
politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan. Sistem merit memiliki
dua konsekuensi, yakni semua jabatan harus memiliki standar
kompetensi dan seluruh pejabat harus memahami tugas dan target
kerjanya.8
9
Adanya Pangkat dan jabatan pegawai berhubungan sangat erat.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil, Pangkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 ayat (1)
menyatakan bahwa “pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan
tingkatan Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak,
dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar
penggajian”.
Selanjutnya pangkat dan golongan menunjukan ruang gaji yang
dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan gaji pokok.Masa kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap
tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat
pengabdian, serta masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai
Negeri Sipil dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 33 Tahun
2011 tentang Kenaikan Pangakat Pegawai Negeri Sipil yang Memperoleh
Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah dalam Pasal 2 menyatakan:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar
Ijazah yang lebih tinggi dapat dinaikkan pangkatnya secara
bertahap dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil yang rnemperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang
setingkat, yang masih berpangkat Juru Muda golongan ruang Ia
atau Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Juru golongan ruang IIc;
b. Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I atau
yang setingkat, Surat Tanda Tamat Belajar Ijazah Sekolah Guru
Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II, Ijazah Sarjana Muda,
Ijazah Akademi atau ljazah Diploma III yang masih berpangkat
Juru Muda golongan ruang I/a sampai dengan Juru Tingkat I
golongan ruang I/d dapat dinaikkan pangkatnya menjadi
Pengatur Muda golongan ruang II/a, Pengatur Muda Tingkat I
golongan ruang II/b, atau Pengatur golongan ruang II/c sesuai
dengan ljazah yang diperoleh;
c. Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh ljazah Sa rjana (SI) atau
Ijazah Diploma IV, ljazah Dokter, ljazah Apoteker, ljazah
Magister (S2), atau ljazah lain yang setara dan ljazah Doktor
(S3) yang rnasih berpangkat Pengatur Muda golongan ruang
IIIa sampai dengan Pengatur Tingkat I golongan ruang IIId
dapat dinaikkan pangkatnya rnenjadi Penata Muda golongan
ruang IVa Penata Muda Tingkat I golongan ruang IVb, atau
Penata golongan ruang IVc sesuai dengan ljazah yang
diperoleh.
(2) Mernperoleh Surat Tanda Tamat Belajar Ijazah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) termasuk bagi Pegawai Negeri Sipil yang
10
telah memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Ijazah yang diperoleh
sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil.
(3)Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (I), dapat
diberikan apabila:
a. Adanya formasi yang lowong;
b. Diangkat dalam jabatan diberi tugas yang memerlukan
pengetahuan keahlian yang sesuai dengan Ijazah yang
diperoleh, dibuat dalam bentuk uraian tugas yang
ditandatangani oleh pejabat struktural paling rendah eselon II;
c. Paling kurang telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir;
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai
baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
e. Memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang
menduduki jabatan fungsional tertentu; dan
f. Lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat.
Dapat kita lihat menurut peraturan kepala BKN tersebut yang dimana
kenaikan pangakat ASN dalam Pasal 2 tersebut dapat naik
pangakat/golongan paling kurang 1 tahun dalam pangakat terakhirnya yang
dimana jelas disini peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala BKN terjadinya
konflik norma dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara yang mengatur akan halnya kenaikan pangkat ASN di
Indonesia yang dimana PERKA BKN tersebut bertentangan dengan pasal 7
ayat (1), dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara yang menyatakan:
(1) Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila:
a. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat
terakhir; dan
b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki Ijazah Spesialis I dapat
dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi menjadi Penata,
golongan ruang III/c, apabila:
a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; dan
b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
11
sepanjang tidak melebihi pangkat atasan langsung, kecuali yang
bersangkutan menduduki jabatan fungsional tertentu.
Untuk pengangkatan pertama, mereka akan diberi pangkat sesuai
dengan surat tanda tamat belajar/ijazah/akta/diploma yang dimiliki dan
digunakan untuk melamar. Setelah itu merekapun akan memiliki hak untuk
menerima kenaikan pangkat reguler, yaitu kenaikan pangkat yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil di mana telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan tanpa memperhatikan jabatan yang dipangkunya.
Dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan
Kepegawaian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan kenaikan pangakat
reguler ASN sekurang-kurangnya berada 4 tahun di pangakat sebelumnya,
sementara menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 33
Tahun 2011 tentang Kenaikan Pangakat Pegawai Negeri Sipil yang
Memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah bisa naik pangkat paling
kurang 1 tahun menduduki pangkat sebelumnya, maka dari itu untuk
menyelesaikan konflik antara Peraturan Perundang-Undangan kita dapat
melihat asas hukum Lex Superior Derogat Legi Imperior yang dimana Konflik
norma seringkali terjadi dalam tata hukum positif karena substansi hukum
bersifat kompleks dan dinamis. Bersifat kompleks karena substansi hukum
mencakup ruang lingkup pengaturan yang begitu luas menyangkut seluruh
aspek kehidupan bernegara. Bersifat dinamis karena substansi hukum
dituntut untuk selalu dapat menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan
hukum masyarakat. Konflik norma dapat terjadi antara peraturan yang lebih
rendah dan peraturan yang lebih tinggi (vertikal), antar peraturan yang
sederajat (horizontal), atau bahkan antar norma dalam satu instrumen
pengaturan itu sendiri (internal). Salah satu cara yang lazim dipraktikan
dalam mengatasi persoalan ini adalah dengan menerapkan apa yang penulis
sebut dalam tulisan ini sebagai asas konflik norma, yaitu asas lex superior
derogat legi inferiori, lex posterior derogat legi priori, dan lex specialis derogat
legi generali. Adapun menurut Hans Kelsen dalam bukunya yang menyatakan
hubungan norma hukum antara lain:
Hubungan antar norma hukum dapat digambarkan sebagai hubungan
antara “superordinasi” dan “subordinasi” yang merupakan kiasan
keruangan. Tatanan hukum, terutama tatanan hukum yang
dipersonifikasikan dalam bentuk negara, bukanlah sistem norma yang
satu sama lain hanya dikoordinasikan, yang berdiri sejajar atau
sederajat, melainkan suatu tatanan urutan norma dari tingkatan yang
berbeda. Kesatuan norma ini ditunjukkan oleh fakta bahwa
pembentukan norma yang lebih rendah ditentukan oleh norma lain
yang lebih tinggi yang pembentukannya ditentukan oleh norma lain
yang lebih tinggi lagi, dan bahwa regressus (rangkaian proses
pembentukan hukum) ini diakhiri oleh suatu norma dasar tertinggi. 9
9
Hans Kelsen. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung, 2008,
hlm. 179.
12
Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, tulisan ini
akan membahas mengenai pemaknaan, problematika, dan penggunaan asas
tersebut sebagai alat penalaran dan argumentasi hukum dalam mengatasi
persoalan konflik norma. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu
ini serta pendekatan konseptual yang merujuk pada asas, prinsip, dan logika
hukum yang berkaitan dengan konflik norma serta doktrin yang
dikembangkan oleh para ahli hukum.
10
Sudibyo Triatmodjo, Hukum Kepegawaian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm.27.
13
1) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a
merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diangkat sebagai
pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki
nomor induk pegawai secara nasional.
2) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi
Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini.
14
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Kenaikan pangkat adalah suatu
penghargaan bagi pegawai untuk lebih meningkatkan dalam prestasi kerja
dan pengabdian serta mewujudkan keadilan dalam memberikan
penghargaannya, maka prinsip pembinaan pegawai berdasarkan pada sistem
prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi
kerja, sehingga diperlukan terkait peraturan tentang jenjang kepangkatan
pada setiap jabatan.
Jabatan merupakan kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi
Negara.Dan suatu jabatan memiliki syarat yang harus dipenuhi atau dimiliki
oleh seseorang untuk menduduki suatu jabatan dan syaratnya ditunjukan
dengan keahlian atau keterampilan kerja yang diidentifikasi dari pemilikan
pengetahuan kerja, pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja dan
kemampuan dari aspek psikologis dan kekuatan fisik.
Pangkat dan jabatan pegawai berhubungan sangat erat.Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil, Pangkat sebagaimana dimaksud pada pasal 46 ayat (1)
menyatakan bahwa “pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan
tingkatan Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak,
dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar
penggajian”. Selanjutnya pangkat dan golongan menunjukan ruang gaji yang
dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan gaji pokok. Masa kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap
tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat
pengabdian, serta masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai
Negeri Sipil dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
15
c. Memantapkan sikap sebagai calon Penata Muda (III/a) atau Penata
Tingkat I (III/b) yang berorientasi pada pelayanan terhadap
masyarakat.
Disamping hal-hal di atas, yang menjadi sasaran utama diadakannya
ujian penyesuaian ijazah ini adalah agar terwujud pegawai negeri yang
memiliki kompetensi sebagai calon pejabat pada Pemerintah Daerah yang
berkualitas.
16
melompati jenjang pangkat Pengatur Muda Tk. I (II/b), Pengatur (II/c), dan
Pengatur Tingkat I (II/d). Jenjang pangkat Penata Muda (III/a) yang apabila
ditempuh secara reguler membutuhkan waktu 16 tahun (4 kali 4 tahun)
dapat dipersingkat menjadi kurang dari 2 tahun saja.
C. Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
Artikel/Buku/Laporan
Ani Sri Rahayu, 2018. Pengantar Pemerintahan Daerah, Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Ani Sri Rahayu, 2018. Pengantar Pemerintahan Daerah, Sinar Grafika, Jakarta:
Timur.
Bahder Johan Nasution., 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: CV, Mandar
Maju.
Bambang Rudito, dkk, 2016, Aparatur Sipil Negara Pendukung Reformasi Birokrasi,
Cet. Pertama, Kencana, Jakarta.
Hans Kelsen. 2008. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa Media.
Heinz Weihrich and Haroid Koontz, 1993. Management A.Global Perspective Tent
Edition, New York: McGraw-Hill.
Jimly Assiddiqie, 2004. Menjaga Denyut Nadi Konstitusi: Refleksi Satu Tahun
Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Konstitusi Perss.
Lijan Poltak Sinambela, dkk, 2018, Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan
Implementasi, Cet. Pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Lijan Poltak Sinambela, dkk, 2019. Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta: PT.Bumi
Aksara.
18
Lili Rasjidi, 2011. Sejarah Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama.
Luthfi J. Kurniawan, 2017. Hukum dan Kebijakan Publik, Malang: Setara Press.
Muntoha, 2013, Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Cet. Pertama,
Kaukaba, Yogyakarta.
Noeng Muhadjir, 2000. Ilmu pendidikan dan Perubahan Sosial. Teori Pendidikan
Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta: Raka Sarasin.
Sri Hartini, dkk, 2014. Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Cetakan III, Jakarta: Sinar
Grafika.
19
Achmad Irwan Hamzani, 2014, “Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum Yang
Membahagiakan Rakyatnya”, Jurnal Yustisia, Edisi 90 September –
Desember.
Agung Kurniawan Dan Suswanta, 2020, “Manajemen Aparatur Sipil Negara Dalam
Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik”, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 05 Nomor 01 Agustus.
Ali Abdul Wakhid, 2011, “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber Dalam Reformasi
Birokrasi Di Indonesia”, Jurnal Tapis, Volume 7 Nomor 13, Juli-Desember.
Bobi Aswandi dan Kholis Roisah, 2019, “Negara Hukum Dan Demokrasi Pancasila
Dalam Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (Ham)”, Jurnal Pembangunan
Hukum Indonesia, Volume 1 Nomor 1.
20
E-Journal, Eprints, https://eprints.uny.ac.id/24013/3/BAB%20II.pdf.
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/470698/pengangkatan-penjabat-
kepala-daerahdari-asn-sangat-riskan-dilakukan diakses pada tanggal 27
Februari 2022.
Imam Ropii, 2015, “Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah
Dalam Otonomi Daerah (Konsepsi Dan Dinamikanya)”, Maksigama Jurnal
Hukum, Tahun 18 Nomor 1 Periode November.
Internet,
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/63787/MzA1ODkx/Prosedur-
Kenaikan-Pangkat-Pegawai-Negeri-Sipil-PNS-di-Sekretariat-Daerah-
Kabupaten-Magetanpdf.
21
Internet, Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional,
http://bkd.jabarprov.go.id/uploads/media/upload-gambar-pendukung/ppt
%20jafung.pdf
Internet, Sistem Merit, Komptensi, dan Kinerja dalam Undang-Undang Aparatur Sipil
Negara, www.bppk.kemenkeu.go.id,
Janpatar Simamora, 2014, “Tafsir Makna Negara Hukum Dalam Perspektif Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, Jurnal Dinamika
Hukum, Volume 14 Nomor 3, September.
Lesmana Rian Andhika, 2019, “Pemodelan Kebijakan Publik: Tinjauan Dan Analisis
Untuk Risalah Kebijakan Pemerintah (Public Policy Modeling: Overview And
Analysis For Government Policy Brief”, Jurnal Riset Pembangunan, Volume 2
Nomor 1.
Lili Romli, 2008, “Masalah Reformasi Birokrasi” Jurnal Kebijakan dan Manajemen
PNS, Volume 2 Nomor 2, November.
Made Hendra Wijaya, 2015, “Karakteristik Konsep Negara Hukum Pancasila”, Jurnal
Advokasi, Volume 5 Nomor 2, September.
Maleha Soemarsono, 2007, “Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori
Tujuan Negara”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-37 Nomor 2
April-Juni.
Mifta Farid, dkk, 2017, “Kewenangan Pemerintah Daerah dan Partisipasi Masyarakat
dalam Pengelolaan Potensi Daerah”, Jurnal Lentera Hukum, Volume 4 Nomor
2.
22
Mohammad Thahir Haning, 2018, “Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari
Perspektif Administrasi Publik”, Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan
Publik, Volume 4 Nomor 1, Juni.
Novy Setia Yunas, 2016, “Kepemimpinan Dan Masa Depan Reformasi Birokrasi Di
Indonesia”, Jurnal Dimensi, Volume 9 Nomor 2.
R Siti Zuhro, 2010, “Good Governance Dan Reformasi Birokrasi Di Indonesia”, Jurnal
Penelitian Politik, Volume 7 Nomor 1.
Ratna Ani Lestari, 2019, “Reformasi Birokrasi Sebagai Pelayan Publik”, Jurnal
Dinamika Governance Fisip Upn “Veteran” Jatim, Volume 9 Nomor 1, April.
Septi Nur Wijayanti, 2016, “Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014”, Jurnal Media Hukum, Volume 23 Nomor 2, Desember.
Peraturan Perundang-Undangan
23
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil;
24