Jabal Syukur - 1211060041 - ILHA 4A - UTS KTI

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

HUKUM PELAKSANAAN JUAL BELI

MENGGUNAKAN SUMPAH PERSPEKTIF HADIS AHKAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada zaman Rasulullah SAW, jual beli merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat Arab. Dalam konteks ini, sumpah merupakan
salah satu bentuk bukti yang digunakan dalam pelaksanaan jual beli. Namun, seiring
perkembangan zaman, praktik jual beli telah mengalami perubahan dan berkembang secara
signifikan, sehingga diperlukan pengaturan hukum yang tepat untuk memastikan keadilan
dan keamanan dalam pelaksanaannya.

Dalam bermuamalah masalah jual beli merupakan kegiatan sentral dalam dunia bisnis
atau aktivitas pokok dalam perekonomian suatu negara. Dalam kehidupan sehari-hari kita
tidak akan lepas Dalam dengan kegiatan yang namanya jual beli suatu barang atau jasa,
kegiatan ini sangat sering kita lakukan dan bahkan telah menjadi rutinitas sehari hari seorang
manusia. Demi mendapatkan kepercayaan, seorang penjual kerap mengumbar sumpah, entah
itu sumpah karena memang ia jujur atau sumpah palsu yang ditujukan untuk melariskan
dagangannya.

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang satu menerima benda-benda
dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi
persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga bila
syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat, karena dalam
setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk
meninggalkan akad ini. Dari akad jual beli ini masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer), kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan
tersier.

Ini sangat penting bagi kita terutama kita sebagai umat Islam perkara sumpah dalam hal
jual beli. Karena seseorang akan terus bertindak menjadikan sumpah itu sebagai sarana untuk
meyakinkan atau mempengaruhi orang lain, dan juga menjadikan sumpah dengan Nama-Nya
sebagai tameng untuk melariskan dagangan atau membuat orang lain tertarik melakukan
transaksi.

Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah : 224, bahwasanya "janganlah
kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmi sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan,
bertakwa dan mengadakan ishlah diantara manusia dan Allah maha mendengar lagi maha
mengetahui". Artinya dianjurkan untuk menghindari sumpah dengan nama Allah SWT dalam
jual beli.

Berharap kedepannya orang orang sadar (penjual dan pembeli) dalam Melakukan jual
beli hendaknya berlaku jujur terus terang mengatakan yang sebenarnya.

Oleh karena itu, jangan berdusta dan janganbersumpah apalagi sumpah palsu dalam jual
beli. Sebab sumpah dan dusta itu menghilangkan keberkahan dalam jual beli.

Dalam karya tulis ilmiah ini, akan dibahas tentang hukum pelaksanaan jual beli
menggunakan sumpah perspektif hadis ahkam. Hadis merupakan salah satu sumber utama
hukum Islam, yang berisi ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW tentang berbagai aspek
kehidupan, termasuk hukum pelaksanaan jual beli.

Melalui kajian terhadap hadis-hadis ahkam yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli
menggunakan sumpah, diharapkan dapat diketahui secara jelas mengenai pengaturan hukum
yang berlaku dalam praktik ini. Selain itu, dengan mempertimbangkan aspek teologis dan
praktis dari pelaksanaan jual beli menggunakan sumpah, akan dapat dikembangkan
pemahaman yang lebih holistik mengenai hukum Islam dalam konteks jual beli.
B. Rumusan masalah

1. Bagaimana praktik pelaksanaan jual beli menggunakan sumpah ?


2. Bagaimana hukum pelaksanaan jual beli menggunakan sumpah perspektif hadis ahkam ?

C. Tujuan masalah

1. Untuk mengetahui praktik pelaksanaan jual beli menggunakan sumpah


2. Untuk mengetahui hukum pelaksanaan jual beli menggunakan sumpah perspektif hadis
ahkam

D. Penelitian Terdahulu

Sri Septiani, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, ETIKA JUAL BELI DALAM
PERSPEKTIF HADIS DAN IMPLEMENTASINYA DI LINGKUNGAN PASAR
TRADISIONAL RAU SERANG. Penelitian ini membahas hadis tentang etika jual beli yang
menjadi dasar penelitian dalam skripsi ini, di antaranya hadis tentang kejujuran, hadis
tentang larangan bersumpah palsu, hadis tentang larangan menyembunyikan cacat, hadis
tentang larangan curang dalam takaran, dan hadis tentang larangan menjual barang haram.

Dan juga hadis-hadis terkait etika jual beli belum sepenuhnya diamalakan oleh para
penjual di pasar Rau, adapun hadis yang belum sepenuhnya diamalkan yaitu hadis terkait
larangan bersumpah palsu, hal ini terlihat dari beberapa pengakuan pembeli yang sering
menjumpai penjual yang mengobral sumpah demi meyakinkan pembeli. Sedangkan untuk
etika jual beli terkait kejujuran, larangan menyembunyikan cacat, larangan curang dalam
timbangan, dan larangan menjual barang haram, kebanyakan dari penjual di pasar Rau sudah
mengamalkannya, hal ini terbukti dari pernyataan para penjual dan pengakuan para pembeli
yang merasa selalu puas.

Suardi Tarebbi, HADIS-HADIS TENTANG LARANGAN BERSUMPAH SELAIN


DARI NAMA ALLAH SWT (Studi Kritik dan Analisis Hadis) penelitian ini membahas
kualitas hadis-hadis tentang larangan bersumpah selain nama Allah Swt. Berdasarkan kaedah
kritik sanad matan hadis, maka dapat ditegaskan bahwa hadis yang diteliti, yaitu hadis
tentang larangan bersumpah dengan nama ayah, hadis tentang larangan bersumpah dengan
Kaʻbah, hadis tentang larangan bersumpah dengan lafaz amanah, dan hadis tentang larangan
bersumpah dengan agama selain Islam, adalah seluruhnya berkualitas sahih baik dari segi
sanad maupun matan. Adapun hadis tentang larangan bersumpah dengan mengatakan saya
terlepas dari agama Islam berkualitas hasan dan hadis tentang larangan bersumpah dengan
mengatakan saya Yahudi atau Nasrani berkualitas daʻif sekali. Sehingga hadis-hadis tersebut
dapat dijadikan sebagai ḥujjah, kecuali hadis tentang larangan bersumpah dengan
mengatakan saya Yahudi atau Nasrani karena hadis ini dari segi sanad daʻif. Dan juag
membahas mengenai kandungan hadis tentang larangan bersumpah selain nama Allah swt,
baik secara tekstual maupun kontekstual: decara tekstual berdasarkan hadis, bersumpah
selain nama Allah swt. adalah kemusyrikan, karena mengagungkan sesuatu selain Allah swt.
Sedangkan secara kontekstual dapat dipahami larangan pada hadis ini hukumnya syirik, jika
sumpah pada selain Allah swt. diyakini memiliki keagungan seperti keagungan Allah swt.
namun jika tidak, hukumnya hanyalah haram oleh sebagian ulama, dan makruh oleh
sebagian ulama yang lain. Begitu juga, secara tekstual seseorang yang bersumpah dengan
mengatakan saya terlepas dari agama Islam atau bersumpah dengan agama selain Islam,
seperti Yahudi atau Nasrani dan dia berbohong dengan sumpahnya, maka seketika itu dia
menjadi Kafir. Sedangkan secara kontekstual, hadis ini dapat dipahami bahwa seorang yang
bersumpah dengan agama selain Islam, tapi hatinya tenang dengan keimanan, dan dia
berbohong dengan mengagungkan sesuatu yang dia yakini tidak pantas untuk diagungkan,
maka dtidak dianggap kafir. Akan tetapi, apabila dia bersumpah dengan agama selain Islam
dan dia meyakini kebenarannya, maka dia telah kafir.

Ika Yuliana Dewi (2018) TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARI'AH TERHADAP


PELAKSANAAN JUAL BELI YANG MENGGUNAKAN SUMPAH UNTUK
MEYAKINKAN PEMBELI DI PASAR AZHAR KENTEN LAUT. Penelitian ini
membahas pelaksanaan transaksi yang terjadi di Pasar Azhar Kenten Laut adalah
pelaksanaan jual beli dengan menggunakan sumpah yaitu menggunakan Lafadz “Demi
Allah” sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dan untuk menarik minat
masyarakat untuk membeli barang yang dijual, walaupun sebagian keterangan dan
penjelasan yang dilontarkan bohong dan keadaanya tidak sesuai dengan kenyataan. Penjual
yang memanipulasi seperti dari segi kualitas barang, rasa, ukuran dan lainnya. Dan juga
membahas mengenai faktor yang menyebabkan terjadinya sumpah palsu serta tinjauan
hokum islam terhadap pelaksanaan jual beli yang menggunakan sumpah palsu untuk
meyakinkan pembeli.
Shofya Humaira Siti Salma Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syari’ah UIN
Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia, LARANGAN BERSUMPAH PALSU DALAM
JUAL BELI PERSPEKTIF HADSI AHKAM. Penelitian ini membahas hadis hadis yang
berkaitan dengan jual beli menggunakan sumpah palsu dan berusaha untuk memastikan
hukum hadits Ahkam tentang sumpah dalam jual beli

Dalam karya tulis ilmiah ini, akan dibahas mengenai konsep dasar sumpah dalam hukum
Islam, pengaturan hukum pelaksanaan jual beli menggunakan sumpah, serta implikasi
teologis dan praktis dari pelaksanaan praktik ini. Diharapkan kajian ini dapat memberikan
kontribusi yang bermanfaat bagi pengembangan hukum Islam, terutama dalam konteks
praktik jual beli yang semakin kompleks dan dinamis.
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Definisi Jual Beli

Jual-beli atau perdagangan dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-bay'u ‫ البيع‬al-
tijarah ‫ارة‬NNN‫ التج‬atau al-mubadalah ‫المبادلة‬. Sebagaimana firman Allah SWT : “Mereka
mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi” (QS. Fathir : 29)

Al-Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan jual-


beli adalah Tukar menukar harta dengan harta secara kepemilikan.

Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa jual-beli sebagai : Pertukaran


harta dengan harta dengan kepemilikan dan penguasaan.

Dr. Wahbah Az-Zuhaili di dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu mendefinisikan


al-bay'u sebagai Menukar sesuatu dengan sesuatu.

Dalam Kitab Kifayatul Ahyar disebutkan Definisi Jual beli berdasarkan pendapat bahasa
ialah: “memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan tertentu)”.1

jual beli ‫ اليع‬memiliki tiga pengertian secara bahasa yaitu menukar satu hal dengan yang
lain atau menukar harta properti untuk barang berharga lainnya, membayar ganti rugi, dan
mengambil sesuatu yang telah dijadikan menjadi sesuatu lain yang berarti membeli, menjual,
dan memperdagangkan sesuatu untuk barang lain.2

Berdasarkan pendapat Syeh Zakaria al-Anshari jual beli ialah: “Tukar menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Sayyid sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah menerangkan jual beli
secara etimologi bahwa jual beli berdasarkan pendapat Definisi lughawiyah ialah saling
menukar (pertukaran)”.3

1
Moh Rifa’i, Terj Khulasoh Kifayatu al-Ahyar, (Semarang: CV. Toha Putra, tt), hlm 183.
2
Panji Adam, Fikih Muamalah Adabiyah, ed. by Anna, Kesatu (Bandung: PT Refika Aditama, 2018
3
Sayyid Sabiq, Terj. H. Kamaluddin, A. Marzuki, Fiqh al-Sunnah, Jilid 12 (Bandung, AlMa’arif, t.th), hlm 47
Sedangkan berdasarkan pendapat Hamzah Ya’qub dalam bukunya ‚Kode Etik Dagang
Berdasarkan pendapat Islam menjelaskan: “jual beli berdasarkan pendapat bahasa yakni
‚menukar sesuatu dengan sesuatu”.

Dari pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa inti jual beli merupakan suatu perjanjian
tukar menukar benda atau barang yang memiliki nilai secara sukarela diantara kedua belah
pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan
perjanjian atau peraturan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

B. Dasar-Dasar Jual Beli

Jual beli sebagai sarana saling membantu antara sesama Insan mempunyai landasan yang
kuat dalam Al quran dan Hadist . Terdapat dalam beberapa ayat al quran dan Hadist yang
membahas tentang jual beli , antara lain : Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat
275

ۘ N‫الرِّب‬
‫ َّل‬N‫وا َواَ َح‬ ٰ ‫ ُل‬N ‫ك بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث‬ ۗ ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ ِااَّل َكما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْالم‬
َ ِ‫سِّ ٰذل‬ َ َ
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬ ۗ ‫هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬
ۗ َ‫وا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى فَلَهٗ َما َسل‬
ِ َّ‫ ٰحبُ الن‬N ‫ص‬
‫ار ۚ هُ ْم‬ ْ َ‫ك ا‬َ ‫ا َد فَاول ِٕى‬NN‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى ِ ۗ َو َم ْن َع‬
َ‫فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬

Artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, ialah: disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu ialah: penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS Al
Baqarah: 275 )

Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 29

‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم‬ ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
ٍ ‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن ت ََر‬
‫َر ِح ْي ًما‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah
ialah: Maha Penyayang kepadamu”. ( QS An-Nisa’: 29)

C. Syarat-Syarat Jual Beli

Adapun Syarat- syarat jual beli diantaranya ialah:

1) Syarat orang yang sedang berakad antara lain berakal maksudnya orang gila atau
belum orang yang belum mumayiz tidak sah dan yang mengerjakan akad tersebut
harus orang yang berbeda.
2) Syarat yang berhubungan dengan ijab dan qabul, semua ulama sepakat unsur utama
dalam jual beli yakni kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat
dilihat dari ijab dan qabul. Para ulama’ fiqih berpendapat syarat-syarat dalam ijab
qabul di antaranya: orang yang mengucapkan telah balig dan berakal, qabul yang
dilaksanakan harus sesuai ijab, ijab dan qabul harus dilaksanakan dalam satu majlis.
3) Syarat barang yang diperjual belikan (ma’qud alaih), antara lain: barang ada atau tidak
ada di tempat tapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang
tersebut, dapat berfungsi atau difungsikan
4) barang sudah ada pemiliknya, boleh diserahkan pada saat akad berlangsung atau
waktu yang ditentukan ketika transaksi berlangsung.

D. Rukun Jual Beli


Rukun Jual Beli Rukun secara umum ialah suatu yang harus dipenuhi untuk sahnya
pekerjaan. Dalam jual beli berdasarkan pendapat ulama Hanafiah yang terdapat dalam
bukunya Abdul Rahman Ghozali rukun jual beli ialah ijab dan qabul yang menunjukan sikap
saling tukar, atau saling memberi. Rukun dalam jual beli berdasarkan pendapat ulama
Hanfiah ada dua yakni ijab dan qobul.
Sedangkan berdasarkan pendapat jumhur ulama’ rukun jual beli harus mencakup empat
macam, antara lain:
1) Akidain (penjual dan pembeli).
2) Ada barang yang dibeli.
3) Sighat ( lafad ijab dan qabul).
4) Ada nilai tukar pengganti barang”.4

4
Abdurahman, dkk, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm 70
E. Macam-Macam Jual Beli
Secara umum, jual beli dapat dipisahkan menjadi dua kategori: berbasis pertukarannya
dan berbasis harga. Menurut pertukarannya, biasanya ada empat kategori jual beli, yaitu:5
1. Salam (pesanan), yaitu tindakan jual beli dengan melakukan pemesanan dan
membayar terlebih dahulu sebelum produk diantarkan.
2. Muqayadhah (barter), atau jual beli dengan memperdagangkan satu barang dengan
barang lainnya.
3. Jual beli muthlaq, yaitu menukarkan barangbarang dengan alat perdagangan yang
disepakati seperti uang.
4. Pertukaran alat tukar lainnya, serta produk perdagangan ini biasanya digunakan untuk
memperdagangkan satu bentuk uang tunai dengan mata uang yang lain, seperti
pertukaran mata uang perak dengan mata uang emas, adalah contoh perdagangan.

Selain itu, ada empat kategori yang berdasarkan harga, yaitu jual beli dapat
menguntungkan (murabahah), merugikan (menjual dengan harga asal/at-tauliyah), merugi
(al-khasarah), atau al-Musawah (bila penjual menyembunyikan harga asal tetapi para pihak
yang bertransaksi setuju).

F. Prinsip-Prinsip Jual Beli


Prinsip Prinsip Jual beli diantaranya ialah:
1. Prinsip keadilan
Berdasarkan pendapat Islam adil merupakan aturan paling utama dalam semua
aspek perekonomian”.6 Salah satu ciri keadilan ialah tidak memaksa manusia
membeli barang dengan harga tertentu, jangan ada monopoli, jangan ada permainan
harga, serta jangan ada cengkeraman orang yang bermodal kuat terhadap orang kecil
yang lemah.
2. Suka sama suka
Prinsip ini merupakan kelanjutan dari asas pemerataan, asas ini mengakui
bahwa setiap format muamalah antar pribadi atau antar pihak harus berdasarkan
kerelaan masing-masing, kerelaan disini dapat berarti kerelaan mengerjakan suatu

5
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, 10th edn (Bandung: Pustaka Setia, 2001).
6
Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal wal haram fil Islam. Terj. Mu’ammal Hamidy. Halal dan Haram dalam
Islam. ( Surabaya: PT BINA ILMU, 1980 ) hlm. 182
format muamalat, maupun kerelaan dalam menerima atau memberikan harta yang
dijadikan objek dalam format muamalat lainnya”.7
3. Bersikap benar, amanah, dan jujur.
a) Benar: Benar ialah merupakan ciri utama orang mukmin, bahkan ciri pada
Nabi. Tanpa kebenaran, agama tidak bakal tegak dan tidak bakal stabil.
Bencana terbesar di dalam pasar saat ini ialah meluasnya tindakan dusta dan
bathil, misalnya berdusta dalam mempromosikan barang dan menetapkan
harga, oleh sebab itu salah satu karakter pedagang yang urgen dan diridhai
oleh Allah ialah kebenaran. Karena kebenaran menyebabkan berkah bagi
penjual maupun pembeli, andai keduanya bersikap benar dan mau
menjelaskan kelemehan barang yang diperdagangkan maka dua-duanya
mendapatkan berkah dari jual belinya. Namun andai keduanya saling
menutupi aib barang dagangan itu dan berbohong, maka andai mereka
mendapat laba, hilanglah berkah jual beli itu”8
b) Amanah: Maksud amanat ialah mengembalikan hak apa saja kepada
pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak
meminimalisir hak orang lain, baik berupa harga atau upah Dalam berniaga
dikenal dengan istilah” memasarkan dengan “amanat” seperti menjual
murabaha “ maksudnya, penjual menjelaskan ciri-ciri, kualitas,dan harga
barang dagangan kepada pembeli tanpa melehi-lebihkannya. Di dalam hadist
Qutdsi, Allah berfirman: “ Aku ialah yang ketiga dari dua orang berserikat,
selama salah satu dari keduanya tidak menghianati temannya. Apabila salah
satu dari keduanya berkhianat, aku keluar dari mereka”.
c) Jujur (setia): disamping benar dan amanat, seorang pedagang harus berlaku
jujur, dilandasi suapaya orang lain mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan
sebagaimana ia menginginkannya dengan menjelaskan cacat barang
dagangnya yang dia ketahui dan yang tidak terlihat oleh pembeli. Salah satu
sifat curang ialah melipatkan gandakan hargaterhadap orang yang tidak
mengetahui harga pasaran. Pedagang mengelabui pembeli dengan
memutuskan harga diatas harga pasaran.
4. Tidak mubazir (boros): Islam mengharuskan setiap orang membelanjakan harta
miliknya untuk memenuhi keperluan diri pribadinya dan keluarganya serta

7
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung :LPPM Univ. Islam Bandung, 1995),hlm. 113
8
Qardhawi, Halal wal haram fil Islam,.....hlm 177
menafkahkannya dijalan Allah dengan kata lain, Islam ialah agama yang
memerangi kekikiran dan kebatilan. Islam tidak mengizinkan tindakan mubazir
sebab Islam mengajarkan agar konsumen bersikap sederhana
5. Kasih Sayang: Kasih sayang dijadikan lambang dari risalah Muhammad SAW, dan
Nabi sendiri menyikapi dirinya dengan kasih sayang beliau bersabda “Saya ialah
seorang yang pengasih dan mendapat petunjuk”. Islam mewajibkan mengasih
sayangi manusia dan seorang pedagang jangan hendaknya perhatian umatnya dan
tujuan usahanya untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya Islam ingin
mengatakan dibawah naungan norma pasar, kemanusiaan yang besar menghormati
yang kecil, yang kuat membantu yang lemah, yang bodoh belajar dari yang pintar,
dan manusia menentang kezaliman”.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Bentuk praktik jual beli yang menggunakan sumpah


Salah satu contoh pelaksanaan jual beli yang berlebih lebihan atau menggunakan sumpah
adalah, pada zaman sekarang, banyak penjual obat herbal atau yang lainnya yang
mengiklankan produknya dengan janji janji yang tidak sesuai dengan kenyataan yang
mengatakan bahwa kualitas produknya bagus. Mereka juga mengatakan bersedia dan berjanji
akan mengembalikan uang pembeli secara penuh jika kondisinya tidak memuaskan atau
diluar ekspetasi dalam jangka waktu yang ditentukan. Ilustrasi lain adalah perusahaan yang
memasarkan produk penurun berat badan, atau produk perawatan kulit dan berjanji bahwa
jika menggunakannya secara konsisten, akan merasakan manfaat dari produk tersebut hanya
dalam waktu singkat. Mereka bahkan bersumpah bahwa banyak pelanggan sebelumnya telah
mendapatkan hasil yang luar biasa dari produk tersebut. Alhasil, dengan banyak orang yang
tertarik untuk membeli barang tersebut karena mengira akan merasakan manfaat dan
keuntungannya dengan cepat. Rasulullah SAW sangat membenci informasi yang bohong dan
dibesar-besarkan.
Setiap penjual ingin bisnisnya lancar dan ingin menjual semua produknya sampai
semuanya habis, tetapi itu tidak berarti bahwa hal itu dapat dibenarkan dengan cara apa pun.
Kejujuran harus dihargai di atas segalanya oleh para pedagang. Namun, jika pedagang hanya
peduli dengan keuntungannyasendiri, dia mungkin menipu orang lain dan menyebabkan
kerugian. Bahkan melangkah lebih jauh dengan membuat sumpah palsu atas nama Allah
untuk memperkuat kata-katanya dan membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan atas produk
yang dijualnya tersebut.
Banyak para penjual yang menggunakan sumpah seperti “Demi Allah barang ini dijamin
kualitasnya bagus” alesan ini dijadikan sebagai alat perantara jual beli bertujuan untuk
meyakinkan pembeli supaya tertarik membeli produk sehingga barang dagangannya cepat
habis
Oleh karena itu, Rasulullah Saw menjadi contoh dan terus berpesan kepada para
pedagang untuk tidak melebih-lebihkan atau klaim atau mengiklankan barangnya dengan
tujuan untuk melakukan penjualan.
B. Hukum Jual Beli Menggunakan Sumpah Perspektif Hadis Ahkam
 Hadis hadis yang berkaitan tentang bersumpah ketika transaksi jual beli
Selain Syarat dan rukun, etika jual beli juga harus diperhitungkan saat menyelesaikan
transaksi jual beli. Dalam jual beli barang antara pembeli dan penjual dengan tujuan saling
tolong-menolong.9 etika dalam jual beli harus dipraktikkan atau ditanamkan dalam diri
seseorang. Salah satu aturan moral yang harus dijunjung tinggi oleh penjual dan pembeli
adalah tidak boleh ada pihak yang berbohonh apalagi menggunakan kata sumpah palsu
untuk mempromosikan barang mereka.
Untuk itu, penulis mencari hadits menggunakan kata “sumpah Palsu” dalam aplikasi
ensiklopedia hadits dalam upaya menemukan isi dari beberapa hadits tentang sumpah
dalam jual beli di berbagai buku hadits. Berikut hadits-hadits tersebut:
1. Hadits Riwayat Bukhari No 1945.10

‫ال‬ ِ ‫ب ِإ َّن َأبَا هُ َر ْي َرةَ َر‬


َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬ Nِ َّ‫ال ابْنُ ْال ُم َسي‬
َ َ‫ب ق‬ ُ ‫َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ بُ َكي ٍْر َح َّدثَنَا اللَّي‬
َ ُ‫ْث ع َْن يُون‬
Nٍ ‫س ع َْن اب ِْن ِشهَا‬

‫ لِ ْلبَ َر َك ِة‬Nٌ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل ْال َحلِفُ ُمنَفِّقَةٌ لِلس ِّْل َع ِة ُم ْم ِحقَة‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬
ُ ‫َس ِمع‬

“Sumpah menghilangkan berkah walaupun dapat melariskan barang dagangan.”


2. Hadits Riwayat Bukhari No 2196.11

“Pada hari kiamat, Allah Ta'ala tidak akan berbicara kepada atau melihat tiga orang:
pendusta yang bersumpah atas barangnya dan mengaku telah memberi lebih banyak
kepada pembeli daripada yang dia berikan kepada orang lain; pendusta yang
berbohong setelah Ashar dengan sumpahnya bahwa dia memiliki keinginan untuk
mengambil kekayaan umat Islam; dan orang-orang yang menolak untuk berbagi
kelebihan air, sehingga Allah berfirman pada hari kebangkitan, “Aku tidak akan
memberimu rahmat-Ku karena kamu telah menghambat sesuatu yang bukan kamu
lakukan”. “Ali mengklaim bahwa dia telah sering memberi tahu kami tentang Sufyan
dari 'Amru tentang mendengar Abu Salih, yang dia klaim telah diperoleh dari Nabi.”
3. Hadits Riwayat Muslim No 301412

9
Sukma Sari Dewi Chan, ‘Etika Penawaran Jual Beli Dalam Telaah Hadits Ahkam’, Adzkiya : Jurnal Hukum Dan
Ekonomi Syariah, 6.2 (2019) . <https://doi.org/10.32332/adzkiya.v6i2.1282>
10
Imam Bukhari dalam Shahihnya, Kitab Jual Beli , Bab Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran (Surat Al-Baqarah: 276), Hadits Nomor
1945.
11
Imam Bukhari dalam Shahihnya, Kitab AlMusaqah (mengairi tanaman), Bab Pendapat yang mengatakan
pemilik telaga dan bejana lebih berhak untuk mendapatkan air yang ada di dalamnya, Hadits Nomor 2196.
“Aku mendengar Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sumpah itu bisa melariskan barang
dan menghilangkan barakah keuntungan.”
 Kajian konfirmatif dari ayat Al-Qur’an
Firman Allah Swt dalam Qur’an surat Ali Imran ayat 77:
ٰۤ ُ
‫ق لَهُ ْم فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة َواَل يُ َكلِّ ُمهُ ُم هّٰللا ُ َواَل يَ ْنظُ ُر اِلَ ْي ِه ْم يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة َواَل‬
َ ‫ول ِٕىكَ اَل خَاَل‬ ‫د هّٰللا ِ َواَ ْي َمانِ ِه ْم ثَ َمنًا قَلِ ْياًل ا‬Nِ ‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ يَ ْشتَرُوْ نَ بِ َع ْه‬
‫يُزَ ِّك ْي ِه ْم ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ اَلِ ْي ٌم‬
“Sesungguhnya, orang-orang yang menukar sumpah dan nazarnya dengan Allah
dengan jumlah yang dapat diabaikan tidak akan mendapat bagian di masa depan, dan
Allah tidak akan berbicara dengan mereka, dan Allah juga tidak akan melihat mereka pada
hari kiamat nanti, serta tidak akan pula menyucikan mereka. Itu adalah siksaan yang
menyiksa bagi mereka”.
Firman Allah Swt dalam Qur’an surat AlBaqarah ayat 224:
‫اس َوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬ ‫هّٰللا‬
َ ْ‫َواَل تَجْ َعلُوا َ عُر‬
ِ ۗ َّ‫ضةً اِّل َ ْي َمانِ ُك ْم اَ ْن تَبَرُّ وْ ا َوتَتَّقُوْ ا َوتُصْ لِحُوْ ا بَ ْينَ الن‬
“Dan janganlah kamu menjadikan sumpah dengan nama Allah sebagai penghalang
untuk berbuat baik, bertaqwa, atau membina perdamaian di antara manusia. Allah Yang
Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”
Firman Allah Swt dalam Qur’an surat AlMaidah ayat 89:
… ۗ ‫…ۗ َواحْ فَظُ ْٓوا اَ ْي َمانَ ُك ْم‬
“…dan jagalah sumpahmu…”
M. Quraish Shihab menafsirkan surat AlBaqarah ayat 224 sebagai larangan
bersumpah berlebihan. Hal ini karena penyebutan nama Allah secara tidak sengaja dapat
menyebabkan seseorang menjadi terbiasa dengannya, yang dapat menyebabkan dia
berdosa atau bahkan menyebabkan orang kehilangan iman kepadanya, yang akan
menghambatnya untuk maju ke arah ishlah.13

 Hukum Jual Beli Menggunakan Sumpah Perspektif Hadis Ahkam


Sumpah merupakan pernyataan khidmat yang diucapkan atas nama Allah Swt dengan
menggunakan huruf Qasam (sumpah), seperti "Wallahi", "Billahi", atau "Tallahi". Sumpah
bisa dibagi menjadi dua kategori: bersumpah untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu, dan bersumpah untuk memberikan bukti untuk mendukung kebenaran atau
kesalahan suatu pernyataan.14 Sumpah palsu mengacu pada pernyataan yang dibuat oleh
12
Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Pengairan, Bab Larangan bersumpah dalam jual beli, Hadits Nomor
3014.
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Ciputat: Lentera Hati, 2012).
14
M. Abdul Mujieb, Syafiah AM, and Mabruri Tholhah, Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994).
seseorang yang tidak jujur untuk mendukung pernyataan lain. Pentingnya untuk berkata
jujur saat menawarkan produk dalam pembelian dan penjualan. Pedagang tidak boleh
menyesatkan atau menipu pelanggan dengan membuat sumpah, dan tidak boleh
menggunakan bahasa yang dibesar-besarkan atau dibuat-buat yang tidak sesuai dengan
kenyataan yang membuat pelanggan ingin membeli padahal itu hanyalah "pernyataan
kosong". Kejujuran sebagai prioritas utama dalam transaksi jual beli yang akan
menghasilkan keberkahan. Di sisi lain, meskipun akan mendapat untung besar, keberkahan
akan hilang jika kita berperilaku tidak jujur atau berbohong dengan bersumpah palsu.
Seorang pedagang tidak boleh menggunakan ikrar atau nazar sebagai taktik untuk
memanipulasi orang lain guna menimbulkan kekesalan, sesuai dengan makna beberapa
hadits tersebut di atas.
Sumpah dalam jual beli itu secara mutlak makruh, baik pelakunya seorang pendusta
maupun orang yang jujur. Jika pelakunya seorang yang suka berdusta dalam sumpahnya,
maka sumpahnya menjadi makruh yang mengarah kepada haram, dosanya lebih besar dan
adzabnya sangat pedih, dan itulah yang disebut dengan sumpah dusta. Jika sumpah itu
menajdi salah satu sarana melariskan barang dagangan, maka ia akan menghilangkan
berkah jual beli.
Hal tersebut ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu
anhu berkata: “Aku pernah mendengar Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda
‫ْال َحلِفُ َم ْنفَقَةٌ لِلس ِّْل َع ِة َم ْم َحقَةٌ لِ ْلبَ َر َك ِة‬
Sumpah itu dapat melariskan dagangan dan menghilangkan berkah.” (HR. Ahmad,
Al-Bukhari, Muslim dan lainnya))

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih milik keduanya.
Dan lafazh di atas milik al-Bukhari. Silahkan lihat kitab Fat-hul Baari, jilid IV, hal. 315.
Juga didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
Saw, beliau bersabda :
‫ثَالَثَةٌ الَ يُ َكلِّ ُمهُ ُم هَّللا ُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َوالَ يَ ْنظُ ُر ِإلَ ْي ِه ْم َوالَ يُ َز ِّكي ِه ْم َولَهُ ْم َع َذابٌ َألِي ٌم‬
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat kelak
Dia tidak melihat mereka, dan Dia juga tidak akan menyucikan mereka, serta bagi mereka
adzab yang pedih”
Dia mengatakan : “Hal itu dibacakan oleh Rasulullah Saw sebanyak 3 kali”. Abu
Dzarr mengatakan : “Meraka benar-benar gagal dan merugi, siapakah orang-orang itu
wahai Rasulullah? Beliau menjawab :

‫ف ْال َك ِذب‬
ِ ِ‫ق ِس ْل َعتَهُ بِ ْال َحل‬
ُ ِّ‫ َو ْال ُمنَف‬، ُ‫ْال ُم ْسبِلْ َو ْال َمنَّان‬

“ Orang yang memanjangkan pakaiannya dibawah mata kaki, dan orang yang
menyebut-nyebut pemberiannya, serta orang yang melariskan dagangannya dengan
menggunakan sumpah palsu”

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya (jilid I hal.102).

Tetapi jika sumpah dalam jual beli itu dilakukan dengan penuh kejujuran, maka
sumphanya tetap makruh, tetapi makruh dengan pengertian tanzih (sebaiknya dihindari)
karena yang demikian itu sebagai upaya melariskan dagangan sekaligus sebagai upaya
mencari daya tarik pembeli dengan banyak mengumbar sumpah.

Seseorang jika menjual sebuah barang lalu dia menutupi kekurangan barangnya agar
mendapatkan harga jual yang tinggi maka perbuatan tersebut bisa menghilangkan
keberkahan transaksinya. Namun jika ia jujur dan menjelaskan kekurangan barang tersebut
meskipun harganya turun akan tetapi hal tersebut akan diberkahi oleh Allah ‫ﷻ‬. Oleh
karenanya seseorang jangan terpedaya dengan banyaknya keuntungan, akan tetapi
hendaknya dia memperhatikan keberkahan dari jual belinya. Keberkahan sesuatu bukan
karena banyaknya, terkenalnya, dan lakunya, melainkan karena faedah dan manfaatnya.

Menurut orang-orang yang materialistis, yang suka berburu keuntungan dunia,


kejujuran hampir identik dengan kerugian. Bukan rugi karena hartanya habis atau
dagangannya tidak dapat untung sama sekali, melainkan rugi karena untungnya sedikit
atau tidak seberapa. Sementara itu, teori mereka adalah mengeluarkan biaya sekecil
mungkin untuk mendapatkan pemasukan sebesar-besarnya. Mereka terapkan teori ini
dalam usaha dagang mereka sehingga mereka menargetkan untuk meraih keuntungan yang
berlipat.

Akibatnya, segala cara mereka lakukan untuk melariskan dagangan mereka, walaupun
cara tersebut diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala, seperti dusta, penipuan, dan
menyembunyikan keadaan barang. Sementara itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
telah bersabda,

“Penjual dan pembeli itu diberi pilihan (antara meneruskan jual beli atau
membatalkannya,) selama keduanya belum berpisah atau beliau berkata, ‘Sampai
keduanya berpisah’. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (keadaan barang,), keduanya
jual beli keduanya diberkahi. Namun, apabila keduanya menyembunyikan dan berdusta,
akan dihilangkan keberkahan jual beli keduanya.” (HR. al-Bukhari, no. 2079, dan Muslim,
no. 3836)

 Anjuran meninggalkan sumpah dalam berjual beli karena perbuatan tersebut mengandung
banyak mudharat (bahaya) antara lain :
a) Menjadikan Asma Allah Ta’ala sebagai alat untuk melariskan barang dagangan serta
meraup harta dunia yang akan musnah dan tidak abadi. Perbuatan ini merupakan
bentuk penghinaan terhadap Asma’ Allah Ta’ala.
b) Banyak bersumpah berpotensi menipu pembeli, atau mendatangkan masalah,
sedangkan dia sendiri tidak menyadarinya.

BAB IV
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dari uraian yang penulis paparkan dalam pembahasan karya tulis ilmiah ini, bisa
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Praktik jual beli menggunakan kata sumpah seperti “Demi Allah” masih banyak
dilakukan oleh para penjual sebagai alat sarana untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih dan untuk menarik minat pembli untuk membeli barang dagangannya
walaupun sebagian keterangan dan penjelasan yang dilontarkan oleh si penjual itu
bohong serta tidak sesuai kenyataan.
2. Sumpah dalam jual beli itu secara mutlak makruh, baik pelakunya seorang
pendusta maupun orang yang jujur. Jika pelakunya seorang yang suka berdusta
dalam sumpahnya, maka sumpahnya menjadi makruh yang mengarah kepada
haram, dan itulah yang disebut dengan sumpah palsu. Tetapi jika sumpah dalam
jual beli itu dilakukan dengan penuh kejujuran, maka sumphnya tetap makruh,
tetapi makruh dengan pengertian tanzih (sebaiknya dihindari) karena yang
demikian itu sebagai upaya melariskan dagangan sekaligus sebagai upaya mencari
daya tarik pembeli dengan banyak mengumbar sumpah.
Disamping itu, sumpah menjadi salah satu sarana melariskan barang dagangan,
tetapi akan menghilangkan berkah jual beli.

REFERENSI
Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Ahmad bin 2005 ‘Fatwa-fatwa jual Beli Bogor: Pustaka Imam Syafi’i
Farroh Hasan Akhmad, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek), ©
UIN-Maliki Press, 2018
Al-Qur’an
Ensiklopedia Hadis
Siti Salam, Shofya Humaira, Jurnal Larangan Bersumpah Palsu Dalam Jual Beli Perspektif Hadits
Ahkam, Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syari’ah UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Juli
2023
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah (Ciputat: Lentera Hati, 2012)
Syafe’i, Rachmat, Fiqh Muamalah, 10th edn (Bandung: Pustaka Setia, 2001)
Ika Yuliana Dewi (2018) Skripsi Tinjauan Hukum Ekonomi Syai’ah Terhadap Pelaksanaan Jual Beli
Yang Menggunakan Sumpah Untuk Meyakinkan Pembeli Di pasar Azhar Kenten Laut. Palembang,
2018

You might also like