ARK Beras

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

Data Sampel 1-20

Berdasarkan hasil tabulasi data, diperoleh kandungan logam berat kromium heksavalen
(Cr ) pada masing-masing sampel beras. Berdasarkan baku mutu air dari peraturan menteri
6+

kesehatan RI nomor 32 tahun 2017 tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan untuk
media air untuk keperluan higiene sanitasi, standar baku mutu (kadar maksimum) dari Cr adalah
6+

0,05 mg/l. Jenis beras Impari 42 yang dikonsumsi oleh Roswanto, Sumbrota, Suramianto,
Ngaidah, Suteknogiyarto, Sudaryanto, Tri Hariyadi, dan Fusirat dengan kelompok umur dewasa
memiliki kadar kromium >0,05 mg/l atau masing-masing 0,219; 0,246; 0,249; 0,141; 0,234;
0,186; 0,147; dan 0,183 mg/kg. Kemudian, jenis beras Sunggal yang dikonsumsi oleh Istia,
Tukino, dan Suratih dengan kelompok umur dewasa memiliki kadar kromium yang sama yaitu >
0,05 mg/l atau masing-masing 0,126; 0,255; dan 0,054 mg/kg. Lalu, jenis beras IR 64 yang
dikonsumsi oleh Wagino, Mukita, Mujiman, Surada, Gimin, dan Sarmi dengan kelompok umur
dewasa memiliki kadar kromium >0,05 mg/l atau masing-masing 0,240; 0,273; 0,093; 0,054;
0,228; dan 0,090 mg/kg. Selanjutnya, jenis beras Bramu yang dikonsumsi oleh Triyono dengan
kelompok umur dewasa memiliki kadar kromium > 0,05 mg/l juga atau masing-masing 0,252
mg/kg. Kemudian, jenis beras C4 yang dikonsumsi oleh Paijem dan Siti Yulia dengan kelompok
umur dewasa memiliki kadar kromium > 0,05 mg/l juga atau masing-masing 0,135 dan 0,153
mg/kg.

Dalam penelitian Basri, (2014), jika Risk Quotient (RQ) > 1 maka terdapat risiko
potensial dan perlu untuk dikendalikan, sedangkan jika Risk Quotient (RQ) < 1 maka sementara
pencemaran dinyatakan masih aman dan belum perlu dikendalikan. Dari masing-masing jenis
beras yaitu Impari 42, Sunggal, IR 64, Bramu, dan C4 dengan kode sampel 1 hingga 20 memiliki
nilai Risk Quotient (RQ) > 1 sehingga menandakan bahwa terdapat risiko potensial dari
konsumsi masing-masing beras dengan frekuensi makan 3 kali sehari, maka perlu dilakukan
pengendalian dalam konsumsi beras-beras tersebut. Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan
sebagai Risk Quotient (RQ) yang ditujukan untuk efek-efek non-karsinogenik, sedangkan Excess
Cancer Risk (ECR) ditujukan untuk efek-efek karsinogenik. Dalam penelitian Silvia, (2020),
menyatakan bahwa tingkat risiko logam karsinogenik dikatakan aman jika nilai ECR ≤ E-4 (10-
4). Tingkat risiko dikatakan tidak aman jika nilai ECR > E-4 (10-4). Jenis beras dengan kode
sampel 1 hingga 20 yang memiliki tingkat risiko karsinogenik yang tidak aman atau nilai ECR >
E-4 (10-4) adalah jenis beras Impari 42 yang dikonsumsi oleh Roswanto dan Sumbrota dengan
nilai ECR yaitu masing-masing 0,000798 dan 0,000984. Kemudian, jenis beras Sunggal yang
dikonsumsi oleh Istia dan Suratih dengan nilai ECR yaitu masing-masing 0,000753 dan
0,000138. Sedangkan, jenis beras selain daripada itu memiliki nilai ECR ≤ E-4 (10-4) atau
memiliki tingkat risiko logam karsinogenik yang masih tergolong aman.

Kromium heksavalen (Cr6+) bersifat persisten, toksik, sulit terurai di dalam lingkungan,
bioakumulatif, dan dapat terakumulasi di dalam tubuh manusia melalui rantai makanan sehingga
pada manusia memiliki faktor risiko kesehatan yang sangat besar, yaitu dapat mengakibatkan
kerusakan pada sistem pencernaan seperti muntah, nyeri perut, perdarahan, ulkus lambung, diare,
dan nekrosis (Kurniawati, 2017). Logam berat kromium heksavalen (Cr6+) juga dapat
menyebabkan alergi kulit dari paparan kromium di industri, serta melalui inhalasi dapat
menyebabkan asma, bronkitis, faringitis, pneumonitis, hingga kanker bronkial. Konsentrasi Cr6+
di udara yang melebihi ambang batas serta waktu paparan yang cukup lama dapat
mengakibatkan kejadian dan risiko kematian akibat kanker (Alvarez, 2021).

Data Sampel 21-40

Pada hasil data sampel 21 sampai dengan 40, didapati kandungan logam berat kromium
heksavalen (Cr ) di masing-masing sampel beras. Berdasarkan dengan baku mutu air yang telah
6+

ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun 2017 tentang standar baku
mutu kesehatan lingkungan pada media air untuk keperluan hygiene sanitasi, standar baku mutu
dari Cr adalah 0,05 mg/l. Pada sampel 21 sampai dengan 40 memiliki jenis beras yang berbeda-
6+

beda, dimana jenis beras Impari 42 dan IR-64 lebih sering dikonsumsi oleh warga setempat. Pada
jenis beras Impari 42 dikonsumsi oleh Sokiman, Painten, Bugiarti, Budirman, Parjiman, dan
Amiati memiliki kadar kromium yang berbeda-beda yaitu, 0,048 mg/kg, 0,354 mg/kg, 0,261
mg/kg, 0,297 mg/kg, 0,144 mg/kg, dan 0,150 mg/kg. Dari hasil kadar kromium masing-masing
sampel beras jenis Impari 42 terlihat melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu, 0,05 mg/l.
Sedangkan pada jenis beras IR-64 yang dikonsumsi oleh Parjono, Ponirah, Pariten, dan Fadil
memiliki kadar kromium yang berbeda-beda yaitu, 0,333 mg/kg, 0,258 mg/kg, 0,153 mg/kg, dan
0,222 mg/kg. Dari hasil kadar kromium pada sampel jenis beras IR-64, terlihat melebihi batas
baku mutu yang telah ditetapkan yaitu, 0,05 mg/l. Beberapa sampel jenis beras memiliki kadar
kromium yang berbeda-beda, dari masing-masing jenis beras terdapat sampel beras yang
memiliki kadar kromium paling tinggi yaitu, pada jenis beras 42 yang dikonsumsi oleh Desty
dan pada jenis beras Rajalele yang dikonsumsi oleh Inwandi masing-masing memiliki kadar
kromium sebesar 0,408 mg/kg melebihi baku mutu yaitu 0,05 mg/l. 

Pada data yang telah didapatkan, terlihat RQ atau Risk Quotient dari masing-masing jenis
beras berbeda-beda, namun RQ dari masing-masing jenis beras >1 yang artinya dapat
menyebabkan terjadinya risiko kesehatan. Tetapi jika nilai RQ < 1 maka dapat diartikan cemaran
yang terjadi masih dalam batas aman dan belum memiliki risiko terjadinya gangguan kesehatan.
RQ dari masing-masing sampel jenis beras yang >1 dapat nyebabkan efek non karsinogenik dan
ERC (Excess Cancer Risk) dapat meyebabkan efek karsinogenik. Dari masing-masing data
sampel jenis beras, beras Impari 42 memiliki nilai RQ yang paling besar yaitu, 3596 dengan nilai
ERC sebesar 0,013869. Pada tingkat ERC dikatakan aman jika nilai ERC ≤ E-4 (10-4) dapat
diartikan aman ataupun tidak bahaya, namun nilai ERC pada sampel jenis beras Delanggu yang
dikonsumsi oleh M. Khoiril, Impari 42 yang dikonsumsi oleh Sokiman, dan IR-64 yang
dikonsumsi oleh Parinten serta Fadil memiliki nilai >4 sehingga dapat diartikan menyebabkan
risiko karsinogenik. Sedangkan pada sampel jenis beras Impari 42 yang dikonsumsi oleh
Bugiarti dan Badirman memiliki nilai ERC < E-4 sehingga dapat diartikan tingkat risiko yang
terjadi masih tergolong aman. 

Data Sampel 41-60

Perhitungan risiko kesehatan kromium (Cr ) pada responden berdasarkan penjumlahan


6+

Risk Quotient (RQ) masing-masing asupan. Risk Quotient dihitung dari nilai asupan dibagi
dengan referensi dosis. Dari data yang diperoleh terdapat kandungan beras kromium (Cr ) pada
6+

masing-masing sampel beras. Menurut baku mutu air peraturan mentri kesehatan Republik
Indonesia No 32 tahun 2017 tentang baku mutu (kadar maksimum) dari Cr6+ adalah 0,05 mg/l.
Pada jenis beras inpari 42 yang dikonsumsi oleh Yono, Teguh, Yudi Widiyanto, Eko Yulianto,
Mariyati, Slamet, Doladi, Sunarti, Reva Elvira, Sutrisno, Marsiani, Suci, Ika Puspita dari
kelompok dewasa, memiliki kadar kromium > 0,05 mg/l. masing-masing 0,195 ; 0,246 ; 0,216 ;
0,126 ; 0,162 ; 0,257 ; 0,192 ; 0,228 ; 0,204 ; 0,211 ; 0,246 ; 0,14 ; dan 0,198 mg/kg. kemudian,
jenis beras Pajajaran yang dikonsumsi oleh Aulian, dari kelompok anak-anak, memiliki kadar
kromium (Cr ) > 0,05 mg/l atau 0,258 mg/kg. selanjutnya Jenis beras inpari 43 yang dikonsumsi
6+

oleh Sumina,Parjilan dari kelompok dewasa, memiliki kadar kromium (Cr ) dengan kadar
6+

kromium > 0,05 mg/l atau masing-masing 0,120 dan 0,156 mg/kg. kemudian Jenis beras inpari
32 yang dikonsumsi oleh Samsiatin dari kelompok dewasa, memiliki kadar kromium (Cr ) > 6+

0,05 mg/l atau 0,276 mg/l.

Masuknya logam berat ke lahan pertanian terdistribusi melalui aliran air pembuangan limbah
industri ke badan air.  Aliran air membawa, memindahkan, dan  menyebarkan logam berat ke
lahan pertanian. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan  konsentrasi Cr pada setiap
stasiun ialah proses  pengendapan atau sedimentasi logam berat pada tanah. Kromium masuk
kedalam tubuh melalui inhalasi. Inhalasi paparan akut pada manusia yang menyebabkan
munculnya berbagai jenis penyakit diantaranya sesak nafas, batuk, bersin, asama, gatal nyeri
pada hidung dan  penurunan fungsi paru. Sedangkan, paparan kronis dapat menimbulkan fibrosis
paru dan kangker paru. penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama penyakit dapat
mengakibatkan tanah, air, dan tanaman tercemar oleh logam berat. Menurut Setyorini et al.
(2003) pada proses pembuatan pupuk yang memiliki sumber P (fosfor) digunakan bahan baku
dari logam berat, sehingga menyebabkan potensi pencemaran pada lahan pertanian. Menurut
Widaningrum et. al. (2007) untuk menurunkan risiko pencemar Cr pada bahan pangan perlu
dilakukan preparasi atau pembersihan tanaman dengan air dan sanitaizer. Menetralkan dan
mengurangi logam berat dalam tubuh yang melalui organ pencernaan dapat dilakukan dengan
memperbanyak konsumsi makanan yang berserat tinggi dan bervitamin.
DAFTAR PUSTAKA

Alvarez, C. C., Gómez, M. E. B., & Zavala, A. H. (2021). Hexavalent chromium: Regulation and
health effects. Journal of Trace Elements in Medicine and Biology, 65, 126729.

Basri, S., Bujawati, E., & Amansyah, M. (2014). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (Model
Pengukuran Risiko Pencemaran Udara terhadap Kesehatan). Jurnal Kesehatan, 7(2).

Kurniawati, S., Nurjazuli, N., & Raharjo, M. (2017). Risiko Kesehatan Lingkungan Pencemaran
Logam Berat Kromium Heksavalen (Cr VI) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di
Aliran Sungai Garang Kota Semarang. Higiene: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(3), 152-
160.

Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi,
Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum. Keputusan Menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia

Setyorini, D., Soeparto, dan Sulaeman. (2003). Kadar logam berat dalam pupuk. Hlm. 219-229.
Dalam Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk
Pertanian: Pertanian Produktif Ramah Lingkungan Mendukung Ketahanan dan
Keamanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. SNI 6989.17:2009. Air dan Air Limbah –
Bagian 17: Cara Uji Krom-Total (Cr-Total) secara Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA).

Silvia, S., Goembira, F., Ihsan, T., Lestari, R. A., & Irfan, M. (2020). Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan Akibat Pajanan Logam dalam PM 2, 5 pada Masyarakat di Perumahan Blok
D Ulu Gadut Kota Padang. Jurnal Dampak, 17(2), 1-10.
Widaningrum, Miskiyah dan Suismono. (2007). Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam
Sayuran Dan Alternative Pencegahan Cemarannya, Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian 3. 16-27.

You might also like