Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

ANALISIS PENGEMBANGAN EKOWISATA BOON PRING

ANDEMAN
Mohammad Shabri Al Banna (210721611751)
Departemen Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang, Jawa Timur, Indonesia
Mohammad Shabri Al Banna, Surel: mohammad.shabri..2107216@students.um.ac.id

Abstract
Sanankerto Village is a village that has the potential to develop Boon Pring ecotourism-based
tourism. The purpose of this study is to determine the potential for developing Boon Pring
Ecotourism. research using a qualitative approach to the type of field research, using interviews,
observation and documentation. The conclusion of this research is that there needs to be harmony
between the activities carried out by the community and the government related to the
development of infrastructure by providing financial assistance, there is a need for policies that
regulate the development of Tourism Villages in Sanankerto Village, Turen Regency, Malang
which involve the active role of the community in planning and implementation. This policy is
needed so that there is a clear legal umbrella in the development of the Boon Pring Tourism
Village, especially in Malang Regency. So that the community can be more flexible in developing
the potential of their village. as well as legal clarity anywhere in the Boon Pring Ecotourism area
that can be developed so that later the potential development that is carried out does not threaten
the sustainability of water sources and types of bamboo in the area, and the Government needs to
facilitate regular forum discussions to hold discussions regarding obstacles faced by the Village
community Boon Pring Tour to find the solution together.
Keywords: Boonpring; Ecotourism; Sanankerto
Abstrak
Desa Sanankerto merupakan desa yang memiliki potensi pengembangan wisata yang berbasis
Ekowisata Boon Pring. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi pengembangan Ekowisata
Boon Pring. penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian lapangan,
menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Simpulan penelitian ini adalah
Perlu adanya keselarasan antara aktivitas yang dilakukan masyarakat dengan pemerintah terkait
pengembangan Sarana Prasarana dengan memberikan bantuan dana, perlu adanya kebijakan yang
mengatur pengembangan Desa Wisata di Desa Sanankerto, Turen Kabupaten Malang yang
melibatkan peran aktif masyarakat dalam perencanaan dan implementasinya. Kebijakan tersebut
diperlukan agar terdapat payung hukum yang jelas dalam pengembangan Desa Wisata Boon Pring
khususnya di Kabupaten Malang. Sehingga masyarakat dapat lebih leluasa dalam berinovasi
mengembangkan potensi desanya. serta kejelasan hukum dimana saja di wilayah Ekowisata Boon
Pring yang boleh dilakukan pengembangan sehingga nantinya pengembangan potensi yang
dilakukan tidak mengancam keberlangsungan sumber air dan jenis bambu di wilayah tersebut, dan
Pemerintah perlu memfasilitasi forum diskusi yang dilakukan secara rutin untuk melakukan
diskusi terkait hambatan yang dihadapi masyarakat Desa Wisata Boon Pring untuk ditemukan
solusinya bersama-sama.
Kata kunci: Boonpring; Ekowisata; Sanankerto

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kaya akan potensi lokal dan menarik untuk
dikembangkan dari berbagai sektor. Pertumbuhan ekonomi dari berbagai sektor tersebut
utamanya pada sektor wisata. Wisata merupakan produk pariwisata alternatif terhadap
pembangunan wisata yang secara ekologis memanfaatkan proses pelestarian lingkungan, secara
ekonomi memberikan penghasilan bagi rakyat dan dapat mencukupi keinginan pengunjung
dengan memprioritaskan pelestarian kehidupan budaya (Sudiarta, 2006).
Berdasarkan (Ismayanti, 2010). Mengemukakan jenis objek wisata dikelompokan menjadi
12 salah satunya adalah Eco Tourism (wisata alam). Ecotourism merupakan wisata yang banyak
dikaitkan akan kelestarian keindahan alam yang masih terjaga dan pengunjung yang datang
untuk berekreasi di lingkungan baru (virgin) tidak sekedar rekreasi, tapi pengunjung dapat,
melihat serta menikmati pemandangan alam, seperti flora dan fauna langka (wildlife) juga segala
manifestasi ( cultural ) di dalam kawasan tersebut.
Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian
sumberdaya pariwisata. Pengembangan obyek wisata ini menjadi sangat penting artinya terutama
pada era otonomi daerah yang berguna sebagai percepatan perekonomian di daerah. Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009, prinsip pengembangan ekowisata
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a) kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata, b)
konservasi, ekonomis, edukasi, c) memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung, d)
partisipasi masyarakat, dan e) menampung kearifan lokal. Pengembangan ekowisata berdasar
pada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) meliputi destinasi
pariwisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata, dan kelembagaan pariwisata. Dalam
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional (RIPPARNAS) teremuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan arah pembangunan
kepariwisataan nasional dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2025.

Kabupaten Malang mempunyai beragam potensi daya tarik wisata dengan jenis wisata
yang cukup beragam yakni wisata alam, wisata budaya, wisata religi, dan wisata buatan.
Dengan mengusung city branding “The Heart of East Java,” Kabupaten Malang terus berupaya
menggali potensi dalam hal pariwisata. Kabupaten Malang memiliki beragam potensi sumber
daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya buatan yang dikembangkan serta
dimanfaatkan guna mendukung pembangunan pariwisata. Kabupaten Malang memiliki
kewenangan dalam mengelola sendiri sumber daya alam yang dimilikinya, termasuk potensi
sumber daya pariwisata.

Pengembangan desa wisata di Kabupaten Malang sangat gencar dalam pembangunannya.


Salah satu pengembangan desa wisata di Kabupaten Malang yang memiliki potensi dalam bidang
pariwisata adalah Desa Sanankerto. Desa Sanankerto termasuk desa wisata yang berbasis
ekowisata dan terletak di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Ekowisata tersebut ialah Taman
Ekowisata Boon Pring.

Ekowisata Boon Pring merupakan sebuah ekowisata yang terletak di Dusun Kampung
Anyar, Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang Provinsi, Jawa Timur. Ekowisata
ini merupakan bagian dari unit usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kertoraharjo.
Ekowisata Boon Pring merupakan ekowisata yang bergerak pada pelestarian keanekaragaman
hayati berbagai macam jenis bambu. Menurut berbagai sumber, ekowisata ini memiliki lebih dari
100 jenis bambu mulai dari bambu lokal maupun bambu yang berasal dari mancanegara.
Menurut Astana, bambu merupakan tanaman yang dapat di tanam di tanah yang marginal,
sehingga upaya konservasi bambu sebenarnya juga merupakan upaya dalam mendorong
konservasi tanah dan air.

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutanan menambahkan bahwa pemanfaatan bambu dapat menjadi
solusi perubahan iklim karena efektif dalam meregenerasi lahan yang terdegradasi, mampu
menyimpan dan menyerap banyak karbon, dan mampu diolah agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Selain memiliki berbagai macam jenis bambu, di dalam ekowisata ini
juga terdapat banyak sumber air, total terdapat 4 sumber mata air berada di sana, yang airnya
ditampung di sebuah embung atau telaga dan berfungsi sebagai sumber pengairan persawahan
serta perkebunan yang berada di sekitar ekowisata.

Sementara itu, pada masa pandemi Covid-19 dimana saat itu terdapat pembatasan mobilitas
masyarakat untuk bepergian sehingga banyak tempat wisata yang ditutup sementara. hal ini
membuat pengelolaan dan pengembangan kawasan potensi ekowisata Boon Pring dapat
terancam. Ditambah lagi setelah akhir pandemi banyak fasilitas yang terdapat di Boon Pring
yang tidak memadai atau rusak. Oleh karena itu, inilah yang menjadi alasan utama pentingnya
adanya kajian Pengembangan Potensi terhadap Taman Wisata Boon Pring agar pengelolaan dan
pengembangan kawasan agar makin baik serta bisa dimanfaatkan bagi pemerintah maupun
masyarakat setelah pandemi Covid.

2. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu
gejala yang sentral (Raco, 2010). Peneliti menggunakan data dalam bentuk kualitatif yaitu yang
diperoleh dari wawancara, catatan pengamatan, pengambilan foto, perekam audio (Sutopo &
Arief, 2010). Sumber data primer adalah bahan yang berupa sumber utama dalam pengambilan
data. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini Adalah para informan seperti Direktur
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Pelaku UMKM di Boon Pring, dan Masyarakat pengelola
Boon Pring. Sumber sekunder adalah bahan yang erat sekali hubungannya dengan data primer.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen, arsip-arsip, dokumentasi dari pihak
kepala desa maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) serta rujukan sumber artikel.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Sejarah Ekowisata Boon Pring Andeman
Gambar 1. Ekowisata Boonpring

Kawasan Ekowisata Boon Pring berada di Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten
Malang. Seperti desa pada umumnya, desa ini bergerak di sektor pertanian yang menanam
beberapa hasil bumi seperti padi, tomat, cabai, jagung, singkong, buncis, timun. Namun di Desa
ini memiliki potensi alam yaitu tiga sumber mata air diantaranya Sumber Andeman, Sumber
Air Wonoayu, Sumber Air Warak. Sehingga menjadi potensi bagi desa Sanankerto untuk
menciptakan peluang menjadi desa wisata.
Bukan hanya sumber air yang menjadi potensi alam di desa ini, hutan bambu yang tumbuh
menyebar hampir di seluruh desa Sanankerto juga menjadi keunikan tersendiri desa ini. Hal itu
membuat BUMDes berinisiatif mengelola desa wisata dan kerja sama Bank BRI, daya tarik
utama dari ekowisata Boon Pring ini ialah untuk penelitian Arboretum arik, pendidikan, dan
pelatihan soft/hard skill. Boon Pring merupakan wisata yang indah dan cocok untuk berkumpul
dan berlibur dengan keluarga. asal mula wisata boon pring adalah hanya hutan bambu dimana
penduduk sekitar memanfaatkannya untuk membuat rumah dan kayu bakar untuk dapur. sampai
ada program konservasi dari pemerintah pada 1978 dan masyarakat mulai gotong royong
membuat embung yang kini disebut telaga dengan kedalaman 2-3 meter.
Pada tahun 1983 penanaman berbagai jenis tumbuhan bambu dimulai sampai berumpun-
rumpun sesuai jenis masing-masing. sebelum bernama Boon pring objek wisata ini sebelumnya
bernama sumber Andeman atau Taman Wisata Andeman.Tiada sungai. Tiada sungai di telaga
itu. Airnya berasal dari enam mata air, yakni Sumber Adem, Sumber Towo, Sumber Gatel,
Sumber Maron, Sumber Krecek, dan Sumber Seger. Sumber Adem dan Sumber Towo menjadi
mata air terbesar. Disebut Sumber Adem karena orang yang melihatnya merasa adem hatinya dan
airnya memang dingin. Adapun di Sumber Gatel, seperti namanya, orang bisa gatal-gatal jika
berendam di Sumber Gatel. Obat gatal itu ada di Sumber Towo, yang jika terkena airnya maka
rasa gatal bisa hilang. Subur menjelaskan, mata air di Sumber Towo berusia paling tua dan
dipercaya mampu mengobati pelbagai penyakit. Sementara itu, Sumber Seger berair jernih dan
segar sehingga bisa langsung diminum, sekaligus bisa mengobati pegal dan linu. Adapun Sumber
Maron dipercaya sebagai penanda pergantian musim. Jika airnya mulai surut, tandanya masuk
musim kemarau dan begitu sebaliknya. Sedangkan Sumber Krecek karena selalu mengeluarkan
bunyi 'krecek-krecek'. Warna air telaga tampak kehijauan karena pantulan warna hutan bambu
dan pohon besar di sekitarnya. Beragam jenis ikan hidup di dalamnya, yang didominasi ikan Koi
dan Nila. Selebihnya tombro dan ikan Mas. Nama Boon Pring merupakan gabungan dua suku
kata dalam bahasa Inggris dan Jawa, yakni boon (anugerah) dan pring (bambu). Kata boon juga
merujuk pada lafal kata kebun jadi bun. "Kemudian dicarikan persamaan katanya dalam bahasa
Inggris dan ketemu kata boon itu. Artinya juga sangat bagus dan menjual sebagai objek wisata,"
kata Subur.

3.2. Potensi Pengelolaan Ekowisata Boon Pring Andeman

a. Hutan Bambu
Pada kawasan Ekowisata Boon Pring ini, hampir semua tempat didominasi oleh hutan
bambu. Sebelum menjadi Kawasan Ekowisata, daerah ini dulunya juga sudah terdapat banyak
pohon bambu. Lalu oleh warga berinisiatif merawat dan menanamnya lagi hingga saat ini.
Bambu yang terdapat di Kawasan Ekowisata Boon Pring sangat beragam jenisnya, ada sekitar
±117 jenis bambu yang ada di kawasan ini. Pada daerah ini juga terdapat Arboretum bambu,
dimana Kawasan ini digunakan sebagai tempat konservasi, edukasi, dan penelitian tentang
pengembangan bambu. Pelestarian hutan bambu juga sangat cocok dengan karakteristik wilayah
yang ada di Boon Pring, pohon bambu memiliki peran penting menjaga kualitas air yang ada di
Ekowisata Boon Pring.

Gambar 2. Kawasan Hutan Bambu di Dalam Ekowisata

Gambar 3. Kawasan Arboretum Bambu

b. Sumber Mata Air


Kawasan Ekowisata Boonpring memiliki bebrapa Sumber mata air yang sangat berlimpah
seperti, Sumber Gatel, Sumber Towo, Sumber Dem, dan Sumber Krecek, Sumber Maron, dan
Sumber Seger. Dimana Sumber Adem dan Sumber Towo menjadi sumber mata air terbesar dari
mata air lainnya. Masing-masing sumber di kawasan ini memiliki pasokan air yang sangat
melimpah sehingga dapat membentuk sebuah danau kecil yang ditengahnya terdapat pulau.
Sumber mata air yang ada pada kawasan tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk
keperluan sehari-hari. Selain digunakan untuk kegiatan sehari-hari warga, sumber mata air pada
daerah ini juga dimanfaatkan sebagai kolam renang dan tempat konservasi ikan endemik lokal
(Jawa Timur).

Gambar 4. Sumber Air Towo

Di kawasan Ekowisata Boonpring juga terdapat tempat konservasi ikan endemik lokal
Jawa Timur. Terdapat satu kolam besar yang hanya dimanfaatkan sebagai tempat budi
daya ikan. Terdapat banyak sekali jenis ikan lokal di sini, seluruh ikan yang ada
merupakan hasil pembenihan dan produk silangan ragam jenis ikan dari berbagai daerah
di Jawa Timur.

Gambar 5. Kolam konservasi ikan endemic local Jawa Timur

Tidak hanya digunakan sebagai tempat konservasi ikan, sumber mata air yang
melimpah di kawasan ini juga dimanfaatkan menjadi PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga
Mikro Hidro). Beberapa instansi serta universitas terkait ikut bekerja sama dalm
membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di kawasan Ekowisata
Boon Pring. Pembangunan PLTMH ini nantinya akan melibatkan beberapa instansi
terkait lainnya seperti Pemerintah Kabupaten Malang, Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM), Bank Negara Indonesia (BNI) Wilayah Malang dan Bumdes Kerto Raharjo.
PLTMH ini nantinya akan mengandalkan debit air 0,50 M3 per detik dari sumber air
Andeman yang nantinya diperkirakan dapat menghasilkan listrik sebesar 20.000watt
yang akan digunakan untuk aktivitas warga sekitar maupun aktivitas ekowisata di Boon
Pring itu sendiri. Sedangkan “Turbin Boon Pring menggunakan propeller (baling-baling)
poros vertikal.

c. Wahana Bermain
Kawasan Ekowisata Boon Pring ini memiliki karakteristik topografi yang tidak rata. Jadi
terdapat banyak wahana seru yang dapat digunakan seperti ATV, flying fox, perahu tradisional,
perahu bebek, balon air dll. Berbagai wahana ini tidak buka setiap hari, hanya perahu tradisional
yang buka setiap hari, sedangkan wahana lainnya buka hanya saat di hari minggu karena
pengunjung paling banyak ada di hari minggu. Hal ini juga terjadi pada penjaga atau staff
pekerja, pada hari biasa hanya sedikit penjaga atau staff yang bertugas, namun pada saat akhir
pekan atau hari minggu pengelola ekowisata akan menambah jumlah penjaga dan staff yang
bekerja agar para pengunjung mendapatkan pelayanan yang cukup.

Gambar 6. Wahana Perahu Tradisional

d. Potensi Lokal
Potensi lokal di Ekowisata Boon Pring merupakan daya, kekuatan, kesanggupan dan
kemampuan yang dimiliki oleh desa untuk dapat dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sumber daya manusia dan sumber daya alam merupakan potensi lokal
yang dimiliki sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah pembangunan desa. Potensi yang dapat
dikembangkan salah satunya adalah mengajak petani desa yang menanam jagung, ubi jalar,
kacang panjang untuk bekerjasama dengan penjual agar juga memberikan dampak kepada petani
sekitar. Hasilnya dapat menjadi keripik yang bisa dijual di warung kawasan boon pring.
Selain itu, juga ada potensi dari kerajinan bambu yang diambil dari kawasan Boon Pring.
Akar bambu diolah oleh warga sekitar menjadi beberapa kerajinan tangan seperti patung atau
karya seni lain yang bernilai jual tinggi. Pada kawasan dekat Boonpring juga terdapat tempat
pembuatan pakan ikan atau magot yang dikelola oleh warga sekitar.

3.3. Strategi Pengembangan Ekowisata Boon Pring

a. Aspek Fisik
Ekowisata Boon Pring Andeman ini memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dapat
ditemukan di Ekowisata lain. Seperti Arboretum arik, ini merupakan salah satu icon bagi
Ekowisata Boon Pring. Ekowisata Boon Pring merupakan hal yang cukup penting dalam
kemajuan dan perkembangan Desa Sanankerto. Yang menjadi tantangan ialah, bagaimana para
pelaku yang terlibat mampu mengelola dan menjaga kawasan Ekowisata Boon Pring untuk tetap
eksis dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Dalam konteks
pengelolaan Syamsul Arifin berpendapat “Dalam menjaga kelestarian dan reboisasi tentang
arik di Boon Pring, kami bekerja sama dengan Poktan (Kelompok Tani)”. Dalam pengelolaan
ekowisata yang dilakukan oleh BUMDes, bahwa sumber daya manusia menjadi kunci dari
berbagai dinamika yang ada dalam ekowisata. Hal ini berkaitan dengan fungsi manajemen
sumber daya, yang secara mayoritas banyak menggunakan sumber daya manusia sebagai bagian
penting dalam pengelolaan selama proses berjalannya ekowisata.

Gambar 7. Kondisi Warung Di Ekowisata Boonpring Andeman

Saat melakukan observasi, kami menemukan bahwa sarana warung yang terdapat di pinggir
kolam memiliki pola pembangunan menuju ke dalam hutan. Hal ini dapat menimbulkan ancaman
karena jika semakin banyak warung yang dibangun menuju ke dalam hutan akan berdampak
buruk bagi kelestarian alam. Solusi yang dapat dilakukan yaitu mengehentikan pola
pembangunan menuju kedalam hutan dan mengganti pembangunan sarana warung di dekat pintu
masuk.

b. Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi di kawasan ekowisata Boon Pring ini mempunyai sektor, mulai dari
pedagang kaki lima, wahana ATV, flying fox, dan perahu bebek, warung warung seperti pasar
kecil, dan tiket simaksi masuk ekowisata tersebut. Untuk pendapatan dan belanja desa, Menurut
Sumpeno (2013) APBDES merupakan suatu rencana tahunan keuangan desa yang ditetapkan
berdasarkan peraturan desa yang mengandung prakiraan sumber pendapatan dan belanja untuk
mendukung kebutuhan program pembangunan desa yang bersangkutan.
Ekowisata Boon Pring juga menciptakan unit usaha kecil yang dikelola oleh masyarakat,
unit usaha ini dijalankan di dalam area Ekowisata Boon Pring. Beberapa unit usaha yang
diciptakan ini dapat diklasifikasikan sebagai bentuk dari fungsi manajemen produksi. Dimana
BUMDes menciptakan bidang operasional yang berkaitan dengan bahan baku, proses produksi,
dan ketersediaan alat atau mesin dalam suatu unit usaha yang diciptakan seperti unit usaha
makanan atau souvenir.

c. Aspek Sumber Daya Manusia


Hasil pengolahan data yang meliputi tiap atribut dimensi sumber daya manusia pada
Ekowisata Boon Pring menunjukkan nilai yang lebih besar dari dimensi ekologi namun sedikit
lebih kecil dari dimensi ekonomi. Yang berarti bahwa masuk kategori cukup berkelanjutan.
Selain itu, dimensi sumber daya manusia memiliki sensitivitas paling tinggi adalah pelatihan
kompetensi/keterampilan kepada pegawai dalam menunjang Ekowisata sebesar (4,25%).
Pelatihan yang cukup dan kompetensi yang dimiliki pegawai bertujuan agar pegawai makin
memahami dan menguasai dalam menjalankan profesi yang dilakukannya. Pada kenyataannya
pelatihan dengan cara mengundang narasumber maupun studi banding ke suatu tempat tidak
dilakukan secara masif, ditambah kurang diimplementasikan oleh pegawai yang ada di ekowisata
sehingga penguasaan kompetensi yang diharapkan sulit dicapai.

d. Aspek Sosial Budaya


Kelestarian sosial dan budaya wisata pedesaan tidak terlepas dari adanya partisipasi para
pengunjung dalam kegiatan-kegiatan wisata yang ada. Pada wawancara yang kita lakukan kepada
unit pengurus di kawasan Ekowisata Boon Pring mengenai sosial dan budaya di sekitar beliau
berpendapat bahwa dari aspek sosial budaya masyarakat sekitar masih menjaga erat tradisi
budaya mereka, seperti acara Tumpeng Seribu yang dilakukan setahun sekali, dan juga ada
beberapa upacara yang dilakukan guna menjaga kelestarian di daerah dekat sumber mata air yang
ada di kawasan Ekowisata Boon Pring yakni kegiatan Bersih Desa.

3.4. Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pengembangan Ekowisata Boon


Pring
a. Faktor Pendorong
Dalam penerapan prinsip BUMDes tidak hanya ada faktor pendukung, namun ada beberapa
faktor yang menghambat proses dari berjalannya prinsip BUMDes. berikut beberapa faktor yang
menjadi penghambat, yaitu:

1. Komitmen Pemerintah
Peran BUMDes dalam mengembangkan usaha dan perekonomian desa memerlukan
penanganan yang komprehensif, sehingga tumbuhnya sehingga tumbuhnya ekonomi sosial
ditopang kokoh oleh perekonomian desa yang kokoh dan tertata rapi. Komitmen pemerintah
terhadap keberlangsungan BUMDes dibuktikan dengan pemberian dana dalam usaha
mengembangkan BUMDes. Berdasarkan wawancara mendalam dengan EK (Staff Bidang
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dan Teknologi Tepat Guna DPMD) pada tanggal 21
Juni 2019 menyebutkan bahwa peran pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dan
pemberdayaan desa melalui BUMDes sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan suntikan dana
BUMDes berasal dari dana desa, APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan kementerian
terkait. Pemerintah sangat mendukung peningkatan kesejahteraan pada tingkat desa. Selain
program BUMDes pemerintah melaksanakan program-program lain yang berbasis pada
masyarakat desa.

2. Tersedianya Potensi Sumber Daya Alam (SDA)


Saat ini desa sudah diberikan kebebasan untuk mengatur wilayah, ekonomi dan
masyarakatnya sendiri. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa. Saat ini desa diberikannya kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri, desa
juga sudah dapat mengembangkan perekonomiannya sendiri. Ada banyak cara untuk
mengembangkan ekonomi desa, salah satunya adalah melalui pemanfaatan aset desa
sebagai potensi desa. Desa memiliki aset- aset asli desa yang dapat berbentuk tanah, kolam,
sumber mata air ataupun sumber daya alam lainnya.

b. Faktor Penghambat
1. Rendahnya Pemahaman Masyarakat
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap prinsip BUMDes, dimana ditemui oleh
direktur BUMDes Kerto Raharjo di wawancaranya yang menyatakan “jadi mbak prinsip tata
kelola BUMDes dari pengetahuannya masih rendah, jadi kita terus memberikan sosialisasi
ataupun pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang pengelolaan
BUMDes yang baik kepada anggota maupun masyarakat, agar sama-sama mengembangkan
wisata gitu kan.”

2. Sumber Daya Manusia (SDM)


Pengelolaan BUMDes adalah ekowisata yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
sedangkan masyarakat tingkat pendidikan masih bisa dibilang rendah. dan SDM yang baik
dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Keterlibatan masyarakat dalam program
BUMDes memiliki keterbatasan dalam mengembangkan usaha. Berdasarkan wawancara
mendalam dengan SS (Seksi Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dan Teknologi
Tepat Guna BPMPD) pada tanggal 21 Juni 2019 menyebutkan bahwa keterlibatan
masyarakat BUMDes sangat terbuka, namun kendala di masyarakat masih rendah pada
tingkat SDM pengelola. Usaha dilakukan dari kami dengan mengadakan pelatihan-pelatihan
yang mendukung program BUMDes yang sedang kelola.

3. Anggaran
Keberadaan BUMDes dalam melaksanakan program dan usaha tidak bisa lepas dari
anggaran yang dimiliki. Sebagai lembaga usaha keberadaan modal usaha salah satu nadi
untuk hidup dan berkembang. Kesiapan dana usaha terbatas memiliki tingkat kemampuan
pengelola usaha pun akan mengalami kemunduran.

4. Ancaman Rumput Begadang


Rumput begadang yang tumbuh di danau dan sumber air merupakan sesuatu yang dapat
mengancam keberlangsungan sumber air dan hidup ikan- ikan. Hal ini dapat terjadi karena
pemakaian pupuk yang berlebihan disekitar kawasan Boonpring, bahan kimia yang
terkandung didalamnya masuk kedalam tanah hingga samapi ke perairan dalam Boonpring.
Dimana kondisi demikian, mengindikasikan pencemaran secara intrusi yang berimplikasi
pada ketersediaan oksigen yang dapat mengakibatkan ikan-ikan di danau mati dan dapat
juga mengakibatkan pendangkalan air. Solusi yang dapat dilakukan oleh warga sekitar yaitu
dengan mengguanakan pupuk organik seperti kompos dan pupuk hijau. Hal ini untuk
mengurangi pemakaian bahan kimia yang berlebih. Dapat pula dilakukan pemberishan
berkala pada kolam setiap kurun waktu tertentu.

4. Kesimpulan
Potensi yang ada di Ekowisata Boon Pring banyak sekali mulai dari Arboretum bambu
yang dijadikan spot penelitian, sumber air, wahana bermain, dan potensi lokal. dari hal
tersebut juga terdapat faktor penghambat dan pendukung terkait potensi pengembangan
Ekowisata Boon Pring. Adapun saran peneliti untuk mengembangkan potensi Ekowisata
Boon Pring sebagai berikut:
1. Perlu adanya keselarasan antara aktivitas yang dilakukan masyarakat dengan pemerintah
terkait pengembangan Sarana Prasarana. Pemerintah perlu bertindak untuk melaksanakan
upaya bantuan terkait pengembangan tersebut.
2. Perlu adanya kebijakan dari pemerintah setempat atau BUMDes sendiri yang mengatur
pengembangan Desa Wisata di Desa Sanankerto, Turen Kabupaten Malang yang
melibatkan peran aktif masyarakat dalam perencanaan dan implementasinya. Kebijakan
tersebut diperlukan agar terdapat payung hukum yang jelas dalam pengembangan Desa
Wisata Boon Pring khususnya di Kabupaten Malang. Sehingga masyarakat dapat lebih
leluasa dalam berinovasi mengembangkan potensi desanya. serta kejelasan hukum dimana
saja di wilayah Ekowisata Boon Pring yang boleh dilakukan pengembangan sehingga
nantinya pengembangan potensi yang dilakukan tidak mengancam keberlangsungan
sumber air dan jenis bambu di wilayah tersebut.
3. Pemerintah setempat perlu mengadakan forum diskusi bersama untuk melakukan diskusi
terkait hambatan apa saja dalam mengelola dan mengembangkan potensi yang dihadapi
masyarakat Desa Wisata Boon Pring untuk ditemukan solusinya bersamasama.
Daftar Rujukan
Azizah, S. N., Purnomo, A., & Sukamto, S. (2020). INTERAKSI ANGGOTA KARANG
TARUNA BHAKTI PERTIWI DALAM PENGEMBANGAN WISATA ANDEMAN
BOONPRING DI DESA SANANKERTO KECAMATAN
TUREN KABUPATEN MALANG. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 9(2), 230-240.
Darmono. (2021). Desa Wisata Boonrping, Modal Pas-pasan Hingga Raup Miliaran. Malang: Jawa Pos.
Com. https://www.jawapos.com/wisata-dan-kuliner/travelling/28/03/2021/desa-wisata-
boonpringmodal-pas- pasan-hingga-sukses-raup-miliaran/?page=all
De Vaus, D. A. (2014). Surveys in social research. Sydney, Australia: Allen & Unwin.

Makmara. T. (2009). Tuturan persuasif wiraniaga dalam Berbahasa Indonesia: Kajian etnografi
komunikasi.

(Unpublished master’s thesis) Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia.

McKenzie, H., Boughton, M., Hayes, L., & Forsyth, S. (2008). Explaining the complexities and value of
nursing practice and knowledge. In I. Morley & M. Crouch (Eds.), Knowledge as value:
Illumination through critical prisms (pp. 209-224). Amsterdam, Netherlands: Rodopi.
Putra, E. M., Handarini, D. M., & Muslihati, M. (2019). Keefektifan achievement motivation training
untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa sekolah menengah pertama. Jurnal Kajian
Bimbingan dan Konseling, 4(2), 62-68.
Scheinin, P. (2009). Using student assessment to improve teaching and educational policy. In M. O'Keefe, E.
Webb, &

K. Hoad (Eds.), Assessment and student learning: Collecting, interpreting and using data to inform
teaching

(pp. 12-14). Melbourne, Australia: Australian Council for Educational Research.

SE, Y. S. (2019). PENERAPAN BUSINESS MODEL CANVAS SEBAGAI ALTERNATIF


STRATEGI BERSAING DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA BOON PRING,
ANDEMAN, TUREN, KABUPATEN MALANG. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FEB, 8(1).
Shafani, T. I., Afifuddin, A., & Suyeno, S. (2019). STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATA
BOON PRING DENGAN

PENDEKATAN COMMUNITY DEVELOPMENT (Studi Pada Desa Wisata Boon Pring


Andeman, Turen Kabupaten Malang). Respon Publik, 13(2), 62-67.
Sumarmi, dkk. (2022). “Analisis Potensi Hutan Bmabu Sebagai Upaya Ekowisata Berbasis Kearifan Lokal
dalam

Konservasi Musim Semi Berkelanjutan. (Jurnal Ekologi dan Lingkungan).

Zulkarnain, A. I., & Kornitasari, Y. (2022). PERAN DANA DESA TERHADAP PEMBANGUNAN
EKOWISATA BOON PRING ANDEMAN DI DESA SANANKERTO, KECAMATAN TUREN,
KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR:
Indonesia. Journal of Development Economic and Social Studies, 1(1).

You might also like